Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan"

Transkripsi

1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMK TAMAN KARYA MADYA PERTAMBANGAN KELAS XI SEMESTER 2 BAB 4 1

2 HUBUNGAN INTERNASIONAL DAN ORGANISASI INTERNASIONAL A. Makna Hubungan Internasional Berikut beberapa hal penting mengenai hubungan internasional, 1. Pengertian Hubungan Internasional Berikut beberapa pengertian mengenai hubungan internasional, a. Menurut Restra (Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia), hubungan internasional dirumuskan sebagai hubungan antarbangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. b. Menurut Charles A. Mc.Clelland, hubungan internasional adalah studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. c. Menurut Warsito Sunaryo, hubungan internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. d. Menurut Drs. Suwardi Wiraatmadja, M.A., hubungan internasional lebih luas dari politik internasional. Politik internasional membahas keadaan atau soal-soal politik di masyarakat internasional dalam arti sempit, sedangkan hubungan internasional mencakup segala macam hubungan antarbangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat internasional. e. Menurut Tygve Nathiessen. Hubungan internasional adalah bagian dari ilmu politik dan karena itu komponenkomponen hubungan internasional meliputi politik internasional, organisasi dan administrasi internasional dan hukum internasional. Hubungan internasional lebih luas dari pada politik internasional karena politik internasional hanya membahas tentang kondisi politik atau diplomasi hubungan antar negara dengan satuan politik lainnya. Sedangkan hubungan internasional mencakup segala macam hubungan antar bangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat dunia ( internasional ) 2. Komponen-komponen yang harus Ada dalam hubungan internasional a. Politik internasional (international politics). b. Studi tentang peristiwa internasional (the study of foreign affair). 2

3 c. Hukum internasional (international law). d. Organisasi administrasi internasional (international organization of administration). 3. Bentuk dari hubungan internasional Bentuk dari hubungan internasional dapat berupa hubungan-hubungan, yaitu sebagai berikut: a. Hubungan individual, berbentuk kontak-kontak pribadi yang didasari oleh kepentingan individual, misalnya hubungan pedagang antarnegara yang mengadakan transaksi jualbeli, mahasiswa yang belajar di negara lain, kunjungan wisatawan, dan lain-lain. b. Hubungan antarkelompok, dapat berbentuk hubungan antarlembaga keagamaan, sosial, lembaga-lembaga ekonomi, dan perdagangan antarnegara. c. Hubungan antarnegara, biasanya melibatkan kepentingan nasional atau kepentingan yang sifatnya lebih luas, misalnya kerja sama ekonomi, politik, kebudayaan, ataupun hankam. 4. Maksud dan tujuan hubungan internasional Menurut Kartasasmita, hubungan internasional dimaksudkan untuk a. mempererat hubungan antarnegara yang satu dengan negara lain, b. mengadakan kerja sama dalam rangka saling membantu, c. menjelaskan dan menegakkan kedaulatan dan batas-batas wilayah, d. mengadakan perdamaian dan perundingan pakta nonagresi, e. mengadakan hubungan dagang atau ekonomi sesuai dengan kepentingan masingmasing. B. Arti Penting Hubungan Internasional bagi Suatu Negara. Arti penting hubungan internasional bagi suatu negara antara lain karena faktor- faktor berikut : a. Faktor internal. Yaitu adanya kekhawatiran terancam kelangsungan hidupnya baik melalui kudeta maupun intervensi dari negara lain dalam bidang pertahanan dan keamanan, misalnya membentuk pakta pertahanan.. b. Faktor eksternal : 1) Ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri bahwa suatu negara tidak mungkin dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan negara lain. 3

4 2) Untuk membangun komunikasi lintas bangsa dan negara guna mewujudkan kerjasama yang produktif dalam memenuhi berbagai kebutuhan yang menyangkut kepentingan nasional. 3) Mewujudkan tata dunia baru yang damai dan kesejahteraan 4) Kerja sama antar bangsa di dunia ini didasari atas sikap saling menghormati dan saling menguntungkan. Kerjasama internasional antara lain bertujuan untuk : a) Memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara. b) Menciptakan saling pengertian antar bangsa dalam membina dan menegakkan perdamaian dunia. c) Menciptakan keadilan dan kesejahteran sosial bagi seluruh rakyatnya. Hubungan internasional secara khusus diwakili oleh politik luar negeri yang dikendalikan oleh departemen luar negeri. Pelaksanaan politik luar negeri suatu negara akan tetap memperhatikan faktor-faktor keamanan, kemerdekaan, ideologi negara, kesejahteraan masyarakat dan lain-lain. Pentingnya politik luar negeri suatu negara dalam hubungan internasional dapat ditunjukkan dengan peranannya sebagai : a). penyambung kehendak nasional ke dunia internasional b). pembela dan pengabdi kepentingan nasional c). pemelihara persatuan dan kesatuan terhadap dunia internasional Arti pentingnya politik luar negeri Indonesia bertujuan untuk : a) Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara, b) Memperoleh bantuan untuk kemakmuran dan rehabilitasi pembangunan c) Perdamaian internasional d) Persaudaraan antar bangsa Untuk mencapai tujuan tersebut, maka politik luar negeri yang dijalankan Indonesia adalah sebagai berikut : a) Politik damai b) Bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain c) Memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi internasional d) Berusaha mempermudah pertukaran dan pembayaran internasional (perdagangan ) e) Membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional berdasarakan Piagam PBB f) Berusaha dalam lingkungan PBB mencapai kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia. Bagi bangsa Indonesia hubungan kerjasama antar negara merupakan jalinan antar negara yang mengacu pada beberapa landasan hukum : a) Landasan idiil adalah Pancasila b) Landasan konstitusional adalah Pembukaan UUD 1945 alenia IV c) Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) d) Perjanjian internasional (traktat = treaty) e) Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 yang diakui PBB pada tanggal 10 Desember 1982 dan disahkan oleh pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Hukum Laut. Sifat politik luar negeri suatu negara adalah anti penjajahan dalam segala bentuk dan manifestasinya sehingga kemerdekaan merupakan asas pelaksanaan politik luar negeri suatu negara. Sedangkan fasilitas yang terkait dengan hubungan internasional suatu negara meliputi: 4

5 a) letak geografis yang strategis b) potensi kekayaan alam c) jumlah penduduk yang banyak d) kesatuan ideologi yang mantap C. Sarana-Sarana Hubungan Internasional Berikut sarana-sarana yag diperlukan dalam hubungan internasional, a. Korps Diplomatik Untuk membina hubungan dengan negara lain baik secara politis maupun non politis, maka negara RI mempunyai perwakilan di negara lain yang disebut Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang dipimpin oleh seorang Duta Besar. Dalam pasal 13 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Presiden mengangkat Duta dan Konsul. Dalam melaksanakan tugasnya Duta dan Konsul berada di bawah koordinasi Menteri Luar Negeri. Dalam membina hubungan yang bersifat politis dengan dengan negara lain Duta Besar dibantu oleh satu Korps Diplomatik yang terdiri dari Kuasa Usaha dan Ataseatase. Sedangkan dalam membina hubungan yang bersifat non politis Duta Besar dibantu oleh Korps Konsuler yang terdiri dari Konsul Jendral, Konsul dan Wakil Konsul. b. Organisasi dan Lembaga Internasional Organisasi dan Lembaga Internasional adalah kesatuan dari negara-negara di dunia yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang pendeklarasiannya berdasarkan piagam kesepakatan bersama. Organisasi dan Lembaga Internasional dapat dikelompokkan dalam empat jenis yaitu: 1) Organisasi kawasan / regional Contoh : ASEAN, AA, MEE, Liga Arab 2) Organisasi Pakta Pertahanan Contoh : NATO ( Pakta Pertahanan Negara-negara Atlantik Utara ) 3) Organisasi Perdagangan Contoh : OPEC ( Perdagangan Minyak Dunia ) 4) PBB PBB merupakan organisasi internasional yang bersifat lintas sektoral dan lintas regionnal. Karena tujuan PBB mencakup masalah perdamaian dan keamanan internasional, mempererat persahabatan antar bangsa, kerja sama internasional, menyelesaikan sengketa internasional dan menjadikan PBB sebagai tempat mewujudkan segala cita-cita bersama. c. Asas- asas hubungan internasional. Ada lima asas dalam hubungan internasional yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi, yaitu : 1) Asas teritorial. Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. 2) Asas kebangsaan. 5

6 Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya.menurut asas ini, setiap warga negara dimanapun berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. 3) Asas kepentingan umum. Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melidungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat. 4) Asas persamaan harkat, martabat dan derajat. Hubungan antar bangsa hendaknya di dasarkan atas asas bahwa Negara-negara yang berhubungan adalah Negara yang berdaulat. Oleh karena itu harus dijunjung tinggi harkat dan martabatnya oleh setiap Negara yang berhubungan agar terwujud persamaan derajat sehingga saling menghormati dan menjaga hubungan baik dan saling menguntungkan. 5) Asas keterbukaan. Dalam hubungan antar bangsa perlu dilakukan keterbukaan dari kedua belah pihak sehingga setiap negara dapat memahami manfaat dari hubungan itu. Pengertian perjanjian internasional a. Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M., perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu. b. Oppenheimer-Lauterpacht, perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antar Negara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya. c. G. Schwarzenberger, perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Perjanjian internasional dapat berbentuk bilateral maupun multirateral. Subjek-subjek hukum dalam hal ini selain lembagalembaga internasional, juga negara-negara. Pendapat dari para tokoh di atas pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama. Setiap Negara yang ikut dalam suatu perjanjian harus menjunjung tinggi dan menaati seluruh ketentuan yang ditetapkan. Hal ini sesuai dengan asas pacta sunt servanda. jika tidak maka mengakibatkan terjadinya gangguan dan hambatan untuk terciptanya perdamaian dan keharmonisan, bahkan mengakibatkan pertentangan antar Negara-negara yang melakukan perjanjian. 2. Azas-azas / prinsip dalam perjanjian internasional a Pacta sunt servanda, yaitu para pihak yang terikat pada suatu perjanjian, harus mentaati perjanjian yang telah dibuatnya. ( perjanjian internasional mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak) 6

7 b Good fith (itikad baik) yaitu semua pihak yang terikat dalam suatu perjanjian internasional harus beritikad baik untuk melaksanakan isi perjanjian c Rebus sic stantibus, yaitu suatu perjanjian internasional boleh dilanggar dengan syarat adanya perubahan yang fundamental, artinya jika perjanjian internasional tersebut dilaksanakan maka akan bertentangan dengan kepentingan umum pada negara bersangkutan. 3. Istilah-istilah dalam perjanjian internasional Beberapa istilah perjanjian internasional, yaitu: a. Traktat ( treaty), dipergunakan untuk bidang politik dan ekonomi yang sifatnya lebih formal karena memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Negara peserta tidak dapat menarik diri dari kewajibankewajiban tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. b. Konvensi (convention) dipergunakan untuk memberi nama suatu catatan persetujuan mengenai hal-hal yang dipandang penting yang tidak berkaitan dengan kebijakan/politik tingkat tinggi. Perjanjian ini bersifat lebih khusus dibandingkan dengan traktat namun bersifat multilateral dan harus ditandatangani dan dilegalisasi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh (plaenipotentimes). c. Convenant, dipergunakan untuk memberi nama perjanjian internasional yang membentuk dan mengatur liga bangsa-bangsa ( The Convenant of League of Nations) Tahun d. Piagam (charter/statute) dipergunakan untuk menyebut perjanjian internasional yang membentuk dan mengatur organisasi internasional (PBB) dan mempunyai fungsi administratif seperti Atlantic Charter 1941, dan The Charter of the United Nations Statute merupakan perjanjian yang menunjukkan himpunan peraturan yang ditetapkan oleh perjanjian internasional unttuk mengatur fungsi lembaga internasional atau anggaran dasarnya, seperti piagam Mahkamah Internasional e. Protocol dipergunakan untuk menyebut suatu dokumen pelengkap instrumen perjanjian internasional yang mencatat pemenuhan para pihak terhadap syarat-syarat perjanjian internasional atau yang memperluas ruang lingkup dan interpretasi perjanjian internasional. Sifatnya kurang resmi jika dibandingkan dengan konvensi atau traktat dan protocol digunakan sebagai naskah tambahan dari konvensi, hal ini diketahui dari adanya protocol tambahan terhadap Konvensi Jenewa f. Deklarasi (Declaration) dipergunakan dengan tujuan untuk menunjukkan suatu perjanjian yang menunjukkan hukum yang ada, membentuk hukum yang baru atau untuk menguatkan beberapa prinsip kebijaksanaan umum. g. Pakta (Pact) persetujuan yang lebih khusus jika dibandingkan dengan traktat pakta merupakan traktat dalam arti sempit, dan harus mendapat pengesahan (ratifikasi). h. Perikatan (Arrangement) Perjanjian yang tidak seresmi traktat (konvensi). Digunakan bagi transaks-transaksi yang bersifat sementara. i. Persetujuan (agreement) Perjanjian yang bersifat teknis/administrative, tidak seresmi traktat/konvensi dan cukup ditandatangani oleh wakil-wakil departemen dan tidak perlu diratifikasi. 7

8 j. Modus Vivendi Perjanjian internasional yang merupakan dokumen untuk mencatat persetujuan tanpa memerlukan ratifikasi dan bersifat sementara sementara disini maksudnya adalah sampai diwujudkan hasil perjanjian yang lebih rinci (sitematis) dan tetap (permanen) k. Ketentuan Penutup (Final Act) dokumen dalam bentuk catatan ringkasan dari hasil konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi, seperti catatan Negara peserta, para utusan dari Negara-negara yang turut dalam perundingan dan segala kesimpulan tentang hal-hal yang disetujui konferensi. l. Ketentuan Umum (general Act) Merupakan traktat yang bersifat resmi atau tidak resmi, misalnya LBB ketika menyelesaikan masalah secara damai dan pertikaian internasional (arbitrasi) pada tahun Macam-macam perjanjian internasional Perjanjian internasional dapat diklasifikasikan ke dalam tujuh kategori, yaitu : a. Berdasarkan Para Pihak yang membuatnya 1). Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian antar dua negara atau dua organisasi dan mengatur soal-soal khusus yang menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Contoh perjanian antara Indonesai dengan RRC tentang Dwi Kewarganegaraan. Perundingan dalam perjanjian ini disebut dengan istilah pembicaraan (talk). 2). Perjanjian Multilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh beberapa negara atau organisasi yang pada umumnya perjanjian ini bersifat terbuka yang menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas hanya pada kepentingan yang membuat perjanjian saja. Perundingan dalam perjanjian ini disebut konferensi Diplomatik (Diplomatic conference). b. Berdasarkan Subjeknya 1). Perjanjian antar negara yang dilakukan banyak Negara yang merupakan subjek hukum internasional. 2). Perjanjian diantara Negara dan sujek hukum internasional lainnya, seperti Tahta Suci Vatikan dengan organisasi Uni Eropa. 3).Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain Negara, misalnya kerjasama ASEAN dengan Uni Eropa c. Berdasarkan Segi struktur atau sumber hukum formal 1).Treaty Contract, yaitu perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saja, misalnya perjanjian RI dengan RRC mengenai dwikewarganegaraan tahun 1955, perjanjian tentang batas wilayah, pemberantasan penyelundupan-penyelundupan. 8

9 2).Law Making Treaties, yaitu perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar dan kaidah hukum internasional secara universal, misalnya Konvensi Hukum Laut tahun 1958, Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang, dan Konvensi Montenegro tentang hukum laut internasional tahun d Berdasarkan Proses/Tahapan Pembentukannya 1).Perjanjian yang bersifat penting, yang dibuat melalui tiga proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Menurut Mochtar Kusumaadmadja perjanjian ini termasuk dalam istilah perjanjian internsional atau traktat 2).Perjanjian yang bersifat sederhana, yang dibuat melalui dua tahap yaitu perundingan dan penandatanganan. Perjanjian ini disebut persetujuan atau agreement e Berdasarkan Isinya 1).Perjanjian di bidang politik, seperti pada pakta pertahanan dan pakta perdamaian contoh NATO, SEATO, ANZUS 2).Perjanjian di bidang ekonomi, seperti pada bantuan ekonomi dan keuangan contoh CGI, IMF DAN IBRD. 3).Perjanjian di bidang Hukum, seperti pada status kewarganegaraan 4) Perjanjian di bidang batas wilayah, seperti laut teritorial dan batas alam daratan. 5) Perjanjian di bidang kesehatan, seperti masalah pada karantina penanggulangan wabah dan penyakit AIDS. f Berdasarkan bentuknya 1). Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak peserta dari perjanjian disebut High Contracting State (pihak peserta Agung). Dalam praktek pihak yang mewakili negara dapat diwakilkan kepada MENLU, atau Duta Besar dan dapat juga pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers). 2). Perjanjian antar Pemerintah (inter-government form). Perjanjian ini juga sering ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian ini tetap disebut contracting State walaupun perjanjian itu dinamakan perjanjian inter-governmental. 9

10 3) Perjanjian antar negara (inter-state form), pejabat yang mewakilinya dapat ditunjuk MENLU, Duta Besar dan wakil berkuasa penuh (full Powers). g Berdasarkan sifat pelaksananya 1). Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya dianggap selesai atau sudah tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh perjanjian tapal batas. 2). Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah perjanjian yang pelaksanaan nya tidak sekaligus, melainkan dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjan jian itu. Contoh perjanjian perdagangan. 5. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional a. Prosedur normal ( klasik ) Prosedur normal ini timbul sesudah revolusi Perancis, yaitu timbulnya negaranegara demokrasi dimana parlemen memegang peranan penting dalam pembuatan undang-undang dan juga pembuatan treaty (treaty making). Secara kronologis pembuatan perjanjian internasional dengan cara prosedur normal, yaitu : 1) Perundingan (negotiation). 2) Penandatanganan (signature). 3) Ratification (ratifikasi). Menurut Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral dilakukan melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut: a). Perundingan (negotiation) Tahap pertama dari suatu perjanjian antarnegara adalah pembicaraan pendahuluan sebagai penjajakan untuk mendapatkan kesepakatan dari masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam tahap ini, negara dapat diwakili oleh pejabat yang memiliki surat kuasa penuh (full powers) atau langsung kepala negara atau kepala pemerintahan, menteri luar negeri, dan duta besar sesuai dengan tingkatan perjanjian antarnegara tersebut. b). Penandatanganan (signature) Setelah tahap perundingan mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak, maka dilanjutkan dengan penandatanganan sebagai tindakan formal pengesahan. Penandatanganan biasanya dilakukan oleh kepala negara atau menteri luar negeri. 10

11 Untuk perjanjian multilateral, perjanjian sah apabila ditandatangani oleh minimal peserta yang hadir, kecuali jika ada ketentuan lain yang mengatur. c). Pengesahan (ratification) Suatu perjanjian dapat mengikat bagi suatu negara apabila sudah mendapatkan ratifikasi. Ratifikasi (pengesahan) perjanjian internasional ada tiga macam, yaitu 1) ratifikasi oleh lembaga eksekutif (pemerintah), sistem ini biasanya dilakukan oleh raja yang otoriter, 2) ratifikasi oleh lembaga legislatif (parlemen atau DPR), sistem ini jarang digunakan, 3) ratifikasi oleh lembaga eksekutif dan legislatif (sistem campuran), sistem ini banyak digunakan karena selain disetujui eksekutif juga dimintakan persetujuan parlemen sebagai representatif dari rakyat. b. Prosedur yang disederhanakan (simplified) Dalam praktek negara-negara prosedur yang disederhanakan timbul mengingat pengaturan hubungan internasional menghendaki atau memerlukan waktu yang cepat, seperti kebutuhan dalam bidang ekonomi. Prosedur yang disederhanakan ini tidak memerlukan waktu yang lama seperti prosedur normal/klasik yang menghendaki ratifikasi dari badan yang berwenang (parlemen) sebelum treaty atau perjanjian internasional itu berlaku mengikat negara-negara penandatangan. Treaty dalam prosedur yang disederhanakan sering dibuat oleh menteri yang bersangkutan tanpa ikut Kepala Negara dan ratifikasi hanya terjadi dengan persetujuan sederha na/simple approval (Edy.., Praktek.., 1984, hal. 18). Secara teknis nampak perbedaan kedua prosedur tersebut, yaitu perlu atau tidaknya persetujuan Parlemen dalam prosedur pembuatan perjanjian. Dapat diambil kesimpulan bahwa apabila treaty dibuat dengan prosedural normal biasanya treaty tersebut perlu diratifikasi dengan mendapat persetujuan dari parlemen sebelum berlaku. Sedangkan prosedur yang disederhanakan seperti biasanya hanya persetujuan pemerintah government agreement, maka treaty itu tidak perlu diratifikasi dengan persetujuan parlemen cukup hanya dengan pemberitahuan saja. Menurut Hukum Positif Indonesia. 1) Penjajakan. 2) Perundingan ( negotiation ). 3) Perumusan naskah perjanjian. 4) Penerimaan naskah perjanjian ( adoption of the text ). 5) Penandatanganan ( signature ). 6) Pengesahan naskah perjanjian ( authentication of the text ). 6. Berlaku, Berakhir atau Ditangguhkan Berlakunya Perjanjian Internasional a. Berlakunya Perjanjian Internasional : 11

12 1) Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini. 2) Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding. 3) Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding. 4) Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain. 5) Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu. b. Pelaksanaan Perjanjian Internasional 1) Ketaatan Terhadap Perjanjian a) Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servada). Perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi pihak yang berjanji sehingga para pihak harus mentaatinya. b) Kesadaran hukum nasional. Perjanjian akan dipatuhi jika tidak bertentangan dengan hukum nasional negara bersangkutan. 2) Kedudukan Negara Bukan Peserta Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhinya. Akan tetapi, bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya besar (Terusan Suez, Panama, Selat Malaka dan lain-lain), mereka dapat juga terikat, apabila: a) Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu, dan b) Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta. 3) Pembatalan Perjanjian Internasional, Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian internasional dapat batal, antara lain : a) Negara peserta atau wakil kuasa penih melanggar ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya. b) Adanya unsur kesalahn (error) pada saat perjanjian dibuat. c) Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu pembentukan perjanjian. d) Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau penyuapan. e) Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan. f) Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum. 4). Penerapan Perjanjian a) Daya berlaku surut (retroactivity). b) Wilayah penerapan (teritorial scope). c) Perjanjian penyusul (successive treaty). c. Berakhir atau Ditangguhkan Berlakunya Perjanjian Internasional. 12

13 1. Menurut Strake berakhirnya suatu perjanjian internasional dapat disebabkan oleh : a) Hangusnya seluruh materi pokok dari suatu perjanjian b) Terjadinya pecah perang antar pihak c) Pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak dan memberikan hakpada pihak lain untuk mengakhirinya d) Ketidakmampuan melaksanakan perjanjian karena penghilangan atau perusakan terus menerus suatu objek yang sangat diperlukan bagi pelaksanaan perjanjian. e) Doktrin rebus sic stantibus yaitu terjadinya perubahan yang fundamental dalam kenyataannya yang ada pada waktu traktat itu dibuat ( paal 62 Konvensi Wina 1969 ) : 1) Suatu perubahan fundamental keadaan yang terjadi pada saat para pihak melakukan perjanjian tidak dapat dijadikan alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian kecuali : a) keadaan tersebut merupakan landasan hakiki dari persetujuan para pihak untuk mengikatkan diri pada traktat b) akibat perubahan tersebut secara mendasar mengubah tingkat / luas kewajiban yang masih akan dilaksanakan menurut traktat. 2) Perubahan fundamental keadaan tidak dapat dijadikan alasan mengakhiri atau menarik diri dari traktat: a) jika traktat itu menetapkan suatu batas atau b) perubahan fundamental tersebut akibat dari pelanggaran salah satu pihak yang menghendakinya baik karena kewajiban menurut traktat maupun kewajiban internasional lainnya. 3) Jika pada ayat-ayat sebelumnya, suatu pihak menghendaki perubahan fundamental keadaan sebagai alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari traktat, maka ia dapat juga sebagai alasan untuk menangguhkan berlakunya traktat. 2. Menurut Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena : 1) telah tercapainya perjanjian tersebut 2) telah habis masa berlakunya perjanjian tersebut 3) telah punahnya salah satu pihak perserta perjanjian atau punahnya objek perjanjian 4) karena persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian tersebut 5) karena adanya perjanjian yang meniadakan perjanjian sebelumnya 6) karena dipenuhinya syarat-syarat untuk mengakhiri perjanjian tersebut 7) diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu peserta dan diterima oleh pihak lain. Dalam hal pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak, yang memberikan alasan pihak lain untuk mengakhiri atau menangguhkan perjanjian untuk sebagian atau seluruhnya. Contohnya : a) Force majeur yaitu terjadinya suatu keadaan karena terjadi di luar kehendaknya b) Impossibility of performance yaitu ketidakmungkinan pelaksanaan kewajiban karena lenyapnya obyek atau tujuan perjanjian c) Fundamental change of circumstances yaitu perubahan fundamental dalam keadaan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler atau pecahnya perang. 13

14 A. Perwakilan Diplomatik lstilah diplomatik berasal dari bahasa Latin, yaitu diploma yang berarti piagam, surat perjanjian. Dalam pertumbuhan sejarah negara-negara, arti diplomatik itu berkembang hingga meliputi kegiatan yang sangat luas seperti kegiatan yang menyangkut hubungan antarnegara. Dahulu hubungan antarnegara dilakukan secara tertutup dan rahasia serta dilakukan antarkepala negara. Akan tetapi, sejak tumbuhnya kesadaran demokrasi, timbul pula apa yang disebut diplomasi terbuka. Dalam kegiatannya, diplomasi dilakukan dengan suatu tata cara yang halus, mengindahkan kesopanan hubungan yang menjadi kelaziman dalam hubungan internasional, dan dijalankan oleh dinas diplomat yang merupakan bagian dari dinas luar negeri. Melihat fungsi dan kegiatan diplomasi di atas, dewasa ini ada tiga hal yang memberikan kemungkinan adanya pengawasan diplomasi antara lain sebagai berikut, 1. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pasal 102 yang mewajibkan negara-negara anggota PBB untuk mendaftarkan persetujuan-persetujuan yang telah dicapai oleh negara tersebut kepada sekretariat PBB. 2. Kesempatan bagi menteri luar negeri dari berbagai negara untuk dapat bertemu dalam sidang umum PBB setiap tahun. 3. Pemerintah demokrasi menghendaki bahwa setiap persetujuan yang diadakan antarnegara, sebelum diresmikan, harus mendapatkan persetujuan dari dewan perwakilan rakyat negara masing-masing. Perwakilan diplomatik adalah lembaga kenegaraan di luar negeri yang bertugas membina hubungan politik dengan negara lain. Tugas dan wewenang ini dilakukan oleh perangkat korps diplomatik, yaitu duta besar, duta kuasa usaha, dan atase-atase. Ketentuan mengenai perwakilan diplomatik diatur dalam undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 13 yaitu sebagai berikut, 1. Presiden mengangkat duta dan konsul. 2. Presiden menerima duta negara lain. 14

15 Kekuasaan presiden dalam mengangkat dan menerima duta negara lain ini adalah konsekuensi dari kedudukan presiden sebagai kepala negara. B. Perwakilan Negara dalam Hubungan Internasional Hubungan antarnegara pada dasarnya adalah hubungan hukum, yang berarti hubungan tersebut melahirkan hak dan kewajiban antarsubjek hukum yang saling berhubungan. Untuk menjalin hubungan di antara negara-negara itu, biasanya negara tersebut saling menempatkan perwakilannya. 1. Jenis Perwakilan Diplomatik Dalam praktik internasional terdapat dua jenis perwakilan diplomatik yaitu, a. Kedutaan besar, yang ditugaskan tetap pada suatu negara tertentu untuk saling memberikan hubungan rutin antarnegara tersebut. b. Perutusan tetap, yang ditempatkan pada suatu organisasi internasional (PBB). Ketua perwakilan diplomatik dipimpin oleh seorang duta besar dipimpin oleh seorang duta besar dan berkuasa penuh serta bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri luar negeri. 2. Perwakilan Diplomatik Syarat pertukaran atau pembukaan perwakilan diplomatik ataupun konsuler dengan negara lain adalah sebagai berikut: a. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mau mengadakan pertukaran diplomatik atau konsuler. Kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk persetujuan bersama (joint agreement) dan komunikasi bersama (joint declaration). b. Prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku, yaitu setiap negara dapat melakukan hubungan atau pertukaran perwakilan diplomatik berdasarkan prinsipprinsip hubungan yang berlaku dan prinsip timbal-balik atau resiprositas. 3. Tugas Perwakilan Diplomatik a. Representasi, yaitu selain untuk mewakili pemerintah negaranya ia juga dapat melakukan protes, mengadakan penyelidikan suatu perkara dengan pemerintah negara penerima, ia mewakili kebijakan politik pemerintah negaranya. b. Negosiasi, yaitu untuk mengadakan perundingan atau pembicaraan baik dengan negara di mana ia diakreditasi maupun di negara lain. 15

16 c. Observasi, yaitu untuk menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa di negara penerima yang mungkin dapat memengaruhi kepentingan negaranya. d. Proteksi, yaitu untuk melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan-kepentingan warga negaranya yang berada di luar negeri. e. Persahabatan, yaitu untuk meningkatkan hubungan persahabatan antara negaranegara pengirim dan negara penerima, baik di bidang ekonomi, kebudayaan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Fungsi Perwakilan Diplomatik a. Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima. b. Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional. c. Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima. d. Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima sesuai dengan undang-undang dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim. e. Memelihara hubungan persahabatan antarkedua negara. 5. Perangkat Perwakilan Diplomatik a. Duta Besar Berkuasa Penuh Adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatik yang mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa. b. Duta Adalah wakil diplomatik yang pangkatnya lebih rendah dari duta besar. Dalam menyelesaikan segala persoalan kedua negara, duta harus berkonsultasi dengan pemerintahnya. c. Menteri Residen Seorang menteri residen dianggap bukan wakil pribadi kepala negara. Dia hanya mengurus urusan negara. Menteri residen pada dasarnya tidak berhak mengadakan pertemuan dengan kepala negara di mana ia bertugas. d. Kuasa Usaha Kuasa usaha yang tidak diperbantukan kepada kepala negara dapat dibedakan atas: 16

17 1) Kuasa usaha tetap, menjabat kepala dari suatu kepala perwakilan. 2) Kuasa usaha sementara, yang melaksanakan pekerjaan kepala perwakilan, ketika pejabat yang bersangkutan belum atau tidak berada di tempat. 3) Atase-Atase Adalah pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh. Atase terdiri atas dua bagian, yaitu a) Atase Pertahanan Atase ini dijabat oleh seorang perwira militer yang diperbantukan oleh Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di kedutaan besar negara bersangkutan dan diberikan kedudukan sebagai seorang diplomat. b) Atase Teknis Atase ini dijabat seorang pegawai negeri sipil tertentu yang tidak berasal dari lingkungan Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di salah satu kedutaan besar untuk membantu duta besar. Misalnya, atase perdagangan, perindustrian, pendidikan, dan kebudayaan. 6. Hak Kekebalan (immunitet) Korps Diplomatik : Para anggota diplomatik memperoleh perlakukan yang istimewa dari pemerintah di negara ia ditempatkan. Perlakuan istimewa itu merupakan ketentuan yang dalam pergaulan internasional ditetapkan oleh protokol yang menetapkan semua aturan yang berhubungan dengan tugas, hak, serta kewajiban. Anggota diplomatik adalah kepala protokol atau direktur protokol yang berasal dari pegawai departemen luar negeri. Selain diperlakukan istimewa, seorang anggota diplomatik mendapatkan kekebalan (hak istimewa) dan hak ekstrateritorial. Asas kekebalan dan keistimewaan diplomatik, disebut (exteritoriallity atau extra teritoriallity ). Para diplomatik hampir dalam segala hal harus diperlakukan sebagaimana mereka berada di luar wilayah negara penerima. Para diplomat beserta stafnya, tidak tunduk pada kekuasaan peradilan pidana dan sipil dari negara penerima. Menurut Konvensi Wina 1961 : Perwakilan diplomatik diberikan Kekebalan dan keistimewaan, dengan maksud : 1) Menjamin pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatik sebagai wakil negara. 2) Menjamin pelaksana fungsi perwakilan diplomatik secara efisien. 17

18 Kekebalan Perwakilan Diplomatik atau Involability (tidak dapat diganggu gugat) yaitu kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima dan kekebalan dari sega la gangguan yang merugikan para pejabat diplomatik. Kekebalan diplomatik (Immunity), mencakup : 1) Pribadi Pejabat Diplomatik. 2) Kantor Perwakilan (Rumah Kediaman), disebut juga daerah ekstrateritorial. Para diplomat tidak memiliki hak asylum, yaitu hak untuk memberi kesempatan kepada suatu negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negara asing yang melarikan diri. 3) Korespondensi Diplomatik. Pemberian keistimewaan kepada perwakilan diplomatik, atas dasar timbal balik sebagaimana diatur di dalam Konvensi Wina 1961 dan 1963, yaitu mecakup : 1) Pembebasan dari kewajiban membayar pajak, antara lain pajak penghasilan, kekayaan, rumah tangga, kendaraan bermotor, radio, bumi dan bangunan, televisi dan sebagainya. 2) Pembebasan dari kewajiban pabean, antara lain bea masuk, bea keluar, bea cukai, terhadap barang-barang keperluan dinas, misi perwakilan, barang keperluan sendiri, keperluan rumah tangga dan sebagainya. Seorang perwakilan Diplomatik memiliki beberapa hak antara lain : 1). Hak Ekstra teritorialitas, hak kekebalan dalam daerah perwakilan seperti daerah kedutaan besar, daerah kedutaan termasuk halaman dan bangunannya dimana terpancang bendera dan lambang negara itu. Gedung perwakilan Diplomatik tidak boleh digeledah atau dimasuki oleh petugas kehakiman, polisi, tanpa seizin kepala perwakilan diplomatik bersangkutan. Arsip-arsip, surat-surat ataupun telegram tidak boleh dibuka oleh polisi, hakim tersebut. Warga negara yang mencari perlindungan di gedung perwakilan diplomatik tidak dapat ditangkap begitu saja melainkan harus melalui perundingan dengan kepala perwakilan setempat. Kecuali pelaku kejahatan, yang memang harus diserahkan pada polisi setempat. 2). Hak Kekebalan atau Kebebasan Korps Diplomatik, setiap anggota diplomatik tunduk kepada hukum dan peraturan kepolisian setempat namun tidak dapat dituntut di muka pengadilan. Mereka dibebaskan dari pajak dan bea cukai, bebas mendirikan tempat ibadah di lingkungan kedutaan. 7. Perwakilan Konsuler Konsul adalah petugas di wilayah negara lain, tetapi bukan petugas perutusan diplomatik.konsul tidak melakukan hubungan resmi antarnegara. Konsul bertugas untuk melindungi kepentingan komersial negara yang menunjuknya. Di samping itu, konsul juga dibebani tugas tambahan untuk melayani kepentingan warga negara dari 18

19 negara yang menunjuknya, seperti eksekusi akta notaris, memberi paspor, meresmikan perkawinan, dan melakukan yurisdiksi disipliner awak kapal negaranya. 8. Persamaan dan Perbedaan Diplomatik dan Konsuler Persamaan antara perwakilan diplomatik dan konsuler adalah bahwa kedua-duanya merupakan utusan dari suatu negara tertentu PERBEDAAN No. Korps Diplomatik Korps Konsuler 1. Memelihara kepentingan negaranya dengan melakukan hubungan dengan pejabat-pejabat Tingkat Pusat. 2. Berhak mengadakan hubungan yang bersifat politik negara hanya mempunyai 1 perwakilan diplomatik dalam satu negara penerima. 4. Mempunyai hak ekstrateritorial (tidak tunduk pada pelaksanaan kekuasan Memelihara kepentingan negaranya dengan melaksanakan hubungan dengan pejabat-pejabat tingkat daerah (setempat) Mempunyai hak ekstrateritorial (tidak tunduk pada pelaksanaan kekuasan Peradilan). Berhak mengadakan hubungan yang bersifat non politik. Satu negara dapat mempunyai lebih dari satu perwakilan konsuler. Tidak mempunyai hak ekstrateritorial (tunduk pada pelaksanaan kekuasaan peradilan). Peradilan). Adapun tugas-tugas yang berhubungan dengan kekonsulan, antara lain mencakup bidang berikut : 1) Bidang ekonomi, menciptakan tata ekonomi dunia barudengan menggerakan ekspor komoditas non-migas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan pelaksanaan perjanjian perdagangan, dan lain-lain. 2) Bidang Kebudayaan,dan Ilmu Pengetahuan,seperti tukar menukar pelajar, mahasiswa dan lain-lain. 3) Bidang-bidang lain, seperti : a) Memberikan Paspor dan dokumen perjalanan kepada warga pengirim dan visa atau dokumen kepada orang yang ingin mengunjungi negara pengirim b) Bertindak sebagai notaris dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi administratife lainnya. c) Bertindak sebagai subjek hukum dalam praktik dan prosedur pengadilan atau badan lain di Negara penerima 19

20 9. Mulai dan Berakhirnya Fungsi Misi Perwakilan Diplomatik-Konsuler HAL DIPLOMATIK KONSULER Yaitu saat menyerahkan surat kepercayaan (Lettred Creance / menurut pasal 13 Konvensi Wina 1961) Mulai berlakunya Fungsi Berakhirnya Fungsi 1) Sudah habis masa jabatan. 2) Ia ditarik (recalled) oleh Pemerintah negaranya. 3) Karena tidak disenangi (dipersona non Grata). 4) Kalau negara penerima perang dengan negara pengirim (pasal 43 Konvensi Wina 1961). (Pasal dan Konvensi Wina 1963) memberitahukan dengan layak kepada negara penerima. (Pasal 23, 24, dan 25 Konvensi Wina 1963) 1) Fungsi seorang pejabat konsuler telah berakhir. 2) Penarikan dari negara pengirim 3) Pemberitahuan bahwa ia bukan lagi sebagai anggota staf Konsuler. A. Peranan Organisasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan Internasional Organisasi internasional atau disebut Multilateralisme adalah suatu istilah hubungan internasional yang menunjukkan kerjasama antar beberapa negara yang tersusun secara sistematis dan terencana 1. Perserikatan Bangsa-Bangsa a. Sejarah Singkat PBB 1) Pada tanggal 14 Agustus 1941, berhasil disepakati Piagam Atlantik antara Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchil. 2) Tanggal 30 Oktober 1943, di Moskow berhasil disepakati Deklarasi Moskow yang isinya antara lain pentingnya membentuk organisasi internasional perdamaian dunia. 3) Tahun 1944 dilangsungkan Konferensi Dumbarton Oaks di Washington DC yang diikuti oleh 39 negara yang membahas tentang rencana mendirikan PBB. 4) Pada pertemuan Dumbarton Oaks, Washington DC, pada tanggal 21 Agustus - 7 Agustus 1945 dipersiapkan Piagam PBB. 5) Tanggal 26 Juni 1945, berhasil ditandatangani Piagam PBB (Declaration of United Nations) oleh 50 negara di San Fransisco, Amerika Serikat. Piagam ini mulai berlaku tanggal 24 Oktober 1945 dan tanggal berlakunya Piagam PBB 20

21 dijadikan sebagai hari lahirnya PBB, sedang kelima puluh negara penandatangan Piagam PBB tersebut diakui sebagai negara pendiri (original members). Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota PBB yang ke-60 pada tanggal 28 September Pada tanggal 20 Agustus 1965, Indonesia di bawah Presiden Soekarno mengundurkan diri dari PBB. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali masuk menjadi anggota PBB. b. Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1) Memelihara perdamaian dan keamanan internasional. 2) Mengembangkan hubungan persaudaraan antarbangsa di dunia. 3) Menciptakan kerja sama dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi, sosial budaya, dan hak asasi manusia. 4) Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam mewujudkan tujuan atau cita-cita bersama seperti di atas. c. Asas Perserikatan Bangsa-Bangsa 1) Berdasarkan persamaan kedaulatan dari semua anggotanya. 2) Semua anggota harus memenuhi dengan ikhlas kewajiban-kewajiban mereka sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB. 3) Semua anggota harus menyelesaikan persengketaan-persengketaan internasional dengan jalan damai tanpa membahayakan perdamaian, keamanan, dan keadilan. 4) Dalam hubungan-hubungan internasional, semua anggota harus menjauhi penggunaan ancaman atau kekerasan terhadap negara lain. d. Struktur Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1) Majelis Umum (General Assembly) Keanggotaan Majelis Umum adalah wakil seluruh anggota PBB dengan jalan setiap anggota berhak mengirimkan 5 wakilnya, akan tetapi hanya mempunyai 1 suara. Organisasi ini bersidang setiap bulan September atau sewaktu-waktu apabila diminta oleh Dewan Keamanan atau jika sebagian besar anggota PBB berniat melakukan sidang luar biasa. Bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa Spanyol, Cina, Inggris, Prancis, dan Rusia. Tugas dan kekuasaan Majelis Umum PBB, yaitu a) Berhubungan dengan perdamaian dan keamanan internasional. 21

22 b) Berhubungan dengan keuangan. c) Berhubungan dengan kerja sama ekonomi, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, dan perikemanusiaan. d) Mengadakan perubahan piagam. e) Berhubungan dengan perwakilan internasional, termasuk di daerah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri yang bukan daerah stategis. f) Memilih anggota tidak tetap Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Hakim Mahkamah Internasional, dan sebagainya. 2) Dewan Keamanan (Security Council) Dewan ini beranggotakan 15 negara yang terdiri dari a) Lima negara anggota tetap yang mempunyai hak veto, yaitu Inggris, Prancis, Rusia, Cina, dan Amerika Serikat. b) Sepuluh anggota tidak tetap yang dipilih untuk masa 2 tahun oleh Majelis Umum PBB. Fungsi Dewan Keamanan adalah a) Memelihara perdamaian dan keamanan internasional. b) Menyelidiki tiap-tiap sengketa antarnegara. c) Menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian. d) Mengadakan aksi militer terhadap negara penyerang. e) Mengusulkan metode penyelesaian konflik secara damai. 3) Dewan Ekonomi dan Sosial PBB Dewan ini beranggotakan 54 negara yang dipilih oleh Majelis Umum untuk masa 3 tahun dan sedikitnya bersidang 3 kali dalam satu tahun. Tugas Dewan Ekonomi dan Sosial adalah a) Mengamati, membuat laporan dan memberikan saran kepada Majelis Umum tentang persoalan ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan hak asasi manusia. 22

23 b) Memberikan saran untuk meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. c) Mempersiapkan rencana perjanjian untuk diajukan kepada Majelis Umum dan penyelenggaraan pertemuan internasional mengenai persoalan yang termasuk lingkup kekuasaannya. Organisasi-Organisasi di bawah wewenang Dewan Ekonomi dan Sosial a) WHO (World Health Organization) atau organisasi kesehatan sedunia. b) FAO (Food Agriculture Organization) atau organisasi pangan sedunia. c) UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) atau organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sedunia. d) ILO (International Labour Organization) atau organisasi buruh sedunia. e) IMF (Inter national Monetary Fund) atau organisasi keuangan internasional. f) IBRD, World Bank, UNICEF, dan lain-lain. 4) Dewan Perwalian (Trusteeship Council) Anggota dewan ini terdiri dari: a) Anggota yang menguasai daerah perwalian. b) Anggota tetap Dewan Keamanan. c) Sejumlah anggota yang dipilih majelis umum untuk masa 3 tahun. Tugas dan Fungsi Dewan Perwalian adalah a) Mempertimbangkan laporan dari penguasaan pemerintahan dan menerima petisi atau usul dari daerah perwalian. b) Mengusahakan kemajuan penduduk daerah perwalian untuk mencapai kemerdekaan sendiri. c) Memberi dorongan untuk menghormati hak asasi manusia. d) Mengambil tindakan yang sesuai dengan syarat dalam persetujuan perwalian. 23

24 5) Mahkamah Internasional (International Court of Justice) Badan ini merupakan lembaga peradilan internasional PBB yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Organisasi ini beranggotakan 15 hakim agung yang dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan untuk masa jabatan 9 tahun. 6) Sekretariat Badan ini terdiri dari sekretariat jenderal yang diangkat oleh Majelis Umum atas usul Dewan Keamanan untuk masa jabatan 5 tahun dan staf sekretariat. Tugas Sekretariat PBB adalah a) Mengurus segala kegiatan administratif PBB. b) Mempersiapkan penyelenggaraan pertemuan badan-badan utama PBB. c) Membuat laporan tahunan tentang kegiatan PBB. e. Peranan PBB Berikut ini adalah contoh peranan PBB bagi bangsa-bangsa di dunia dalam upaya mewujudkan perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan. 1) Menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda untuk masalah Irian Barat (Irian Jaya). 2) Kampanye program antipenjajahan di Asia Afrika sehingga lahir negara-negara merdeka. 3) Menyelesaikan konflik Timur Tengah mengenai Terusan Suez. 4) Menyelesaikan konfrontasi Amerika Serikat dan Rusia mengenai masalah penempatan peluru kendali di Kuba. 5) Menempatkan pasukan perdamaian di berbagai negara yang sedang dilanda konflik untuk mengawasi gencatan senjata seperti di Timur Tengah (Iran, Irak, Palestina, dan Israel), Namibia, Afrika, Vietnam, Bosnia, dan lain-lain. 6) Memberikan bantuan keuangan, fasilitas, dan tenaga ahli untuk pembangunan kesejahteraan masyarakat di negara berkembang seperti melalui UNICEF, WHO, FAO, UNESCO, UNDP (United Nations Development Programme), IMF, World Bank, dan sebagainya. 7) Memberi bantuan dana untuk renovasi bangunan bersejarah seperti Candi Borobudur. 24

25 8) Membantu penanggulangan penyakit kronis dan menular seperti cacar dan HIV (AIDS). 9) Memberikan bantuan kepada pengungsi internasional melalui UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). 2. Association of South East Asian Nations (ASEAN) Pada tahun 1967, lima negara Asia Tenggara telah sepakat untuk mengadakan kerja sama dan ikatan sesuai dengan kepentingan timbal-balik antara bangsa seregion. Lima negara tersebut ialah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Muangthai. Pada tanggal 8 Agustus 1967, negara-negara tersebut menandatangani suatu deklarasi di Bangkok yang menandai adanya suatu perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Namun demikian, perhimpunan ini masih memberi kesempatan kepada negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara untuk menjadi anggota baru ASEAN, sepanjang kelima anggota perhimpunan tersebut menyetujuinya. a. Tujuan ASEAN Dalam Deklarasi ASEAN (Bangkok, 8 Agustus 1967), dicantumkan bahwa maksud dan tujuan perhimpunan adalah sebagai berikut: 1) Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkukuh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai. 2) Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; 3) Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu antara satu dan yang lain di dalam memecahkan masalah-masalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi; 4) Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesional, teknik, dan administrasi; 5) Bekerja sama dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri, perluasan perdagangan komoditi internasional, perbaikan saranasarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan taraf hidup rakyat-rakyat mereka; 6) Meningkatkan studi-studi tentang Asia Tenggara; 25

26 7) Memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasi-organisasi internasional dan regional yang ada dan bertujuan serupa, dan untuk menjajaki segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara lebih erat satu dengan yang lain. 3. Konferensi Asia Afrika di Bandung Berdasarkan pengalaman Indonesia dalam merintis, merebut, dan mempertahankan kemerdekaan, maka terasa betapa pentingnya kesetiakawanan dan dukungan bangsa-bangsa yang pernah atau masih dijajah oleh kekuatan asing. Oleh karena bangsa-bangsa bertipe seperti ini sebagian besar berada di benua Asia dan Afrika, maka timbul prakarsa untuk mengadakan pertemuan guna mengadakan tukar pikiran tentang kerja sama, khususnya mengenai pokok-pokok yang menyangkut kepentingan bersama. Negara pemrakarsa adalah lima negara Asia yaitu Indonesia, India, Pakistan, Birma, dan Sri Lanka. Persiapan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika diadakan oleh kelima perdana menteri negara-negara itu di Kolombo pada tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954 yang bersifat penjajakan tidak resmi dan persiapan kedua diadakan di Bogor pada tanggal 29 Desember Dilihat dari pengalaman sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, konferensi semacam itu sangat penting, mengingat RI pernah mendapat dukungan dan bantuan dari dunia internasional khususnya dari Asia dan Afrika. Pada awal tahun 1949 waktu Indonesia masih dalam keadaan perang Kemerdekaan II, ketika kota-kota besar diduduki Belanda dan banyak pemimpin puncak ditawan, serta RI diisolasikan dari dunia luar, di New Delhi, India, diselenggarakan konferensi antarbangsa Asia dan Afrika untuk memprotes tindakan Belanda dan mendukung sepenuhnya perjuangan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada permulaan dasawarsa lima puluhan, negaranegara Asia dan Afrika yang merdeka dengan penuh semangat menggalang persatuan yang mendukung bangsa-bangsa yang sedang berjuang untuk membebaskan dirinya dari penjajahan. Di samping itu, situasi dunia pada waktu itu sedang dicekam kekhawatiran akan adanya perang nuklir yang dilancarkan oleh negara-negara yang tergabung dalam blok Barat dan Timur. Karena itu, negara-negara berkembang berusaha untuk memberikan sahamnya dalam meredakan ketegangan dan memelihara perdamaian dunia. Kelima negara pemrakarsa sepakat untuk mengadakan konferensi sebelum puasa tahun 1955 di Bandung, tepatnya pada tanggal 18 sampai dengan 24 April

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akselerasi dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal sebagai

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional

Lebih terperinci

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya. I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia Makna kata Perwakilan Diplomatik secara Umum Istilah diplomatik berasal

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2. Perundingan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 1. Penjajakan: Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional. 2. Perundingan: Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi

Lebih terperinci

A.Pengertian Hubungan Internasional. 1.Pengertian Hubungan Internasional secara umum.

A.Pengertian Hubungan Internasional. 1.Pengertian Hubungan Internasional secara umum. A.Pengertian Hubungan Internasional. 1.Pengertian Hubungan Internasional secara umum. Hubungan antarbangsa mutlak dilakukan oleh negara manapun di dunia karena pada zaman modern ini,mustahil suatu bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Dalam sejarah perkembangan Kementerian luar negeri dapat dijelaskan bahwa: 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Dalam sejarah perkembangan Kementerian luar negeri dapat dijelaskan bahwa: 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI A. Sejarah Perkembangan Kementerian Luar Negeri Dalam sejarah perkembangan Kementerian luar negeri dapat dijelaskan bahwa: 16 Tahun 1945-1950 Tugas

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

POLITIK LUAR NEGERI. By design Drs. Muid

POLITIK LUAR NEGERI. By design Drs. Muid POLITIK LUAR NEGERI By design Drs. Muid Tujuan Pembelajaran Menjelaskan arti politik luar negeri yang bebas dan aktif Menunjukkan Dasar hukum politik luar negeri dengan Tidak bergantung pada orang lain

Lebih terperinci

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni Basic Fact: Diawali oleh Liga Bangsa-bangsa (LBB) 1919-1946. Didirikan di San Fransisco, 24-10-45, setelah Konfrensi Dumbatan Oaks. Anggota terdiri dari

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN *48854 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan

Lebih terperinci

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK,

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation (selanjutnya disebut CMIM) adalah untuk menyusun pengaturan

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

www.bphn.go.id www.bphn.go.id www.bphn.go.id Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Macam-macam Organisasi Internasional

Macam-macam Organisasi Internasional (ORGANISASI INTERNASIONAL) Organisasi Internasional adalah suatu organisasi yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional secara sukarela atau atas dasar kesamaan yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian

Lebih terperinci

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI

NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTISI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN *46909 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi A. Globalisasi 1. Pengertian Globalisasi Globalisasi adalah proses mendunia atau menjadi satu dunia. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya umum. Globalisasi berarti sesuatu hak yang berkaitan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF FINLAND FOR THE PROMOTION

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LUAR NEGERI DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

KEMENTERIAN LUAR NEGERI DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2012 KEMENTERIAN LUAR NEGERI DOSEN : DR. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Sekilas Tentang Direktorat Jenderal Hukum Tugas dan Fungsi Departemen Luar Negeri Struktur Organisasi Departemen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE AUSTRIAN FEDERAL GOVERNMENT ON VISA EXEMPTION FOR HOLDERS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA BERKENAAN DENGAN ANGKUTAN UDARA

Lebih terperinci

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA 1958 Konvensi mengenai Pengakuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci