STUDI KARAKTER MORFOMETRIK - MERISTIK IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) DI DAS MAHAKAM TENGAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR HELMY AKBAR C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KARAKTER MORFOMETRIK - MERISTIK IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) DI DAS MAHAKAM TENGAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR HELMY AKBAR C"

Transkripsi

1 STUDI KARAKTER MORFOMETRIK - MERISTIK IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) DI DAS MAHAKAM TENGAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR HELMY AKBAR C SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : STUDI KARAKTER MORFOMETRIK - MERISTIK IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) DI DAS MAHAKAM TENGAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, 26 Agustus 2008 Helmy Akbar C

3 RINGKASAN HELMY AKBAR. Studi Karakter Morfometrik Meristik Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Di DAS Mahakam Tengah Propinsi Kalimantan Timur. (Dibawah bimbingan MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL dan NURLISA A. BUTET) Salah satu spesies dari famili Anabantidae yaitu ikan betok (Anabas testudineus Bloch) merupakan ikan air tawar yang dikonsumsi masyarakat. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang tergolong ekstrim contohnya kondisi air yang bersifat asam. Ikan ini dapat ditemukan di danaudanau, Sungai-sungai dan rawa-rawa di Kalimantan yang diketahui memiliki tingkat keasaman yang tinggi, dicirikan oleh ph yang rendah. Dalam hal pengelolaan sumberdaya ikan betok diperlukan informasi mengenai karakter morfologi (morfometrik dan meristik) untuk mengidentifikasi unit populasi yang ada di dalam suatu perairan, apakah spesiesnya berbeda atau sama. Pada penelitian kali ini juga dihitung komposisi jumlah tangkapan tiga bulan pengambilan sampel untuk mengetahui pengaruh tinggi muka air pada musim hujan dan keragaman fenotip tiap karakter morfometrik ikan betok di seluruh stasiun. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ekobiologi Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB. Ikan contoh diambil untuk analisa karakter morfometrikmeristik dari Rawa banjiran (stasiun 1) sebanyak 88 ekor, Sungai Rebak Rinding (stasiun 2) sebanyak 35 ekor dan Danau Melintang (stasiun3) sebanyak 49 ekor, di DAS Mahakam Tengah Propinsi Kalimantan Timur. Penghitungan karakter morfometrik menggunakan Analisis Komponen Utama, Untuk memperoleh korelasi antar karakter serta pengelompokan individu berdasarkan karakter morfometrik. Penghitungan karakter meristik meliputi jumlah jari-jari sirip dan jumlah sisik, yaitu Jumlah jari-jari sirip dorsal, jari-jari sirip anal, jari-jari sirip ventral, jari-jari sirip pektoral, jari-jari sirip caudal, sisik pada garis rusuk (LL), sisik di atas garis rusuk (LL), sisik di bawah garis rusuk, sisik di muka sirip dorsal, sisik pada pipi, sisik sekeliling badan, sisik sekeliling batang ekor. Komposisi hasil tangkapan ikan betok menunjukkan jumlah terbanyak pada bulan desember dengan jumlah 161 ekor. Hasil tangkapan dengan jumlah paling sedikit diperoleh pada bulan januari. Dari sisi ukuran, rata-rata panjang tertinggi sebesar juga pada bulan desember. Hasil Analisis Komponen Utama memperlihatkan bahwa informasi terbesar terdapat pada dua komponen utama pertama. Dengan ragam kumulatif sebesar 80%. Seluruh karakter morfometrik berperan pada komponen utama pertama. Karakter yang berperan pada komponen utama kedua yaitu Panjang kepala di depan mata, panjang rahang atas, panjang rahang bawah, tinggi pipi, panjang dasar jari-jari lemah sirip ventral, menunjukkan korelasi yang besar terhadap keragaman bentuk. Analisis Komponen Utama juga menunjukkan bahwa ikan betok pada ketiga stasiun baik rawa, sungai dan danau, tidak memperlihatkan pengelompokan. Hal ini menunjukkan ikan yang diamati adalah satu spesies (satu unit populasi). Pada perhitungan nilai keragaman fenotip tiap karakter ikan betok secara umum di DAS menunjukkan karakter morfometrik dengan nilai keragaman paling tinggi dan paling rendah diberikan oleh panjang total (PT) dan tinggi di bawah mata (TBM). Pada perhitungan karakter meristik diperoleh rumus jari-jari sirip yaitu DXVII.8-9; AXI.9-10; VI.5; P Hasil ini identik dengan rumus dari Bloch (1792), Kottelat, et al., (1993) dan Talwar dan Jhingran (1991) dalam

4 STUDI KARAKTER MORFOMETRIK - MERISTIK IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) DI DAS MAHAKAM TENGAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR HELMY AKBAR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 SKRIPSI Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program studi : Studi Karakter Morfometrik - Meristik Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Di DAS Mahakam Tengah Propinsi Kalimantan Timur : Helmy Akbar : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, I. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc NIP: Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc NIP: II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP: Tanggal lulus: 26 Agustus 2008

6 KATA PENGANTAR Segala puji hanya bagi Allah SWT, Pencipta dan Penguasa Semesta Alam yang menurunkan Syariah dan hukum-hukum-nya untuk mengatur kehidupan manusia, membedakan antara yang hak dan bathil. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW., keluarga beliau, para sahabat dan pengikutnya yang istiqomah memperjuangkan ideologi, syariah islam hingga akhir zaman. Atas izin-nya, skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada fakultas perikanan dan ilmu kelautan IPB. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: - Bapak Dr.Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc dan Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc yang telah membimbing penyusunan skripsi ini; - Bapak Dr.Ir. Ridwan Affandi, DEA dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. Selaku dosen penguji dan wakil program studi - Bapak Ir. Moch. Mustakim, M.Si, Ir. Zahri Nasution, M.Si, Firdaus, S.Si dan Bapak Ruslan yang telah membantu selama berjalannya proses penelitian dan skripsi - Bapak, Ibu, di Bima dan Bang Yudi serta adekku Imam di Malang yang terus memantau perkembangan studiku - Friska, Ayu, dan Irene selaku tim peneliti ikan betok, Kawan-kawan dari MSP 40, Kost Markaz Jundullah, Humas IPB, MT Al - Marjan, GEMA Pembebasan, BKIM IPB, yang telah memberikan dukungan atas terselesaikannya skripsi ini.

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv v vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar belakang... 1 B. Perumusan masalah... 3 B. Tujuan dan manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Klasifikasi dan tata nama... 4 A.1. Ikan betok... 4 A.2. Karakter morfologi... 5 B. Ekobiologi ikan betok... 7 B.1. Tingkah laku... 7 B.2. Sistem pernafasan... 7 B.3. Kebiasaan makan... 8 B.4. Reproduksi... 8 B.5. Distribusi ekologis dan geografis... 9 C. Habitat dan pola ruaya ikan betok... 9 D. Pengelolaan perikanan perairan umum III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi B. Alat dan bahan C. Metode kerja C.1. Pengambilan contoh ikan C.2. Penentuan ciri morfometrik meristik D. Analisis data D.1. Analisis komponen utama (AKU) D.2. Analisis perbandingan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dinamika habitat dan komposisi tangkapan ikan betok B. Karakter morfometrik C. Karakter meristik D. Pengelolaan sumberdaya ikan betok V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 35

8 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Alat dan bahan Karakter morfometrik Karakter meristik Komposisi tangkapan ikan betok Komponen utama pertama dan komponen utama kedua keragaman fenotip tiap karakter di ketiga stasiun Perhitungan jumlah dan kisaran karakter meristik... 29

9 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) Lokasi penelitian Tangkul (Portable Lift Net) Keblat (Trap Net) Gill Net Grafik Analisis Komponen Utama, penyebaran individu dari data morfometrik ikan betok di DAS Mahakam Tengah. Rawa (n=88), Sungai (n=35),danau (n=49) pada bulan November Desember Grafik Analisis Komponen Utama, korelasi antar karakter morfometrik dari data morfometrik ikan betok di DAS Mahakam Tengah Rawa (n=88),sungai (n=35),danau (n=49) pada bulan November - Desember

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Eigen Analisis dari matriks korelasi Nilai 33 komponen yang dihitung Skema karakter morfometrik pada lateral tubuh Skema karakter morfometrik pada bagian kepala Skema karakter meristik pada lateral tubuh Skema karakter meristik sisik pada kepala Skema karakter meristik sirip pada bagian dorsal Data mentah... 45

11 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan tawar mempunyai keanekaragaman ikan yang cukup tinggi di paparan sunda terdapat 798 jenis ikan air tawar, paparan wallace terdapat 68 jenis ikan air tawar, dan paparan sahul terdapat 106 jenis ikan air tawar (Kottelat, et al., 1993). Jenis ikan air tawar asli yang mendominasi perairan Sumatera dan Kalimantan adalah jenis-jenis dari Ordo-ordo Ostariophysi (Famili Cyprinidae dan Siluridae), Labyrinthici (Famili Anabantidae dan Channidae), Percomorphi (Famili Nandidae), Opistomi (Famili Mastacembelidae), dan Malacopterygii (Famili Notopteridae) (Ondara, 1993) Salah satu Spesies dari Famili Anabantidae yaitu ikan betok (Anabas testudineus Bloch) merupakan ikan air tawar yang dikonsumsi. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang tergolong ekstrim dan dapat bertahan pada kondisi air yang bersifat asam maupun basa. Ikan ini juga dapat ditemukan pada perairan payau ( Sungai-sungai dan rawa-rawa di Kalimantan diketahui memiliki tingkat keasaman yang tinggi, dicirikan oleh ph yang rendah. Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga banyak membantu dalam menyediakan informasi untuk pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi dalam tingkat intra species (ras) adalah variasi fenotip yang tidak selalu tepat dibawah kontrol genetik tapi dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Pembentukan fenotip dari ikan memungkinkan ikan dalam merespon secara adaptif perubahan dari lingkungan melalui modifikasi fisiologi dan kebiasaan. Lingkungan mempengaruhi variasi fenotip, walau bagaimanapun karakter morfologi telah dapat memberikan manfaat dalam identifikasi stok khususnya dalam suatu populasi yang besar (Turan, 1998). Karakter morfologi meliputi studi morfometrik dan meristik dari ikan. Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku. Ukuran ini merupakan salah satu hal yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomik saat mengidentifikasi ikan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan milimeter atau centimeter, ukuran yang dihasilkan disebut ukuran mutlak. Adapun meristik adalah ciri yang

12 berkaitan dengan jumlah bagian tubuh dari ikan, misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung (Affandi, et al.,1992). Data yang dihasilkan dari ciri morfometrik bersifat continuous data untuk selanjutnya diolah dan dianalisa melalui pendekatan statistik, sedangkan data yang dihasilkan dari ciri meristik bersifat discrete data (Turan,1998). Ikan betok di wilayah Kalimantan menurut literatur dari Kottelat, et al., (1993) terdiri dari satu spesies, sedangkan untuk wilayah Sulawesi dimungkinkan ditemukan lebih dari satu spesies. Pengamatan terhadap kromosom spesimen dari India menunjukkan bahwa paling sedikit dua jenis Anabas terdapat disana, dan hal ini didukung oleh data morfologi (Dutt dan Ramaseshaiah, 1982; 1983;1988 dalam Kottelat, et al., 1993) seperti panjang total, panjang baku, tinggi badan, tinggi batang ekor, jumlah sirip dan lainnya. Pengamatan yang teliti terhadap spesimen dari Indonesia akan menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari satu jenis (Kottelat, et al., 1993). Penelitian kali ini dilakukan sebagai sebuah studi karakter morfometrikmeristik ikan betok pada tiga habitat yang berbeda di Daerah Aliran Sungai Mahakam Tengah Propinsi Kalimantan Timur. Ketiga habitat tersebut meliputi sungai Rebak Rinding, Danau Melintang, dan rawa banjiran sekitar Danau Melintang, yang juga menjadi tiga wilayah penangkapan oleh masyarakat lokal. Kelompok populasi ikan betok di ketiga habitat diduga adalah satu jenis. Disamping faktor genetik, tipe habitat yang berbeda diduga dapat mempengaruhi karakter morfologi (morfometrik dan meristik) sehingga karakter morfologi ikan betok di setiap stasiun perlu diteliti. Jika ditemukan kesamaan karakter morfologi pada ikan betok di ketiga wilayah perairan hal ini dapat menunjukkan adanya kesamaan karakter fenotip dan sebaliknya. Karakter fenotip dapat digunakan menentukan kekerabatan ikan. Berdasarkan data statistik kelautan dan perikanan tahun 2005, produksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch) di Indonesia mencapai ton dengan rata-rata kenaikan produksi sebesar 54,57% ( Keberadaaan ikan betok penting untuk dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan bergizi pada periode dimana kondisi lingkungan perairan kurang mendukung terhadap pengembangan budidaya perikanan dikarenakan pencemaran maupun kondisi perairan alami yang bersifat ekstrim. Ikan betok di lingkungan Danau Melintang (DAS Mahakam Tengah) ada kecenderungan terjadi penurunan populasi, hal ini diduga karena adanya

13 berbagai tekanan seperti tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan (Mustakim, 2008). Untuk itu perlu upaya pengelolaan perikanan yang berdasarkan kajian terhadap stok ikan di perairan. Dalam kaitannya dengan manajemen perikanan, informasi ilmiah terkait identifikasi unit populasi diperlukan dalam pengelolaan perikanan agar tidak terjadi kesalahan introduksi spesies. Untuk selanjutnya dapat ditentukan model pengelolaan yang tepat untuk kawasan perairan tersebut. B. Perumusan Masalah Ikan betok di lingkungan Danau Melintang (DAS Mahakam Tengah) ada kecenderungan terjadi penurunan populasi, hal ini diduga karena adanya berbagai tekanan seperti tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan. Untuk itu perlu upaya pengelolaan perikanan yang berdasarkan kajian terhadap unit populasi ikan di perairan. Upaya tersebut memerlukan informasi yang berkaitan dengan identifikasi unit populasi dalam perairan yang meliputi di Rawa banjiran, sungai maupun danau. Jika diketahui unit populasi Ikan betok di ketiga habitat berbeda maka diperlukan pola manajemen yang berbeda untuk setiap habitat. Akan tetapi jika diketahui ikan betok pada ketiga habitat adalah satu unit populasi maka diperlukan pola manajemen yang terintegrasi antara habitat rawa, sungai, dan danau. Hal ini dikarenakan apabila terjadi tangkap lebih terhadap ikan betok pada salah satu habitat akan menurunkan jumlah stok ikan betok pada habitat yang lain. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekerabatan ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada tiga tipe habitat yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi dan dasar bagi upaya pengelolaan perikanan di wilayah perairan darat (inland water) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam Tengah, Propinsi Kalimantan Timur.

14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan tata nama A.1. Ikan betok Ikan betok termasuk kedalam famili Anabantidae yang merupakan ikan asli perairan kalimantan dan sumatera. Untuk mengenal bentuk tampilan dua dimensi dari ikan betok berikut di tampilkan pada gambar di bawah ini Gambar 1. Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) (Sumber: Dokumentasi Pribadi) Berikut adalah klasifikasi dari ikan betok menurut Bloch, 1792 dalam dan Kottelat et al (1993), Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Sub kelas : Actinopterygii Infra kelas : Teleostei Divisi : Euteleostei Super ordo : Acanthopterygii Series : Atherinoporho Order : Perciformes Family : Anabantidae

15 Genera : Anabas Species : Anabas testudineus Bloch Nama umum : Climbing perch, Climbing gouramies Nama lokal : Betok (Jawa dan Sumatera), papuyu (Kalimantan). Betok adalah nama sejenis ikan yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Ikan ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti bethok atau bethik (Jawa.), puyu (Malaysia.) atau pepuyuk (bahasa Banjar (Kalimantan)). Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai climbing gouramy atau climbing perch, merujuk pada kemampuannya memanjat ke daratan. Nama ilmiahnya adalah Anabas testudineus (Bloch, 1792 dalam dan Kottelat et al., 1993). Nama sinonim dari Anabas testudineus adalah : Anabas scandens, Amphiprion scansor, Amphiprion testudineus, Anabas elongatus, Anabas macrocephalus, Anabas microcephalus, Anabas spinosus, Anabas trifoliatus, Anabas variegatus, Anthias testudineus, Cojus cobujius, Lutjanus scandens, Lutjanus testudo, Perca scandens, Sparus scandens, Sparus testudineus. A.2. Karakter morfologi Karakter morfologi (morfometrik dan meristik) telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga banyak membantu dalam menyediakan informasi untuk pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi dalam tingkat intra species (ras) adalah variasi fenotip yang tidak selalu tepat dibawah kontrol genetik tapi dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Pembentukan fenotip dari ikan memungkinkan ikan dalam merespon secara adaptif perubahan dari lingkungan melalui modifikasi fisiologi dan kebiasaan. Lingkungan mempengaruhi variasi fenotip, walau bagaimanapun karakter morfologi telah dapat memberikan manfaat dalam identifikasi stok khususnya dalam suatu populasi yang besar (Turan, 1998). Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku. Ukuran ini merupakan salah satu hal yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomik saat mengidentifikasi ikan. Hasil pengukuran biasanya dinyatakan dalam milimeter atau centimeter, ukuran ini disebut ukuran mutlak. Tiap spesies akan mempunyai ukuran mutlak yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh umur, jenis kelamin dan

16 lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan yang dimaksud misalnya makanan, suhu, ph dan salinitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Affandi, et al., 1992). Menurut Affandi, et al., (1992) ada 26 karakter morfometrik yang biasa digunakan dalam mengidentifikasi ikan diantaranya panjang total, panjang ke pangkal cabang sirip ekor, panjang baku, panjang kepala, panjang bagian di depan sirip punggung, panjang dasar sirip punggung dan sirip dubur, panjang batang ekor, tinggi badan, tinggi batang ekor, tinggi kepala, lebar kepala, lebar badan, tinggi sirip punggung dan sirip dubur, panjang sirip dada dan sirip perut, panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang, panjang jari-jari keras dan jari-jari lemah, panjang hidung, panjang ruang antar mata, lebar mata, panjang bagian kepala di belakang mata, tinggi di bawah mata, panjang antara mata dengan sudut preoperkulum, tinggi pipi, panjang rahang atas, panjang rahang bawah, dan lebar bukaan mulut. Dalam Priyanie (2006) dan Julita (2006) dirincikan menjadi 34 karakter morfometrik yang dihitung. Meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh ikan, misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung (Affandi et al., 1992). Hitungan sirip ikan betok (Anabas testudineus Bloch), (Fin counts) mengikuti rumus: DXVI-XVIII. 8-10; AVIII-XI. 9-11, dan P14-15 (Talwar and Jhingran, 1991 in Menurut Kottelat, et al., (1993) rumus siripnya DXV-XIX. 7-9 dan AIX-XI Ciri morfologi ikan betok umumnya berukuran kecil, panjang hingga sekitar 25 cm, namun kebanyakan lebih kecil. Berkepala besar dan bersisik keras kaku. Sisi atas tubuh (punggung) gelap kehitaman agak kecoklatan atau kehijauan. Sisi samping kekuningan, terutama di sebelah bawah, dengan garis-garis gelap melintang yang samar dan tak beraturan. Sebuah bintik hitam (terkadang tak jelas kelihatan) terdapat di ujung belakang tutup insang. Sisi belakang tutup insang bergerigi tajam seperti duri ( Ikan betok memiliki tipe warna abu-abu sampai kehijauan, dengan satu titik hitam pada bagian dasar ekor dan titik lainnya lagi hanya pada bagian belakang lempeng insang. Bagian ujung sisik dan sirip berwarna cerah. Pada bagian operkulum dan preoperkulum keduanya bergerigi. Pada bagian pertama/depan dorsal dan anal kedua-duanya panjang. Model tubuh cekung kedalam. Mulut berukuran lebih lebar dengan gigi berbentuk villiform

17 ( Memiliki elaborasi organ labirin pada bagian rongga/cekungan atas bagian pertama sampai bagian ketiga tulang tapis insang. Menurut Saanin, 1954 betok hanya memiliki satu sirip punggung atau dua sirip punggung yang bersambungan/berdekatan dengan sirip perut yang tidak bersatu. Ikan ini dapat mengambil udara di luar air (mempunyai alat labirin). Sirip punggung dan sirip dubur berjari-jari. Sirip perut jika ada dengan 6 jari-jari, sirip punggung dan sirip dubur dengan satu atau lebih dari satu jari-jari keras, sirip perut dengan 5 atau kurang dari 5 jari-jari lemah dan 1 jari-jari keras. Rongga di atas rongga insang beralat berbentuk labirin. Berbentuk gepeng, agak panjang, hidung pendek, mulut kecil, lobang insang sempit karena bagian gabungan daun insang lebar. B. Ekobiologi ikan betok B.1. Tingkah laku Ikan betok umumnya ditemukan di rawa-rawa, sawah, sungai kecil dan parit-parit, juga pada kolam-kolam yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air terbuka. Betok jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar. Ikan ini mampu merayap naik dan berjalan di daratan dengan menggunakan tutup insang yang dapat dimekarkan, dan berlaku sebagai semacam kaki depan. Akan tetapi ikan ini tidak dapat terlalu lama bertahan di daratan, dan harus mendapatkan air dalam beberapa jam kalau tidak ikan ini akan mati (Jayaram, 1981; Talwar and Jhingran, 1991 dalam Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) juga dapat berjalan untuk pindah antar habitat dengan menggunakan organ bagian ventralnya seperti sirip pektoral dan kaudal serta bagian dari tutup insang atau operkulum. Ikan ini hidup di dasar perairan yang berlumpur dan bersifat soliter ( B.2. Sistem pernafasan Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya, betok bernafas dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti ikan gabus dan lele, betok juga memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan ini memiliki organ labirin di kepalanya, yang memungkinkan hal itu. Alat ini sangat berguna ketika ikan mengalami kekeringan dan harus berpindah ke tempat lain yang masih berair (Affandi, 2002).

18 B.3. Kebiasaaan makan Ikan betok bersifat omnivora, memangsa aneka serangga dan hewanhewan air yang berukuran kecil disamping itu ikan ini memakan tumbuhan air seperti jenis javafern atau vallisneria serta beberapa tumbuhan air mengapung, ikan ini biasanya akan selalu memakan tumbuhan air yang lunak. Pencarian makanan dilakukan setiap saat dalam satu hari, dominan menggunakan visualisasi indra penglihatan. Pada habitat alami ikan ini ditemukan di rawa-rawa, danau, kanal (sungai kecil), lubang kecil berair, dan kubangan. Pada percobaan laboratorium yang menjadi pemicu ikan ini melakukan migrasi adalah faktor kepadatan populasi dan kekurangan makanan (Jayaram, 1981; Talwar and Jhingran, 1991 dalam Selain bersifat omnivora, berdasarkan literatur dari situs dinas kelautan dan perikanan RI diketahui bahwa dilihat dari kebiasaan pakannya betok merupakan jenis ikan herbivora dengan pakan utamanya adalah tanaman air dan plankton. B.4. Reproduksi Betok (Anabas testudineus Bloch) bersifat ovipar, dapat memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahannya pada musim hujan dengan puncaknya pada bulan oktober hingga desember, telur-telur mengapung bebas. Ikan dengan kisaran bobot tubuh 15 sampai 110 gram dan bobot gonad 2,42 sampai 15,96 gram mempunyai jumlah telur (fekunditas) antara hingga butir ( Ketika mencapai usia kematangan seksual ikan betok biasanya sering berkelahi. Dikhawatirkan ikan jantan ini, Menjadi berkurang untuk membuahi betina yang sudah siap bertelur. Proses pemijahan ikan betok tidak sulit ketika temperatur memadai. Betina biasanya akan menelan kembali telur yang telah dikeluarkan pada kondisi darurat. Setelah proses pemijahan selesai jantan akan meninggalkan betina disarangnya. Induk ini akan menjaga telur yang telah dibuahi. Telur akan menetas pada waktu 24 hingga 30 jam. Telur yang terlambat menetas dapat bertahan dalam waktu 2 sampai 3 hari (Sterba, 1969). B.5 Distribusi ekologis dan geografis Ikan ini menyebar luas, mulai dari India, Tiongkok hingga Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara di sebelah barat Garis Wallace. Menurut Hoedemann (1969) dalam ikan ini terdapat di India, Srilangka,

19 asia timur-selatan termasuk wilayah Cina bagian selatan. Ikan ini dapat hidup pada perairan payau, tetapi habitat utamanya ketika dewasa yaitu perairan yang berarus kecil, persawahan, rawa atau kolam berlumpur. Ikan ini juga ditemukan di Sulawesi, Ambon dan Halmahera. Ikan ini tidak memiliki habitat yang jelas. Ikan ini dapat di introduksi oleh manusia yang berada disuatu tempat. C. Habitat dan pola ruaya ikan betok Daerah Aliran Sungai Mahakam Tengah sebagian terdiri dari danau Melintang yang juga meliputi daerah badan sungai Rebak Rinding dan rawa lebak sekitarnya. Daerah rawa banjiran merupakan daerah yang kompleks, terdiri atas beberapa tipe yang penting yaitu: sungai utama, rawa yang ditutupi hutan rawa, rawa yang banyak terdapat tumbuhan kumpe (rawa lebak), sungai mati (oxbow lake), dan Lebung (cekungan tanah di daerah rawa) (Utomo dan Samuel, 2005). Biasanya vegetasi hutan rawa banyak terdapat di zona tengah dengan tipe perairan berarus sedang sampai lambat, mempunyai kemiringan C, di sekeliling sungai banyak terdapat rawa banjiran (flood lain) (Utomo dan Samuel, 2005). Daerah ini berperan sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat mencari pakan (feeding ground) bagi ikan. Hutan rawa banyak terdapat seranga air, periphyton, buah-buahan, dan serasah yang jatuh dalam air sebagai makanan ikan. Bagian yang dalam dari suatu badan seperti lubuk, lebung, oxbow lake, merupakan bagian ekosistem yang penting karena merupakan tempat tinggal induk ikan saat musim kemarau. Jenis ikan pada ekosistem rawa banjiran (flood plain) terdiri atas 2 kelompok yaitu kelompok ikan hitam (black fish) dan kelompok ikan putih (white fish) contoh kelompok ikan hitam yaitu betok (Anabas testudineus). Ikan yang hidup diperairan rawa terutama dari kelompok black fish pada umumnya mempunyai alat pernapasan tambahan (labyrinth) sehingga dapat hidup di perairan yang oksigennya rendah dan asam (Utomo dan Samuel, 2005). Ruaya merupakan aktivitas yang penting bagi ikan karena merupakan bagian dari siklus hidupnya. Ruaya mempunyai tujuan biologi reproduksi, penyesuaian diri dari lingkungan yang kurang baik dan ruaya untuk mencari makanan. Jenis ikan yang melakukan migrasi lokal antara lain ikan sepat (Trichogaster spp.), tembakang (Helostoma temminckii), betok (Anabas

20 testudineus), keli (Clarias spp.), dan gabus (Channa striatus) (Utomo dan Samuel, 2005). Pada saat musim kemarau ikan cenderung tinggal di perairan yang dalam yaitu danau, lubuk, dan lebung. Saat musim penghujan ikan mengadakan ruaya lateral dari danau, sungai (lubuk), dan lebung menuju ke paparan banjiran mengikuti pola pergerakan air. Paparan banjiran berupa rawa (lebak, hutan dan rawa) yang merupakan daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan. Ikan sepat siam, betok, tembakang, mengadakan pemijahan di rawa lebak yang banyak vegetasi kumpe (graminae). Disamping tempat pemijahan vegetasi rawa juga berfungsi sebagai tempat mencari makan. Jenis pakan alami yang banyak ditemukan adalah perifiton (menempel pada daun, batang, dan ranting), molusca, dan serangga air yang banyak terdapat pada serasah daun (Utomo & Asyari 1999; Welcomme, 1979 dalam Utomo dan Samuel 2005). Pada perairan rawa banjiran, fluktuasi tinggi air (volume air) dalam setahun sangat besar. Pada musim hujan, air meluap menutupi permukaan lahan yang luas sedangkan pada musim kemarau, volume air kecil, hanya sungai utama, cekungan tanah (lebung), dan sungai mati (oxbow lake) yang masih berair. Pada saat ini, terjadi penurunan ph perairan (air bersifat masam) sehingga ikan yang tinggal di perairan tersebut hanya jenis ikan tertentu yang tahan terhadap ph dan kadar oksigen terlarut yang rendah (Nizar, 2005). Kelompok ikan hitam seperti betok, pada saat musim kemarau dapat tinggal di rawa yang airnya sedikit dan kualitas airnya kurang baik (lebung, kanal, dan cekungan tanah), karena ikan tersebut mempunyai alat pernapasan tambahan (labirin). Pada saat musim penghujan jenis-jenis ikan hitam tersebut beruaya secara lateral mengikuti gerakan air banjir. D. Pengelolaan perikanan perairan umum Pengelolaan perikanan perairan umum, menurut definisi FAO adalah proses terintegrasi dari kegiatan pengumpulan informasi, analisa, perencanaan, pengambilan keputusan, alokasi sumberdaya, perumusan dan penegakkan peraturan perikanan, yang dengan cara-cara itu otoritas pengelolaan perikanan perairan umum dapat mengendalikan tingkah laku saat ini dan saat nanti dari para stakeholders perikanan, untuk memastikan kesinambungan produktivitas dari sumberdaya hayati (Hartoto, 2004 dalam Nizar, 2005).

21 Faktor ancaman terhadap biodiversitas ikan meliputi tangkap lebih ikan, introduksi spesies baru, pencemaran, habitat yang hilang dan berubah, dan perubahan iklim (akibat pemanasan global) (Rahardjo, 2007) Dalam Nizar (2005), Peraturan pengelolaan sumberdaya ikan di Indonesia tertuang dalam UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan. Undangundang ini sudah sesuai dengan prinsip-prinsip CCRF (Code of Conduct of Responsible Fisheries). Untuk pengaturan pengelolaan perikanan, diatur dalam Bab IV pasal Beberapa komponennya antara lain meliputi: Rencana pengelolaan perikanan, Jumlah tangkapan yang diperbolehkan, jenis, jumlah, dan ukuran alat tangkap, daerah, jalur dan waktu (musim) penangkapan ikan, pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan serta lingkungannya, upaya rehabilitasi, ukuran atau berat minimum ikan yang boleh ditangkap, jenis ikan yang dilindungi, suaka perikanan. Salah satu upaya pengelolaan sumberdaya perikanan perairan umum adalah perluasan daerah perlindungan ikan yang disebut reservaat atau suaka perikanan. Suaka perikanan sebaiknya mempunyai empat bagian, yaitu daerah inti (zona suaka), daerah penyangga, daerah usaha, dan daerah bebas. Daerah suaka hanya dapat dilakukan penangkapan untuk keperluan yang sifatnya khusus sedangkan daerah bebas dapat dilakukan penangkapan oleh nelayan. Suaka perikanan di perairan umum bentuknya dapat berbeda-beda. Untuk perairan sungai dan rawa biasanya berbentuk sungai mati, anak sungai ataupun sebagian sungai yang ditutup, lebung, dan danau rawa. Beberapa kriteria suaka perikanan yang baik adalah: kedalaman perairan cukup, luas cukup, kualitas airnya banyak, banyak tersedia pakan alami, ada jalur migrasi ikan, disekitarnya masih terdapat vegetasi hutan rawa, dan fluktuasi airnya cukup (Lolitkanwar, 1999 dalam Nizar 2005)

22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi Pengambilan sampel ikan dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan November 2007 hingga Januari 2008 dilanjutkan dengan analisis sampel selama 2 bulan (Februari hingga Maret 2008). Pengambilan sampel ikan dilakukan pada 3 stasiun yaitu perairan rawa banjiran di dekat Danau Melintang (stasiun 1), Sungai Rebak Rinding (stasiun 2) dan Danau Melintang (stasiun 3) di wilayah DAS Mahakam Tengah, Kalimantan Timur. Pada Gambar 2 berikut ditampilkan lokasi penelitian. Sungai Mahakam Sungai Rebak Rinding Gambar 2. Lokasi penelitian Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan cara mengumpulkan ikan dari hasil tangkapan nelayan setempat pada ketiga titik stasiun. Analisis sampel ikan dilakukan di laboratorium Ekobiologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan pengamatan oleh Mustakim (2008), Kondisi lingkungan di Danau Melintang sangat dipengaruhi oleh perubahan musim dinamika hidrologi,

23 ketika musim kemarau panjang, air hanya dijumpai di badan sungai, rawa lebak, dan danau, saat itu kualitas dan kuantitas perairan di lingkungan Danau Melintang sangat ekstrim. Pada musim penghujan air meluap menggenangi daerah paparan danau, genangan, rawa (rapak), dan alur-alur sungai, saat itu terjadi perubahan kuantitas dan kualitas air serta ketersediaan makanan dari ekstrim menjadi lebih baik bagi ikan-ikan di setiap habitat di lingkungan Danau Melintang termasuk ikan betok. Lingkungan Danau Melintang dan sekitarnya (meliputi sungai Rebak Rinding dan rawa banjiran sekitar) merupakan salah satu tipe ekologi lahan basah (wet land) yang berada di Daerah Mahakam Tengah (DMT). Daerah ini dicirikan oleh fluktuasi air antara musim kemarau dan penghujan yang sangat bervariasi sepanjang tahun. Habitat di sekitar Danau Melintang terdiri dari daerah lotik, yaitu alur sungai (rivers channel) baik yang besar maupun yang kecil; daerah lentik yaitu daerah rawa, dan danau atau genangan yang semi permanen maupun permanen. Lingkungan Danau Melintang bertipe paparan banjir. B. Alat dan bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini meliputi, Timbangan Digital, Tissue, Penggaris, Pinset, Gunting Bedah, Kertas Label, Alat Tulis, Plastik, dan Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) sebagai sampel penelitian. Pada Tabel 1 berikut ditampilkan kegunaan alat dan bahan. Tabel 1. Alat dan Bahan No Alat dan Bahan Kegunaan 1. Timbangan digital Mengukur bobot ikan 2. Tissue Membersihkan sampel ikan 3. Penggaris dengan ketelitian 0,05 cm Mengukur panjang tubuh sampel ikan 4. Pinset dan gunting bedah Sebagai alat bantu dalam menghitung karakter morfometrikmeristik serta menggunting insang 5. Kertas label dan alat tulis Menandai dan menomori ikan 6. Plastik Sebagai alas sampel ikan 7. Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) Sampel penelitian

24 C. Metode Kerja C.1. Pengambilan contoh ikan Penangkapan ikan menggunakan keblat dan gill net pada daerah Rawa (stasiun 1), daerah Sungai Rebak Rinding (stasiun 2) menggunakan tangkul, sedangkan daerah Danau Melintang (stasiun 3) digunakan alat tangkap gill net. Berikut dijelaskan deskripsi masing-masing alat tangkap: 1) Jaring Insang (Gill Net) Jaring insang (gill net) adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan sejumlah pemberat pada tali ris bawah. Ada beberapa gill net yang mempunyai penguat bawah (srampat/selvedge) terbuat dari saran sebagai pengganti pemberat. Pengoperasiannya dipasang tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Ikan tertangkap dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal pada tubuh jaring. Satuan jaring insang menggunakan satuan pis jaring (piece). Satu unit gill net terdiri dari beberapa pis jaring (Sistem Informasi Statistik Perikanan Tangkap (SISKA) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2007 dalam 2) Tangkul (Portable Lift Net) Alat ini biasa digunakan pada perairan Sungai/Danau dan Lebak (Rawa Banjiran). Bahan yang digunakan tangsi tapi ada juga Nylon dengan Mesh Size ½, 1, 1½, pinggiran dengan ris tali Nylon no. 500 dan bambu sebagai galah tempat mengaitnya Tangkul, sehingga Tangkul dapat dinaikkan atau diturunkan pada perairan (Husnah, et al., 2006). Tangkul biasanya dioperasikan oleh perempuan. Tangkul hanya dioperasikan pada bagian pinggir perairan yang relatif tenang arusnya. Tangkul ditenggelamkan biasanya ±150 cm dari permukaan air, ditunggu beberapa saat sampai terlihat sudah ada ikan yang mengumpul pada areal tangkul, kemudian dengan galah bambu tangkul diangkat. 3) Keblat (Trap Net) Alat menggunakan bahan kayu/bambu (tonggak) sebagai penguat dan waring net atau hampang sebagai arat (untuk memanen ikan) serta tumbuhan air dan ranting kayu sebagai rumpon. Ukurannya bervariasi, panjang antara 5 40

25 meter dan lebar antara 3 5 meter pemasangan memanjang sepanjang Sungai/Lebak (Rawa Banjiran) (Husnah, et al., 2006). Keblat biasanya digunakan di sungai dan lebak. Kayu atau bambu (tonggak dan pembatas) terlebih dahulu dipasang sedangkan rumpon diapungkan pada areal penangkapan. Keblat dibiarkan selama minimal sebulan. Saat penangkapan waring atau ampang dibentang sehingga menutupi areal penangkapan. Waring digeser sedikit demi sedikit (diarat) ke arah pinggir untuk mempersempit areal agar dapat membersihkan rumpun, baru setelah itu penangkapan dilakukan. Pada Gambar 3, 4, dan 5 Berikut ditampilkan ketiga jenis alat tangkap yang digunakan. Gambar 3. Tangkul (Portable Lift Net) (Sumber:

26 Gambar 4. Keblat (Trap Net) (Sumber: Husnah, et al., 2006) Gambar 5. Gill Net (Sumber: Sampel ikan yang ditangkap lalu diawetkan menggunakan formalin 10% dan dimasukkan ke dalam toples atau plastik pembungkus. Kemudian sampel ikan dianalisa di Laboratorium Ekobiologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. C.2. Penentuan ciri morfometrik - meristik Karakter morfometrik yang diukur dan karakter meristik yang dihitung (Priyanie, 2006 dan Julita, 2006) masing-masing disajikan pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Karakter morfometrik

27 No. Karakter morfometrik Penjelasan 1. Panjang total Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan ujung sirip caudal yang paling belakang 2. Panjang baku Jarak antara ujung bagian kepala yang paling depan dengan pelipatan pangkal sirip caudal 3. Panjang kepala Jarak antara ujung terdepan dari hidung hingga ujung terbelakang dari keping tutup insang 4. Panjang di depan sirip dorsal Jarak antara ujung hidung (antara bibir) hingga ke pangkal jari-jari pertama sirip dorsal 5. Panjang batang ekor Jarak miring antara ujung dasar sirip dengan pangkal jari-jari tengah sirip caudal 6. Panjang hidung Jarak antara pinggiran terdepan hidung dengan sisi terdepan rongga mata 7. Panjang ruang antar Jarak antara pinggiran dari kedua rongga mata mata 8. Panjang kepala di Jarak antara pinggiran belakang dari ronga mata belakang mata 9. Panjang kepala di depan mata sampai pinggir belakang selaput keping tutup insang Jarak antara pinggiran depan dari rongga mata sampai bagian terdepan dari kepala 10. Panjang antara mata Jarak antara sisi rongga mata dengan sudut dengan preoperculum preoperculum 11. Panjang rahang atas Diukur dari ujung terdepan sampai ujung terbelakang tulang rahang atas 12. Panjang rahang bawah Diukur dari ujung terdepan sampai pinggiran terbelakang pelipatan rahang 13. Panjang dasar sirip Jarak antara pangkal jari-jari pertama dengan tempat dorsal selaput sirip di belakang jari-jari terkhir 14. Panjang dasar jari-jari keras sirip dorsal 15. Panjang dasar jari-jari lemah sirip dorsal Jarak antara pangkal jari-jari keras pertama sampai jari-jari keras terakhir sirip dorsal yang diukur melalui dasar sirip Jarak antara pangkal jari-jari lemah pertama sampai jari-jari lemah terakhir sirip dorsal yang diukur melalui dasar sirip 16. Panjang dasar sirip anal Jarak antara pangkal jari-jari pertama dengan tempat selaput sirip di belakang jari-jari terkhir 17. Panjang jari-jari keras sirip anal Jarak antara pangkal jari-jari keras pertama sampai jari-jari keras terakhir sirip anal yang diukur melalui dasar sirip 18. Panjang jari-jari lemah sirip anal Jarak antara pangkal jari-jari lemah pertama sampai jari-jari lemah terakhir sirip anal yang diukur melalui dasar sirip 19. Panjang sirip pektoral Jarak antara pangkal sirip hingga ujung terpanjang dari sirip pektoral 20. Panjang sirip ventral Jarak antara pangkal sirip hingga ujung terpanjang dari sirip ventral 21. Tinggi di bawah mata Jarak kecil antara pinggiran bawah rongga mata dengan rahang atas 22. Tinggi badan Diukur pada bagian ventral tertinggi antara bagian dorsal dengan bagian ventral 23. Tinggi batang ekor Diukur pada bagian batang ekor pada tempat yang terendah

28 Tabel 2. Lanjutan 24. Tinggi kepala Panjang garis tegak antara pertengahan pangkal kepala dengan pertengahan kepala sebelah bawah 25. Tinggi pipi Jarak tegak antara rongga mata dan pinggiran bagian depan pre operculum 26. Tinggi sirip dorsal Jarak tegak yang tertinggi antara pangkal sampai ujung sirip dorsal 27. Tinggi sirip anal Jarak tegak yang tertinggi antara pangkal sampai ujung sirip anal 28. Lebar badan Jarak lurus terbesar antara kedua sisi badan 29. Lebar kepala Jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup insang pada kedua sisi kepala 30. Lebar mata Panjang garis tengah rongga mata (diameter) 31. Lebar bukaan mulut Jarak antara kedua sudut mulut jika mulut dibuka selebar-lebarnya 32. Panjang dasar jari-jari keras sirip ventral 33. Panjang dasar jari-jari lemah sirip ventral Jarak antara pangkal jari-jari keras pertama sampai jari-jari keras terakhir sirip ventral yang diukur melalui dasar sirip Jarak antara pangkal jari-jari lemah pertama sampai jari-jari lemah terakhir sirip ventral yang diukur melalui dasar sirip Tabel 3. Karakter meristik No. Karakter meristik Penjelasan 1. Jumlah jari-jari sirip Jumlah jari-jari keras dan lemah sirip dorsal dorsal 2. Jumlah jari-jari sirip anal 3. Jumlah jari-jari sirip ventral 4. Jumlah jari-jari sirip pektoral 5. Jumlah jari-jari sirip caudal 6. Jumlah sisik pada garis rusuk (LL) 7. Jumlah sisik di atas garis rusuk (LL) 8. Jumlah sisik di bawah garis rusuk Jumlah jari-jari keras dan lemah sirip anal Jumlah jari-jari keras dan lemah sirip ventral Jumlah jari-jari sirip pektoral Jumlah jari-jari sirip caudal Sisik di belakang tutup insang sampai pada permulaan pangkal ekor Sisik pada permulaan sirip punggung miring ke bawah sampai ke garis rusuk Sisik pada pada permulaan sirip dubur miring ke atas ke depan sampai ke garis rusuk 9. Jumlah sisik di muka sirip dorsal Semua sisik yang dilalui oleh garis yang ditarik dari permulaan sirip dorsal sampai ke belakang kepala 10. Jumlah sisik pada pipi Jumlah baris sisik yang dilalui oleh garis yang ditarik dari mata sampai ke sudut preoperculum 11. Jumlah sisik sekeliling badan Jumlah semua sisik yang dilalui oleh garis sekelilng badan, tepat didepan sirip dorsal 12. Jumlah sisik sekeliling batang ekor Jumlah sisik yang dilalui oleh garis sekeliling batang ekor

29 D. Analisis data D.1. Analisis komponen utama Metode untuk menghitung perbedaan karakter morfometrik dari tiga populasi menggunakan analisis data yang dinamakan Analisis Komponen Utama (AKU). Ciri morfometrik yang diukur dari 3 buah populasi terdiri dari 33 karakter, dengan menggunakan AKU. Dimensi pengukurannya direduksi dengan mencari nilai komponen utama minimal 2 komponen. Teknik analisis multivarian ini digunakan untuk menganalisis data morfometrik yang telah ditransformasi. Pada prinsipnya Analisis Komponen Utama menggunakan pengukuran jarak Euclidean (jumlah kuadrat perbedaan antara individu untuk variabel yang berkoresponden pada data) (Lebart, et al., 1988 dalam Rachmawati 1995). Jarak Euclidean diperoleh berdasarkan rumus : p d 2 (i, i ) = (X ij -X i j ) j=i Keterangan : i,i = 2 baris j = indeks kolom (bervariasi dari 1 sampai P) Tahapan dasar dalam AKU adalah mentransformasikan P karakter asal menjadi P karakter baru (komponen utama) yang berdimensi lebih kecil daripada dimensi karakter asal (Karson, 1982; Kerlinger, 1990 dalam Rachmawati 1995). Selanjutnya mencari indeks yang disebut komponen utama ke-1 atau sumbu utama ke-1 yang menunjukkan ragam individu maksimum. Kemudian dicari komponen utama atau sumbu ke-2 dengan syarat berkorelasi nihil dengan yang pertama dan memiliki ragam individu terbesar setelah komponen utama ke-1. proses ini berlanjut hingga memperoleh komponen utama ke-j. Dalam notasi matriks model komponen utama dituliskan sebagai berikut : Y = A X dimana X adalah vektor karakter asal dan A adalah matriks transformasi terhada karakter asal, sehingga diperoleh komponen utama Y. Matriks data berukuran P x N yang diperoleh dari pengukuran terhadap P karakter (X 1, X 2,..., X p ) dari contoh berukuran N individu adalah sebagai berikut: X 11 X 12 X 1p X 21 X 22 X 2p X = X n1 X n2 X np

30 Matriks S yang merupakan penduga tak bias bagi ragam data tersebut adalah : S = 1/N-1 (I (1/N)E) X Dimana E adalah matriks berukuran N x N. Matriks ragam peragam S mempunyai akar ciri akar ciri p dan mempunyai vektor ciri vektor ciri a 1, a 2,..., a p yang berbeda sesuai dengan akar cirinya. Komponen utama pertama merupakan kombinasi linier terbobot karakter asal yang menerangkan keragaman data terbesar : Y 1 = a 11 X 1 + a 21 X a p1 X p = a 1 X Vektor pembobot a 1 adalah akar ciri orogonal yang dipilih, sehingga keragaman komponen utama pertama menjadi maksimum. Komponen utama kedua adalah kombinasi linear terbobot karakter asal yang berkorelasi nihil dengan komponen utama pertama dan memaksimumkan sisa keragaman data setelah diterangkan oleh komponen utama pertama, yaitu : Y 2 = a 12 X 1 + a 22 X a p2 X p = a 2 X Vektor pembobot a 2 adalah vektor ciri ortogonal yang dipilih, sehingga keragaman komponen utama kedua maksimum dan bebas terhadap a 1 dari komponen utama pertama. Demikian selanjutnya hingga komponen utama ke-j yang dapat ditulis sebagai berikut : Y j = a 1j X 1 + a 2j X a pj X p Vektor pembobot aj dipilih sehingga : S 2 Y j = a j S aj Bernilai maksimum dengan syarat : a j a j = 1 untuk j = 1, 2,..., P a i a j = 0 untuk i j sehingga Y i dan Y j berkorelasi nihil. Sebelumnya untuk menghilangkan pengaruh satuan pengukuran, karakter-karakter morfometrik tersebut ditransformasi kedalam bentuk karakter baku Z. Selanjutnya komponen utama dapat diturunkan dari matriks korelasi R. Untuk melihat hasil analisis dapat menggunakan program Excel stat dan Minitab (Doherty dan McCarthy, 2004). Adapun Langkah penggunaan software ini kita memasukkan data 34 karakter morfometrik ikan pada kolom C pada worksheet

31 program minitab. Selanjutnya masukkan semua data ukuran morfometrik ikan yang diperoleh dari semua stasiun, masuk pada tool stat pilih (klik) multivariate, setelah itu pilih Principal Component. Blok semua data yang ada kemudian pilih select. Pada bagian graph, klik semua komponen grafik yang ingin di tampilkan. Lalu pilih kolom C tertentu untuk menyimpan hasil data eigenvalue dan PC apakah 2, 3 atau lebih, lalu klik OK. Apabila ditemukan koefisien komponen memiliki tanda yang sama (positif semua atau negatif semua) hal ini mengindikasikan adanya variasi ukuran dan apabila ditemukan komponen memiliki kedua-duanya tanda positif dan negatif ini menunjukkan adanya indikasi variasi bentuk dari ikan (Doherty dan McCarthy, 2004). D.2. Analisa karakter meristik Untuk menganalisis karakter meristik digunakan analisa perbandingan dengan membandingkan karakter meristik yang sudah ada dalam literatur atau penelitian sebelumnya dengan karakter meristik yang dihitung. Teknik perbandingan yang digunakan adalah membandingkan jumlah dan kisaran jumlah karakter meristik ketiga unit populasi yang dihitung dengan kisaran meristik dari literatur. Dari hasil perbandingan akan terlihat jarak kisaran ukuran karakter meristik yang dihitung dengan literatur. Literatur yang digunakan adalah dari Talwar dan Jhingran (1991) dalam Bloch (1792) dan Kottelat, et al., (1993).

32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dinamika habitat dan komposisi tangkapan ikan betok Hasil tangkapan ikan betok menunjukkan jumlah terbanyak pada bulan desember dengan jumlah 161 ekor dengan proporsi terbesar diberikan oleh stasiun 1 (rawa) sebanyak 78 ekor dan terkecil stasiun 2 (sungai). Dari sisi ukuran, rata-rata panjang tertinggi untuk ikan betok mencapai cm juga diperoleh pada bulan desember dari stasiun 2 (sungai) (tabel 4). Diduga hal ini terjadi karena tinggi muka air yang maksimal pada musim penghujan terjadi pada bulan desember, hal ini juga didukung data tinggi muka air dari penelitian Mustakim (2008). Saat musim penghujan ikan mengadakan ruaya secara lateral dari danau, sungai (lubuk), dan lebung menuju ke paparan banjiran mengikuti pola pergerakan air (Utomo & Asyari 1999; Welcomme, 1979 dalam Utomo dan Samuel, 2005). Berdasarkan penelitian dari Mustakim (2008) pada bulan desember ikan betok banyak yang matang gonad. Hal ini dikarenakan paparan banjiran berupa rawa (lebak, hutan dan rawa) merupakan daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan. Ikan sepat siam, betok, tembakang, mengadakan pemijahan di rawa lebak yang banyak vegetasi kumpe (graminae). Vegetasi rawa berfungsi sebagai tempat mencari makan. Pakan alami yang tersedia adalah perifiton (yang menempel pada daun, batang, dan ranting), molusca, dan serangga air yang banyak terdapat pada serasah daun. Menurut Hoedemann, 1969 dalam habitat utama ikan betok ketika dewasa yaitu perairan yang berarus kecil, persawahan, dan rawa (kolam berlumpur-muddy pools). Sampel ikan yang tertangkap di perairan rawa memiliki jumlah yang lebih banyak dan ukuran yang cenderung lebih besar dan variatif dibanding dua stasiun lainnya ketika bulan November (tinggi muka air belum maksimal), akan tetapi ketika bulan desember (tinggi muka air maksimal) jumlah ikan yang tertangkap di ketiga stasiun hampir sebanding jumlah dan ukurannya. Dari komposisi hasil tangkapan selama penelitian diketahui perairan rawa merupakan habitat utama ikan betok. Ikan betok tergolong omnivora yang cenderung karnivor (sehingga keberadaan serangga air mendukung proses makan sehingga ikan beruaya. Hal ini sesuai dengan pengamatan Jayaram (1981), Talwar dan Jhingran (1991) dalam dan Mustakim (2008) terhadap kebiasaan makan ikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi

I. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : April ISSN :

J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : April ISSN : AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Studi Karakter Morfometrik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai dari bulan Agustus 2011

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai dari bulan Agustus 2011 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai dari bulan Agustus 2011 hingga April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Juyeuw, DAS Tulang

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

KAJIAN BIOLOGI IKAN TEMBAKANG (Helostoma temminckii) DI RAWA BAWANG JUYEUW KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT ABSTRAK

KAJIAN BIOLOGI IKAN TEMBAKANG (Helostoma temminckii) DI RAWA BAWANG JUYEUW KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 Komunikasi Ringkas KAJIAN BIOLOGI IKAN TEMBAKANG (Helostoma temminckii) DI RAWA BAWANG JUYEUW KABUPATEN TULANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN PAPUYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN PAPUYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN PAPUYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) 4i 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Spesies 2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANGGA ALAN SURAWIJAYA C02499069 SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT Oleh : IRWAN NUR WIDIYANTO C24104077 SKRIPSI

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Standar Nasional Indonesia ICS 65.150 Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BEJE SEBAGAI KOLAM PRODUKSI DILAHAN RAWA LEBAK ABSTRAK

BEJE SEBAGAI KOLAM PRODUKSI DILAHAN RAWA LEBAK ABSTRAK BEJE SEBAGAI KOLAM PRODUKSI DILAHAN RAWA LEBAK Rupawan Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang ABSTRAK Beje adalah kolam yang dibuat di daerah rawa banjiran berfungsi untuk mengumpulkan dan penangkapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2014. Pengambilan sampel ikan wader dilakukan di 5 Kecamatan yang ada di Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829) ikan tembakang (Helostoma temminckii) memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829) ikan tembakang (Helostoma temminckii) memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829) ikan tembakang (Helostoma temminckii) memiliki taksonomi sebagai berikut: Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata :

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Jifi Abu Ammar, Muhammad Mukhlis Kamal, Sulistiono Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar tahun silam (Alloway et al., 2004). Danau ini terletak di Sumatera

I. PENDAHULUAN. sekitar tahun silam (Alloway et al., 2004). Danau ini terletak di Sumatera 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang terbentuk oleh erupsi vulkanis sekitar 52.000 tahun silam (Alloway et al., 2004). Danau ini terletak di Sumatera Barat pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Hamilton (1822) in www.fishbase.org (2009): Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN

IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN Ikan Dui Dui... di Danau Towuti Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN Safran Makmur 1), Husnah 1), dan Samuel 1) 1)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA NIRWANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL INDUK PENJENIS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU

PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU PENGAMATAN FEKUNDITAS IKAN MOTAN (Thynnichthys polylepis) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DARI WADUK KOTO PANJANG, PROVINSI RIAU Burnawi Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk Standar Nasional Indonesia Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir memiliki lebar maksimal 20 meter dan kedalaman maksimal 10 meter.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan hias merupakan satu komoditas ekonomi non migas yang potensial dengan permintaan semakin meningkat baik di dalam maupun di luar negri (Dewontoro, 2001). Keindahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6135 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU DAN INDUK IKAN NILA BETINA KUNTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6488.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU KEPUTUSAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan varietas serta menambah sumber plasma nutfah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci