METAFORA, METONIMIA, SINEKDOK, DAN IRONI DALAM KARYA SENI RUPA: STUDI KASUS ILUSTRASI EDITORIAL KOMPAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METAFORA, METONIMIA, SINEKDOK, DAN IRONI DALAM KARYA SENI RUPA: STUDI KASUS ILUSTRASI EDITORIAL KOMPAS"

Transkripsi

1 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: METAFORA, METONIMIA, SINEKDOK, DAN IRONI DALAM KARYA SENI RUPA: STUDI KASUS ILUSTRASI EDITORIAL KOMPAS (Dosen Seni Rupa FBS UNNES. mazdho@gmail.com) Abstrak Dalam komunikasi verbal (linguistik) baik pada percakapan sehari-hari maupun karya sastra sering digunakan gaya bahasa perumpamaan, seperti: metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi. Gaya bahasa tersebut adalah sekumpulan teks yang merupakan sistem tanda untuk mencapai sasaran komunikatif dan estetiknya. Teks non verbal seperti: seni lukis, ilustrasi, poster juga terdiri atas sistem tanda yang berfungsi untuk berkomunikasi. Atas dasar tersebut, penelitian ini mengkaji apakah sistem gaya bahasa tersebut berlaku pada komunikasi secara non verbal khususnya pada ilustrasi editorial koran Kompas. Tujuan penelitian untuk menjelaskan sistem kerja gaya bahasa perumpamaan pada bahasa visual. Penelitian mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode semiotika strukturalis. Teknik pengambilan data melalui dokumentasi, observasi, dan wawancara. Analisis data dilakukan terhadap struktur elemen rupa ilustrasi editorial koran Kompas sebagai teks yang berfungsi tanda. Analisis dilakukan secara bertahap melalui pendekatan heuristik, hermeneutik, dan analisis domain. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa 35 sampel ilustrasi editorial koran Kompas yang terbit dari bulan Juni sampai September 2008 terdapat penggunaan majas metafora 60%, metonimia 23%, sinekdok 11%, dan ironi 6%. Metafora bekerja secara paradigmatik. Metonimia bekerja secara sintagmatik total. Sinekdok bekerja secara sintagmatik sebagian. dan, ironi bekerja secara sintagmatik oposisi. Saran yang dapat dianjurkan kepada mahasiswa seni rupa sebagai calon ilustrator, pelukis, atau desainer agar dapat menggunakan model gaya bahasa perumpamaan dalam penciptaan karya seninya agar lebih komunikatif. Kepada para pendidik, agar gaya perumpamaan dalam bahasa visual dapat dijadikan sebagai model pengajaran pada mata kuliah praktik pencipaan karya. Kata kunci: sintagmatik, paradigmatik, signifier, dan signified Pendahuluan Manusia selalu berhubungan dengan manusia lain dalam hidupnya dengan menyampaikan sebuah bahasa. Penyampaian bahasa kepada orang lain dapat bersifat denotatif dan konotatif. Salah satu penyampaian bahasa verbal secara konotatif adalah penggunaan majas. Efek penggunaan majas tersebut adalah menjadi menarik karena dapat menambah daya keindahan sebuah teks. Bahkan kadang-kadang mudah diingat dan dipahami karena kekhasan bahasa yang diungkap sehingga menggugah perasaan seseorang dan lebih menarik ketimbang penyajian kebenaran yang diberikan secara gamblang (Zoest 2003:23). Dari beberapa jenis majas dalam khasanah bahasa verbal atau linguistik yang paling umum dikenal dan banyak digunakan adalah majas perumpamaan yang terdiri atas metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi. Metafora adalah gaya bahasa perumpamaan langsung suatu benda dengan benda lain yang mempunyai sifat sama. Contoh, semangatnya membaja untuk mencapi citacita. Metonimia secara umum adalah gaya bahasa yang menggunakan sebuah nama 61

2 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: yang berasosiasi dengan suatu benda dan dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud. Contoh, Bapak sedang naik Honda. Padahal yang dinaiki adalah sepeda motor. Majas ketiga adalah sinekdok. Sinekdok terbagi dua yaitu: pars pro toto, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan sebagian untuk keseluruhan. Contohnya adalah Mana batang hidung si Budi, sampai sekarang kok tidak kelihatan. Sinekdok kedua adalah totem pro parte yaitu gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk sebagian. Misalnya sebuah kalimat Indonesia mendapat satu emas lewat bulu tangkis pada Olimpiade Beijing Ironi ialah apa yang dikatakan bermakna sebaliknya dari kejadian yang sebenarnya dengan tujuan menyindir secara halus. Misalnya berkata Di sini bersih sekali sambil menunjuk sampah yang berserakan. Jika dalam bahasa verbal, penyampaianpenyampaian bahasa bisa dilakukan dengan varian-varian tersebut sehingga ungkapan yang dihadirkan menjadi lebih menarik, maka penelitian ini bermula dari sebuah pertanyaan, apakah dalam bahasa visual juga terdapat varian gaya pengungkapan secara simbolik tersebut. Penelitian ini didasarkan pertama atas fakta emperik, yaitu berbagai karya visual baik ilustrasi, desain iklan, poster maupun lukisan yang mulai beralih dari berbahasa literal ke bahasa simbolik. Sekarang perupa lebih cenderung memainkan segala sesuatu benda untuk dijadikan sebagai sarana ungkap. Implikasinya kadangkala menjadikan orang bingung dalam memahaminya karena belum mengetahui landasan konsep berpikirnya atau juga belum terbiasa memahami makna simbolik sebuah gambar. Kedua, adanya asumsi bahwa seniman yang bekerja dalam wilayah seni rupa dan seni sastra sebenarnya memiliki metode yang sama dalam penciptaan gaya ungkapan namun berbeda mediumnya. Perupa menggunakan bahasa rupa sebagai sarana untuk menuangkan ide dan gagasannya. Sedangkan lewat kekuatan verbal atau katakata, sastrawan mengungkapkan ekspresi kesenimannya lewat karya puisi atau prosa Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu berkomunikasi dengan pendengar atau penonton. Dalam perspektif ini karya seni adalah penghubung antara seniman dengan masyarakatnya, artinya, apapun yang disampaikan seniman harus bisa ditangkap dan dimengerti oleh masyarakat. Menurut ilmu komunikasi, unsur rupa adalah unsur bahasa yang berfungsi sebagai medium penyampai pesan antara komunikator dan komunikan. Lukisan atau gambar adalah sebuah teks yang berfungsi sebagai tanda untuk dimaknai sehingga memungkinkan terjadinya interaksi. Oleh karena itu, pola dasar dan sistem kerja dalam bahasa verbal juga bisa diterapkan dalam bahasa visual. Dengan menyederhanakan bahwa teks itu dipahami sebagai tanda maka pendekatan semiotika diharapkan dapat menguraikan perbedaan yang timbul antara harapan penulis dengan realitas yang ada. Sistem kerja majas dalam bahasa visual beserta efeknya dapat terjelaskan. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dipaparkan oleh Widagdo (2006:195), yang menyatakan bahwa aplikasi metode semiotika juga lebih banyak atau umum dilakukan pada karya bahasa ungkap yang simbolik atau karya kontemporer pada paruh abad ke XX. Lalu yang menjadi persoalan adalah, apakah sistem majas perumpamaan yaitu metafora, metonimia, sinekdok dan ironi bisa untuk menjelaskan karya seni rupa. Dalam kajian ini penulis memilih karya ilustrasi bukan lukisan atau karya seni rupa lainnya sebagai objek kajian. Meskipun mempunyai tujuan sama yaitu untuk menyampaikan gagasan, 62

3 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: ilustrasi mempunyai tujuan yang jelas karena mengacu atau menerangkan sebuah teks bahasa sedangkan lukisan lebih berbicara secara otonom sehingga kadar subyektivitas bisa sangat tinggi. Kedua, karya ilustrasi editorial lebih banyak yang bersifat representatif dalam arti subject matter-nya masih berbentuk figuratif sedangkan lukisan kadangkala masih banyak yang subject matter-nya terlalu absurd atau abstrak. Ketiga, gambar ilustrasi tetap dikerangkai ide kontekstual yang jelas yaitu sebuah teks yang diacu dan yang ingin diterangkan. Sehingga pembacaan tanda-tanda dalam ilustrasi tersebut dengan mudah dikomparasikan dengan makna yang terdapat pada teks bahasa verbal yang diacu. Dengan demikian hasil kebermaknaan ilustrasi dapat digunakan sebagai domain untuk menentukan varian gaya perumpamaannya. Pemilihan karya ilustrasi editorial pada koran harian Kompas karena target audiencenya nasional dan umum sehingga didapatkan varian tematik. Harapannya, bahasa metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi bisa tereksplorasi karena permasalahannya yang beragam dan konstekstual. Kedua, menurut pengamatan penulis, gaya ilustrasinya lebih unik, berbeda dengan surat kabar lainnya. Meskipun akhir-akhir ini, mulai terdapat penelitian seni rupa dengan dengan pendekatan semiotik namun penelitianpenelitian tersebut belum mengkategorisasikan sistem simbol yang didapatkan sebagai domain untuk menentukan gaya ungkapan. Celah ilmu tersebutlah yang ditekankan dalam penelitian ini sehingga menjadikannya berbeda terhadap penelitian lainnya. Bahkan yang sering terjadi, hampir sebagian besar penelitian seni rupa lebih asyik untuk melihat seni rupa sebagai struktur bentuk visual (formalisme) atau estetika bentuk (Sachari 2005:20). Atas dasar itu, penelitian ini bermaksud menerapkan konsep dari bidang linguistik yaitu konsep metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi untuk mendeskripsikan sistem gaya bahasa simbolik pada ilustarasi editorial harian Kompas. Tinjauan Pustaka Ilustrasi sebagai Bahasa Rupa dalam Sistem Tanda Ilustrasi menurut Mayer (dalam Salam 1993:2) adalah sebuah gambar yang secara khusus dibuat untuk menyertai teks seperti pada buku atau iklan yang berfungsi memperjelas teks agar mudah difahami dan menarik. Ilustrasi secara umum digunakan untuk menggambarkan benda, suasana, adegan, atau ide yang berupa teks. Lebih lanjut Salam menyatakan ilustrator dalam mengkomunikasikan subjeknya biasanya dengan cara: (1) mendramatisasi, (2) menggunakan isyarat tubuh dan mimik, (3) menggunakan simbol, (4) personafikasi, (5) menggambarkan bunyi, dan (6) memusatkan perhatian. Lebih lanjut, ilustrasi dibagi menjadi ilustrasi buku, editorial, iklan, busana, animasi dan lain sebagainya. Namun yang paling banyak dikenal adalah ilustrasi buku dan ilustrasi editorial. Ilustrasi editorial adalah ilustrasi yang dibuat untuk menyajikan pandangan atau opini yang biasanya dimuat di surat kabar atau majalah untuk mendampingi artikel, maka ilustrasi editorial atau ilustrasi kolom berfungsi sebagai penjelas agar menjadi lebih mudah difahami dan menarik. Dari pandangan di atas, maka ilustrasi merupakan sarana berkomunikasi, apa yang digambar senantiasa punya maksud agar dipahami pembaca. Alat komunikasi manusia, pada hakikatnya tidak hanya berupa bahasa tulisan, lisan atau bahasa isyarat, melainkan juga bahasa rupa yang merupakan tanda komunikasi simbolik atau komunikasi rupa. 63

4 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: Sachari (2005:7) menyatakan bahasa rupa, seperti halnya bahasa lain juga memiliki apa yang dikenal sebagai kaidah, asas, atau konsep. Ilustrasi, sebagai bahasa rupa memiliki empat kelompok unsur yaitu: a. Unsur Konsep, yang terdiri dari titik, garis, bidang, dan volume. b. Unsur Ruang, yang terdiri dari bentuk, ukuran, warna, dan tekstur. c. Unsur Pertalian, yang terdiri dari arah, kedudukan, ruang, gaya, dan berat. d. Unsur Peranan, yang terdiri dari gaya, makna dan tugas. Bahasa rupa memang tidak memiliki kaidah gramatika seperti halnya bahasa lisan atau bahasa tulisan, sehingga setiap orang komunikator kadang memiliki pendapat yang berlainan. Namun demikian, bahasa rupa memiliki kaidah yang sifatnya universal, dan hampir berlaku di mana-mana. Sebagaimana yang diutarakan Umberto Eco, komunikasi visual diantaranya ilustrasi dapat dijadikan sebagai kajian semiotik, karena memiliki bahasa rupa dasar sebagai unsur tanda yang cukup penting secara semiotis. Dengan demikian unsur-unsur bahasa rupa dasar yang terdiri dari konsep, rupa dan pertalian, dapat dinyatakan sebagai langue dalam dikotomi de Saussure. Sedangkan unsur peranan (gaya, makna, fungsi) merupakan suatu hal yang dapat dikatakan sebagai parole, yang merupakan ungkapan tanda secara individual atau tanda yang telah diberi makna tertentu. Sama dengan konsep langue dan parole, keempat unsur itu, sebenarnya saling berkaitan dan berhubungan, karena suatu tanda rupa yang tidak memiliki makna, gaya atau fungsi hanya merupakan bahasa yang tidak bisa dimengerti oleh penafsir. Ketika suatu tanda rupa setelah diberi makna atau fungsi tertentu, maka komunikasi dengan penafsir akan difahami. Demikian pula dengan konsep signifier dan signified dari de Saussure. Konsep ini dapat pula diadopsi pada bahasa rupa, karena bahasa rupa yang sifatnya tidak tampak, acak atau tidak berwujud sulit mengidentifikasi citra dan maksud ungkapannya. Tetapi jika telah terjadi pemaknaan atau pemberian fungsi tertentu, maka terbentuklah citra dari bahasa rupa itu sehingga terbentuk sebuah konsep rupa. Gaya Bahasa Perumpamaan dalam Semiotika Gaya bahasa dalam literatur bahasa Indonesia yang sangat menonjol penggunaannya adalah majas perumpamaan. Majas tersebut terdiri dari metafora, sinekdok, metonimia, dan ironi. Pemahaman sistem kerja majas dianalisis berdasarkan teori semiotika Saussure. Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semiotika menurut Berger dalam Tinarbuko (2008:11) memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Pierce. Secara umum semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna. Menurut Saussure, tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut signifier, sebagai penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified, adalah petanda atau konsep makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama.jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada level of expression (tingkatan ungkapan) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, 64

5 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: huruf, kata, gambar, warna, objek dan sebagainya. Sedangkan petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan, hubungan antar kedua unsur melahirkan makna. Mengacu pendapat Spradley (1997:121) bahwa objek atau peristiwa apapun menunjuk pada sesuatu. Semua simbol melibatkan tiga unsur: Pertama, simbol itu sendiri. Kedua, satu rujukan atau lebih. Ketiga hubungan antar simbol dengan rujukan. Semuanya itu merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas makna yang lebih besar adalah membedakan makna denotatif dengan makna konotatif. Spradley menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Piliang mengartikan bahwa makna denotatif adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas. Spradley menyebut makna konotatif meliputi semua signifikansi sugestif dari simbol yang lebih dari arti referensialnya, karena mampu meningkatkan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Metafora adalah gaya bahasa perumpamaan langsung suatu benda dengan benda lain yang mempunyai sifat sama. Contohnya semangatnya membaja untuk mencapi citacita. Baja bersifat kuat. Semangat yang bersifat teguh pendirian bermakna kuat. Jadi ada kesamaan sifat antara teguh pendirian dan baja. Semiotika melihat dua tanda diketemukan atau diperbandingkan agar terjadi perpaduan antara signifier dari tanda pertama menghasilkan signified dari tanda yang kedua. Upaya perumpamaan didasarkan pada aspek kesamaan sifat antara tanda pertama dan tanda kedua dalam aspek tertentu (Chandler 2007). (model sistem semiotika metafora) Metonimia adalah sistem substitusi (penggantian) dari dua tanda yang berbeda. Bisa terjadi fungsi substitusi karena kedekatan dua tanda tersebut. Kedekatan diperoleh karena adanya hubungan langsung dan asosiasi yang telah melekat pada masyarakat dalam cara tertentu. Bisa juga kedekataan antara tanda yang diperoleh melalui atribut, perasaaan, sugesti, dan hubungan sebab akibat (indeksial). Meskipun beberapa pakar juga ada yang memasukan sebab akibat sebagai sebuah hubungan yang oposisi tetapi tetap bisa masuk dalam wilayah kategori substitusi (Chandler 2007). Substitusi metonimia dimungkinkan juga terjadi karena adanya pengaruh pikiran, sikap dan aksi dengan cara memfokuskan pada aspek lainnya dari konsep awal yang sebelumnya tidak ada kaitannya. Majas ketiga adalah sinekdok. Beberapa pakar mengidentifikasi sinekdok adalah model majas perumpamaan yang terpisah, ada yang melihat sebagai bagian khusus dari metonimia dan lainnya menggolongkan fungsinya sama dengan metonimia. Jakobson menyatakan bahwa metonimia dan sinekdok mempunyai kesamaan berdasarkan adanya hubungan kedekatan. Richard Lanham menjelaskan model sinekdok terbagi menjadi dua yaitu: pars pro toto, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan sebagian untuk keseluruhan. Sinekdok kedua adalah totem pro parte yaitu gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk sebagian. Pemilihan sebagian dari suatu tanda karena secara fisik dianggap paling berperan terhadap keseluruhan tanda dalam arah atau aplikasi atau penggunaannya. Dengan 65

6 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: demikian penggunaan satu kata menjadikan lebih simple namun bermakna lebih komprehensiif. Ironi ialah apa yang dikatakan bermakna sebaliknya dari yang sebenarnya dengan tujuan menyindir secara halus. Signifier dalam ironi menandakan sesuatu yang tidak sesuai realita tetapi kita mengetahui makna berdasarkan signifier lain yang secara aktual benar. Ironi merefleksikan pikiran atau perasaan pembicara atau penulis secara berlawanan. Majas ironi adalah substitusi berdasarkan ketidaksamaan hubungan antara dua signifier (Chandler 2007). Semua majas perumpamaan memiliki makna tanda ganda. Sistem perumpamaan menggunakan model substitusi yang tidak bermakna literal. Pemahamannya harus lebih komprehensif dan diperlukan penguasaan mengenai perbedaan antara yang dikatakan dengan yang dimaksud serta kepekaan terhadap tanda bermakna ganda. Metode Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode analisis yang digunakan adalah metode semiotika strukturalis. Metode analisis semiotika strukturalis untuk mengetahui setiap fragmen struktur teks atau subject matter pada ilustrasi yang merupakan sistem tanda. Setiap teks keberadaannya sangat tergantung dengan teks-teks yang lainnya. Melihat teks atau subject matter dalam ilustrasi sebagai kesatuan struktur yang secara keseluruhan menyandang makna.. Ilustrasi editorial tidak dibaca sebagai struktur yang otonom tetapi struktur yang kontekstual dengan harapan makna yang dihasilkan lebih tepat. Subjek penelitian adalah ilustrasi editorial harian Kompas yang terbit mulai bulan Juni- September Kemudian sample dipilih secara purposive dan prosentase untuk mewakili edisi tiap bulan dengan harapan adanya varian subject matter. Hasil Penelitian dan Pembahasan Majas Metafora, Metonimia, Sinekdok, dan Ironi dalam Semiotika Gaya bahasa dalam linguistik yang menonjol adalah majas perumpamaan. Majas terdiri atas metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi. Berdasarkan teori semiotika Saussure, sistem kerja majas dapat dipahami sebagai sistem tanda. Tanda terdiri dari signifier dan signified. Signifer adalah penanda yaitu sesuatu yang berupa wujud fisik verbal maupun non verbal. Signified adalah petanda yaitu acuan yang dimaksud oleh penanda. Keduanya tidak bisa dipisahkan tetapi suatu kesatuan utuh yang membentuk tanda. Proses pemaknaan suatu tanda akan berhubungan dengan tanda lainnya lewat interaksi orang dalam suatu komunitas. Hubungan tanda dengan tanda lain dapat secara eksternal dan internal. Hubungan eksternal dapat secara paradigmatik dan sintagmatik. Paradigmatik adalah hubungan antara suatu tanda dengan tanda lain dalam satu kelas atau sistem. Sintagmatik adalah hubungan yang bersifat aktual karena antara tanda satu dengan tanda lainnya bersifat kesadaran logis, sebab akibat atau kausalitas. Hubungan internal adalah bekerjanya suatu tanda secara intrinsik tanpa perlu tanda lain karena secara alamiah sudah memiliki kekuatan simbolik yang mandiri. Hubungan signifier dan signified dapat terjadi dalam pembacaan tingkat pertama (denotasi) dan pembacaan tingkat kedua (konotasi). Metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi berlangsung pada pembacaan tingkat kedua. Menurut Jakobson, metafora bekerja secara paradigmatik. Lacan menyatakan 66

7 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: hubungan satu kelas antara tanda dengan tanda lain dapat berlangsung karena adanya kekuatan represi dari sebuah tanda tersebut untuk saling bertukar. Pertukaran dapat dilakukan karena adanya kesamaan antara dua tanda yang masih dalam satu himpunan, saudara, dan setara dalam sistem tandanya. Kesamaan diperoleh dengan mempertemukan dua tanda agar signifier dari tanda pertama menghasilkan signified dari tanda yang kedua. Aspek kesamaan sifat antara tanda pertama dan tanda kedua dalam aspek tertentu akhirnya terjadi meskipun dua tanda tersebut sebenarnya dalam sistem tanda yang berbeda. Bahkan dalam perkembangan ilmu semiotika (hipersemiotika) aspek kesamaan selalu bisa dicari dan bisa dibuat (Piliang 2003: ). Metonimia secara umum pengertiannya adalah gaya bahasa yang menggunakan sebuah nama yang berasosiasi dengan suatu benda dan dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud. Secara semiotika hubungan kedekataan antara dua tanda adalah secara indeksikal. Indeksikal ini adalah hubungan yang secara sebab akibat atau hubungan kontinuitas realitas. Penggunaan penghubung (signifier) yaitu sesuatu yang dapat diketemukan bersama dalam dua tanda sebagai titik kunci sehingga dapat menghubungkan ke petanda karena adanya hubungan yang bersifat unconscious menjadi conscious. Penggunaan signifier dimungkinkan juga karena adanya pengaruh pikiran, sikap dan aksi dengan cara memfokuskan pada aspek tanda lainnya dari konsep awal yang sebelumnya tidak ada kaitannya. Atas dasar itu, sintagmatik pada metonimia bersifat total karena signifier dari tanda satu akan bermakna signified yang ditemukan pada tanda lain. Beberapa pakar mengidentifikasi sinekdok sebagai bagian khusus dari metonimia dan lainnya menggolongkan fungsinya sama dengan metonimia. Lanham (dalam Daniel 2007) menjelaskan bahasa model sinekdok terbagi menjadi dua yaitu: pars pro toto, yaitu sebagian untuk keseluruhan. Signifier suatu tanda dengan mengambil bagian dari tanda tersebut. Sinekdok kedua adalah totem pro parte yaitu keseluruhan untuk sebagian. Signifier suatu tanda dengan mengambil keseluruhan dari tanda tersebut tetapi signified-nya adalah keseluruhan wujud tanda tersebut. Jakobson menyatakan bahwa metonimia dan sinekdok mempunyai kesamaan pada model hubungan sintagmatik. Atas dasar itu, sintagmatik bersifat sebagian karena masih dalam satu wilayah tanda. Ironi ialah apa yang dikatakan bermakna sebaliknya dari kejadian yang sebenarnya dengan tujuan menyindir secara halus. Signifier pada ironi adalah sesuatu yang tidak sesuai realita tetapi kita mengetahui makna signified berdasarkan hubungan sintagmatik yang dikontraskan dengan kenyataan di luar tanda itu sendiri. Hubungan perlawanan apa yang diucapkan dengan kenyataan lebih berdasarkan oposisi biner. Logika ironi berlangsung secara sintagmatik ketika direlasikan dengan kenyataan sebagai signifed berlawanan dengan signifier-nya. Metafora, Metonimia, Sinekdok, dan Ironi dalam Ilustrasi Editorial harian KOMPAS Ilustrasi menurut Mayer (dalam Salam 1993:2) adalah sebuah gambar yang secara khusus dibuat untuk menyertai teks seperti pada buku atau iklan untuk memperdalam pengaruh dari teks tersebut sehingga akan menjadi lebih jelas dan menarik. Ilustrasi editorial adalah ilustrasi yang dibuat untuk menyajikan pandangan atau opini yang biasanya dimuat di surat kabar atau majalah untuk mendampingi tulisan atau artikel. Sebagai pendamping dari suatau karangan yang bersifat pandangan terhadap sesuatu hal, maka ilustrasi editorial atau ilustrasi kolom 67

8 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: berfungsi untuk menjadi lebih mudah difahami dan menarik. Berdasarkan matrik majas perumpamaan dalam analisis semiotika maka setiap karya ilustrasi editorial harian Kompas dalam menyampaikan makna menggunakan model sistem hubungan antartanda secara eksternal melalui paradigmatik dan sintagmatik. Seperti apa yang disampaikan di awal bahwa model hubungan ini dilakukan untuk menghindari pengungkapan bahasa secara literal akan tetapi lebih menggunakan bahasa secara tidak langsung. Metafora Karya J31JL (Gambar 1) merupakan contoh karya ilustrasi yang menggunakan majas metafora. Jika dilakukan pembacaan secara denotatif maka ilustrasi tersebut menyatakan sebuah kotak suara pemilu yang meleleh. Namun, untuk dapat memahaminya diperlukan pembacaan secara konotasi. Pembacaan konotasi adalah pembacaan tingkat dua. Ilustrator sengaja menggabungkan dua tanda sekaligus dalam bentuk kotak suara yang mencair. Tanda pertama kotak suara dan tanda kedua adalah air. Bentuk tersebut tidak ada secara realitas. Gambar tersebut rekayasa imajinatif ilustrator untuk menyampaikan gagasan lebih estetik dan efektif. Tanda pertama terdiri kotak suara pemilu sebagai signifier. Signifier tanda kedua adalah benda yang meleleh. Dalam pembacaan tingkat dua (Gambar 2), partisipasi pemilu adalah signified dari tanda pertama. Kotak suara telah menjadi simbol pemilu karena secara paradigmatik telah menggantikan surat suara, gambar pilihan, dan pulpen. Meskipun sebenarnya surat suara dapat berpeluang langsung kepada pemaknaan partisipasi pemilu, namun karena secara ikonis hal yang paling mudah untuk dipersepsi masyarakat dalam pemilu adalah kotak suara. Kotak suara, surat suara, pulpen adalah alat yang mempunyai kedudukan setara yang digunakan dalam sistem pemilu. Proses siginifikansi tahap kedua yang dilakukan secara metafora telah melalui proses signifikansi tahap pertama. Kotak suara untuk menghasilkan petanda partisipasi pemilu juga mengalami fusion dua tanda. tanda kotak suara mempunyai signified dari tanda dua yaitu surat suara karena adanya unsur similarity yaitu kesamaan antara dua tanda yaitu pada fungsionalnya dalam proses pemilu. Memasuki tanda kedua, karena benda yang mencair mempunyai sifat menurun atau menghilang secara wujud fisiknya maka secara asosiatif signifier tanda kedua yaitu air meleleh dapat menghasilkan signified menurun. Proses ini juga dilakukan secara metaforik melalui proses signifikansi tahap kedua. Akhirnya, muncul transfering atau pemindahan sifat tanda kedua air untuk pindah terhadap tanda pertama. Sifat menurun ini sebenarnya bisa didapatkan dari berbagai sistem tanda yang lain. Namun, air tampaknya merupakan pilihan yang lebih efektif dibandingkan lainnya karena kekuatan simbolik internalnya. Dengan demikian dalam proses metafora terjadi apa yang disebut dengan fusion dua tanda. Bahkan hubungan penanda dan petanda tersebut dibangun secara bertingkat mulai dari paradigmatik primer, paradigmatik sekunder, dan seterusnya (periksa bagan berikut). Setelah itu, dua signifier antara kotak suara dengan air dipertemukan secara horizontal. Makna yang diharapkan dari keduanya benar-benar hadir dan ada dalam ilustrasi editorial tersebut. Melalui penggabungan dua tanda tersebut, ada penyusunan struktur visual dari dua sistem tanda yang berbeda menjadi karya ilustrasi yang utuh. Dengan demikian, proses pemaknaan secara keseluruhan terhadap karya J31JL adalah 68

9 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: meleleh Besi Tembaga Air Mencair Menurun Menurun/menghilang Air air Mencair Partipasi pemilu menurun Tempat Menyimpan Surat Partisipasi Pemilu Partisipasi pemilu Kotak suara Kotak suara Surat Suara Pemilu Kotak suara Surat Suara Pena partisipasi pemilu yang menurun. Dalam sistem politik, secara logika sesuatu yang menurun adalah partisipasi. Pemaknaan tersebut juga terbantu dari judul artikel Bahaya Departisipasi Publik yang berfungsi sebagai anchorage atau kunci pengikat. Departispasi berarti penurunan tingkat partisipasi. Dalam contoh karya tersebut kekuatan bahasa pengungkapan metafora terletak pada kemampuannya secara grafis bukan pada bahasa teks verbal. Metonimia Metonimia ditandai hubungan yang sifatnya indeksial. Obyek yang hadir secara visual atau yang dapat dilihat (signifier) tidak mengacu signified dari tanda tersebut. Justru ingin menghadirkan obyek lainnya yaitu obyek yang tidak hadir. Terjadi demikian karena obyek yang tidak hadir memiliki hubungan eksistensial yang keberadaannya selalu merupakan akibat atau sebab dari obyek yang hadir. Konsep metonimia tersebut dapat dilihat pada karya JJN20 (Gambar 3) yang mengilustrasikan artikel Menguji Sistem Pemilu DPD. Isi artkel adalah masih banyaknya aturan-aturan sistem pencalonan anggota DPD yang belum fix dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk merepresentasikan tema tersebut ilustrator sengaja memilih buku sebagai petanda undang undang karena secara ikonis memang mirip dengan bentuk kitab atau undang-undang. Untuk memperoleh makna pemilu sekaligus maka buku tersebut disusun menyerupai kotak suara. Proses tanda tersebut bergerak dalam wilayah paradigmatik karena menyingkirkan bentuk atribut pemilu lainnya dalam pemilu seperti surat suara, pena, gambar pilihan, dan lain sebagainya. khirnya, terjadi proses pertukaran signified pemilu dari signifier kotak suara melekat pada signifier buku. Buku menjadi bermakna pemilu. Jika tingkat pertanda sampai hal tersebut maka ilustrasi tersebut masuk kategori majas metafora. 69

10 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: Namun apa yang diharapkan ilustrator tidak demikian. Tahapan metafora tersebut akhirnya dijadikan sebuah penanda baru. Untuk menggapai makna yang diinginkan maka buku sengaja disusun dalam keadaan yang rentan mau roboh. Pada posisi tersebut penanda diartikan ketahapan selanjutnya. Akhirnya, hubungan aktual atau sintagmatik yang mampu memberikan makna secara benar. Petanda tersebut sengaja tidak digambarkan. Yang digambarkan hanyalah semacam petunjuk melalui buku yang disusun seperti kotak suara mau roboh. Undangundang pemilu akan roboh adalah sesuatu yang eksistensial diharapkan oleh ilustrator tersebut sebagai akibat konsekuensi logis dari penataan demikian. Atau paling tidak, ketika ada orang yang sedang menyusun maka petandanya adalah ada orang yang akan menguji keberadaan keabsahan undangundang tersebut. Jadi pemaknaan terletak pada undangundang tersebut yang masih kacau dan rapuh untuk dibongkar atau direvisi. Hal tersebut didasarkan logika realitas, atau menggunakan kode rasional. Persoalan undang-undang tersebut secara lebih khusus adalah undangundang pemilu atau keanggotaan DPD dikuatkan oleh keberadaan judul artikel tersebut. Sinekdok Karya JJL16 (Gambar 5) mengilustrasikan artikel Sisi Nasionalis Natsir, yang mengisahkan perdana menteri yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada ideologi keislamannya. Karya JJL16 adalah penggambaran ilustrasi dengan model sinekdok. Sinekdok adalah penggambaran sebagian untuk keseluruhan. Figur Muhammad Natsir hanya ditampilkan bagian pokok saja yaitu wajah kepala sebagai signifier untuk mewakili keseluruhan tubuh Muhammad Natsir sebagai signified. Secara sintagmatik, diketahui bahwa jika ada kepala manusia sebagai sebab berarti ada keseluruhan tubuhnya sebagai akibat. Ada hubungan eksistensial yang harus dilanjutkan. Logika secara eksistensial Natsir adalah seorang manusia yang memiliki badan secara utuh dan tidak hanya terdiri dari kepala Buku Kitab suci Nota Undang-undang Buku Ditumpuk horizontal & Vertikal mudah roboh Eksistensial Undang-undang pemilu yang masih lemah Disusun seperti kotak suara Buku Pemilu Buku pemilu Kotak suara Pemilu Alat Coblos Papan Tabulasi Kotak suara Kotak suara Skema Proses Metonimia Karya JJN20 70

11 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: saja. Berdasarkan logika tersebutlah signified bukan kepala Natsir saja tetapi seorang Natsir sebagai manusia yang utuh. Selektifitas ikonik wajah oleh ilustrator karena wajah dianggap bagian fisik manusia yang paling vital berperan untuk mendiferensiasikan antarorang atau tokoh. Signifikansi terjadi pada tataran tingkat dua. Signifikansi pertama adalah denotatif yang bermakna ikon kepala Natsir. Dari tanda ikonis tersebut bergerak ke wilayah indeksikal, belum masuk ke wilayah paradigmatik. Ditunjang judul artikel Sisi Nasionalis Natsir maka dengan mudah pembaca dapat mengartikulasikannya. Foto tersebut adalah sebagai petunjuk seorang Natsir. Berikut ini adalah skema proses terbentuknya sinekdok pada karya JJL16. Apabila diamati, maka cara pengambilan subjek sebagai signifier tersebut masih menampilkan adanya unsur signifier yang sama dan masih mengacu pada signified pada tanda masing-masing. Jadi masih dalam satu struktur bukan sistem tanda yang lain. Ironi Karya TJL1 (Gambar 7) yang mengilustrasikan artikel Membangun Polisi Masa Depan dengan penulis Satjipto Rahardjo adalah contoh cara visualisasi secara ironi. Isi artikel adalah reformasi harus melahirkan polisi yang bercitra mengayomi rakyat adalah konteks yang ingin diacu karya TJL 1 dengan tidak memprioritaskan tindakan represif. Kumpulan tanda atau objek dalam ilustrasi tidak pernah menunjukkan makna secara denotasi atau langsung. Penanda terdiri cemeti yang ujungnya berbintang lima. Ilustrator ingin menyajikan realitas yang justru bertentangan dengan apa yang digambarkan. Cemeti merupakan petanda tindakan kekerasan. Namun, karena ujungnya terdapat bintang maka bintang tersebut bermakna ganda. Pertama, petanda polisi. Kedua, petanda pelayanan terbaik. Dengan demikian, jika digabungkan dan dihubungkan secara paradigmatik maka dapat diartikan bahwa polisi harus melakukan tindakan kekerasan secara ekstrem atau sangat keras. Akan tetapi lebih tepat untuk memahaminya secara sintagmatik. Dengan demikian petanda akhirnya adalah polisi tidak seharusnya melakukan tindakan kekerasan secara berlebihan akan tetapi justru haruslah mengedepankan tindakan persuasif. Bintang adalah signifer yang membuat cemeti tidak mungkin bermakna kekerasan akan tetapi berbalik arah menjadi tindakan persuasif. Kemunculan petanda tersebut karena signifer direlasikan dengan hukum kelanjutan atau eksistensi realitas yang menyatkan bahwa cara kekerasan tidak pernah disukai oleh masyarakat. Berdasarkan kajian dari 35 karya sampel ilustrasi editorial Kompas, menunjukkan bahwa penggunaan hubungan tanda secara paradigmatik lebih dominan dibandingkan sintagmatik. Dibuktikan dengan jumlah paradigmatik 60 %, sedangkan sintagmatik total 23 %, sintagmatik sebagian 11 %, dan sintagmatik oposisi 6 %. Penutup Ilustrasi editorial harian Kompas sebagai bahasa rupa memiliki karakteristik yang hampir sama dengan bahasa verbal dalam majas perumpamaanya. Ilustrasi editorial harian Kompas juga menggunakan bahasa rupa dalam varian metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi. Majas bekerja melalui hubungan antartanda secara paradigmatik dan sintagmatik dengan tingkat pertandaan yang bervariasi. Proses metafora lebih menekankan hubungan signifier dan signified secara paradigmatik, metonimia bekerja dalam hubungan signifier dan signified secara 71

12 Gaya Bahasa Perumpamaan pada Ilustrasi Editorial Harian Kompas: sintagmatik total, sinekdok lebih menekankan hubungan signifier dan signified secara sintagmatik sebagian, dan ironi adalah sebuah hubungan signifier dan signified melalui sintagmatik oposisi. Hubungan penanda dan petanda semakin jelas dengan menggunakan konteks artikel atau judulnya yang berfungsi sebagai anchorage. Ilustrasi harian Kompas lebih banyak menggunakan metafora dan metonimia. Sinekdok dan ironi adalah yang paling sedikit digunakan. Penggunaannya untuk memperoleh efek-efek lebih dramatis sehingga lebih estetis. Saran yang dapat diberikan bagi para mahasiswa seni rupa sebagai calon ilustrator, pelukis, atau desainer agar dapat menggunakan model metafora, metonimia, sinekdok, dan ironi untuk menghasilkan karya yang kreatif dan konseptual. Bagi para pendidik, dengan mengetahui proses konstruksi gaya varian majas tersebut maka dapat digunakan sebagai bekal teoretis atau model pengajaran dalam mata kuliah berkarya. 72

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi media massa mempunyai peran yang sangat penting untuk menyampaikan berita, gambaran umum serta berbagai informasi kepada masyarakat luas.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berfikir induktif, yaitu berangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisa semiologi komunikasi. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana peneliti hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan menggunakan ketrampilan kreatif, seperti copywriting, layout, ilustrasi, tipografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ilustrasi gambar. Penggunaan gambar dalam komik berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan ilustrasi gambar. Penggunaan gambar dalam komik berfungsi untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komik merupakan suatu bentuk seni yang menyampaikan cerita dengan ilustrasi gambar. Penggunaan gambar dalam komik berfungsi untuk memudahkan pembaca memahami cerita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau

BAB III METODE PENELITIAN. Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini bersifat deskripsi kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau member informasi dari atau kepada orang lain. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah kualitatif dengan pendekatan semiotika Barthesian. Definisi metode kualitatif menurut Strauss and

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film selain sebagai alat untuk mencurahkan ekspresi bagi penciptanya, juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya visualnya yang didukung

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Sejak manusia mulai mengenal sistem perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Sejak manusia mulai mengenal sistem perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan periklanan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sejak manusia mulai mengenal sistem perdagangan yang paling awal yakni barter, iklan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah. Penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk memperkuat dan mengubah kognisi dalam menciptakan sejumlah makna-makna konotatif. Namun bahasa tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Film merupakan suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita dalam konteks budaya Jawa sering disebut kanca wingking (teman di dapur) oleh suaminya yang nasibnya sepenuhnya tergantung pada suaminya. Pepatah Jawa menggambarkan

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak.

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. ANALISIS SEMIOTIKA MAKSUD DAN TUJUAN Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak SEMIOTIKA TOKOH SEMIOTIKA XXX PUISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2014 lalu merupakan tahun yang cukup penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut bertepatan dengan dilaksanakan pemilihan umum yang biasanya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Dengan ini peneliti menempatkan diri sebagai pengamat dalam memaparkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma penelitian Penelitian ini menggunakan metodelogi kualitatif, paradigma yang penulis pilih ialah teori kritis. Penelitian kualitatif merupakan suatu strategy

Lebih terperinci

Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November February 1913)

Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November February 1913) Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November 1857 22 February 1913) Strukturalisme suatu gerakan pemikiran filsafat yg mempunyai pokok pikiran bhw semua masy & kebudayaan mempunyai suatu struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditegaskan oleh Astrid (1982:120) bahwa, Semenjak peluncuran satelit

BAB I PENDAHULUAN. ditegaskan oleh Astrid (1982:120) bahwa, Semenjak peluncuran satelit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam bidang komunikasi sudah sampai pada tingkat modernisasi dan kecanggihan media-media komunikasi. Bangsa Indonesia termasuk salah satu Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilustrasi merupakan bentuk visual dari teks atau kalimat. Ilustrasi dapat memperjelas teks atau kalimat terutama bagi anak-anak yang belum bisa membaca. Dengan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi informasi di dunia. Media telah mengubah fungsi menjadi lebih praktis, dinamis dan mengglobal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, merupakan makhuk yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sederetan luar objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Alasan mengapa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan alat yang digunakan dalam mengumpulkan data dan menganalisis masalah penelitian yaitu mengenai kebebasan intelektual di perpustakaan yang dipertentangkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini bersifat desktiptif dalam ranah kualitatif. Deskriptif adalah sifat penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memakai paradigma dari salah satu penelitian kualitatif yaitu teori kritis (critical theory). Teori kritis memandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dengan judul Analisis Semiotika Pidato Susilo Bambang Yudhoyono Dalam Kasus Bank Century merupakan penelitian nonkancah atau nonlapangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan seharihari, film memiliki

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. Untuk mempermudah penelitian, maka objek kajian tersebut akan ditelisik dan dianalisis

Lebih terperinci

PERANCANGAN SIGN-SYSTEM PERPUSTAKAAN SEBAGAI MEDIA PENUNJANG AKTIVITAS BELAJAR MANDIRI DI PERGURUAN TINGGI

PERANCANGAN SIGN-SYSTEM PERPUSTAKAAN SEBAGAI MEDIA PENUNJANG AKTIVITAS BELAJAR MANDIRI DI PERGURUAN TINGGI PERANCANGAN SIGN-SYSTEM PERPUSTAKAAN SEBAGAI MEDIA PENUNJANG AKTIVITAS BELAJAR MANDIRI DI PERGURUAN TINGGI Lalita Gilang Program Studi Magister Desain-Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no.10 Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan seiring dengan perkembangan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan seiring dengan perkembangan teknologi, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada era globalisasi dan seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi dapat terjadi kapanpun, dan dimana saja. Komunikasi yang terjadi dapat bersifat verbal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penggunaan bahasa yang menarik perhatian pembaca maupun peneliti adalah penggunaan bahasa dalam surat kabar. Kolom dan rubrik-rubrik dalam surat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penilitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini memiliki signifikasi berkaitan dengan kajian teks media atau berita, sehingga kecenderungannya lebih bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang digunakan karena beberapa pertimbangan yang bersifat

Lebih terperinci

Elemen Elemen Desain Grafis

Elemen Elemen Desain Grafis Elemen Elemen Desain Grafis Desain grafis sebagai seni dekat dengan apa yang kita sebut sebagai keindahan (estetika). Keindahan sebagai kebutuhan setiap orang, mengandung nilai nilai subyektivisme. Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. ParadigmaKonstruktivis Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas. Konstruktivisme melihat bagaimana setiap orang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN Definisi Buku

BAB 4 KONSEP DESAIN Definisi Buku BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1. Definisi Buku Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Sedangkan menurut Oxford Dictionary, buku adalah hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Setiap penelitian tentu memiliki tujuan. Guna mencapai tujuan tersebut maka diperlukan metode penelitian yang tepat. Karena pada dasarnya metode merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah masyarakat. Televisi telah lama menjadi bagian hidup yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Logo merupakan bagian yang penting untuk menunjukan keberadaan sesuatu. Logo menjadi sebuah pengakuan, kebanggaan, inspirasi, kepercayaan, kehormatan, kesuksesan,

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian PAUDIA, Volume 1 No. 1 November 2011

Jurnal Penelitian PAUDIA, Volume 1 No. 1 November 2011 Tipologi Nekrokultural pada Gambar Mahasiswa S 1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) IKIP PGRI Semarang Angkatan Tahun 2009/2010 Melalui Analisis Tekstual M. Kristanto ABSTRAK Gambar yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN\ sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. 1. Penelitian deskriptif yang ditujukan untuk: 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN\ sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. 1. Penelitian deskriptif yang ditujukan untuk: 2 BAB III METODOLOGI PENELITIAN\ 1.1 Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ini adalah jenis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti BAB III METODE PENELITIAN Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan metode analisa semiotika. Analisa semiotika merupakan suatu teknik analisa yang menarik sebuah tanda dan cara tanda-tanda tersebut bekerja.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis ini memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia fotografi sangatlah luas, perkembangannya juga sangat pesat. Di

I. PENDAHULUAN. Dunia fotografi sangatlah luas, perkembangannya juga sangat pesat. Di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Dunia fotografi sangatlah luas, perkembangannya juga sangat pesat. Di bidang ini fotografer dapat bereksperimen dengan leluasa, menciptakan fotografi seni yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan periklanan sangat lekat dalam kehidupan masyarakat terutama di kota kota besar. Dalam satu hari, masyarakat kota selalu berhadapan dengan iklan, dalam tampilan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wujudnya berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi (Finoza, 2008:2). Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang wujudnya berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi (Finoza, 2008:2). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya sebagai identitas bangsa menjadi sebuah unsur penting yang dimiliki oleh setiap Negara. Tanpa adanya budaya, Negara tersebut dapat dikatakan tidak memiliki identitas.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Membahas mengenai pengertian tentang paradigma, yang dimaksud paradigma penelitian adalah dasar kepercayaan seseorang dalam melakukan penelitian baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metodologi penelitian merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah- langkah sistematik dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Kata Paradigma berasal dari Bahasa yunani, paradeigma, yang bearti pola, Thomas Kuhn (1962) menggunakan kata paradigma untuk menunjukan kerangka konseptual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka seorang peneliti harus dapat memahami dan menggunakan cara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Sebagai salah satu pendekatan yang baru, maka pendekatan konstruktivis (intepretatif) ini sebenarnya masih kurang besar gaungnya di bandingkan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk mendapatkan informasi terkini, wawasan maupun hiburan. Media massa sendiri dalam kajian komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang geguritan

Lebih terperinci