PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT"

Transkripsi

1

2 PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT Jl. Melati No. 173A Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok Sleman Telp : (0274) , Fax : (0274) Pengaduanjrf_nmc@yahoo.com

3

4 KATA PENGANTAR Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman berbasis Masyarakat (REKOMPAK-JRF) yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana merupakan program yang mengedepankan masyarakat sebagai pelaku utama. Pelaksanaan program diarahkan pada upaya pengurangan risiko bencana di kawasan rawan bencana secara mandiri dan menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan masyarakat pada pihak luar. Mempertimbangkan penguatan kapasitas pelaku serta keberlanjutan kegiatan REKOMPAK-JRF maka perlu dibentuk Organisasi Pengurangan Risiko Bencana (OPRB) di tingkat desa/kelurahan. Partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS-PB) Tahun , serta Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) Tahun Masyarakat di wilayah sasaran REKOMPAK-JRF di 148 desa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat telah berhasil menyusun Rencana Penataan Permukiman (RPP)/Community Settlement Plan (CSP) yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana. Sedangkan 117 desa Replikasi di tiga provinsi tersebut sedang dalam proses akhir penyelesaian RPP/CSP. Sebagai pelaksanaan CSP/RPP tersebut, masyarakat perlu membentuk Organisasi Pengurangan Risiko Bencana yang akan menjadi motor pengorganisasian pengurangan risiko bencana di tingkat desa/kelurahan. Organisasi yang diprakarsai dan dikelola warga secara mandiri ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan atau kepentingan warga dan memecahkan persoalan bersama dalam upaya pengurangan risiko bencana. Untuk menjamin pengorganisasian pengurangan risiko bencana di 265 kelurahan/ desa sasaran REKOMPAK-JRF bisa dilaksanakan secara optimal maka diperlukan Pedoman Organisasian Pengurangan Risiko Bencana (OPRB) yang dapat menjadi arahan dan acuan pelaksanaannya. Akhir kata, semoga pedoman ini dapat menjadi pegangan didalam pelaksanaannya. Jakarta, Oktober 2010 Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono. NIP

5

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN DAFTAR TABEL DAN BAGAN iii v vi vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Landasan Hukum Acuan Implementasi Maksud dan Tujuan Sasaran 4 BAB II PENANGGULANGAN BENCANA 2.1. Pengertian Umum Lingkup Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Peran Serta Masyarakat 7 BAB III ORGANISASI PENGURANGAN RISIKO BENCANA 3.1. Pengertian, Bentuk dan Kedudukan 9 A. Pengertian 9 B. Bentuk 10 C. Kedudukan Mekanisme Pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Peran 11 A. Struktur Organisasi 11 B. Tata Peran 11 BAB IV LANGKAH-LANGKAH PENGORGANISASIAN OPRB 4.1. Persiapan Pelaksanaan 17 BAB V PENUTUP 23 LAMPIRAN Lampiran Tata Cara Simulasi Tanggap Bencana 25

7 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN BDL BKM BPD DMC DPRD JRF LPMD/K NMC PBL PJOK POU POT PP PP PPK PRB RAN-PB RENAS-PB RKTL RPP SNVT TIP TPK Plus UU Bantuan Dana Lingkungan Badan Keswadayaan Masyarakat Badan Permusyawaratan Desa District Management Consultant Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Java Reconstruction Fund Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan/Kota National Management Consultant Penataan Bangunan dan Lingkungan Penanggung Jawab Operasional Kegiatan Pedoman Operasional Umum Pedoman Operasional Teknis Panitia Pelaksana Peraturan Pemerintah Pejabat Pembuat Komitmen Pengurangan Risiko Bencana Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Bencana Rencana Nasional Penanggulangan Bencana Rencana Kerja Tindak Lanjut Rencana Penataan Permukiman Satuan Non Vertikal Tertentu Tim Inti Perencana Tim Pengelola Kegiatan Plus Undang-undang

8 DAFTAR TABEL DAN BAGAN Tabel 1 Jumlah Kabupaten/Kota dan Desa Sasaran Rekompak JRF 1 Tabel 2 Rincian Langkah Pengorganisasian OPRB 20 Bagan 1 Alur Langkah Pengorganisasian OPRB 22

9

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perluasan lingkup kegiatan REKOMPAK-JRF yang telah disepakati melalui amandemen III Grant Agreement Nr. TF IND Java Reconstruction Fund (JRF) For Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central and West Java and Yogyakarta Special Region mencakup penambahan jumlah kabupaten/kota dan desa sasaran. Namun demikian, perluasan ini masih berada dalam lingkup Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Barat sebagaimana terinci pada tabel berikut: Tabel - 1 Jumlah Kabupaten/Kota dan Desa Sasaran REKOMPAK- JRF No Provinsi/ Batch Batch Batch Batch Replikasi Replikasi Kab./Kota I II III IV I II Jumlah D. I. YOGYAKARTA 1. Bantul Sleman Gunung Kidul Kulonprogo Yogyakarta Jumlah JAWA TENGAH 6. Klaten Boyolali Magelang Jumlah JAWA BARAT 9. Kab. Ciamis Total Jumlah desa ini pada dasarnya merepresentasikan pertambahan jumlah Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)/(Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Rekompak JRF). Perkembangan pelaksanaan REKOMPAK-JRF yang dikelola oleh BKM/TPK telah memasuki beberapa tahapan penting diantaranya adalah tahap perencanaan dan pelaksanaan. Tahap perencanaan mencakup penyusunan rencana penataan permukiman (RPP) dilaksanakan oleh Tim Inti Perencana (TIP), sedangkan tahap pelaksanaan mencakup pelaksanaan kegiatan pemanfaatan bantuan dana lingkungan (BDL) dilaksanakan oleh panitia pelaksana (PP). Dengan demikian, BKM/TPK, TIP, PP dan relawan REKOMPAK-JRF sebagai satu kesatuan komunitas warga desa/kelurahan sasaran secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel telah dan sedang melaksanakan rangkaian kegiatan penataan lingkungan permukiman pasca bencana berbasis komunitas yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana.

11 Penempatan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan kegiatan REKOMPAK-JRF tersebut pada dasarnya sejalan dengan peran serta yang diamanatkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS-PB) Tahun , dan Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) Tahun Bahkan secara jelas RAN-PRB menjelaskan bahwa paradigma baru pelaksanaan penanganan bencana diarahkan kepada konsep penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Pelaksanaan penanggulangan bencana yang berorientasi pada pemberdayaan dan kemandirian melalui partisipasi masyarakat antara lain akan mengarah kepada upaya pengurangan risiko bencana bersama masyarakat di kawasan rawan bencana secara mandiri dan menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan masyarakat di kawasan rawan bencana pada pihak luar. Dengan mempertimbangkan jumlah desa sasaran, keberadaan pelaku tingkat komunitas (BKM/TPK, TIP, PP dan relawan REKOMPAK-JRF), upaya penguatan kualitas dan peran RPP serta penguatan kapasitas dan kemampuan BKM/TPK dalam meningkatkan peran TIP, PP dan relawan desa/kelurahan dalam rangka penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang beorientasi pada pengurangan risiko bencana (PRB) maka diperlukan pedoman tentang pengorganisasian PRB tingkat desa/kelurahan yang berangkat dari aset sumber daya masyarakat setempat. Sehingga masyarakat mampu menjaga, memantapkan dan melestarikan upaya penataan lingkungan permukiman yang berorientasi pada PRB. Pedoman ini diharapkan melengkapi beberapa pedoman yang telah ada, khususnya terkait dengan penguatan pengorganisasian organisasi masyarakat warga (civil society) dalam pengurangan risiko bencana (PRB) Landasan Hukum Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan pengorganisasian ini adalah sebagai berikut: (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN); (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; (7) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;. (8) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; (9) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana; (10) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana;

12 (11) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (12) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; (13) Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana; (14) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata bangunan dan Lingkungan; (15) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi; (16) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor; (17) Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS-PB) Tahun ; (18) Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) Tahun Acuan Implementasi (1) Grant Agreement Nr. TF IND Java Reconstruction Fund (JRF) For Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central and West Java and Yogyakarta Special Region beserta perubahannya; (2) Pedoman Operasional Umum (POU) Untuk Kelurahan/Desa Dalam REKOMPAK-JRF, 2007; (3) Pedoman Operasional Teknis (POT) Untuk Kelurahan/Desa Dalam REKOMPAK-JRF, Maksud dan Tujuan Maksud disusunnya pedoman ini adalah: (1) Memberikan panduan kepada masyarakat dalam mengorganisasikan unsur-unsur komunitas dalam rangka PRB; (2) Memberikan arahan kepada masyarakat dalam menyusun rencana tindak partisipatif sebagai bagian dari kesiapsiagaan terhadap risiko bencana; (3) Memberikan panduan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam mefasilitasi terwujudnya pengorganisasian masyarakat dalam rangka PRB; (4) Memberikan panduan kepada konsultan pendamping REKOMPAK-JRF dalam memfasilitasi pengorganisasian masyarakat dalam rangka PRB dan penyusunan rencana tindak partisipatif; (5) Mendorong terwujudnya sinergi antar pemangku kepentingan setempat dalam penyusunan rencana tindak partisipatif dan implementasinya.

13 Tujuan dari pedoman ini adalah: (1) Terwujudnya suatu masyarakat yang terorganisir dalam rangka penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang berorientasi pada PRB; (2) Keberlanjutan sistem dan sinergi pemangku kepentingan dalam perencanaan dan penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang berorientasi pada PRB; (3) Terwujudnya penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang berorientasi pada PRB yang didukung oleh pemerintah Sasaran Sasaran operasional (1) Terlaksananya langkah-langkah pengorganisasian masyarakat dalam rangka PRB; (2) Terlaksananya tahapan penyusunan rencana tindak partisipatif sebagai bagian dari kesiapsiagaan terhadap risiko bencana oleh masyarakat; (3) Meningkatnya peran aktif pemerintah kabupaten/kota dalam memfasilitasi proses pengorganisasian masyarakat dalam rangka PRB; (4) Terlaksananya tahapan kegiatan fasilitasi pengorganisasian masyarakat dan penyusunan rencana tindak partisipatif dalam rangka PRB oleh konsultan pendamping REKOMPAK-JRF; (5) Setiap pemangku kepentingan melaksanakan peran, tugas dan fungsi secara sinergis dalam pengorganisasian masyarakat dan penyusunan rencana tindak partisipatif dalam rangka PRB. Sasaran kelompok Sasaran kelompok meliputi namun tidak terbatas unsur-unsur sebagai berikut: (1) Komunitas, yaitu BKM/TPK, Tim Inti Perencana (TIP) dan Panitia Pelaksana (PP); (2) Pemerintah desa/kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (LPMD/K), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD); (3) Pemerintah Kecamatan, Penanggung Jawab Operasional Kecamatan (PJOK) dan lain-lain; (4) Walikota/Bupati, Dinas/Badan Terkait, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kabupaten/Kota dan lain-lain; (5) Gubernur, Dinas/Badan Terkait, DPRD Provinsi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi, Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) provinsi dan lain-lain; (6) Konsultan pendamping, mulai dari National Management Consultant (NMC), District Management Consultant (DMC) sampai dengan fasilitator REKOMPAK-JRF.

14 BAB II PENANGGULANGAN BENCANA 2.1. Pengertian Umum Dalam pedoman ini, beberapa pengertian dalam penanggulangan bencana adalah sebagai berikut: (1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis; (2) Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi; (3) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana; (4) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna; (5) Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang; (6) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana; (7) Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat; (8) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana; (9) Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana;

15 (10) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana; (11) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana; (12) Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana; (13) Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum; (14) Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana; (15) Kelompok rentan adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia; (16) Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (17) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; (18) Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (19) Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah Lingkup Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana meliputi dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi: (1) Perencanaan penanggulangan bencana; (2) Pengurangan risiko bencana; (3) Pencegahan; (4) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan; (5) Persyaratan analisis risiko bencana;

16 (6) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; (7) Pendidikan dan pelatihan; (8) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana dalam situasi potensi terjadi bencana meliputi: (1) Kesiapsiagaan; (2) Peringatan dini; (3) Mitigasi. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat meliputi: (1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber daya; (2) Penentuan status keadaan darurat bencana; (3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; (4) Pemenuhan kebutuhan dasar; (5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; (6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Sedangkan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi: (1) Rehabilitasi; (2) Rekonstruksi Peran Serta Masyarakat Dalam penanggulangan bencana masyarakat mempunyai hak, antara lain adalah: (1) Mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; (2) Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana; (3) Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial; (4) Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; (5) Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana. Sedangkan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana antara lain meliputi: (1) Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; (2) Melakukan kegiatan penanggulangan bencana.

17 Pelaksanaan penanggulangan bencana yang berorientasi pada pemberdayaan kemandirian melalui partisipasi masyarakat akan mengarah kepada: (1) Melakukan upaya pengurangan risiko bencana bersama masyarakat di kawasan rawan bencana secara mandiri; (2) Menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan masyarakat di kawasan rawan bencana pada pihak luar; (3) Penanggulangan risiko bencana merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam untuk kelangsungan kehidupan di kawasan rawan bencana; dan (4) Pendekatan multisektor, multidisiplin dan multibudaya.

18 BAB III ORGANISASI PENGURANGAN RISIKO BENCANA 3.1. Pengertian, Bentuk dan Kedudukan A. Pengertian Organisasi pengurangan risiko bencana (OPRB) tidak terlepas dari pemahaman terhadap keberadaan organisasi masyarakat warga (civil society). Organisasi Masyarakat Warga adalah himpunan atau paguyuban masyarakat warga yang diprakarsai dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan/atau menyatakan kepedulian bersama dengan tetap menghargai hak orang lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (independency) terhadap institusi negara, keluarga, agama dan pasar. Ciri utama masyarakat warga sebagai berikut: (1) Adanya kesetaraan, masyarakat terbentuk sebagai himpunan warga yang setara; (2) Tiap warga berhimpun secara proaktif, yaitu telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum bertindak, karena adanya ikatan kesamaan, seperti halnya kepentingan, cita-cita, tujuan dan sebagainya; (3) Tiap warga berhimpun secara sukarela dan bukan karena terpaksa atau adanya paksaan; (4) Membangun semangat saling percaya; (5) Bekerja sama dalam kemitraan; (6) Selalu bersikap saling menghargai keragaman dan hak asasi manusia sebagai dasar membangun sinergi; (7) Menjujung nilai-nilai demokrasi dalam musyawarah setiap pengambilan keputusan; (8) Selalu menjaga dan melestarikan otonomi dan kemerdekaan; (9) Mampu bekerja mandiri. Oleh karena itu, OPRB diharapkan merupakan organisasi masyarakat warga yang diprakarsai, dibentuk dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan/atau menyatakan kepedulian bersama dalam rangka pengurangan risiko bencana tingkat desa/kelurahan. Dengan demikian OPRB adalah nama generik sebuah organisasi masyarakat warga setempat (desa/kelurahan) yang keberadaannya berdasarkan kebutuhan masyarakat, dipercaya oleh masyarakat, dan mencerminkan representasi keseluruhan warga desa/kelurahan yang peduli serta memenuhi kriteria kualitas berdasarkan kriteria kemanusiaan, kapasitas dan kemampuan dalam PRB.

19 B. Bentuk Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pada dasarnya OPRB adalah nama generik sebuah organisasi masyarakat warga setempat (desa/kelurahan) yang keberadaannya berdasarkan kebutuhan masyarakat, dipercaya oleh masyarakat, dan mencerminkan representasi keseluruhan warga desa/kelurahan yang peduli serta memenuhi kriteria kualitas berdasarkan kriteria kemanusiaan, kapasitas dan kemampuan dalam PRB. Oleh karena itu, bentuk OPRB ini pada dasarnya tergantung pada kesepakatan yang dibangun oleh masyarakat desa/kelurahan setempat. OPRB ini dapat mempunyai struktur organisasi sebagaimana layaknya organisasi masyarakat dengan mengacu lingkup penangulangan bencana atau lingkup PRB. Proses pembentukan struktur organisasi sebagaimana sebuah organisasi warga yaitu melalui mekanisme rembug warga. C. Kedudukan Sebagaimana organisasi masyarakat warga desa/kelurahan maka kedudukan OPRB tidak berada dalam struktur BKM/TPK atau pemerintah desa melainkan mandiri sebagaimana sebuah organisasi masyarakat warga. Dengan demikian, keanggotaan OPRB terbuka bagi setiap warga dalam satu kesatuan wilayah desa/kelurahan, baik itu dari unsur-unsur dari TIP, PP, relawan Rekompak JRF, pemerintahan desa/kelurahan maupun unsur-unsur organisasi masyarakat lainnya seperti halnya Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang mempunyai status sebagai warga desa/kelurahan setempat. Keberadaan OPRB tidak dapat dipisahkan dari BKM/TPK, TIP, PP dan relawan REKOMPAK-JRF serta pemerintahan desa/kelurahan. Bentuk hubungan antara OPRB dengan BKM/TPK atau pemerintahan desa/kelurahan adalah hubungan koordinasi berdasarkan asas kemitraan (partnership) dan saling ketergantungan (interdependency) sebagaimana hubungan OPRB dengan berbagai organisasi masyarakat lainnya, termasuk diantaranya adalah Taruna Siaga Bencana (Tagana) Mekanisme Pembentukan BKM/TPK adalah pemrakarsa atau inisiator dan pelaku utama pembentukan OPRB. BKM/TPK bekerjasama dengan pemerintah desa dalam melaksanakan pembentukan OPRB. Mengingat OPRB merupakan organisasi masyarakat warga yang terbuka di tingkat desa/kelurahan maka harus dipastikan bahwa pelaksanaan pembentukan OPRB mengikuti prinsip keterbukaan dan demokratis serta mendayagunakan sumber daya setempat. Beberapa kegiatan penting yang perlu dilakukan sebelum pembentukan OPRB antara lain adalah: (1) Penggalian gagasan/masukan mengenai nama dan kriteria anggota OPRB baik di tingkat desa/kelurahan maupun tingkat basis (dusun) (2) Penyepakatan nama dan kriteria anggota OPRB.

20 Secara garis besar proses pembentukan OPRB meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut: (1) BKM/TPK membentuk panitia pelaksana penjaringan calon anggota OPRB (2) BKM/TPK melaksanakan pengumuman penjaringan calon anggota OPRB secara terbuka kepada warga desa/kelurahan baik di tingkat desa dan dusun. (3) BKM/TPK melaksanakan seleksi terhadap semua calon anggota PRB sesuai dengan kriteria anggota OPRB yang telah ditetapkan dalam rembug kesepakatan. (4) BKM/TPK melaksanakan sosialisasi hasil seleksi calon anggota OPRB kepada warga. (5) BKM/TPK melaksanakan rembug warga penetapan anggota OPRB tingkat desa/kelurahan. Untuk menghindari munculnya konflik kepentingan maka sebaiknya anggota BKM/TPK atau sekretariat BKM/TPK tidak menjadi atau merangkap sebagai anggota OPRB. Penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah pembentukan OPRB dapat dilihat pada Bab IV Struktur Organisasi dan Tata Peran A. Struktur Organisasi Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa OPRB ini dapat mempunyai struktur organisasi sebagaimana layaknya organisasi masyarakat dengan mengacu lingkup penangulangan bencana atau lingkup PRB. Proses pembentukan struktur organisasi sebagaimana sebuah organisasi warga yaitu melalui mekanisme rembug warga. Hendaknya struktur organisasi ini mengacu pada lingkup peran, tugas dan fungsi OPRB dalam koridor penanggulangan bencana sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 24/2007 dan PP No. 21/2008 yaitu prabencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Walaupun demikian, dalam pelaksanaan proses penyusunan struktur organisasi hendaknya dilakukan konsultasi kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat kabupaten/kota dan/atau komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan PRB lainnya. B. Tata Peran Pada dasarnya tugas dan fungsi OPRB adalah menjabarkan pengurangan risiko bencana yang telah disusun oleh TIP dalam dokumen Rencana Penataan Permukiman (RPP) desa/kelurahan ke dalam bentuk rencana tindak PRB serta mengelola pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam rencana tindak tersebut. Namun demikian apabila berdasarkan penilaian OPRB program PRB yang tertuang RPP belum memenuhi lingkup PRB maka OPRB berkewajiban melaksanaan pemetaan swadaya dan analisis secara lebih khusus mengenai PRB serta menyusun program PRB yang lebih terpadu di tingkat desa/kelurahan, yang kemudian menjadi rujukan bagi penyusunan rencana tindak PRB sekaligus sebagai masukan bagi penyempurnaan RPP.

21 Secara garis besar, tugas dan fungsi OPRB dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Menyusun rencana kerja OPRB Dalam menjalankan tugas dan fungsinya maka OPRB wajib menyusun rencana kerja dengan mempertimbangkan tugas dan fungsi BKM/TPK, pemerintahan desa serta organisasi pengurangan risiko bencana lainnya. (2) Review RPP OPRB berkewajiban melaksanakan review RPP untuk mengurai dan mengkaji program PRB yang tertuang dalam RPP. Review tidak hanya mencakup pada program-program yang tertuang pada RPP tetapi juga relevansi program-program PRB yang ada dalam PRB dengan peraturan dan perundangan yang berlaku serta program-program penanggulangan bencana yang ada, khususnya ditingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, dalam review ini sebaiknya OPRB melaksanakan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan PRB lainnya, baik di tingkat desa/kelurahan maupun kabupaten/kota. (3) Menyusun rencana tindak PRB desa/kelurahan Sebagai organisasi masyarakat warga yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan pengurangan risiko bencana tingkat desa/kelurahan maka OPRB wajib menyusun rencana tindak pengurangan risiko bencana. Dalam melaksanakan penyusunan rencana tindak PRB, OPRB wajib melalui koordinasi secara intensif dengan BKM/TPK dan pemerintah desa, dan merujuk pada kaidah-kaidah dan tata peraturan dan perundangan penanggulangan bencana yang berlaku serta RPP desa/kelurahan. Rencana tindak yang telah disusun oleh OPRB selanjutnya disampaikan kepada BKM/TKP untuk dibawa ke rembug warga atau uji publik. Setelah uji publik, BKM/TPK menetapkan dan mengesahkan rencana tindak sebagai bagian dari dokumen rencana yang akan dijabarkan ke dalam DTPL. OPRB bersama BKM/TPK dapat mengajukan dokumen rencana tindak PRB ini ke pemerintahan desa/kelurahan untuk mendapatkan legalitas sebagai dokumen rencana tindak PRB desa/kelurahan yang mengikat secara hukum. (4) Mengelola pelaksanaan kegiatan PRB sebagaimana yang tertuang dalam rencana tindak PRB desa/kelurahan. Dalam melaksanakan rencana tindak maka OPRB bekerjasama dengan BKM/TPK wajib melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut: a. Pembentukan panitia pelaksana kegiatan. b. Panitia pelaksana kegiatan ini menyusun proposal teknis kegiatan sebagai suatu dokumen teknis yang selanjutnya menjadi bagian dari dokumen teknis pembangunan lingkungan (DTPL). Panitia pelaksana dapat dibentuk lebih dari satu berdasarkan kebutuhan di lapangan. c. Melakukan verifikasi dan penilaian terhadap proposal teknis yang disusun oleh panitia pelaksana.

22 d. Mengumpulkan dan menyampaikan semua proposal teknis kepada BKM/TPK untuk menjadi bagian dari DTPL. e. Memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh panitia pelaksana. (5) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerja unit dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya (berdasarkan rencana tindak) kepada BKM/TPK. dan pemerintahan desa.

23

24 BAB IV LANGKAH-LANGKAH PENGORGANISASIAN OPRB 4.1. Persiapan Langkah 1 Traning of Trainer (TOT) TOT dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai penanggulangan bencana dan pengorganisasian PRB serta pengetahuan dan keterampilan mengenai pelatihan kepada calon pemandu pelatihan pengorganisasian PRB. Beberapa kegiatan yang penting yang perlu dilaksanakan sebelum pelaksanaan TOT ini adalah: (1) Perumusan dan penetapan kriteria calon pemandu. (2) Seleksi dan penetapan calon pemandu (3) Penyusunan modul TOT. Tujuan (1) Tim pemandu menguasai pengetahuan dan pemahaman filosofi, pengertian, tujuan dan lingkup serta tata peraturan dan perundangan penanggulangan bencana. (2) Tim pemandu menguasai pengetahuan, pamahaman dan keterampilan pengorganisasian PRB. (3) Tim pemandu menguasai teknik serta etika pelatihan pengorganisasian PRB bagi fasilitator. (4) Tim pemandu menguasai keterampilan merancang pelatihan pengorganisasian PRB bagi fasilitator. Sasaran kelompok Calon pemandu yang terseleksi. Keluaran Tim pemandu yang terlatih dan siap menjalankan pelatihan PRB bagi fasilitator Langkah 2 Pelatihan PRB bagi Fasilitator Pelatihan PRB bagi fasilitator dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai penanggulangan bencana pengorganisasian PRB serta

25 meningkatkan kemampuan dan keterampilan pengorganisasian komunitas dalam rangka penataan lingkungan permukiman yang berorientasi pada PRB kepada fasilitator Rekompak. Tujuan (1) Tim fasilitator menguasai pengetahuan dan pemahaman filosofi, pengertian, tujuan dan lingkup serta tata peraturan dan perundangan penanggulangan bencana. (2) Tim fasilitator menguasai pengetahuan, pamahaman dan keterampilan pengorganisasian PRB. (3) Tim fasilitator menguasai teknik dan etika pelatihan pengorganisasian PRB bagi masyarakat desa/kelurahan (4) Tersusunnya rencana kegiatan tindak lanjut (RKTL) Sasaran kelompok Seluruh fasilitator REKOMPAK-JRF. Keluaran (1) Tim fasilitator yang terlatih dan siap menjalankan kegiatan fasilitasi dan pelatihan pengorganisasian PRB di wilayah kerjanya. (2) RKTL Langkah 3 Pelatihan PRB bagi BKM/TPK, TIP dan PP Pelatihan PRB bagi BKM/TPK, TIP dan PP dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai penanggulangan bencana dan pengorganisasian PRB serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan pengorganisasian komunitas dalam rangka penataan lingkungan permukiman yang berorientasi pada PRB kepada BKM/TPK, TIP, dan PP. Tujuan (1) Anggota BKM/TPK, TIP dan PP menguasai pengetahuan dan pemahaman filosofi, pengertian, tujuan dan lingkup serta tata peraturan dan perundangan penanggulangan bencana. (2) Anggota BKM/TPK, TIP dan PP menguasai pengetahuan, pamahaman dan keterampilan pengorganisasian PRB. (3) Anggota BKM/TPK, TIP dan PP mempunyai kesepakatan terhadap kesediaan dan kesiapan untuk melaksanakan pengorganisasian PRB di tingkat desa/kelurahan (4) Tersusunnya rencana kegiatan tindak lanjut (RKTL). Sasaran kelompok Seluruh anggota BKM/TPK, TIP dan PP.

26 Keluaran (1) Anggota BKM/TPK, TIP dan PP yang terlatih dan siap melaksanakan pengorganisasian PRB (2) RKTL 4.2. Pelaksanaan Langkah 1 Sosialisasi Tingkat Desa Kegiatan sosialisasi tingkat desa diselenggarakan oleh BKM/TPK bekerjasama dengan pemerintah desa/kelurahan. Sosialisasi tingkat desa ini dimaksudkan: (1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai penanggulangan bencana dan pentingnya pengorganisasian PRB kepada warga desa/kelurahan. (2) Memberikan fasilitasi bagi warga desa/kelurahan dalam melakukan identifikasi bentuk dan kriteria anggota OPRB. Tujuan (1) Warga desa mempunyai kesadaran, pengetahuan dan pemahaman mengenai penanggulangan bencana pengorganisasian PRB. (2) Warga desa menyepakati indikasi bentuk dan kriteria anggota OPRB Sasaran Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan, kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan warga desa/kelurahan lainnya. Keluaran Berita acara kesepakatan mengenai indikasi bentuk dan kriteria anggota OPRB Langkah 2 Sosialisasi Tingkat Basis Kegiatan sosialisasi di tingkat dusun diselenggarakan oleh BKM/TPK bekerjasama dengan kepala dusun. Sosialisasi tingkat basis (dusun) ini dimaksudkan (1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai penanggulangan bencana dan pentingnya pengorganisasian PRB kepada warga di tingkat dusun (2) Memberikan informasi hasil sosialisasi di tingkat desa kepada warga tingkat dusun. (3) Mendorong munculnya warga sebagai calon anggota OPRB.

27 Tujuan (1) Warga di tingkat dusun mempunyai kesadaran, pengetahuan dan pemahaman mengenai penanggulangan bencana pengorganisasian PRB. (2) Warga di tingkat dusun mengetahui dan memahami hasil sosialisasi di tingkat desa/kelurahan. (3) Warga tingkat dusun menerima dan menyepakati indikasi kriteria calon anggota OPRB. Sasaran RT/RW, warga, relawan dan kelompok perempuan dan kelompok warga lainnya di tingkat dusun. Keluaran Berita acara kesepakatan terhadap indikasi bentuk dan kriteria anggota OPRB Langkah 3 Rembug Kesiapan Pembentukan OPRB Setelah rangkaian sosialisasi di tingkat desa dan dusun maka BKM/TPK bekerja sama dengan pemerintah desa melaksanakan rembug kesepakatan warga mengenai pembentukan PRB. Rembug kesepakatan warga dimaksudkan: (3) Membangun kesiapan untuk menerima dan melaksanakan pembentukan OPRB (4) Membangun kesepakatan warga desa/kelurahan mengenai bentuk dan kriteria anggota OPRB (5) Membangun komitmen untuk mendukung kinerja PRB dalam bentuk kontrak sosial (6) Mendorong warga untuk menyusun dan menyepakati RKTL Tujuan (1) Warga menyepakati komitmen dan kesiapan pengorganisasian OPRB dalam bentuk kontrak sosial. (2) Warga menyepakati bentuk dan kriteria anggota OPRB (3) Warga menyepakati RKTL pembentukan OPRB. Sasaran Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan, kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan warga desa/kelurahan lainnya.

28 Keluaran (1) Berita acara kontrak sosial. (2) Berita acara kesepakatan bentuk dan kriteria anggota OPRB. (3) Berita acara kesepakatan RKTL. Langkah 4 Pembentukan OPRB Berdasarkan hasil rembug kesepakatan warga serta RKTL yang telah disusun dan disepakati oleh warga maka BKM/TPK melaksanakan rangkaian kegiatan pembentukan OPRB. Pembentukan OPRB terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) BKM/TPK membentuk panitia pelaksana penjaringan anggota OPRB (2) BKM/TPK melaksanakan pengumuman penjaringan anggota OPRB secara terbuka kepada warga desa/kelurahan. (3) BKM/TPK melaksanakan seleksi terhadap semua calon anggota PRB sesuai dengan kriteria anggota OPRB yang telah ditetapkan dalam rembug kesepakatan. (4) BKM/TPK melaksanakan sosialisasi hasil seleksi calon anggota OPRB kepada warga. (5) BKM/TPK melaksanakan rembug warga penetapan anggota OPRB tingkat desa. Keluaran Terbentuknya OPRB Dalam hal pembentukan OPRB, DMC berkewajiban menyusun tata cara pembentukan OPRB secara rinci. Langkah 5 Pelatihan PRB bagi OPRB Setelah terbentuknya OPRB maka DMC berkewajiban melaksanakan pelatihan PRB bagi OPRB. Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman selingkup penanggulangan bencana, penataan lingkungan permukiman yang berorientasi pada PRB serta meningkatan kemampuan pengorganisasian komunitas dalam rangka penataan lingkungan permukiman yang berorientasi pada PRB. Tujuan (1) Anggota OPRB menguasai pengetahuan dan pemahaman filosofi, pengertian, tujuan dan lingkup serta tata peraturan dan perundangan penanggulangan bencana. (2) Anggota OPRB menguasai pengetahuan, pamahaman dan keterampilan pengorganisasian PRB. (3) Anggota OPRB menguasai keterampilan penyusunan rencana tindak pengurangan risiko bencana (4) Tersusunnya rencana kegiatan tindak lanjut (RKTL)

29 Sasaran kelompok Seluruh anggota OPRB. Keluaran (1) Anggota BKM/TPK, TIP dan PP yang terlatih dan siap melaksanakan pengorganisasian PRB. (2) RKTL. Secara lebih rinci langkah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rincian Langkah Pengorganisasian OPRB No Kegiatan Pelaku Keluaran Keterangan A. Persiapan 1. TOT bagi Pemandu 2. Pelatihan PRB bagi Fasilitator Penanggungjawab: NMC Penyelenggara: NMC Peserta: TA DMC yang terseleksi Penanggunjawab: DMC Penyelenggara: Korlap/DMC Peserta: Fasilitator Calon pemandu yag terseleksi. Tim fasilitator yang terlatih dan siap menjalankan kegiatan fasilitasi dan pelatihan pengorganisasian PRB di wilayah kerjanya. RKTL Perlu modul pelatihan Bukti verifikasi: 1. Daftar hadir 2. Laporan Hasil Kegiatan Perlu modul pelatihan Bukti verifikasi: 1. Daftar hadir 2. Laporan Hasil Kegiatan 3. Pelatihan PRB bagi BKM/TPK, TIP dan PP B. Pelaksanaan 1. Sosialisasi Tingkat Desa Penanggungjawab: DMC Penyelenggara: Tim Fasilitator Peserta: BKM/TPK, TIP dan PP Penanggungjawab: BKM/TPK Penyelenggara: BKM/TPK dan pemerintah desa Peserta: Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan, kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan warga desa/kelurahan lainnya. Anggota BKM/TPK, TIP dan PP yang terlatih dan siap melaksanakan pengorganisasian PRB RKTL Berita acara kesepakatan kebutuhan membentuk OPRB Berita acara kesepakatan mengenai indikasi bentuk dan kriteria anggota OPRB Perlu modul pelatihan Bukti verifikasi: 1. Daftar hadir 2. Laporan Hasil Kegiatan Indikator: rasio peserta dalam rembug terhadap jumlah penduduk dewasa dengan sasaran 10% 2. Sosialisasi Tingkat Dusun Penanggungjawab: BKM/TPK Penyelenggara: Berita acara kesepakatan terhadap indikasi bentuk dan kriteria anggota OPRB Indikator: rasio peserta dalam rembug terhadap jumlah

30 No Kegiatan Pelaku Keluaran Keterangan pemerintah desa Peserta: RT/RW, warga, relawan dan kelompok perempuan dan kelompok warga lainnya tingkat di tingkat dusun. penduduk dewasa dusun dengan sasaran 10% 3. Rembug Kesiapan Pembentukan OPRB 4. Pembentukan OPRB 5. Pelatihan PRB bagi OPRB Penanggungjawab: BKM/TPK Penyelenggara: BKM /TPK dan pemerintah desa Peserta: Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan, kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan warga desa/kelurahan lainnya. Penanggungjawab: BKM/TPK Penyelenggara: Panitia Pembentukan Penanggungjawab: DMC Penyelenggara: Tim Fasilitator Peserta: Anggota OPRB Berita acara kontrak sosial. Berita acara kesepakatan bentuk dan kriteria anggota OPRB. Berita acara kesepakatan RKTL. Perlu SOP Bukti verifikasi: 1. Daftar hadir 2. Berita acara kesepakatan Terbentuknya OPRB Perlu SOP Bukti verifikasi: 1. Pengumuman rekruitmen 2. Calon anggota 3. Hasil seleksi 4. Berita acara penetapan anggota 5. Berita acara pembentukan Anggota BKM/TPK, TIP Perlu modul pelatihan dan PP yang terlatih dan Bukti verifikasi: siap melaksanakan 1. Daftar hadir pengorganisasian PRB 2. Laporan Hasil RKTL Kegiatan

31 Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan Bagan 1 Alur Langkah Pengorganisasian OPRB Calon Pemandu Terseleksi TOT Sosialisasi Tingkat Desa Pelatihan PRB bagi Fasilitator Sosialisasi Tingkat Basis Pelatihan PRB bagi BKM/TPK, TIP dan PP Rembug Kesepakatan Pembentukan OPRB TIDAK YA Pembentukan OPRB Pelatihan OPRB

32 BAB V P E N U T U P Pada dasarnya pedoman ini, secara khusus dimaksudkan sebagai panduan PRB pada pelaksanaan proyek REKOMPAK-JRF, namun demikian pedoman ini terbuka untuk digunakan atau dirujuk sebagai panduan dalam pelaksanaan kegiatan di luar Rekompak JRF oleh semua pihak. Pedoman ini terbuka terhadap berbagai masukan bagi penyempurnaan pedoman. Hal-hal yang belum termuat dalam pedoman ini akan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk standar operasional prosedur (SOP) atau tata cara.

33

34 TATA CARA SIMULASI TANGGAP BENCANA A. Latar Belakang Pelaksanaan REKOMPAK-JRF telah memasuki tahap implementasi, bahkan telah pula memasuki tahap replikasi REKOMPAK-JRF. Desa/kelurahan-desa/kelurahan sasaran telah melaksanakan implementasi bantuan dana lingkungan tahap ketiga. Di sisi lain beberapa desa/kelurahan replikasi sedang memasuki tahap persiapan penyusunan rencana penataan permukiman. Dengan demikian beberapa beberapa komponen rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur tersier lingkungan permukiman berbasis pengurangan risiko bencana telah selesai direalisasikan. Komponen komponen infrastruktur yang telah terbangun merupakan sebagian dari upaya pemenuhan kegiatan pengurangan risiko bencana. Komponen lainnya yang lebih penting adalah kecukupan pengetahuan dan pemahaman serta tindak nyata warga terkait pengurangan risiko bencana serta fungsi dari infrastruktur lingkungan permukiman yang telah terbangun. Pada dasarnya komponen komponen infrastruktur terbangun merupakan sebagian dari upaya pemenuhan kegiatan pengurangan risiko bencana. Namun di sisi lain tingkat kecukupan pengetahuan dan pemahaman serta tindak nyata warga terkait pengurangan risiko bencana masih belum seimbang dengan prasarana dasar lingkungan permukiman yang telah terbangun. Mempertimbangkan akan pentingnya kecukupan pengetahuan, pemahaman serta tindak nyata warga secara berkelanjutan terkait dengan pengurangan risiko bencana, maka perlu upaya peningkatan kecukupan pengetahuan dan pemahaman serta keterampilan warga dalam menghadapi bencana. Salah satu kegiatan yang dirasakan perlu adalah melakukan simulasi bencana di tingkat komunitas dan/atau desa/kelurahan. B. Pengertian Pada dasarnya kegiatan simulasi adalah kegiatan yang diciptakan seolah sebagai suatu kegiatan yang nyata dengan maksud untuk menguji sesuatu. Simulasi tanggap bencana merupakan merupakan alat atau instrumen untuk menguji tingkat pengetahuan, pemahaman, respon dan tindakan warga ketika akan, saat dan pasca terjadi bencana.

35 C. Maksud dan Tujuan Maksud diadakannya kegiatan simulasi ini adalah sebagai berikut: (1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kesiapsiagaan kebencanaan baik di tingkat masyarakat maupun pemerintahan desa/kelurahan. (2) Mendorong peningkatan kapasitas warga dan pemerintah desa/kelurahan dalam melakukan tindakan antisipatif menghadapi bencana. (3) Memberikan keterampilan masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan dalam menghadapi bencana. (4) Menguji fungsi komponen insfrastruktur lingkungan permukiman yang telah terbangun melalui REKOMPAK-JRF. Tujuan (1) Masyarakat dan aparat pemerintahan desa/kelurahan mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai kesiapsiagaan kebencanaan. (2) Masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan mempunyai kapasitas yang lebih memadai dalam menghadapi bencana. (3) Masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan mempunyai keterampilan dalam menghadapi bencana. (4) Komponen infrastruktur berfungsi sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana. D. Sasaran (1) Warga desa pada umumnya (dimulai dari tingkat individu dan keluarga) (2) Unsur pemerintahan desa (pemerintah desa/kelurahan dan BPD/LKMDesa/Kelurahan) (3) Warga dusun, RT/RW (4) Kelompok perempuan (5) Pemangku kepentingan PRB lainnya (Tagana dll) (6) BPBD kabupaten/kota E. Langkah-Langkah a. Persiapan Pelaku utama dan penanggungjawab pelaksanaan kegitan persiapan ini adalah organisasi pengurangan risiko bencana (OPRB). Dalam melaksanakan kegiatankegiatan ini OPRB wajib bekerjasama dengan BKM/TPK dan pemerintahan desa/kelurahan serta BPBD kabupaten/kota serta pemangku kepentingan PRB lainnya (PMI, Tagana dll).

36 Kegiatan persiapan simulasi bencana mencakup beberapa kegiatan, yaitu: Langkah 1 Pemilihan dan Penetapan Lokasi Simulasi Kegiatan adalah kegiatan pemilihan dan penetapan lokasi pelaksanaan simulasi. Dalam pemilihan lokasi ini hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain: (1) Titik potensi bencana (sumber bencana) (2) Konsentrasi/sebaran tempat tinggal penduduk (hunian) (3) Prasarana dan sarana yang ada (khususnya yang terbangun melalui BDL) Keluaran Lokasi pelaksanaan simulasi Langkah 2 Identifikasi dan Pemetaan Prasarana dan Sarana Merupakan kegiatan pemetaan prasarana dan sarana mitigasi bencana yang telah terbangun dan/atau yang mempunyai potensi untuk difungsikan sebagaimana prasarana dan sarana mitigasi bencana. Keluaran (1) Daftar identifikasi prasarana dan sarana yang layak untuk mendukung kegiatan simulasi (2) Peta prasarana dan sarana yang layak mendukung kegiatan simulasi Langkah 3 Pengumpulan Data Kependudukan dan Pemangku Kepentingan PRB Data kependudukan yang diperlukan mencakup: (1) Data jumlah penduduk (termasuk usia dan kondisi fisik/kejiwaannya) dan sebarannya (2) Ragam aktivitas penduduk dan lokasi aktivitasnya (3) Data pemangku kepentingan PRB lain (Tagana, BPBD dll) Keluaran Profil penduduk dan pemangku kepentingan PRB beserta aktivitasnya Langkah 4 Menyusun Clustering Area Yang dimaksud dengan clustering area adalah pengelompokan prasarana dan sarana yang ada berdasar kapasitas dan radius pelayanannya dalam memfasilitasi partisipan simulasi. Dokumen rujukan wajib penyusunan clustering area adalah dokumen RPP.

37 Keluaran Peta clustering area Langkah 5 Menyusun Skenario Simulasi Pada dasarnya skenario peristiwa bencana tergantung pula dengan karakter bencana yang diasumsikan (gempa bumi, gempa bumi dan tsunami, banjir, longsor dan sebagainya). Skenario simulasi paling tidak mencakup: (1) Jenis bencana (2) Urutan peristiwa bencana (sebelum, selama dan sesudah peristiwa) (3) Respon dan tindakan yang diperlukan sesuai dengan urutan peristiwa bencana (4) Partisipan pada setiap urutan peristiwa bencana Keluaran (1) Skenario simulasi bencana dalam bentuk tabel rinci. (2) Kesepakatan dan ketetapan skenario simulasi yang tertuang dalam berita acara Contoh tabel skenario simulasi bencana NO WAKTU PERISTIWA ( AKTIVITAS) RESPON / TINDAKAN PARTISIPAN CATATAN Langkah 6 Menyusun Proposal Teknis Simulasi Sebelum pelaksanaan kegiatan simulasi bencana ini maka BKM/TPK bersama OPRB wajib menyusun proposal teknis simulasi. Proposal teknis tersebut memuat informasi yang lengkap terkait dengan skenario peristiwa bencana, penanggungjawab kegiatan serta anggaran biaya pelaksanaan kegiatan. Proposal teknis selanjutnya menjadi bagian dari DTPL yang akan diverifikasi dan disetujui oleh DMC dan/atau DMC dan NMC. Keluaran Proposal teknis simulasi bencana

38 b. Pelaksanaan Langkah 1 Pembentukan Panitia Pelaksana Pembentukan Panitia Pelaksana seperti halnya pada pembentukan panitia pelaksanaan BDL, yaitu dilaksanakan paling tidak setelah DTPL tersusun. Dalam pembentukan panitia pelaksana, OPRB bekerja sama dengan BKM/TPK serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya. Susunan pengurus panitia pelaksana paling tidak terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan simulasi bencana yang dirancang. Sebaiknya disiapkan pula tim pemantau yang nantinya bertugas mengamati dan mencatat proses pelaksanaan simulasi. Keluaran Panitia Pelaksana Langkah 2 Pelatihan Panitia Pelaksana Fasilitator bersama OPRB dan BKM/TPK wajib melaksanakan pelatihan simulasi bencana bagi panitia pelaksana. Keluaran (1) Panitia memahami tugas dan wewenangnya (2) Panitia mengetahui dan memahami rencana simulasi bencana (3) Panitia mempunyai RKTL Dalam pelatihan panitia pelaksana, OPRB bekerja sama dengan BKM/TPK serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya. Langkah 3 Sosialisasi Tingkat Desa Tujuan dari kegiatan sosialisasi tingkat desa ini adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai rencana dan skenario simulasi bencana di tingkat desa/ kelurahan. Keluaran (1) Peserta sosialisasi menyadari dan memahami rencana simulasi bencana (2) Peserta sosialisasi menyepakati dan bersedia untuk mendukung dan terlibat dalam kegiatan simulasi bencana yang dituangkan dalam berita penyepakatan dan kesediaan Dalam pelaksanaan sosialisasi tingkat desa ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan OPRB, BKM/TPK serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENDAMPINGAN PENANGANAN KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR REKOMPAK JRF

PEDOMAN PENDAMPINGAN PENANGANAN KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR REKOMPAK JRF PEDOMAN PENDAMPINGAN PENANGANAN KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR REKOMPAK JRF Jl. Melati No. 173A Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok Sleman Telp : (0274) 433 2012, Fax : (0274) 433 2467 E-mail : Pengaduanjrf_nmc@yahoo.com

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN WALIKOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BKPBD) KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG DUNIA USAHA TANGGUH BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA BUPATI KARANGANYAR, ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 Direncanakan oleh : Kasubbag Kelembagaan, IBRAHIM, S. Sos NIP. 520 010 396 Disetujui oleh : Kepala Bagian Organisasi, TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 11 2014 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH, QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Memorandum of Understanding

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH SALINAN NOMOR 44, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT OPERASIONAL DAN UNIT PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG RANCANGAN Menimbang : a. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.14,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Peran serta, Lembaga Usaha, penyelenggaraan, penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa secara geografis,

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG URAIAN TUGAS UNSUR UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGADA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten mempunyai

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSIRIAU NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

PERATURAN DAERAH PROVINSIRIAU NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA ALAM PERATURAN DAERAH PROVINSIRIAU NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNURRIAU, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG 1 SALINAN WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS UNSUR-UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH terjadi. 2 Setiap bencana yang timbul perlu dilakukan penanggulangan guna meminimalisir PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH kendarinews.com I. PENDAHULUAN adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis, geologis,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa perlunya penyelenggaraan penanggulangan

Lebih terperinci

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un No.1443, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Pendanaan. Rehabilitasi. Rekontruksi. Pasca bencana. Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat. Hibah. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci