MASIH PERLUKAH WTO BAGI NEGARA BERKEMBANG. - Zulkarnain Sitompul - Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MASIH PERLUKAH WTO BAGI NEGARA BERKEMBANG. - Zulkarnain Sitompul - Abstrak"

Transkripsi

1 MASIH PERLUKAH WTO BAGI NEGARA BERKEMBANG - Zulkarnain Sitompul - Abstrak WTO mengambil alih peranan GATT bertujuan memelihara sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas. Prinsip-prinsip dasar perdagangan barang yang diatur oleh GATT yaitu protection to domestic industry through tariffs dan binding of tariffs, bagi negara-negara berkembang dapat meningkatkan perdagangan namun di pihak lain juga dapat merusak industri domestik. Sistem multilateral berdasarkan WTO telah memperluas akses pasar sehingga memungkinkan dunia ketiga memasuki kesempatan perdagangan baru. Dengan bergabung ke dalam organisasi internasional, negara-negara berkembang secara bersama-sama dapat menghadapi negara maju. Atau dengan kata lain akan lebih mudah untuk menghadapi negara maju secara multilateral jika dibandingkan dengan menghadapinya secara bilateral. A. PENDAHULUAN Januari 2004 World Trade Organization (WTO) genap berusia 9 tahun. Optimisme kuat pada awal pendiriannya seolah kelihatan memudar. Memudarnya optimisme tersebut tentunya dapat dimengerti paling tidak karena dua hal. Pertama, kegagalan Pertemuan Tingkat Menteri (Ministerial Meeting) WTO dalam kerangka Doha Round di Cancun, Mexico September Kedua, kegagalan ini merupakan kegagalan kedua Ministerial Meeting dalam lima tahun terakhir. Kegagalan pertama terjadi di Seattle tahun Dua kegagalan ini tentunya menimbulkan kekhawatiran terhadap kelangsungan sistem perdagangan multilateral yang diatur WTO. Tambahan pula, kegagalan pertemuan Cancun tersebut tragisnya dirayakan oleh banyak negara berkembang. Kegagalan pertemuan tersebut pada dasarnya bukan disebabkan oleh persoalanpersoalan prinsip ataupun kalkulasi cerdas. Tetapi lebih karena sinisme, delusi dan inkompetensi. Padahal akibat kegagalan tersebut dapat menciptakan kondisi lebih buruk terutama bagi negara-negara berkembang. Menurut World Bank keberhasilan Doha Round akan meningkatkan pendapatan dunia sebesar lebih dari USD 500 miliar pada tahun 2015 yang lebih 60% di antaranya akan dinikmati oleh negara miskin dan akan mengangkat 144 juta 1 Doha Round diluncurkan pada November 2001 di Doha, Qatar dan dijadwalkan selesai pada 31 Desember Doha Round merundingkan beberapa agenda yaitu penurunan subsidi pertanian, penurunan tarif produk pertanian, penghilangan subsidi ekspor produk pertanian, penurunan tarif produk industri khususnya yang menjadi kepentingan negara miskin seperti tekstil, liberalisasi perdagangan jasa dan membicarakan isu-isu baru seperti kompetisi, investasi, tranparansi dalam government procurement dan trade facilitation. Isu baru ini dikenal dengan Singapore isues. orang dari garis kemiskinan. Manfaat yang diperoleh negara-negara miskin dari Doha Round dihasilkan dari perdagangan antarnegara-negara miskin tersebut. Oleh karena itu, kegagalan pertemuan di Cancun itu dikhawatirkan akan menghilangkan keuntungan yang bakal diperoleh negara-negara miskin tersebut. 2 WTO yang saat ini beranggotakan 148 negara berdiri sebagai hasil Perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round). Putaran Uruguay yang diselenggarakan dalam kerangka General Agreement on Tariff and Trade (GATT) merupakan putaran perundingan yang berbeda dengan putaran-putaran perundingan sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain adalah keterlibatan aktif negara-negara berkembang dalam penyusunan aturan main sistem perdagangan multilateral dan juga perundingan mengenai akses pasar (market access). Pada tujuh putaran perundingan sebelumnya, negara berkembang hanya terlibat dalam pembahasan mengenai pemberian kemudahan untuk masuk ke pasar negara maju. 3 Perundingan Putaran Uruguay berlangsung bersama 7 tahun dimulai di Punta del Este, Uruguay pada tahun 1986 dan berakhir di Marakesh, Maroko 15 April Perundingan ini selain mendirikan WTO, juga mengeluarkan suatu dokumen dengan nama Final Act yang mulai berlaku pada 1 Januari WTO yang mengambil alih peranan GATT bertujuan memelihara sistem 2 "Cancun s Charming Outcome", The Economist, September, 20th -26th 2003, hal Will Martin dan L. Alan Winters, "The Uruguay Round: a Milestone for the Developing Countries", dalam Will Martin dan L. Alan Winters (Ed.), The Uruguay Round and the Developing Countries, (Cambridge: University Press, 1996), hal.1 49

2 perdagangan internasional yang terbuka dan bebas. Organisasi ini, meskipun dapat diperdebatkan, merupakan organisasi paling penting jika dibandingkan dengan organisasi internasional lainnya. Alasannya adalah WTO mempunyai misi yang sangat jelas dan tindakan serta aturan yang dikeluarkannya berlaku sama bagi setiap negara anggota, tanpa membedakan negara berkembang atau maju. 4 Di samping itu WTO juga bertanggung jawab atas implementasi ketentuan multilateral tentang perdagangan internasional yang terdiri dari tiga perangkat hukum utama dan mekanisme penyelesaian sengketa yaitu: a. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan perjanjian terkait. GATT berlaku untuk perdagangan barang (trade in goods); b. General Agreement on Trade in Services (GATS) yang berlaku untuk perdagangan jasa (trade in services); c. Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Propery Rights (TRIPS); dan d. Dispute Settlement Understanding (DSU). Perjanjian-perjanjian ini merupakan annex dari perjanjian pendirian WTO yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1994 sehingga telah menjadi hukum nasional. B. PRINSIP-PRINSIP DALAM WTO 1. Perdagangan Barang (GATT) Kebijakan yang mempengaruhi perdagangan dapat dibedakan menjadi Pertama, kebijakan yang mendiskriminasi antara produk domestik dan produk asing atau antara produk yang dijual di dalam negeri dengan produk yang dijual di luar negeri. Kedua, kebijakan yang mendiskriminasi antara produk dengan katagori yang berbeda tanpa mempertimbangkan asal maupun tujuan produk. Kebijakan yang pertama disebut dengan kebijakan perdagangan dan yang kedua disebut dengan kebijakan domestik. Aturan main GATT pada dasarnya ditujukan untuk menurunkan hambatan antara pasar, bukan harmonisasi kondisi kompetitif pasar. Dengan demikian aturan main tersebut pada prinsipnya dikenakan untuk kebijakan perdagangan dan membiarkan negara anggota bebas menerapkan kebijakan domestiknya. 5 4 "Trade Post", The Economist, March , hal Frieder Roesler, Diverging Domestic Policies and Multilateral Trade Intergration, dalam Jagdish N. Bhagwati dan Robert E. Hudec (Ed.), Fair Trade and 50 Tujuan dasar GATT adalah menciptakan sistem perdagangan liberal dan terbuka di mana dunia bisnis dari masing-masing negara anggota dapat bersaing secara adil (fair) dan tanpa distorsi. Prinsip-prinsip dasar perdagangan barang yang diatur dalam GATT adalah: a. Protection to domestic industry through tariffs. Meskipun GATT berpihak pada perdagangan bebas, namun negara anggota dapat memproteksi industri dalam negerinya dari pihak asing. Akan tetapi proteksi tersebut harus diberikan serendah mungkin dan dilakukan dalam bentuk tarif. Penggunaan pembatasan kuantitas (quantitative restrictions) seperti kuota tidak diperbolehkan kecuali dalam situasi terbatas tertentu. b. Binding of tariff. Negara anggota diminta menurunkan dan apabila memungkinkan menghilangkan proteksi bagi industri dalam negeri dengan cara menurunkan tarif dan menghilangkan hambatan lainnya. Tarif yang telah diturunkan diwajibkan untuk terus diturunkan dan penurunan tarif tersebut harus didaftarkan pada GATT sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari GATT legal system. Secara rata-rata penurunan tarif pada awal berdirinya WTO turun menjadi: 6 - negara maju dari 6,3% menjadi 3,8% - negara berkembang dari 15,3% menjadi 12,3% dan - negara transisi ekonomi dari 8,6% menjadi 6% c. Most-favoured-nation (MFN) treatment. Prinsip ini merupakan dasar pelaksanaan prinsip non-diskriminasi. Berdasarkan prinsip ini, tarif dan persyaratan perdagangan lainnya yang ditetapkan oleh suatu negara harus diterapkan tanpa diskriminasi bagi seluruh negara anggota WTO. d. National treatment rule. Prinsip ini melarang adanya perbedaan perlakuan antara produk impor dan produk domestik baik dalam hal peraturan maupun pajak. Dengan demikian suatu negara tidak dibenarkan mengenakan pajak lebih tinggi terhadap produk impor dibandingkan dengan pajak untuk produk domestik. Harmonization Prerequisites for Free Trade?, Vol.2: Legal Analysis, (Cambridge: The MIT Press, 1996), hal International Trade Centre UNCTAD/WTO, Business Guide to the Uruguay Round, (Geneva: 1996), hal.16 Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005

3 Disadari bahwa bagi negara-negara berkembang berlakunya prinsip-prinsip di atas di samping dapat meningkatkan perdagangan namun di pihak lain juga dapat merusak industri domestik. Untuk itu GATT menyediakan jalan keluar antara lain berupa ketentuan safeguard. Ketentuan safeguard terdiri dari tindakan darurat untuk melindungi kerugian serius yang diderita industri dalam negeri akibat impor. Setiap negara anggota berhak untuk menerapkan ketentuan safeguard tanpa memerlukan persetujuan secara eksplisit oleh anggota lainnya. Meskipun penerapan safeguard harus tunduk kepada persyaratanpersyaratan tertentu. Misalnya hanya boleh diterapkan apabila produk-produk impor mengancam kelangsungan hidup industri domestik. 7 Pemberlakuannya juga harus memenuhi prosedur tertentu yaitu: Pertama, hanya dapat diterapkan setelah dilakukan investigasi dan keputusan bahwa telah terjadinya kerugian (injury). Kedua, investigasi harus dilaksanakan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan dan diumumkan kepada masyarakat. Ketiga, lembaga yang melakukan investigasi harus mengumumkan secara rinci temuannya dan kaitannya dengan hukum yang berlaku. 8 Pada perdagangan barang, terdapat beberapa ketentuan yang membenarkan anggota untuk melakukan "penyimpangan" dari ketentuan yaitu dalam hal: 1) kompetisi impor yang curang (unfair), dengan cara pengenaan anti-dumping duties dan coutervelling duties. 2) kompetisi impor yang tidak curang (fair), akan tetapi jumlah impor meningkat dengan pesat sehingga dapat membahayakan industri dalam negeri, dengan menggunakan ketentuan tentang emergency protection. 9 Di samping penyimpangan di atas anggota juga boleh melakukan pembatasan impor, baik jumlah maupun nilai, apabila anggota tersebut mengalami kesulitan neraca pembayaran. Penyimpangan harus dilakukan dengan cara: 1) menghindari kerusakan yang tidak perlu terhadap kepentingan komersial atau ekonomi anggota lain; 2) tidak diberlakukan secara tidak rasional yaitu mencegah impor barang dalam jumlah komersial minimum sehingga dapat merusak jalur perdagangan reguler; 3) tidak menerapkan pembatasan yang 7 J. Michael Finger, "Legalized Backsliding: Safeguard Provision in GATT", dalam Will Martin dan L. Alan Winters (Ed.), Op.cit. hal Ibid, hal Ibid., hal mencegah impor contoh barang atau mencegah impor dalam rangka patent, trade mark, copyright. 2. Perdagangan Jasa (GATS) Perdagangan jasa diatur dalam General Agreement on Trade in Services (GATS). Tujuan dibentuknya GATS ditegaskan dalam Deklarasi Punta del Este, yaitu untuk membentuk suatu kerangka multilateral dari prinsip dan aturan tentang perdagangan jasa. 10 Secara garis besar GATS berisikan dua kumpulan kewajiban yaitu: Pertama, kumpulan kewajiban tentang konsep, prinsip dan aturan yang berlaku bagi seluruh kebijakan (measures) yang mempengaruhi perdagangan jasa. Kedua, kumpulan tentang kewajiban khusus hasil negosiasi yang merupakan komitmen yang berlaku untuk sektor jasa dan subsektor jasa yang terdaftar pada Schedule of Commitment (SOC) negara anggota. 11 Kedua komponen ini merupakan satu kesatuan yang berlaku dan mengikat seluruh anggota WTO. Kumpulan pertama berisikan kewajiban umum yang beberapa di antaranya berlaku untuk seluruh sektor jasa (misalnya prinsp mostfovared nation dan transparansi) dan beberapa hanya berlaku untuk SOC. 12 Sedangkan kumpulan kedua, berupa komitmen pembukaan akses pasar yang ditawarkan kepada anggota lain sebagai hasil perundingan. Secara lebih rinci GATS dapat dikelompokkan ke dalam 6 kelompok yaitu: 1. kewajiban umum yang berlaku kepada semua anggota; 2. kewajban khusus yang tercantum dalam SOC masing-masing anggota; 3. ketentuan pengecualian terhadap kewajiban; 4. isu-isu untuk perundingan mendatang; 5. annex dan keputusan menteri yang menjelaskan berbagai aspek GATS, dan 6. Masalah-masalah teknis, prosedural dan administratif. Dalam ketentuan umum diatur prinsipprinsip yang tidak jauh berbeda dengan prinsipprinsip yang diatur dalam GATT. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah: 1. most-favoured-nation treament (nondiscrimination); 10 GATT Activities 1986, An Annual Review of the Work of the GATT, (Geneva: June 1987), hal Bernard Hoekman, "The General Agreement on Trade in Services", dalam John H. Jackson et.al, Legal Problem of International Economic Relation, (St. Paul: West Publishing Co., 1995), hal MTN. GNS/W/164, 3 September 1993, hal 3. Lihat misalnya Pasal XI GATS tentang Payment and Transfers. 51

4 2. protection through specific commitment (termasuk market acces, national treatment dan additional commitment) 3. transparansi; 4. peningkatan paertisipasi negara sedang berkembang; 5. integrasi ekonomi; 6. liberalisasi bertahap; 7. keadaan darurat; 13 a. Ruang Lingkup Perjanjian Ruang lingkup perdagangan jasa ini diatur dalam Pasal I (1) GATS yang berbunyi "This Agreement applies to measures by member effecting Trade in Services". Measures adalah semua keputusan yang diambil oleh negara anggota baik dalam bentuk law, regulation, rule, procedure, desision, administrative action maupun dalam bentuk lainnya. 14 Measures itu dapat berupa tindakan atau bukan tindakan/berdiam diri (an omission to act) kalau ada kewajiban bertindak (duty to act). 15 Hal ini sejalan dengan doktrin ilmu hukum bahwa tindakan itu dapat aktif dan pasif. Orang yang berdiam diri dapat dianggap melakukan tindakan pelanggaran, kalau ada kewajiban untuk bertindak yang harus dilakukan 16 orang tersebut. Trade in Services adalah perdagangan jasa yang dilakukan dengan cara: I. Jasa yang diberikan dari suatu wilayah ke wilayah negara lainnya (Cross-border) misalnya jasa yang mempergunakan media telekomunikasi; II. Jasa yang diberikan dalam suatu wilayah negara pada konsumen dari negara lain 13 Bandingkan dengan Oliver Long, Law and Its Limitation in the GATT Multilateral System, (Bordrecht: Graham & Trotman/Matinus Nijhoff, 1987), hal pasal XXVIII (a) GATS 15 Multilateral Trade Negotiation Group of Negotitoan on Services ( MTN. GNS)/W/139, 15 October Dalam The 1988 Panel "Report on Japan - Trade in Semi-conductors (adapted on 4 May 1988) diputuskan bahwa suatu administrative guidance yang dikeluarkan oleh pemerintah meskipun dikatakan sebagai non-mandatory dan nonlegally binding dikatagorikan sebagai measures apabila administrative guidance itu diikuti dengan insentif atau disinsentif dari Pemerintah dalam pelaksanaannya.sedangkan dalam The 1987 Panel Report on "United States - Taxes on Petroleum and Certain Imported Substances (adopted on 17 June 1987) dijelaskan bahwa suatu ketentuan yang mewajibkan Pemerintah untuk mengambil tindakan dianggap sebagai measure akan tetapi suatu ketentuan yang memberikan kekuasaan kepada Pemerintah untuk mengambil tindakan tidaklah dianggap sebagai measures. Genaral Agreement on Tariff and Trade, Guide To GATT Law and Practice, 6th Edition, (Geneva, 1994), hal. 288 dan hal (consumption abroad) misalnya turisme; III. Jasa yang diberikan melalui kehadiran badan usaha suatu negara dalam wilayah negara lain (commercial presence) misalnya pembukaan kantor cabang bank asing; IV. Jasa yang diberikan oleh warga negara suatu negara dalam wilayah negara lain (presence of natural person) misalnya jasa konsultan, pengacara, dan akuntan. 17 Dengan demikian terlihat bahwa cakupan perdagangan jasa yang diatur oleh GATS ini relatif luas dan universal. Sementara itu pengertian jasa adalah meliputi semua sektor jasa, kecuali jasa yang dilakukan dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan, artinya setiap jasa yang dilaksanakan tidak dengan maksud komersial atau akan bersaing dengan pemasok jasa lainnya misalnya otoritas moneter dalam menetapkan nilai tukar. 18 b. Beberapa Aturan Pokok GATS Prinsip-prinsip perdagangan jasa yang diatur dalam GATS mengambil prinsip perdagangan barang sebagaimana diatur dalam GATT yaitu: 1) Most Favoured-Nation Treatment (MFN) MFN adalah suatu kemudahan yang diberikan kepada suatu negara juga harus diberikan untuk negara lain. MFN ini merupakan prinsip utama di dalam perdagangan barang (GATT) yang juga dipakai dalam perdagangan jasa (GATS). MFN atau dikenal juga dengan prinsip nondiskriminasi merupakan suatu kewajiban umum (general obligation) dalam GATS. Kewajiban ini bersifat segera (immediatelly) dan otomatis (unconditionnally). Dalam pengaturan tentang MFN pada Pasal II paragraf 1 GATS dipergunakan perumusan "...each Member shall accord immediately and unconditionally to services suppiers of any other Member. "treatment no less favourable" than it accords to like services and services suppliers of any other country Bank Indonesia, Sekilas tentang Perjanjian Umum Perdagangan Jasa (General Agreement on Trade in Services, (Jakarta: November 1994), hal (Pasal I (b) dan (c) ) GATS 19 Istilah treatment no less favourable juga digunakan didalam Pasal XVI tentang Market Acces dan Pasal XVII tentang National Treatment. Perbedaannya ialah dalam MFN treatment no less favourable yang dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadap services supplier dari suatu negara dengan negara lainnya sedngkan dalam national treatment yang dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadap domestic services supplier dengan foreign service supplier. Sedangkan dalam market aacces pengertiannya adalah perlakuan yang diberikan terhadap foreign services supplier oleh suatu negara harus sesuai dengan Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005

5 Dengan demikian suatu anggota dapat memberikan perlakuan yang lebih baik atas suatu sektor jasa kepada suatu atau beberapa anggota dibandingkan dengan yang diberikan kepada anggota lain sepanjang anggota lain tersebut diperlakukan minimal sesuai dengan yang dicantumkan dalam SOC. Akan tetapi suatu negara tidak dibenarkan untuk memberikan perlakuan yang lebih sedikit dari yang dicantumkan dalam SOC kepada suatu atau beberapa anggota (misalnya berdasarkan asas resiprositas). 20 2) Protection Through Specific Commitments Dalam perdagangan barang anggota WTO mempunyai 4 kewajiban utama yaitu: Pertama, memberlakukan trade barrier secara nondiskriminasi. Kedua, membatasi tarif pada tingkat yang ditetapkan dalam tariff schedules. Ketiga, membatasi penerapan other barrier dan keempat, menyelesaikan sengketa dengan cara konsultasi dan proses penyelesaian sengketa khusus. 21 Dalam perdagangan jasa, proteksi dengan menggunakan pembatasan dengan tarif tersebut tidak bisa dilaksanakan, karena jasajasa itu sendiri, mengingat sifatnya yang abstrak, masuk ke suatu wilayah tidak melalui pelabuhan (customs), sehingga tidak dapat dihambat melalui tarif. Oleh karena itu proteksi yang dapat dilakukan dalam pedagangan jasa adalah dalam bentuk SOC yang dibuat masingmasing negara sesuai dengan keadaan negara tersebut yang kemudian dirundingkan dengan mitra dagangnya. SOC pada hakikatnya mengandung suatu "reservatioan", artinya negara yang membuat SOC tersebut tunduk pada ketentuan GATS dengan disertai suatu kondisi, pembatasan dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam komitmennya itu. 22 persyaratan dan pembatasan yang tercantum di dalam schedule of commitments negara itu. 20 MTN.GNS/W/164. tanggal 3 September Barry E. Carter and Phillip R. Trimble, International Law, (.: Little Brown and Company: 1991), hal SOC ini diatur pada Bagian III yang terpisah dari Bagian II GATS yang merupakan general obligations. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa schedule of commitments bukan merupakan automatic obligation, akan tetapi merupakan suatu specifif obligation. Artinya yang menjadi kewajiban adalah sesuai dengan yang tercantum dalam SOC negara yang bersangkutan. Dalam Bagian III GATS (Specific Commitments) dikenal 3 macam komitmen yaitu: komitmen market access;komitmen national treatment;additional commitments. Ketiga macam komitmen ini digabung menjadi satu dalam SOC dari masing-masing negara. SOC dari masing-masing negara sesuai dengan pasal XX paragraf 3 menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari GATS. Dengan Dengan SOC ini tercermin juga suatu prinsip, yaitu prinsip liberalisasi dalam perdagangan jasa dilakukan secara bertahap (progressive leberalization) sesuai dengan keadaan dan kemampuan negara masingmasing. i) Transparansi Asas transparansi diatur dalam Pasal III GATS yang mewajibkan semua anggota mempublikasikan semua peraturan perundangundangan, pedoman pelaksanaan, serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara pelaksanaan, serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak pada pelaksanaan GATS. Di samping itu juga diwajibkan untuk memberitahukan Council for Trade Services (salah satu "badan" dalam WTO) atas setiap perubahan atau dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang baru yang berdampak pada perdagangan jasa yang dicantumkan dalam SOC. Pemberitahuan ini minimal dilakukan sekali dalam setahun. Kewajiban lainnya yang dilaksanakan oleh semua anggota adalah pembentukan "enquiry point". Enquiry point ini berfungsi sebagai pusat informasi yang menyediakan informasi spesifik bagi setiap anggota mengenai seluruh masalah tentang perdagangan jasa. Enquiry point ini sudah harus berdiri paling lambat 1 Januari ii) Peningkatan Partisipasi Negara Sedang Berkembang (Development Country) Secara prinsip sistem WTO tidak membedakan antara negara maju dan negara berkembang. Namum demikian dalam kondisikondisi tertentu kepada negara berkembang diberikan perlakuan khusus. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan khusus yang diberikan kepada negara sedang berkembang dalam penyampaian SOC. Penyampaian SOC ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menjadi original member WTO (Pasal 11 WTO). Kepada negara sedang berkembang (least developing country), Indonesia tidak termasuk kriteria ini, diberikan waktu sampai dengan April 1995, sedangkan untuk negara lainnya batas waktu penyerahan adalah 15 Desember Di samping itu kepada negara sedang berkembang juga diberi kemudahan dalam rangka meningkatkan partisipasinya melalui perundingan SOC yang menyangkut: demikian, SOC tersebut mengikat bagi negara yang membuatnya. 23 Heru Soepraptomo, "Aspek Hukum dan Kelembagaan Hasil Perundingan Putaran Uruguay" (Seminar memasyarakatkan Hasil Perundingan Uruguay tanggal 2, 9, dan 10 November 1994), Bank Indonesia, hal

6 1) peningkatan kapasitas jasa dalam negeri dan efisiensi serta daya saing sektor jasa dalam negeri antara lain melalui akses kepada teknologi secara komersial; 2) perbaikan akses terhadap jaringan distribusi dan informasi; dan 3) liberalisasi akses pasar untuk sektor-sektor dan cara pemasokan yang menjadi kepentingan bagi ekspor negara bekembang (Pasal IV (1) GATS). Kepada negara berkembang diberikan fleksibilitas yang cukup untuk membuka sektor yang lebih sedikit, melakukan liberalisasi transaksi terbatas, melakukan perluasan akses pasar secara bertahap sejalan dengan kondisi pembangunannya. Selanjutnya dalam rangka membantu negara sedang berkembang, negara maju diwajibkan untuk mendirikan "contact point" untuk membantu negara berkembang dalam mengakses informasi mengenai pasar masingmasing negara maju. Informasi tersebut meliputi: 1) Aspek komersial dan teknis dari pemasok jasa; 2) Pendaftaran, pengakuan dan cara memperoleh kualifikasi profesional; dan 3) tersedianya teknologi jasa (Pasal IV (2) GATS). iii) Liberalisasi Bertahap Tujuan akhir dari GATS adalah menciptakan liberalisasi perdagangan jasa total di mana tidak ada hambatan sama sekali dalam arus peredaran jasa. Untuk mencapai tingkat seperti itu, cara yang ditempuh adalah secara bertahap, mengingat tidak samanya tingkat pertumbuhan masing-masing anggota WTO. Liberalisasi bertahap tersebut dilakukan dengan mewajibkan semua Anggota WTO untuk melakukan putaran negoisasi secara berkesinambungan yang dimulai paling lambat lima tahun sejak berlakunya perjanjian WTO (sejak 1 Januari 1995). Negosiasi tersebut harus dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan measures yang berdampak buruk terhadap perdagangan jasa. Meskipun demikian proses liberalisasi harus dilakukan dengan tetap menghormati kepentingan nasional dan tingkat pembangunan masingmasing 24 Dalam pada itu komitmen yang telah diberikan dalam rangka perundingan Putaran Uruguay, dan telah menjadi annex dari GATS, pada prinsipnya tidak boleh ditarik kembali, diubah atau dikurangi. Perbaikan hanya dimungkinkan apabila dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan komitmen. Penarikan dan atau perubahan komitmen yang diberikan hanya dapat dilakukan dengan pembayaran kompensasi kepada anggota yang dirugikan. 25 iv) Keadaan Darurat Escape clauses adalah ketentuan penting dalam suatu perjanjian internasional, baik multilateral seperti GATT, regional seperti ASEAN, bilateral atau umum (general) seperti Generalized System of Preferences for Developing Countries (GSP). Berbeda dengan exception (pengecualian), escape clause diberlakukan untuk kondisi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dengan kata lain pengecualian dilakukan untuk kesulitan yang dapat diperkirakan sebelumnya. Secara umum escape clause membolehkan suatu anggota, dalam kondisi tertentu, untuk sementara menghindar dari satu aspek perjanjian tanpa merusak tujuan dari perjanjian tersebut secara ke seluruhan. Escape clause dalam suatu perjanjian memberikan kepastian bagi penandatangan bahwa dalam situasi darurat, mereka dibenarkan untuk sementara menghindar dari komitmen yang telah diberikan. 26 Dalam GATS anggota dalam keadaan darurat juga dibenarkan untuk melakukan penyimpangan sementara dari komitmen yang diberikannya. Penyimpangan tersebut dapat dilakukan dalam hal kesulitan neraca pembayaran. Dalam kondisi seperti ini anggota diperkenankan melakukan pembatasanpembatasan di dalam perdagagan jasa yang telah dicantumkan dalam SOCnya. Pembatasan tersebut harus dilakukan dengan syarat: 1) tidak menimbulkan diskriminasi di antara sesama anggota; 2) konsisten dengan ketentuan IMF; 3) menghindarkan kerugian komersial, ekonomi, dan keuangan anggota lainnya; 4) tidak melebihi hal-hal yang perlu untuk mengatasi keadaan; 5) harus bersifat sementara dan dihapuskan secara bertahap. Tindakan pengamanan darurat selain kesulitan neraca pembayaran yang dapat dilakukan anggota, masih akan dirundingkan secara multilateral. Perundingan tersebut harus sudah dimulai paling lambat 3 tahun setelah berjalannya WTO. Hal ini untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk mempelajari kesulitan apa saja yang mungkin timbul setelah berjalannya GATS, mengingat perdagangan jasa belum pernah diatur sebelumnya. 24 Pasal XIX ayat (1) dan (2) GATS. Ketentuan dalam pasal XIX dapat digunakan oleh negara maju untuk menekan negara berkembang untuk melakukan perundingan selanjutnya Pasal XXI GATS. 26 David Robertson, GATT Rules for Emergency Protection, (London: Harvester Wheatsheaf, 1992), hal. 26 Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005

7 C. PENYELESAIAN SENGKETA Sistem dan prosedur penyelesaian sengketa secara umum diatur dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute atau lebih dikenal dengan singkatan DSU (Dispute Settlement Understanding) yang merupakan annex 2 dari Perjanjian WTO. Understanding ini berlaku untuk seluruh sengketa mengenai pelaksanaan perjanjian WTO beserta seluruh annexnya. Dalam GATS apabila suatu anggota merasa dirugikan akibat tindakan anggota lain meskipun tindakan anggota lain tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan GATS (nonviolation), anggota yang dirugikan dapat meminta agar diselesaikan berdasarkan DSU (nonviolation complaints). Upaya penyelesaian sengketa dilakukan oleh suatu badan yang disebut dengan Dispute Settlement Body (DSB). DSB mengatur, atau menyusun peraturan, prosedur, konsultasi dan ketentuan penyelesaian sengketa. DSB berwenang membentuk panel dan peradilan banding (Appellate Body). Hal yang sangat penting untuk dicatat adalah bahwa setiap keputusan DSB haruslah dilakukan secara konsensus tidak dengan voting. Dalam praktik GATT, konsensus berarti tidak ada satu pun peserta yang hadir secara formal menolak. Adapun cara penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh para pihak untuk menyelesaikan sengketa adalah sebagai berikut: a. Konsultasi Sistem penyelesaian sengketa yang diatur dalam DSU mengutamakan dilakukannya konsultasi di antara negara yang bersengketa. Konsultasi harus dilakukan dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan permintaan konsultasi. Jika 60 hari setelah permohonan konsultasi tidak tercapai penyelesaian, pihak penggugat dapat meminta agar dibentuk Panel. b. Panel Apabila sengketa diselesaikan oleh panel, maka dalam waktu 6 bulan panel harus menyelesaikan pekerjaannya. Waktu 6 bulan ini apabila dipandang perlu dapat diperpanjang 3 bulan lagi. Keputusan panel dapat dimintakan banding ke Appellate Body. Proses pemeriksaan banding paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal salah satu pihak secara formal mengajukan banding. c. Alternatif Lain Para pihak yang bersengketa juga dapat memilih alternatif selain kecuali panel, dalam menyelesaikan sengketanya yaitu melalui jasa baik (good offices), konsiliasi (conciliation), dan mediasi (mediation) serta arbitration. Permintaan untuk menggunakan alternatif ini dapat dimulai dan di akhiri setiap saat dan apabila dianggap gagal para pihak dapat langsung meminta agar dibentuk panel. Di samping alternatif di atas, terdapat alternatif lain yang khusus berlaku apabila penggugat adalah negara sedang berkembang yaitu menggunakan prosedur yang diatur dalam keputusan Contracting Party GATT tanggal 5 April Prosedur ini memungkinkan negara sedang berkembang meminta jasa baik direktur jendral dan prosedur panel yang mempersingkat jangka waktu penyelesaian sengketa. Selama konsultasi negara-negara anggota WTO harus memberikan perhatian khusus kepada masalah-masalah khusus yang menjadi kepentingan negara berkembang. Jangka waktu konsultasi juga dapat diperpanjang dengan maksud memberikan kesempatan kepada negara berkembang untuk mempersiapkan dan mempresentasikan argumentasinya. Dalam hal sengketa terjadi antara negara berkembang dengan negara maju, negara berkembang dapat meminta agar paling tidak satu panelis berasal dari negara berkembang. D. MANFAAT BAGI NEGARA BERKEMBANG Konsep pemberian perlakuan khusus bagi negara berkembang telah dimulai sejak mulai berdirinya GATT-1947 dan mencapai puncaknya pada pertengahan 1950-an pada saat banyak negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaannya. Ada dua jenis perlakuan khusus yaitu: Pertama, akses atas pasar negara-negara kaya melalui perlakuan tarif khusus. Kedua, pengecualian terhadap ketentuan GATT. 27 Namun demikian perekonomian negara-negara berkembang dan terutama negara miskin bercirikan kelemahan struktural dan hambatan-hambatan produksi sehingga menjadi hambatan untuk ekspansi produk-produk primer dan produk nontradisional. Banyak studi memperlihatkan bahwa beberapa faktor berikut memainkan peranan penting dalam menentukan respons suatu perekonomian terhadap kesempatan pasar. Pertama, makro-ekonomi dan kebijakan sektoral. Kedua, dukungan sumberdaya alam dan tenaga kerja. Ketiga, infrastruktur keuangan, teknologi, dan fisik. Keempat, institusi, penegakan hukum, dan etika Bernard Hoekman dan Michel Kostecki, The Political Economy of the World Trading System From GATT to WTO, (Oxford: Oxford University Press, 1996), hal United Nations Conference on Trade and Development, Strengthening the Participation of Developing Countries in World Trade and the Multilateral Trading System, (Geneva, 1996), hal

8 Kelemahan-kelemhan tersebut tentunya dapat menghambat negara-negara berkembang beradaptasi dengan sistem multilateral. Hal ini memicu pertanyaan di kalangan negara berkembang. Manfaat apa yang dapat diperoleh dengan hadirnya WTO. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa sistem multilateral berdasarkan WTO telah memperluas akses pasar sehingga memungkinkan dunia ketiga memasuki kesempatan perdagangan baru. Tujuan yang ingin dicapai dari penguatan aturan main internasional dalam kerangka WTO adalah untuk menjamin pasar tetap terbuka dan akses pasar tidak diganggu secara tiba-tiba dengan dikeluarkannya aturan tentang pelarangan atau pembatasan impor. Dalam mengkaji kepentingan negara berkembang terhadap sistem perdagangan multilateral yang diatur dalam WTO tidak ada salahnya menyimak pandangan Duta Besar Uni Eropa pada putaran perundingan Uruguay. Duta Besar Tran van Tinh menyatakan bahwa negara maju yang tergabung dalam Uni Eropa masih dapat berkembang tanpa sistem multilateral. Sebaliknya, negara berkembang akan menghadapi lebih banyak kesulitan tanpa sistem multilateral. Amerika Serikat dan Jepang juga memiliki sikap yang sama dengan Uni Eropa. 29 Pandangan negara-negara ini sejalan dengan pendapat World Bank seperti yang dikemukakan di awal tulisan ini. Sementara itu, manfaat bagi negara berkembang yang diberikan oleh sistem hukum perdagangan multilateral dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari kaca mata ekspotir dan kedua, dilihat dari sudut pandang importir. Bagi eksportir, pada perdagangan barang, hampir seluruh tarif di negara-negara maju dan sebagian besar tarif di negara berkembang dan negara transisi ekonomi dipastikan tidak akan mengalami kenaikan. Kepastian tidak akan adanya kenaikan tarif ini akan memperluas akses pasar dan terdapat jaminan bahwa akses pasar tersebut tidak akan dirusak oleh pembatasan yang diterapkan secara mendadak oleh negara pengimpor. Pada perdagangan jasa, negara anggota telah memberikan komitmen untuk tidak membatasi akses produsen jasa dan pemasok jasa asing sesuai dengan persyaratan dan pembatasan yang disusun dalam schedule of commitments. Adanya jaminan terhadap akses pasar yang mengikat secara hukum dapat membantu eksportir dalam membuat rencara investasi dan produksi yang akurat. WTO juga memberikan stabilitas bagi pasar eksportir dengan mewajibkan setiap 29 H.S. Kartadjoemena, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, (Jakarta: UI Press, 1997), hal negara anggota menerapkan ketentuan yang seragam tentang perbatasan (border). Negaranegara juga wajib menjamin bahwa aturan main tentang kepabeanan seperti aturan tentang pemeriksaan barang atau izin impor. Adanya keseragaman dimaksud menimbulkan efisiensi bagi eksportir karena mengurangi banyaknya perbedaan persyaratan diperlakukan oleh masing-masing negara. Bagi importir, yang mengimpor bahan mentah atau setengah jadi untuk diekspor, adanya ketentuan yang membolehkan melakukan impor tanpa adanya pembatasan kecuali tarif dan adanya keseragaman aturan akan menjamin kelangsungan usaha mereka. Aturan ini juga memberikan kepastian bagi importir bahwa mereka akan menerima barang pada waktunya dan dengan harga yang kompetitif. Di samping itu, adanya aturan tentang tarif yang mengikat membuat importir juga mengetahui dengan jelas berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menimpor suatu jenis barang. Di samping manfaat di atas, WTO menciptakan hak-hak tertentu yang berguna bagi anggota. Hak tersebut dapat dibagi dalam dua katagori. Pertama, hak produsen domestik dan importir terhadap pemerintah. Kedua, hak eksportir mempertahankan kepentingannya terhadap tindakan yang diambil oleh negara pengimpor yang merugikan. Sejumlah perjanjian mewajibkan negara anggota memberikan hak kepada produsen domestik dan importir. Dalam kaitan ini negara anggota diwajibkan mengatur hak-hak tersebut diatur dalam sistem hukum nasionalnya. Hakhak tersebut antara lain hak untuk mendapat penjelasan tertulis apabila Bea Cukai menolak nilai impor yang diberitahukan oleh importir. Dengan demikian importir dapat mengajukan bantahan terhadap penolakan tersebut. Di samping itu terdapat juga hak-hak tertentu yang penegakannya harus dilaksanakan oleh negara anggota dengan sungguh-sungguh (best endeavours). Dalam kaitan ini Agreement on Impor Licencing mensyaratkan agar izin impor dikeluarkan dalam waktu tertentu setelah permohonan diajukan. Contoh hak yang diberikan kepada eksportir adalah hak mengajukan bukti-bukti selama dilakukannya investigasi di negara importir atas pengenaan anti-dumping atau countervailing duties. E. PENUTUP Dengan adanya perjanjian tentang perdagangan barang dan jasa dapat dikatakan bahwa gejala ke arah penggunaan tindakan unilateral yang sering dilakukan negara maju dalam menyelesaikan persoalan perdagangan setidaknya dapat dibatasi. Bagi negara berkembang ikut bergabung ke dalam suatu Jurnal Hukum Vol.01, No.1 Tahun 2005

9 organisasi internasional mempunyai dampak positif. Tidak saja sebagai sarana membuka akses pasar untuk barang ekspor akan tetapi juga sebagai proteksi dari tekanan unilateral yang dilakukan oleh negara maju. Dengan bergabung ke dalam organisasi internasional negara-negara berkembang secara bersama dapat menghadapi negara maju. Dalam perkataan lain, adalah lebih mudah untuk menghadapi negara maju secara multilateral jika dibandingkan dengan menghadapinya secara bilateral. Dengan WTO negara-negara berkembang dapat memindahkan sengketa dan policy making ke prosedur multilteral WTO dalam mengurangi tekanan unilateral negara maju. Untuk menghindari kegagalan Doha Round, negara maju harus melakukan langkah maju dalam reformasi pertanian dengan memotong secara subtansial subsidi domestik dan subsidi ekspor bagi produk pertanian. Sedangkan negara berkembang hendaknya diberikan kelonggaran dan menerapkan sanksi bagi pelaksanaan isu baru mengingat negara berkembang sudah cukup mengalami kesulitan dalam pelaksanaan perjanjian yang dihasilkan dalam Uruguay Round. Kelonggran tersebut tentunya dengan batasan waktu yang jelas. Khusus bagi Indonesia, satu hal yang harus diingat adalah Indonesia telah menjadi anggota GATT sejak tahun Artinya setelah kemerdekaan Indonesia, ketentuan GATT berlaku untuk Indonesia. Kita belum memiliki pengalaman melakukan perdagangan internasional tanpa aturan main GATT. Organisasi zalim yang efektif lebih baik dari organisasi adil tetapi rapuh. DAFTAR PUSTAKA Bhagwati, Jagdish N. dan Robert E. Hudec (Ed.), "Fair Trade and Harmonization Prerequisites for Free Trade? Vol.2: Legal Analysis, Cambridge: The MIT Press, Carter, Barry E. and Phillip R. Trimble, International Law, Little Brown and Company: Hoekman, Bernard dan Michel Kostecki, The Political Economy of the World Trading System From GATT to WTO, Oxford: Oxford University Press, Jackson, John H. n et.al, Legal Problem of International Economic Relation, St. Paul: West Publishing Co., Kartadjoemena, H.S., GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, Jakarta: UI Press, Long, Oliver, Law and Its Limitation in the GATT Multilateral System, Bordrecht: Graham & Trotman/Matinus Nijhoff, Martin, Will dan L. Alan Winters (Ed.), The Uruguay Round and the Developing Countries, Cambridge: University Press, Robertson, David, GATT Rules for Emergency Protection, London: Harvester Wheatsheaf, Soepraptomo, Heru, "Aspek Hukum dan Kelembagaan Hasil Perundingan Putaran Uruguay" Seminar memasyarakatkan Hasil Perundingan Uruguay tanggal 2, 9, dan 10 November 1994, Bank Indonesia. PUBLIKASI KONVENSI/BUKU PANDUAN: GATT Activities 1986, An Annual Review of the Work of the GATT, Geneva: June Genaral Agreement on Tariff and Trade, Guide To GATT Law and Practice, 6th Edition,(Geneva, Indonesia, Bank, Sekilas tentang Perjanjian Umum Perdagangan Jasa (General Agreement on Trade in Services), Jakarta: November 1994 International Trade Centre UNCTAD/WTO, Business Guide to the Uruguay Round, Geneva: MTN. GNS/W/164, 3 September 1993, MTN.GNS/W/164. tanggal 3 September Multilateral Trade Negotiation Group of Negotitoan on Services MTN. GNS/W/139, 15 October 1991 United Nations Conference on Trade and Development, Strengthening the Participation of Developing Countries in World Trade and the Multilateral Trading System, (Geneva, 1996). MEDIA MASSA: The Economist, September, 20th-26th Trade Post, The Economist, March

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008 BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Jl. BungaAsoka Gg. AndalasNo. 1 AsamKumbang, Medan Cellphone : 0813 62260213, 77729765 E-mail

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

PRINSIP WTO IKANINGTYAS PRINSIP WTO IKANINGTYAS PERLAKUAN YANG SAMA UNTUK SEMUA ANGGOTA (MOST FAVOURED NATIONS TREATMENT-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014 EFEKTIFITAS PERAN DAN FUNGSI WTO (World Trade Organization) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh : Thor B. Sinaga PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pertumbuhan perekonomiaan

Lebih terperinci

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA

SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Sunarno *) Pendahuluan Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung Bea Masuk. Pasal 12 UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

PENGATURAN PERDAGANGAN JASA DALAM HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL 1

PENGATURAN PERDAGANGAN JASA DALAM HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL 1 Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 3 No.1 Juli 2016 97 PENGATURAN PERDAGANGAN JASA DALAM HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL 1 Oleh: Djoni Satriana Devisi KPR Satwika Group, Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI PERATURAN NASIONAL DIKAITKAN DENGAN UPAYA SAFEGUARDS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION T E S I S SYLVIANA

Lebih terperinci

WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ KEN SWARI MAHARANI /

WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ KEN SWARI MAHARANI / WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ 1206183161 KEN SWARI MAHARANI / 1206307164 World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Pedagangan Dunia, berlaku efektif 1 Januari

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

PENEGAKAN PRINSIP SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PENEGAKAN PRINSIP SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.19, No.1 Juni 2014, hlm. 20 28 E-mail: fhukum@yahoo.com Website: www.jchunmer.wordpress.com PENEGAKAN PRINSIP SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA Bab ini akan menjelaskan mengenai awal mula lahirnya suatu perjanjian TRIPs yang dikeluarkan oleh WTO. Dimana di bab ini lebih

Lebih terperinci

LIBERALISASI PERDAGANGAN. Pengembangan SDM Kompeten Menghadapi Pasar Global. Urip Sedyowidodo

LIBERALISASI PERDAGANGAN. Pengembangan SDM Kompeten Menghadapi Pasar Global. Urip Sedyowidodo LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA TENAGA KERJA Pengembangan SDM Kompeten Menghadapi Pasar Global Urip Sedyowidodo 1 ASEAN Mutual Recognition Arrangement Pada tgl.19 November 2007, negara-negara ASEAN menandatangani

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT) Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS) Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti. BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Penelitian Berdasarkan karakterisitik masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING Volume 5, No. 1, Januari, ISSN 1907-162030 KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING Oleh : Frankiano B. Randang, SH, MH PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha

I. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha ke arah tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL WTO dan Pengaruhnya Bagi Indonesia O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf, S.H., LL.M, PhD FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN TINGKAT KANDUNGAN DALAM NEGERI DAN PAJAK IMPOR DALAM INDUSTRI TELEPON GENGGAM DIKAITKAN DENGAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT FIKY MARTINO 1287032 ABSTRAK Prinsip National Treatment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi internasional yang secara khusus mengurus masalah perdagangan antarnegara di dunia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA. 1. Dasar Hukum Kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI)

BAB III KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA. 1. Dasar Hukum Kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) BAB III KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA A. Dasar Hukum dan Perkembangan 1. Dasar Hukum Kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) Adapun dasar hukum dari kebijakan Daftar Negatif Investasi

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA LATIF, BIRKAH Pembimbing : Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH., Msi INTERNATIONAL LAW ; INVESTMENT, FOREIGN KKB

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA MELALUI KERANGKA PERJANJIAN WTO DAN KERANGKA PERJANJIAN ASEAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA MELALUI KERANGKA PERJANJIAN WTO DAN KERANGKA PERJANJIAN ASEAN TINJAUAN HUKUM TERHADAP ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA MELALUI KERANGKA PERJANJIAN WTO DAN KERANGKA PERJANJIAN ASEAN JURNAL SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM

RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM 209 RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Abstract A targeted and appropriate tourism development

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Proses tukar menukar atau jual beli barang atau jasa antar satu negara dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan bersama dengan tujuan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : KONSEP LIKE PRODUCT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA OLEH PANEL WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Adinda Kartika Putri*, Darminto Hartono Paulus, FX Djoko Priyono Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

Liberalisasi jasa..., Naufi Ahmad Naufal, FH UI, 2008

Liberalisasi jasa..., Naufi Ahmad Naufal, FH UI, 2008 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Perdagangan Jasa dalam Ketentuan General Agreement on Trade in Services (GATS) 2.1. General Agreement on Trade in Services (GATS) dan Latar Belakangnya General Agreement

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada negara untuk digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA),

Lebih terperinci

CROSS-CUTTING ISSUES ANTARA SERVICES CHAPTER DAN INVESTMENT CHAPTER DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (FTA/EPA/CEPA)

CROSS-CUTTING ISSUES ANTARA SERVICES CHAPTER DAN INVESTMENT CHAPTER DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (FTA/EPA/CEPA) CROSS-CUTTING ISSUES ANTARA SERVICES CHAPTER DAN INVESTMENT CHAPTER DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (FTA/EPA/CEPA) HERLIZA DIREKTUR PERUNDINGAN PERDAGANGAN JASA DITJEN KERJA SAMA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL

IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL Prawitra Thalib: Implikasi Prinsip Most Favoured Nation 35 IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL Prawitra Thalib, SH.,MH. Anwar Rachman dan rekan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Prinsip perluasan Uni Eropa adalah semua anggota harus memenuhi ketentuan yang dimiliki oleh Uni Eropa saat ini, antara lain menyangkut isu politik (kecuali bagi

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Persaingan Usaha Daging Sapi

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Persaingan Usaha Daging Sapi BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Persaingan Usaha Daging Sapi Pemerintah memiliki peranan penting dalam persaingan usaha. Dalam pasal 2 Undang-undang Antimonopoli

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

REFLEKSI KONTRIBUSI HUKUM DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS DAN INDUSTRIALISASI

REFLEKSI KONTRIBUSI HUKUM DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS DAN INDUSTRIALISASI REFLEKSI KONTRIBUSI HUKUM DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS DAN INDUSTRIALISASI H.E. Saefullah * Abstrak Pembangunan hukum, khususnya pembangunan materi hukum, diarahkan pada terwujudnya system hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin. Kemudian paham

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Presented by: M Anang Firmansyah IMF. system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian

Presented by: M Anang Firmansyah IMF. system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian Presented by: M Anang Firmansyah IMF Dana Moneter Internasional adalah Salah satu badan khusus dalam system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional pada tahun 1945

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

UUPM DAN PENYELASAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PENANAMAN MODAL. Mahmul Siregar 1

UUPM DAN PENYELASAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PENANAMAN MODAL. Mahmul Siregar 1 UUPM DAN PENYELASAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PENANAMAN MODAL A. Latar Belakang Mahmul Siregar 1 Karakteristik perdagangan internasional yang termasuk dalam cross border issues selalu dipergunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION

LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION 2011 LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION JENEWA, 21 22 MARET 2011 BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN 2011 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Pada saat ini, ada beberapa organisasi internasional yang mencoba untuk mengatur teknologi informasi, diantaranya the United Nations

Lebih terperinci