BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan terutama untuk pasien pediatri. Di Indonesia bentuk racikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan terutama untuk pasien pediatri. Di Indonesia bentuk racikan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat racikan masih sering diresepkan oleh dokter saat melakukan pelayanan kesehatan terutama untuk pasien pediatri. Di Indonesia bentuk racikan yang banyak diresepkan terutama dalam bentuk sediaan padat yaitu pulveres atau bentuk sediaan cair yaitu sirup. Resep obat racikan tersebut selanjutnya diberikan kepada apoteker untuk menyiapkannya. Penggunaan obat racikan sangat memerlukan perhatian berkaitan dengan kualitas obat dan pengobatan yang rasional. Seorang apoteker dan tenaga peracik memerlukan kompetensi yang sesuai untuk melakukan peracikan obat (Mashuda, 2011). Kualitas obat racikan memiliki jaminan kualitas yang baik apabila diracik oleh seorang apoteker dan tenaga peracik yang telah terlatih dan terdidik dalam melakukannya. Fasilitas pendukung di dalam suatu apotek pun menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas obat racikan. Ruangan yang memadai dan peralatan yang lengkap dibutuhkan dalam melakukan peracikan obat (Sujudi, 2004 a ). Obat racikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan pediatri yang membutuhkan pengobatan. Berdasarkan data demografi, pediatri yang paling banyak memperoleh obat racikan yaitu pada rentang umur 2 - < 4 tahun (Widyaswari, 2011). Masih sedikitnya obat dengan formula dan dosis yang tepat bagi pediatri menyebabkan obat racikan masih diperlukan di Indonesia dan untuk 1

2 2 mencukupi ketersediaan obat bagi pediatri. Dosis obat bagi pediatri dapat bervariasi karena setiap pediatri memiliki kondisi yang tidak sama seperti berat badan yang berbeda-beda karena masih dalam masa pertumbuhan. Harga untuk obat racikan relatif lebih murah. Jika pediatri menggunakan obat jadi produksi industri harganya lebih mahal dari obat racikan. Jika obat racikan dihilangkan, dikhawatirkan masyarakat yang berdaya beli rendah akan kehilangan pilihan obat dan justru mengkesampingkan kesehatan buah hatinya. Tetapi masyarakat tetap mengkhawatirkan pemberian obat racikan kepada anaknya (Swastiningsih, 2013). Masalah polifarmasi merupakan salah satu contoh yang cukup mengkhawatirkan. Satu sediaan pulveres rata-rata mengandung 2,8 zat aktif (Widyaswari, 2011). Hal ini diharapkan agar pediatri dapat mengkonsumsi obat dengan lebih praktis dan tidak berkali-kali (Wiedyaningsih, 2013). Tetapi jika terdapat efek samping setelah mengkonsumsi obat tersebut, cukup sulit untuk mendeteksi obat mana yang menyebabkan efek samping. Masalah lain yang timbul akibat polifarmasi adalah adanya interaksi antara obat satu dengan obat lainnya. Interaksi obat ini dapat menyebabkan hal yang fatal seperti terjadi efek toksik akibat terlalu tingginya kadar obat dalam tubuh. Namun seorang dokter telah dibekali ilmu tentang interaksi obat, seorang apoteker pun akan melakukan skrining resep sebelum meraciknya sehingga bilamana terdapat interaksi dalam sediaan pulveres tersebut, dokter dan apoteker semestinya telah mengevaluasi obat yang akan diberikan (Carruthers dkk., 2006).

3 3 Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 38 rumah sakit baik swasta maupun milik pemerintah. Salah satu rumah sakit swasta adalah rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Rumah sakit tersebut terletak pada lokasi strategis yaitu berada di kilometer 0 pada pusat kota. Letak yang mudah dijangkau mempengaruhi pilihan masyarakat Yogyakarta yang berjumlah jiwa untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Kusdiatmono, 2012). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, obat racikan masih akan terus digunakan selama masih sedikitnya ketersediaan obat yang sesuai dengan kondisi pediatri. Permintaan obat racikan pun masih cukup tinggi (25,72%) (Swastiningsih, 2013) sehingga diperlukan penelitian untuk menggambarkan struktur pelayanan dan proses dalam menyiapkan resep obat racikan khusus pediatri guna meningkatkan kualitas praktik penggunaan obat yang rasional di dunia kesehatan terutama pada rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola peracikan resep khusus pediatri di unit farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Bagaimana struktur pelayanan praktik peracikan obat di unit farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Bagaimana proses peracikan obat yang paling sering diresepkan di unit farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

4 4 C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Memberi gambaran tentang pola peracikan resep khusus pediatri di unit farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Memberikan gambaran tentang struktur pelayanan praktik peracikan obat bagian unit farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Memberikan gambaran tentang proses peracikan obat yang paling sering diresepkan di unit farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Memberikan data bagi pembuat kebijakan dan pendidik di perguruan tinggi dalam mengevaluasi dan memutuskan tentang peraturan peracikan obat serta pelatihan yang perlu diberikan untuk tenaga kesehatan. 5. Membantu apoteker untuk menjadi lebih meningkatkan kompetensinya sebagai apoteker dibidang peracikan obat. D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola peracikan resep khusus pediatri di unit farmasi rawat jalan rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari- Desember tahun Memberi gambaran struktur pelayanan praktik peracikan obat di unit farmasi rawat jalan rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

5 5 3. Memberikan gambaran tentang proses peracikan obat yang paling sering diresepkan di unit farmasi rawat jalan rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 1. Resep E. Tinjauan Pustaka Menurut keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Sujudi, 2004 a ). Menurut WHO peresepan yang rasional adalah memberikan obat sesuai dengan keperluan klinik, dosis sesuai dengan kebutuhan pasien, diberikan dalam jangka waktu yang sesuai dengan kebutuhan pasien, dan dengan biaya termurah menurut pasien (WHO, 2002). Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep (Anief, 1997). Dalam resep harus memuat : a. Nama, alamat dan nomor ijin praktik dokter, dokter gigi dan dokter hewan. b. Tanggal penulisan resep (inscriptio). c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio). d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signature). e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundangundangan yang berlaku (subscriptio).

6 6 f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. g. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal (Sujudi, 2004 a ). Pelayanan resep obat oleh apoteker meliputi (Sujudi, 2004 a ): a. Skrining resep 1) Persyaratan administratif : a) Nama, Surat Izin Praktik (SIP) dan alamat dokter. b) Tanggal penulisan resep. c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta. f) Cara pemakaian yang jelas. g) Informasi lainnya. 2) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain) b. Penyiapan obat. 1) Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Proses peracikan obat dalam melaksanakannya harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar (Sujudi, 2004 a ).

7 7 2) Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca (Sujudi, 2004 a ). 3) Kemasan. Obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya (Sujudi, 2004 a ). 4) Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien (Sujudi, 2004 a ). 5) Informasi obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Sujudi, 2004 a ). 6) Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan (Sujudi, 2004 a ).

8 8 7) Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya (Sujudi, 2004 a ). 2. Struktur pelayanan dan proses peracikan obat a. Pelayanan farmasi Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Sujudi, 2004 b ). Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu unit di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa apoteker pendamping. Setiap apoteker yang bertugas pada instalasi farmasi rumah sakit harus memenuhi persyaratan sesuai dengan SK Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Nomor 058/SK/PP.IAI/IV/2011 tentang Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Apoteker sebagai pelaku utama pelayanan kefarmasian yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi

9 9 pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibannya (Mashuda, 2011). Salah satu kegiatan pelayanan farmasi adalah produksi yang termasuk dalam pengelolaan perbekalan farmasi (Sujudi, 2004 b ). Produksi adalah kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi : 1) Sediaan farmasi dengan formula khusus. 2) Sediaan farmasi dengan harga murah. 3) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. 4) Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran. 5) Sediaan farmasi untuk penelitian. 6) Sediaan nutrisi parenteral. 7) Rekonstruksi sediaan obat kanker b ): Peralatan yang harus tersedia pada instalasi farmasi (Sujudi, 1) Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik nonsteril maupun aseptik. 2) Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip. 3) Kepustakaan yang mamadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat.

10 10 4) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika. 5) Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil. 6) Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik. 7) Alarm. b. Peracikan obat Peresepan obat racikan merupakan bagian dari keputusan dokter dalam melakukan pengobatan. Obat diracik dan dicampur untuk memenuhi kebutuhan pasien yang spesifik, dalam hal ini pediatri demi menyediakan obat yang tidak tersedia atau tidak sesuai kriteria. Seorang apoteker telah dilatih untuk melakukan peracikan obat sesuai dengan yang tertera di resep (Mahuda, 2011). berikut : Hal-hal yang mendukung proses peracikan obat adalah sebagai 1) Personel Proses peracikan obat dilakukan oleh seorang Asisten Apoteker dibawah pengawasan Apoteker (Depkes, 2009). Apoteker Indonesia yang berlisensi memiliki kompetensi dalam hal pembuatan sediaan farmasi. Kompetensi yang harus dikuasi oleh apoteker diantaranya melakukan persiapan, melakukan pencampuran zat aktif dan zat tambahan, menerapkan prinsip-prinsip pembuatan obat non steril, serta melakukan pengemasan, label dan penyimpanan (Mashuda, 2011). Setiap personel dalam instalasi farmasi hendaknya mendapatkan pelatihan tentang

11 11 peracikan obat dan dilakukan oleh orang yang terkualifikasi (Slamet, 2012 a ). 2) Fasilitas Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan dalam instalasi farmasi harus tersedia sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu (Sujudi, 2004 b ): a) Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit. b) Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah sakit. c) Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah. d) Dipisahkan juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas kontaminasi. e) Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, nonsteril, maupun cair untuk obat luar maupun dalam (Sujudi, 2004 b ). Fasilitas peracikan obat sebaiknya didesain dan dirawat dengan baik agar mendapatkan perlindungan dari pengaruh cuaca, banjir dan hewan pengganggu (Slamet, 2012 a ). Tenaga listrik, lampu, penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan

12 12 dampak yang merugikan terhadap obat selama proses pembuatan (Slamet, 2012 a ). 3) Kebersihan Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat (Slamet, 2012 a ). Tenaga pengracik sebaiknya menggunakan pakaian yang sesuai dan mencuci tangan sebelum melakukan peracikan obat (Allen, 2008). Fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam peracikan obat harus dalam keadaan bersih sehingga obat racikan dapat terhindar dari kontaminasi (Allen, 2008). 4) Peralatan Peralatan yang digunakan dalam proses peracikan obat sebaiknya sesuai dengan kebutuhan, tidak berinteraksi dengan bahan obat dan bersih untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi (Allen, 2008). Peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun serta terdokumentasi (Sujudi, 2004 b ; Carruthers dkk., 2006). 5) Bahan obat Apoteker hendaknya memilih obat dengan kualitas yang baik berdasarkan informasi standar seperti Farmakope Indonesia, tanggal kadaluwarsa dan sertifikat dari suatu bahan baku obat (Carruthers dkk., 2006). Dalam melakukan peracikan obat perlu diperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan bahan obat seperti kelarutan, stabilitas,

13 13 kompatibilitas, alergi pasien terhadap suatu bahan obat, interaksi obat, rute pemberian dan jangka waktu pengobatan (Carruthers dkk., 2006). 6) Wadah Wadah dan tutupnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu atau kemurniannya (Depkes, 1979). 7) Etiket Proses pengisian dan penutupan hendaklah segera disertai dengan pemberian label (Slamet, 2012). Etiket atau label yang tercantum pada wadah harus jelas, tidak memberikan penafsiran ganda, tertempel dengan kuat dan informasi yang tertera harus tidak mudah dihapuskan (Slamet, 2012 b ). Dalam label obat racikan harus tercantum daftar nama obat, nomor resep, beyond-use-date, paraf petugas peracik, cara penyimpanan dan keterangan lainnya (Carruthers dkk., 2006; Allen, 2008). 8) Dokumentasi Obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (Slamet, 2012 b ). 3. Penggunaan obat yang rasional Penggunaan obat dikatakan rasional jika sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dalam jumlah dan untuk masa yang memadai, dan dengan biaya yang terendah. Bila pasien menerima obat atau menggunakan obat tidak sebagaimana

14 14 dinyatakan dalam definisi di atas, maka itulah pengobatan tidak rasional (WHO, 2002). Agar tercapai pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis maka pemberian obat harus memenuhi prinsip-prinsip farmakoterapi sebagai berikut : a. Indikasi tepat. b. Penilaian kondisi pasien yang tepat. c. Pemilihan obat yang tepat, yakni obat yang efektif, aman ekonomis, dan sesuai dengan kondisi pasien. d. Dosis dan cara pemberian obat secara tepat. e. Informasi untuk pasien secara tepat. f. Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat. (Seto, 2008) Penggunaan obat yang tidak rasional dapat berupa pemberian dosis yang berlebihan (overprescribing) atau tidak memadai (underprescribing), penggunaan banyak jenis obat yang sebenarnya tidak diperlukan (polifarmasi), menggunakan obat yang lebih toksik meskipun tersedia obat yang lebih aman, penggunaan antibiotik untuk infrksi virus, menggunakan injeksi meskipun sediaan oral dapat digunakan dan memberikan beberapa obat yang berinteraksi (Sadikin, 2011). Berdasarkan WHO (2002) terdapat 12 intervensi yang dapat dilakukan agar penggunaan obat lebih rasional : a. Sebuah badan nasional yang mengatur kebijakan tentang penggunaan obat.

15 15 b. Pedoman klinis. c. Daftar obat esensial. d. Komite farmasi dan terapi di rumah sakit. e. Program farmakoterapi pada pendidikan sarjana. f. Melanjutkan pendidikan profesional kesehatan dan berlisensi. g. Pengawasan, audit dan feedback. h. Pusat informasi yang independen mengenai obat-obatan. i. Pengetahuan masyarakat umum tentang obat-obatan. j. Menghindari penggunaan biaya pengobatan yang tidak tepat. k. Regulasi yang tepat. l. Pemerintah menjamin ketersediaan obat dan cukup dan petugas yang memadai. (WHO, 2002) 4. Pediatri Kata pediatri diambil dari dua kata Yunani kuno yaitu paidi yang berarti anak dan iatros yang berarti dokter. Banyak anggapan bahwa pediatri adalah miniatur orang dewasa, hal tersebut sama sekali tidak benar. Keadaan tubuh pada pediatri sangat berbeda dengan orang dewasa. Organ-organ dalam tubuh pediatri belum berkembang secara sempurna, sehingga harus lebih berhati-hati dalam pemilihan obat untuk pediatri (Aslam, 2003).

16 16 The Pediatric Association membagi waktu perkembangan biologis masa anak-anak untuk menentukan dosis obat sebagai berikut : a. Neonatus : awal kelahiran sampai usia 1 bulan ( dengan subseksi tersendiri untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam kandungan b. Bayi : 1 bulan sampai 2 tahun c. Anak : 2 sampai 12 tahun ( dengan subseksi : anak dibawah usia 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang sesuai) d. Remaja : 12 sampai 18 tahun (Aslam dkk., 2003) Perhitungan dosis untuk pediatri adalah sebagai berikut : a. Rumus Fried and Clark (untuk pediatri kurang dari satu tahun) b. Rumus Young (untuk pediatri usia 1-8 tahun) c. Rumus Dilling (untuk pediatri usia 8-20 tahun) (Katzung, 2004)

17 17 Identifikasi dan pelaporan reaksi obat yang terjadi pada pediatri sangat penting mengingat bahwa: a. Kerja obat dan profil farmakokinetika pada pediatri berbeda dengan orang dewasa. b. Obat tidak selalu diujikan terlebih dahulu pada pediatri sebelum beredar di masyarakat. c. Kemungkinan tidak tersedianya formula yang sesuai dan dosis yang tepat bagi pediatri. d. Efek samping yang tidak diinginkan mungkin berbeda antara pediatri dan orang dewasa (Seto, 2008) 5. Farmakokinetik pada pediatri Farmakokinetik merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME). Pengaruh pemberian obat dengan keadaan farmakokinetik pada pediatri sulit diprediksi terutama untuk neonatus dan bayi lahir prematur (Anderson, 2010). Pediatri mengalami perubahan keadaan farmakokinetik hingga mencapai keadaan normal orang dewasa. a. Absorpsi 1) Gastrointestinal a) ph lambung tinggi pada saat neonatus dan menurun secara bertahap mulai dari usia 2 tahun hingga normal pada usia dewasa.

18 18 b) Motilitas lambung dan intestinal rendah pada saat bayi dan kemudian meningkat pada usia anak-anak. c) Perkembangan dari saluran gastrourinari pada saat bayi menyababkan absorpsi obat menjadi tidak dapat diprediksi (Anderson, 2010). 2) Rektal Bioavailibilitas tergantung pada sifat obat tertentu dan lama waktu saat terkena mukosa pada rektum (Anderson, 2010). 3) Intramuskular Keadaannya bervariasi pada saat neonatus, bayi dan anak-anak. Aliran darah dan pembuluh darah tidak stabil, penurunan massa dan kontraksi pada otot, dan penurunan jumlah oksigen pada otot (Anderson, 2010). 4) Perkutan a) Berbanding terbalik dengan ketebalan stratum korneum dan berhubungan dengan keadaan hidrasi pada kulit. b) Meningkatnya permeabilitas pada kulit c) Dosis perkutan dapat meningkatkan bioavailibilitas sistemik dan potensial menyebabkan toksisitas (Anderson, 2010). 5) Intraokular Selaput mata tipis pada neonatus dan bayi (Anderson, 2010).

19 19 b. Distribusi 1) Jumlah air yang ada dalam tubuh bayi tinggi kemudian secara cepat menurun pada tahun pertama dan secara bertahap terus menerun hingga mencapai pada nilai normal saat usia 12 tahun. 2) Proporsi ketersediaan lemak pada tubuh rendah dibandingkan pada orang dewasa dan kemudian mulai meningkat pada usia 5 10 tahun. 3) Konsentrasi total protein hanya 80% pada saat lahir, kemudian nilai normal dicapai pada usia 1 tahun 4) Keadaan blood brain barrier belum matang pada saat lahir (Anderson, 2010). c. Metabolisme 1) Sebagian besar enzim mikrosomal ada pada saat bayi lahir walaupun aktivitasnya masih rendah secara kuantitatif. 2) Kematangan pada organ hati berbeda pada setiap anak dan kapasitas masing-masing enzim meningkat pada tahap yang berbeda. 3) Tingkat metabolisme meningkat bahkan 2-6 kali lebih tinggi pada orang dewasa pada usia 2-3 bulan dan selanjutnya akan bertahan sampai usia 8-10 tahun (Anderson, 2010). d. Eliminasi 1) Filtrasi glomerulus dan sekresi tubular rendah pada saat bayi lahir. 2) Fungsi ginjal meningkat secara bertahap sampai dengan keadaan normal pada usia 1-2 tahun (Anderson, 2010).

20 20 6. Bentuk sediaan obat Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, bentuk sediaan obat secara umum adalah sebagai berikut : a. Pulvis (serbuk) Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau pemakaian luar. Kerena mempunyai luas permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada bentuk sediaan yang dipadatkan (Depkes, 1995). b. Pulveres Serbuk bagi adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. Untuk serbuk bagi yang mengandung bahan yang mudah meleleh atau atsiri harus dibungkus dengan kertas perkamen atau kertas yang mengandung lilin kemudian dilapisi lagi dengan kertas logam (Depkes, 1995). c. Tablet (compressi) Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. 1) Tablet kempa : dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Depkes, 1995). 2) Tablet cetak : dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan (Depkes, 1995).

21 21 3) Tablet triturat : merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat (Depkes, 1995). 4) Tablet hipodermik : tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah melarut atau melarut sempurna dalam air, dulu umumnya digunakan untuk membuat sediaan injeksi hipodermik (Depkes, 1995). 5) Tablet bukal : digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi (Depkes, 1995). 6) Tablet sublingual : digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut (Depkes, 1995). 7) Tablet efervesen : dibuat dengan cara dikempa, selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida (Depkes, 1995). 8) Tablet kunyah : dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak (Depkes, 1995). d. Capsulae (kapsul) Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin,

22 22 tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Keuntungan atau tujuan sediaan kapsul yaitu : 1) Menutupi bau dan rasa yang tidak enak. 2) Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari. 3) Dapat untuk dua sediaan yang tidak tercampur secara fisis, dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar. 4) Mudah ditelan (Depkes, 1995). e. Solutiones (larutan) Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka pengguanaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur (Depkes, 1995). f. Suspensi Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (Depkes, 1995). g. Emulsa (emulsi) Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak

23 23 yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi-minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak (Depkes, 1995). h. Unguenta (salep) Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (Depkes, 1995). 7. Rumah sakit Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Setiawan, 2009). Rumah sakit melakukan pelayanan kesehatan dengan berbagai tenaga medis yang bersatu dengan azas patient oriented. Pelayanan kesehatan dilakukan demi penyelamatan nyawa dan pencegahan pencacatan lebih lanjut. Tenaga medis tersebut diantaranya adalah dokter, perawat, apoteker serta teknisi lain yang menunjang kegiatan di rumah sakit (Setiawan, 2009). SK Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit menetapkan bahwa salah satu subsistem pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan kefarmasian yang selanjutnya disebut unit farmasi rumah sakit. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak

24 24 terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Supari, 2008). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PESEDIAANIII/2010, rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut sarana, prasarana maupun alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien (Sedyaningsih, 2010). Bersasarkan peraturan tersebut, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi (Sedyaningsing, 2010) : a. Rumah sakit umum kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik subspesialis (Sedyaningsing, 2010). b. Rumah sakit umum kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8

25 25 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar (Sedyaningsing, 2010). c. Rumah sakit umum kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik (Sedyaningsing, 2010). d. Rumah sakit umum kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar (Sedyaningsing, 2010).

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan SEDIAAN OBAT Namira Ilham Niawan Saputra Fossa Sacci Lacrimalis 201110410311156 Orbita Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang Tahun Akademi 2011/2012 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. komponen obat terlalu banyak, dan kebiasaan (Setiabudy, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. komponen obat terlalu banyak, dan kebiasaan (Setiabudy, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Obat racikan merupakan salah satu komponen pelayanan kefarmasian yang diperlukan untuk memberikan atau menyediakan obat sesuai kondisi tertentu yang dialami

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh NUR ASNI K100050249 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : DWI RETNO MURDIYANTI K 100 050 127 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk-bentuk Sediaan Obat Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk sediaan obat 1. Sediaan Padat 2. Sediaan Setengah Padat 3. Sediaan Cair 4. Sediaan Gas Sediaan Padat Sediaan Padat 1. Pulvis/Pulveres/Serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi apoteker mempunyai tanggung jawab dalam pelayanan kefarmasian untuk mengoptimalkan terapi guna memperbaiki kualitas hidup pasien. Tetapi masih sering

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust HEALTH & BEAUTY Guardian, The One You Trust Guardian adalah salah satu unit bisnis bagian dari Hero Group yang bergerak pada apotek modern berupa toko kesehatan dan kecantikan. Guardian memulai bisnisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : FITRIA DYAH AYU PRIMA DEWI K 100050019 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil penelitian pola peracikan resep khusus pediatri, struktur pelayanan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil penelitian pola peracikan resep khusus pediatri, struktur pelayanan 71 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian pola peracikan resep khusus pediatri, struktur pelayanan dan proses peracikan obat di unit farmasi rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI Oleh : SANDY RIA APRILANI K 100 050 159 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

STUDI KESERAGAMAN BOBOT SEDIAAN PULVERES YANG DIBUAT APOTEK DI KOTA JAMBI ABSTRAK

STUDI KESERAGAMAN BOBOT SEDIAAN PULVERES YANG DIBUAT APOTEK DI KOTA JAMBI ABSTRAK Volume 16, Nomor 1, Hal. 39-44 Januari Juni 2014 ISSN:0852-8349 STUDI KESERAGAMAN BOBOT SEDIAAN PULVERES YANG DIBUAT APOTEK DI KOTA JAMBI Helni Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Oleh : SUSI AMBARWATI K100 040 111 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penemuan obat baru telah banyak ditemukan seiring dengan perkembangan dunia kesehatan dan informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan Disampaikan dalam Pertemuan Tri Wulan I PC IAI Grobogan Tahun 2016 Purwodadi, 12 Maret 2016 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : ELIYA LUTFI HIDAYATI K 100 050 106 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam analisis kepuasan pasien, erat hubungannya dengan suatu kinerja, yaitu proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam menyediakan produk

Lebih terperinci

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN 5390033 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN DIII FARMASI TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI. Oleh : EBTARINI K

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI. Oleh : EBTARINI K TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI LIMA APOTEK DI KOTAMADYA PEKALONGAN PERIODE JANUARI-JUNI 2009 SKRIPSI Oleh : EBTARINI K 100 060 216 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, dengan tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, dengan tujuan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Kepmenkes No.1197 tahun 2004, upaya kesehatan adalah kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, dengan tujuan untuk mewujudkan derajad kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU Monompia Kotamobagu. Apotek RSU Monompia merupakan satu-satunya Apotek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan terapi, paradigma pelayanan kefarmasian di Indonesia telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes Konsep Dasar Pemberian Obat Basyariah Lubis, SST, MKes PENGERTIAN OBAT Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit. JENIS DAN BENTUK OBAT 1. Obat obatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BLUEPRINT UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA METODE OSCE

BLUEPRINT UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA METODE OSCE BLUEPRINT UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA METODE OSCE 2017 I. PENGANTAR Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) merupakan penerapan sistem uji kompetensi secara nasional pada tahap akhir pendidikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango. Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APOTEK Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah

Lebih terperinci

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert PENGERTIAN PROSEDUR UNIT TERKAIT Suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : KESEHATAN PROGRAM STUDI KEAHLIAN : KESEHATAN KOMPETENSI KEAHLIAN : 1. FARMASI (079) 2. FARMASI INDUSTRI

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: DIAH PRAWITOSARI K 100 040 193 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat ti

PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat ti PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat tidak rusak mis. Berubah warna, menjadi hancur. Cara

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG

KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG Lampiran 0 KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG No. Kode : Petunjuk pengisian:. Bacalah setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah Rute Pemberian Obat Indah Solihah Rute Pemberian Jalur Enteral Jalur Parenteral Enteral Oral Sublingual Bukal Rektal Oral Merupakan rute pemberian obat yg paling umum. Obat melalui rute yg paling kompleks

Lebih terperinci

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat Waktu memeriksa ke dokter menerangkan secara jelas beberapa hal dibawah ini 1.Menjelaskan

Lebih terperinci

6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti

6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti Mengidentifikasi peran perawat dalam terapi obat Mengidentifikasi langkah-langkah proses keperawatan dalam terapi obat Menentukan prinsip-prinsip pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan rencana terapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang BAB II 2.1 Rumah Sakit TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1.1 Definisi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci