PEDOMAN PENDAMPINGAN PENANGANAN KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR REKOMPAK JRF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PENDAMPINGAN PENANGANAN KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR REKOMPAK JRF"

Transkripsi

1

2 PEDOMAN PENDAMPINGAN PENANGANAN KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR REKOMPAK JRF Jl. Melati No. 173A Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok Sleman Telp : (0274) , Fax : (0274) Pengaduanjrf_nmc@yahoo.com

3

4 KATA PENGANTAR Salah satu tahapan penting kegiatan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Masyarakat (REKOMPAK-JRF) adalah penyusunan Rencana Penataan Permukiman (RPP)/Community Settlement Plan (CSP) yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana. Dari RPP/CSP tersebut bisa diketahui adanya desa/kelurahan di wilayah sasaran REKOMPAK-JRF berada pada kawasan yang mempunyai ancaman bencana longsor sehingga perlu segera ditangani secara khusus melalui Pendampingan Kawasan Rawan Bencana Longsor (PKRBL) dengan memberikan alternatif kegiatan relokasi sukarela (voluntary resettlement). Wilayah sasaran REKOMPAK-JRF yang kawasannya terancam bencana longsor tersebar di 10 kecamatan di Provinsi Jawa Tengah, 4 kecamatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan 2 kecamatan Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 4 kecamatan di Kabupaten Bantul Provinsi DIY yang mempunyai ancaman bencana longsor sangat tinggi akan ditangani secara khusus melalui kegiatan percontohan Pendampingan Kawasan Rawan Bencana Longsor. Proses penanganannya mengacu pada perundangan dan peraturan yang berlaku terutama Undang-undang RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; Permen PU No. 22 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Pendampingan kepada warga yang tinggal di kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Bantul Provinsi DIY merupakan pelaksanaan kegiatan dari RPP/CSP desa/kelurahan yang bersangkutan. RPP/CSP tersebut telah menggambarkan kondisi eksisting, peta kerusakan, analisis isu-isu kerusakan lingkungan, rencana infrastruktur, rencana fasilitas dan utilitas permukiman, rencana pengelolaan lingkungan dan sosial serta rencana tindak menghindari bencana dan upaya antisipasi yang akan memudahkan warga untuk menghindar dan melakukan evakuasi jika terjadi bencana akan menjadi acuan dasar dalam memberikan alternatif kegiatan relokasi sukarela kepada warga. Agar penanganan relokasi sukarela bisa berjalan efektif, maka perlu disiapkan Pedoman Pendampingan Kawasan Rawan Bencana Longsor (PPKRBL) sebagai arahan dan acuan bagi masyarakat, pemerintah daerah dan para Pendamping Komunitas REKOMPAK-JRF sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya. Akhir kata, semoga pedoman ini dapat menjadi pegangan didalam pelaksanaannya. Jakarta, Oktober 2010 Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono. NIP

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN DAFTAR BAGAN iii v vi vi BAB I BAB II BAB III BAB IV PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Landasan Hukum Acuan Implementasi Maksud dan Tujuan Sasaran Pendekatan dan Prinsip-prinsip Dasar Pengertian 5 KAJIAN KAWASAN BENCANA LONGSOR 2.1. Persiapan Pelaksanaan 11 PERENCANAAN KAWASAN 3.1. Penentuan Kawasan Perencanaan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Konsultasi Publik Penyempurnaan Rencana 27 PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN 4.1. Verifikasi Kegiatan Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Penyusunan Kajian Dampak Lingkungan dan Sosial Penyiapan Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL) Pengajuan dan Panyaluran BDL Pelaksanaan Pembangunan 31 BAB V TATA PERAN PELAKU 5.1. Organisasi Tingkat Desa/Kelurahan Organisasi Pemerintah dan Non Pemerintah Organisasi Pemantauan dan Evaluasi 37

6 BAB VI MEKANISME PENYALURAN BDL 6.1. Penyaluran BDL Putaran Pertama Penyaluran BDL Putaran Lanjutan Persyaratan Pencairan BDL Putaran Pertama Persyaratan Pencairan BDL Putaran Lanjutan 44 LAMPIRAN Lampiran 1 Tata Cara Pendampingan Penanganan Relokasi Lampiran 2 Tabel Pembiayaan Relokasi Lampiran 3 Tabel Biaya Kompensasi Untuk Responder Terkena Pembebasan Tanah Lampiran 4 Tabel Skenario Kompensasi Untuk Responder Terkena Pembebasan Tanah Lampiran 5 Tabel Skenario Kompensasi Untuk Bukan Responder Terkena Pembebasan Tanah Lampiran 6 Tabel Daftar Responder Yang Mendapatkan Kompensasi

7 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN APBD BAPPD BAPPUK BDL BKM BPBD BPD DED DIPH DMC DPRD DTPL IMB JRF KDB KDH KK KLB LPD LPMD/K NMC P2KP PBL Perda Perdes PJM PJOK PNPM PP PPK PRB RAB RAP RDTRK Rekompak RKS RPD RPJMD RPP RT Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berita Acara Penarikan/Penggunaan Dana Berita Acara Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan Bantuan Dana Lingkungan Badan Keswadayaan Masyarakat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Badan Permusyawaratan Desa Detail Engineering Design Daftar Induk Penerima Hibah District Management Consultant Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan Ijin Mendirikan Bangunan Java Reconstruction Fund Koefisien Dasar Bangunan Koefisien Daerah Hijau Kepala Keluarga Koefisien Lantai Bangunan Laporan Penggunaan Dana Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan National Management Consultant Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Penataan Bangunan dan Lingkungan Peraturan Daerah Peraturan Desa Program Jangka Menengah Penanggung Jawab Operasional Kecamatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Panitia Pembangunan Pejabat Pembuat Komitmen Pengurangan Risiko Bencana Rencana Anggaran Biaya Rencana Anggaran Pelaksanaan Rencana Detil Tata Ruang Kota Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas Rencana Kerja dan Syarat-syarat Rencana Penggunaan Dana Rencana Program Jangka Menengah Desa Rencana Penataan Permukiman Rukun Tetangga

8 RTBL RTRK RKTL RTRW RUTRK RW SKPD SNVT SPB SPP SPPB TA TIP TPK Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Rencana Tata Ruang Kawasan Rencana Kerja Tindak Lanjut Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Umum Tata Ruang Kota Rukun Warga Satuan Kerja Perangkat Daerah Satuan Non Vertikal Tertentu Surat Perintah Pembayaran Surat Permohonan Pembayaran Surat Perjanjian Pemberian Bantuan Tenaga Ahli Tim Inti Perencana Tim Pengelola Kegiatan

9 DAFTAR BAGAN Bagan 1 Alur Penyaluran dan Pencairan BDL 41

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perluasan wilayah kegiatan REKOMPAK-JRF yang telah disepakati melalui amandemen III Grant Agreement Nr. TF IND Java Reconstruction Fund (JRF) For Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central and West Java and Yogyakarta Special Region mencakup penambahan jumlah kabupaten/kota dan desa sasaran. Jumlah desa/kelurahan sasaran telah mencapai 265 desa/kelurahan, yang pada dasarnya merepresentasikan pertambahan jumlah Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)/(Tim Pengelola Kegiatan (TPK) REKOMPAK-JRF. Perkembangan pelaksanaan REKOMPAK-JRF yang dikelola oleh BKM/TPK telah memasuki beberapa tahapan penting diantaranya adalah tahap perencanaan dan pelaksanaan. Tahap perencanaan mencakup penyusunan rencana penataan permukiman (RPP) dilaksanakan oleh Tim Inti Perencana (TIP), sedangkan tahap pelaksanaan mencakup pelaksanaan kegiatan pemanfaatan bantuan dana lingkungan (BDL) dilaksanakan oleh panitia pelaksana (PP). Dengan demikian, BKM/TPK, TIP, PP dan relawan Rekompak JRF sebagai satu kesatuan komunitas warga desa/kelurahan sasaran secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel telah dan sedang melaksanakan rangkaian kegiatan penataan lingkungan permukiman pasca bencana berbasis komunitas yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana. Karakter potensi bencana di 265 desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF tersebut sangatlah beragam. Beberapa ragam karakter potensi bencana yang menonjol antara lain gempa bumi, gelombang tsunami, tanah longsor, gunung meletus, banjir dan kebakaran. Oleh karena itu, pola penanganan bencana di masing-masing desa/kelurahan atau yang terintegrasi dalam satu kawasan rawan bencana berbeda-beda sesuai dengan karakter, kekhususan dan kebutuhan penanganan kawasan rawan bencananya. Dengan mempertimbangkan jumlah desa/kelurahan sasaran dan karakter potensi bencana, keberadaan pelaku tingkat komunitas (BKM/TPK, TIP, PP dan relawan REKOMPAK- JRF), upaya penguatan kualitas dan peran RPP serta penguatan kapasitas dan kemampuan BKM/TPK dalam meningkatkan peran TIP, PP dan relawan desa/kelurahan dalam rangka penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana (PRB) khususnya di kawasan rawan bencana. Mengingat bahwa beberapa desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF terletak di kawasan rawan bencana longsor yang membutuhkan penanganan segera, maka dalam rangka penanganan kawasan rawan bencana tersebut diperlukan pedoman pendampingan penanganan kawasan rawan bencana longsor. Dalam hal ini sekaligus sebagai salah satu upaya untuk menjaga, memantapkan dan melestarikan upaya penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang berorientasi pada PRB yang telah berjalan melalui REKOMPAK-JRF.

11 1.2. Landasan Hukum Pelaksanaan kegiatan penanganan kawasan rawan bencana longsor mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain sebagai berikut: (1) Undang-undang RI No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; (2) Undang-undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; (3) Undang-undang RI No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; (4) Undang-undang RI No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; (5) Undang-undang RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; (6) Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; (7) Undang-undang RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; (8) Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; (9) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang; (10) Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (11) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; (12) Peraturan Pemerintah RI No. 80 tahun 1999 Tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun; (13) Peraturan Pemerintah RI No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undangundang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; (14) Permen PU No 19 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Rehabilitasi dan Rekonstruksi; (15) Permen PU No. 29 tahun 2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; (16) Permen PU No. 30 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; (17) Permen PU No. 06 tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL; (18) Permen PU No. 22 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor; (19) Permen PU No. 24 tahun 2007 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB); (20) Permen PU No. 25 tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung; 1.3. Acuan Implementasi (1) Grant Agreement Nr. TF IND Java Reconstruction Fund (JRF) For Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central and West Java and Yogyakarta Special Region beserta perubahannya; (2) Pedoman Operasional Umum (POU) Untuk Kelurahan/Desa dalam REKOMPAK- JRF, 2007; (3) Pedoman Operasional Teknis (POT) Untuk Kelurahan/Desa dalam REKOMPAK- JRF, 2007.

12 1.4. Maksud dan Tujuan Maksud dari disusunnya pedoman ini adalah: (1) Memberikan panduan agar masyarakat dapat mengelaborasikan langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan kegiatan pendampingan penanganan kawasan rawan bencana longsor secara partisipatif; (2) Memberikan arahan kepada masyarakat dalam menyusun rencana tindak proses penanganan kawasan rawan bencana longsor sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana; (3) Memberikan panduan kepada konsultan pendamping, masyarakat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan penanganan kawasan rawan bencana longsor dari tahap persiapan hingga ke tahap pelaksanaan; (4) Mendorong terwujudnya sinergi antar pemangku kepentingan setempat dalam penyusunan rencana tindak proses penanganan kawasan rawan bencana longsor dan implementasinya. Tujuan dari pedoman ini adalah: (1) Mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran terhadap pentingnya penanganan kawasan rawan bencana longsor sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana di wilayahnya; (2) Mewujudkan masyarakat yang memiliki kapasitas dan kepedulian yang tinggi dalam melakukan perencanaan penataan permukimannya; (3) Mewujudkan tata lingkungan permukiman yang sehat, aman dari risiko bencana dan dalam pelaksanaannya mengedepankan prinsip partisipasi, demokrasi, transparansi, akuntabilitas dan berkelanjutan, serta mengedepankan pendekatan pembangunan berbasis nilai dan komunitas; (4) Meningkatkan kapasitas dan peran pemerintah daerah setempat dalam mengelola dan mensinergikan rencana aksi daerah serta implementasi program pengurangan risiko dan dampak bencana yang berbasis masyarakat Sasaran Sasaran operasional (1) Terlaksananya kegiatan pendampingan penanganan kawasan rawan bencana longsor melalui perencanaan dan implementasi yang terorganisir berdasarkan aspirasi, citacita dan kebutuhan masyarakat serta didukung penuh oleh kemitraan dan kerjasama pemerintah bersama para pemangku kepentingan lainnya; (2) Terumuskannya rencana tindak pendampingan penanganan kawasan rawan bencana longsor dalam upaya penataan permukiman di lokasi-lokasi rawan bencana berdasarkan hasil kajian teknis, komitmen masyarakat dan dukungan penuh pemerintah daerah setempat; (3) Terwujudnya peningkatan kondisi kehidupan dan lingkungan permukiman yang lebih aman dan layak.

13 Sasaran kelompok (1) Komunitas, yaitu seluruh warga desa/kelurahan, khususnya BKM/TPK, Tim Inti Perencana (TIP) dan Panitia Pelaksana (PP); (2) Pemerintah desa/kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (LPMD/K), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD); (3) Pemerintah Kecamatan, Penanggung Jawab Operasional Kecamatan (PJOK) dan lain-lain; (4) Walikota/Bupati, Dinas/Badan Terkait, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kabupaten/Kota dan lain-lain; (5) Gubernur, Dinas/Badan Terkait, DPRD Provinsi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi, Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) provinsi dan lain-lain; (6) Konsultan pendamping, mulai dari National Management Consultant (NMC), District Management Consultant (DMC) sampai dengan fasilitator REKOMPAK- JRF Pendekatan dan Prinsip-Prinsip Dasar Pendekatan yang dipergunakan di dalam pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana longsor bagi penduduk yang berada pada kawasan rawan bencana adalah: (1) Pembangunan bertumpu pada kelompok masyarakat; Mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utama yang dipercaya mampu mengambil keputusan penting menyangkut hidup mereka dan mampu menyelenggarakan pemulihan permukiman dengan dampingan yang tepat. (2) Pembangunan bertumpu pada nilai; Pembangunan permukiman harus menjadi sarana pengembangan nilai-nilai luhur seperti saling percaya, gotong royong, dan lain-lain menuju pembangunan modal sosial (social capital). Sedangkan prinsip-prinsip dasar yang dipergunakan di dalam pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana longsor supaya dapat berjalan dengan transparan, partisipatif dan akuntabel adalah: (1) Solidaritas (Tanggung Renteng); Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ini harus menjadi tanggung jawab bersama dengan mengutamakan yang paling lemah melalui upaya gotong royong (berat sama dipikul ringan sama dijinjing). (2) Keterbukaan; Mengajarkan kepada semua pelaku untuk saling terbuka juga terhadap pembaruan dan inovasi-inovasi demi kemajuan bersama. (3) Transparansi; Mengajak semua pelaku untuk dapat menunjukan peran, kontribusi dan tanggung jawabnya secara jelas dan gamblang (transparan) untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman.

14 (4) Akuntabilitas; Mengajak semua pelaku untuk mampu mempertanggung-jawabkan tugas dan tindakannya kepada publik. (5) Demokrasi. Mengajak semua pelaku untuk mendengar dan mempertimbangkan kepentingan pihak lain dalam pengambilan keputusan bersama yang diwujudkan dalam: Kesepakatan aturan main; Semua keputusan harus didasarkan atas aturan main yang disepakati bersama. Menerima perbedaan dan keterbatasan masing-masing; Dalam semua pola pembangunan partisipatif harus dapat diterima adanya berbagai perbedaan dan juga keterbatasan dari masing-masing pelaku sehingga dapat dicari solusi yang paling tepat. Mengutamakan membangun kapasitas lokal; Prinsip ini sudah harus ada dibenak semua pelaku utamanya pelaku eksternal bahwa yang akan dibangun adalah kapasitas masyarakat setempat. Mengutamakan kepentingan yang paling tinggi risiko terhadap bencana; Mengutamakan konteks lokal; Upaya rehabilitasi ini tidak boleh lepas dari konteks lokal. Mengutamakan kolaborasi; Menjunjung tinggi nilai kolaborasi dan menghindarkan persaingan yang dapat menjurus ke perpecahan. Mengutamakan musyawarah; Musyawarah harus menjadi mekanisme utama dalam menyelesaikan suatu persoalan sebagai ciri utama kedewasaan manusia. Mengutamakan kemandirian; Semua upaya yang dilakukan harus menekankan tumbuhnya kemandirian masyarakat setempat dan harus dihindarkan dari upaya-upaya yang dapat menciptakan ketergantungan masyarakat. Menggunakan sumber daya eksternal secara arif; Sumberdaya eksternal harus disadari sebagai bantuan sesaat sehingga harus digunakan secara efektif dan efisien Pengertian Dalam pedoman ini yang dimaksud: (1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis; (2) Bencana longsor adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam berupa tanah longsor. (3) Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi.

15 (4) Gerakan tanah adalah proses perpindahan masa tanah atau batuan dengan arah tegak, mendatar, miring dari kedudukan semula, karena pengaruh gravitasi, arus air dan beban. (5) Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi; (6) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana; (7) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna; (8) Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang; (9) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana; (10) Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat; (11) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana; (12) Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana; (13) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana; (14) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana; (15) Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana; (16) Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum;

16 (17) Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana; (18) Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (19) Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. (20) Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. (21) Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buat. (22) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. (23) Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (24) Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (25) Kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan lindung atau kawasan budi daya yang meliputi zona-zona berpotensi longsor. (26) Kawasan strategis provinsi/kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh penting dalam lingkup provinsi/kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. (27) Klasifikasi tipe zona berpotensi longsor adalah pengelompokan tipe-tipe zona berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanannya yang menghasilkan tipe-tipe zona dengan tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan rendah. (28) Preservasi dan konservasi adalah upaya pelestarian yang dilakukan pada seluruh kondisi struktur lingkungan dan ruang eksisting di kawasan rawan bencana baik yang bersifat permanen maupun temporal. Pada lingkup kawasan rawan bencana, preservasi dapat berupa proteksi terhadap kawasan yang memiliki potensi rawan bencana guna meningkatkan kualitas lingkungan alami. (29) Penguatan kawasan (Infill Development) adalah pembangunan sisipan, merupakan pembangunan suatu area dengan menyisipkan satu atau lebih komponen fisik sebagai fungsi-fungsi penunjang tertentu pada suatu kawasan/lingkungan rawan bencana dengan mempertimbangkan kontekstualitasnya fungsi dan kualitas lingkungan eksisting, dengan maksud memperkuat/memperbaiki kulitas lingkungan dan kawasan yang bersangkutan sehingga aman bagi aktivitas di dalamnya.

17 (30) Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas tersebut dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Relokasi dilakukan dengan tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan keberlanjutan yang dipindah dengan segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk di tempat tujuan kepindahan

18 BAB II KAJIAN KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR 2.1. Persiapan Langkah 1 Konsultasi Pemerintah Daerah Dalam rangka pelaksanaan kegiatan kajian kawasan rawan bencana longsor, BKM/TPK bekerjasama dengan pemerintahan desa/kelurahan harus melaksanakan konsultasi terlebih dahulu kepada pemerintah daerah, khususnya kepada lembaga atau dinas-dinas terkait, antara lain badan perencanaan daerah, dinas pekerjaan umum, BPBD dan bagian pemerintahan desa. Konsultasi ini dimaksudkan untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta peran serta masyarakat dalam penataan ruang kawasan rawan bencana longsor serta untuk mengakses sumber daya yang ada berupa dukungan komitmen, kebijakan dan program dari pemerintah daerah. Tujuan (1) Mendapatkan informasi terkait dengan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana longsor; (2) Mewujudkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang kawasan rawan bencana longsor; (3) Memperoleh arahan dan dukungan komitmen, kebijakan dan program bagi pelaksanaan kajian kawasan rawan bencana longsor dari pemerintah daerah. Keluaran (1) Arahan pelaksanaan kajian rawan bencana longsor; (2) Komitmen, kebijakan dan program pemerintah untuk mendukung pelaksanaan kajian kawasan rawan bencana longsor. Langkah 2 Pembentukan Tim Penyiapan Kajian Kawasan (TP-KK) Tim penyiapan kajian kawasan rawan bencana longsor sebaiknya terdiri dari unsur pemerintah kabupaten/kota, khususnya satuan kerja perangkat daerah (SKPD), unsur pemerintahan desa/kelurahan, BKM/TPK, TIP, PP, kelompok perempuan, relawan,

19 pemangku kepentingan lainnya serta unsur penerima dampak langsung kegiatan penanganan kawasan rawan bencana longsor. Pembentukan TP-KK ini dimaksudkan untuk mewujudkan sinergi tindak penanganan kawasan rawan bencana longsor yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Tujuan (1) Terbentuknya tim yang bertanggung jawab terhadap upaya penanganan kawasan rawan bencana; (2) Terbentuknya tim penanganan kawasan rawan bencana longsor yang terdiri dari unsur pemerintahan daerah, pemerintahan desa, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Keluaran (1) Tim Penyiapan Kajian Kawasan (TP-KK); (2) Berita acara pembentukan dan penetapan pembentukan TP-KK Secara umum garis besar peran, tugas dan fungsi TP-KK adalah sebagai berikut: (1) Melaksanakan kajian kawasan rawan bencana longsor dengan bentuk keluaran berupa rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor (2) Melaksanakan sosialisasi hasil kajian kawasan rawan bencana longsor (3) Menyusun rencana kerja tindak lanjut (RKTL) penanganan kawasan rawan bencana longsor (4) Menyusun rencana penanganan (rencana tata bangunan dan lingkungan) kawasan rawan bencana longsor desa/kelurahan (5) Memfasilitasi pelaksanaan intervensi penanganan kawasan rawan bencana longsor berdasarkan rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan kawasan. (6) Melaksanakan monitoring dan evaluasi intervensi penanganan kawasan rawan bencana longsor Langkah 3 Review RPP Desa/Kelurahan Sebelum dilaksanakan kajian terhadap kawasan rawan bencana longsor, maka TP-KK perlu melaksanakan review terhadap RPP. Kegiatan review RPP dimaksudkan untuk meninjau beberapa aspek terkait dengan RPP sebagai rencana penataan permukiman desa/kelurahan, khususnya terkait dengan aspek penanganan kawasan rawan bencana longsor. Tinjauan ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana rencana penanganan kawasan rawan bencana longsor telah terintegrasi secara memadai dalam RPP sehingga dinilai cukup mantap (reliable) dan layak untuk menjadi acuan awal bagi pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana longsor. Dalam pelaksanaan review ini TP-KK harus bekerjasama dengan pemerintahan desa/kelurahan dan pemangku kepentingan di tingkat desa serta pemerintah daerah

20 setempat, khususnya dinas tata ruang, dinas pekerjaan umum dan BPBD. Hal ini, untuk menjamin pelaksanaan review RPP terlaksana secara memadai dan berhasil guna sebagaimana yang diharapkan maka perlu didukung dengan pedoman pelaksanaan review RPP. Tujuan (1) Untuk mengidentifikasi profil dan rencana penanganan kawasan rawan bencana longsor; (2) Untuk mengidentifikasi konsep dasar dan program penanganan kawasan rawan bencana longsor; (3) Untuk menilai kelayakan konsep dasar dan program penanganan kawasan rawan bencana longsor. Beberapa hal yang perlu ditinjau dalam dokumen RPP paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) Hasil pemetaan swadaya kawasan rawan bencana longsor; (2) Metode dan hasil analisis kawasan rawan bencana longsor; (3) Profil kawasan rawan bencana longsor; (4) Konsep dasar, arahan dan program penanganan kawasan rawan longsor. Keluaran (1) Hasil review RPP (2) Berita acara kesepakatan hasil review RPP 2.1. Pelaksanaan Langkah 1 Kajian Kawasan Rawan Bencana Longsor Apabila dari hasil review RPP menunjukkan bahwa rencana penanganan kawasan rawan bencana longsor yang tertuang dalam RPP dinilai belum layak untuk menjadi acuan pelaksanaan, maka TP-KK harus melaksanakan kajian kawasan rawan bencana longsor secara cepat. Kajian ini dapat dilakukan secara mandiri selingkup desa/kelurahan maupun terintegrasi dengan desa/kelurahan lainnya, dan/atau memanfaatkan hasil kajian kawasan yang sudah ada dengan merujuk pada dokumen-dokumen rencana penataan wilayah, ruang maupun kawasan yang terkait. Namun demikian, mengingat keterbatasan kapasitas dan kewenangan TP-KK dalam pengaturan pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan bencana, maka TP-KK wajib menyampaikan dan mengkonsultasikan kegiatan serta menyampaikan hasil kajian kepada pemerintah daerah setempat melalui lembaga/skpd terkait yang berwenang dalam pengaturan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana di wilayahnya.

21 Kajian ini dimaksudkan untuk mengurai kondisi eksisting kawasan dan memformulasikannya dalam bentuk profil dan rencana pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana longsor. Tujuan (1) Mengidentifikasi kawasan rawan bencana longsor; (2) Mengidentifikasi tata peran masyarakat, pemerintah daerah setempat dan pemangku kepentingan lainnya; (3) Menyusun profil, pemanfaatan dan pegendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana longsor; (4) Menyepakati hasil kajian terhadap kawasan rawan bencana longsor. Lingkup kajian kawasan rawan bencana longsor mencakup: (1) Penetapan kawasan rawan bencana longsor; (2) Klasifikasi zona berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanan; (3) Penentuan struktur dan pola ruang kawasan rawan bencana longsor; (4) Pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana longsor; (5) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana longsor. Pelaksanaan rinci kegiatan kajian mengikuti Permen PU No. 22 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Selanjutnya hasil kajian di atas, akan menjadi dasar bagi pelaksanaan penyusunan dan pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana longsor. Keluaran (1) Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor (2) Dokumen penetapan rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor oleh pemerintah daerah Langkah 2 Sosialisasi Tingkat Desa Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah ditetapkan oleh pemangku kewenangan setempat harus disosialisasikan kepada warga seluruh desa/kelurahan. Dalam hal pelaksanaan kegiatan sosialisasi di tingkat desa/kelurahan, BKM/TPK bersama pemerintahan desa/kelurahan wajib memfasilitasi TP-KK dalam pelaksanaan sosialisasi rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor. Sosialisasi tingkat desa ini dimaksudkan: (1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana longsor kepada warga desa/kelurahan. (2) Memberikan fasilitasi bagi warga desa/kelurahan dalam meningkatkan kesadaran dan komitmen dalam pengelolaan pengurangan risiko bencana longsor

22 (3) Memberikan fasilitasi warga desa/kelurahan dalam mengali gagasan dan peran serta warga dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor. Tujuan (1) Warga desa mempunyai kesadaran kritis, pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana longsor. (2) Warga desa menyepakati komitmen, gagasan dan perannya dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor. Sasaran Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan, kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan pemangku kepentingan tingkat desa lainnya. Keluaran Berita acara kesepakatan awal terhadap mengenai komitmen, gagasan dan peran serta masyarakat dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor tingkat desa/kelurahan. Langkah 3 Sosialisasi Tingkat Basis (Dusun) Kegiatan sosialisasi di tingkat dusun diselenggarakan oleh BKM/TPK bekerjasama dengan unsur pemerintahan desa/kelurahan serta kepala dusun. Sosialisasi tingkat dusun ini sebaiknya tidak hanya dilaksanakan di wilayah dusun yang terletak pada zona kawasan rawan bencana longsor atau yang berpotensi terkena dampak langsung saja, melainkan ke seluruh dusun yang ada di kawasan bencana atau berpotensi terkena dampak langsung bencana. Sosialisasi tingkat dusun ini dimaksudkan: (1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana longsor kepada warga dusun. (2) Memberikan fasilitasi bagi warga dusun dalam meningkatkan kesadaran dan komitmen dalam pengelolaan pengurangan risiko bencana longsor (3) Memberikan fasilitasi warga dusun dalam mengali gagasan dan peran serta warga dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor. Tujuan (1) Warga tingkat dusun mempunyai kesadaran kritis, pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana longsor. (2) Warga tingkat dusun menyepakati komitmen, gagasan dan perannya dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor.

23 Sasaran Seluruh warga dusun, baik dari unsur RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan dan kelompok warga lainnya tingkat di tingkat dusun. Keluaran Berita acara kesepakatan awal terhadap mengenai komitmen, gagasan dan peran serta masyarakat dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor di tingkat dusun. Langkah 4 Rembug Kesepakatan Warga Setelah BKM/TPK dan TIP memfasilitasi dan melaksanakan kegiatan sosialisasi mengenai tata ruang kawasan rawan bencana longsor, selanjutnya hasil dari rangkaian sosialisasi tersebut dibawa ke rembug kesepakatan warga di tingkat desa untuk menyepakati komitmen, gagasan dan peran serta warga dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor. Rembug kesepakatan warga ini dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran dan meneguhkan komitmen warga desa secara bersama-sama melaksanakan tindak penanganan kawasan rawan bencana longsor. Dalam melaksanakan rembug kesepakatan warga ini BKM/TPK harus bekerjasama dengan TP-KK, pemerintahan desa/kelurahan serta pemerintah daerah. Rembug kesepakatan warga ini dimaksudkan: (1) Membangun kesepakatan warga desa/kelurahan terhadap komitmen, gagasan dan peran serta dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor dalam bentuk kontrak sosial (2) Memfasilitasi warga desa/kelurahan untuk menyepakati tim RKTL penanganan kawasan rawan bencana longsor Tujuan (1) Warga menyepakati komitmen, gagasan dan peran serta dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor. (2) Warga menyepakati RKTL penanganan kawasan rawan bencana longsor Sasaran Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan, kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan unsur pemerintah daerah setempat. Keluaran (1) Berita acara kontrak sosial penanganan kawasan rawan bencana longsor (2) Berita acara kesepakatan RKTL penanganan kawasan rawan bencana longsor.

24 BAB III PERENCANAAN KAWASAN 3.1. Penentuan Kawasan Perencanaan Kawasan perencanaan merupakan kawasan yang terpilih dan berada dalam lingkup kawasan kajian kawasan rawan bencana longsor. Kawasan ini terpilih berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang dikeluarkan setelah dilakukannya analisis kawasan kajian kawasan rawan bencana longsor. Penentuan kawasan perencanaan mengacu pada tata ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah disusun dan ditetapkan. TP-KK berkewajiban menyusun rekomendasi kawasan perencanaan yang kemudian ditetapkan sebagai kawasan perencanaan penataan kawasan rawan bencana longsor. Penentuan kawasan perencanaan ini dimaksudkan untuk menentukan lingkup dan luas area perencanaan kawasan sehingga mempunyai batasan wilayah yang jelas dan terukur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan atau pemilihan kawasan perencanaan di kawasan rawan bencana longsor adalah sebagai berikut: (1) Luasan (delineasi) dan tingkat kerawanan bencana longsor (2) Vitalitas ekonomi masyarakat maupun kawasan (3) Keamanan (4) Kemasyarakatan (struktur, kohesivitas dan peran serta) (5) Tingkat kepadatan penduduk dan bangunan (6) Peruntukan lahan (7) Kondisi bangunan eksisting (8) Sistem sirkulasi dan aksesibilitas (9) Kualitas dan kuantitas ruang publik dan ruang terbuka hijau (10) Kualitas lingkungan (11) Komponen prasarana dasar dan sarana lingkungan permukiman (12) Kebijakan dan program pemerintah daerah Tujuan (1) Teridentifikasinya cakupan dan luasan area perencanaan kawasan (2) Disepakati dan ditetapkannya kawasan perencanaan kawasan Keluaran (1) Cakupan dan luas area perencanaan kawasan yang definitif (2) Berita acara penentuan kawasan perencanaan kawasan

25 3.2. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Sebelum memasuki langkah-langkah penyusunan tata bangunan dan lingkungan maka perlu dipahami bahwa terdapat beberapa bentuk intervensi penataan kawasan rawan bencana longsor. Bentuk intervensi ini sangat tergantung pada karakter, kekhususan dan kebutuhan penanganan kawasan. Beberapa bentuk intervensi yang cukup relevan dengan penataan kawasan rawan bencana longsor antara lain: (1) Preservasi dan konservasi Adalah upaya pelestarian yang dilakukan pada seluruh kondisi struktur lingkungan dan ruang eksisting di kawasan rawan bencana longsor baik yang bersifat permanen maupun temporal. Pada lingkup kawasan rawan bencana longsor, preservasi dapat berupa proteksi terhadap kawasan yang memiliki potensi rawan bencana longsor guna meningkatkan kualitas lingkungan alami. (2) Penguatan kawasan (Infill Development) Adalah pembangunan sisipan, merupakan pembangunan suatu area dengan menyisipkan satu atau lebih komponen fisik sebagai fungsi-fungsi penunjang tertentu pada suatu kawasan/lingkungan rawan bencana longsor dengan mempertimbangkan kontekstualitasnya fungsi dan kualitas lingkungan eksisting, dengan maksud memperkuat/memperbaiki kualitas lingkungan dan kawasan yang bersangkutan sehingga aman dan layak bagi aktivitas di dalamnya. (3) Relokasi Adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Relokasi dilakukan dengan tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan keberlanjutan yang dipindah dengan segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk di tempat tujuan kepindahan Penentuan dan penetapan bentuk intervensi kawasan ini pada dasarnya tergantung dari arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan, pendataan dan analisis cermat serta visi dan misi penataan kawasan yang telah ditetapkan. Khusus pedoman fasilitasi pendampingan relokasi dapat dilihat pada lampiran dari pedoman ini. Adapun langkah-langkah penyusunan tata bangunan dan lingkungan kawasan adalah sebagai berikut: Langkah 1 Pendataan Setelah ditentukan cakupan dan luas area kawasan perencanaan, maka selanjutnya TP-KK melakukan pendataan atas kawasan dan wilayah sekitarnya. Pendataan ini dimaksudkan untuk mengumpulkan segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis kawasan dan wilayah sekitarnya. Acuan utama kegiatan pendataan ini adalah rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah disusun dan ditetapkan.

26 Tujuan (1) Teridentifikasinya kawasan perencanaan dari segi-segi fisik, sosial, budaya, dan ekonomi (2) Teridentifikasinya kondisi di wilayah sekitarnya yang berpengaruh pada kawasan perencanaan Keluaran Data terkait dengan kawasan dan wilayah sekitarnya yang antara lain mencakup: (1) Peta-peta (2) Foto-foto (3) Peraturan dan rencana-rencana terkait (4) Sejarah dan signifikansi historis kawasan (5) Kondisi sosial-budaya (6) Kependudukan (7) Pertumbuhan ekonomi (8) Kepemilikan lahan (9) Prasarana dan fasilitas (10) dll. Langkah 2 Analisis Kawasan Perencanaan Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas data yang telah berhasil dikumpulkan. Analisis dilakukan secara berjenjang dari tingkat wilayah sekitar kawasan sampai pada tingkat kawasan. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep perencanaan atas permasalahan yang telah diidentifikasikan pada tahap pendataan. Komponen analisis kawasan perencanaan antara lain meliputi: (1) Rencana-rencana di wilayah sekitar yang terkait dengan kawasan perencanaan (2) Kepadatan dan profil pendudukan (3) Kehidupan sosial, ekonomi dan budaya (4) Penggunaan lahan dan aksesbilitas kawasan (5) Daya dukung fisik dan lingkungan (6) Daya dukung prasarana dan fasilitas (7) Legalitas tanah dan konsolidasi lahan (8) Peran serta masyarakat (9) Kebijakan dan program pemerintah daerah Keluaran (1) Potensi dan kapasitas kawasan (2) Potensi dan kapasitas peran serta masyarakat dan pemerintah daerah

27 Langkah 3 Perumusan Konsep dan Rancangan Penataan Secara umum, tahap perumusan konsep ini diharapkan akan menghasilkan konsep dasar rancangan penataan kawasan sebagai visi pembangunan kawasan atau lokasi penanganan kawasan rawan bencana longsor. Beberapa komponen dasar perancangan ini meliputi: (1) Perumusan visi pembangunan Visi pembangunan adalah gambaran spesifik karakter lingkungan di masa mendatang yang akan dicapai sebagai akhir penataan suatu kawasan yang direncanakan sesuai dengan kebijakan dan rencana tata ruang setempat yang berlaku (2) Perumusan konsep komponen rancangan Konsep komponen rancangan kawasan adalah suatu gagasan perancangan dasar yang dapat merumuskan komponen-komponen perancangan kawasan (peruntukan, intensitas dan lain-lain). Komponen rancangan ini meliputi: a. Struktur peruntukkan lahan Dalam hirarki rencana tata ruang, peruntukan lahan penanganan kawasan rawan bencana longsor (mikro) merupakan penjabaran dari RTRW kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana longsor. Pembuatan rencana peruntukan lahan mikro didahului oleh pembuatan rencana pemintakaan (zoning), yaitu pengelompokan fungsi-fungsi yang ada di kawasan perencanaan. Masing-masing mintakat (zone) kemudian dijabarkan dalam bentuk peruntukan lahan. Prinsip struktur peruntukan lahan meliputi: 1. Secara Fungsional a. Keragaman tata guna yang seimbang, saling menunjang dan terintegrasi b. Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi aktivitas c. Pengaturan pengelolaan area peruntukan d. Pengaturan kepadatan kawasan 2. Secara Fisik a. Estetika, karakter dan citra kawasan b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas yang diwadahi 3. Dari sisi Lingkungan a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar b. Kesesuaian dengan daya dukung lingkungan c. Kelestarian ekologis kawasan

28 b. Intensitas pemanfaatan lahan Intensitas pemanfaatan lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Komponen penataan antara lain meliputi : 1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 3. Koefisien Daerah Hijau (KDH) Prinsip intensitas pemanfaatan lahan meliputi: 1. Secara Fungsional a. Kejelasan distribusi intensitas pemanfaatan lahan b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki c. Kejelasan skala pengembangan d. Kesesuaian kepadatan kawasan 2. Secara Fisik Estetika, karakter, dan citra kawasan 3. Dari sisi Lingkungan a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar b. Kesesuaian dengan daya dukung lingkungan c. Kelestarian ekologis kawasan 4. Dari sisi Pemangku Kepentingan Keuntungan bersama c. Tata bangunan Tata bangunan merupakan produk penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi aspek-aspek pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari elemenelemen yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik. Komponen penataan meliputi: 1. Pengaturan blok lingkungan; 2. Pengaturan kaveling/petak lahan 3. Pengaturan bangunan; 4. Pengaturan ketinggian dan elevasi lantai bangunan

29 Prinsip tata bangunan meliputi: 1. Secara Fungsional a. Optimalisasi dan efisiensi b. Kejelasan pendefinisian ruang yang diciptakan c. Keragaman fungsi dan aktivitas yang diwadahi d. Skala dan proporsi ruang yang berorientasi pada pejalan kaki e. Fleksibilitas f. Pola hubungan/konektivitas g. Kejelasan orientasi dan kontinuitas h. Kemudahan layanan i. Menghindari eksklusivitas 2. Secara Fisik dan Non-Fisik a. Pola, dimensi dan standar umum b. Estetika, karakter dan citra kawasan c. Kualitas fisik d. Ekspresi bangunan dan lingkungan 3. Dari sisi Lingkungan a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar b. Kesesuian dengan daya dukung lingkungan c. Kelestarian ekologis kawasan d. Pemberdayaan kawasan d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung (aksesibilitas) Sistem sirkulasi dan jalur penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan, sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat penyandang cacat dan lanjut usia), pelayanan lingkungan dan sistem jaringan penghubung. Komponen penataan antara lain meliputi: 1. Sistem sirkulasi kendaraan umum Yaitu rancangan sistem arus pergerakan kendaraan umum formal, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan. 2. Sistem sirkulasi kendaraan pribadi Yaitu rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan pribadi sesuai dengan hirarki/kelas jalan pada kawasan perencanaan. 3. Sistem sirkulasi kendaraan umum informal setempat Yaitu rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan umum dari sektor informal, seperti ojek, becak, andong dan sejenisnya yang dipetakan pada hirarki/ kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan. 4. Sistem jalur pelayanan lingkungan Yaitu rancangan sistem arus pergerakan dari kendaraan servis (seperti pengangkut sampah, pengangkut barang dan kendaraan pemadam kebakaran)

30 dari suatu kaveling atau blok lingkungan tertentu, yang dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan. 5. Sistem sirkulasi pejalan kaki Yaitu rancangan sistem arus pejalan kaki (termasuk penyandang cacat dan lanjut usia) dan pemakai sepeda yang khusus di sediakan pada kawasan perencanaan. e. Sistem tata ruang terbuka dan tata ruang hijau Sistem ruang terbuka dan tata hijau merupakan komponen rancang kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah proses rancang arsitektur diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas. f. Tata kualitas lingkungan Penataan kualitas lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan dengan sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas dan memiliki orientasi tertentu. g. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan Keluaran Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya. Komponen penataan antara lain meliputi: 1. Sistem jaringan air bersih 2. Sistem air limbah dan air kotor 3. Sistem jaringan drainase 4. Sistem jaringan persampahan 5. Sistem jaringan listrik 6. Sistem jaringan telepon 7. Sistem jaringan pengamanan kebakaran 8. Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi Konsep dan rencana umum tata bangunan dan lingkungan permukiman kawasan penanganan kawasan rawan bencana longsor yang memenuhi kaidah dan persyaratan tata bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana yang berorientasi PRB.

31 Langkah 4 Perumusan Panduan Rancangan Panduan rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kaveling dan blok, termasuk panduan ketentuan detil visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan. Ketentuan dasar implementasi rancangan terhadap kawasan berupa ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat lebih detil, memudahkan dan memandu penerapan dan pengembangan rencana umum, baik pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kaveling, maupun blok. Panduan Rancangan bersifat mengaktualisasikan tujuan penataan lingkungan/kawasan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan berkelanjutan secara lebih terstruktur dan mudah dilaksanakan (design guidelines). Prinsip-prinsip pengembangan panduan rancangan ini antara lain mencakup: (1) Panduan rancangan dari masing-masing aspek rencana umum Prinsip-prinsip pengembangan Panduan Rancangan dari masing masing materi Rencana Umum dengan mempertimbangkan aspek: a. Deskriptif 1. Terukur dan rinci Bertujuan untuk memudahkan implementasi secara nyata pada pengembangan desain. 2. Spesifik Panduan detil perancangan tiap blok pengembangan yang spesifik dan tepat sesuai dengan permasalahan dan potensi tiap blok yang telah dianalisis sebelumnya. 3. Menyeluruh, yang mencakup seluruh komponen rancangan kawasan yang meliputi: a. Peruntukan lahan. b. Intensitas pemanfaatan lahan. c. Tata bangunan; d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung. e. Sistem ruang terbuka dan tata hijau. f. Tata kualitas lingkungan, meliputi: tata identitas lingkungan dan tata orientasi lingkungan. g. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan. h. Pengelolaan pengurangan risiko bencana.

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT Jl. Melati No. 173A Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok Sleman Telp : (0274) 433 2012, Fax : (0274) 433 2467 E-mail : Pengaduanjrf_nmc@yahoo.com

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

Penjelasan Substansi. Dokumen Lengkap, ada pada BAB IV

Penjelasan Substansi. Dokumen Lengkap, ada pada BAB IV Kelurahan/Desa : Caile Kota/kabupaten : Bulukumba NO Substansi 1 Apa Visi Spatial yang ada di dalam RPLP? Bagaimana terapan visi tersebut ke dalam Rencana Teknis Penataan Lingkungan Permukiman kita? Status

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Anastasia Ratna Wijayanti 154 08 013 Rizqi Luthfiana Khairu Nisa 154 08 015 Fernando Situngkir 154 08 018 Adila Isfandiary 154 08 059 Latar Belakang Tujuan Studi Kasus

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG DUNIA USAHA TANGGUH BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA BUPATI KARANGANYAR, ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT OPERASIONAL DAN UNIT PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un No.1443, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Pendanaan. Rehabilitasi. Rekontruksi. Pasca bencana. Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat. Hibah. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR :60 2014 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SERTA RINCIAN TUGAS JABATAN PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Apa saja Struktur Ruang dan Pola Ruang itu??? Menu pembangunan atau produk dokumen yang kita buat selama ini ada dibagian mana??

Apa saja Struktur Ruang dan Pola Ruang itu??? Menu pembangunan atau produk dokumen yang kita buat selama ini ada dibagian mana?? DASAR PENATAAN RUANG DAN PENGGUNAAN LAHAN Semakin menurunnya kualitas permukiman Alih fungsi lahan Kesenjangan antar dan di dalam wilayah Kolaborasi bangunan yang tidak seirama Timbulnya bencana Mamanasnya

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini, dimaksudkan untuk menjelaskan urgensi permasalahan penelitian yang diuraikan dengan sistematika (1) latar belakang; (2) pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian;

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1570, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. Pencabutan. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH terjadi. 2 Setiap bencana yang timbul perlu dilakukan penanggulangan guna meminimalisir PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH kendarinews.com I. PENDAHULUAN adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.14,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Peran serta, Lembaga Usaha, penyelenggaraan, penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN WALIKOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 Revisi 1 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PASCA BENCANA KOTA MANADO

PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PASCA BENCANA KOTA MANADO 2015 PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PASCA BENCANA KOTA MANADO BAB I KETENTUAN UMUM DAN LANDASAN HUKUM A. KETENTUAN UMUM Dalam Pedoman ini yang

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 11 2014 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Diundangkan

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BKPBD) KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH SALINAN NOMOR 44, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA 6.1. RENCANA DAN PROGRAM PENGEMBANGAN Pembahasan ini adalah untuk mendapatkan rencana dan program pengembangan kawasan permukiman

Lebih terperinci

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 Direncanakan oleh : Kasubbag Kelembagaan, IBRAHIM, S. Sos NIP. 520 010 396 Disetujui oleh : Kepala Bagian Organisasi, TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci