PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING. ii HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA v ABSTRAK... vi ABSTRACT vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii KATA PENGANTAR.... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah.. 1 B. Rumusan Masalah... 7 C. Tujuan Penelitian 7 D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat Praktis... 8 BAB II. LANDASAN TEORI.9 A. Lansia Pengertian Lansia... 9 xi

12 2. Masa Dewasa Akhir Preferensi Tempat Tinggal Lansia di Indonesia.. 12 B. Integritas Ego Definisi Integritas Ego Proses Integrasi Ego Tahapan Perkembangan Psikososial Erikson a. Basic Trust vs. Basic Mistrust (Percaya vs. Tidak Percaya).. 17 b. Autonomy vs. Shame and Doubt ( Autonomi vs. Malu Malu dan Ragu).. 18 c. Initiative vs Guilty (Inisiatif vs. Rasa Bersalah).18 d. Industry vs. Inferiority (Produktif vs. Inferioritas).19 e. Identity vs Role Confusion (Indentitas vs. Kebingungan Identitas).20 f. Intimacy vs. Isolation (Keintiman vs. Keterkucilan). 20 g. Generativity vs. Stagnation (Generativitas vs. Kemandegan).21 h. Ego Integrity vs. Despair (Integritas Ego vs. Keputusasaan) Faktor faktor yang Mempengaruhi Integritas Ego...22 a. Spiritualitas b. Interaksi sosial c. Kenangan (Reminiscence)...27 xii

13 1. Integratif Instrumental Transmissive Naratif Escapist Obsessive 30 C. Psikologi Narasi dalam Studi Integritas Ego D. Pertanyaan Penelitian BAB III. METODE PENELITIAN. 37 A. Jenis Penelitian.. 37 B. Fokus Penelitian 38 C. Partisipan Usia Subjek Jenis Kelamin Subjek Kondisi Kesehatan.40 D. Metode Pengumpulan Data E. Proses Pengumpulan Data. 44 F. Kepatuhan Terhadap Kode Etik Untuk Menjaga Kesejahteraan Psikologis Subjek Penelitian. 47 G. Metode Analisis Data 47 H. Keabsahan Penelitian Kredibilitas (Taraf Kepercayaan) Konfirmabilitas (Objektifitas) xiii

14 BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN...50 A. Latar Penelitian...50 B. Analisis Struktur dan Narrative Tone Subjek 1 (Rd) a. Profil...54 b. Riwayat hidup...55 c. Struktur naratif...58 d. Narrative tone Subjek 2 (Sn)...65 a. Profil...65 b. Riwayat hidup...66 c. Struktur naratif...69 d. Narrative tone...73 C. Imagery Subjek 1 (Rd) Subjek 2 (Sn)...75 D. Analisis Tahap Perkembangan Sebelumnya Subjek 1 (Rd) Subjek 2 (Sn)...78 E. Pembahasan...80 xiv

15 BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN A. Kesimpulan B. Keterbatasan Penelitian C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

16 DAFTAR TABEL Tabel 1. Panduan Wawancara Tabel 2. Pelaksanaan Wawancara Tabel 3. Analisis Tahap Perkembangan Subjek 1 (Rd) Tabel 4. Analisis Tahap Perkembangan Subjek 2 (Sn) xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penuaan yang sukses (successful aging) merupakan suatu isu yang mulai banyak diminati oleh para peneliti (James & Zarret, 2005). Mulai tumbuhnya minat peneliti di area tersebut ditenggarai oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) di dunia dan di Indonesia sendiri, serta munculnya dampak buruk akibat peningkatan populasi tersebut. Beberapa data menunjukkan peningkatan jumlah lanjut usia dimasa kini maupun prediksi masa mendatang. Menurut data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Burean of The Census USA tahun 1993, dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun antara 1990 sampai 2025 akan mengalami kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414%, suatu angka paling tinggi diseluruh dunia. Sebagai perbandingan, Kenya 347%, Brasil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66%, Swedia 33%,. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masa populasi muda tahun 1971 menjadi populasi lebih tua pada tahun 2020 (Darmojo dan Martono, 1998). Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D (dalam The Indonesia Healthy) juga menegaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah populasi lansia di Indonesia dan puncaknya akan menjadi 2,1 Milyar (The Indonesia Healthy) 1

18 2 Lonjakan populasi tersebut sayangnya membawa berbagai macam permasalahan terkait dengan lanjut usia. Bertambah banyaknya lansia ternyata tidak menjamin peningkatan kualitas hidup lansia. Hal ini justru mengakibatkan banyaknya lansia yang menjadi terlantar. Sebuah artikel berita mengambil tajuk utama berjudul, 2,8 juta lansia di Indonesia terlantar (Rafkha, 30 Mei 2012 dalam Aktual.com). Artikel tersebut juga memuat berbagai fakta memprihatinkan mengenai banyaknya lansia yang depresi dan terancam kesejahteraan psikologisnya akibat terlantar. Berbagai masalah mengenai lansia tersebut membuat pemerintah dan beberapa lembaga mencoba mengambil langkah untuk mengatasinya. Seperti membuat Peraturan Perundang - Undangan (PP) No. 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. Upaya tersebut mencakup pelayanan keagamaan, mental, spiritual, pelayanan kesehatan dan pelayanan umum, serta kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum bagi lansia (dalam The Indonesia Healthy). Peringatan hari kesehatan dunia tanggal 7 April 2012, WHO mengambil topik mengenai Ageing and Health. Adapun tema yang diangkat adalah Good Health Adds Life to Years yang berarti Kesehatan yang Baik Memperpanjang Usia dan Kehidupan. Lonjakan penduduk usia lanjut tersebut juga mengakibatkan jumlah lansia yang tinggal di panti wreda juga mengalami peningkatan. Di Indonesia sendiri, lansia yang tinggal di panti wreda masih dikaitkan dengan pandangan masyarakat yang kurang baik yaitu lansia yang diterlantarkan oleh

19 3 keluarganya. Orang yang masuk ke panti wreda biasanya dari keluarga miskin atau kiriman dari dinas sosial (Adi, 1984). Oleh karena itu lansia di Yogyakarta lebih memilih tinggal di rumah anak anaknya yang sudah dewasa (Haditono, 1991). Budaya masyarakat Indonesia yang masih mengenal nilai nilai kekeluargaan yang kental dimungkinkan dapat menjadi masalah tersebdiri bagi para lansia yang tinggal di panti wreda. Terkait dengan permasalahan permasalahan di atas, maka peneliti ingin mengangkat sebuah topik mengenai penuaan yang sukses. Pada penelitian ini, pengertian dari penuaan yang sukses tersebut menggunakan kerangka teori penuaan sukses dari Erikson (1963) yaitu Integritas Ego (Ego Integrity). Penuaan yang sukses selalu dikaitkan dengan tingkat kepuasan hidup (life satisfaction), tingkat kecemasan terhadap kematian yang rendah, kondisi fisik yang sehat, dan pemaknaan yang positif terhadap keseluruhan kehidupan. Hal tersebut tercermin dengan munculnya kebijaksanaan (wisdom). Tahapan tahapan tersebut dirangkum oleh Erik Erikson (dalam Feist and Feist, 2008) sebagai Integritas ego yang merupakan syarat utama dari penuaan yang sukses (successful aging) pada lanjut usia. Integritas ego adalah perasaan menjadi bagian dari tata aturan yang ada di alam semesta ini, perasaan cinta pada sesama manusia dan dengan begitu ikut menimbulkan keteraturan dunia dan lingkungannya (Erikson, dalam Sneed dan Culang, 2006). Integritas ego juga berarti menerima keadaan dirinya sendiri dan lingkungannya. Mensyukuri hidup dengan bijak dan

20 4 mencintai orang-orang yang ikut menopang kehadirannya di dunia. Individu memiliki integritas ego karena mampu beradaptasi kepada kesulitan-kesulitan dan penderitaan hidupnya, seperti halnya menang dari situasi-situasi buruk dan penderitaan yang menimpa hidupnya. Masalah masalah mengenai lonjakan populasi lansia memaparkan sebuah fakta bahwa lansia terlantar dan depresi tidak mencapai integritas ego sebagai kunci penuaan yang sukses. Hal ini dikarenakan lansia masa kini memiliki lebih banyak tantangan untuk mencapai integritas ego. Tantangan paling besar bagi para lansia untuk mencapai integritas ego ada pada kemampuan untuk menyesuaikan diri (adjustment) terhadap perubahan perubahan yang terjadi pada kehidupan (Feist dan Feist, 2008). Perubahan tersebut misalnya pada masa pensiun. Lansia berubah dari masa produktif menjadi lebih tidak produktif. Selain itu penurunan fungsi fisik pada lansia juga menyebabkan lansia perlu merubah perilaku dan kehidupannya. Contoh lain pada perubahan yang dialami oleh lansia adalah pindah ke panti wreda. Semua perubahan perubahan tersebut menuntut lansia untuk melakukan adaptasi untuk menghadapai situasi hidup yang berbeda. Pada penelitian ini, peneliti menyoroti tantangan lanjut usia dalam menyesuaikan diri ketika pindah ke panti wreda. Hal ini dikarenakan tinggal di lingkungan baru seperti panti wreda membutuhkan penyesuaian diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan lanjut usia yang tinggal di rumah sendiri atau bersama keluarga (Tisher dan Dean, 2000). Geopsikiatris

21 5 mengidentifikasikan salah satu masalah terbesar pada lanjut usia, khususnya yang tinggal di panti wreda (nursing homes) bahwa lansia yang tinggal di panti wreda memiliki penyesuaian diri (adjustment) yang buruk dalam menghadapi situasi hidup mereka (Cook, 1991). Tanda tanda buruknya adaptasi diri (adjustment) tersebut ditunjukkan dengan rendahnya harga diri atau konsep diri subjek yang cenderung negatif, moralitas yang rendah, tingkat kepuasan hidup yang rendah, dan di beberapa kasus ditunjukkan adanya depresi (Cook, 1991). Hasil penelitian Emily A. Cook (1991) tersebut menunjukkan bahwa lanjut usia yang bertempat tinggal di panti wreda membutuhkan penyesuaian diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan lanjut usia yang tinggal bersama pasangannya atau keluarganya di rumah mereka masing masing. Di samping itu diketahui pula apabila lanjut usia yang tinggal di panti wreda ternyata memiliki kapasitas yang buruk atau cenderung buruk dalam penyesuaian diri (adjustment) terhadap situasi hidup mereka. Jacquelyn Boone James dan Nicole Zarrett (2005) menyatakan bahwa Integritas Ego (Ego Integrity) juga ditandai oleh adanya tingkat kepuasan terhadap pernikahan yang lebih tinggi dalam kehidupan seorang ibu, baik pada masa lalu maupun sekarang ini. Hal ini melibatkan pula perannya sebagai ibu yaitu membina hubungan yang lebih baik dengan anak anak mereka yang sudah dewasa, adanya keinginan baik untuk memberi ataupun menerima bantuan, dan dalam beberapa dimensi dari psychological well-being. Melihat

22 6 dari hasil penelitian diatas, maka semakin jelas bahwa tantangan lanjut usia yang tinggal di panti wreda dan yang tidak menikah jauh lebih besar untuk mencapai integritas ego. Lanjut usia yang tinggal di Panti Wreda mungkin saja memiliki cara yang berbeda dari lanjut usia pada umumnya untuk mengintegrasikan ego agar mampu mencapai penuaan yang sukses. Apabila melihat pandangan Erikson (1963), setiap individu memiliki potensi untuk sukses dalam melewati tahap tahap perkembangan mereka. Hal ini mungkin saja masih memberikan kesempatan bahwa meskipun lanjut usia yang tinggal di panti wreda memiliki tantangan yang lebih besar dalam mencapai tahap integritas ego (terutama lanjut usia perempuan yang tidak menikah), namun masih ada kemungkinan bahwa lanjut usia tersebut dapat mencapai tahapan integritas ego yang sukses sebagai kunci dari penuaan yang sukses. Peneliti melakukan penelitian tentang integritas ego pada lansia yang tidak menikah di Panti Wreda dengan menggunakan studi naratif. Cook (1991) menyarankan bahwa studi terbaik untuk melakukan penelusuran integritas ego adalah dengan menggunakan studi longitudinal yang dapat mengumpulkan data di sepanjang rentang kehidupan subjek. Pada studi naratif, life review dapat memberikan data dan gambaran mengenai integritas ego subjek melalui struktur, narrative tone, dan imagery subjek.

23 7 Psikologi Naratif merupakan salah satu dari banyak ranah penelitian baru yang memperluas kajian naratological tentang bagaimana cerita cerita dapat membentuk dan memberi gambaran dari integrasi ego seseorang. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: a. Bagaimana gambaran integrasi ego pada lanjut usia wanita yang tidak menikah di Panti Wreda? b. Apakah hasil dari proses tahap perkembangan sebelumnya mempengaruhi integrasi ego? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran serta mengeksplorasi intergrasi ego pada lanjut usia yang tidak menikah yang tinggal di Panti Wreda. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini lebih berorientasi untuk memberikan sumbangan secara teoritis. Terutama dalam memberikan sumber literatur baru mengenai

24 8 tahap perkembangan lansia yang selama ini jarang diteliti oleh peneliti di Indonesia. b. Penelitian ini mengeksplor tahap perkembangan integritas ego dari teori Erikson pada lansia. Hal ini dikarenakan masih jarangnya penelitian terkait dengan integritas ego di Indonesia. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini dapat membantu psikolog dalam melakukan pendekatan kepada lansia khususnya di Panti Wreda. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan evaluasi dan informasi baru mengenai integritas ego sebagai ciri dari penuaan yang sukses.

25 BAB II LANDASAN TEORI A. LANSIA 1. Pengertian Lansia Lansia atau yang biasanya dikenal sebagai lanjut usia atau manula merupakan sebuah sebutan bagi manusia yang berada pada tingkat umur atau perkembangan tertentu. Dalam siklus hidup manusia, lanjut usia berada di tahap perkembangan terakhir dalam periode kehidupan manusia. Apabila dikelompokkan dalam kelompok umur, lansia adalah seseorang yang telah berumur 65 tahun (Erikson, 1982). Seseorang juga dikatakan lanjut usia jika berada pada tingkat akhir masa dewasanya yaitu usia 65 tahun sampai kematian (Erikson dalam Barbara, 2000). Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada lansia akan terjadi suatu proses yang disebut proses menua (aging process). Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. 9

26 10 2. Masa Dewasa Akhir Fokus dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di panti wreda dimana semua anggotanya adalah wanita, maka peneliti akan membahas mengenai hal-hal yang umum terjadi dalam masa dewasa akhir pada lansia wanita. Masa dewasa akhir pada lanjut usia wanita ditandai oleh adanya Menopause atau yang biasa disebut juga dengan periode Klimaktorium. Fenomena ini ditandai oleh berhentinya menstruasi. Perubahan ini terjadi akbibat dampak internal yaitu penurunan fungsi hormon dan kelenjar tubuh dan mengakibatkan penurunan fungsi reproduksi, fisik, dan psikis. Kemunduran itu bersifat progresif dan total dan tidak dapat dihindari. Pada masa ini, umumnya mulai muncul kondisi fisik yang bersifat patologis ganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum, kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia banyak mengalami penurunan fungsi organ. Hal ini dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan selalu bergantung kepada orang lain. Agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial (Subijanto dkk, 2011). Selain itu, lansia pada masa dewasa akhir akan mengalami perubahan pada aspek psikososial, yaitu penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.

27 11 Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Selain perubahan dalam kondisi biologis, beberapa perubahan lain juga terjadi dalam masa dewasa akhir. Salah satu perubahan besar yang terjadi dalam masa dewasa akhir adalah pensiun atau berhenti dari pekerjaan dan kegiatan yang biasanya dilakukan. Banyak hal yang menyebabkan lansia harus mengalami pensiun, beberapa contohnya adalah menurunnya kondisi fisik, adanya batasan usia kerja di perusahaan-perusahaan, dan sebagainya. Lansia yang terbiasa bekerja semasa mudanya harus beradaptasi untuk memasuki masa pensiun. Proses adaptasi sendiri sangat diperlukan ketika memasuki masa dewasa akhir. Cleverand (2003) berpendapat bahwa adaptasi yang baik dalam hidup dan kepada semua tantangan hidup akan menimbulkan kebijaksanaan. Lansia yang tidak sanggup beradaptasi terhadap perubahan-perubahan akan merasa depresi dan tidak puas dengan kondisinya. Pada tahap masa dewasa akhir, lansia cenderung akan melihat dan merefleksikan kembali keseluruhan hidup dan pengalaman-

28 12 pengalamannya. Apabila lansia merasa puas terhadap keseluruhan hidupnya, maka dapat dikatakan lansia mengalami integritas terhadap kehidupannya di masa muda dan di masa dewasa akhir. Sebaliknya jika lansia merasa tidak puas terhadap keseluruhan hidupnya, lansia cenderung menjadi depresi dan tidak puas terhadap kondisinya di masa dewasa akhir. Masa dewasa akhir dapat juga disebut sebagai fase akhir kehidupan, maka di masa ini lansia seringkali memikirkan tentang akhir dari kehidupannya. Apabila seseorang memikirkan tentang kematian, kebanyakan orang cenderung dipengaruhi oleh nilai spiritualitas atau religiusitasnya. 3. Preferensi Tempat Tinggal Lansia di Indonesia Di Indonesia, para lansia biasa tinggal di rumah mereka sendiri atau tinggal bersama dengan anak-anaknya. Pada umumnya, anak masih bertanggung jawab untuk merawat orang tua mereka yang sudah lanjut usia sebagai ungkapan berbakti pada orang tua mereka. Selain itu, para lansia biasanya masih dekat dan terkadang turut serta merawat cucucucunya dan tinggal dekat dengan anak-anaknya. Tinggal di Panti Wreda bukan merupakan hal yang umum bagi masyarakat Indonesia. Tidak jarang, lanjut usia yang tinggal di Panti Wreda terkadang ditafsirkan negatif oleh masyarakat. Mereka yang tinggal di Panti Wreda dianggap bahwa keluarganya sudah tidak mau mengurusinya atau merawatnya lagi. Begitu pula membuka kemungkinana

29 13 bahwa para lanjut usia yang dikirim keluarganya untuk tinggal di Panti Wreda akan merasa terbuang atau sudah tidak diinginkan. Namun, tidak jarang juga bahwa ada lanjut usia yang ingin tinggal di Panti Wreda atas kemauannya sendiri. Pandangan masyarakat terhadap lanjut usia di Panti Wreda masih berupa stereotype stereotype yang sulit diubah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya keragaman kehidupan lanjut usia di Indonesia. Ada yang bahagia dan memilih untuk hidup di Panti Wreda, ada yang lebih suka mandiri atau tinggal di rumah sendiri, dan ada pula yang masih menghendaki tinggal bersama anak mereka. Menurut penelitian Adi (1984), orang yang masuk ke Panti Wreda biasanya dari keluarga miskin dan biasanya atas permintaannya sendiri atau kiriman dari Dinas Sosial. Haditono (1991) melaporkan bahwa lanjut usia di Jogjakarta, Manado, Padang, dan Surabaya mempunyai preferensi tempat tinggal yang berbeda. Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi untuk tinggal bersama anak masih menonjol. Preferensi hidup mandiri di sebuah pemukiman khusus didesain untuk manusia lanjut usia mulai diminati. Bahkan orang Manado lebih suka menempati pemukiman khusus tersebut dibandingkan dengan manusia lanjut usia di Padang, Jogjakarta, maupun di Surabaya. Sedangkan lanjut usia di Jogjakarta lebih suka tinggal di rumah sendiri atau bersama dengan anak mereka.

30 14 B. INTEGRITAS EGO 1. Definisi Integritas Ego Teori Erikson (1982) merupakan salah satu dari beberapa teori kepribadian untuk memeriksa penuaan sebagai tahap perkembangan. Menurut teori Erikson, perkembangan kepribadian berjalan melalui serangkaian delapan tahapan hierarkis. Terkait dengan setiap tahap psikososial, bahwa lansia di Panti Wreda, baik yang berhasil atau gagal memutuskan untuk menyelesaikan. Kegagalan menghasilkan krisis perkembangan kepribadian yang tidak lengkap dan menghambat pengembangan kepribadian lebih lanjut. Krisis diwakili oleh tahap kehidupan terakhirnya adalah integritas versus putus asa. Erikson (1982) mengusulkan bahwa tahap ini dimulai ketika individu mengalami rasa kematian. Hal ini mungkin sebagai tanggapan terhadap pensiun, kematian pasangan atau teman dekat, atau hanya bisa dihasilkan dari perubahan peran sosial. Tidak peduli apa penyebabnya, rasa kematian merupakan endapan krisis pada kehidupan akhir. Krisis kehidupan akhir memanifestasikan dirinya sebagai penelaahan terhadap kehidupan karir individu. Menurut Butler (1963), individu melihat kehidupan karir mereka untuk menentukan apakah sukses atau gagal. Menurut Erikson (1982), hal ini merupakan kenang-kenangan atau introspeksi yang paling produktif ketika mengalami dengan orang lain. Hasil dari kenangan hidup ini dapat bersifat positif atau negatif.

31 15 Menurut Erikson (1982), integritas ego adalah hasil dari resolusi positif pada kehidupan akhir. Integritas ego dipandang sebagai kunci untuk perkembangan kepribadian yang harmonis dan individu memandang seluruh hidup mereka dengan kepuasan. Kualitas ego yang muncul dari resolusi positif adalah kebijaksanaan. Sebaliknya, putus asa adalah hasil dari resolusi negatif atau kurangnya resolusi pada kehidupan akhir. Resolusi negatif ini memanifestasikan dirinya sebagai ketakutan akan kematian, perasaan bahwa hidup ini terlalu singkat, dan depresi. Keputusasaan adalah elemen dystonic terakhir dalam teori Erikson (1982). Erikson (dalam Ryff, 1982) mengidentifikasikan beberapa aspek dalam integritas, yaitu: integritas emosional, penerimaan terhadap suatu siklus kehidupan sebagai sesuatu yang sudah seharusnya terjadi, bersahabat dengan masa lalu, mampu menyesuaikan diri pada pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun mengecewakan, mencintai kehidupan dan orang lain, dan yang terakhir mencapai spiritualitas dalam rangka menghapuskan ketakutan akan kematian. Selain itu, aspek penting yang terdapat dalam integritas adalah moralitas yang baik.

32 16 2. Proses Integrasi Ego Fokus dari penelitian ini adalah untuk melihat proses integrasi ego subjek. Integritas ego merupakan sebuah keutuhan dari self (Seldon & Kasser, 2001). Maka integrasi ego itu sendiri juga meliputi bagaimana seseorang menyatukan kembali pengalaman masa lalu, masa sekarang, dan pandangannya terhadap masa depan. Pada penelitian ini, proses integrasi ego subjek dilihat melalui penelusuran keberhasilan ataupun krisis pada tahap tahapan perkembangan sebelumnya. Hal tersebut didasarkan oleh asumsi Erikson (1963) bahwa Integrasi Ego merupakan buah dari tahap perkembangan sebelumnya. Dimana keberhasilan pada suatu tahapan perkembangan mempengaruhi keberhasilan dalam melalui tahapan perkembangan sebelumnya. Logan (1986) menyatakan bahwa 8 teori perkembangan Erikson dapat dilihat sebagai sebuah siklus yang terulang dua kali, yang pertama dari tahap basic trust vs mistrust hingga identity vs role confusion, yang kedua dari tahap identity vs role confusion hingga tahap ego integrity vs despair. Siklus kedua merupakan siklus yang paling menentukan integritas ego seseorang, karena integritas ego merupakan buah dari tahap identity vs role confusion, intimacy vs isolation, dan generativity vs stagnation. Maka dengan berdasarkan asumsi tersebut, peneliti akan melihat proses integrasi ego subjek dengan melakukan peninjauan yang lebih luas dari tahap sebelumnya, yaitu dari tahap identity vs role confusion.

33 17 3. Tahapan Perkembangan Psikososial Erikson Menurut Keene (2006), delapan Tahapan Perkembangan yang diciptakan oleh Erik Erikson telah banyak digunakan dan diterima secara universal dalam menggambarkan tugas-tugas perkembangan yang terlibat dalam pengembangan sosial dan emosional mulai dari anak-anak sampai menjadi dewasa. Jika diibaratkan, teori psikososial Erikson ini seperti suatu lintasan peluru (Sneed dan Whitbourne, 2003). Sehingga, setiap individu pasti melaluinya. Keberhasihan dalam melalui tugas-tugas disuatu tahap perkembangan ini mempengaruhi tahapan selanjutnya. Tahapan ini berlaku secara universal, artinya tahap perkembangan dan krisis-krisis yang akan dihadapi pada tahapan perkembangan tersebut akan dilalui oleh semua orang di seluruh dunia. Tahap perkembangan Erikson ini akan dilalui oleh semua orang di berbagai variasi kelompok (James and Zarrett, 2005). Teori ini akan dipakai sebagai konsep kunci untuk menganalisis data, setiap tahap perkembangan akan dijabarkan untuk menganalisis proses terbentuknya integritas pada seseorang sebagai berikut (Feist and Feist, 2008): a. Basic Trust vs. Basic Mistrust (Percaya vs. Tidak Percaya) Tahapan ini berlangsung pada awal kehidupan manusia, yaitu pada bayi sejak lahir hingga kira-kira berusia satu tahun. Pada tahapan ini anak sangat bergantung pada pengasuhnya sebagai sumber kehidupannya. Anak membutuhkan pengasuhnya untuk memberikan

34 18 rasa aman, kenyamanan, kehangatan, dan yang memberikan makanan ketika dia merasa lapar. Resolusi yang sukses akan membuat anak mengembangkan kemampuan untuk mempercayai dan mengembangkan harapan. Akan tetapi, resolusi yang gaga akan membuat anak memiliki perasaan tidak aman dan selalu merasa curiga pada lingkungannya, merasa bahwa dunia tidak dapat dipercaya (Friedman dan Schustack, 2006:157). b. Autonomy vs. Shame and Doubt ( Autonomi vs. Malu Malu dan Ragu) Tahapan ini berkembang pada usia 1 hingga 3 tahun. Dalam tahap perkembangan ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya, terutama dalam mengontrol otot-ototnya. Peran orang tua yaitu mengajarkan pada anak untuk mengontrol impuls impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Resolusi yang sukses dalam tahap ini akan mengembangkan keinginan yang kuat dan rasa bangga pada diri anak, serta anak dapat mengetahui perbedaan antara benar dan salah, dan cenderung akan memilih yang menurutnya benar (Friedman dan Schustack, 2006). Resolusi yang gagal akan membuat anak mengembangkan perasaan selalu bersalah sehingga anak akan merasa ragu untuk bertindak dan cenderung pemalu. c. Initiative vs Guilty (Inisiatif vs. Rasa Bersalah) Tahapan ini berkembang pada usia 4 5 tahun. Usia 4-5 tahun adalah fase pengasuhan dengan memberikan dorongan kepada anak

35 19 untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya, sehingga anak akan memiliki inisiatif atau sebaliknya jika anak tidak mendapatkan pengasuhan maka akan menjadi pasif dan perkembangannya mengalami keterlambatan. Tugas orang tua dan pendidik dalam hal ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga memungkinkan perkembangan berjalan sesuai usianya (Herlina dkk, 2010). Resolusi yang berhasil akan membuat anak mengembangkan rasa inisiatifnya sehingga memiliki inisiatif untuk mengamil keputusan serta memiliki maksud dan tujuan dalam tindakannya. Resolusi yang gagal akan membuat anak memiliki rasa percaya diri yang rendah, tidak memiliki inisiatif untuk mengambil keputusan, dan tidak memiliki maksud dan tujuan (Friedman dan Schustack, 2006). d. Industry vs. Inferiority (Produktif vs. Inferioritas) Tahapan ini berkembang pada usia 6 11 tahun. Konsep pada tahap ini serupa dengan konsep tahap laten Freud. Pada masa ini, anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari menyelesaikan tugas-tugasnya, terutama tugas akademis. Seorang anak memiliki kepercayaan diri yang bertambah terhadap kemampuannya sendiri untuk menjadi partisipan yang produktif didalam lingkungan sosialnya. Resolusi yang berhasil membuat anak menjadi tekun, rajin, serta memiliki kompetensi atau kecakapan sehingga anak merasa mampu dan menguasai untuk melakukan

36 20 sesuatu. Resolusi yang gagal membuat anak memiliki perasaan inferior dan merasa tidak mampu. e. Identity vs Role Confusion (Indentitas vs. Kebingungan Identitas) Tahapan ini berada pada kisaran usia tahun. Erikson melihat tahapan ini sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Tahapan ini merupakan tahapan yang paling penting dan paling berpengaruh karena remaja mulai bereksperimen dengan berbagai macam peran yang berbeda, sambil mencoba mengintegrasikan dengan identitas yang dia dapatkan dari tahapantahapan perkembangan yang telah dilalui sebelumnya. Resolusi yang berhasil akan membuat remaja memiliki dan mengetahui identitas dan peran-peran dalam kehidupannya serta mampu menyatukan peranperan yang dimiliki menjadi identitas tunggal dirinya. Resolusi yang gagal akan membuat remaja mengalami krisis identitas yang menyebabkan remaja tidak yakin dan tidak memiliki gambaran yang jelas dalam kehidupan, kemampuan, dan keinginan dalam hidupnya. f. Intimacy vs. Isolation (Keintiman vs. Keterkucilan) Tahapan ini berlangsung pada usia tahun. Pada tahapan ini seseorang memiliki keinginan untuk memiliki relasi percintaan dengan orang lain dan memiliki komitmen dasar dalam bekerjasama dan kemudian mampu konsisten dengan komitmennya.

37 21 Orang dewasa awal mulai membuka dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain dan membiarkan orang lain mengenal dirinya dalam cara yang intim. Resolusi yang sukses akan membuat individu dapat menjalin relasi dengan orang lain serta membentuk ikatan sosial. Resolusi yang gagal akan membuat individu cenderung menarik diri dari pergaulan, menghindari hubungan yang dekat, dan mengembangkan perasaan terkucilkan (Herngenhahn, 1990). g. Generativity vs. Stagnation (Generativitas vs. Kemandegan) Tahap ini berkembang pada usia dewasa yaitu pada kisaran usia tahun. Individu mulai memiliki intensi untuk membagikan diri kepada orang lain. Resolusi yang berhasil akan membuat individu mengembangkan generatifitas, sehingga dia akan memiliki perhatian yang lebih besar atau perhatian yang lebih luas yang diwarnai oleh cinta, kebutuhan, atau kebetulan (Erikson, 1964). Resolusi yang gagal menyebabkan individu memiliki perasaan bahwa hidup ini tidak berharga, tidak berguna, atau membosankan. Individu seperti ini mungkin berhasil memperoleh tujuan-tujuan duniawi, tetapi dibalik kesuksesan itu hidupnya terasa tidak berarti dan gagal. h. Ego Integrity vs. Despair (Integritas Ego vs. Keputusasaan) Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan hidup manusia dan merupakan fokus dari penelitian ini. Tahap ini berkembang pada masa dewasa akhir yaitu pada kisaran usia 65 kematian. Pada tahap ini, individu melihat dan merefleksikan kembali

38 22 keseluruhan hidupnya. Resolusi yang berhasil menyebabkan individu memiliki Integritas Ego sehingga mereka mampu beradaptasi kepada kesulitan-kesulitan dan penderitaan hidupnya seperti halnya menang dari situasi-situasi buruk dan penderitaan yang menimpa hidupnya. Sedangkan resolusi yang gagal akan menyebabkan individu memiliki rasa putus asa dan kecewa pada kehidupan dan masa lalunya. 4. Faktor faktor yang mempengaruhi Integritas Ego a. Spiritualitas Nilai-nilai religius yang diinternalisiasi oleh lansia di Panti Wreda menjadi sangat penting terutama dalam mempengaruhi pencapaian integritas ego seseorang. Hubungan dengan komunitas lansia di Panti Wreda, kekuatan diri, dan hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari diri adalah nilai-nilai yang paling umum yang dikenalkan dalam tradisi spiritualitas. Pencarian makna hidup pada lansia di Panti Wreda adalah hal yang paling penting yang diajarkan agama yang relevan dengan kesehatan. Frankl (1959) dan Bown dan Williams (1993) menyatakan bahwa pencarian makna itu sendiri merupakan bentuk dari identitas dan merupakan sumber kekuatan dibalik intelektualitas dan emosi. Selain itu, keyakinan lansia di Panti Wreda terhadap suatu agama dapat mempengaruhi cara pandang dan sikap seseorang.

39 23 Worthington at all. (1996) memberikan tujuh penjelasan penting mengenai mengapa kematangan spiritualitas membuat seseorang memiliki pribadi yang lebih matang dan terkait dengan psychological well-being dan dapat menjadi akses bagi lanjut usia untuk mencapai penuaan yang sukses. Tujuh alasan tersebut adalah: 1. Spiritualitas menyediakan serangkaian jawaban bahwa tidak hanya kehidupan yang berharga, namun kematian juga sesuatu yang berharga. 2. Spiritualitas menstimulasi perasaan optimis dan memunculkan harapan hidup yang positif di segala situasi sulit maupun menakutkan. 3. Pada situasi dimana seseorang kehilangan kontrol diri pada suatu lingkungan, koneksi spiritual menyediakan perasaan pentingnya akan kontrol untuk mengatasi hal-hal keduniawian. 4. Jalan spiritual menyarankan gaya hidup yang meningkatkan kesehatan mental dan fisik yang lebih baik. Misalnya, tidak minum minuman keras, tidak makan terlalu banyak, menahan diri dari amarah, mensyukuri hidup, menyayangi sesama dan makhluk hidup, dan lain-lain. 5. Kebijaksanaan spiritualitas memberikan norma-norma sosial yang positif dimana hal tersebut dapat meningkatkan penerimaan, dukungan, dan nurturance satu sama lain.

40 24 6. Komunitas spiritual memberikan dukungan ketika seseorang membutuhkan bantuan dan mempertanyakan sesuatu. 7. Kematangan spiritualitas menjadi akar dari kepercayaan yang paling dalam atau penting diantara nilai-nilai yang lainnya. Spritualitas di atas bahwa dapat mendorong lansia di Panti Wreda memberikan makna yang positif dalam hidup. Artinya, tidak hanya pada pengalaman yang menyenangkan saja, namun termasuk juga pengalaman-pengalaman menyedihkan ataupun menyakitkan dalam keseluruhan hidup seseorang. Untuk itu, peran nilai-nilai spiritualitas lansia di Panti Wreda juga penting untuk dilihat untuk menjelaskan proses integrasi ego pada lansia. Maka dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa lansia yang mencapai integritas ego cenderung memiliki pemaknaan yang positif pada serangkaian kisah kehidupannya. Spiritualitas dibuktikan memiliki peranan yang penting dan korelasi yang kuat dalam psychological well-being lansia. Aldert dan Koenig (2007), menyatakan melalui hasil temuannya bahwa lansia yang memiliki orientasi religious dari dalam dirinya memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi dari pada lansia yang tidak memiliki orientasi religious. Penelitian Aldert dan Koenig (2007) juga menunjukan bahwa kematangan spiritualitas membuat lansia lebih

41 25 sehat secara psikologis. Hal ini dijelaskan karena spiritualitas membuat seseorang memiliki orientasi dan tujuan hidup yang lebih optimis. Agama yang yang dianut seseorang memiliki potensi yang besar untuk memperngaruhi cara berpikir dan berperilaku seseorang, yang memungkinkan untuk mempengaruhi variable psikologis, sosial dan fisik (Aldert & Koenig, 2007). Hal ini juga didukung oleh beberapa riset lain. Seperti pada penelitian Tomer & Eliason (2000) yang menyatakan bahwa ketaatan beragama memiliki korelasi positif terhadap perasaan kebermaknaan akan hidup pada lansia. Kebermaknaan hidup menimbulkan kebahagiaan, kepuasan hidup, psychological well-being, dan pemulihan terhadap kedukaan dan perasaan kehilangan (Edmonds & Hooker, 1992). Sedangkan Wong (2000), menyatakan bahwa ciri khas khusus pada lansia yang mengalami penuaan yang sukses adalah mereka memiliki semangat hidup dan perasaan yang jelas akan kebermaknaan dan tujuan hidup, yang mana meliputi sikap positif terhadap kehidupan maupun kematian. Integritas ego memiliki memiliki beberapa aspek yang sama yang ada dalam psychological well-being. Pada pembahasan sebelumnya, telah dipaparkan bahwa agama memiliki korelasi secara positif terhadap psychology well-being. Ada beberapa penelitian penting yang ditujukan untuk menguji pengaruh yang bervariasi dari

42 26 kegiatan kegiatan keagamaan seperti berdoa secara pribadi, pergi ke gereja, dan studi alkitab terkait dengan depresi, kepuasan hidup, kesehatan fisik, dan relasi sosial (Ellison, 1991; Koenig, George, & Titus, 2004). Aktifitas aktifitas tersebut juga terbukti memiliki pengaruh agar seseorang dapat mencapai psychological well-being. Meski aktifitas keagaaman memiliki peranan penting, namun perlu dipertimbangkan pula mengenai aktifitas lain yang mungkin saja memiliki pengaruh terhadap integritas ego. b. Interaksi Sosial Banyak studi yang menunjukkan bahwa dukungan sosial (sosial support) sangat berperan pada kesehatan mental. Pada kehidupan lansia sendiri, dukungan sosial dapat membantu lansia mengatasi berbagai stress yang muncul pada masa dewasa akhir seperti kematian pasangan hidup, stress pasca pensiun, penyakit berat, dll. Lansia yang mendapat dukungan sosial mampu memiliki harapan hidup yang lebih tinggi, lebih bahagia, dan mengurangi depresi (Shinn, Lehmann, dan Wong, 1984). Kedua hal tersebut merupakan beberapa indikator dari penuaan yang sukses. Syarat untuk mendapatakan dukungan sosial adalah melakukan interaksi sosial. Akan tetapi, interaksi sosial yang tidak tepat bisa memiliki dampak negatif psychological well-being (Shinn, Lehmann, dan Wong, 1984). Alih alih untuk mengatasi stress, terkadang

43 27 interaksi sosial dengan teman yang bertujuan untuk mencari dukungan sosial kadang dapat menciptakan jaringan stress (network stress). Seseorang terkadang akan merasa seperti mengalami penderitaan yang sama jika melihat temannya menderita (Eckenrode dan Gore, 1981). Tidak semua interaksi sosial ternyata mendatangkan dukungan sosial yang bermanfaat terhadap psychological well-being. Shinn, Lehmann, dan Wong (1984) menyarankan bahwa interaksi sosial yang membantu orang untuk mencapai psychological well-being adalah interaksi sosial yang mendatangkan dukungan sosial. Orang harus merasa aman, diterima, didukung, dan didengarkan. Selain itu penting juga untuk menjadi penyedia dukungan sosial bagi orang lain. Artinya selain mencari dukungan sosial, juga perlu untuk menjadi pribadi yang hangat, suportif, dan empatik kepada teman yang membutuhkan support (Eckenrode dan Gore, 1981). c. Kenangan (Reminiscence) Banyak studi di barat tengah menyelidiki kenangan (reminiscence) sebagai salah satu terapi maupun suatu tanda pada penuaan yang sukses. Jenis jenis kenangan akan masa lalupun beragam. Beberapa diantaranya terbukti terasosiasi dengan penuaan sukses yang juga masih melingkupi integritas ego. Paul T.P Wong dan Lisa M. Watt (1991), mengklasifikasikan kenangan (reminiscence) ke dalam 6 tipe, yaitu:

44 28 1. Integratif Fungsi utama dari integrative reminiscence adalah untuk mencapai perasaan berharga (sense of self-worth), berhubungan (coherence), dan Rekonsiliasi dengan menghargai masa lalu seseorang (Wong dan Watt, 1991). Karakteristik dari integrative reminiscence adalah pernyataan yang mengindikasikan penerimaan akan masa lalu sebagai sesuatu yang bermanfaat, mendamaikan ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, dan penerimaan akan pengalaman hidup yang negatif dan menyelesaikan konflik pada masa lalu (Butler, 1963). Teori ini mirip dengan teori Butler (1963) mengenai life review. Butler (1963) mengemukakan bahwa para lansia melihat kembali kedalam masa lalunya sebagai persiapan menghadapi kematian. Pada dasarnya tidak semua lansia yang melihat kembali ke masa lalunya akan terintegrasi. Beberapa akan merasa bersalah, gagal, dan depresi (Butler, 1963). Meskipun demikian, untuk mengatakan bahwa seorang lansia dapat mencapai integritas, tinjauan kembali akan masa lalu (life-review) harus berkontribusi kepada penuaan yang sukses (successful aging). Butler (1963), menyatakan bahwa life review yang mengarah ke penuaan yang sukses adalah life review yang meningkatkan pemahaman diri, pemaknaan personal, harga diri (self esteem), dan kepuasan hidup.

45 29 2. Instrumental Instrumental reminiscence meningkatkan persepsi subjektif terhadap kompetensi dan kontinuitas (Lieberman dan Tobin, 1983). Karakteristik dari Instrumental reminiscence adalah rekoleksi dari rencana rencana masa lalu, aktifitas - aktifitas yang memiliki tujuan dan pencapaian tujuan tujuan yang diharapkan, usaha masa lalu untuk mengatasi kesulitan keesulitan, dan mengambil hikmah dari pengalaman masa lalu untuk menyelesaikan masalah masa kini (Wong dan Watt, 1991). Tipe reminiscence ini melibatkan penggunaan problem-focused coping. Hal ini membuat seorang lansia memiliki perasaan akan kontrol diri yang kuat yang memiliki peranan penting untuk mengatasi distress emosional, meningkatkan tingkat kepuasan hidup, dan kesehatan yang lebih baik. 3. Transmissive Transmissive reminiscence diindikasikan melalui budaya, nilai nilai tradisi dan kebijaksanaan, dan pembelajaran pembelajaran dari masa lalu. Rhudick (dalam Wong dan Watt, 1991), pernah mengobservasi bahwa dengan menceritakan reminiscence memiliki pengaruh positif pada adaptasi karena hal ini akan membuat seseorang berfungsi secara sosial.

46 30 4. Naratif Kenangan Naratif ini lebih pada dasarnya merupakan rekoleksi deskriptif daripada interpretif (Wong dan Watt, 1991). Kenangan kenangan ini meliputi kenangan mengenai aoutobiografi, cerita sederhana mengenai masa lalu tanpa evaluasia ataupun interpretasi, dan pernyataan pernyataan yang tidak termasuk kedalam tipe kenangan lainnya. 5. Escapist Escapist reminiscence dicirikan dengan adanya tendensi untuk mengagungkan masa lalu dan mencela masa kini (Rhudick dalam Watt dan Wong, 1991). Pernyataan pernyataan yang sering muncul pada lansia pada tipe reminiscence ini adalah cerita cerita yang menyombongkan pencapaian pencapaian masa lalu, membesar besarkan kegembiraan kegembiraan pada masa lalu, dan pengungkapan adanya keinginan untuk kembali pada masa lalu yang menyenangkan tersebut. Hal ini membuat lansia akan memiliki tingkat kepuasaan hidup yang rendah, karena cenderung menggerutu akan kondisi saat ini dan membandingkan dengan kondisi masa lalu yang membanggakan. 6. Obssesive Obsessive reminiscence adalah tipe yang paling memberikan dampak negatif dalam pencapaian penuaan yang sukses. Kenangan yang obsesif pada dasarnya berasal dari perasaan bersalah akan suatu

47 31 masa lalu (Wong dan Watr, 1991). Ini adalah sebuah tanda dari kegagalan untuk mengintegrasikan problematika yang terjadi pada masa lalu. Tanda tanda dari kenangan obsessive adalah munculnya pernyataan mengenai penyesalan, perasaan bersalah, kebencian, dan keputus-asaan (despair) akan masa lalu. Meskipun terdapat beberapa jenis kenangan (reminiscence), namun hanya beberapa saja yang terbukti terasosiasi dengan penuaan yang sukses (successful aging). Studi yang dilakukan oleh Wong dan Watt (1991), melaporkan hasil bahwa dari sekian tipe taksonomi dari kenangan (reminiscence), hanya tipe kenangan yang integratif dan instrumentalah yang dimiliki oleh lansia yang mencapai penuaan yang sukses. C. PSIKOLOGI NARASI DALAM STUDI INTEGRITAS EGO Psikologi sebagai ilmu yang bertujuan memahami, menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku manusia tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya yang melingkupi para peneliti dan orang-orang yang diteliti. Smith (2008) mendefinisikan narasi sebagai interpretasi terorganisir atas sekuensi peristiwa. Bentuk peristiwa berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Menurut Prince (dalam Takwin, 2007), psikologi naratif merupakan salah satu dari banyak ranah penelitian baru yang memperluas kajian naratologikal tentang bagaimana cerita-cerita membentuk hidup manusia, khususnya dalam

48 32 kajian psikologi naratif pada kajian bagaimana cerita-cerita membentuk diri dan kepribadian seseorang yang pada akhirnya membentuk kehidupannya. Narasi tidak muncul begitu saja, tetapi didorong dan dibentuk oleh suatu konteks sosial tertentu. Untuk memahami psikologi naratif lebih jauh, perlu dipahami apa itu naratif. Naratif adalah menyimak, menyampaikan atau menyampaikan ulang cerita-cerita tentang orang-orang serta masalah-masalah kehidupannya. Meskipun sang narator menceritakan kisah, karakter dari kisah tersebut tergantung kepada siapa kisah tersebut diceritakan, dihubungkan antara narrator dan audien, serta konteks sosial dan kultural yang lebih luas (Murray, 1997). Penelitian ini menggunakan pendekatan naratif dalam menganalisis dan melihat proses integritas ego. Naratif dapat dideskripsikan sebagai interpretasi yang terorganisir terhadap serangkaian kejadian (Smith, 2008). Menurut Smith (2008), analisis naratif tidak seperti analisis kualitatif yang lain, yang memilah interview ke dalam tema-tema. Tujuan analisis naratif adalah hendak memperoleh laporan naratif secara penuh, untuk memeriksa struktur dan hubungannya dengan konteks yang lebih luas. Melalui konsepsi identitas naratif kita dapat "memahami manusia sebagai pembentuk kisahnya sendiri dalam interaksinya dengan manusia lain dalam aliran waktu" (Takwin, 2007). Menurut Bruner (dalam Takwin, 2007), cerita merupakan dasar dari proses penciptaan makna dan satu-satunya cara untuk menjelaskan waktu yang dihayati seseorang dalam hidupnya adalah dengan menggunakan bentuk naratif. Cerita bahkan merupakan unsur-unsur

49 33 yang membentuk pikiran. Turner (1998) dalam studinya tentang film menunjukkan bahwa cerita merupakan mekanisme universal bagi penyebaran makna. Setiap masyarakat memiliki cerita dan menyampaikannya baik kepada anggota-anggotanya maupun kepada dunia di luarnya. Pemahaman terhadap pikiran dan diri manusia sebagai upaya inti dari psikologi membutuhkan naratif sebagai media dan metode penelitian. Dengan kata lain, naratif merupakan sebuah pendekatan pemahaman dalam psikologi yang dapat menggambarkan seseorang dengan jelas. Ken dan Mary Gergen (dalam Smith, 2008) mendefinisikan bahwa naratif adalah konstruksi sosial yang dikembangkan dalam interaksi sosial sehari-hari. Psikologi naratif memiliki tiga struktur (Gergen dan Gergen dalam Smith, 2008) yaitu progresif, stabil, dan regresif. Struktur yang progresif cenderung muncul pada narasi yang memiliki perubahan yang positif pada tujuan sedangkan pada struktur regresif, perubahannya cenderung negatif dan cenderung tidak memiliki tujuan. Struktur yang stabil cenderung tidak memiliki perubahan atau perubahan yang sangat sedikit. Frye (dalam Smith, 2008) juga mengidentifikasikan naratif menjadi 4 struktur cerita: komedi, romansa, tragedi, dan sindiran. Komedi adalah narasi dimana jalan ceritanya menuju akhir yang bahagia. Romansa juga narasi yang bahagia dimana tokoh protagonis akhirnya berhasil mengatasi masalahmasalah yang dimilikinya. Tragedy memiliki narasi yang cenderung menyedihkan dimana tokoh protagonist menderita kesengsaraan. Sindiran adalah narasi yang cenderung lebih stabil dan hidup yang kurang berarti.

50 34 Dan McAdams (dalam Smith, 2008) mengembangkan sebuah pendekatan dalam studi naratif yang disebut narrative tone. Narrative tone dapat bersifat optimistik dan pesimistik. Narrative tone yang bersifat optimistik memiliki karakteristik komedi dan romansa, sedangkan yang bersifat pesimistik memiliki karakteristik tragedi dan sindiran. Setelah narrative tone, pendekatan McAdams berikutnya adalah imagery yang dideskripsikan sebagai gambaran dalam diri atau sering disebut juga citra diri. Citra diri ini berkembang dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Pendekatan ketiga McAdams adalah theme, yang sering juga diartikan dengan pola berulang-ulang yang sering dilakukan manusia. Theme juga muncul sebagai perilaku atau intensi yang paling terdapat dalam diri manusia. Pendekatan terakhir McAdams adalah ideology, yang muncul di dalam nilainilai dan kepercayaan-kepercayaan yang mendasari kisah naratif seseorang. Smith (2008) mengungkapkan bahwa keempat hal tersebut perlu untuk dipertimbangkan dalam melakukan investigasi naratif. Dari keempat istilah yang ditemukan oleh Dan McAdams yaitu narrative tone, imagery, theme, dan ideology, peneliti akan menggunakan istilah narrative tone dan imagery untuk membantu proses analisis. Studi naratif dapat membantu peneliti untuk melihat gambaran dari integritas ego seseorang. Ryff (1982), menyatakan bahwa integritas ego meliputi 6 aspek penting. Aspek aspek tersebut adalah : penerimaan terhadap suatu siklus kehidupan, bersahabat dengan masa lalu, mampu menyesuaikan diri dengan pengalaman menyenangkan dan mengecewakan, integritas

51 35 emosional, mencintai kehidupan dan orang lain, serta mencapai spiritualitas dalam menghapus ketakutan akan kematian. Stukrur naratif dapat digunakan untuk melihat kedua aspek pertama yaitu penerimaan terhadap suatu siklus kehidupan dan bersahabat dengan masa lalu. Sedangkan narrative tone dapat digunakan untuk melihat bagaimana seseorang mampu menyesuaikan diri dengan pengalaman menyenangkan dan mengecewakan serta melihat status integritas emosional seseorang. Imagery dapat digunakan untuk melihat aspek ke 5 yaitu mencintai kehidupan dan orang lain. Kemudian pada aspek mencapai spiritualitas dapam menghapus ketakutan akan kematian dapat dilihat dari pemaknaan yang muncul pada cerita subjek mengenai kematian.

52 36 D. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan teori-teori yang telah disusun dan digunakan peneliti, maka peneliti menyusun pertanyaan penelitian untuk membantu memahami tujuan dan proses penelitian ini. Pertanyaan penelitian disusun menjadi dua macam pertanyaan, yaitu pertanyaan utama (central question) dan pertanyaan kedua (subquestion) yang bersifat mengarah pada pertanyaan utama. 1. Central question: bagaimana gambaran integrasi ego lansia wanita yang tinggal di panti wreda Hanna Yogyakarta? 2. Subquestions : a. Bagaimana struktur naratif dan narrative tone, dan imagery subjek? b. Bagaimana imagery subjek? c. Bagaimana status integrasi ego subjek?

53 BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus (Moleong, 2007: 5). Denzin dan Lincoln (Moleong, 2007: 3) menyatakan bahwa penelitian kualitatif ialah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan. Sedangkan dalam analisis datanya digunakan pendekatan naratif untuk melihat proses integritas ego pada subjek. Naratif dapat dideskripsikan sebagai interpretasi yang terorganisir terhadap serangkaian kejadian (Smith, 2008). Menurut Smith (2008), analisis naratif tidak seperti analisis kualitatif yang lain, yang memilah interview ke dalam tema-tema. Tujuan analisis naratif adalah hendak memperoleh laporan naratif secara penuh, untuk memeriksa struktur dan hubungannya dengan konteks yang lebih luas. 37

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai Teori Psikososial, Erik Erikson ( 1902-1994 ) Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai manusia tersebut

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL Psikologi Umum 1 PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL Erik Homburger Erikson Ursa majorsy Teori perkembangan Erikson sangat dipengaruhi oleh psikoanalisa Freud. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai

Lebih terperinci

Erikson. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. 8 tahap psikososial. Daftar Pustaka. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

Erikson. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. 8 tahap psikososial. Daftar Pustaka. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: Erikson Fakultas PSIKOLOGI Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Program Studi PSIKOLOGI Biografi Evaluasi Teori 8 tahap psikososial Daftar Pustaka Biografi Bernama lengkap Erik Homberger Erikson,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

Rentang Perkembangan Manusia UMBY

Rentang Perkembangan Manusia UMBY Rentang Perkembangan Manusia UMBY 1. Infancy & Early Childhood (masa bayi dan kanak-kanak awal) Belajar berjalan, mengambil makanan padat Belajar bicara Belajar mengontrol eliminasi (urin & fekal) Belajar

Lebih terperinci

- keluarga besar. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap perbedaan Individual

- keluarga besar. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap perbedaan Individual Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap perbedaan Individual Faktor Hereditas (keturunan) --> melalui kromosom Faktor Lingkungan. Perubahan pd masa kanak-kanak berkaitan dg. kematangan --> perbedaan individual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proyeksi dan data-data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

Perkembangan Anak dan Remaja. Dra. Riza Sarasvita MSi, MHS, PhD, Psikolog Direktur PLRIP BNN

Perkembangan Anak dan Remaja. Dra. Riza Sarasvita MSi, MHS, PhD, Psikolog Direktur PLRIP BNN Perkembangan Anak dan Remaja Dra. Riza Sarasvita MSi, MHS, PhD, Psikolog Direktur PLRIP BNN Latar Belakang Proses Perkembangan Kognitif Tokohnya adalah Piaget (1936) Perkembangan kognitif memiliki 4 aspek:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I. empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berusia 60 tahun. 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012).

BAB I. empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berusia 60 tahun. 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012). BAB I 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan suatu proses yang terjadi secara alami dan tidak dapat dihindari oleh setiap orang. Saat ini banyak orang yang bertahan dari tantangan kehidupan dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Zahroh Nur Sofiani Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Zahroh Nur Sofiani Suryana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menjadi tua itu pasti dan menjadi dewasa itu pilihan. Kalimat tersebut mengingatkan individu bahwa menjadi tua adalah sebuah kepastian dalam rentang hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

Teori Perkembangan Psikososial. Oleh : Yulia Ayriza

Teori Perkembangan Psikososial. Oleh : Yulia Ayriza Teori Perkembangan Psikososial Oleh : Yulia Ayriza Teori Perkembangan Psikososial (Menurut Erik Erikson) Erikson (1950, 1968 ) mengatakan bahwa manusia lebih berkembang dalam tahap psikososial daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan melalui serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia. Semua individu pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD. Oleh : Yulia Ayriza

PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD. Oleh : Yulia Ayriza PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD Oleh : Yulia Ayriza Pengertian Pengembangan Afeksi (What?) Afeksi merupakan hal yang sama dengan sosial-emosional. Perkembangan emosi merupakan perkembangan yang mengarah pada

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

Formatio Iman dalam Keluarga Katolik: Perspektif Pendidikan. Anita Lie Unika Widya Mandala Surabaya

Formatio Iman dalam Keluarga Katolik: Perspektif Pendidikan. Anita Lie Unika Widya Mandala Surabaya Formatio Iman dalam Keluarga Katolik: Perspektif Pendidikan Anita Lie Unika Widya Mandala Surabaya www.anitalie.com 1 2 Media Literacy 4R Intellectual Capital Financial Literacy Social Capital Spiritual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

POLA ASUH & TUMBUH KEMBANG ANAK: Membangun Komunikasi dgn Keluarga Pengganti

POLA ASUH & TUMBUH KEMBANG ANAK: Membangun Komunikasi dgn Keluarga Pengganti POLA ASUH & TUMBUH KEMBANG ANAK: Membangun Komunikasi dgn Keluarga Pengganti Anita Lie Program Pascasarjana Unika Widya Mandala Surabaya www.anitalie.com 1 www.anitalie.com Komunikasi Keluarga Pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut: BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara mendalam mengenai pengalaman psikologis pada remaja yang mengalami perceraian orangtua. Untuk mengetahui hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD) merupakan pendidikan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD) merupakan pendidikan yang paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD) merupakan pendidikan yang paling fundamental karena perkembangan anak di masa selanjutnya akan sangat ditentukan oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti oleh para wanita adalah kanker payudara (Rahmah, 2009). Menurut data organisasi kesehatan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Pengantar Memahami Teori Perkembangan Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Kajian Perkembangan Manusia Apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

Tahapan Perkem Perk bang an Kognitif

Tahapan Perkem Perk bang an Kognitif Tahapan Perkembangan Kognitif Psikologi pendidikan Sensori motorik Tahap perkembangan kognitif Piaget Usia Kemampuan 0-1.5 tahun Belum memiliki konsep permanensi objek (kecakapan psikis untuk mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang permasalahan penelitian, pendekatan kualitatif, subjek penelitian, metode pengumpulan data, dan prosedur penelitian. III. A. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2000 diperoleh data bahwa jumlah lansia (kaum lanjut usia) mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Sementara itu populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

PARENTING in the 21st Century. Anita Lie Unika Widya Mandala Surabaya

PARENTING in the 21st Century. Anita Lie Unika Widya Mandala Surabaya PARENTING in the 21st Century Anita Lie Unika Widya Mandala Surabaya www.anitalie.com 1 Tahapan Perkembangan Emosional Anak Konteks Jaman Menjadi Orang Tua Bijak 2 Tahapan Perkembangan Emosional Anak Konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci