BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru
|
|
- Utami Hartono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru (Anondo, 1995) Penyebab Tuberkulosis Kuman ini berbentuk batang, mampunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002) Cara Penularan Tuberkulosis Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
2 Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2002) Risiko Penularan Tuberkulosis Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia bervariasi, antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2002) Riwayat Terjadinya Tuberkulosis a Infeksi Primer Infeksi primer terjadi pada seseorang yang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis. Droplet yang terhisap sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiller bronkus dan terus berjalan sampai di alveolus terminalis dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadi infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu (Depkes RI, 2010).
3 b. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary Tuberculosis) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2002) Diagnosis Penderita Tuberkulosis a. Gejala-gejala Tuberkulosis Menurut Muherman (2002) gejala-gejala tuberkulosis yaitu : batuk, sering flu, berat badan turun, sakit dinding dada, demam dan berkeringat, nafas pendek dan rasa lelah. Sedangkan menurut Tjokronegoro dan Utama (2001), bahwa gejala-gejala yang terbanyak adalah : demam, sesak napas, batuk/batuk berdarah dan nyeri dada Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita a. Klasifikasi Penyakit 1) Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis Paru BTA Positif. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosisi Paru BTA Negatif. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif. TBC Paru
4 Negatif Rotgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan. 2) Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis ektra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Tuberkulosis ekstra paru dibagi lagi pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu tuberkulosis ekstra paru ringan dan tuberkulosis ekstra paru berat (Depkes RI, 2002). b. Tipe Penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Menurut Depkes RI (2002). Tipe penderita dibagi dalam : 1) Kasus Baru adalah penderita yang tidak mendapat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lebih dari satu bulan. 2) Kasus Kambuh (relaps) adalah penderita yang pernah dinyatakan sembuh dari tuberkulosis tetapi kemudian timbul lagi tuberkulosis aktifnya. 3) Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih. Gagal adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. 4) Kasus Kronik adalah penderita yang BTA-nya tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang lengkap yang disupervisi dengan baik.
5 Menurut Depkes RI (2002), tipe penderita dibagi ke dalam beberapa tipe, yaitu kasus baru; kambuh (relaps); pindahan (transfer in); putus minum obat (dropout); gagal dan kasus kronik. c. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis 1) Pnemutoraks spontan terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. 2) Kor pulmunale adalah gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. 3) Aspergilomata dimana kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh kadang-kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi dengan jamur Aspergillus fumigatus (Muherman, 2002). 4) Hemoptis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 5) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkhial. 6) Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan) pada paru. 7) Insufisiensi Kardio Pulmoner. 8) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya (Depkes RI, 2002).
6 2.2 Manajemen Laboratorium Tuberkulosis Laboratorium tuberkulosis yang merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan mempunyai peran penting dalam Penanggulangan Tuberkulosis berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien TB Paru, pemantauan keberhasilan pengobatan serta menetapkan hasil akhir pengobatan (Depkes RI, 2007). Diagnosis TB Paru melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium (Depkes RI, 2007). Untuk mendukung kinerja penanggulangan, diperlukan ketersediaan Laboratorium Tuberkulosis dengan pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya dan terjangkau di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan manajemen laboratorium tuberkulosis adalah untuk meningkatkan penerapan manajemen laboratorium tuberkulosis yang baik di setiap jenjang laboratorium dalam upaya melaksanakan pelayanan laboratorium yang bermutu dan mudah dijangkau oleh masyarakat (Depkes RI, 2007). Ruang lingkup manajemen laboratorium tuberkulosis meliputi beberapa aspek yaitu; Organisasi pelayanan laboratorium Tuberkulosis, Sumber daya laboratorium, Kegiatan laboratorium, Pemantapan mutu laboratorium tuberkulosis, Keamanan dan
7 kebersihan laboratorium, dan monitoring (pemantauan) dan evaluasi (Depkes RI, 2007) Organisasi Pelayanan Laboratorium Tuberkulosis a. Jejaring Laboratorium TB Laboratorium tuberkulosis tersebar luas dan berada disetiap wilayah, mulai dari tingkat Kecamatan, Kab/Kota, Propinsi, dan Nasional, yang berfungsi sebagai laboratorium pelayanan kesehatan dasar, rujukan maupun laboratorium pendidikan/penelitian. Setiap laboratorium yang memberikan pelayanan pemeriksaan tuberkulosis mulai dari yang paling sederhana, yaitu pemeriksaan apusan secara mikroskopis sampai dengan pemeriksaan paling mutakhir seperti PCR, harus mengikuti acuan/standar. Oleh karena itu diperlukan jejaring laboratorium tuberkulosis untuk menjamin pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai standar. Dengan demikian setiap pasien tuberkulosis akan mendapatkan pelayanan yang prima (Depkes RI, 2007). Masing-masing laboratorium di dalam jejaring tuberkulosis memiliki fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab yang saling berkaitan, mencakup standard mutu pelayanan dan Quality Assurance (QA). Sistem jejaring laboratorium dalam Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia memakai sistem pendekatan fungsi (Depkes RI, 2007). Sistem jejaring laboratorium TB adalah sebagai berikut: a. Laboratorium mikroskopis TB.Paru pada Unit Pelayanan Kesehatan (UPK).
8 (1) UPK dengan kemampuan pelayanan laboratorium hanya pembuatan sediaan apusan dahak dan fiksasi. Misalnya: Puskesmas Satelit (PS). (2) UPK dengan kemampuan pelayanan laboratorium mikroskopis deteksi Basil Tahan Asam (BTA), dengan pewarnaan Ziehl Neelsen dan pembacaan skala IUATLD. Contoh: Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), Rumah Sakit, BP4, RSP dan lain-lain. (3) Mutu pemeriksaan laboratorium ini akan ditera oleh laboratorium rujukan uji silang, dapat dilaksanakan oleh laboratoium kesehatan daerah, laboratorium di salah satu Rumah Sakit, BP4 ataupun Rumah Sakit Paru (RSP). b. Laboratorium rujukan uji silang mikroskopis (1) Laboratorium ini melaksanakan pemeriksaan mikroskopis BTA seperti pada laboratorium UPK ditambah dengan melakukan uji silang mikroskopis dari laboratorium UPK binaan dalam sistem jejaring. (2) Laboratorium rujukan uji silang mempunyai sarana, pelaksana dan kemampuan yang memenuhi kriteria laboratorium rujukan uji silang mikroskopis. c. Laboratorium rujukan Provinsi (1) Laboratorium ini melakukan pemeriksaan seperti laboratorium uji silang mikroskopis dan memberikan pelayanan pemeriksaan isolasi, identifikasi, uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis dari spesimen dahak.. (2) Laboratorium rujukan propinsi melakukan uji silang hasil pemeriksaan mikroskopis laboratorium rujukan uji silang.
9 (3) Laboratorium rujukan propinsi melakukan uji silang ke II jika terdapat kesenjangan antara hasil pemeriksaan mikroskopis Lab UPK dan laboratorium rujukan uji silang d. Laboratorium rujukan Regional. (1) Laboratorium rujukan tingkat regional adalah laboratorium yang melakukan pemeriksaan kultur, identifikasi dan Drug Sensitivity Testing (DST) M.tb dan Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT) dari dahak dan bahan lain dan menjadi laboratorium rujukan untuk kultur dan DST M.tb bagi laboratorium rujukan tingkat provinsi. (2) Laboratorium rujukan regional secara rutin mengirim tes uji profisiensi kepada laboratorium rujukan provinsi. e. Laboratorium rujukan Nasional. (1) Laboratorium rujukan nasional melakukan pemeriksaan dan penelitian biomolekuler dan mampu melakukan pemeriksaan non konvensional lainnya, serta melakukan uji silang ke dua untuk pemeriksaan biakan. (2) Mutu laboratorium rujukan nasional akan ditera oleh laboratorium rujukan supra nasional yang ditunjuk. Saat ini laboratorium supra nasional bagi laboratorium nasional Indonesia adalah laboratorium TB.Paru di Adelaide, Australia (Depkes RI, 2007).
10 2.2.2 Fungsi, Peran, Tugas dan Tanggung Jawab Laboratorium Tuberkulosis a. Laboratorium Mikroskopis TB UPK 1) Puskesmas Satelit (PS) dan UPK setara PS merupakan puskesmas yang menerima pasien TB Paru dan melakukan penanganan/pemeriksaan awal a) Fungsi, melakukan pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak sampai fiksasi sediaan dahak untuk pemeriksaan TB.Paru. b) Peran, memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB.Paru dalam pengobatan diperiksa dahaknya sampai mendapatkan hasil pembacaan. c) Tugas, mengambil dahak tersangka pasien TB.Paru, membuat sediaan dan fiksasi sediaan dahak pasien untuk keperluan diagnosis, dan untuk keperluan follow up pemeriksaan dahak dan merujuknya ke PRM. d) Tanggung jawab, memastikan semua kegiatan laboratorium TB.Paru berjalan sesuai prosedur tetap, termasuk mutu kegiatan dan kelangsungan sarana yang diperlukan. Bilamana perlu, dalam upaya meningkatkan akses pelayanan laboratorium kepada masyarakat, maka Puskesmas pembantu/pustu dapat diberdayakan untuk melakukan fiksasi, dengan syarat harus telah mendapat pelatihan dalam hal pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak sampai fiksasi, dan keamanan dan keselamatan kerja. Pembinaan mutu pelayanan lab di pustu menjadi tanggung jawab PRM (Depkes RI, 2007).
11 2) Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)/ Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) dan UPK setara PRM/PPM a) Fungsi, laboratorium rujukan dan atau pelaksana pemeriksaan mikroskopis dahak untuk tuberkulosis. b) Peran, memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB.Paru dalam pengobatan diperiksa dahaknya sampai diperoleh hasil. c) Tugas, mengambil dahak tersangka pasien TB.Paru untuk keperluan diagnosis dan follow up, sampai diperoleh hasil. PRM : Menerima rujukan pemeriksaan sediaan dahak dari PS. Mengambil dahak tersangka pasien TB.Paru yang berasal dari PRM setempat untuk keperluan diagnosis dan follow up, sampai diperoleh hasil. d) Tanggung jawab, memastikan semua kegiatan laboratorium TB.Paru berjalan sesuai prosedur tetap, termasuk mutu kegiatan dan kelangsungan sarana yang diperlukan (Depkes RI, 2007). b. Laboratorium Rujukan Uji Silang Mikroskopis a) Fungsi: laboratorium yang melakukan uji silang dari UPK setara PPM dan PRM dalam sistem jejaring laboratorium TB.Paru setempat, melakukan pembinaan laboratorium sesuai jejaring. b) Peran: Laboratorium mikroskopis TB.Paru, Laboratorium rujukan uji silang sesuai jejaring laboratorium TB.Paru setempat. c) Tugas: melaksanakan kegiatan laboratorium mikroskopis TB.Paru, melaksanakan uji silang mikroskopis TB.Paru sesuai jejaring, melaksanakan
12 pembinaan laboratorium TB, termasuk EQAS sesuai jejaring, mengikuti kegiatan EQAS yang diselenggarakan laboratorium rujukan TB.Paru provinsi sesuai jejaring. d) Tanggung jawab, a. memastikan semua kegiatan laboratorium TB.Paru berjalan sesuai prosedur tetap, termasuk mutu kegiatan dan kelangsungan sarana yang diperlukan, b. memastikan kegiatan uji silang dilaksanakan sesuai program pengendalian TB.Paru, c. memastikan pembinaan laboratorium TB.Paru dalam jejaring dilaksanakan sesuai program (Depkes RI, 2007) Standar Ketenagaan Laboratorium Tuberkulosis Ketenagaan dalam program penanggulangan TB.Paru memiliki standar-standar yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya kegiatan program TB di suatu unit pelaksana. a. Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. b. Puskesmas satelit : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB c. Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 perawat/petugas TB.Paru (Depkes RI, 2007).
13 2.3 Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate) Error rate atau angka kesalahan pemeriksaan slide adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan persentase kesalahan pembacaan slide atau sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa pertama (Depkes RI, 2002). Rumus perhitungan Error rate sebagai berikut: Jumlah sediaan yang dibaca salah Jumlah seluruh sediaan yang diperiksa x 100 % Pada dasarnya error rate dihitung pada masing masing laboratorium pemeriksa di tingkat Kabupaten atau kota. Kabupaten atau kota harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksa yang ada di wilayahnya melaksanakan cross check, disamping menganalisa error rate per PRM / PPM / RS / BP4 supaya dapat mengetahui kualitas pemeriksaan slide dahak secara mikroskop langsung (Depkes RI, 2002). a. Maksud dan Prinsip Pemeriksaan Cross Check Pemeriksaan cross check atau uji silang merupakan salah satu kegiatan pemantapan mutu laboratorium dengan maksud untuk mengetahui kualitas hasil pemeriksaan sediaan dahak BTA. Sediaan dahak yang telah diperiksa oleh laboratorium pertama (PRM, PPM, RS, dll), dikirim ke laboratorium rujukan yang
14 ditunjuk untuk melakukan cross check, dan laboratorium rujukan tidak boleh mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium pertama (Depkes RI, 2009). b. Cara Pengambilan Sampel Sediaan Untuk di Cross Check Sekali setiap triwulan (pada waktu melakukan supervisi) petugas Kabupaten atau kota mengambil sampel sediaan dahak yang telah diperiksa dan disimpan oleh laboratorium pertama (PRM, PPM, RS, dll), meliputi: - satu sediaan dari setiap penderita BTA positif - untuk penderita BTA negatif, diambil 10% secara acak dan diambil satu sediaan untuk setiap penderita yang terpilih. Sediaan itu diambil secara acak untuk di cross check ke Balai Laboratorium Kesehatan atau laboratorium rujukan lain yang ditunjuk. Laboratorium rujukan ditunjuk berdasarkan seleksi dan evaluasi baik secara kualitas maupun dengan mempertimbangkan kelengkapan bidang ketenagakerjaan beserta sarana pendukungnya dan dilakukan audit secara berkala. Hasil pemeriksaan yang dihasilkan merupakan barometer pembanding utama yang diakui oleh Departemen Kesehatan dalam pemantauan kualitas pemeriksaan sediaan dahak yang dilakukan oleh Puskesmas. Setelah pengambilan sampel untuk di cross check, sisa sediaan dapat dimusnahkan sesuai prosedur pembuangan limbah laboratorium (Depkes RI, 2009). c. Cara Menghitung Hasil Cross Check Aspek yang dinilai dalam penilaian cross check adalah kualitas hapusan sediaan, kualitas pewarnaan dan kualitas pembacaan. Setelah Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota menerima hasil pemeriksaan dari BLK atau dari laboratorium rujukan lain, harus dilakukan perhitungan hasil cross check dengan cara
15 membandingkan hasil BLK dengan hasil pemeriksaan pada laboratorium Puskesmas (Depkes RI, 2009). Analisa hasil cross check harus diumpan balikkan ke laboratorium Puskesmas. Hasil cross check ini harus ditindaklanjuti. Bila hasil cross check menunjukkan error rate (angka kesalahan laboratorium) lebih besar dari 5%, maka unit-unit terkait harus meneliti lebih lanjut apa kemungkinan penyebabnya (Depkes RI, 2009). Pada saat ini Penanggulangan TB.Paru telah penerapan uji silang pemeriksaan dahak (cross check) dengan metode Lot Sampling Quality Assessment (LQAS) di beberapa propinsi. Untuk masa yang akan datang akan diterapkan metode LQAS di seluruh UPK. Perhitungan angka kesalahan laboratorium menggunakan metode LQAS ini mengklasifikasikan kesalahan sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Kesalahan Laboratorium Menggunakan Metode LQAS Hasil dari Lab. Peserta Hasil Lab. Uji Silang Negatif Scanty Negatif Betul NPR NPT NPT NPT Scanty PPR Betul Betul KH KH 1+ PPT Betul Betul Betul KH 2+ PPT KH Betul Betul Betul 3+ PPT KH KH Betul Betul Sumber: Depkes RI, 2009 Keterangan: Betul : Tidak ada kesalahan KH (Kesalahan Hitung) : Kesalahan kecil NPR (Negatif Palsu Rendah) : Kesalahan kecil PPR (Positif Palsu Rendah) : Kesalahan kecil NPT (Negatif Palsu Tinggi) : Kesalahan besar PPT (Positif Palsu Tinggi) : Kesalahan besar Selain kesalahan besar dan kesalahan kecil, kesalahan juga dapat berupa tidak memadainya kualitas sediaan, yaitu : terlalu tebal atau tipisnya sediaan, pewarnaan,
16 ukuran, kerataan, kebersihan dan kualitas spesimen. Mengingat sistem penilaian yang berlaku sekarang berbeda dengan yang terbaru, petugas pemeriksa slide harus mengikuti cara pembacaan dan pelaporan sesuai buku Panduan bagi petugas laboratorium mikroskopis TB.Paru Interpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil uji silang dinyatakan terdapat kesalahan bila : a. Terdapat PPT atau NPT b. Laboratorium tersebut menunjukkan tren peningkatan kesalahan kecil dibanding periode sebelumnya atau kesalahannya lebih tinggi dari rata-rata semua UPK di kabupaten/kota tersebut, atau bila kesalahan kecil terjadi beberapa kali dalam jumlah yang signifikan. c. Bila terdapat 3 NPR. Penampilan setiap laboratorium harus terus dimonitor sampai diketemukan penyebab kesalahan. Setiap UPK agar dapat menilai dirinya sendiri dengan memantau tren hasil interpretasi setiap triwulan. 2.4 Petugas Laboratorium Pemeriksaan laboratorium merupakan kegiatan yang sangat penting, untuk itu diperlukan suatu ketelitian dan ketepatan dalam pemeriksaan. Oleh karena itu diperlukan ketekunan serta konsentrasi petugas dalam pelaksanaan tugas sehingga diperoleh hasil yang sangat akurat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing petugas. Kinerja dari individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, jenis Kelamin, latar belakang pendidikan,
17 pelatihan, status kepegawaian, masa kerja, beban kerja pengetahuan serta keterampilan tentang pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, Dari seluruh faktor karakteristik petugas laboratorium, faktor pengetahuan dan keterampilan merupakan yang penting diperhatikan. Menurut Depkes RI (2002), pengetahuan dan keterampilan petugas pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung sangat berguna bagi petugas laboratorium dalam menjalankan pekerjaannya untuk memperoleh kualitas pemerikasaan yang baik. 2.5 Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang : (1) faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik, (2) faktor eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana., dan (3) faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran (Notoatmodjo, 2003). Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :
18 1) Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2) Memahami (Comprehension). Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi. Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. 4) Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain. 5) Sintesa. Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru. 6) Evaluasi. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003). Konsep DOTS mendasarkan diagnosis TB.Paru menggunakan pemeriksaan mikroskopis, sehingga diagnosis bisa dilakukan tanpa peralatan rontgen yang relatif lebih mahal. Hal ini berarti kualitas petugas mikroskopis mempunyai peran yang sangat menentukan, karena di tangannyalah diagnosis itu dikerjakan. Dalam kaitan ini, masalah yang berkaitan dengan kualitas tenaga mikrokopis menjadi penting, seperti banyak tenaga laboratorium yang belum mendapat pelatihan yang memadai sehingga kemampuan diagnosis kurang terpelihara.
19 Hasil penelitian Junaidi (2005) tentang hubungan antara jenis pendidikan, dan pelatihan dengan tingkat kesalahan petugas mikroskopis, menyimpulkan bahwa Tenaga mikroskopis yang mendapat latihan mempunyai nilai tingkat kesalahan < 5% relatif lebih besar dibandingkan tenaga mikroskopis yang tidak mendapat pelatihan. Jadi kelihatannya latihan lebih penting dari pada pendidikan, hal ini tentunya berkaitan dengan penyegaran, karena pendidikan bisa saja didapat sudah lama, sedang pelatihan adalah dalam 2 tahun terakhir sehingga pengetahuannya tentang pemeriksaan secara mikroskopis lebih baik. Studi Basri (2008) tentang gambaran faktor- faktor pada petugas laboratorium yang berhubungan dengan kesalahan pemeriksaan slide slide (error rate) (Studi pada Puskesmas dengan Error rate Tinggi dan Rendah di Kabupaten Ketapang), menemukan bahwa masih banyak petugas laboratorium pada Puskesmas error rate tinggi melakukan kesalahan mulai dari pengambilan sampel dahak sampai pembacaan hasil dibawah mikroskop. Untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan dahak oleh petugas laboratorium Puskesmas perlu dilakukan, pelatihan petugas, supervisi dan bimbingan intensif, melengkapi kebutuhan laboratorium, uji kalibrasi miskroskop. Studi Zahara (2006) tentang analisa kompetensi petugas laboratorium dalam menegakkan diagnosa TB Paru strategi DOTS di Kabupaten Tobasa Tahun 2006, menyimpulkan ada pengaruh dari pengetahuan, ketrampilan dan beban tugas terhadap ketepatan menegakkan diagnosa, dan beban tugas lebih dominan mempengaruhi ketepatan menegakkan diagnosa.
20 2.6 Keterampilan Menurut Diane (2006), suatu keterampilan atau satu paket keterampilan akan membentuk kemampuan menuju sukses yang utuh untuk sebuah tugas. Proses pendidikan diharapkan terjadi peningkatan keterampilan, yang didukung perubahan struktur pola perilaku dan pola kepribadian menuju pola yang makin sempurna. Menurut Moenir (2000), suatu pelayanan akan dapat terlaksana dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keterampilan yang sesuai dengan tugas/pekerjaan yang dipertanggungjawabkan. Dengan demikian tenaga kesehatan yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan harus memiliki keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu. Keterampilan diartikan sebagai kemampuan dasar yang dimiliki aparatur dalam melaksanakan tugas pelayanan kesehatan. Pengembangan SDM adalah suatu proses yang sistematis dalam memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya (on the job training)), dan kesinambungan (sustainability). Tujuan Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam program TB adalah tersedianya tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap (dengan kata lain kompeten ) yang diperlukan dalam pelaksanaan program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB nasional. Didalam bab ini istilah pengembangan SDM merujuk kepada pengertian yang lebih luas, tidak hanya yang berkaitan dengan pelatihan tetapi
21 keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang pengembangan SDM yaitu tersedianya tenaga yang kompeten dan profesional dalam penanggulangan TB.Paru (Depkes RI, 2007). Kompeten adalah ketrampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Sedangkan kompetensi adalah apa yang seorang mampu kerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dari satu pekerjaan. Kinerja atau hasil yang diinginkan dicapai dengan perilaku ditempat kerja yang didasarkan pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap (attitude) dan sifat-sifat pribadi lainnya. Secara umum, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah : seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi profesional didapatkan melalui pendidikan, pelatihan dan pemagangan dalam periode yang lama dan cukup sulit, pembelajarannya dirancang cermat dan dilaksanakan secara ketat, dan diakhiri dengan ujian sertifikasi (Depdiknas RI, 2002). Analisis kesehatan merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pemeriksaan laboratorium dalam program pemberantasan dan penanggulangan TB.Paru. Dengan demikian setiap tenaga analisis kesehatan yang
22 bertugas di puskesmas harus memiliki keterampilan untuk mampu melaksanakan tugasnya secara optimal. a. Keterampilan yang Harus Dimiliki Analis Kesehatan (1) Ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fungsinya di laboratorium kesehatan. (2) Keterampilan dan pengetahuan dalam pengambilan spesimen, termasuk penyiapan pasien (bila diperlukan), labeling, penanganan, pengawetan, atau fiksasi, pemrosesan, penyimpanan dan pengiriman spesimen. (3) Keterampilan dalam melaksanakan prosedur laboratorium. (4) Keterampilan dalam melaksanakan metode pengujian dan pemakaian alat dengan benar. (5) Keterampilan dalam melakukan perawatan dan pemeliharaan alat, kalibrasi dan penanganan masalah yang berkaitan dengan uji yang dilakukan. (6) Keterampilan dalam pembuatan uji kualitas media dan reagent untuk pemeriksaan laboratorium. (7) Pengetahuan untuk melaksanakan kebijakan pengendalian mutu dan prosedur laboratorium. (8) Kewaspadaan terhadap faktor yang mempengaruhi hasil uji. (9) Keterampilan dalam mengakses dan menguji keabsahan hasil uji melalui evaluasi mutu spesimen, sebelum melaporkan hasil uji. (10) Keterampilan dalam menginterpretasi hasil uji. (11) Kemampuan merencanakan kegiatan laboratorium sesuai dengan jenjangnya
23 b. Standar Kompetensi Analis Kesehatan 1. Kemampuan untuk merancang proses teknik operasional (a) Dapat merancang alur kerja pengujian/pemeriksaan mulai tahap pra analitik, analitik, sampai dengan paska analitik. (b) Membuat SOP, manual mutu, indikator kinerja dan proses analisis yang akan digunakan. 2. Kemampuan melaksanakan proses teknik operasional. (a) Melakukan pengambilan spesimen :pengetahuan persiapan pasien (b) Penilaian terhadap spesimen (memenuhi syarat atau tidak). (c) Pelabelan, pengawetan, fiksasi, pemrosesan, penyimpanan, pengiriman (d) Pemilihan alat, metode, reagent untuk pemeriksaan atau analisa tertentu. (e) Dapat mengerjakan prosedur laboratorium (f) Memahami cara kerja peralatan dalam proses teknis operasional (g) Mengetahui cara-cara kalibrasi dan cara menguji kelaikan alat (h) Dapat memelihara alat dan menjaga kinerja alat tetap baik 3. Kemampuan untuk memberikan penilaian hasil. (a) Mampu menilai layak dan tidak hasil pemeriksaan (b) Mampu menilai proses pemeriksaan atau rangkaian pemeriksaan. 4. Kemampuan komunikasi dengan pelanggan atau pemakai jasa. 5. Mampu mendeteksi secara dini : munculnya penyimpangan dalam proses operasional, terjadinya kerusakan media, reagent, alat atau lingkungan
24 pemeriksaan, mampu menilai validitas (kesahihan) suatu hasil pemeriksaan atau rangkaian hasil pemeriksaan 6. Kemampuan untuk melakukan koreksi atau penyesaian terhadap masalah teknis operasional yang muncul. 7. Kemampuan menjaga keselamatan kerja dan lingkungan kerja 8. Kemampuan administrasi c. Tugas Pokok Analis Kesehatan Analis Kesehatan bertugas melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan, melakukan pengujian/analisis terhadap bahan yang tujuannya adalah menentukan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat d. Peran Analis Kesehatan Analisis kesehatan berperan dalamp elaksanaan teknis dalam pelayanan laboratorium kesehatan, penyelia teknis operasional laboratorium kesehatan, peneliti dalam bidang laboratorium kesehatan. e. Kewajiban Analis Kesehatan Analis kesehatan wajib : (1) mengembangkan prosedur untuk mengambil dan memproses spesimen, (2) melaksanakan uji analitik terhadap reagen maupun terhadap spesimen, (3) mengoperasikan dan memelihara peralatan laboratorium, mengevaluasi data laboratorium untuk memastikan akurasi dan prosedur pengendalian mutu dan mengembangkan pemecahan masalah yang berkaitan dengan data hasil uji, (4) mengevaluasi teknik, instrumen dan prosedur baru
25 untuk menentukan manfaat kepraktisannya, (5) membantu klinisi dalam pemanfaatan yang benar dari data laboratorium untuk memastikan seleksi yang efektif dan efisien terhadap uji laboratorium dalam menginterpretasi hasil uji, (6) merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan laboratorium, (7) membimbing dan membina tenaga kesehatan lain dalam bidang teknik kelaboratoriuman, serta (8) merancang dan melaksanakan penelitian dalam bidang laboratorium kesehatan. f. Perilaku Analisis Kesehatan Pekerjaan sebagai tenaga analisis kesehatan yang melakukan pemeriksaan secara mikroskopis tidak terlepas dari perilaku petugas dalam melakukan pemeriksaan di laboratorium. Perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo ((2005) adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh petugas laboratorium di puskesmas Kota Medan, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
26 Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skinner dalam Notoatmodjo ((2005) adalah sebagai berikut : a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan- tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau penguat untuk masing-masing komponen tersebut. d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka penguatnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi penguat (komponen pertama tidak memerlukan penguat lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. Ada dua jenis respons, yaitu: perilaku pasif dan aktif. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan
27 pengetahuan. Sedangkan perilaku atau respons aktif yang secara langsung dapat diamati, misalnya: petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan sputum dahak untuk memastikan seseorang menderita TB Paru atau tidak dapat diamati dari urutan kegiatan pemeriksaan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan. 2.7 Pencegahan TB Paru Konsep pencegahan penyakit terdiri dari: pencegahan primer, sekunder dan tertier. Apabila individu berada dalam area sehat maka dilakukan upaya pencegahan primer (primary prevention) yaitu perlindungan kesehatan (health protection) dan perlindungan khusus (spesific protection) agar terhindar dari penyakit (Kozier, 2000). Apabila individu berada dalam area sakit maka dilakukan upaya pencegahan sekunder yaitu dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, serta pencegahan tertier yaitu upaya mencegah penyakit yang menjadi lebih parah atau kondisi tubuh lebih buruk dan rehabilitasi (Kozier, 2000). Dalam konteks pemeriksaan secara mikroskopis dalam penegakan diagnosis tuberkulosis paru, termasuk dalam pencegahan sekunder, yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Untuk dapat dilakukan pengobatan terlebih dahulu dilakukan penemuan penderita tuberkulosis. 1) Penemuan Penderita TB Paru Pada Orang Dewasa Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara
28 aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Selain itu semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Semua tersangka penderita diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturutberturut, yaitu Sewaktu Pagi Sewaktu /SPS (Depkes RI, 2002). 2) Penemuan Penderita Pada Anak Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis, dan uji tuberkulin (Depkes RI, 2002). 2.8 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Error Rate Dalam program penanggulangan TB Paru, diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah. Suatu laboratorium kesehatan di tuntut dapat mengeluarkan hasil yang tepat, cepat dan mutu terjamin, karena hasil pemeriksaan ini sangat penting untuk menentukan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Beberapa faktor yang mempengaruhi error rate dapat bersumber dari petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan secara mikroskopis yang terkait dengan faktor pengetahuan dan keterampilan yang telah diuraikan sebelumnya, sedangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi error rate adalah :
29 a. Spesimen 1) Dahak (Sputum). Dahak harus dikumpulkan secara benar, sehingga dapat diperoleh spesimen berkualitas baik dan dalam jumlah yang cukup. Hal ini untuk menghindari pengamatan yang tidak tepat, sehingga mengakibatkan kesimpulan yang salah (Misnadiarly, 2006). Dahak yang diambil harus berasal dari trakea dan broncus, jangan menggunakan dahak yang mengandung darah atau hanya air liur. Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental dengan volume 3-5ml (Gerdunas TB, 2001). 2) Wadah atau Pot Dahak. Wadah untuk pengumpulan dahak sebaiknya dapat dibuang sesudah dipakai (disposable) dan harus selalu bersih dan steril, tidak mudah pecah, tidak bocor dan mempunyai mulut besar (Misnadiarly, 2006). 3) Pengumpulan Dahak. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS). Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan. Sewaktu: dahak dikumpulkan pada saat tersangka datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang suspek TB membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari kedua. Pagi: dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. Sewaktu: Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi (Depkes RI, 2002).
30 b. Sarana Laboratorium 1) Mikroskop. Mikroskop adalah alat optik yang terdiri dari gabungan lensa-lensa yang membuat obyek kecil yang tidak terlihat dengan mata biasa menjadi besar. Program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia, menggunakan pemeriksaan dahak secara mikroskopis untuk menegakkan diagnosis. Untuk mendapatkan pemeriksaan yang benar, petugas mikroskopis harus memahami dengan jelas dasar-dasar pengenalan, penggunaan dan pemeliharaan mikroskop. Untuk pemeriksaan dahak pada program pemberantasan TB Paru digunakan mikroskop medan terang tipe binokuler (Gerdunas TB, 2001). 2) Ruangan Tempat Pemeriksaan (Penerangan/Pencahayaan). Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda ditempat kerja (Gerdunas TB, 2001). Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan dan kesalahan yang mungkin terjadi (Suma mur, 1996) Penerangan yang baik mendukung memungkinkan tenaga kerja bekerja dengan lebih nyaman dan dapat melihat obyek yang dikerjakan dengan jelas dan cepat (Budiono, 2003). Penerangan yang cukup sangat dibutuhkan untuk pemeriksaan secara mikroskopis. Laboratorium harus menyediakan sistem pencahayaan yang dapat memenuhi persyaratan dalam metode pengujian. Pencahayaan dapat bersifat alami dengan memanfaatkan cahaya matahari atau menggunakan sistem penerangan listrik (Hadi, 2000). Karena laboratorium memerlukan ketelitian maka penerangan yang dibutuhkan minimal Lux atau tersedia lampu standar yang dianjurkan untuk laboratorium adalah lampu minimal 40 watt.
31 3) Ziehl Neelsen. Larutan pewarna atau reagen Ziehl Neelsen yang dipergunakan harus diuji kualitasnya dengan cara: (a) buat sediaan apus dari dahak yang mengandung BTA dan yang tidak mengandung BTA, (b) lakukan pewarnaan dengan menggunakan larutan Ziehl Neelsen yang akan diuji pada kedua sediaan ini, (c) bila kualitas larutan pewarna Ziehl Neelsen baik maka, pada sediaan yang mengandung BTA akan terlihat kuman BTA dengan ciri ciri kuman berbentuk batang, berwarna merah/merah jambu dengan latar belakang berwarna biru sedangkan pada sediaan yang tidak mengandung BTA tidak tampak ciri ciri tersebut diatas (Gerdunas TB, 2001). 2.9 Landasan Teori Penegakan diagnosis penyakit TB Paru merupakan tahap yang sangat penting dalam program penanggulangan dan pemberantasan penyakit TB Paru. Kesalahan dalam menegakkan diagnosis akan menyebabkan tidak optimalnya proses pengobatan serta berdampak terhadap pencapaian program pemberantasan penyakit menular. Petugas laboratorium puskesmas merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan dalam proses penegakan diagnosa penyakit TB, karena pemeriksaan terhadap sputum dahak dari pasien suspek (tersangka) penderita TB Paru. Angka kesalahan (error rate) pemeriksaan laboratorium dalam mendiagnosa penyakit TB.Paru merupakan salah satu jenis kesalahan dalam sistem pelayanan medis (medical error system). Menurut Zhang et al. (2002) kesalahan sistem pelayanan medis pada tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium sebagai individu
32 sampai pada kesalahan pada struktur organisasi secara keseluruhan, seperti digambarkan di bawah ini. Institusional function : policy and guidelines (Kebijakan dan Pedoman Kerja di Laboratorium Puskesmas) Organization structure: coordination, comunication, standarization of work process, knowledge and skills (Koordinasi, Komunikasi dan Standar Proses Kerja Laboratorium Puskesmas, Pengetahuan serta Keterampilan Petugas) Distributet system : internation among individuals and interaction between groups of people and technology (Jejaring Laboratorium mikroskopis TB.Paru Puskesmas Satelit- PRM - Rujukan uji silang) Individual-Technology Interaction (penggunaan fasilitas mikroskiopis dalam pemeriksaan sputum TB.Paru oleh petugas laboratorium) Individuals (error rate petugas laboratorium) Sumber: dimodifiksi dari Medical Error: Is Solution Medical or Cognitif (Zhang et al 2002) Gambar 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Pengetahuan dan Keterampilan Petugas Laboratorium terhadap Error Rate dalam Penegakan Diagnosa TB Paru
33 Berdasarkan Gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa error rate dalam pemeriksaan TB Paru sebagai berikut : a. Pada tingkatan, error rate dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa penyakit TB.Paru tidak terlepas dari faktor interaksi antara petugas dengan peralatan yang digunakan (individual-technology interaction). b. Pada tingkatan selanjutnya kesalahan medis dapat terjadi akibat dinamika sosial atau interaksi antara kelompok orang dengan teknologi dalam suatu sistem yang terdistribusi (distributet system : internation among individuals and interaction between groups of people and technology). c. Pada tingkatan di atasnya, kesalahan medis dapat terjadi akibat faktor struktur organisasi, yang terkait dengan proses koordinasi, komunikasi dan standar proses kerja, pengetahuan serta keterampilan (organization structure: coordination, comunication, standarization of work process, knowledge and skills). d. Pada tingkatan yang lebih luas kesalahan medis daat terkait dengan fungsi organisasi dalam membuat kebijakan pedoman dan peraturan (institusional function : policy and guidelines).
34 2.10 Kerangka Konsep Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen PENGETAHUAN a. Petugas laboratorium di Puskesmas Satelit b. Petugas laboratorium di Puskesmas Rujukan Mikroskopis ERROR RATE Hasil Uji Silang Pemeriksaan Slide KETERAMPILAN a. Petugas laboratorium di Puskesmas Satelit b. Petugas laboratorium di Puskesmas Rujukan Mikroskopis Gambar 2.2. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka konsep di atas bahwa error rate merupakan kesalahan pada pemeriksaan slide sehingga salah dalam menegakkan diagnosa TB Paru. Dengan demikian faktor kesalahan ada pada petugas yang melakukan pemeriksaan, dengan asumsi bahwa faktor lain yang terkait dengan kualitas sediaan (slide) dianggap sudah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan peralatan serta bahan yang digunakan juga telah memenuhi standar.
BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) atau dalam program kesehatan dikenal dengan TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis (TB) 2.1.1. Pengertian TB TB adalah penyakit infeksi yang menular, di mana sebagian besar infeksi terjadi pada paru (Koplewich, 2005). 2.1.2. Penyebab TB Penyakit
Lebih terperinciMateri Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru
1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,
Lebih terperinciBAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Dengan
Lebih terperinciIndonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 1993 mendeklarasikan penyakit Tuberkulosis (TB) sebagai kedaruratan global akibat dari semakin meningkatnya penyakit dan kematian
Lebih terperinci2.1. Supervisi ke unit pelayanan penanggulangan TBC termasuk Laboratorium Membuat Lembar Kerja Proyek, termasuk biaya operasional X X X
26/03/08 No. 1 2 3 4 5 6 URAIAN TUGAS PROGRAM TBC UNTUK PETUGAS KABUPATEN/KOTA URAIAN TUGAS Ka Din Kes Ka Sie P2M Wasor TBC GFK Lab Kes Da Ka Sie PKM MEMBUAT RENCANA KEGIATAN: 1.1. Pengembangan unit pelayanan
Lebih terperinciPenemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU
Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam
Lebih terperinciS T O P T U B E R K U L O S I S
PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitan 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia
Lebih terperinciPENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4
PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan
Lebih terperinciLampiran 1. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 110 Lampiran 2 111 112 Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE)
Lebih terperinciDasar Determinasi Pasien TB
Dasar Determinasi Pasien TB K-12 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal, yaitu:
Lebih terperinciPENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1
PENERAPAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT HBS MODUL F HDL 1 RUMAH SAKIT PERLU DOTS? Selama ini strategi DOTS hanya ada di semua puskesmas. Kasus TBC DI RS Banyak, SETIDAKNYA 10 BESAR penyakit, TETAPI tidak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran Umum TBC Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciPenyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
Dr. Rr. Henny Yuniarti 23 Maret 2011 Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Cara Penularan Sumber penularan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung
Lebih terperinciPATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI
PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat
Lebih terperinciPengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan
PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PUSKESMAS SIMAN Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471 PONOROGO STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Pengertian Tujuan
Lebih terperinciTema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016
Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman
Lebih terperinciPENERAPAN PEMANTAPAN MUTU INTERNAL LABORATORIUM TUBERKULOSIS PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA MATARAM TAHUN 2014
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah57 PENERAPAN PEMANTAPAN MUTU INTERNAL LABORATORIUM TUBERKULOSIS PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA MATARAM TAHUN 2014 Oleh : Erna Haryati A.A Istri Agung Trisnawati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan Nasional di bidang kesehatan diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
Lebih terperinciDasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU
Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,
Lebih terperinci/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit
PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Bal/TB/VIII/205 / Plt. Kepala NIP. 96623 98603 068 Pengertian Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk pencatatan dan pelaporan pasien TB yang disusun dan disajikan untuk
Lebih terperinciTuberkulosis Dapat Disembuhkan
Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Erlina Burhan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Apakah Penyakit Tuberkulosis atau TB itu? Penyakit menular Kuman penyebab: Mycobacterium tuberculosis Bukan penyakit keturunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Pengertian Tuberkulosis Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis Mycobakterium tuberculosa. Sebagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Konsep Tuberkulosis ( TB Paru ) a. Etiologi Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk basil yang dikenal dengan nama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Distribusi Penyakit Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis (TB) 1. Definisi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula secara simultan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk
Lebih terperinciDasar Determinasi Kasus TB
Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,
Lebih terperincirepository.unimus.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Penyakit TBC merupakan penyakit menular
Lebih terperinciSAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis
Lebih terperinciLampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian
Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian 102 PEDOMAN WAWANCARA EVALUASI PELAKSANAAN STRATEGI DOTS (DIRECT OBSERVED SHORT-COURSE TREATMENT) DALAM MENURUNKAN ANGKA PENDERITA TB PARU DI RSUD DR. TENGKU MANSYUR
Lebih terperinciMulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT
Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya
Lebih terperinciPanduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:
SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah
Lebih terperinciAPA ITU TB(TUBERCULOSIS)
APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah
Lebih terperinciPRATIWI ARI HENDRAWATI J
HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis,yang sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru,tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis. Tuberkulosis
Lebih terperinciLEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu
71 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Ditempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu kesehatan, Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberculosis Paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
Lebih terperinciKUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN
KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN NOMOR RESPONDEN PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Berikut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Tuberkolosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC mengenai paru-paru, tapi dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman
Kode Pos - 64451 PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK DINAS KESEHATAN DAERAH UPTD PUSKESMAS TANJUNGANOM Jl. A Yani No.25 Telp. (0358) 772800 Email : pkm.tanjunganom@gmail.com TANJUNGANOM KERANGKA ACUAN KEGIATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang secara klinik terjadi akibat dari keberadaan dan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,
BAB I PANDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI, 2002). Tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengawas Minum Obat (PMO) a. Pengertian PMO Menurut Depkes RI (1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita
Lebih terperinciSKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas
SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Paru 1. Gambaran Umum TB Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Paru 1. Definisi TB Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Hal ini sangat penting dalam membantu kita untuk melakukan aktivitas kehidupan serta rutinitas sehari-hari. Bila
Lebih terperinciTuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang manusia dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Mycobacterium Tuberculosis). 1 Organ tubuh manusia yang paling dominan terserang kuman
Lebih terperinciPEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH-INTERVIEW
101 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH-INTERVIEW) IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN TB PARU DI PUSKESMAS BATANG PANE II KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2016 1. Pedoman wawancara mendalam mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan prilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT
KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS CURUG TANGERANG Pengantar : Dengan hormat, nama saya Ade Atik, mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut
Lebih terperinciPEMERIKSAAN BTA ( BAKTERI TAHAN ASAM )
UPT. PUSKESMAS NUSA PENIDA I SOP PEMERIKSAAN BTA ( BAKTERI TAHAN ASAM ) No. Dokumen : 23/SOP/Lab-NPI/2016 No. Revisi : 01 Tgl. Terbit : 01 April 2016 Halaman : 1-5 Kepala UPT Puskesmas Nusa Penida I dr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang telah lama di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini mampu
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIMTOM ANSIETAS Ansietas dialami oleh setiap orang pada suatu waktu dalam kehidupannya. Ansietas adalah suatu keadaan psikologis dan fisiologis yang dicirikan dengan komponen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat
2.1 Tuberkulosis (TB) Paru 2.1.1 Definisi TB Paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA TB paru adalah penyakit yang ditimbulkan karena adanya infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ
Lebih terperinciMengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1
Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks
Lebih terperinciSKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan
Lebih terperinci