BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Shinta Veronika Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2.1. Landasan Teori Penerimaan Pemerintah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Upaya pencapaian tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Undang- Undang Dasar 1945, Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, peranan penerimaan pemerintah dalam pembiayaan kegiatan dimaksud penting dalam peningkatan kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembangunan. Penjelasan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, antara lain, menegaskan bahwa segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, penerimaan pemerintah di luar penerimaan perpajakan, yang menempatkan beban kepada rakyat, juga harus didasarkan pada undang-undang. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negaran dan undangundang No. 1 Tahun 2004 tentang perbehendaraan negara menyatakan bahwa penerimaan negara dapat dikelompokkan kedalam penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Terdapat berbagai jenis pajak di Indonesia, yakni pajak pusat dan pajak daerah. 10
2 11 Tabel 2.1 Jenis pajak di Indonesia Pajak Pusat Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn- BM) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bea Meterai Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pajak Hotel dan Restoran (PHR) Pajak Reklame Pajak Hiburan Pajak Bahan Bakar Bea Masuk Cukai Pajak Ekspor Sumber: Mangkoesobroto, Ekonomi Publik Penerimaan Negara Bukan Pajak Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) memiliki dua aspek yaitu aspek pemungutan dan aspek penggunaan. Aspek pemungutan artinya pengelolaan PNBP terdiri dari kegiatan pemungutan dan kegiatan lain yang terkait dengan pengelolaan kegiatan pemungutan PNBP itu sendiri. Seperti halnya pajak, maka pemungutan PNBP antara lain memiliki kegiatan pemungutan PNBP, penagihan PNBP, pemeriksaan PNBP, pengembalian PNBP, pengangsuran PNBP, keberatan
3 12 PNBP dan pelaporan PNBP. Aspek penggunaan artinya hasil pemungutan PNBP nantinya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang menghasilkan PNBP tersebut. Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak (PNBP). PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Undang-undang tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP meliputi: 1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah 2. Penerimaan dari pengelolaan sumber daya alam 3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaaan negara yang dipisahkan 4. Penerimaan dari pelayanan yang dilakasanan pemerintah 5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi. 6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah 7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri Kecuali jenis PNBP yang ditetapkan dengan undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana terurai diatas, ditetapkan dengan peraturan
4 13 Pemerintah. Artinya diluar jenis PNBP yang terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui undang-undang. Penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau termasuk ke dalam penerimaan negara jenis pajak. Semakin meningkatnya Harga Jual Ecer (HJE) dan tarif cukai tembakau maka penerimaan pemerintah dari cukai hasul tembakau juga meningkat Pajak Mangkoesoebroto (1995:31) menyebutkan pajak adalah pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah, pemungutan berdasarkan undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang dapat langsung ditunjukkan penggunaannya. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Salah satu ciri pungutan pajak adalah pemungutan pajak berdasarkan undangundang. Undang-undang perpajakan yang saat ini berlaku di Indonesia diantaranya : 1. Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) 2. Undang-undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
5 14 3. Undang-undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 4. Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang PPh (Pajak Penghasilan) 5. Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 6. Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak dapat dibagi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya diderita oleh wajib pajak atau orang yang dimaksud dalam undang-undang, contohnya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak kekayaan, dan lain-lain. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya diharapkan akan ditanggung konsumen, contohnya pajak penjualan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, dan lain-lain Pungutan lain selain pajak Di samping pajak, ada beberapa pungutan lain yang serupa dengan pajak tetap mempunyai perlakuan dan sifat yang berbeda dengan pajak, yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Pungutan tersebut antara lain : 1. Bea materai, yaitu pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai ataupun benda lain. 2. Bea masuk dan bea keluar. Bea masuk adalah pungutan atas barang-barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean berdasarkan harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan barang.
6 15 3. Cukai, yaitu pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu, dengan tujuan mengontrol konsumsi masyarakat terhadap barang tersebut. Contoh: tembakau, minuman keras, dan lain-lain. 4. Retribusi, yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar. Contoh: parkir, pasar, jalan tol, dan lain-lain 5. Iuran, yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar. 6. Pungutan lain yang sah /legal berupa sumbangan wajib, misalnya Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) dan Sumbangan Wajib Perbaikan Jalan (SWPJ) Cukai Menurut Undang-undang 11 Tahun 1995, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu atau pungutan negara terhadap Barang Kena Cukai (BKC). Barang kena cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik, yang : 1. Konsumsinya perlu dikendalikan. 2. Peredarannya perlu diawasi. 3. Pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.
7 16 4. atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tentang Cukai. Saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu: 1. Etil Alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya; etil alkohol adalah barang cair, jernih, dengan rumus kimia C2H5OH yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun sintesa kimiawi 2. Minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; sabagai contoh bir, shandy, anggur, dan lain-lain. MMEA adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman dan mengandung etil alkohol, sedangkan konsentrat yang mengandung etil alkohol adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alcohol. 3. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak
8 17 mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merencanakan untuk memperluas obyek barang kena cukai, berkaitan dengan semakin berat beban anggaran dan pendapatan negara untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka kesinambungan pembangunan. Sehubungan dengan rencana perluasan obyek cukai tersebut DJBC telah mengadakan kajian atas dua belas obyek yang dianggap layak dikenakan cukai yaitu minuman ringan, semen, sabun, detergen, air mineral, sodium cyclamate dan sacharine, gas alam, methanol, ban, kayu lapis, bahan bakar minyak, dan batere kering. Surjono (2004) berpendapat sebagai berikut. Tujuan kebijakan pemerintah di bidang cukai adalah menjamin keamanan penerimaan cukai, mengontrol dan membatasi tingkat konsumsi serta menciptakan keadilan, dan iklim usaha yang sehat. Sasaran kebijakan cukai adalah berupaya menghasilkan penerimaan cukai secara optimal dan mencapai target, menciptakan dan mempertahankan kesempatan kerja, menciptakan dan membina iklim persaingan yang sehat dan kepastian berusaha serta melindungi dan membina industri khususnya berskala kecil dalam negeri. Besarnya tarif cukai yang ditentukan oleh pemerintah ditetapkan dengan dua cara, yaitu 1. Tarif ad valorem, dimana cukai dikenakan dengan cara menetapkan besaran prosentase tarif terhadap harga jual barang kena cukai. 2. Tarif nominal, dimana cukai dikenakan dengan menetapkan besaran rupiah terhadap satuan volume barang kena cukai, seperti Rp/batang dan Rp/liter.
9 18 Besarnya tarif cukai yang telah ditetapkan berdasarkan tarif prosentase atau tarif nominal akan menentukan besarnya penerimaan cukai bagi pemerintah. Pada sistem ad varolem, proyeksi pendapatan pemerintah dari cukai sangat tergantung pada ketepatan dalam memproyeksikan Harga Jual Eceran (HJE) dan besarnya volume penjualan. Dari dua variabel yang diproyeksikan tersebut, maka dapat diperkirakan besarnya penerimaan negara dari cukai yaitu perkalian antara prosentase tarif cukai dengan HJE dan besarnya volume penjualan. Sedangkan pada sistem tarif nominal, proyeksi pendapatan pemerintah dari cukai hanya ditentukan dari ketepatan dalam memperkirakan besarnya volume penjualan. Tjahjaprijadi dan Indarto (2003:115) menyebutkan dengan variabel volume penjualan tersebut, maka penerimaan cukai dapat diperhitungkan besarnya dengan cara mengalikan tarif cukai untuk setiap satuan barang kena cukai dengan besarnya volume penjualan barang kena cukai Cukai Hasil Tembakau Cukai hasil tembakau adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barangbarang hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya. Kebijakan cukai hasil tembakau di Indonesia dimulai sejak tahun 1932 di mana pemerintah masih menggunakan kebijaksanaan induk warisan pemerintah Hindia Belanda sebagai landasan hukum pungutan yaitu Ordonansi Cukai Tembakau Pada saat itu, cukai tembakau sama untuk semua jenis hasil tembakau yaitu sebesar 20 persen. Namun, sejak tahun 1936 tarif cukai hasil tembakau mulai dibedakan berdasarkan jenis produknya, yaitu: persen untuk semua sigaret yang dibuat dengan mesin dan tembakau iris
10 persen untuk sigaret yang dibuat dengan tangan persen untuk tembakau iris rajangan persen untuk cerutu, klembak menyan dan hasil tembakau lainnya. Kebijakan cukai yang menarik saat itu yakni melarang pemasukan hasil tembakau buatan luar negeri yang dimasukkan ke dalam daerah pabean Indonesia dalam upaya mengamankan dan meningkatkan produksi hasil-hasil tembakau dalam negeri kecuali untuk para anggota perwakilan negara asing untuk dipakai sendiri dan untuk hal tersebut masih terbatas jumlahnya. Namun tahun 1968, hasil tembakau buatan luar negeri diperbolehkan masuk asalkan membayar cukai serta pajak lainnya dan ini berlangsung hingga sekarang Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau Tarif cukai rokok digolongkan berdasarkan produksi tahunan dan jenis rokok yang diproduksi. Terdapat tiga macam jenis rokok di Indonesia, yaitu Sigaret Kretek Mesin (SKM) atau rokok kretek yang menggunakan filter, Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau rokok kretek tanpa filter, dan Sigaret Putih Mesin (SPM) atau rokok putih. Produksi rokok tahunan dihitung berdasarkan pemesanan pita cukai rokok, yang terbagi dalam tiga golongan, yaitu: 1. Golongan I atau produsen berskala besar adalah produsen yang memiliki produksi tahunan lebih dari dua miliar batang per tahun. 2. Golongan II atau produsen skala medium adalah untuk produsen yang memiliki produksi tahunan 500 juta batang hingga dua miliar batang per tahun.
11 20 3. Golongan III atau produsen berskala kecil adalah produsen yang memproduksi kurang dari 500 juta batang per tahun. Sesuai dengan golongan produksi tahunan yang dimiliki, tarif cukai rokok yang diberlakukan juga berbeda. Sebagai contoh pada tahun 2003 untuk golongan I jenis SKM dan SPM, masing-masing dikenai cukai sebesar 40 persen. Adapun untuk golongan II jenis yang sama dikenai tarif cukai sebesar 36 persen. SKT dikenai tarif cukai yang lebih rendah, di mana untuk golongan I sebesar 22 persen dan 16 persen untuk golongan II. Menurut Tjahjaprijadi dan Indarto (2003:114), tarif cukai rokok yang ditetapkan oleh pemerintah bersifat majemuk, artinya besarnya tarif cukai dibedakan berdasarkan tiga hal, yaitu: 1. Proses produksi; dalam proses produksi, besarnya tarif cukai ditentukan berdasarkan jenis hasil tembakau dan karakteristik produksinya 2. Besar kecilnya volume penjualan (strata volume); kemampuan produksi maupun strategi usaha pada tiap industri rokok akan menentukan banyaknya jumlah rokok yang akan diproduksi 3. Harga jual eceran (strata harga); penetapan harga jual eceran ditentukan berdasarkan jenis hasil tembakau dan pengelompokan besar kecilnya industri rokok Penetapan Harga Jual Eceran (HJE) Berdasarkan Tabel 2.2 pada halaman 21, jenis rokok yang diproduksi, tarif cukai rokok SKT adalah yang paling rendah dibandingkan dengan jenis rokok SKM dan SPM. Harga jual eceran merupakan angka yang menunjukkan batas maksimal dan minimal yang dihasilkan oleh suatu industri rokok yang dapat dijual ke masyarakat, yang ditentukan berdasarkan jenis hasil tembakau dan pengelompokan besar kecilnya
12 21 industri rokok. Harga jual eceran juga mencakup harga pokok serta keuntungan produsen, distributor, dan penjual eceran, sebagai tambahan pada cukai dan PPN. Pemerintah juga menetapkan HJE minimum berdasarkan jenis rokok serta golongan produsen rokok Tabel 2.2. Struktur Tarif Cukai dan HJE Minimum Rokok di Indonesia Skala Rokok yang Dijual Tarif Cukai HJE Minimum Perusahaan (batang/tahun) (% HJE minimum) (Rp/batang) SKT SKM SPM SKT SKM SPM Besar >2milyar Sedang <500 juta->2 milyar Kecil <500 juta Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2003 Besarnya tarif cukai dan harga jual eceran minimum akan semakin kecil seiring dengan semakin kecilnya skala usaha produksi rokok. Industri rokok dengan skala produksi lebih besar diberi beban pengenaan cukai lebih besar dibanding industri rokok yang lebih kecil. Contohnya untuk SKM golongan pada skala perusahaan
13 22 besar, tarif cukai yang dikenakan sebesar 40 persen, pada skala perusahaan sedang, tarif cukai yang dikenakan sebesar 36 persen, dan tarif yang ditetapkan semakin kecil pada skala perusahaan kecil yaitu sebesar 26 persen. Adalah sangat relevan bahwa kemampuan untuk menghasilkan rokok yang lebih besar harus diikuti dengan pengenaan tarif cukai yang lebih tinggi agar penerimaan cukai bagi negara juga dapat lebih besar Faktor-Faktor Makro Yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah dari Cukai Hasil Tembakau Bidang ekonomi secara tradisional dibagi dalam dua sub bidang luas, yaitu ekonomi mikro dan ekonomi makro. Ekonomi mikro mengkaji bagaimana rumah tangga dan perusahaan membuat keputusan dan bagaimana mereka berinteraksi di pasar, sedangkan ekonomi makro mengkaji fenomena perekonomian secara luas, seperti inflasi, pengangguran, PDB, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi. Penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau dapat dipengaruhi dari sisi makro maupun sisi mikro. Faktor mikro yang dapat mempengaruhi penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau misalnya adalah faktor produksi rokok seperti jumlah bahan baku, pemakaian tenaga kerja, upah buruh rokok dan harga jual eceran rokok, sedangkan asumsi makro yang digunakan dalam memperkirakan penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau adalah jumlah penduduk, dan konsumsi rokok
14 Konsumsi Mankiw (2000:55) berpendapat konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok yaitu, barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Produk hasil tembakau khususnya rokok termasuk barang tidak tahan lama karena rokok merupakan barang yang habis dipakai dalam jangka pendek. Secara garis besar konsumsi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang benar-benar amat sangat dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Kebutuhan sekunder adalah merupakan jenis kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang belum masuk dalam kategori mewah. Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan skunder (Nordhaus, 2010). Dapat disimpulkan konsumsi rokok di Indonesia termasuk dalam kebutuhan sekunder, karena menurut WHO Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi pada tahun 2002 sebanyak 182 miliar batang rokok setiap tahun setelah Cina (1.697 miliar batang), Amerika
15 24 Serikat (480 miliar batang), Jepang (230 miliar batang), dan Rusia (230 miliar batang). Jumlah uang yang dibelanjakan penduduk Indonesia untuk tembakau 2,5 kali lipat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan dan 3,2 kali lipat dari biaya kesehatan. Diperkirakan 4 persen rata-rata pendapatan per kapita rakyat Indonesia dihabiskan untuk konsumsi rokok Hubungan antara konsumsi dan pendapatan. Terdapat beberapa faktor yang menentukan tingkat pengeluaran rumah tangga (secara unit kecil atau dalam keseluruhan ekonomi). Pendapatan rumah tangga merupakan yang terpenting. Tabel 2.3 yang menggambarkan hubungan diantara konsumsi rumah tangga dan pendapatannya dinamakan daftar (skedul) konsumsi. Daftar konsumsi pada dasarnya menggambarkan besarnya konsumsi rumah tangga pada tingkat pendapatan yang berubah-ubah. Misalnya, seperti dapat dilihat dalam tabel 2.2, pada waktu pendapatan seseorang adalah Rp ,-, konsumsinya adalah Rp ,-. Pada waktu pendapatannya Rp ,-, konsumsinya adalah Rp ,-. Tabel 2.3 secara terperinci menunjukkan hubungan diantara tingkat pendapatan disposebel dengan pengeluaran konsumsi dan tabungan rumah tangga. Kolom (1) ditunjukkan berbagai tingkat pendapatan yang mungkin diterima oleh suatu rumah tangga, sedangkan dalam kolom (2) ditunjukkan berbagai jumlah pengeluaran konsumsi yang akan dilakukan oleh rumah tangga tersebut. Jumlah tabungan (atau kelebihan pendapatan sesudah melakukan pengeluaran konsumsi yang
16 25 akan dilakukan oleh rumah tangga pada berbagai tingkat pendapatan yang mungkin diterimanya) ditunjukkan dalam kolom (3). Tabel 2.3. Hubungan Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan ( dalam ribu rupiah) Pendapatan disposable (Y d ) (1) Pengeluaran konsumsi (C) (2) Tabungan (S) (3) Sumber: Sukirno, Sadono Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi 1. Jakarta: Rajawali Pers Pengeluaran rumah tangga mempunyai tiga ciri utama berikut: (a) faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga adalah pendapatan yang diterimanya, (b) pada pendapatan sebesar nol (Y d = 0), yaitu apabila rumah tangga tidak bekerja, konsumsi tetap akan dilakukan dan ini dinamakan pengeluaran otonomi (pengeluaran yang tidak bergantung pada pendapatan nasional); dan (c) apabila berlaku pertambaha pendapatan akan berlaku pertambahan konsumsi, tetapi pertambahannya kurang daripada pertambahan pendapatan.
17 26 Berdasarkan kepada tiga ciri ini, konsumsi rumah tangga dapat dinyatakan sebagai berikut: C = a + by d.. (2) di mana: a adalah pengeluaran otonomi (pengeluaran ketika Y d = 0) b adalah MPC (atau perbandingan atau rasio di antara pertambahan konsumsi ( C) dan pertambahan pendapatan disposebel ( Y d ) Y d adalah pendapatan disposebel. Berdasarkan kepada tiga ciri konsumsi seperti dinyatakan diatas, secara grafik dapat dibentuk fungsi konsumsi dan fungsi tabungan, yang secara grafik menunjukkan hubungan di antara konsumsi, tabungan, dan pendapatan nasional.(sukirno, 2010:143) Konsumsi rokok Rata-rata pengeluaran sebulan untuk konsumsi rokok cenderung meningkat lebih besar terjadi di daerah perkotaan dari pada di pedesaan. Hal ini tentunya tidak lepas dari lebih besarnya tingkat pendapatan yang dapat mendorong kenaikan konsumsi rokok di daerah perkotaan. Meskipun rata-rata pengeluaran untuk konsumsi rokok di daerah pedesaan lebih kecil dibanding daerah perkotaan, namun tetap menunjukkan bahwa desa memiliki rata-rata pengeluaran terhadap konsumsi rokok yang terus
18 27 meningkat setiap tahunnya. WHO menyatakan masyarakat miskin adalah kelompok masyarakat yang paling dirugikan dari industri rokok karena menggunakan penghasilannya untuk membeli rokok yang justru membahayakan kesehatan. Bahkan di negara maju, jumlah perokok terbanyak berasal dari kelompok masyarakat miskin. Besarnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi rokok akan mempengaruhi besarnya penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau. Ketika terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk konsumsi rokok yang mengindikasikan terjadinya peningkatan permintaan rokok, maka pabrik rokok akan meningkatkan jumlah produksi yang artinya tingkat penawaran rokok meningkat dan akhirnya penerimaan cukai hasil tembakau juga akan meningkat. Sesuai dengan hukum penawaran dengan menganggap faktor lain konstan, kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang meningkat karena adanya peningkatan permintaan barang. Hal ini juga didukung oleh teori Marshall mengenai keseimbangan permintan dan penawaran di pasar. Sebagai langkah awal, diasumsikan bahwa harga-harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Melalui mekanisme permintaan- penawaran ini terbentuk keseimbangan harga (P*) pada tingkat dimana permintaan sama dengan penawaran yang dapat dijelaskan pada gambar 2.1 halaman 18.
19 28 Lereng kurva penawaran yang meningkat menunjukan hukum penawaran dan menjelaskan bahwa ketika harga naik, produsen akan lebih banyak berproduksi dan membawa lebih banyak barang ke pasar. Lereng kurva permintaan yang menurun menunjukan hukum permintaan dan menjelaskan bahwa ketika harga turun konsumen akan membeli lebih barang dalam jumlah yang lebih besar. Permintaan dan penawaran menentukan harga tiap barang dan jumlah tiap barang yang akan diproduksi. Harga (P) Penawaran P* Permintaan Q1 Q2 Kuantitas (Q) Gambar 2.1. Perpotongan Permintaan dan Penawaran Sumber: Sukirno, Sadono Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi 1. Jakarta: Rajawali Pers Marshall berpendapat bahwa persaingan akan mendorong harga aktual menjadi harga keseimbangan (P*). Jika harga barang ditetapkan diatas harga keseimbangan (P*), produsen tidak akn mampu menjual barang sehingga persediaannya menumpuk.
20 29 Hal ini memberikan tanda bahwa produsen harus menurunkan harga dan mengurangi produksi. Disisi lain, jika harga barang ditetapkan dibawah harga keseimbangan (P*), konsumen akan membeli lebih banyak sehingga persediaan barang menurun. Hal ini merupakan tanda untuk produsen menaikan harga dan menambah produksi. Dengan demikian kuantitas dan harga barang menuju titik keseimbangan (P*) karena pada titik inilah perusahaan dapat menjual semua produk mereka Jumlah Penduduk Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua: 1. Orang yang tinggal di daerah tersebut 2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Schumpeter menjelaskan pendekatan pertumbuhan ekonomi Adam Smith sebagai berikut: Dengan menganggap benar faktor-faktor kelembagaan, politik dan alam, Smith berangkat dari asumsi bahwa suatu kelompok sosial (atau suatu bangsa) akan mengalami laju pertumbuhan ekonomi tertentu yang tercipta karena naiknya jumlah mereka dan melalui tabungan. Jumlah penduduk yang besar menjadikan Indonesia sebagai pasar yang prospektif bagi industri rokok. Ini mendorong meluasnya pasar yang pada gilirannya meningkatkan pembagian kerja dan dengan demikian meningkatkan produktivitas.
21 30 Meskipun dewasa ini berbagai kebijakan dilakukan dalam upaya membatasi konsumsi rokok, di antaranya kenaikan tarif cukai rokok, larangan merokok di tempat umum, undang-undang kesehatan, dan rancangan peraturan pemerintah tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif, tak dapat dipungkiri, pasar industri rokok di Indonesia masih besar. Sifat permintaan produknya yang cukup inelastis terhadap harga ikut memperkuat tingginya permintaan rokok di Indonesia Penelitian Terdahulu Roy (2004) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi rokok kretek di Indonesia dengan menggunakan analisis regresi berganda. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan program Minitab for Windows. Hasil analisis menunjukkan selama periode 1984 sampai 2003, tingkat konsumsi rokok kretek nasional memiliki kecederungan meningkat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi rokok kretek antara lain produksi rokok kretek, harga rokok kretek, kebijakan tarif cukai, dan peubah dummy peraturan pemerintah. Hasil analisis dilihat bahwa hanya peubah produksi rokok kretek yang memiliki pengaruh nyata dan arahnya positif dengan tingkat konsumsi. Keadaan ini membuat perusahaan rokok kretek Indonesia tidak merasa khawatir untuk memproduksi rokok karena konsumsi yang terus dilakukan seiring dengan adanya produksi. Sedangkan peubah harga rokok kretek dan tarif cukai tidak berpengaruh secara nyata dan
22 31 arahnya adalah negatif. Pada dasarnya bila tarif cukai dinaikkan akan berimplikasi pada kenaikan harga rokok, karena tarif cukai merupakan pajak yang dibebankan pada konsumen yang dimasukkan pada harga jual eceran rokok. Untuk peubah dummy peraturan pemerintah tidak mengindikasikan adanya perbedaan antara tahuntahun dikeluarkannya peraturan tersebut. Hal ini terjadi karena belum tersosialisasinya peraturan pemerintah tersebut kepada berbagai pihak dan perusahaan rokok belum merasa siap untuk melaksanakannya. Hasil analisis Putri (2004) tentang struktur, perilaku, dan kinerja industri rokok kretek di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pangsa pasar terbesar pada industri rokok kretek di Indonesia pada tahun 2003 diperoleh nilai rasio konsentrasi (CR4) sebesar 75,8 persen, yang berarti industri rokok kretek digolongkan ke dalam stuktur pasar oligapoli. Analisis kinerja industri rokok kretek, perkembangan tingkat keuntungan setiap tahunnya cenderung fluktuatif pada tahun tertentu, sedangkan perkembangan tingkat efisiensi internalnya cenderung tinggi setiap tahun, dan perkembangan tingkat utilitas kapasitas produksi setiap tahun cenderung stabil. Hasil analisis hubungan struktur dan kinerja industri rokok kretek di Indonesia, variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap tingkat keuntungan adalah CR4, efisiensi internal, dan skala ekonomis. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan rokok kretek memiliki efisiensi internal yang berperan besar dalam mempengaruhi tingkat keuntungan.
23 Kerangka Pemikiran Masalah-masalah ekonomi yang terjadi di Indonesia menuntut pemerintah agar lebih cermat lagi dalam menentukan langkah-langkah apa yang harus diambil untuk memulihkan perekonomian. Untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi, dibuat penyesuaian-penyesuaian alat kebijakan agar dapat digunakan secara tepat, bermanfaat, dan mencapai sasarannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan dan menstabilkan perekonomian adalah melalui peranan kebijakan fiskal. Salah satu instrumen kebijakan fiskal adalah pajak. Penerimaan pemerintah dari sektor pajak terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan pemerintah Faktor faktor makro: pajak Bukan pajak 1.GDP 2.Konsumsi rokok 3.Jumlah penduduk Pajak perdagangan Internasional Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Pajak Dalam Negeri Cukai hasil tembakau Penerimaan pemerintah dari sektor cukai termasuk ke dalam penerimaan pajak dalam negeri. Ada tiga jenis barang kena cukai, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Dari ketiga barang kena cukai tersebut yang paling besar peranannya dalam penerimaan pemerintah adalah cukai hasil
24 33 tembakau yang terdiri dari Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yaitu sekitar 95 persen. Asumsi makro yang digunakan dalam memperkirakan penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau adalah GDP, konsumsi rokok dan jumlah penduduk Hipotesis Rumusan jawaban sementara mengenai permasalahan dari tulisan ini berdasarkan teori dan konsep adalah: 1. Konsumsi rokok dan jumlah penduduk secara simultan (bersama-sama) berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau di Indonesia pada tahun Konsumsi rokok dan jumlah penduduk secara parsial (sendiri-sendiri) berpengaruhsignifikan terhadap penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau di Indonesia pada tahun Model Analisis Model yang digunakan untuk mengetahui konsumsi rokok dan jumlah penduduk terhadap penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau adalah model regresi berganda menggunakan data time series. Adapun modelnya ialah sebagai berikut: CU t = β 0 + β 1 KR t + β 2 JP t + μ t (3)
25 34 Dimana : CU = Penerimaan cukai KR = Konsumsi Rokok JP = Jumlah Penduduk β 0 = Intersep β 1 β 4 = Koefisien kemiringan parsial μ = Unsur gangguan stokastik t = Observasi ke -t
I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu wujudkan masyarakat adil dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan peranan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cukai 2.1.1 Pengertian Cukai Menurut UU No.39 Tahun 2007, Cukai adalah Pungutan negara terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan Undang-undang.
Lebih terperinciS U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A
S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A RU RRY A NDRYA NDA S T I A B A N T E N 2 0 1 6 1 APARATUR NEGARA Negara memerlukan dana yang cukup untuk membiayai pengeluarannya, baik yang sifatnya rutin maupun
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H14102011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciKeuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara
Keuangan Negara dan Perpajakan Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA SUMBER PENERIMAAN Pajak Retribusi Keuntungan BUMN/BUMD
Lebih terperinciJenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP
Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang
Lebih terperinciFASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA
FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajuakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan negara yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya. Ciri khusus yang dimaksud
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan
No.896, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Barang Kena Cukai. Pemberitahuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.04/2016 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.
Lebih terperinciBAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015
BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 A. Pengertian Pajak Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak,
Lebih terperinci1 of 5 21/12/ :02
1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran
K-13 ekonomi K e l a s XI PERPAJAKAN Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami pengertian, unsur-unsur, fungsi dan peranan, pemungutan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciHukum Pajak. Ciri-Ciri Pajak (Pertemuan #3) Semester Genap
Hukum Pajak Ciri-Ciri Pajak (Pertemuan #3) Semester Genap 2015-2016 Tujuan Pembelajaran Fakultas Hukum Mahasiswa memahami ciri-ciri pajak dan mampu membedakanpajak dengan pungutan lainnya. Ruang Lingkup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling tidak terdapat
Lebih terperinciMakalah Penerimaan Negara
Makalah Penerimaan Negara Disusun Oleh: Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012 DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III Latar
Lebih terperinciIMPORTASI BARANG KENA CUKAI
IMPORTASI BARANG KENA CUKAI L/O/G/O KPU TIPE A TANJUNG PRIOK JAKARTA, 21 FEBRUARI 2012 PERLAKUAN IMPOR BARANG KENA CUKAI DILUNASI KAWASAN PABEAN TIDAK DIPUNGUT CUKAI PEMBEBASAN CUKAI PELUNASAN BARANG KENA
Lebih terperinciPENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO
PENERIMAAN NEGARA Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari APBN Sumber-sumber Penerimaan Negara Jenis-jenis Penerimaan Negara Penerimaan pemerintah dapat diartikan sebagai penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan
Lebih terperinciKEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL 1 KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI Disampaikan Dalam Acara Kongres II InaHEA: Pengendalian Rokok Melalui
Lebih terperinci181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU
181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan tanpa imbalan jasa secara langsung untuk. membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada Negara yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan tanpa imbalan jasa secara langsung untuk membiayai penyelenggaraan
Lebih terperinciKEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU
KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU Disampaikan Oleh: Djaka Kusmartata Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai II Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan barang dan jasa yang kita konsumsi sehari-haripun dikenai pajak. Hal tersebut dikarenakan Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2011 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG
Lebih terperinciBAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM
BAB 1 Pendahuluan BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM 1. PENDAHULUAN Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
Lebih terperinciKAJIAN KEBIJAKAN CUKAI ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL TAHUN 2014
KAJIAN KEBIJAKAN CUKAI ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL TAHUN 2014 I. Latar Belakang Pasal 2 UU Cukai Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai mengatur
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]
UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755] 15. Ketentuan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6),
Lebih terperinciDASAR-DASAR PERPAJAKAN
DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1 PENGERTIAN PAJAK (2) Prof. Dr. P.J.A. Adriani: Pajak adalah iuran kepada negara (yg dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Perpajakan No 16 Tahun 2009, tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Lebih terperinciPeran Pemerintah dalam Perekonomian
Peran Pemerintah dalam Perekonomian 1. Sistem ekonomi atau Politik Negara 2. Pasar dan peran Pemerintah 3. Jenis Sistem Ekonomi 4. Peran Pemerintah 5. Sumber Penerimaan Negara week-2 ekmakro08-ittelkom-mna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan
Lebih terperinci2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut
24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Susunan Dalam Satu Naskah Udang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Lebih terperinciKeterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Pada hari ini tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 100 jenis tembakau dihasilkan di Indonesia. Dari sekitar 200 juta kilogram
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi berbagai macam tembakau yang tersebar dari pulau Sumatera, Jawa, Bali sampai Nusa Tenggara. Lebih dari 100 jenis
Lebih terperinciPER - 7/BC/2011 TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSEN
PER - 7/BC/2011 TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSEN Contributed by Administrator Friday, 25 February 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,
Lebih terperinciAnalisis penerimaan dan potensi cukai pada. kantor pelayanan bea dan cukai tipe a. Surakarta periode Disusun oleh:
Analisis penerimaan dan potensi cukai pada kantor pelayanan bea dan cukai tipe a Surakarta periode 2003-2005 Disusun oleh: Astrid Primaristi Wahyu Putri F.3403014 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan pembangunan nasional serta bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
Lebih terperinciDASAR-DASAR PERPAJAKAN
DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pajak Rokok merupakan sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada kas negara.definisi pajak menurut beberapa ahli adalah : 1) Menurut Soemitro (Mardiasmo, 2011:1),
Lebih terperinciEkonomi dan Bisnis Akuntansi
Modul ke: PERPAJAKAN I PENGANTAR PERPAJAKAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Pajak menyumbang sebagian besar belanja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan akhir menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Cukai 1. Pengertian Cukai Cukai adalah pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang Mengingat : bahwa dengan telah ditetapkannya
Lebih terperinciP E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G
Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN 203/PMK.011/2008 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN,
MENTERII
Lebih terperinciP E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G
P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Lebih terperinciDasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM
Dasar-dasar Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
Lebih terperinciKebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok
Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Disampaikan pada Indonesia Conference on Tobacco or Health Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan www.fiskal.depkeu.go.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber-sumber pendapatan negara yang digunakan untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai suatu negara yang senantiasa menjalankan rumah tangganya, Indonesia memiliki sumber-sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
Lebih terperinciP - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL
P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL Contributed by Administrator Wednesday, 02 December 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan
Lebih terperinci203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU
203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Tuesday, 09 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.011/2008 TENTANG
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya
BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya
Lebih terperinciBAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN
BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Di dalam bab ini kita akan membahas mengenai karakteristik penelitian yang meliputi objek dari penelitian, sejarah singkat, tujuan dari penelitian, metode penelitian,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH Menimbang : a. DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci1. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI PROVINSI DKI JAKARTA Tahun
1. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI PROVINSI DKI JAKARTA Tahun 2000-2016 JURNAL Dosen Pembimbing : Suharto,S.E., M.Si. Disusun Oleh : Nama : Muhamad Syahru Romadhon NIM
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang Mengingat : bahwa dengan telah ditetapkannya
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Pajak Daerah. Pemungutan. Tata Cara. Ketentuan. Pencabutan (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 244). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Pada Umumnya II.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
Lebih terperinciPembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:
PERTEMUAN 4 PEMBEDAAN PAJAK Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti: 1. Siapa yang membayar pajak; 2. Siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak; 3. Apakah beban pajak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 01 /BC/2014 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 01 /BC/2014 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSENTRAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui
Lebih terperinci