NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI WIWIT NURWITASARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI WIWIT NURWITASARI"

Transkripsi

1 NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI WIWIT NURWITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA WIWIT NURWITASARI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

3 NILAI GIZI DAGING SQUAB BURUNG MERPATI LOKAL DAN HOMER PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA Oleh WIWIT NURWITASARI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 8 Maret 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. M.M Siti Sundari K Ir. Sri Darwati, MSi NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr.Ir.Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP

4 RINGKASAN WIWIT NURWITASARI. D Nilai Gizi Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. M. M. Siti Sundari K. Pembimbing Anggota : Ir. Sri Darwati, MSi Daging merupakan salah satu komoditi asal ternak yang penting sebagai sumber protein hewani bagi manusia. Daging squab (piyik) burung merpati mempunyai kekhasan yang berbeda dibandingkan dengan daging unggas yang lainnya. Daging burung merpati memiliki warna daging yang merah, serat daging yang halus, kandungan kolesterol yang rendah dan mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi. Produksi daging squab burung merpati di Indonesia belum banyak seperti daging unggas lain, sehingga harga daging squab burung merpati cukup mahal. Masyarakat belum banyak mengetahui informasi mengenai nilai gizi dari daging squab burung merpati, sehingga konsumen daging squab jumlahnya terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi (kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kolesterol) daging squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina. Selain itu memperoleh informasi tambahan mengenai berat hidup akhir squab, berat dan persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat dan persentase karkas squab. Penelitian ini dilakukan di tiga tempat yaitu di Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT HMT) Malang Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial dengan lima ulangan dan ulangan sebagai kelompok. Faktor yang diamati ada dua, faktor pertama adalah jenis burung merpati yaitu Lokal dan Homer, faktor yang kedua adalah jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Nilai gizi yang diamati adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kolesterol, selain itu diukur juga berat hidup akhir squab, berat dan persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat dan persentase karkas squab. Semua peubah dianalisis ragam (ANOVA), apabila berbeda nyata diuji lanjut dengan Least Squares Means. Kandungan kolesterol dianalisis secara komposit, sehingga dibahas secara deskriptif. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: kadar air squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina yaitu 70,14%-71,66% tidak berbeda nyata. Kadar protein squab burung merpati Homer jantan dan betina berturut-turut yaitu 19,15% dan 17,71% lebih tinggi dibandingkan Lokal jantan dan betina berturut-turut yaitu 18,03% dan 16,42%. Kadar lemak squab burung merpati Lokal yaitu 9,38% dan Homer yaitu 8,79% tidak berbeda nyata. Kadar lemak squab burung merpati jantan yaitu 8,57% lebih rendah dibandingkan betina yaitu 9,61%. Kolesterol squab burung merpati Lokal yaitu 82,19 mg/100g tidak jauh berbeda dengan Homer yaitu 80,72 mg/100g. Squab burung merpati Homer memiliki berat hidup akhir umur 21 hari yaitu 307,67 g; berat karkas termasuk kepala, leher dan kaki yaitu 174,57 g; persentase

5 karkas termasuk kepala, leher dan kaki yaitu 56,59%; berat karkas yaitu 147,67 g; dan persentase karkas yaitu 47,83% lebih tinggi dibandingkan squab burung merpati Lokal masing-masing yaitu 271,90 g; 143,70 g; 52,83%; 115,79 g dan 42,56%. Berat hidup akhir; berat dan persentase karkas termasuk kepala, leher dan kaki; berat dan persentase karkas squab burung merpati jantan masing-masing yaitu 296,10 g; 164,35 g; 55,34%; 136,10 g dan 45,76% dan betina masing-masing yaitu 283,47 g; 153,92 g; 54,09%; 127,36 g dan 44,63% tidak berbeda nyata. Kadar air dan kadar protein squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina seragam. Kadar lemak squab burung merpati jantan lebih seragam dibandingkan betina baik pada squab burung merpati Lokal maupun Homer. Berat hidup akhir squab, persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki dan persentase karkas squab pada burung merpati Lokal dan Homer baik yang jantan maupun betina seragam. Kata-kata kunci: burung merpati Lokal dan burung merpati Homer, daging squab, nilai gizi.

6 ABSTRACT Nutrition Value of The Local and Homer Pigeon Squab Meat in Different Sex Nurwitasari, W., M.M.S. Sundari K, and S, Darwati This research was conducted to study the meat nutrition value of Local and Homer pigeon meat in different strain and sex. The results of the experiment showed that there was not interaction in species and sex on all variables. There was not significantly different in the water content of the male as will as female Local and Homer pigeon squab (70,14%-71,66%). The protein content of Homer pigeon squab male and female were 19,15% and 17,71% respectively, these were higher than those of the male and female of the Local pigeon squab (18,03% and 16,42%). The fat content of male squab pigeon was 8,57%, it was lower than that of the female (9,61%). The cholesterol of Local squab pigeon was 82,19 mg/100g was not very different than Homer was 80,72 mg/100g. Homer pigeon squab has slaughter weight 307,67 g; carcass weight includes head, neck and leg was 174,57 g; carcass percentage includes head, neck and leg was 56,59%; carcass weight was 147,67 g and carcass percentage was 47,83% higher than Local. Slaughter weight; carcass weight includes head, neck and leg; carcass percentage includes head, neck and leg; carcass weight and carcass percentage were not significantly. Water and protein of contents Local and Homer pigeon squab in male and female were not variant. Fat content of male pigeon squab was not higher variant than female in Local and Homer. Slaughter weight; carcass percentage includes head, neck and leg and carcass percentage Local and Homer in male and female were not variant. Keywords: Local and Homer pigeon, squab meat, nutrition value

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Maret 1983 di Cianjur Jawa Barat. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Anwar Karnawi dan Ibu A. Rokayah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN Pebayuran 1. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMPN 1 Pebayuran dan Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 5 Karawang. Pada tahun 2001, Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Peternakan tahun , pengurus Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Karawang-Bogor (IMPKB) tahun dan pernah menjadi bagian dari Kelompok Pencinta Alam Fakultas Peternakan (KEPAL-D) tahun Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti kepanitian di beberapa acara yang diadakan di kampus IPB.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sang pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat, rahmat dan keridhoan-nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurah bagi Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini berjudul Nilai Gizi Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai gizi daging squab burung merpati Lokal dan Homer. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Malang, Jawa Timur. Burung merpati Lokal dan Homer yang berumur 21 hari diambil dari Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Malang sebanyak 20 ekor yang terdiri dari lima ekor burung merpati Lokal jantan, lima ekor burung merpati Lokal betina, lima ekor burung merpati Homer jantan dan lima ekor burung merpati Homer betina. Analisis nilai gizi dilakukan di Universitas Brawijaya Malang dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan oleh Penulis demi kesempurnaan karya ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum. Bogor, Maret 2006 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Burung Merpati... 3 Burung Merpati Lokal... 4 Burung Merpati Homer... 5 Squab... 5 Karkas... 6 Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Gizi... 7 Komposisi Nilai Gizi Daging... 8 Kadar Air Daging... 9 Kadar Protein Daging Kadar Lemak Daging Kolesterol METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Rancangan Perlakuan Model Peubah Analisis Data Prosedur Proses Penyiapan Karkas Analisis Nilai Gizi... 16

10 HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Gizi Kadar Air Kadar Protein Kadar Lemak Kolesterol Berat Hidup Akhir Squab Berat dan Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Berat dan Persentase Karkas Squab KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 36

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Penggolongan Bangsa-Bangsa Burung Merpati Penghasil Daging Komposisi Nilai Gizi Daging Squab Kandungan Nutrisi Daging Squab yang Dibandingkan dengan Ayam, Salmon, Babi dan Sapi Kandungan Kolesterol Daging Squab dan Ternak Lain Kadar Air Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Kadar Air Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Kadar Protein Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Kadar Protein Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Kadar Lemak Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Kadar Lemak Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Rataan Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Rataan Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Rataan Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Rataan Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda... 28

12 19. Rataan Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Koefisien Keragaman Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda... 29

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Uji Lanjut LSM Berat Hidup Akhir Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Sidik Ragam Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Uji Lanjut LSM Berat Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Sidik Ragam Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Uji Lanjut LSM Persentase Karkas Squab termasuk Kepala, Leher dan Kaki Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Sidik Ragam Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Uji Lanjut LSM Berat Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Sidik Ragam Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Uji Lanjut LSM Persentase Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Sidik Ragam Kadar Air Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Sidik Ragam Kadar Protein Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Uji Lanjut LSM Kadar Protein Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Sidik Ragam Kadar Lemak Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Uji Lanjut LSM Kadar Lemak Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Squab Burung Merpati Lokal baik Jantan maupun Betina Squab Burung Merpati Homer baik Jantan maupun Betina... 41

14 18. Karkas Squab Burung Merpati Lokal dan Homer baik Jantan maupun Betina... 41

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil ternak merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Salah satu bahan pangan hasil ternak yang banyak tersedia adalah daging. Daging merupakan bahan makanan yang diperlukan oleh tubuh karena daging mengandung vitamin dan mineral, kandungan protein dalam daging tinggi, juga memiliki daya cerna yang tinggi dan rasa yang lezat. Daging yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia biasanya berasal dari sapi dan ayam. Sumber protein hewani dari ternak lain masih kurang dimanfaatkan karena rasa, aroma, serta faktor lain yang belum banyak diterima oleh masyarakat. Salah satu sumber protein hewani yang belum banyak hasil olahannya adalah daging squab (piyik) burung merpati. Daging squab burung merpati atau burung dara memiliki kekhasan yang berbeda dibandingkan dengan daging unggas yang lainnya. Daging squab burung merpati memiliki warna daging yang merah, serat daging yang halus, kandungan protein yang cukup tinggi dan mengandung kolesterol yang rendah, sehingga baik untuk orang-orang yang sedang diet kolesterol dan baik juga dikonsumsi oleh orang tua. Daging squab burung merpati cukup dikenal, baik di Indonesia maupun di negara maju. Di Amerika Serikat, burung merpati muda (squab) berumur antara 25 sampai 30 hari dipotong karena dagingnya lebih lunak dan lebih enak dimakan. Sumadi (1991) menyatakan, burung merpati merupakan salah satu jenis aneka ternak yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai burung merpati penghasil protein hewani. Burung merpati memiliki keunggulan antara lain: (a) bentuk badan tegap; (b) memerlukan modal sedikit untuk pemeliharaannya; (c) masa pengeraman relatif singkat yaitu hari; (d) berat badan pada umur tiga minggu dapat mencapai 250 g dan (e) daging squab sangat digemari sebagai burung dara goreng karena empuk, enak dan lezat. Salis (2002) menyatakan, laju pertumbuhan squab burung merpati Lokal pada umur 3-4 minggu mengalami penurunan sebesar 38,97 g, karena induk sudah mulai bertelur lagi sehingga jumlah makanan yang dilolohkan induk kepada squab umur 3-

16 4 minggu berkurang. Oleh karenanya pemotongan squab dilakukan pada umur muda (21 hari). Burung merpati Lokal di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut, tetapi belum umum digunakan untuk produksi daging. Sedangkan, burung merpati Homer sudah dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Keadaan ini sebagai penyebab konsumen daging squab burung merpati Lokal jumlahnya terbatas. Maka perlu digiatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi daging squab burung merpati sebagai sumber protein hewani selain ayam. Produk burung merpati yang cukup mahal harganya adalah daging squab, sehingga konsumen daging burung merpati kebanyakan berasal dari golongan kelas ekonomi menengah keatas. Masyarakat belum banyak mengetahui informasi mengenai nilai gizi dari daging squab burung merpati Lokal dan Homer. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang nilai gizi daging squab burung merpati, sehingga orang yang mengkonsumsi daging squab burung merpati meningkat jumlahnya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi (kadar air, protein, lemak dan kandungan kolesterol) dari daging squab burung merpati Lokal dan Homer baik pada jantan maupun betina. Selain itu, memperoleh informasi tambahan mengenai berat hidup akhir squab, berat dan persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat dan persentase karkas squab. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai gizi daging squab burung merpati Lokal dan Homer.

17 TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati biasanya dipelihara sebagai hobi. Bentuk badannya tegap dengan daging yang relatif tebal, hidup berpasang-pasangan. Burung merpati berkembang biak dengan cepat. Burung merpati betina Lokal mulai bertelur pada umur 4-5 bulan (Djanah dan Sulistyani, 1985). Burung merpati mempunyai suhu tubuh sekitar 41 o C. Burung merpati dapat beradaptasi dengan mudah di darat maupun di udara, lehernya panjang dan fleksibel, kepalanya termasuk besar, karena mempunyai otak yang besar, tubuhnya kompak dan kaku, organ vitalnya terlindungi secara baik terhadap serangan musuhnya (Levi, 1945). Blakely dan Bade (1998) membagi burung merpati menjadi tiga kelompok utama yaitu untuk tujuan produksi daging, pameran dan penampilan. Burung merpati yang dimanfaatkan untuk produksi daging lebih menekankan pada jumlah anak burung merpati yang berat badannya besar. Begitu juga Cartmill (1991) membedakan burung merpati menjadi tiga tipe yaitu: utility group yaitu kelompok burung merpati penghasil daging, fancy breed yaitu bangsa yang diambil keindahannya untuk pameran, dan performing breed yaitu bangsa yang dinilai ketangkasannya. Contoh bangsa burung yang termasuk dalam utility group adalah King, Carneau, Swiss Mondain, Runt dan White King; fancy breed adalah India, America Fantail, Pouter, Jacobin, Swallow, Chinese Owl, English Trumpeter, Modena dan Helmet; performing breed adalah Homer, Birmingham Roller, Racing Homer dan Parlor Tumbler. Levi (1945) menyatakan, burung merpati dapat dikelompokkan menurut umurnya. Squab atau piyik adalah anak burung merpati umur 1-30 hari, squaker adalah burung merpati umur 30 hari sampai 6 atau 7 bulan, youngster adalah burung merpati umur 6 atau 7 bulan sampai kawin atau mulai kawin sampai tahun pertama masa produksi baik pada jantan atau betina muda, yearling cock atau yearling hen adalah burung merpati yang berproduksi pada tahun kedua baik jantan maupun betina tua sampai disingkirkan. Jenis atau bangsa burung merpati yang banyak digunakan sebagai burung merpati pedaging adalah Homer, King dan Carneau.

18 Bangsa burung merpati yang termasuk penghasil daging masih dapat dibagi lagi menjadi tiga tipe yaitu: tipe berat, tipe sedang dan tipe ringan (Levi, 1945). Tabel 1 menjelaskan bangsa-bangsa yang termasuk dalam ketiga tipe burung merpati penghasil daging. Tabel 1. Penggolongan Bangsa-Bangsa Burung Merpati Penghasil Daging pada Umur Dewasa Tipe Berat hidup Bangsa Ringan g Hungarian (biru, putih dan merah), Squabbing Homer, Homer pekerja Medium g Red atau White Carneau, America Giant Homer Berat g American Swiss Mondaine, White King, Silver King, Auto Sexing Texan Pioneer, Auto Sexing King Sumber: Blakely dan Bade (1998) Burung merpati Homer pekerja pada umur dewasa memiliki berat hidup sebesar g (Blakely dan Bade, 1998). Burung merpati Lokal pada umur empat minggu memiliki berat hidup sebesar g (Salis, 2002). Burung Merpati Lokal Burung merpati Indonesia berasal dari jenis burung merpati Lokal (Muhami, 1983). Burung merpati Lokal yang terdapat di Indonesia adalah burung merpati pendatang yang berasal dari burung merpati liar (Columba livia) yang penyebaran aslinya di daerah Eropa (Antawidjaja, 1988). Ternak ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat sehingga keragamannya menjadi besar. Cara pemeliharaannya dilakukan secara sederhana yang bertujuan hanya untuk kesenangan saja. Salah satu hal yang menarik ialah burung merpati mempunyai potensi yang besar sebagai penghasil daging (Muhami, 1983). Burung merpati mempunyai sifat damai, hampir tidak ada peck order, walaupun ditempatkan dalam satu kandang tidak akan terjadi perkelahian dan kanibal. Burung merpati mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki pasangan sendiri, bersifat monogami dan mempunyai sifat sense of location dalam waktu yang lama dan dalam jarak yang jauh (Levi, 1945). Salis (2002), dalam penelitiannya menggambarkan burung merpati Lokal mempunyai warna mata jingga dan kuning, memiliki warna shank merah dan pola

19 warna bulunya masih beragam. Kisaran berat squab burung merpati Lokal berumur empat minggu sampai lepas sapih adalah g. Burung Merpati Homer Bangsa Homer yang termasuk dalam Racing Homer mempunyai kemampuan menghasilkan anak yang rendah, tetapi jenis inilah yang dikembangkan oleh para ahli burung merpati untuk penghasil squab sehingga berganti nama menjadi Utility Homer, Ordinary Homer dan sebagainya. Jenis Racing Homer yang telah dikembangkan ini lebih baik dalam menghasilkan anakan, cepat bertelur, jarang mempunyai telur yang infertil dan mempunyai sifat keindukan yang baik (Levi, 1945). Homer termasuk burung merpati yang baik sebagai penghasil telur dibandingkan dengan bangsa burung merpati lain. Tubuh Homer dibandingkan dengan King lebih kecil sehingga burung merpati muda potong yang dihasilkan juga lebih kecil (Rasyaf dan Amrullah, 1982). Bangsa Homer dapat dibagi menjadi Exhibition Homer, Genuine Homer, Giant Homer, Racing Homer dan Show Homer. Bangsa Homer merupakan bangsa yang mempunyai ukuran badan dengan berat antara 623,7-765,45 g untuk burung dewasa dan berat squab rata-rata 378, g (Levi, 1945). Squab Squab adalah burung merpati muda (anakan) yang siap dipasarkan pada umur sekitar hari. Squab sampai dengan umur tersebut hanya mendapat makanan yang dihasilkan oleh tembolok induknya. Makanan yang berasal dari tembolok induk burung merpati atau susu tembolok mempunyai kandungan protein sampai dengan 35%. Susu tembolok dapat menambah berat squab sebanyak dua kali lipat selama beberapa hari setelah penetasan (Drevjany, 2001). Salah satu ciri burung merpati yaitu memiliki cairan yang berwarna krem menyerupai susu yang dikeluarkan dari tembolok jantan dan induk betina (Muhami, 1983). Crop milk yang diproduksi oleh tembolok induk burung merpati menyerupai keju dan cair, diproduksi sebelum telur menetas. Cairan tersebut diberikan induk burung merpati kepada squab dengan cara meloloh (proses regurgitasi) dan memompa ke dalam mulut squab (Sumadi, 1991).

20 Squab mempunyai pertumbuhan yang cepat pada 48 jam pertama setelah menetas. Pertumbuhan yang cepat ini dikarenakan squab mempunyai adaptasi yang baik dan mengkonsumsi pakan yang banyak. Selain itu juga adanya pemberian susu tembolok dari induk turut serta dalam mempercepat pertumbuhan (Levi, 1945). Sintadewi (1987) menyatakan, pertambahan berat badan squab sangat cepat pada minggu pertama dan kedua, kemudian pertambahannya berkurang pada minggu ketiga dan keempat. Pada minggu kelima dan keenam berat badan sudah mulai menurun dan tidak konstan sehingga berat badan bervariasi dan keragamannya besar. Squab burung merpati dipotong pada umur 25 hari. Jika lewat dari umur tersebut maka squab telah keluar dari sarang dan mulai belajar terbang, sehingga timbul perototan yang kuat dan daging akan menjadi keras (Levi, 1945). Pasangan burung merpati muda pada umur 2-3 tahun dalam setahun mampu menghasilkan squab sebanyak ekor. Apabila pasangan tersebut tua sekitar umur 5-6 tahun maka hanya dihasilkan sekurang-kurangnya 12 ekor squab per tahun. Semakin tua umur burung merpati, kemampuan memproduksi squab semakin menurun (Blakely dan Bade, 1998). Bokhari (2001) menyatakan, daging squab sangat lezat dan proses pemasakannya tidak menggunakan panas yang sangat tinggi karena dapat menyebabkan berkurangnya rasa. Blakely dan Bade (1998) menyatakan, daging squab berwarna gelap, empuk, lezat serta lembab dan menempati kelas yang sama dengan daging kepiting, daging sapi muda (veal) maupun daging kambing muda. Daging burung merpati umur 21 hari sangat digemari untuk dikonsumsi sebagai burung dara goreng (Djanah dan Sulistyani, 1985). Karkas Karkas burung merpati belum banyak diteliti, sehingga sebagai pembanding digunakan karkas ayam. Karkas adalah bagian tubuh tanpa darah, bulu, jeroan, shank, kepala dan leher atau bagian tubuh yang telah dibului tanpa jeroan (Mansjoer dan Martojo, 1977). Setelah unggas dipotong, darahnya dikeluarkan dan dibului, kemudian kepala, leher dan ceker dipisahkan dari karkas (Rose, 1997). Karkas adalah bagian dari tubuh ayam tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam (Winter dan Funk, 1960).

21 Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI (1995) menyatakan, karkas adalah bagian dari unggas pedaging setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua cekernya. Priyatno (2003) menyatakan, bahwa karkas unggas dibedakan menjadi karkas kosong dan karkas isi. Karkas kosong adalah unggas yang telah disembelih dan dikurangi darah, bulu, organ tubuh bagian dalam (jeroan), kepala dan kakinya. Biasanya, paru-paru dan ginjal menjadi bagian dari karkas. Karkas isi adalah karkas kosong segar, tetapi diisi dengan hati, jantung dan ampela yang sudah dibersihkan. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Nilai Gizi Daging Nilai gizi dalam suatu hasil produk unggas, dilihat berdasarkan unsur gizinya yaitu: kandungan protein, lemak, karbohidrat, abu dan energi. Unsur-unsur gizi tersebut dibutuhkan oleh tubuh manusia. Manusia membutuhkan makanan yang bergizi tinggi untuk hidup dan berprestasi. Kebutuhan gizi yang dianjurkan per hari bagi wanita dewasa yaitu 45 g protein, 500 mg kalsium dan 450 g fosfor. Kebutuhan seorang pria dewasa yaitu 50 g protein, 500 mg kalsium dan 500 mg fosfor (Sastrapradja dan Muhilal, 1989). Gurnadi (1986) menyatakan, ada tiga faktor sebagai kriteria untuk menentukan mutu daging yaitu (1) nilai gizi yaitu kandungan protein, lemak; (2) selera konsumen akan penampilan yaitu warna, keempukan, marbling/lemak intramuskular, ketegaran, juiciness dan tekstur dan (3) parameter yang berhubungan dengan penanganan seperti kadar air, jenis lemak, daya ikat air, kandungan jaringan ikat dan ph. Soeparno (1998) menyatakan, kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pemasakan dan ph. Kadar air, protein, lemak, karbohidrat dan mineral berbeda-beda tergantung pada jenis ternak, umur dan jenis kelamin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Kadar air dalam daging ternak akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur ternak (Cole dan Ronning, 1974). Perbedaan kadar lemak dapat dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, jenis kelamin dan lokasi otot (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

22 Kolesterol juga dipengaruhi oleh bangsa, umur, musim, keadaan stress dan pakan berserat (Menge et al., 1974). Komposisi Nilai Gizi Daging Daging unggas tersusun atas komponen-komponen bahan pangan seperti air, protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Kadar air, protein dan lemak merupakan sifat kimiawi yang berhubungan dengan nilai gizi (Rose, 1997). Protein, karbohidrat dan lemak serta air merupakan komponen utama dalam bahan pangan. Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak, sedangkan lemak dan karbohidrat sebagai sumber energi (Ketaren, 1986). Kandungan atau komposisi daging squab dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Nilai Gizi Daging Squab Komposisi nilai gizi Daging Air Energi Protein Lemak Serat Abu (%) (g/100g) Total edible 58, ,6 22,1 0 1,5 Daging dan kulit 56, ,5 23,8 0 1,4 Daging cerah (tanpa kulit) 74, ,7 4,2 0 1,2 Jeroan 69, ,8 7,2 1,2 2,0 Sumber: Composition of foods: United State Departement of Agricultural (1963), dalam Bokhari (2001) Pada Tabel 2 kadar air daging dan kulit sebesar 56,6%, protein sebesar 18,5% dan kadar lemak sebesar 23,8%. Forrest et al. (1975) menyatakan, nilai gizi daging yang tinggi dikarenakan daging mengandung asam amino essensial, air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik yang lengkap dan seimbang. Kandungan gizi dari berbagai bangsa ternak dan ikan berbeda, tetapi setiap 100 g daging dapat memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap hari sekitar 10% kalori, 50% protein, 35% zat besi (Fe) atau 100% zat besi, bila daging berasal dari hati dan 25-60% vitamin B kompleks (Soeparno, 1998). Pada Tabel 3 dapat dilihat kandungan nutrisi daging squab dibandingkan dengan daging ayam, salmon, babi dan sapi.

23 Tabel 3. Kandungan Nutrisi Daging Squab yang Dibandingkan dengan Ayam, Salmon, Babi dan Sapi Ternak (Tipe daging) Besi (Fe) Protein Lemak Lisin PUFA* 18:2** 20:4# (mg) (g/100g) Squab (raw breast) 2,32 21,80 4,32 1,91 0,96 0,62 0,14 Ayam (raw breast) 0,72 23,10 1,24 1,96 0,28 0,17 0,04 Salmon (red sockeye) 0,47 21,30 8,56 1,96 1,88 0,38 0,09 Babi (raw lean loin) 1,31 21,00 2,47 2,07 0,26 0,22 0,03 Sapi 2,77 20,80 7,10 1,73 0,33 0,26 0,04 (raw loin ¼ trim) Keterangan: *PUFA (Asam lemak tak jenuh ganda); **lemak Linoleat, satu dari asam lemak essensial; # lemak Arachidonic, satu dari asam lemak essensial Sumber Data: Nutrional Research Division (2001), seperti yang disarikan oleh Drevjany (2001) Pada Tabel 3, kandungan nutrisi daging squab dibandingkan ayam memiliki kelebihan zat besi (Fe), PUFA, lemak, linoleat dan arakhidonat. Nutrisi daging squab dibandingkan salmon memiliki kelebihan zat besi (Fe), protein, linoleat dan arakhidonat, Nutrisi daging squab dibandingkan babi memiliki kelebihan zat besi (Fe), protein, lemak, PUFA, linoleat dan arakhidonat. Nutrisi daging squab dibandingkan sapi memiliki kelebihan protein, lisin, PUFA, linoleat dan arakhidonat (Drevjany, 2001). Kadar Air Daging Price dan Schweigert (1987) menyatakan, air mempunyai jumlah paling banyak dalam daging. Daging tanpa lemak mengandung 76% air dan daging memiliki kadar air yang lebih bervariasi dibandingkan dengan kadar lemaknya. Cole dan Ronning (1974) menyatakan, air merupakan komponen utama dalam daging yang berjumlah antara 70%-75% dalam setiap potongan daging. Selanjutnya Mountney (1983) menyatakan, air berfungsi sebagai media untuk transportasi nutrien, hormon dan hasil sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari dalam tubuh dan juga merupakan media bagi kebanyakan reaksi kimia dan proses metabolis yang terjadi di dalam tubuh.

24 Kadar Protein Daging Protein merupakan komponen bahan kering yang banyak terdapat di dalam daging (Forrest et al., 1975). Daging unggas mengandung lebih banyak protein daripada daging ternak lainnya. Daging unggas mengandung protein yang berkualitas tinggi, selain itu mudah dicerna dan mengandung asam-asam amino essensial yang lengkap dan seimbang sehingga daging unggas mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi (Mountney, 1983). Daging burung merpati merupakan salah satu produk yang mengandung protein tinggi dan susunan asam aminonya baik (Rasyaf dan Amrullah, 1982). Kandungan protein daging burung merpati sekitar 35,8% (Djanah dan Sulistyani, 1985). Protein merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar juga sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh. Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga digunakan sebagai bahan bakar jika keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein merupakan komponen terbesar setelah air dalam jaringan tubuh, diperkirakan sekitar 50% dari berat kering sel yang terdapat dalam jaringan seperti daging dan hati, terdiri dari protein dan dalam tenunan segar berjumlah sekitar 20% (Winarno, 1997). Kadar Lemak Daging Lemak merupakan salah satu zat nutrisi yang penting, selain itu lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan protein dan karbohidrat (Winarno, 1997). Komponen tubuh yang paling bervariasi adalah lemak. Bervariasinya lemak ini berkaitan dengan faktor genetik, lingkungan serta interaksi antara keduanya. Kandungan lemak ternak muda yang sedang tumbuh meningkat seiring dengan meningkatnya berat hidup (Lohman, 1971). Daging unggas mengandung jumlah asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak sehingga mengandung kolesterol yang lebih rendah dibandingkan lemak-lemak dalam daging ternak lainnya. Lemak yang terdapat dalam daging unggas lebih banyak ditemukan di bawah kulit daripada yang ada dalam jaringan (Mountney, 1983). Lemak sebagai salah satu komponen kimia yang terdapat dalam daging,

25 jumlahnya lebih sedikit dari kandungan air dalam daging (Price dan Schweigert, 1987). Daging squab berbeda dengan daging unggas lain karena mengandung lemak intramuskuler yang tinggi. Hal ini mengakibatkan daging squab burung merpati menjadi lunak dan enak untuk dikonsumsi (Drevjany, 2001). Kandungan lemak daging burung merpati sekitar 5,9% (Djanah dan Sulistyani, 1985). Kolesterol Kolesterol merupakan kelompok sterol, suatu zat yang termasuk golongan lipid (Anggorodi, 1979). Kolesterol terdapat dalam semua sel hewan, sehingga tersebar luas di seluruh jaringan tubuh. Kolesterol merupakan substansi lemak khas hasil metabolisme yang banyak ditemukan dalam struktur tubuh manusia maupun hewan. Kolesterol yang berasal dari hewan terdapat dalam daging, hati dan otak (Tillman et al., 1991). Kolesterol makanan umumnya didapat dari lemak hewan dan kuning telur (Ganong, 1983). Pada Tabel 4 dapat dilihat kandungan kolesterol daging squab dan daging ternak lain. Tabel 4. Kandungan Kolesterol Daging Squab dan Ternak Lain Tipe daging Kandungan kolesterol (mg/100 g) Squab (raw breast meat) 90,0 Ayam (dark meat) 96,5 Ayam (light meat) 89,4 Babi (lean) 94,1 Sapi (lean) 94,1 Telur (55 g/butir) 498,2 Sumber data: Nutrional Research Division (2001), seperti yang disarikan oleh Drevjany (2001) Kandungan kolesterol daging squab lebih rendah dibandingkan dengan daging ternak lain. Daging squab sangat dianjurkan bagi orang yang menghindari mengkonsumsi daging dengan kandungan kolesterol tinggi (Drevjany, 2001). Kolesterol merupakan substrat untuk pembentukan beberapa zat essensial yaitu: (1) asam empedu yang dibuat oleh hati yang merupakan rute utama untuk katabolisme kolesterol; (2) hormon-hormon steroid; (3) vitamin D 3, satu-satunya vitamin yang disintesis tubuh secara cukup tidak dibutuhkan dari dalam makanan; dan (4) kolesterol mempunyai fungsi pokok dalam pembentukan semua membran sel

26 hewan dan manusia (Linder, 1992). Kolesterol dalam tubuh berasal dari bahan makanan dan sintesa tubuh yang dinamakan kolesterol eksogenous dan endogenous (Girindra, 1987).

27 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tiga tempat yaitu di BPT HMT (Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak) Batu Malang, Jawa Timur. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juli sampai September Materi Bahan Squab (piyik) berumur 21 hari berasal dari BPT HMT (Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak) Batu Malang Jawa Timur sebanyak 20 ekor yang terdiri dari lima ekor burung merpati Lokal jantan, lima ekor burung merpati Lokal betina, lima ekor burung merpati Homer jantan dan lima ekor burung merpati Homer betina. Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah K 2 SO 4, HgO, H 2 SO 4 pekat, NaOH pekat, air suling, H 3 PO 3, HCl, petroleum eter, khloroform, metanol, KOH 50%, etanol 40%, benzena. Alat Alat yang digunakan untuk memotong adalah pisau. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah oven, cawan porselen, indikator, tabung, labu Kjeldahl, erlenmeyer, labu Soxhlet, selongsong, timbangan, water bath, desikator, evaporator, injektor, detektor dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Rancangan Percobaan Perlakuan Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial dengan lima ulangan dan ulangan sebagai kelompok. Faktor yang diamati ada dua, faktor pertama adalah jenis burung merpati yaitu Lokal dan Homer, faktor yang kedua adalah jenis kelamin yaitu jantan dan betina.

28 Model Model matematika dari rancangan tersebut menurut Gasperz (1991) adalah sebagai berikut: Yijk = µ + Kk +Ai + Bj + (AB)ij + εijk Keterangan: Yijk = Hasil pengamatan dari faktor perbedaan jenis burung merpati (A) ke-i, faktor perbedaan jenis kelamin (B) ke-j dari kelompok (K) ke-k µ = Nilai tengah Kk = Pengaruh dari kelompok (K) ke-k Ai = Pengaruh dari jenis burung merpati (A) ke-i Bj = Pengaruh dari jenis kelamin (B) ke-j (AB)ij = Pengaruh interaksi dari jenis burung merpati (A) ke-i faktor A dan jenis kelamin (B) ke-j εijk = Pengaruh galat percobaan dari jenis burung merpati ke-i, jenis kelamin ke-j dan kelompok (K) ke-k Peubah yang diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah nilai gizi yaitu kadar air, kadar protein dan kadar lemak daging squab burung merpati Lokal dan Homer jantan dan betina umur 21 hari. Kandungan kolesterol yang diamati hanya dari daging squab burung merpati Lokal jantan dan Homer jantan saja. Selain itu diamati juga berat hidup akhir squab, berat karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki yaitu berat hidup akhir squab dikurangi dengan berat darah, bulu, isi perut, paruh dan kuku, persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat karkas squab yaitu berat hidup akhir squab dikurangi dengan berat darah, bulu, kepala, shank dan isi perut dan persentase karkas squab. Analisis Data Data kadar air, kadar protein, kadar lemak, berat hidup akhir squab, berat dan persentase karkas squab termasuk kepala, leher dan kaki, berat dan persentase karkas squab yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Least Squares Means (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Kandungan kolesterol dianalisis secara komposit, sehingga

29 dibahas secara deskriptif. Koefisien keragaman dari peubah yang diukur dihitung menurut Walpole (1992), yaitu: n (x x ) SBx= i i 2 i = 1 n 1 KK= SBx x 100% xi Keterangan: KK= Koefisien Keragaman SBx= Simpangan Baku x i = Rata-Rata Peubah x Prosedur Penelitian Proses Penyiapan Karkas Pemotongan squab burung merpati dilakukan untuk proses penyiapan karkas. Penyiapan karkas squab burung merpati menggunakan acuan pada ayam, karena karkas burung merpati belum banyak diteliti. Soeparno (1998) menyatakan, tahaptahap mempersiapkan unggas hidup menjadi karkas adalah: 1) Pengistirahatan. Squab sebaiknya dipisahkan dari induknya agar tidak diloloh (disuapi) dan dipuasakan selama 8 jam sebelum dipotong agar diperoleh hasil pemotongan yang baik; 2) Pemotongan. Cara pemotongan ternak unggas yang lazim digunakan adalah cara Kosher, yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis, esophagus dan trakhea. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin; 3) Pencabutan Bulu. Metode dry pick digunakan untuk mempermudah pencabutan bulu squab; 4) Pengeluaran Jeroan. Pengeluaran jeroan dimulai dari pemisahan tembolok, esophagus dan trakhea dari karkas. Kemudian rongga abdomen dibuka dengan membuat irisan dari ujung

30 tulang dada ke tengah-tengah antara tulang pubis untuk mengeluarkan usus, ampela, paru-paru, hati dan jantung. Kloaka dan jeroan dikeluarkan; 5) Persentase Karkas termasuk Kepala, Leher dan Kaki (PKKLK). Persentase karkas diukur dengan catatan paruh dan kuku dipotong; Berat karkas termasuk kepala, leher dan kaki PKKLK = x100% Berat hidup akhir 6) Persentase Karkas. Persentase karkas adalah berat squab setelah dipotong dan dikurangi kepala, leher, shank, kelenjar minyak (oil gland). Kemudian karkas ditimbang untuk mengetahui berat karkas; Berat karkas Persentase karkas = x100% Berat hidup akhir Analisis Nilai Gizi Daging beserta kulit dari dada yang telah ditimbang dianalisis nilai gizinya di Universitas Brawijaya dan kolesterol di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Analisis nilai gizi yang dilakukan meliputi: kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kolesterol. Kadar Air (AOAC, 1995). Sampel sebanyak 5 g dimasukkan dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C sampai beratnya konstan selama 12 jam. a b Kadar air = x100% b Keterangan: a = berat sampel sebelum dikeringkan b = berat setelah dikeringkan Kadar Protein (AOAC, 1995). Sampel seberat 0,2 g dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 2 g K 2 SO 4 dan HgO dengan perbandingan 1:1 dan 2 ml H 2 SO 4 pekat, kemudian dilakukan destruksi selama 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jernih. Setelah hasil destruksi dingin, ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat berwarna coklat kehitaman lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H 3 PO 3. Hasil

31 destilasi yang ditampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N dengan menggunakan indikator. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentase nitrogen dan kadar protein kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar nitrogen (%N) = (mlhcl blanko)x N HCl x14 x 100% Berat sampel kering Kadar protein (% berat basah) = %N x 6,25 Kadar protein (% berat kering) = kadar air x % berat basah protein Kadar Lemak (AOAC, 1995). Sampel seberat 5 g dimasukkan ke dalam selongsong pengekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam labu Soxhlet yang terlebih dahulu dikeringkan dalam oven dan ditimbang beratnya, kemudian diekstraksi dengan petroleum eter di atas water bath selama 16 jam. Hasil ekstraksi diuapkan dengan cara didestilasi. Lalu tabung tersebut dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 o C sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat labu akhir. Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Berat labu akhir Berat labu awal Kadar lemak (% berat basah) = x100% Berat sampel kering Kadar lemak (% berat kering) = kadar air x % berat basah lemak Kadar Kolesterol (AOAC, 1995). 1) Sampel daging sebanyak 1 g diekstraksi dengan menggunakan pelarut khloroform dan metanol dengan perbandingan 2:1 sebanyak 30 ml; 2) Hasil ekstraksi diuapkan dengan evaporator sampai kering dan lemak yang diperoleh disaponikasi dengan 10 ml KOH 50% dan etanol 40% kemudian direfluks selama 1 jam dan kolesterol dipisah dengan sistem partisi menggunakan benzena; 3) Endapan kolesterol yang didapat setelah direfluksi, dilarutkan dalam 2 ml metanol dan disaring dengan ultra filter; 4) Kemudian disuntikkan sebanyak 10 ml ke dalam injektor juga detektor ultraviolet dengan panjang gelombang 205 nm dengan fase gerak isopropanol asetonitril dengan perbandingan 1:1. Kadar kolesterol dianalisis dengan menggunakan HPLC.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Gizi Nilai gizi daging squab burung merpati Lokal dan Homer baik jantan maupun betina yang diuji meliputi kadar air, kadar protein dan kadar lemak. Kandungan kolesterol dianalisis dari daging squab burung merpati Lokal dan Homer jantan saja. Kandungan kolesterol dianalisis secara komposit, sehingga dibahas secara deskriptif. Kadar Air Air merupakan komponen terbesar dalam daging squab burung merpati. Winarno (1997) menyatakan, air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta citarasa makanan. Selain itu, sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan pangan terjadi dalam media air yang berasal dari bahan pangan tersebut. Hasil analisis kadar air daging squab burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar Air Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Jenis Jenis kelamin Rataan burung merpati Jantan Betina (%bb) Lokal 70,56 70,14 70,35 Homer 71,66 71,12 71,39 Rataan 71,11 70,63 Sumber : Hasil analisis di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Unibraw-Malang (2005) Keterangan : bb = berat basah Kadar air daging squab burung merpati yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 70,14%-71,66% yang sedikit lebih rendah dibandingkan ayam broiler umur 8 minggu pada penelitian Supadmo (1997) yaitu sebesar 73%-75%. Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin terhadap kadar air tidak ada interaksi. Jenis burung merpati dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kadar air. Hal ini diduga karena squab burung merpati Lokal dan Homer dipotong pada usia

33 muda (21 hari). Sutardi (1982) mengatakan, kadar air pada ternak yang berusia muda relatif tinggi dan kadar lemak relatif masih rendah. Koefisien keragaman kadar air daging squab burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Koefisien Keragaman (KK) Kadar Air Daging Squab Burung Merpati Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Jenis Jenis kelamin burung merpati Jantan Betina (%) Lokal 0,71 1,18 Homer 1,37 2,37 Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman kadar air sebesar 0,71%, squab burung merpati Lokal betina sebesar 1,18%, squab burung merpati Homer jantan sebesar 1,37% dan squab burung merpati Homer betina sebesar 2,37%. Koefisien keragaman ini cukup rendah, sehingga squab burung merpati Lokal dan Homer baik yang jantan maupun betina memiliki kadar air yang seragam. Hal ini diduga karena kadar air baik jenis burung merpati maupun jenis kelamin tidak berbeda nyata. Kadar Protein Protein merupakan komponen bahan kering terbesar dari daging dan merupakan salah satu nutrisi yang sangat penting. Mountney (1983) menyatakan, kandungan protein dalam daging ternak merupakan hal yang penting sebagai salah satu sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan mengandung lebih banyak asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Hasil analisis kadar protein daging squab burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar protein daging squab burung merpati yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 16,42%- 19,15% berat basah mendekati kadar protein pada ayam broiler umur 8 minggu pada penelitian Supadmo (1997) yaitu sebesar 19% berat basah.

34 Tabel 7. Kadar Protein Daging Squab Merpati Burung Lokal dan Homer pada Jenis Kelamin yang Berbeda Jenis Jenis kelamin Rataan burung merpati Jantan Betina (%bb) (%bk) (%bb) (%bk) (%bb) (%bk) Lokal 18,03 61,24 16,42 55,08 17,23 A 58,16 A Homer 19,15 67,54 17,71 61,57 18,43 B 64,56 B Rataan 18,59 C 64,39 C 17,07 D 58,33 D Sumber : Hasil analisis di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Unibraw-Malang (2005) Keterangan: Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) bb = berat basah bk = berat kering Hasil analisis statistik menunjukkan jenis burung merpati dan jenis kelamin terhadap kadar protein tidak ada interaksi. Jenis burung merpati berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein squab burung merpati Lokal lebih rendah dibandingkan Homer. Hal ini diduga karena kadar lemak squab burung merpati Lokal lebih tinggi dibandingkan squab burung merpati Homer dan kadar air squab burung merpati Lokal dan Homer tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa kadar protein dipengaruhi oleh jenis ternak. Jenis kelamin berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein squab burung merpati jantan lebih tinggi dibandingkan betina. Hal ini diduga karena kadar air jantan dan betina tidak berbeda nyata dan kadar lemak jantan lebih rendah dibandingkan betina. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (1994) bahwa jenis kelamin jantan mempunyai kadar protein lebih tinggi daripada betina. Koefisien keragaman kadar protein daging squab burung merpati Lokal dan Homer pada jenis kelamin yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8. Squab burung merpati Lokal jantan memiliki koefisien keragaman kadar protein sebesar 4,10%, squab burung merpati Lokal betina sebesar 4,51%, squab burung merpati Homer jantan sebesar 5,01% dan squab burung merpati Homer betina sebesar 4,76%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan protein hewani yang tinggi dan kesadaran masyarakat dalam pemenuhan gizi tenyata telah meninggkatkan permintaan akan daging. Beberapa alternative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai alasan diantaranya adalah burung lebih mudah dilihat dari hewan lain. Beberapa burung memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang digunakan adalah Itik Peking Mojosari Putih (PMp)

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang digunakan adalah Itik Peking Mojosari Putih (PMp) III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah Itik Peking Mojosari Putih (PMp) jantan, umur 7 minggu, diamati sampai umur 10 minggu kemudian dipotong, sebanyak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati termasuk kedalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara (Gambar1). Burung merpati merupakan spesies paling terkenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Erna Winarti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jln. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman, Yogyakarta E-mail:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos) TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging bagian paha sebanyak 18 ayam Sentul jantan yang berumur

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai penghasil daging (Kartasudjana

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. satu jenis ayam lokal di antaranya adalah ayam sentul yang merupakan ayam asli

I PENDAHULUAN. satu jenis ayam lokal di antaranya adalah ayam sentul yang merupakan ayam asli 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal kaya akan sumber daya genetik, tetapi keberadaannya belum digali secara optimal. Salah satu potensi sumber daya genetik peternakan adalah ayam lokal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit

Lampiran 1. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler. Kaki Ayam Broiler. Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit 83 Lampiran 1. Diagram Pembuatan Tepung Kaki Ayam Broiler Kaki Ayam Broiler Direbus pada suhu 80 0 C selama 60 menit Tulang dan daging dipisahkan untk mempermudah pengeringan Dioven pada suhu 0 0 C Penggilingan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan jenis unggas air lainnya seperti angsa dan entog. Itik termasuk ke dalam kelas Aves,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kemangi (Ocimum basilicum Linn.) sebagai Tanaman Herbal. Tanaman Kemangi ( Ocimum basilicumlinn.) merupakan

TINJAUAN PUSTAKA Kemangi (Ocimum basilicum Linn.) sebagai Tanaman Herbal. Tanaman Kemangi ( Ocimum basilicumlinn.) merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemangi (Ocimum basilicum Linn.) sebagai Tanaman Herbal Tanaman Kemangi ( Ocimum basilicumlinn.) merupakan tanaman perdu yang tumbuh baik didaerah tropis. Kemangi merupakan tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam Sentul jantan berjumlah 18 ekor dan berumur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci