IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM: Catatan Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional di Era Global

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM: Catatan Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional di Era Global"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM: Catatan Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional di Era Global Nanang Martono Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Abstrak Indonesia dikenal dengan negara dengan penduduk Muslim terbanyak, namun nilai-nilai Islam tidak banyak diterapkan di Indonesia. Sistem pendidikan nasional justru banyak menerapkan sistem pendidikan yang sekuler-kapitalistik. Fenomena ini merupakan sebuah hal yang cukup kontradiktif. Artikel ini berupaya menjelasakan mengenai penerapan sistem pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional. Pada dasarnya prinsip pendidikan Islam mengembangkan nilai-nilai bersifat universal. Pendidikan Islam mengajarkan prinsip kesetaraan, kebersamaan, toleransi, perdamaian dan sebagainya, yang semua nilai tersebut juga dijumpai dalam kepercayaan lain. Selain itu, individu harus diposisikan sebagai manusia yang memiliki keunikan. Kata kunci: pendidikan Islam, sekuler, kapitalistik, nilai Islam. Abstract Indonesia known as the country with the largest Muslim population, but Islamic values are not widely applied in Indonesia. But many national education system to apply the secular education system-capitalistic. This phenomenon is a thing quite contradictory. This article seeks identifies the application of Islamic education system in the national education system. Basically, the principles of Islamic education to develop the values that are universal. Education Islam teaches principles of equality, solidarity, tolerance, peace and so forth, which all values are also found in other faiths. In addition, the individual must be positioned as a "man" which is unique. Key words: education of Islam, secular, capitalistic, Islamic values. Pendahuluan Bila orang menyadari bahwa ia (mereka) hidup untuk belajar, maka mereka (ia) tidak mementingkan gelar atau simbol-simbol seperti ijasah dan diploma, bahkan juga semua implikasi kenikmatan hidup yang menyertainya. Yang terpenting adalah mengeluarkan potensi dirinya dan membuat dirinya menjadi nyata bagi sesamanya. Dan, proses ini tidak pernah kelar, tidak pernah selesai, sampai mereka memperoleh anugerah berupa batu nisan di pekuburan (Jakob Sumardjo, dalam Harefa, 2002). Pendidikan nasional sejak awal kemerdekaan ternyata belum menemukan formulasi yang sesuai dengan karakter Bangsa Indonesia. Sistem pendidikan nasional dalam kenyataannya masih mencari formula yang paling sesuai. Tak

2 [page 2] pelak, hal ini kemudian menyebabkan terjadinya pergantian berbagai komponen dalam sistem pendidikan, mulai dari tujuan yang hendak dicapai, strategi pencapaian, perubahan kurikulum dan sebagainya. Sistem pendidikan juga dituding turut memicu terjadinya berbagai krisis yang terjadi di Indonesia. Wajah buruk pendidikan nasional sudah bukan menjadi rahasia umum. Tawuran antarpelajar, fenomena plagiatisme, kasus-kasus ijasah palsu, jual beli kursi, jual beli nilai, percaloan siswa, dan sederetan cerita buruk lain hampir selalu mewarnai praktik pendidikan di negara ini. Fenomena tersebut bahkan sudah dianggap sebagai hal biasa bagi sebagian masyarakat dan sekaligus sebagai wujud kegagalan institusi pendidikan dalam membangun karakter bangsa. Hal ini diperparah dengan kemunculan makhluk baru bernama globalisasi yang nyaris meluluhlantakkan praktik pendidikan nasional dari berbagai aspek. Era globalisasi merupakan sebuah era yang tengah menjadi bahan pembicaraan masyarakat di seluruh dunia karena dampaknya yang sangat luar biasa. Globalisasi yang melanda dunia membawa berbagai konsekuensi logis bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Aspek politik, sosial, budaya dan ekonomi menjadi imbas munculnya makhluk bernama globalisasi ini. Globalisasi dapat dimaknai sebagai sebuah proses penyeragaman seluruh aspek kehidupan manusia di seluruh dunia. Seluruh negara di dunia seolah-olah disatukan oleh sebuah prosesi yang bersifat global ini. Kualitas sumber daya manusia (SDM) dituntut untuk mampu bersaing di tingkat global sehingga mampu menghadapi era globlisasi. Hal ini sangatlah wajar mengingat globalisasi telah menghapus batas budaya antarwilayah geografis. Batas antarnegara pun seolah telah dihapus, semua individu dari semua negara bebas berinteraksi, bahkan mereka bebas menembus batas geografis antarnegara. Mobilitas individu pun menjadi tinggi, bukan lagi dari desa ke kota, bukan antarprovinsi, bahkan mobilitas antarnegara sangat mudah dilakukan. Lebih dari itu, globalisasi bahkan telah menghapus perbedaan ras dan etnis. Satu pertanyaan yang harus dijawab adalah, sudah siapkah sistem pendidikan kita menghadapi era globalisasi ini? Bila ternyata di dalam praktik pendidikan nasional masih diwarnai berbagai citra negatif, mampukah sistem pendidikan nasional menciptakan kualitas SDM yang mampu bersaing di era global? Ada beberapa fakta yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia termasuk negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih tergolong sangat rendah, kinerja birokrasi nyaris yang terburuk di dunia, anggaran dan gaji guru adalah terendah, hutang negara nyaris tertinggi, jumlah partai politik terbanyak di dunia, serta berbagai wajah suram lain masih mewarnai negeri ini (Danim, 2003). Bila ini yang terjadi, kiranya perlu dikaji kembali berbagai kebijakan yang berkaitan dengan praktik pendidikan di negara ini. Di sisi lain, data menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen penduduk Indonesia adalah muslim. Namun, berbagai catatan buruk sebagai mana disebutkan sebelumnya, kiranya patut menjadi perhatian. Di negara yang mayoritas muslim ternyata memiliki tingkat korupsi yang tergolong tinggi, praktik

3 [page 3] pendidikan yang dijalankan juga tidak berdasar pada prinsip-prinsip Islam. Kondisi ini merupakan sebuah ironi. Di tengah penduduk yang sebagian besar muslim tersebut, justru paham kapitalisme yang berasal dari negara barat berkembang dan tumbuh subur dan telah mendarah daging. Jadilah negara kita negara muslim namun berideologi kapitalis yang sekuleristik. Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini menggunakan sistem pendidikan sekuler dan watak sekuler inilah yang mendominasi praktik pendidikan di Indonesia. Dominasi ini nampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transendental pada hampir semua proses pendidikan. Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shalih yang mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi (Aliya, 2010). Sistem pendidikan Islam di Indonesia masih ditempatkan dalam posisi kedua. Berangkat dari fenomena tersebut, kita perlu mempertimbangkan mengenai bagaimana solusi yang dapat dijalankan agar sistem pendidikan nasional mampu berperan dan berfungsi sebagai mana mestinya. Proses reformulasi kebijakan pendidikan harus memperhatikan nilai-nilai Islami yang sesuai dengan kepercayaan sebagian besar masyarakat kita. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana prinsip-prinsip Islam terutama dalam aspek pendidikan dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional? Bagaimana dengan prinsip pluralitas atau kemajemukan Bangsa Indonesia? Tujuan Penulisan Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan strategi penerapan nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikan nasional. Dengan penerapan nilai-nilai Islam ini diharapkan ada sebuah pembaharuan dalam sistem pendidikan nasional yang mampu mengoptimalkan potensi individu. TINJAUAN PUSTAKA Hakikat Pendidikan Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah paedagogie yang berarti pendidikan, serta paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Konsep pendidikan tersebut kemudian dapat dimaknai sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau memimpin perkembangnan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Arief, 2005). Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai erziehung yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Grene mendefinisikan pendidikan dengan usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan bermakna. Secara singkat, dari berbagai definisi tersebut, pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya (Iriani, 2010). Ahmed (1990) mendefinisikan pendidikan sebagai suatu usaha yang

4 [page 4] dilakukan individu dan masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai, kebiasaankebiasaan dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada generasi muda untuk membantu mereka dalam meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan berhasil. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat atau suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut (Sanaky, 2010). Pendidikan pada hakikatnya juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses mengubah perilaku individu, tentu saja dalam hal ini adalah perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Proses pendidikan itu sendiri, oleh Freire (2002) dimaknai sebagai sebuah proses untuk membentuk manusia seutuhnya, atau proses memanusiakan manusia (humanisasi). Dewey (1979) memberikan definisi pendidikan secara lebih luas sebagai organisasi pengalaman hidup, serta pembentukan kembali pengalaman hidup. Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi yaitu dari sudut pandangan masyarakat, dan dari segi pandangan individu. Pendidikan dari segi pandangan masyarakat dapat dimaknai sebagai proses pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar kehidupan masyarakat tetap berlanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Pendidikan dari sudut pandang individu dapat diartikan sebagai pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi (Yunadi, 2009). Setiap individu memiliki potensi yang berbeda. Pengembangan potensi individu inilah yang harus menjadi perhatian utama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Hakikat Pendidikan dalam Islam Sistem pendidikan Islam harus dibedakan dengan Sistem Pendidikan Agama Islam. Banyak kalangan yang mencampuradukkan kedua istilah ini, seolaholah kedua istilah tersebut bermakna sama. Anggapan ini adalah sebuah kekeliruan. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi pendidikan Islam dari berbagai sumber. Langgulung (2002) merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peran, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan akhirat. Qardhawi (dalam Iriani, 2010), mengatakan pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan aman maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.

5 [page 5] Menurut Arifin (1981) pendidikan Islam merupakan usaha orang dewasa muslim yang bertakwa yang secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembanngan fitrah anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Jalaluddin (2001) pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai usaha pembinaan dan pengembangan potensi manusia secara optimal sesuai dengan statusnya, dengan berpedoman pada syariat Islam yang disampaikan oleh Rasul Alloh agar manusia dapat berperan sebagai pengabdi Alloh yang setia dengan segala aktifitasnya guna terciptanya suatu kondisi kehidupan Islami yang ideal selamat, aman, sejahtera dan berkualitas serta memperoleh jaminan hidup di dunia dan akhirat. Beberapa uraian tersebut, dapat dilihat perbedaan-perbedaan antara pendidikan secara umum dengan pendidikan Islam. Perbedaan utama yang paling menonjol adalah bahwa pendidikan Islam bukan hanya mementingkan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan akhirat. Pendidikan Islam lebih menekankan pada aspek bimbingan (menuntun) daripada pengajaran serta berupaya untuk mengembangkan potensi individu. Selain itu pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaranajaran Islam. Hal inilah yang cukup membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan secara umum yang banyak dilandasi pada ideologi sekuler. Untuk itu, pendidikan Islam bertujuan untuk mempersiapkan individu dalam menumbuhkan segenap potensi diri yang ada baik jasmani maupun rohani dengan pertumbuhan yang terus menerus agar dapat hidup dan berpenghidupan sempurna sehingga ia dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umatnya (Arief, 2005). Sistem pendidikan Islam juga memiliki tujuan lain yang lebih luas cakupannya, di antaranya: menurut Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Alloh, pendidikan harus menjadikan seluruh manusia menghambakan diri kepada Alloh, yaitu dengan beribadah kepada Alloh. Konsep ibadah dalam hal ini mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Alloh. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang Islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Menurut Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah: pertama, tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuankemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. Kedua, tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat. Ketiga, tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat (Hadi, 2010). Sistem pendidikan Islam dalam pelaksanaanya memiliki beberapa kaidah yang menjadi dasar proses pendidikan: pertama, Islam menekankan bahwa pendidikan merupakan kewajiban agama sehingga proses pembelajaran dan transmisi ilmu sangat bermakna bagi kehidupan manusia. Kedua, seluruh rangkaian pelaksanaan pendidikan adalah ibadah kepada Alloh SWT, sehingga pendidikan

6 [page 6] merupakan kewajiban individual sekaligus kolektif. Ketiga, Islam memberikan derajat tinggi bagi kaum terdidik, sarjana maupun ilmuwan. Keempat, Islam memberikan landasan bahwa pendidikan merupakan aktivitas sepanjang hayat. (long life education). Sebagaimana Hadist Nabi tentang menuntut ilmu dari sejak buaian ibu sampai liang kubur. Kelima, konstruksi pendidikan menurut Islam bersifat dialogis, inovatif dan terbuka dalam menerima ilmu pengetahuan baik dari Timur maupun Barat. Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW untuk memerintahkan umatnya menuntut ilmu walau ke negeri Cina (Iriani, 2010). PEMBAHASAN Pendidikan Islam versus Pendidikan Sekuler-Kapitalistik Berdasarkan uraian pada bagian sebelumya, maka jelas bahwa sistem pendidikan Islam berbeda dengan sistem pendidikan sekuler-kapitalistik. Pemikiran-pemikiran ideologi sekuler-kapitalistik didasarkan pada ide dasar pemisahan agama dari kehidupan, sehingga kehidupan pun kemudian diatur berdasarkan pada pemikiran manusia. Dalam hal pengaturan kehidupan yang menjadi asasnya adalah asas manfaat sedangkan tujuannya adalah mencapai kebahagian/kesejahteraan material semaksimal mungkin. Untuk mencapai tujuannya, terdapat beberapa konsep-konsep yang hendak diwujudkan dan dijaga, demi tetap terjaganya sekulerisme. Konsep-konsep ini berintikan pada konsep kebebasan, yaitu: konsep kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat atau berekspresi, kebebasan beragama/berkeyakinan, dan kebebasan bertingkah laku. Pemikiran ideologi sekuler-kapitalistik dalam sistem pendidikan berlandaskan pada konsep-konsep serta asas-asas tersebut. Dunia pendidikan difungsikan sebagai penopang bagi mesin industri kapitalisme, sehingga tujuan pendidikan dalam ideologi ini adalah untuk mencetak individu-individu yang profesional yang dapat mendukung keberlangsungan industri-industri mereka, intinya adalah mencetak para pekerja yang baik. Oleh karena itu, kadang kala negara diharuskan ikut mendukung bahkan mungkin juga total mendanai masalah pendidikan. Hal ini karena pendidikan dipandang sebagai investasi, dan dengan menggunakan negara maka biaya investasi untuk mencetak pekerja-pekerja yang tangguh bagi mesin industri kapitalis, akhirnya ditanggung oleh masyarakat melalui pajak. Bentuk pendanaan oleh negara dalam dunia pendidikan ternyata bervariasi antara satu negara barat dengan negara yang lainnya. Jadi, bukanlah tabu bagi negara yang berideologi kapitalis, untuk ikut mendanai biaya pendidikan (Sadad, 2010). Sistem pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Pada dasarnya, setiap bidang pelajaran harus mengaitkan kedua unsur tersebut dalam satu kesatuan. Pada mata pelajaran biologi misalnya, peserta didik harus mengalami proses penyadaran akan kebesaran Alloh yang dibuktikan dengan berbagai ciptaan-nya di dunia ini. Alloh mampu menciptakan manusia yang terdiri atas milyaran sel yang tidak kasat mata. Sel ini tidak akan mampu ditiru manusia. Pada mata pelajaran fisika, peserta didik dapat melihat wujud kekuasaan Alloh melalui berbagai penampakan benda di luar

7 [page 7] angkasa (kumpulan bintang atau galaksi) yang jaraknya jutaan tahun cahaya dari bumi. Pada mata pelajaran ekonomi, peserta didik dapat mempelajari berbagai aturan dalam praktik jual beli yang sesuai dengan ajaran Islam, mengingat sampai saat ini, sistem ekonomi syariah belum banyak dikenal siswa sejak dini. Mereka lebih banyak mempelajari sistem ekonomi kapitalistik yang justru banyak menyebabkan berbagai keterpurukan di negara ini. Sistem pendidikan sekuler-kapitalistik yang dipraktikkan di Indonesia dinilai tidak memosisikan individu sebagai individu yang bebas. Setiap individu dibelenggu kebebasannya, sehingga mereka sulit untuk mengembangkan potensinya. Wujud pemaksaan yang dapat dilihat adalah dalam praktik ujian nasional (UN). Peserta didik melalui UN ini dipaksa untuk mampu menguasai bidang ilmu yang bukan menjadi bidang keahliannya. UN juga telah mengesampingkan posisi pendidikan agama karena mata pelajaran ini ternyata tidak dimasukkan dalam UN. Praktik pendidikan dalam sistem sekuler-kapitalistik lebih melihat peserta didik sebagai sebuah investasi. Untuk itu, individu dipaksa untuk bersaing secara bebas. Prestasi adalah segala-galanya, dengan demikian keunikan individu sangat tidak dihargai. Setiap individu dipandang memiliki karakter yang sama serta memiliki kemampuan yang sama, sehingga antara individu satu dengan individu yang lain bisa dibandingkan. Hal inilah yang kemudian bagi sebagian besar masyarakat, prestasi adalah simbol status. Banyak orang tua yang merasa malu manakala buah hatinya tidak secerdas teman-temannya, sehingga buah hati mereka tidak masuk dalam peringkat sepuluh besar misalnya. Demikian juga dalam kasus UN, banyak orang tua yang tertekan manakala buah hati mereka ternyata gagal dan dinyatakan tidak lulus dalam UN. Merekapun kemudian menyalahkan pihak sekolah, gurupun menjadi terdakwa. Pendidikan dalam sistem kapitalistik adalah simbol status. Oleh karena itulah, sebagian besar individu akan berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh status tersebut. Dua kesalahan yang sering dilakukan adalah, mereka berusaha untuk dapat mengenyam pendidikan formal, sehingga posisi pendidikan nonformal dinomorduakan. Kedua, banyak di antara individu yang kemudian menghalalkan berbagai cara untuk mencapai status tersebut. Individu yang merasa kurang berprestasi harus menanggung malu dan mengalami stres. Logika kapitalis pun turut mewarnai praktik pendidikan. Akibatnya pendidikan kemudian menjadi sebuah komoditas yang dikomersialkan. Praktik jual beli hampir selalu menghiasi praktik pendidikan di setiap lembaga pendidikan. Selain itu, dalam praktik pendidikan peserta didik sering diposisikan sebagai modal (baca: calon tenaga kerja). Untuk itu, segala perilaku peserta didik dibentuk agar dapat menjadi tenaga kerja yang baik, penurut, selalu taat dan patuh pada guru yang dianalogikan sebagai majikan. Guru lalu memosisikan dirinya sebagai majikan, interaksi guru-murid berubah menjadi hubungan buruh-majikan. Bagi Freire (2002), relasi guru-murid ini disebut sebagai praktik pendidikan gaya bank. Anak (murid) diposisikan sebagai objek, dan diibaratkan menjadi sebuah bejana kosong yang harus terus diisi dengan ilmu pengetahuan. Anak menjadi bank

8 [page 8] yang menjadi sumber investasi masa depan dengan ilmu pengetahuan yang ditanamkan. Guru adalah subjek yang aktif, yang selalu memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa yang harus diingat dan dihapal selamanya. Ciri-ciri pendidikan gaya bank: 1. Guru mengajar, murid belajar. 2. Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa. 3. Guru berpikir, murid dipikirkan. 4. Guru bicara, murid mendengarkan. 5. Guru mengatur, murid diatur. 6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti. 7. Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya. 8. Guru memilih apa yang diajarkan, murid menyesuaikan diri. 9. Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalisme dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid. 10. Guru adalah subjek dalam proses belajar, murid adalah objeknya. 11. Guru adalah subjek yang aktif yang selalu memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa yang harus diingat dan dihapal selamanya (Freire, 2002; Topatimasang, dkk., 2005). Ciri-ciri tersebut sangat tidak memamusiakan manusia, tidak memosisikan peserta didik sebagai individu yang aktif. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip pendidikan Islam yang sangat menjunjung tinggi derajat individu. Implementasi Pendidikan Islam Indonesia adalah negara yang sangat plural. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah dapatkah sistem pendidikan Islam diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional? Jawabannya tentu saja dapat. Sistem pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sangat fleksibel dan inklusif. Islam adalah satu-satunya agama yang mengatur hampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Prinsip pendidikan Islam sangat mudah untuk diimplementasikan. Untuk dapat mengimplementasikan pendidikan Islam harus melibatkan komponen tripusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga sekolah bukanlah satu-satunya pelaku pendidikan. Proses pendidikan harus dimulai dari lingkungan keluarga. Keluarga memiliki tugas utama untuk mengajarkan kepada individu mengenai nilai-nilai tertentu, seperti kejujuran, keindahan, prinsip kesetaraan dan sebagainya. Nilai-nilai agama juga harus ditanamkan sejak individu tinggal dalam lingkungan keluarga. Di sekolah, individu mulai dikenalkan dengan berbagai ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya adalah ilmu agama. Masyarakat akan mendidik individu untuk menjadi manusia seutuhnya yang harus berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas. Di masyarakat individu akan menjadi individu yang menjalani kehidupan yang sebenarnya. Pada dasarnya prinsip pendidikan Islam mengembangkan nilai-nilai bersifat universal. Pendidikan Islam mengajarkan prinsip kesetaraan, kebersamaan,

9 [page 9] toleransi, perdamaian dan sebagainya, yang semua nilai tersebut juga dijumpai dalam kepercayaan lain. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam sistem pendidikan Islam, individu harus diposisikan sebagai manusia yang memiliki keunikan. Tingkat kecerdasan antara individu satu dengan yang lain tidak dapat saling diperbandingkan. Setiap individu memiliki potensi masing-masing, dan kita tidak boleh untuk memaksakan potensi mereka. Pemerintah sebagai institusi kunci dalam proses perumusan kebijakan harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu. Kesempatan ini harus diupayakan baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemerintah juga tidak boleh mengkultuskan posisi lembaga pendidikan formal, yang kemudian berdampak pada posisi pendidikan nonformal yang dinomorduakan. Pengkultusan pendidikan formal ini dalam praktiknya justru banyak mengakibatkan dampak negatif. Terlebih lagi, di era global ini, masyarakat dituntut untuk bekerja secara instan. Budaya instan ini ternyata menggerogoti praktik pendidikan nasional. Di lain pihak, beribu masalah yang melanda dunia pendidikan nasional, tidak lepas dari berbagai kekuatan yang melanda negara kita. Pertama, tekanan untuk menerima gelombang globalisasi. Kedua, tekanan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang belum mapan. Masyarakat tidak siap menerima berbagai perubahan kebijakan pendidikan. Ketiga, budaya KKN yang sulit dihapus. Ketiga faktor ini turut memperparah masalah pendidikan nasional. Tekanan modernisasi dan globalisasi memaksa pemerintah untuk menyiapkan SDM yang berdaya saing di tingkat internasional. Segala kebijakan pun diarahkan untuk tujuan ini, maka dibentuklah tipe sekolah semacam SBI (Sekolah Berstandar Internasional), kelas bilingual atau kelas internasional. Pendirian beberapa tipe sekolah ini ternyata memunculkan ketimpangan sosial, menciptakan ketidakmerataan akses pendidikan. Banyaknya masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan adalah pekerjaan rumah yang sangat sulit untuk diatasi. Pendidikan dan kondisi ekonomi adalah dua faktor yang memiliki kedudukan yang sejajar. Dua faktor tersebut saling mempengaruhi. Untuk itu, kedua komponen tersebut harus diperhatikan secara bersamaan tanpa mempertimbangkan mana yang harus didahulukan, mana yang dinomorduakan. Pendidikan adalah kunci perubahan sekaligus kunci peradaban. Tanpa pendidikan, kemajuan peradaban suatu bangsa sulit untuk diraih. Mentalitas korup juga turut memperparah implementasi kebijakan di bidang pendidikan. Berbagai kebijakan sering kali mentah, tidak menghasilkan manfaat apapun, bahkan justru merugikan berbagai pihak terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Kebijakan sekolah gratis misalnya, tidak diimplementasikan dengan benar oleh beberapa lembaga pendidikan. Meskipun pemerintah menggratiskan sekolah negeri, namun kenyataan di lapangan sering kali jauh dari harapan. Sekolah negeri yang seharusnya gratis, ternyata masih memberlakukan berbagai pungutan liar dengan berbagai alasan. Masalah ini kadang kala masih diperparah dengan mekanisme penerimaan peserta didik baru yang tidak sesuai

10 [page 10] dengan aturan, misalnya dalam masalah transparansi. Banyak sekolah yang tidak transparan dalam mengumumkan hasil seleksi penerimaan peserta didik baru, misalnya melalui amplop atau surat. Mekanisme ini sangat membuka peluang terjadinya kecurangan atau bahkan KKN Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Masyarakat turut berperan dalam menciptakan kondisi kecurangan ini. Masyarakat lebih mengejar status daripada substansi pendidikan itu sendiri. Para orang tua akan lebih bangga bila anaknya mampu bersekolah di sekolah favorit, sehingga mereka rela bila harus mengusahakan anaknya untuk masuk meskipun melalui jalur belakang. Parahnya, trik ini juga dimanfaatkan oleh oknum kepala sekolah. Masyarakat terlena dengan berbagai simbol status, ijasah maupun gelargelar akademik lainnya. Praktik-praktik semacam ini juga merugikan guru sebagai pelaksana teknis dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru (dan bahkan dosen) dipaksa untuk mengajar peserta didik yang kemampuanya di bawah rata-rata. Sementara ketika sang siswa tidak mampu memperoleh hasil yang maksimal, aktor yang pertama kali mendapat cemoohan adalah sang guru, misalnya dalam kasus Ujian Nasional. Tekanan globalisasi juga memaksa bangsa ini untuk memasuki era pasar bebas. Era pasar bebas memungkinkan bentuk-bentuk privatisasi. Privatisasi ini mengindikasikan lepasnya campur tangan negara dalam mengatur berbagai fasilitas publik, seperti pendidikan, kesehatan, sektor komunikasi, media massa, ekonomi dan sebagainya. Peran negara dalam hal ini hanya sebatas memberikan regulasi atau kebijakan, sedangkan implementasi diserahkan pada mekanisme pasar. Catatan untuk Kebijakan Sektor pendidikan berbeda dengan sektor yang lain. Pendidikan adalah aset, modal pembangunan yang sangat besar. Ketika pendidikan diposisikan sebagai modal, maka hasil proses pendidikan tidak dapat langsung dirasakan, perlu waktu puluhan tahun untuk menuai hasil dari proses pendidikan ini. Pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan, memiliki pekerjaan rumah yang sangat sulit. Satu kelemahan yang dilakukan pemerintah selaku pembuat kebijakan adalah tidak adanya kontrol serta sanksi yang jelas bagi pelanggar kebijakan. Pemerintah selalu melempar tanggung jawab bila di lapangan ternyata banyak terjadi pelanggaran. Pemerintah menurut penulis, sebenarnya memiliki kekuatan untuk memotong garis birokrasi, artinya bila terjadi pelanggaran, pemerintah pusat dapat langsung melakukan tindakan tanpa harus menunggu laporan dari pemerintah daerah. Ada satu hal yang harus diperhatikan dalam perumusan kebijakan, yaitu aspek sosiologis masyarakat. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat plural baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, terkait dengan masalah ekonomi, pelapisan sosial. Secara horizontal meliputi masalah kepentingan pribadi dan kelompok, perbedaan kondisi sosial dan budaya. Kepentingan inilah yang sering menyebabkan kebijakan di sektor pendidikan sulit diimplementasikan. Kepentingan di sini juga termasuk kepentingan para elit politik. Banyak kelompok tertentu yang memanfaatkan keuntungan melalui sektor

11 [page 11] pendidikan ini. Budaya, terkait erat dengan masalah mentalitas sebagian besar masyarakat yang lebih menyukai budaya instant. Masyarakat lebih mendahulukan tujuan daripada proses mencapai tujuan tersebut. Akibatnya, banyak masyarakat yang lebih menyukai cara instant, yang penting dapat nilai baik, dapat ijasah dan lulus. Mentalitas inilah harus menjadi bahan pemikiran. Keberadaan mentalitas ini sebenarnya dilegitimasi oleh kebijakan pemerintah sendiri. Sistem ujian lebih banyak terpaku pada hasil bukan pada proses yang terukur dengan berbagai indikator kuantiatif. Aspek penilaian seharusnya lebih memperhatikan proses daripada hasilnya proses pendidikan tersebut. Itulah beberapa catatan yang harus mendapat perhatian dari para penentu kebijakan. Satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah harus ada political will dari pembuat kebijakan. Janganlah sebuah kebijakan hanya dijadikan alat untuk meraih kepentingan sekelompok orang saja. Simpulan Keterpurukan pendidikan nasional lebih disebabkan berkembangnya prinsip pendidikan sekuler-kapitalistik. Pada sistem ini, individu berada pada posisi yang tidak menguntungkan sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya. Sistem pendidikan Islam dalam praktiknya menggunakan nilai-nilai yang bersifat universal. Pendidikan lebih dimaknai sebagai sebuah ibadah, bukan semata-mata untuk mengejar gelar atau status. Pendidikan dimaknai sebagai sebuah kewajiban sehingga diharapkan setiap individu memiliki kesadaran untuk melakukan proses pendidikan ini. Hal ini tentu saja menyangkut peran pemerintah yang berkewajiban untuk menyediakan kesempatan bagi individu untuk dapat mengenyam pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengkultusan pendidikan formal ini dalam praktiknya justru banyak mengakibatkan dampak negatif. Terlebih lagi, di era global ini, masyarakat dituntut untuk bekerja secara instan. Saran Praktik pendidikan nasional yang bernuansa sekuler-kapitalistik harus segera dibenahi. Praktik pendidikan semacam ini, tidak banyak memberikan kebaikan bagi warga negara Indonesia yang ingin mengenyam pendidikan yang layak. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, pemerintah harus tetap melakukan campur tangan dalam meregulasi praktik penyelenggaraan pendidikan sampai tingkat yang paling bawah (di tingkat sekolah). Kedua, harus ada kontrol terhadap pihak penyelenggara pendidikan di satuan pendidikan. Kontrol harus dimulai dari pemerintah sampai anggota masyarakat. Ketiga, harus ada pemerataan kesempatan untuk menempuh pendidikan, sehingga hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan akan terpenuhi. Subsidi silang merupakan solusi yang cukup efektif untuk merealisasikan sistem pendidikan yang meritokratis. Daftar Pustaka Ahmed, Manzoor Islamic Education. Qazi Publishers, New Delhi.

12 [page 12] Aliya, Menggagas Kembali Konsep Sistem Pendidikan Islam, diakses melalui situs: 12 November Arief, Armai Reformulasi Pendidikan Islam. CRSD Press, Jakarta. Arifin, Muzayin Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Agama), Toha Putra, Semarang. Danim, Sudarwan. 2003, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Dewey, John Democracy and Education. Mac. Milan, London. Freire, Paulo Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (diterjemahkan oleh Fuad dari The Politics of Education: Culture, Power and Liberation). Hadi Sopwan Definisi dan Tujuan Pendidikan Islam, diakses melalui situs: 12 November Harefa, Andrias Menjadi Manusia Pembelajar. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Iriani. 2010, Memahami Pendidikan Islam, diakses melalui situs: 12 November Jalaluddin. 2005, Teologi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta. Langggulung, Hasan Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Gaya Media Pratama, Jakarta Sadad, Ali Sistem Pendidikan dalam Ideologi Sekuler-Kapitalisme: Studi Kasus Sistem Pendidikan Amerika, diakses melalu situs: 12 November Sanaky, Hujair A.H Pendidikan Islam di Indonesia (Suatu Kajian Upaya Pemberdayaan), dalam Jurnal Pendidikan Islam, diakses melalui situs df, 12 November Topatimasang, Roem, dkk Pendidikan Popular: Menuju Pendidikan Kritis. Insist Press, Yogyakarta. Yunadi, Yun Yun Kajian Perbandingan Karakteristik Pendidikan Islam Dan Barat Jurnal Dakwah, diakses melalui situs: 12 November 2010.

13 [page 13]

IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM: Catatan Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional di Era Global 1

IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM: Catatan Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional di Era Global 1 IMPLEMENTASI SISTEM PENDIDIKAN ISLAM: Catatan Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional di Era Global 1 Nanang Martono, S.Sos.,M.Si. 2 Pendahuluan Bila orang menyadari bahwa ia (mereka) hidup untuk belajar,

Lebih terperinci

REFLEKSI PENDIDIKAN NASIONAL: Sebuah Upaya Memaknai Kembali Hakikat Pendidikan. Nanang Martono

REFLEKSI PENDIDIKAN NASIONAL: Sebuah Upaya Memaknai Kembali Hakikat Pendidikan. Nanang Martono REFLEKSI PENDIDIKAN NASIONAL: Sebuah Upaya Memaknai Kembali Hakikat Pendidikan Nanang Martono (disampaikan dalam kegiatan Pengenalan dan Keakraban Kampus -PKK Mahasiswa Baru FISIP Unsoed, Purwokerto, 25

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia mendapatkan pegangan yang pasti untuk menjalankan hidup dan juga

Lebih terperinci

Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam

Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam Oleh: Hidayat Abdullah Disampaikan dalam perkuliahan Landasan Pendidikan Islam Magister Teknologi Pendidikan Universitas Islam

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategis dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah tiga institusi pilar Globalisasi.(Amin Rais, 2008: i)

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah tiga institusi pilar Globalisasi.(Amin Rais, 2008: i) 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam 30 tahun terakhir, dunia menyaksikan bangkitnya Imperialisme ekonomi yang dilancarkan Negara-negara Barat, Negara-negara eks kolonialis, lewat apa yang disebut

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

Revolusi Paradigma Pendidikan Monday, 31 August :21

Revolusi Paradigma Pendidikan Monday, 31 August :21 Kemanakah arah pendidikan nasional kita? Tidak jelas yang dituju. Centang perenang kebijakan pendidikan baik karena aktor maupun sistemnya membuat arah pendidikan nasional tidak pernah jelas yang mau dicapai.

Lebih terperinci

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat dan mantap demi meningkatkan pertumbuhan, memperluas pemerataan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh pelbagai faktor, dan salah satu yang paling menentukan ialah pendidikan. Kualitas pendidikan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK KELOMPOK 8 MUH. IDRUS AZHARIL RIDAWAN FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ISLAM DAN SISDIKNAS

PENDIDIKAN ISLAM DAN SISDIKNAS PENDIDIKAN ISLAM DAN SISDIKNAS Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Rabu, 13 Mei 2015 1 PENDAHULUAN Indonesia juga memiliki concern yang tinggi terhadap sektor pendidikan, di samping sektorsektor

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP Oleh : Abdurahman Ahmad Karyadi Yuniar Nicky C. Latifah Yulia Muhammad Yunus Andri Muhayat UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2011 Pendidikan Seumur Hidup Konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang bermutu. Berkat pendidikan, orang terbebaskan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang bermutu. Berkat pendidikan, orang terbebaskan dari BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita karena melalui pendidikan dapat mencetak generasi penerus yang berkualitas. Akan tetapi kompleksitas

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA BAHAN TAYANG MODUL 8 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 Fakultas TEKNIK RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi SIPIL www.mercubuana.ac.id Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (public service. Perbaikan atau reformasi di bidang kepegawaian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (public service. Perbaikan atau reformasi di bidang kepegawaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada dasarnya merupakan aparatur institusi atau abdi negara yang berfungsi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat (public

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). 1 Istilah pendidikan ini semula

BAB I PENDAHULUAN. arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). 1 Istilah pendidikan ini semula 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata didik dengan memberinya awalan pe dan akhiran an, mengandung arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini arus globalisasi berkembang sangat pesat, hal ini ditunjukkan dengan semakin berkembang dalam hal bisnis, ekonomi, transportasi maupun pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan baik dilihat dari sudut pandang internal berhubungan dengan pembangunan bangsa maupun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas Pelayanan Kesehatan tidak terlepas dari kualitas suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling memerlukan adanya bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia dituntut untuk saling

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi BAB V ANALISIS Adanya sekolah dan madrasah di tanah air sebagai institusi pendidikan Islam, hanyalah akan mempersempit pandangan kita tentang pendidikan Islam itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan

Lebih terperinci

AKHLAK PRIBADI ISLAMI

AKHLAK PRIBADI ISLAMI AKHLAK PRIBADI ISLAMI Modul ke: 06Fakultas MATA KULIAH AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. Program Studi Salah satu kunci sukses di dunia dan akhirat karena faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak

Lebih terperinci

Sukses dengan anak tangga pencitraa diri.

Sukses dengan anak tangga pencitraa diri. Sukses dengan anak tangga pencitraa diri. Pengertian Pencitraan Diri Pencitraan merupakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan kemampuan dan menghasilkan suatu karya atau tingkah laku guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia telah ditetapkan melalui Masterplan Pendidikan Riau 2020, di mana sektor pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang konsep ketuhanan Al Ghazali dalam Perspektif Filsafat Ketuhanan dan Relevansinya dengan Pembentukan Pribadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan suatu sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

REVIEW ARTIKEL TENTANG KEPENDIDIKAN

REVIEW ARTIKEL TENTANG KEPENDIDIKAN REVIEW ARTIKEL TENTANG KEPENDIDIKAN Tugas pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dosen: Drs. Yusuf A. Hasan, M. Ag. Oleh: Wahyu Prastiyani 20100720022 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Perjalanan sejarah hidup umat manusia tidak terlepas dari proses pendidikan yang menjadi salah satu kebutuhan dari setiap manusia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 1. Landasan Filosofis Filosofi ilmu kedokteran Ilmu kedokteran secara bertahap berkembang di berbagai tempat terpisah. Pada umumnya masyarakat mempunyai keyakinan bahwa seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam usaha pembangunan diberbagai. bidang jelas diperlukan stimulasi dan pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam usaha pembangunan diberbagai. bidang jelas diperlukan stimulasi dan pernyataan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam usaha pembangunan diberbagai bidang jelas diperlukan stimulasi dan pernyataan upaya pendidikan pada masyarakat yang sedang membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan agama Islam sebagai suatu disiplin ilmu, mempunyai karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat mungkin berbeda sesuai

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PERINGATAN HARI AMAL BAKTI KE 65 KEMENTERIAN AGAMA RI TANGGAL 3 JANUARI 2011

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PERINGATAN HARI AMAL BAKTI KE 65 KEMENTERIAN AGAMA RI TANGGAL 3 JANUARI 2011 SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PERINGATAN HARI AMAL BAKTI KE 65 KEMENTERIAN AGAMA RI TANGGAL 3 JANUARI 2011 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu alaikum wr. wb, Salam sejahtera bagi kita semua, Para Pejabat

Lebih terperinci

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS. Nuryani, M. IAIN Palopo

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS. Nuryani, M. IAIN Palopo FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS Nuryani, M. IAIN Palopo Abstrak: Filsafat merupakan sebuah sistem komprehensif dari ide-ide mengenai keadaan yang murni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Disamping manusia mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Sekolah yang merupakan suatu sarana pendidikan diharapkan dapat menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan jaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak dan kepribadian merupakan kebutuhan penting yang harus ditanamkan pada diri manusia. Akhlak mendapat derajat yang tinggi dalam Islam. Akhlak dapat merubah

Lebih terperinci

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bagi suatu bangsa, peningkatan kualitas pendidikan sudah seharusnya menjadi prioritas pertama. Kualitas pendidikan sangat penting artinya, sebab hanya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) memberikan pengalaman yang sesungguhnya, memberikan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) memberikan pengalaman yang sesungguhnya, memberikan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah suatu metode untuk mempraktikkan teori di bangku perkuliahan. Praktik Kerja Lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menghadapkan kita pada tuntutan akan pentingnya suatu kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi pendidikan yang dimiliki.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. generasi muda untuk mempunyai jiwa kemanusiaan.

I. PENDAHULUAN. generasi muda untuk mempunyai jiwa kemanusiaan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah tindakan yang fundamental, yaitu perbuatan yang menyentuh akar-akar kehidupan bangsa sehingga mengubah dan menentukan hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan pada suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta pelindung bagi

Lebih terperinci

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM MUKADDIMAH Universitas Muhammadiyah Mataram disingkat UM Mataram adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan

Lebih terperinci

Kriteria Presiden Indonesia Dalam Pandangan Islam (576/M) Oleh : Zulkarnain Senin, 16 Juli :50

Kriteria Presiden Indonesia Dalam Pandangan Islam (576/M) Oleh : Zulkarnain Senin, 16 Juli :50 KOPI - Seorang pemimpin dalam Islam disebut dengan Khalifah, artinya pemimpin. Para memimpin Islam mulai dari Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Sidik, Umar bin Khatab, Usman, Ali, dan para pemimpin generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN 101 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Memperoleh pendidikan pada dasarnya merupakan suatu hak bagi tiap individu. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan untuk memperoleh pendidikan. Perolehan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN KONGRES XXI PGRI DAN KONGRES GURU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dan rakyat Indonesia dewasa ini tengah gencar-gencarnya mengimplementasikan pendidikan karakter di institusi pendidikan. Pendidikan karakter yang diimplementasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,

BAB I PENDAHULUAN. pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia dalam kehidupannya, yaitu manusia yang beriman

Lebih terperinci

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 4 IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mengantisipasi adanya berbagai masalah, hambatan dan tantangan di era globalisasi ini, perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia,

Lebih terperinci

MASALAH KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

MASALAH KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA MASALAH KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA Disusun oleh : Nama : Tunas Asa Roestianto Nim : 11.12.5861 Kelompok : I ( BANGSA ) Jurusan : Sistem Informasi Dosen : Drs. Muhammad Idris P, MM STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

DEFINISI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

DEFINISI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI DEFINISI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI Oleh : Roni Syarif H. Kelas : 1c A. Definisi Awam Secara universal pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 1 ANGGARAN DASAR Halaman 1 dari 2 halaman 2 IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pendidikan dapat didefiniskan sebagai suatu kajian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pendidikan dapat didefiniskan sebagai suatu kajian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sosiologi pendidikan dapat didefiniskan sebagai suatu kajian yang mempelajari hubungan antar masyarakat yang didalamnya terjadi interaksi sosial dengan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maju tidaknya sebuah negara ditentukan oleh maju tidaknya. pendidikan di bangsa tersebut. Pendidikan adalah penentu sebuah bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Maju tidaknya sebuah negara ditentukan oleh maju tidaknya. pendidikan di bangsa tersebut. Pendidikan adalah penentu sebuah bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maju tidaknya sebuah negara ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan di bangsa tersebut. Pendidikan adalah penentu sebuah bangsa menjadi maju, berkembang dan berkualitas.

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DIMENSI PROSES BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (Dapat Dijadikan Bahan Perbandingan dalam Mengembangkan Proses Belajar dan Pembelajaran pada Lembaga Diklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh pihak-pihak yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh pihak-pihak yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena sosial gerak laju peradaban di era millenium ketiga ini ditentukan oleh pihak-pihak yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menguasai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami

Lebih terperinci

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila STMIK AMIKOM YOGYAKARTA : Nama : DEWI ARIANI NIM : 11.12.6120 Kelompok : J Jurusan Dosen : S1 SISTEM INFORMASI : BP. DJUNAIDI IDRUS, M.HUM 1 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

Lebih terperinci

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan KONSEP PENDIDIKAN Imam Gunawan KONSEP MENDIDIK Mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, sedangkan ayat 5. mendapatkan pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya tanpa

BAB I PENDAHULUAN. yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, sedangkan ayat 5. mendapatkan pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UUD 45 pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang melanda dunia membawa berbagai konsekuensi logis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang melanda dunia membawa berbagai konsekuensi logis bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Globalisasi yang melanda dunia membawa berbagai konsekuensi logis bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Aspek politik, sosial, budaya dan ekonomi menjadi

Lebih terperinci

Irfani ISSN E ISSN Volume 12 Nomor 1 Juni 2016 Halaman 1-8

Irfani ISSN E ISSN Volume 12 Nomor 1 Juni 2016 Halaman 1-8 Irfani ISSN 1907-0969 E ISSN 2442-8272 Volume 12 Nomor 1 Juni 2016 Halaman 1-8 INTEGRASI NILAI KARAKTER PADA MATA PELAJARAN UMUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP AKTIVITAS SOSIAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK Kasim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja mengajar guru merupakan komponen paling utama dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga pendidik, terutama guru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi perilaku anak yang semakin hilangnya nilai-nilai karakter bangsa. Hilangnya nilai-nilai karakter bangsa

Lebih terperinci

MENULIS ARTIKEL DALAM JURNAL ILMIAH

MENULIS ARTIKEL DALAM JURNAL ILMIAH MENULIS ARTIKEL DALAM JURNAL ILMIAH Nanang Martono Email: nanang_martono@yahoo.co.id; 123nanang@gmail.com A. PENDAHULUAN Sebagai seorang akademisi, kita dituntut untuk mampu menuangkan gagasan atau ide

Lebih terperinci