V GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT INDONESIA
|
|
- Teguh Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 V GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT INDONESIA 5.1. Sejarah Rumput Laut Indonesia Rumput laut di Indonesia mulai diidentifikasi sejak tahun 1899 oleh Max Weber, identifikasi ini dikenal dengan nama Siboga expedition, kemudian pada tahun 1928 Max Weber dan Van Bose melakukan klasifikasi jenis rumput laut. Pada tahun 1940 mulai dilakukan pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dari Makasar dan Surabaya. Proses identifikasi rumput laut komersial juga dilakukan oleh Zaneveld dari FAO pada tahun 1968, jenis rumput laut yang diidentifikasi adalah Euchema, Gracilaria, Gelidium, Hypnea, dan Sargassum. Pada tahun 1967 pertama kali rumput laut jenis Eucheuma Spinosum dibudidayakan di Indonesia yaitu di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Pari oleh Prof. Soerjodinito dan Hariadi Adnan, kemudian pada tahun 1947 rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang berasal dari Filipina dapat dibudidayakan di Indonesia, setahun kemudian LIPI memulai proyek budidaya Spinosum di Pulau Samaringga dan Pulau Rio di Sulawesi namun proyek ini tidak berkembang sehingga proyek dihentikan. Pada tahun 1985 dilakukan uji coba budidaya rumput laut jenis cottonii di Bali tepatnya di daerah Nusa Lombongan, Nusa Penida dan Nusa Ceningan. Kemudian pada tahun 1986 Hans Porse memperkenalkan rumput laut Indonesia jenis Euchema cottonii dan Eucheuma spinosum pada International Seaweed Symposium di Brazil. Pada tahun 1994 APBIRI menyelenggarakan Seaweed Symposium di Bali (Hans, Porse, 2008). Pada tahun 2007, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Komisi Rumput Laut Indonesia, Aspperli dan Masyarakat Rumput Laut Indonesia / ISS menyelenggarakan Seaweed International Bussines Forum and Exhibition / SEABFEX di Bali, dan pada tahun 2008 SEABFEX II diselenggarakan di Makasar bersamaan dengan Indonesia Seaweed Forum. SEABFEX II diselenggarakan pada Juli 2010 di Surabaya, dihadiri 19 negara, dan sampai dengan saat ini SEABFEX sudah menjadi agenda pertemuan rumput laut dunia setiap dua tahun. 39
2 5.2. Jenis Komoditi Rumput Laut Rumput laut atau algae termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah, dimana koloni tumbuh menempel pada bebatuan atau menancap pada substrat pasir laut dengan beraneka ragam dan warna. Terdapat berbagai macam bentuk diantaranya berbentuk bola kecil, lembaran, rumput dengan warna merah (Rhodophyceae), coklat (Phaeophyceae), hijau (Chlorophyceae) dan warna lainnya. Tumbuh kembangnya rumput laut tergantung pada kesesuaian faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nutrisi, atau zat hara dan sinar matahari. Ketiga kelompok ini tumbuh di laut diperkirakan sekitar 9000 jenis dimana masing-masing 6000 jenis Rhodophyceae, 2000 jenis Phaeophyceae dan 1000 jenis Chlorophyceae. Pengelompokan rumput laut juga dibedakan berdasarkan kandungan koloidnya, dimana kelompok penghasil agar atau dikenal agarofit antara lain jenis Gracilaria dan Gelidium, sedangkan kelompok penghasil karaginan atau karaginofit adalah Euchema dan Kappaphycus. Kelompok lainnya yaitu alginofit sebagai penghasil alginat antara lain jenis Sargassum dan Turbinaria. AGAROFIT Agarofit adalah jenis rumput laut penghasil agar. Jenis-jenis rumput laut tersebut adalah Gracilaria spp, Gelidium spp, dan Gelidiela spp. Agar-agar merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dapat membentuk jeli. Kualitas agar-agar dapat ditingkatkan dengan suatu proses pemurnian yaitu membuang kandungan sulfatnya. Produk ini dikenal dengan nama agarose. Kualitas agar-agar yang berasal dari Gelidium / Gelidiela lebih tinggi dibanding dari Gracilaria. Dalam skala industri agar-agar dari Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, tetapi Gracilaria masih dalam skala laboratorium. Jenis yang dikembangkan secara luas baru Gracilaria spp. Di Indonesia, Gracilaria verrucosa umumnya dibudidayakan di tambak. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternatif atau dikotomi, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5-2,0 mm. 40
3 Wilayah pengembangan Gracillaria verrucosa dan Gracillaria gigas terdapat di perairan Sulawesi Selatan (Janeponto, Takalar, Sinjai, Wajo, Palopo, Bone, Maros); Lombok Barat, Pantai Utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban, dan Lamongan). Sedangkan untuk jenis Gelidium spp belum banyak dibudidayakan, umumnya masih dihasilkan dari alam. Rumput laut jenis ini banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia. ALGINOFAT Na-Alginofat (atau Natrium Alginat / Alginat / Algin) merupakan zat yang terdapat pada rumput laut coklat (Phaeophyceae). Rumput laut coklat penghasil alginate (alginofit) biasanya di perairan subtropis terutama untuk jenis Macrocytis, Laminaria, Aschophyllum, Nerocytis, Ecklonia, Fucus, dan Sargassum. Sedangkan rumptu laut coklat yang tumbuh di perairan tropis seperti di Indonesia terutama jenis-jenis Sargassum, Turbinaria, Padina, Dyctyota dan yang paling banyak ditemukan adalah jenis Sargassum dan Turbinaria. Asam alginat adalah suatu getah selaput (membrane mucilage) yang disebut juga gummi alami, sedangkan alginat merupakan bentuk garam dari polisakarida yang terdapat pada rumput laut disebut phycocolloid. Polisakarida terpenting pada rumput laut coklat adalah asam alginate dan turunnya seperti fukoidan, funoran dan laminaran yang merupakan komponen penyusun dinding sel seperti halnya selulosa dan pektin. Di perairan Indonesia terdapat sekitar 28 spesies rumput laut coklat yang berasal dari enam genus diantaranya yaitu Dyctyota, Padine, Hormophysa, Sargassum, Turbinaria dan Hydroclathrus. Spesies rumput laut yang telah diidentifikasi yaitu Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sp. sebanyak 4 spesies, Hormophysa sp. baru teridentifikasi 1 spesies, Padina sp. 4 spesies, Dyctyota sp. 5 spesies dan Hydroclathrus sp. 1 spesies. Jenis-jenis rumput laut tersebut pada beberapa daerah di Indonesia. Na-Alginat banyak yang digunakan banyak industri seperti industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, setergen, cat, tekstil, vermis, fotografi, kulit buatan dan lain-lain. Dalam industri zat ini digunakan sebagai pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi dan penstabil emulsi (emulsifying dan 41
4 stabilizing agent), pensuspensi (suspending agent), pengikat (binding agent), penghalus (finishing agent), pengeras kain (stiffening agent), pembentuk struktur (sizing agent), penjernih (clarifying agent) dan sebagainya. Untuk kebutuhan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang yakni kebutuhan Na-Alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti Perancis, Inggris, RRC, Jepang. KARAGINOFIT Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin. Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma yang merupakan jenis alga merah (Rhodophyceae). Karaginan terdiri dari tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Ketiganya dibedakan dengan sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan keras. Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cair yang viscous. Jenis yang potensial diantaranya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Kedua jenis ini secara luas diperdagangkan, baik keperluan bahan baku industri dalam negeri maupun ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea sp hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Sebaliknya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E. cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan pasar yang sangat besar. Rumput laut Eucheuma cottonii di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. Ia melekat pada substrat karang mati atau batu gamping di daerah interdal dan subditial. Tumbuh tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii terletak di perairan pantai Nanggroe Aceh Darussalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatera Selatan; Bangka Belitung, Banten ( Ujung Kulon); Kepulauan Seribu; Jawa Tengah (Karimunjawa, Jepara); Jawa Timur (Situbondo, Madura, dan Banyuwangi); Bali ( Nusa Penida, Nusa Lembongan); NTB (Lombok Timur, Lombok Barat, Sumbawa, Bima, Dompu); NTT 42
5 (Larantuka, Kupang, Maumerre, P.Rote); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara; Kalimantan Selatan (P. Laut); Kalimantan Timur; Maluku ( P. Seram, Halmahera, Kep. Aru dan Kei); Papua. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rumput laut karaginofit dengan jenis Eucheuma cottonii sebagai salah satu penelitian yang telah dilakukan. Rumput laut jenis unggulan ini memiliki kelebihan untuk ekspor, khususnya ke negara China Nilai dan Potensi Rumput Laut Eucheuma cottonii Dalam perdagangan nasional maupun internasional, jenis rumput laut ini dikenal dengan istilah Cottonii. Jenis ini memiliki bentuk thallus silindris dengan permukaan yang licin, cartilaginaeus warna hijau, hijau kekuningan, abuabu atau merah. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk. Rumput laut jenis ini hidup di alam, dimana pertumbuhannya melekat pada substrat dengan alat perekat berbentuk cakram. Jenis ini berasal dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Kemudian dikembangkan di berbagai negara Indonesia, Thailand, sebagai tanaman budidaya. Nilai dan potensi pada ekonomi Indonesia, seluruh produksinya berasal dari budidaya yang dikembangkan di daerah Lampung Selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi dan Maluku. Komodits ini merupakan komoditas utama ekspor dan sebagai bahan baku industri dalam negeri penghasil karaginan yang dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Rumput laut jenis ini dimanfaatkan secara komersial di pasar internasional sehingga banyak dibudidayakan di perairan Indonesia dikarenakan permintaan pasar yang sangat banyak Rantai Pemasaran Rumput Laut Rantai pemasaran rumput laut berawal dari pembeli besar yang biasanya eksportir atau pemroses rumput laut (pabrikan). Pabrikan akan mengadakan negosiasi transaksi kepada pedagang besar mengenai harga, spesifikasi produk dan syarat-syarat pembayaran. Dalam proses transaksi ini, bisa terjadi pedagang besar diberi modal atau uang muka untuk pengadaan barang. Selanjutnya, 43
6 pedagang besar akan melakukan kontak kepada pedagang pengumpul. Pedagang kecil akan melakukan pencarian atau pengumpulan rumput laut kering, proses awal (sortir dan pemilihan) dan pembayaran kepada petani pembudidaya. Biasanya pedagang pengumpul sudah memiliki anak buah yaitu pembudidaya yang diberi pinjaman modal dan akan menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul tersebut. Untuk pedagang besar akan mengumpulkan rumput laut kering dari pedagang pengumpul dan juga pembudidaya binaannya. Secara skematis jenjang rantai pemasaran dan harga rumput laut kering di masing-masing level dapat disajikan dalam diagram berikut. Pembudidaya/ petani rumput laut Pedagang pengumpul di pulau/lokal KUD Pedagang antar pulau Pedagang pengumpul di kota Pedagang besar di kota Eksportir Pabrikan Gambar 3. Rantai Pemasaran Rumput Laut Kering 5.5. Budidaya dan Produksi Rumput Laut Eucheuma spp. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii pada pemanenan dan penanganan pascapanen merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal umur dan cuaca. Hal tersebut dikarenakan umur berkaitan erat dengan kualitas rumput laut. Agar kandungan karaginan tersedia lebih banyak, maka panen untuk bibit dilakukan pada umur hari. Sedangkan panen rumput laut untuk produksi dilakukan saat berumur 45 hari. Adapun cara yang dilakukan diantaranya: 44
7 a. Proses panen Panen dapat dilakukan dengan cara memotong sebagian tanaman. Panen dengan cara ini mempunyai keuntungan yaitu penghematan tali pengikat bibit. Namun cara ini memerlukan waktu kerja yang lebih lama. Sisa-sisa tanaman thallus yang tua akan menyebabkan pertumbuhannya lambat sehingga produktivitasnya cenderung rendah. Pemotongan tanaman lebih baik dilajukan dengan alat pemotong yang tajam agar pada bekas potongan sisa tanaman tersebut dapat tumbuh percabangan baru dengan baik. Cara panen dengan mengangkat seluruh tanaman (sekaligus) akan memerlukan waktu kerja lebih singkat. Pelepasan tanaman dari tali ris dilakukan di darat dengan cara memotong tali pengikat. Selain itu, panen dengan cara ini mempunyai keuntungan tersendiri, yaitu dapat melakukan penanaman atau pengikatan kembali bibit-bibit rumput laut dengan memilih bagian-bagian dari tanaman yang muda dengan laju pertumbuhan yang tinggi, sehingga kandungan karaginan yang dihasilkan akan relatif lebih tinggi. b. Penanganan Pascapanen Mutu rumput laut kering sangat ditentukan dari cara penanganan pasca panen. Jika panen dilakukan pada cuaca yang cerah, maka kualitas rumput laut akan baik. Sebaliknya, jika panen dilakukan pada saat mendung akan terfermantisi sehingga mutunya menurun. Rumput laut hasil panen yang langsung dijemur di bawah terik sinar matahari di atas para-para agar hasil panen tersebut tidak tercampur kotoran. Dalam keadaan cuaca baik biasanya pengeringan akan berlangsung selama 2-3 hari dengan kadar air persen. Di samping itu, dilakukan juga kegiatan sortasi dan pembersihan rumput laut dari benda-benda asing yang menempel. Pasir dan garam akan dipisahkan melalui pengayakan secara manual atau menggunakan mesin perontok gabah. Warna rumput laut yang sudah kering adalah ungu keputihan dilapisi kristal garam. Setelah kering disimpan dalam gudang yang tidak lembab. Hasil pengeringan dengan cara tersebut disebut kering asalan. Pengeringan rumput laut secara fermentasi dilakukan dengan membersihkan rumput laut terlebih dahulu, kemudian dibungkus dengan plastik dan direndam selama 2-3 hari. Kemudian dicuci dengan air laut sampai kulitnya 45
8 terlepas dan warnanya menjadi putih. Selanjutnya rumput laut dijemur di atas para selama 3-4 hari sampai berwarna putih krem dilapisi kristal garam dengan kadar air persen. Hasil ini disebut kering putih dan disimpan dalam gudang yang tidak lembab. Penjemuran dilakukan dengan cara meletakkan rumput laut hasil panen di atas para atau waring selama 2-3 hari sampai kadar air kering sesuai dengan standar. Penyusutan rumput laut dari basah ke kering 8-10:1. Setelah kering disimpan dalam karung plastik dan diletakkan di tempat yang kering dengan kelembaban yang standar. Berikut adalah skema kualitas produk rumput laut yang memenuhi persyaratan standar nasional rumput laut kering Indonesia. Pemanenan Sortasi Pencucian Setelah 45 hari, Sterilisasi benda asing, Alkali KOH 0,5-3,0% (2-3jam), Pengeringan Kadar air 32-35% (3-4 hari), Pengemasan dan Penyimpanan Metode Pengepresan Gambar 4. Standar Nasional Proses Produksi Eucheuma cottonii 5.6. Program Revitalisasi Perikanan Revitalisasi Perikanan Budidaya (RPB) merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang dicanangkan melalui Strategi Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan kehutanan (RPPK) oleh Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat. Adapun misi pembangunan kelautan dan perikanan diantaranya: 1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya. 2. Peningkatan peran sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. 46
9 3. Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan. 4. Peningkatan konsumsi ikan untuk menunjang peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. 5. Peningkatan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan peningkatan budaya bahari bangsa Indonesia. Strategi yang ditempuh dalam RPB ini merupakan pengembangan kawasan secara bertahap, penerapan budidaya yang berkelanjutan, pembinaan secara intensif dan pendekatan bisnis agribisnis yang ditunjang dengan pengadaan kebijakan opersional. Upaya revitalisasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mencakup strategi, kebijakan operasional dan rencana-rencana tindak komoditas unggulan perikanan, salah satunya yaitu rumput laut Eucheuma cottonii. Langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah dalam upaya revitalisasi rumput laut (Andayani 2011) adalah: 1. Bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam peluasan dalam perluasan daerah pembudidaya rumput laut. 2. Bekerja sama dengan BPD Bali, PT.Kapal Api,serta Bank Indonesia dalam upaya meningkatkan modal para petani rumput laut. 3. Berusaha menarik investor dalam pengembangan industry pengolahan rumput laut di Indonesia. 4. Mempromosikan rumput laut Indonesia melalyu konferensi rumput laut tingkat dunia, yaitu International Seaweeds Exhibitation Kegunaan Rumput Laut Penggunaan rumput laut sangat beragam, baik yang diolah secara sederhana melalui pengolahan yang lebih kompleks untuk dijadikan barang setengah jadi, kemudian dapat diolah lebih lanjut oleh industri hilir menjadi barang jadi yang dapat digunakan (dikonsumsi) langsung. Saat ini rumput laut sebagai sumber karaginan dan agar telah dimanfaatkan sebagai ingredient untuk sekitar lima ratus jenis produk yang bernilai komersial oleh industri di seluruh 47
10 dunia. Produk-produk tersebut antara lain berupa makanan, kosmetik, farmasi, dan industri lain yang terkait dengan fasilitas yang dipunyai oleh karaginan. Tabel 8. Pemanfaatan rumput laut Pemanfaatan Agar Karaginan Alginat Makanan dan Susu - Ice cream, yoghurt, wafer cream - Coklat susu, pudding instant Minuman - Minuman ringan, jus buah, bir Roti Permen Daging, ikan, dalam kaleng Saus, salad dressing - Salad dressing, kecap Makanan diet - Jelly, jam, sirop, pudding Makanan lain - Makanan bayi Non pangan - Pet foods - Makanan ikan - Cat, keramik - Tekstil, kertas Farmasi dan kosmetik - Pasta gigi, shampoo, obat tablet - Bahan cetak gigi, obat salep Sumber : Jana T. Anggadiredja, Standar Rumput Laut Indonesia Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan komoditas rumput laut kering yang dipasarkan di dalam dan luar negeri, maka Departemen Kelautan dan Perikanan bersama Badan Standarisasi Nasional menyusun Standar Nasional Indonesia yang dapat memenuhi jaminan tersebut. Standar ini menetapkan spesifikasi yang mencakup teknik sanitasi dan hygiene, syarat mutu dan keamanan pangan komoditas rumput laut kering. Standar ini berlaku untuk rumput laut kering dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Berikut adalah tabel mengenai standar nasional rumput laut Indonesia. 48
11 Tabel 9. Standar Nasional Rumput Laut Indonesia Jenis uji Satuan Euchema sp. Gracilaria sp. Gelidium sp. a. Sensori Angka (1-9) b. Kimia - Kadar air %Fraksi massa Clean anhydrous weed* c. Fisik %Fraksi massa Minimal 30 Minimal 30 Minimal 30 - Benda asing %Fraksi massa Maksimal 5 Maksimal 5 Maksimal 5 Catatan* Bila diperlukan Sumber : Badan Standardisasi Nasional, Para pelaku / Lembaga dalam Pemasaran Internasional Produk Perikanan Dalam melakukan proses transaksi atau pertukaran barang dari negara asal (eksportir) ke negara tujuan (importir), terdapat berbagai pelaku yang terlibat di dalamnya, diantaranya : 1. Eksportir Pelaku utama dalam perdagangan internasional produk perikanan adalah perusahaan pengekspor hasil perikanan. Para eksportir diklasifikasikan menjadi tiga bagian yang disesuaikan dengan bentuk barang yang diperjualbelikan, yaitu eksportir produsen / pengolah, eksportir agen dan eksportir pedagang. 2. Produsen / Supplier Dalam rangka menciptakan sustainable resources atau sesuai Code of Conduct Responsibility Fishery (CCRF), Departemen Kelautan dan Perikanan menganjurkan eksportir bertindak sebagai produsen. 3. Perbankan Ketika suatu negara membeli hasil perikanan berbentuk raw material dari supplier bahan baku dan melakukan operasional proses produksi / pengolahan maka biasanya perusahaan atau eksportir produsen / pengolah memerlukan dana segar. Oleh sebab itu, perusahaan membutukan dana untuk operasional produksi / pengolahan dari badan usaha lain yaitu perbankan. 4. Balai Penguji dan Sertifikasi Mutu Produk Penjaminan terhadap mutu dan keamanan pangan dari produk perikanan yang akan diekspor, terutama untuk menjamin keamanan produk bila dikonsumsi dilakukan oleh lembaga sertifikasi. Pengujian ini dilakukan dengan diadakannya 49
12 pemeriksaan terhadap masing-masing mutu produk hasil perikanan yang akan dijual. Hasil pemeriksaan mutu ini akan berpengaruh terhadap bonafiditas perusahaan / eksportir dan importer / buyer sebagai penerima atau penjual produk perikanan di luar negeri dan menghindari tuntutan ganti rugi (claims) dari pembeli baik buyer terhadap eksportir atau konsumen terhadap importir. Eksportir perlu mencermati dan mencantumkan Health Certificate (HC) dalam ekspor produk perikanan. 5. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Dalam kegiatan ekspor produk perikanan peran Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi adalah sebagai lembaga teknis untuk melakukan pembinaan teknis secara periodik terhadap eksportir produsen / pengolah dalam hal kelayakan dasar unit pengolahan produk perikanan. 6. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan mengeluarkan instrument kebijakan sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan (PMMT) dalam rangka mencapai kesepakatan dengan peraturan negara tujuan ekspor. Ditjen P2HP mendelegasikan tugas dan fungsinya terhadap Direktorat Standarisasi dan Akreditasi. 7. Usaha Jasa Transportasi (Foreign Forwarder / Forwarding Agent) 8. Bea dan Cukai 50
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi
Lebih terperinciV. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA
59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek
Lebih terperinciPemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar
Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia
41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah
Lebih terperinciGambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar
Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciKETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA
KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA DISUSUN OLEH : Yosua 125100601111007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang penting di dunia. Kebutuhan kertas terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan mencapai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut
1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.
Lebih terperinciRencana Kegiatan panen
2015/06/01 19:37 WIB - Kategori : Pakan CARA PRAKTIS MEMANENAN RUMPUT LAUT YANG MEMENUHI STANDAR KUALITAS Peningkatan produksi rumput laut indonesia saat ini pada kenyataannya belum diimbangi dengan peningkatan
Lebih terperinciPrarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis
Lebih terperinciBibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )
Standar Nasional Indonesia Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian
Lebih terperinciREKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)
REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut
Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut
Lebih terperinciProduksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line
Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...
Lebih terperinciDalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas
Lebih terperinciProduksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar
Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk
I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar
Lebih terperinciPEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN
PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah
Lebih terperinciBAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam obat dikonsumsi manusia untuk menjaga tubuhnya tetap sehat. Tetapi ada beberapa jenis obat yang bila dikonsumsi memiliki rasa atau aroma tidak enak sehingga
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.4-/217 DS21-98-8-666 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun
Lebih terperinciBOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO
BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah alga cokelat yang kaya akan komponen bioaktif. Selama beberapa dekade
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kawasan pesisir dan lautan luas dengan berbagai sumber daya hayati. Salah satu potensi sumber daya laut Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis rumput laut yang sangat tinggi. Hasil produksi rumput laut masih sebatas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman jenis rumput laut yang sangat tinggi. Hasil produksi rumput laut masih sebatas industri makanan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia ada ribuan spesies jamur yang tersebar dari wilayah subtropis yang cenderung dingin sampai kawasan tropis yang hangat. Tradisi mengonsumsi jamur sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selain peran geopolitik, laut juga memiliki peran geoekonomi (Mulyadi, 2007). Rumput laut merupakan salah satu jenis komoditas unggulan budi daya perairan dengan nilai
Lebih terperinciOLEH: MIRA CLENIA Peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2008, Hal. 31 38 ISSN: 1412-3126 Vol. 15, No.1 ANALISIS RASIO BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI INDONESIA. OLEH: MIRA CLENIA Peneliti pada Balai
Lebih terperinciPENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM
PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM PENDAHULUAN 1. Garam merupakan komoditas penting yaitu kebutuhan pokok masyarakat yang termasuk dalam kategori
Lebih terperinciVolume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:
TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciPENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG
PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).
Lebih terperinciIr. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber
Lebih terperinciKementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016
Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang
Lebih terperinciMenanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai
Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman obat adalah salah satu cara penglolaan tanaman obat untuk mendatangkan keuntungan. Pembangunan ekonomi Indonesia bertumpu pada bidang pertanian dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua terpanjang di dunia, Indonesia merupakan lahan subur bagi rumput laut. Di perairan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,
Lebih terperinciVI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT
67 VI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor atau melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan
Lebih terperinciPEMBUATAN ALGINAT DARI RUMPUT LAUT UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DENGAN RENDEMEN DAN VISKOSITAS TINGGI
PEMBUATAN ALGINAT DARI RUMPUT LAUT UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DENGAN RENDEMEN DAN VISKOSITAS TINGGI Marita Agusta Maharani (L2C605159) dan Rizki Widyayanti (L2C605171) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.480 buah dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Idris, et al. 2007) mempunyai potensi yang besar untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai
PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciFormulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014
Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA
Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti
Lebih terperinciTUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT
TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DISUSUN OLEH : NAMA : ANANG SETYA WIBOWO NIM : 11.01.2938 KELAS : D3 TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 TEKNOLOGI BUDIDAYA
Lebih terperinciProduksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline
Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga
Lebih terperinciPENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS SUMBER ENERGI TERBARUKAN SETEMPAT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN DI DESA TABLOLONG, NTT
PENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS SUMBER ENERGI TERBARUKAN SETEMPAT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN DI DESA TABLOLONG, NTT Kamaruddin Abdullah, Aep Saepul Uyun, Herman Noer Rahman dan Eri Suherman
Lebih terperinciTEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS
TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung
Lebih terperinciOleh : ONNY C
JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:
29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciOLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI
OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya
Lebih terperinciPENGOLAHAN BUAH LADA
PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau
Lebih terperinciPENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017
7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dengan semakin berkembangnya industri-industri makanan dan minuman di
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya industri-industri makanan dan minuman di Indonesia, maka jenis makanan dan minuman yang dipasarkan pun bermacam-macam. Akan tetapi kebanyakan
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara maritim yang memiliki keanekaragaman
BAB. Pendahuluan BAB PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang ndonesia dikenal sebagai negara maritim yang memiliki keanekaragaman sumber daya hayati laut yang sangat potensial untuk dimanfaatkan b'llna memenuhi
Lebih terperinciJENIS RUMPUT LAUT DAN MANFAATNYA
JENIS RUMPUT LAUT DAN MANFAATNYA 1. Jenis-jenis rumput laut dan manfaatnya! Salah satu potensi biota laut perairan Indonesia adalah makroalgae atau dikenal dalam perdagangan sebagai rumput laut (seaweed).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasiosiasi dengan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi pasar dan liberalisasi investasi, peran sektor pertanian menjadi semakin penting dan strategis sebagai andalan bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu pusat
Lebih terperinciBuletin Teknologi Hasil Perikanan Vol VII Nomor 1 Tahun 2004
PENGARUH UMUR PANEN RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum filipendula) TERHADAP MUTU FISIKO-KIMIA NATRIUM ALGINAT YANG DIHASILKANNYA Nurul Hak * dan Tazwir * Abstrak Penelitian tentang pengaruh umur panen rumput
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciPopulasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),
Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera
Lebih terperinciPenanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)
Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOL AHAN RUMPUT L AUT DI INDONESIA
1143 Prospek pengembangan teknologi pengolahan rumput... (Bagus Sediadi Bandol Utomo) PROSPEK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOL AHAN RUMPUT L AUT DI INDONESIA Bagus Sediadi Bandol Utomo Balai Besar Riset Pengolahan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan
III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin
Lebih terperinci- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL
- 6 - LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau ganggang dan hidup pada salinitas tinggi, seperti di perairan payau ataupun di laut. Rumput
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI RUMPUT LAUT MELALUI MODEL KLASTER BISNIS
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI RUMPUT LAUT MELALUI MODEL KLASTER BISNIS Oleh: DR. Ir. Suhendar Sulaeman* Pendahuluan Rumput laut cukup mudah dibudidayakan di perairan pantai di Indonesia. Rumput laut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai
Lebih terperinci