BAB 2 PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA
|
|
- Ivan Hartono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA Dugaan kemungkinan terjadinya bencana kerusakan bangunan pusaka yang bertambah besar pada abad ke-19 menyebabkan dilakukannya upaya yang sungguh-sungguh untuk melestarikan bangunan tua dan pusaka di Eropa dan Amerika. Konsep konservasi bangunan pusaka dicetuskan sejak William Morris mendirikan Lembaga Pelestarian Bangunan Kuno (Society For The Protection of Ancient Buildings) pada tahun 1877 (Dobby: 1978). Ancient Monument Act yang dibuat pada tahun 1882 merupakan peraturan dan undang-undang yang pertama kali melandasi kebijakan dan pengawasan dalam bidang konservasi untuk melindungi lingkungan dan bangunan pusaka (Dobby: 1978). Sebelumnya, pelestarian merupakan suatu kebiasaan (preservation as an ethic) yang dilakukan secara rutin dan meliputi pekerjaan merawat dan memperbaiki bangunan. Dalam kongres The European Architectural Heritage yang diselenggarakan oleh negara-negara Eropa pada tahun 1975 yang dijadikan sebagai Architectural Heritage Year telah menghasilkan Deklarasi Amsterdam dan membuat kesepakatan bahwa warisan-warisan arsitektur di Eropa adalah milik bersama masyarakat Eropa yang menjadi bagian integral dari warisan budaya dunia. Untuk itu diperlukan adanya suatu kerjasama antar negara guna menyelamatkan warisan arsitektur tersebut (Lubis: 1990). Pada awalnya, konsep pelestarian ini berupa konservasi, yaitu pengawetan benda-benda, monumen dan sejarah (lazim dikenal dengan preservasi). Perkembangan lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi. Konservasi sebenarnya merupakan upaya preservasi, namun tetap memperhatikan dan memanfaatkan suatu tempat untuk menampung serta mewadahi kegiatan baru. Dengan demikian, kelangsungan tempat bersangkutan dapat dibiayai sendiri dari pendapatan kegiatan baru (Pontoh: 1992). 12
2 Pengertian Pelestarian Pengertian pelestarian dibutuhkan untuk memperjelas gambaran tindakan pelstarian yang dilakukan. Beberapa pengertian pelestarian yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: Danisworo (1995:5-6), menggunakan istilah konservasi untuk pelestarian, yaitu upaya untuk melestarikan, melindungi, serta memanfaatkan sumber daya suatu tempat seperti gedung-gedung tua yang memiliki arti sejarah atau budaya, kawasan dengan kehidupan budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk yang ideal, cagar budaya, hutan lindung, dan sebagainya. Konservasi dengan demikian sebenarnya merupakan pula upaya preservasi, dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung/memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membiayai sendiri kelangsungan eksisitensinya. Dengan kata lain, konservasi suatu tempat merupakan suatu proses daur ulang dari sumber daya tempat tersebut. Budiharjo (1994:22), berpendapat bahwa upaya preservasi mengandung arti mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno persis seperti keadaan semula. Karena sifat preservasi yang statis, upaya pelestarian merupakan pula pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunannya saja tetapi juga lingkungan (conservation area) dan bahkan kota bersejarah (historic towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan, mulai dari inventarisasi bangunan bersejarah, kolonial maupun tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru. Fitch (1982), menggunakan istilah preservasi, yaitu suatu usaha untuk memelihara artefak dalam kondisi fisik yang sama ketika diterima oleh agen pemelihara, tidak ada penambahan atau pengurangan dari nilai estetisnya.
3 14 Berdasarkan pengertian-pengertian yang didapat mengenai pelestarian, maka dalam studi dapat disimpulkan bahwa pelestarian merupakan suatu upaya untuk memelihara, mengamankan, melindungi, memanfaatkan dan mengelola suatu peninggalan pusaka baik berupa artefak, bangunan, maupun suatu kawasan sesuai dengan keadaannya dan mengoptimalkan peninggalan tersebut, sehingga dapat memberi ingatan pada masa lalu tapi tetap memperkaya masa kini. 2.2 Tujuan Pelestarian Tujuan pelestarian merupakan arahan bagi pelaksanaan pelestarian, dan berkaitan dengan target dan manfaat yang ingin dicapai dari pelestarian itu sendiri. Seperti yang diungkapkan Budihardjo (dalam Pontoh dan Koeswhoro, 1991: VII-15), tujuan pelestarian itu dapat mencakup: 1. Mengembalikan wajah obyek konservasi 2. Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini 3. Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu yang tercermin dalam obyek pelestarian 4. Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota dalam wujud fisik tiga dimensi Di samping itu, menurut Attoe (Catanese & Snyder, 1992: ) tujuan baru yang dikembangkan dalam perlindungan yaitu: 1. Mempertahankan kualitas lingkungan yang dilindungi tidak hanya karena bersejarah tetapi karena konstruksi, desain dan perencanannya yang baik (banyak peninggalan lingkungan perkotaan abad delapan belas dan sembilan belas yang secara kualitatif lebih baik daripada lingkungan perkotaan abad dua puluh). 2. Terus mencari arti baru tentang perlindungan yang tidak tergantung pada bantuan sukarela dan subsidi pemerintah. Sementara saatnya mungkin akan datang dimana dukungan dari pihak lain telah tersedia, usaha-usaha perlindungan bersifat segera akan bergantung pada kerja sama dengan
4 15 developer swasta dan pada usaha yang terus menerus untuk membuktikan bahwa perlindungan pemeliharaan benda bersejarah akan memberikan hasil. 3. Mempertahankan dan memperbaiki lingkungan yang mempunyai ciri dan kualitas tanpa mengubahnya sama sekali. Dengan kata lain, banyak pemeliharaan dan pemugaran tidak akan pernah terjadi tanpa gentrifikasi, dan tanpa gentrifikasi tersebut ciri dan kualitas lingkungannya mungkin mengalami perusakan. 2.3 Manfaat Pelestarian Manfaat pelestarian perlu diketahui agar tindakan pelestarian memiliki tujuan yang jelas dan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan pelestarian. Usaha-usaha pelestarian dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan budaya (Jacob: 1992). Menurut Budihardjo (1995: 8), manfaat upaya pelestarian yaitu: 1. Pelestarian memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat berkesinambungan, memberi kaitan berarti dengan masa lalu, serta memberi pilihan untuk tinggal dan bekerja di samping lingkungan modern; 2. Pada saat perubahan dan pertumbuhan terjadi secara cepat seperti saat ini, kelestarian lingkungan lama akan memberi suasana permanen yang menyegarkan; 3. Pelestarian memberi keamanan psikologis bagi seseorang untuk dapat melihat, menyentuh dan merasakan bukti-bukti fisik sejarah; 4. Kelestarian mewariskan arsitektur, menyediakan catatan historis tentang masa lalu dan melambangkan keterbatasan masa hidup manusia; 5. Kelestarian lingkungan lama adalah salah satu aset komersil terbesar dalam kegiatan wisata internasional; 6. Dengan dilestarikannya warisan yang berharga dalam keadaan baik maka generasi yang akan datang dapat belajar dari warisan-warisan tersebut dan menghargainya sebagimana yang dilakukan pendahulunya.
5 16 Fitch (1982) menyatakan bahwa pelestarian bangunan-bangunan bersejarah bermanfaat dengan pertimbangan sebagai berikut: Kesan yang muncul dari bangunan tersebut merupakan bukti visual atas semua yang terjadi sepanjang waktu. Bukti fisik ini dapat melacak penambahan, pengurangan, pengrusakan yang dapat dijadikan sumber sejarah utama; Integritas arsitektonis atau estetis bangunan dalam ekspresi formal. Hal ini akan memperlihatkan apakah tampilan bangunan tersebut menguat atau malah melemah dibandingkan kondisi aslinya; Perkembangan pembangunan artefak sepanjang waktu, sebagai respon terhadap intervensi kegiatan atau individu yang bernilai historis. 2.4 Metode dan Teknik Pelestarian Dalam pelestarian diperlukan suatu metode dan teknik yang tepat agar tindakan yang dilakukan tetap dapat mempertahankan obyek pelestarian. Menurut Attoe (dalam Catanese & Snyder, 1992) terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memelihara bangunan pusaka, cara tersebut antara lain melalui: 1. Perlindungan yang sah, metode ini menggunakan hukum dan peraturan untuk mengendalikan apa yang terjadi terhadap hak miliki sejarah, misalnya: - Pendaftaran bangunan pusaka yang sah - Perjanjian yang bersifat membatasi: batasan-batasan untuk mengendalikan penggunaan, perbaikan, dan/atau penjualan bangunan pusaka - Pedoman perancangan, untuk menghindari pembangunan konstruksi baru yang tidak sesuai dalam kawasan bangunan pusaka, dikeluarkan pedoman perancangan yang mengendalikan fungsi, bahan bangunan, tata informasi, garis sempadan, proporsi, dan gaya arsitektonis - Penentuan wilayah: penentuan sebuah kawasan sebagai kawasan pusaka berikut pembatasan pembangunan dan penggunaan yang diperbolehkan terhadap bangunan pusaka di dalamnya, misalnya pembangunan yang dilakukan hanya boleh mengubah interior bangunan atau penggunaan bangunan harus sesuai dengan fungsi semula
6 17 - Hak milik: dengan pemilikan langsung oleh orang-orang yang peduli pada pelestarian bangunan pusaka 2. Hukuman, undang-undang/peraturan juga merupakan pelengkap sebagai alat pencegahan bagi pengabaian atau perusakan kekayaan pusaka. - denda atau hukuman penjara: pemilik yang mengabaikan bangunannya, dapat dikenai denda atau hukuman penjara atau keduanya - biaya pembongkaran tidak terduga: biasanya pembongkaran dapat dianggap sebagai biaya konstruksi, untuk bangunan pusaka dilakukan pengecualian. 3. Pinjaman, tersedianya pinjaman dapat menambah peluang bagi perlindungan karena dalam banyak kasus nilai hak milik akan bertambah melalui rehabilitasi dan perbaikan. Pertambahan nilai berarti mengimbangi biaya pinjaman. - pembebasan pajak untuk bangunan pusaka yang disumbangkan kepada organisasi pelestarian - bantuan dana pelestarian 4. Subsidi, pembiayaan pemerintah untuk tindakan pemeliharaan di Amerika Serikat lebih sering dilakukan secara tidak langsung, seperti: - kredit pajak bagi penanaman modal untuk rehabilitasi - penurunan harga yang dipercepat dalam pengitungan pajak - pembebasan pajak untuk bangunan pusaka yang disumbangkan kepada organisasi pelestarian - bantuan dana pelestarian 5. Penggunaan kembali adaptif, bangunan-bangunan pusaka yang sudah tidak berfungsi dapat digunakan lagi dengan fungsi baru yang sesuai. 6. Penjualan hak-hak pembangunan, dalam konteks nilai lahan perkotaan yang tinggi, bangunan pusaka seringkali dibongkar untuk mengeksploitasi nilai lahan tempat bangunan pusaka berdiri. Untuk menghindari perusakan, hak-hak pembangunan dapat dijual atau dipindahkan ke lokasi lain dalam suatu daerah tertentu.
7 18 Untuk mendukung metode pelestarian terdapat beberapa teknik pelestarian yang dapat dilakukan untuk memelihara bangunan pusaka. Terdapat beberapa pendapat dari para pakar dan institusi, antara lain: Fitch (1982), Attoe (dalam Catanese & Snyder: 1992), Danisworo (1991), URA (1993), dan US Department of Interior (1989) mengenai teknik-teknik pelestarian (dalam Rachmiyati, 2006: 27-28). Berikut ini teknik pelestarian hasil gabungan dari sumber-sumber tersebut: 1. Konservasi: semua kegiatan pemeliharaan atau tempat guna mempertahankan nilai budayanya, dengan tetap memanfaatkannya untuk mewadahi kegiatan yang sama dengan aslinya atau untuk kegiatan yang sama sekali baru untuk membiayai sendiri kelangsungan keberadaannya. Konservasi mencakup pemeliharaan sesuai kondisi setempat. 2. Preservasi: upaya melindungi bangunan, artefak, monumen, dan lingkungan dalam kondisi fisik yang sama pada saat ditemukan, tanpa ada penambahan maupun pengurangan terhadapnya. 3. Konsolidasi: menggambarkan campur tangan fisik pada material/bahan dari bangunan untuk menjamin kelangsungan integritas struktur bangunan (melindungi dari kerusakan fisik secara alamiah maupun akibat perbuatan manusia). 4. Restorasi: upaya mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti semula dengan membuang elemen tambahan serta memasang kembali elemen asli yang telah hilang tanpa menggunakan bahan baru. 5. Rekonstitusi: campur tangan yang lebih radikal dari konsolidasi maupun restorasi, bangunan hanya dapat diselamatkan dengan cara merakitnya kembali per bagian, baik di lokasi semula (in situ) ataupun pada lokasi baru. 6. Rehabilitasi: mengembalikan kondisi bangunan rusak atau menurun sehingga berfungsi lagi seperti semula dengan tetap menjaga sejarah dan kesan khasnya. 7. Renovasi: upaya mengubah sebagian atau seluruh interior bangunan, sehubungan dengan perlunya adaptasi bangunan bersangkutan dengan fungsi baru. 8. Penggunaan adaptif: segala upaya dalam mengubah suatu tempat agar dapat digunakan untuk fungsi baru yang sesuai, dengan mengadaptasikan bangunan
8 19 tersebut dengan kebutuhan fungsi yang baru. Campur tangan ini biasanya sangat mempengaruhi interior bangunan. 9. Rekonstruksi: upaya mengembalikan atau membangun kembali penampilan orisinal suatu kawasan atau bangunan sesuai informasi kesejarahan yang diketahui, dengan menggunakan bahan baru ataupun lama. Campur tangan ini merupakan bentuk yang paling radikal dan beresiko secara budaya, karena walaupun semua data yang diperlukan untuk merekonstruksi suatu bangunan tersedia, tetap melibatkan hipotesis subyektif dari pelaku rekonstruksi, yang kemungkinan besar tidak sesuai dengan keadaan di masa lalu. 10. Replikasi: upaya untuk membuat duplikat dari artefak yang masih ada. Secara fisik replikasi mungkin lebih akurat dari rekonstruksi karena prototipe yang ditiru masih ada. Upaya replikasi perlu dilakukan untuk situasi tertentu, misalnya dalam keadaan dimana benda yang asli harus dipindahkan untuk situasi tertentu, misalnya dalam keadaan dimana benda yang asli harus dipindahkan untuk dilindungi dari bahaya lingkungan yang dapat mempercepat kerusakannya, diperlukan replikasi untuk menggantikan benda atau bangunan aslinya di lokasi semula. 11. Proteksi: mempertahankan atau menjaga kondisi fisik bangunan dari kerusakan, kehilangan, serangan, atau melindunginya dari bahaya dan kerusakan. 12. Stabilisasi: suatu tindakan atau proses untuk membangun kembali kestabilan struktur bangunan yang tidak aman atau merusak dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. 2.5 Contoh Kegiatan Pelestarian dalam Aturan Perundang-undangan Dari Luar Negeri Untuk menjaga kelestarian suatu bangunan pusaka, terdapat beberapa aturan perundang-undangan yang mengatur pembatasan kegiatan atau pekerjaan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan terhadap bangunan pusaka. Pengaturan jenis-jenis pekerjaan yang diperbolehkan terhadap bangunan pusaka dalam aturan perundang-undangan di berbagai negara antara lain adalah:
9 20 1. Perancis (Daifuku (1972) dalam Dewita (1997)) - Modifikasi atau pekerjaan apapun yang dapat mempengaruhi atau struktur monumen harus dengan perijinan terlebih dahulu dari kementrian yang bersangkutan atau dari The Historic Monument Architectural Service. - Perbaikan (reparasi) monumen yang dimiliki oleh perorangan dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pemiliknya terlebih dahulu, namun bila persetujuan yang ditunggu tidak keluar bisa dipaksakan. - Berdasarkan Law (1962) tentang kawasan pusaka dan persyaratan pelestarian modern, jenis-jenis kegiatan yang akan menggunakan bangunan-bangunan kuno yang ada di kawasan tersebut ditentukan, dan pembangunan baru harus dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengubah gaya bangunan yang sudah ada di kawasan tersebut. 2. Amerika Serikat - Seattle, Washington (Roddewig: 1989) Dalam pasal 8(a) undang-undangnya menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan perubahan, penghancuran, pembangunan, maupun segala perubahan material yang dapat mempengaruhi penampilan suatu landmark atau kawasan pusaka tanpa persetujuan dari badan pelestarian yang berwenang. - Liberty, Missouri (Preservation of Structures or Areas of Historic or Architectural Significance Ordinance, City of Liberty, Missouri, pasal J: 1983) Dalam undang-undang pelestarian ditetapkan bahwa untuk melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi penampilan luar dari suatu landmark atau properti yang ada dalam kawasan pusaka seperti konstruksi, perubahan, pemindahan, dan penghancuran terlebih dahulu harus mendapatkan ijin yang dikeluarkan oleh Komisi Pelestarian. 3. Singapura (Longman (1991) dalam Dewita (1997)) Pekerjaan apapun tidak diperbolehkan dilakukan dalam kawasan pelestarian tanpa ijin tertulis dari badan yang berwenang (Planning Act Cap. 232 Revised
10 21 Edition, pasal 13(1): 1990). Pekerjaan yang dimaksud disini selanjutnya dijelaskan lagi dalam pasal 14 sebagai semua dekorasi, pengecetan, renovasi atau pembangunan yang dapat mempengaruhi karakter atau penampilan, baik eksternal maupun internal dari bangunan maupun properti yang ada dalam kawasan pelestarian. Dari Dalam Negeri Dalam UU Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992 terdapat pembatasan kegiatan pelestarian: yaitu pengaturan kegiatan yang diperbolehkan untuk menjaga kelestarian bangunan pusaka, sebagai berikut: Setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya (bangunan pusaka) serta lingkungannya (pasal 15 ayat 1). Dalam PP No.10/1993 Ps.29(2) dijelaskan mengenai kegiatan yang merusak benda cagar budaya, yaitu mengurangi, menambah, mengubah, memindahkan dan mencemari bangunan pusaka. Tanpa ijin pemerintah setiap orang dilarang untuk (pasal 15 ayat 2): - Memindahkan benda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya - Mengambil atau memindahkan benda cagar budaya sebagian/ seluruhnya kecuali dalam keadaan darurat - Mengubah bentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya - Memisahkan sebagian benda cagar budaya dari kesatuannya Pemanfaatan benda cagar budaya: Pemanfaatan benda cagar budaya dibatasi hanya untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta tidak boleh bertentangan dengan upaya perlindungan benda cagar budaya dan tidak boleh semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi dan/atau golongan (pasal 19).
11 Arahan Upaya Pelestarian Bangunan Pusaka Arahan upaya pelestarian diatur atas: fisik bangunan, fungsi bangunan, dan perawatan bangunan. 1. Fisik Bangunan Berdasarkan Kepmendikbud No.063/U/1995 Pasal 12 ayat (3&4), bahwa: Pelaksanaan pemugaran harus memperhatikan prinsip pemugaran meliputi keaslian bentuk, bahan, pengerjaan, dan tata letak dengan mempertahankan nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, pada benda cagar budaya tersebut dapat dilakukan restorasi atau rekonstruksi atau rehabilitasi atau konsolidasi atau konservasi sesuai dengan tingkat kerusakannya. Dalam melakukan pemugaran, tanpa ijin pemerintah dilarang mengubah bentuk dan/atau warna. Pelaksanaan pemugaran benda cagar budaya dapat dilakukan oleh pemilik dan/atau yang menguasainya dengan biaya sendiri setelah mendapat ijin. 2. Fungsi Bangunan Fungsi bangunan mengacu pada UUCB No. 5 Tahun 1992, yaitu untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pemanfaatan seperti yang disebutkan, dilakukan dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian benda cagar budaya. Penggunaan kembali yang adaptif (Ross, 1991: 166; Fitch, 1982; Catenese & Snyder, 1992; Danisworo, 1991). Fungsi yang diberikan kepada bangunan pusaka harus fleksibel, tidak hanya terkait dengan fungsi semula. Fungsi bisnis sangat dimungkinkan, karena keuntungan dapat dipakai untuk biaya merawat bangunan. Fungsi yang dapat menjamin bangunan pusaka sebagai identitas sehingga fungsi tersebut dapat berbeda dengan fungsi terdahulu, dan juga fungsi yang dapat memberikan pendapatan untuk pemeliharaan bangunan tersebut. Fungsi yang diberikan sebaiknya adalah fungsi yang menonjolkan keberadaan bangunan dan produktif.
12 23 Fungsi bangunan pusaka sebaiknya mengikuti fungsi yang ada sekarang. Untuk memutuskan fungsi apakah yang pantas untuk sebuah bangunan yang dilestarikan, ada empat pertimbangan mendasar (Ross, 1991: 166): a. Apakah pemanfaatan sekarang dari bangunan tersebut masih dapat dilakukan dengan atau tanpa modifikasi terhadap strukturnya? b. Apakah struktur bangunan cukup kuat? Jika tidak, bagian apakah yang rapuh dan pemanfaatan apakah yang cocok untuk keadaannya itu? c. Fungsi lain apakah yang sesuai dengan bangunan tersebut? Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan pendapat dari pakar bangunan/arsitek mengenai fungsi apa yang dapat diterapkan dengan fisik atau struktur bangunan yang semula d. Dana-dana apa sajakah yang tersedia 3. Perawatan Bangunan Berdasarkan Kepmendikbud No.063/U/1995 Pasal 11 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah Pasal 29 ayat (1,2), bahwa perawatan dilakukan dengan: 1. Melakukan perawatan sehari-hari dengan menjaga kebersihan atau dengan pengawetan benda cagar budaya untuk mencegah pelapukan seperti pengecetan. 2. Melakukan perbaikan atas kerusakan dan bentuk (struktur) dapat tetap dipertahankan. Pencegahan terjadinya perusakan, merupakan langkah yang penting untuk mencegah terjadinya kerusakan bangunan yang lebih parah. 3. Memperhatikan faktor bahan bangunan, kondisi keterawatan, dan nilai yang dikandungnya apabila menempatkan pada ruangan terbuka 4. Dalam melakukan perawatan, dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak benda cagar budaya seperti: menambah, mengurangi, mengubah, memindahkan, dan mencemari benda cagar budaya atau mengurangi, mencemari, dan/atau mengubah fungsi situs
13 Penilaian Keefektifan Pelestarian Bangunan Pusaka Pelestarian Fisik Bangunan Pelestarian mempunyai arti bahwa mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno persis seperti keadaan semula (Budiharjo, 1994:22). Selain itu, pelestarian juga berarti usaha untuk memelihara artefak dalam kondisi fisik yang sama ketika diterima oleh agen pemelihara, tidak ada penambahan atau pengurangan dari nilai estetisnya (Fitch, 1982). Maka, ciri utama pelestarian dalam pelestarian bangunan bersejarah adalah pelestarian fisik bangunan dengan mempertahankan fisik dan kondisi asli bangunan seperti keadaan semula, tidak ada penambahan atau pengurangan. Dalam pelestarian fisik bangunan pusaka terdapat beberapa komponen bangunan yang harus dikendalikan, yaitu gaya arsitektur, fasade, dan ornamen. Gaya arsitektur merupakan pola arsitektural yang digunakan pada bangunan yang terbagi berdasarkan masa berkembangnya dan pola-pola/bentuk-bentuk arsitektural yang digunakan dalam gaya tersebut. Fasade merupakan bagian yang dapat memperlihatkan ekspresi dari suatu bangunan, yang biasanya berkesan masif jika terdiri dari bidang-bidang dengan material berkesan berat, bidang yang dicerminkan oleh dinding-dinding yang berkesan ringan atau penggunaan kaca/transparan dan garis yang diwakili oleh ekspresi dari kolom bangunan. Ornamen merupakan pola-pola yang digunakan sebagai elemen estetis bangunan, biasanya bermotif geometrsi, flora, fauna, tergantung dari gaya arsitektur yang digunakan pada bangunan tersebut (Nurmala, 2003: ). Indikatornya adalah pada ketiga elemen fisik bangunan tersebut akan dilihat apakah belum mengalami perubahan (masih dalam keadaan asli) atau telah mengalami perubahan. Penilaian yang dilakukan adalah jika pada suatu bangunan memiliki ketiga elemen fisik yang tidak banyak mengalami perubahan, maka keefektifan pelestarian fisik bangunan tersebut dinilai tinggi. Jika suatu bangunan memiliki dua elemen fisik yang tidak banyak mengalami perubahan, maka keefektifan pelestarian fisik bangunan tersebut dinilai sedang. Dan jika bangunan hanya memiliki satu elemen fisik yang masih dalam keadaan asli, maka keefektifan pelestarian fisik bangunan tersebut dinilai rendah.
14 25 Pelestarian Fungsi Bangunan Berdasarkan Kepmendikbud No.062/U/1995 Pasal 10 ayat (1&4), bahwa: pemanfaatan benda cagar budaya dan/atau situs hanya diberikan untuk kepentingan: agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan/atau kebudayaan; dan pemanfaatan benda cagar budaya dapat dilakukan dengan memperoleh ijin. Penilaian keefektifan pelestarian fungsi bangunan pusaka dilakukan dengan melihat apakah bangunan tersebut tidak mengalami perubahan fungsi atau mengalami perubahan fungsi. Jika fungsi bangunan tetap, yaitu bangunan tidak mengalami perubahan fungsi (fungsi sekarang sama dengan fungsi semula), maka keefektifan pelestarian fungsi bangunan tersebut dinilai tinggi. Jika fungsi bangunan berubah dan fungsi sekarang masih sesuai dengan lingkungan sekitar bangunan, maka keefektifan pelestarian fungsi bangunan tersebut dinilai sedang. Dan jika fungsi bangunan berubah tetapi fungsi saat ini tidak sesuai dengan lingkungan sekitar bangunan, maka keefektifan pelestarian fungsi bangunan tersebut dinilai rendah. Perawatan Bangunan Kondisi bangunan tua/pusaka yang sudah lama, tentunya mengakibatkan konstruksinya yang rapuh akibat usia. Untuk itu perlu diperhatikan pemeliharaan bangunan tua/pusaka agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan keselamatan penghuni maupun masyarakat di lingkungan sekitar bangunan tua/pusaka tersebut berada. Perawatan bangunan dilihat dari tingkat kerusakan bangunan dan kebersihan bangunan. Penilaian keefektifan dalam perawatan bangunan adalah: - Tinggi: bangunan yang kondisinya terawat, dimana dilakukan perawatan sehari-hari dengan menjaga kebersihan bangunan, dan belum terdapat kerusakan yang berarti pada elemen bangunan. - Sedang: kondisi bangunan kurang terawat, dimana kebersihan bangunan cukup terjaga, dan terdapat kerusakan pada elemen bangunan, tetapi masih bisa diperbaiki.
15 26 - Rendah: bangunan yang kondisinya tidak terawat, dimana pada bangunan dan sekitar bangunan tidak terjaga kebersihan, selain itu terdapat kerusakan pada bagian bangunan.
BAB II STUDI PUSTAKA
38 BAB II STUDI PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan mengenai beberapa landasan teori yang digunakan sebagai pengarah bagi pemilihan metodologi kajian. 2.1 Nilai Historis cagar budaya dapat meningkatkan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS PENILAIAN KEEFEKTIFAN PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA DI KAWASAN MILITER, BANDUNG
BAB ANALISIS PENILAIAN KEEFEKTIFAN PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA DI KAWASAN MILITER, BANDUNG.. Penilaian Keefektifan Pelestarian Bangunan Pusaka.. Pelestarian Fisik Bangunan Pelestarian mempunyai arti bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.
Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional
1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di
Lebih terperinciKita membuat pedoman perizinan, format perizinan, ataukah sistem perizinan?
Perizinan Cagar Budaya (Undang Undang--Undang Nomor 11 Tahun 2010) Kita membuat pedoman perizinan, format perizinan, ataukah sistem perizinan? Ada terdapat 16 pasal yang berhubungan dengan perizinan cagar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR
STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman Kumuh 2.1.1 Pengertian Permukiman Kumuh Permukiman berasal dari kata housing dalam bahasa inggris yang artinya perumahan. Perumahan memberikan kesan tentang rumah
Lebih terperinciBAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI
BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Beberapa hal yang ditemukan dalam studi ini adalah antara lain: Semua bangunan pusaka yang terdapat di kawasan militer tidak ada yang mengalami perubahan dalam gaya arsitektur
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara
Lebih terperinciBUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA
BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015
SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPerizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya
Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Fr. Dian Ekarini Balai Konservasi Borobudur email : fransiscadian79@gmail.com Abstak: Upaya pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciPENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pembinaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya;
Lebih terperinciNOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG
NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of
Lebih terperinciBUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016
1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN BANGUNAN BERCIRIKAN ORNAMEN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemeliharaan Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya mempunyai sejarah yang panjang dan tidak terlepas dari dinamika
Lebih terperinciPEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011
SOSIALISASI MAKASSAR, 10-12 MEI 2011 PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 1. Landasan Hukum dan Teori 2. Peraturan Menteri PU 3. Kegiatan Revitalisasi Kawasan
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan
Lebih terperinciBUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR
-1- BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat-tempat bersejarah, obyek-obyek dan manifestasi adalah ekspresi yang penting dari budaya, identitas serta agama kepercayaan untuk masyarakat sekitar. Setiap nilai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1O TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1O TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA UMUM Perlindugan benda cagar budaya sebagai salah satu upaya
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Pemerintah telah berperan sebagai Koordinator, Regulator, dan Dinamisator. Diamana Pemerintah selalu bekerja bersama dengan lembaga budaya yang lain di Kotagede
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciBAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran
BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciTENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciTENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciBUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG
BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa agar pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target
Lebih terperinciPelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,
Lebih terperinciBUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan
Lebih terperinciARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR
ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : FAISAL ERIZA L2D 307 012 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinciBUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa warisan budaya Bali merupakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil analisis, selanjutnya terdapat rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil dari kesimpulan tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan terkadang diikuti perubahan fisik bangunan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemilik bangunan.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH
BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Gelebet, dalam bukunya yang berjudul Aristektur Tradisional Bali (1984: 19), kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. I.1.1 Latar belakang proyek
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar belakang proyek Dalam dekade terakhir pelayanan SPA telah berkembang pesat baik di luar maupun dalam negeri sebagai upaya pelayanan kesehatan. Perkembangan
Lebih terperinciBUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP
BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai
Lebih terperinciAnalisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya,
Saujana17 alam dan budaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya, April 23, 2010 in tulisan Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya RETNO HASTIJANTI, Untag Surabaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinciWALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang
Lebih terperinciPERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR
PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : YUNIKE ELVIRA SARI L2D 002 444 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN HOTEL INNA DIBYA PURI SEBAGAI CITY HOTEL DI SEMARANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang direncanakan menjadi pusat perdagangan dan industri yang berskala regional, nasional dan internasional. Kawasan Johar merupakan salah satu pusat perniagaan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciMETHODE KONSERVASI DI INDONESIA PROSEDUR PEMUGARAN BANGUNAN BERSEJARAH
METHODE KONSERVASI DI INDONESIA PROSEDUR PEMUGARAN BANGUNAN BERSEJARAH Oleh Putu Rumawan Salain IAI Jurusan Arsitektur-Fakultas Teknik- Universitas Udayana e-mail : rumawansalain@yahoo.com Pra Wacana Dinamika
Lebih terperincib. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benda cagar
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding.
HASIL PENELITIAN KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN KUNO DAN KAWASAN BERSEJARAH DI PUSAT KOTA LAMA MANADO Yenie Naftalia Tonapa 1, Dwight M. Rondonuwu, ST. MT 2, Dr. Aristotulus E. Tungka, ST.MT 3 1 Mahasiswa
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bertahan sampai sekarang dan merupakan sumber daya yang terbatas dalam jumlah serta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Benda cagar budaya merupakan benda warisan kebudayaan nenek moyang yang masih bertahan sampai sekarang dan merupakan sumber daya yang terbatas dalam jumlah serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.
Lebih terperinciPage 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REVITALISASI EKS KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN PEKALONGAN SEBAGAI CITY HOTEL BINTANG TIGA DI KOTPEKALONGAN Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Haryoto Kunto (2000) dalam Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe, Bandung sempat dijadikan Ibu Kota Nusantara Pemerintahan Hindia Belanda pada zaman kolonial
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang
Lebih terperinciUndang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya
Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1992 (5/1992) Tanggal : 21 MARET 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/27; TLN NO. 3470 Menimbang:
Lebih terperinci