ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA"

Transkripsi

1

2 Buku ini diterbitkan oleh : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Penyusun : Dr. Kirsfianti L. Ginoga Dr. A. Ngaloken Gintings Ir. Ari Wibowo, MSc Hak Cipta Oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Dilarang menggandakan buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopi, cetak, microfilm, elektronik maupun dalam bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau keperluan non komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya, sebagai berikut : Untuk sitiran seluruh buku, ditulis : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2008). Isu Pemanasan Global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan Peluang Aplikasi A/R CDM di Indonesia, April Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Untuk sitiran sebagian dari buku, ditulis : Nama Penulis dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2008). Isu Pemanasan Global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan Peluang Aplikasi A/R CDM di Indonesia, April Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Halaman... ISBN : Desain : Bintoro, S.Kom Alamat : Gedung MANGGALA WANABAKTI Blok I Lantai XI, Jl. Jenderal Gatot Subroto - Jakarta Telp. (021) , ; Telek Dephut ia; Fax. (021) ii ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

3 SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DEPARTEMEN KEHUTANAN Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Musim kemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif pendek dengan intensitas hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan, air bersih, pemanasan muka laut serta banjir dan longsor. Dampak dari perubahan iklim akan sangat dirasakan negara berkembang yang paling menderita karena tidak mampu membangun struktur untuk beradaptasi, walaupun negara maju juga merasakan dampak perubahan iklim. Upaya untuk memerangi dampak perubahan iklim secara global telah dimulai sejak diadakannya KTT Bumi di Rio De Janeiro tahun Pertemuan tersebut menyepakati dibentuknya United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Indonesia menandatangani UNFCCC pada tanggal 5 Juni 1992, dan mengeluarkan Undang-Undang No. 6/1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Sebagai negara berkembang yang tidak termasuk dalam negara Anex I UNFCCC, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan mandat Konvensi berdasarkan prinsip common but differentiated responsibilities. Indonesia sangat mendukung tujuan dari UNFCCC yaitu mencegah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer agar tidak membahayakan kehidupan manusia di bumi. SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DEPARTEMEN KEHUTANAN iii

4 Sejak tahun 1995, para pihak yang meratifikasi UNFCCC bertemu setiap tahun melalui Konferensi Para Pihak (Conference on Parties, CoP) guna menerapkan dan mengimplementasikan kerangka kerja tersebut. Hasil dari COP ke 3 di Kyoto, yang dikenal sebagai Protokol Kyoto telah mengadopsi aturan hukum mengikat (legal binding) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) bagi negara industri (negara industri dikenal sebagai negara Annex I). Pengetahuan tentang isu pemanasan global, UNFCCC, Protokol Kyoto dan mekanisme pembangunan bersih (CDM), sangat penting untuk disebarluaskan dan disosialisasikan. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat umum tentang isu pemanasan global serta mekanisme untuk menghadapinya, sebagaimana yang diuraikan dalam buku ini, sehingga upaya memerangi pemanasan global tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga mendapat dukungan luas dari masyarakat. KEPALA BADAN, WAHJUDI WARDOJO iv ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

5 KATA PENGANTAR Indonesia sebagai negara berkembang sangat mendukung upaya untuk memerangi pemanasan global yang secara ilmiah dampaknya telah banyak dibuktikan. Dampak dari perubahan iklim terhadap Indonesia akan sangat dirasakan karena Indonesia sebagai negara agraris mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber utama kehidupan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat luas tentang isu pemanasan global sangat perlu dilakukan guna mendukung upaya mitigasi dan adaptasi pemerintah untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Selain itu mekanisme internasional yang terkait dengan upaya memerangi dampak pemanasan global juga perlu disebarluaskan agar para pihak memahami dan berpeluang untuk memanfaatkannya. Mekanisme internasional tersebut pada dasarnya tertuang dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang merupakan upaya untuk memerangi dampak perubahan iklim secara global. Secara lebih spesifik, hasil dari pertemuan para pihak (COP) ke 3 di Kyoto, atau Protokol Kyoto telah menghasilkan kesepakatan mengikat yang mekanismenya dapat diikuti oleh negara berkembang melalui Mekanisme Pembangunan Bersih. Tulisan ini menjelaskan isu pemanasan global, UNFCCC, Protokol Kyoto dan mekanisme pembangunan bersih (CDM), yang diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman umum dan partisipasi aktif dalam upaya untuk memerangi pemanasan global. Jakarta, April 2008 Penulis v

6 vi ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

7 DAFTAR ISI SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DEPARTEMEN KEHUTANAN... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB 1 Pendahuluan... 1 BAB 2 Isu Pemanasan Global... 5 BAB 3 UNFCCC dan Kyoto Protocol UNFCCC PROTOKOL KYOTO Preamble Pasal yang relevan dengan kegiatan kehutanan...15 BAB 4 A/R CDM Peluang A/R CDM Tantangan Pelaksanaan A/R CDM Aspek Teknis dan Metodologi Aspek Pendanaan Aspek Kelembagaan dan Kebijakan (Nasional dan Internasional)...24 BAB 5 Penutup...35 DAFTAR BACAAN 37 vii

8 viii ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema Ilustrasi Sistem Iklim (Sumber: UNEP dan UNFCCC, 2002)...8 Gambar 2. Siklus karbon (sumber : biz/images/carbon-cycle.gif)...8 Gambar 3. Kinerja beberapa sistem agroforestri dan hutan tanaman di Indonesia...22 Gambar 4. Illustrasi Additionaliti dari kegiatan A/R CDM...23 Gambar 5. Proses Perolehan Surat Persetujuan dari Departemen Kehutanan dan KomNas MPB di Tingkat Nasional...26 Gambar 6. Proses Perolehan SPE Karbon dan Kelembagaan MPB di Indonesia (Ginoga, et.al., 2007)...29 ix

10 x ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

11 BAB 1 Pendahuluan Sejak tahun 1980 telah diperoleh bukti-bukti adanya hubungan Gas Rumah Kaca (GRK) dan kegiatan manusia dengan resiko terhadap perubahan iklim, sehingga dimulailah meningkatkan perhatian masyarakat/publik terhadap masalah tersebut. Pada tahun 1990 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk komite negosiasi antar Pemerintah untuk Konferensi Kerangka Kerja Dalam Perubahan Iklim (KKKDPI). KKKDPI menyusun konsep UNFCCC dan diterima tanggal 9 Mei 1992 di Kantor Perserikan Bangsa-Bangsa di New York. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) tentang Lingkungan dan Pembangunan yang dikenal dengan nama United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, bulan Juni 1992, lebih dari 180 negara telah sepakat untuk mengadopsi Konvensi Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Frameworks Convention on Climate Change, UNFCCC). Pada KTT Bumi tersebut UNFCCC telah ditanda tangani oleh 154 wakil negara dan pada tanggal 21 Maret 1994, UNFCCC telah mempunyai kekuatan hukum. Indonesia telah meratifikasi UNFCCC dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim. Konvensi internasional tersebut bertujuan untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca (GRK) dunia ke atmosfer pada tingkat tertentu sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi. 1

12 Sejak tahun 1995, para pihak telah bertemu setiap tahun melalui Konferensi Para Pihak (Conference on Parties, COP) guna menerapkan dan mengimplementasikan kerangka kerja tersebut. Hasil dari Konferensi Para Pihak (COP) ke 3 di Kyoto tahun 1997, yang dikenal dengan Protokol Kyoto telah mengadopsi aturan hukum mengikat (legal binding) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) bagi negara industri (negara industri dikenal sebagai negara Annex I). Negara Annex I akan mengurangi total GRK sedikitnya 5 % dibandingkan dengan tingkat GRK pada tahun 1990, yang harus dicapai pada tahun Dengan target itu seluruh negara maju yang terdaftar dalam Annex I harus menurunkan emisinya sebesar 13,7 Giga Ton. Yang termasuk GRK dalam Protokol Kyoto adalah karbon dioksida CO 2, metana (CH 4 ), nitrogen oksida (N 2 0), Hydro fluorocarbon (HFC), PFC dan Sulfur Heksafluorida (SF 6 ). Untuk mencapai target penurunan emisi, dikenal mekanisme fleksibel atau Mekanisme Kyoto yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu Joint Implementation (JI), Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) dan Perdagangan Emisi (Emission Trading, ET). CDM adalah satu-satunya mekanisme fleksibel dimana negera berkembang dapat berpartisipasi, sedangkan JI dan ET hanya bisa dilakukan antar negara maju. Mekanisme tersebut menghasilkan unit pengurangan emisi (Emission Reduction Unit, ERU) untuk JI, pengurangan emisi yang disertifikasi (Certified Emission Reduction, CER) untuk CDM dan unit jatah emisi (Assigned Amount Unit, AAU). CDM memungkinkan Indonesia sebagai negara berkembang menghasilkan Sertifikat Penurunan Emisi (CER) melalui kegiatan pembangunan hutan tanaman sebagai bagian dari proyek Aforestation/Reforestation Kehutanan. 2 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

13 Tulisan ini memberikan informasi umum tentang isu pemanasan global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan peluang aplikasi A/R CDM di Indonesia, sebagai upaya untuk membangkitkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya issue pemanasan global dan upaya mitigasinya. Pendahuluan 3

14 4 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

15 BAB 2 Isu Pemanasan Global Iklim di bumi ditentukan oleh aliran energi yang berlangsung terus yang berasal dari sinar matahari. Energi ini sampai ke bumi dalam bentuk cahaya yang dapat terlihat. Kurang lebih 30 % dari energi dipancarkan kembali ke angkasa, tetapi sebagian besar (70 %) dapat menembus atmosfer dan menghangatkan permukaan bumi. Energi yang diterima oleh bumi akan dipancarkan kembali ke angkasa dalam bentuk radiasi infra merah. Karena bumi jauh lebih dingin dari matahari, bumi tidak mengemisikan energi dalam bentuk cahaya tetapi memancarkannya dalam bentuk radiasi panas atau sinar inframerah. Gas-gas rumah kaca yang ada di atmosfer akan memblokir radiasi inframerah, mencegah larinya energi dari permukaan bumi ke angkasa. Radiasi inframerah tidak dapat secara langsung melalui udara seperti cahaya yang terlihat, melainkan sebagian besar energi yang datang dialirkan ke angkasa melalui arus udara, yaitu lari ke angkasa melalui ketinggian di atas lapisan selimut gas rumah kaca. Gas rumah kaca utama adalah uap air, CO 2, metana, nitrogen oksida, halokarbon dan gas industri. Kecuali gas industri, seluruh gas lainnya terjadi secara alami. Keseluruhan GRK akan membentuk kurang dari 1 % lapisan atmosfer. Jumlah ini cukup untuk menghasilkan efek rumah kaca alami yang menyebabkan planet bumi tetap 30 o C lebih hangat dibandingkan tanpa gas rumah kaca, yang memungkinkan untuk berlangsungnya kehidupan seperti yang kita kenal selama ini. 5

16 Tingkat gas rumah kaca utama (dengan kekecualian uap air) cenderung meningkat sebagai akibat peningkatan kegiatan manusia. CO 2 dihasilkan ketika bahan bakar fosil yaitu batubara dan minyak bumi digunakan untuk menghasilkan energi, serta hutan ditebang dan dibakar. Metana dan N 2 O dihasilkan dari kegiatan pertanian dan perubahan penggunaan lahan serta sumber lainnya. Gas buangan kendaraan dan industri menghasilkan gas yang tahan lama seperti CFCs, HFCs, dan PFCs. GRK tersebut telah merubah cara atmosfer menyerap energi, yang hasilnya dikenal sebagai peningkatan efek rumah kaca. Sistem iklim akan melakukan penyesuaian terhadap meningkatnya tingkat gas rumah kaca untuk menjaga keseimbangan neraca energi global. Dalam jangka panjang, bumi harus membuang energi pada selang yang sama dengan energi yang diterima dari matahari. Karena selimut tebal gas rumah kaca telah mengurangi jumlah energi yang lari ke angkasa, iklim akan berubah untuk mengembalikan keseimbangan antara energi yang datang dan pergi. Perubahan atau penyesuaian ini akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global pada permukaan bumi dan lapisan bawah atmosfer. Pemanasan merupakan cara yang paling sederhana dari sistem iklim untuk membuang ekstra energi. Meskipun demikian, bahkan peningkatan kecil pada suhu akan disertai dengan perubahan lainnya pada lingkungan. Model iklim saat ini memprediksikan pemanasan global sebesar C antara tahun 1990 dan Proyeksi ini didasarkan atas asumsi tentang kekuatan yang menentukan emisi dimasa yang akan datang seperti pertumbuhan penduduk dan perubahan teknologi, tetapi mengabaikan perubahan kebijakan dalam penurunan emisi. Bahkan kenaikan sebesar 1,4 o C akan lebih besar dari pada kenaikan dengan skala seratus tahun selama tahun sebelumnya. Rata-rata permukaan laut diprediksikan akan 6 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

17 naik setinggi 9 sampai 88 cm pada tahun Hal ini disebabkan oleh ekspansi thermal lapisan atas lautan yang semakin hangat, dengan kontribusi dari cairnya gunung es (gleyser). Dampak dari pemanasan global adalah kondisi iklim yang tidak menentu, kondisi ekstrim semakin sering terjadi, yaitu kekeringan di suatu tempat sementara curah hujan tinggi di tempat lain. Akan terjadi kelangkaan pangan di tingkat global, dan sumberdaya air akan terpengaruh akibat dari perubahan pola hujan dan penguapan. Infrastruktur fisik akan mengalami kerusakan akibat meningkatnya permukaan laut dan kondisi cuaca ekstrim. Perubahan iklim mempunyai dampak yang luas terhadap bidang Pertanian dalam arti luas termasuk Kehutanan, Perikanan, dan Peternakan. Hasil pertanian yang tidak stabil karena musim tanam yang tidak teratur, berkembangnya hama dan penyakit, kegagalan tanaman karena tidak menentunya waktu datangnya hujan dan sebagainya. Terjadinya angin kencang, kenaikan permukaan air laut dan meningkatnya macam penyakit manusia juga merupakan dampak dari perubahan iklim tersebut. Untuk mengatasi hal itu maka diperlukan usaha mitigasi (menanggulangi terjadinya perubahan iklim) dan adaptasi yakni mencarikan jenis-jenis tanaman yang dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim tersebut menjadi suatu hal yang perlu dilaksanakan sejak saat ini. Skema illustrasi sistim iklim dan siklus karbon dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 berikut. Isu Pemanasan Global 7

18 Gambar 1. Skema Ilustrasi Sistem Iklim (Sumber: UNEP dan UNFCCC, 2002) Gambar 2. Siklus karbon (sumber : carboncycle.biz/images/carbon-cycle.gif) 8 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

19 BAB 3 UNFCCC dan Kyoto Protocol 3.1 UNFCCC Konvensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992, telah mengadopsi draft konvernsi yang telah diterima pada tanggal 9 Mei 1992 di Markas Besar PBB New York. Konvensi ditanda tangani oleh Kepala Negara dan Perwakilan Senior dari 154 negara dan berlaku mulai tanggal 21 Maret Pada pertengahan 2002, sebanyak 185 negara telah meratifikasi konvensi dan mengikat diri dengan konvensi. Secara garis besar, UNFCCC memuat 26 Pasal dan secara umum pasal-pasalnya adalah sebagai berikut : 1. Definisi ( Definitions) yang meliputi : (a) Effek negatif dari perubahan iklim, (b) Perubahan iklim, (c) Sistem iklim, (d) Emisi, (e) Gas rumah kaca, (f ) Organisasi kesatuan ekonomi regional, (g) Penyimpanan, (h) Rosot dan (i) Sumber 2. Tujuan ( Objective) adalah menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat tertentu yang akan menghindari bahaya kegiatan manusia terhadap sistem iklim. 3. Prinsip-prinsip ( Principles) yang meliputi :(a) Tanggung jawab setiap pihak, (b) Keperluan khusus dan keadaan khusus dari setiap pihak, (c) Tindakan yang harus dikerjakan oleh setiap pihak, (d) Kewajiban setiap pihak untuk melaksanakan 9

20 pembangunan yang berkelanjutan, dan (e) Setiap pihak harus turut dalam perbaikan ekonomi dunia. 4. Komitmen ( Commitments) yang meliputi : (a) Setiap pihak memiliki tanggung jawab yang sama tapi harus membedakan kemampuannya dan penetapan prioritas pembangunan nasional dan regional, tujuan dan keadaan setempat, (b) Komitmen dari negara maju, (c) Komitmen negara maju dan negara berkembang 5. Penelitian dan Pengamatan Sistematis ( Research and Systematic Observation). 6. Pendidikan, Pelatihan dan Kesadaran Publik ( Education, Training and Public Awareness). 7. Konferensi Para Pihak ( Conference of the Paties, COP). Merupakan badan tertinggi dan mempunyai wewenang untuk membuat keputusan. 8. Sekretariat ( Secretariat). Secara umum melayani tugas kesekretariatan. 9. Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi ( Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice, SBSTA). Suatu badan yang dapat memberikan informasi ilmiah sebagai dasar pembuatan keputusan. 10. Badan Pembantu untuk Implementasi ( Subsidiary Body for Implementation, SBI). Suatu badan yang berperan untuk mengevaluasi implementasi sesuai dengan komitmennya. 11. Mekanisme Keuangan ( Finacial Mechanism). Menyampaikan beberapa alternatif mekanisme keuangan. 12. Komunikasi Informasi yang berhubungan dengan Implementasi (Communication of Information Related to Implementation). Setiap pihak harus menginformasikan kepada Konferensi Para 10 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

21 Pihak melalui sekretariat tentang inventarisasi emisi nasional, kebijakan dan metoda pengamatan. 13. Penyelesaian Masalah Tentang Implementasi ( Resolution of Questions Regarding Implementations). Melaksanakan konsultasi untuk membuat keputusan bersama. 14. Penyelesaian Sengketa ( Settlement of Disputes). Dilaksanakan secara musyawarah dan cara lain yang menyenangkan setiap pihak. 15. Amandemen Konvensi ( Amendments of the Convention). Setiap pihak dapat mengajukan amandemen terhadap konvensi dan akan diputuskan Konferensi Para Pihak. 16. Adopsi dan Amandemen Lampiran dalam Konvensi ( Adoption and Amendment of Annexes to the Convention). Lampiran harus diajukan dan disetujui. 17. Protokol ( Protocols). Konferensi Para Pihak dapat mengesahkan protokol. 18. Hak Suara ( Right to Vote). Setiap pihak hanya mempunyai satu suara. 19. Depositori ( Depositary). Sekretaris Jendral PBB mengesahkan konvensi dan protokol yang sudah disetujui. 20. Tandatangan ( Signature). Konvensi itu terbuka untuk ditanda tangani anggota PBB. 21. Peraturan Peralihan ( Interim Arrangement). 22. Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan atau Aksesi ( Ratification, Acceptance, Approval or Accession). Konvensi ini untuk diratifikasi, diterima dan disetujui. Indonesia telah meratifikasinya dengan Undang-Undang No. 6 Tahun Mempunyai Kekuatan Hukum ( Entry into Force). Konvensi telah mempunyai kekuatan hukum 19 hari setelah 15 instrumen telah diterima dan disetujui. UNFCCC dan Kyoto Protocol 11

22 24. Pengunduran Diri ( Withdrawal). Pengunduran diri dapat dilakukan dengan cara permohonan secara tertulis. 25. Naskah Asli ( Authentic Texts). Tek ditulis dalam bahasa Arab, China, Inggris, Perancis, Rusia dan Sepanyol. 3.2 PROTOKOL KYOTO Pada tahun 1997, delegasi menghandiri pertemuan COP 3 di Kyoto Jepang. Konperensi menghasilkan konsensus (1/CP3) yang mengadopsi protokol, dikenal sebagai Kyoto Protocol. Komitmen penurunan GRK disepakati dari hasil Konferensi Para Pihak (COP) ke 3 tersebut adalah mengurangi emisi GRK bagi negara industri, yaitu akan mengurangi total GRK sedikitnya 5 % (13,7 Giga Ton) dibandingkan dengan tingkat GRK pada tahun 1990, yang harus dicapai pada tahun Kyoto Protokol menghasilkan mekanisme CDM yang salah satunya adalah Aforestation-Reforestation CDM, sehingga Indonesia layak untuk mendapatkan kegiatan. Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa walaupun reforestasi sudah membudaya lama di Indonesia dan secara finansial ekonomi menguntungkan (feasibel), ternyata proses untuk mengajukan kegiatan ini menuju mekanisme A/R CDM masih sangat panjang. Persyaratan awal berkaitan dengan pemilihan lokasi/lahan MPB yang bebas konflik, layak berdasarkan definisi Protokol Kyoto dan tidak mempunyai resiko sosial yang tinggi, seperti kepadatan penduduk, pendidikan, dan kepemilikan lahan cukup sulit untuk diperoleh. Kendala kedua adalah proses waktu dan biaya masih perlu dipertimbangkan. Aspek biaya untuk sertifikasi dan konsultasi perlu mendapat perhatian. Kegiatan MPB dianggap sebagai hal yang masih baru dan belum ada contoh proyek yang sudah dilakukan, sehingga proses dan mekanisme perolehan sertifikat dan konsultasi dianggap sangat penting. Oleh 12 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

23 karena itu perlu dibentuk Forum MPB atau komisi daerah yang berfungsi untuk koordinasi, fasilitasi dan sinkronisasi kegiatan MPB. Forum MPB/ Komisi daerah MPB ini diharapkan dapat mengurangi biaya pengurusan persyaratan-persyaratan yang diperkirakan cukup besar. Secara umum Kyoto Protokol terdiri dari 28 pasal dan 2 lampiran, yaitu lampiran A tentang kategori GRK dan lampiran B tentang Kuantifikasi perubahan emisi atau komitmen penurunan emisi oleh party. Secara umum isi Protokol Kyoto adalah sebagai berikut : Preamble 1. Definisi (Definitions) yang meliputi COP, Convention, IPCC, Montreal Protocol, Party, dan Annex I 2. Kebijakan dan Tindakan ( Policies and measures) 3. Komitmen Pembatasan dan Pengurangan Emisi ( Quantified emission limitation and reduction commitments) 4. Pemenuhan Bersama atas Komitmen ( Joint fulfillment of commitments) 5. Isu-isu Metodologi ( Methodological issues) 6. Pengalihan dan Perolehan unit Pengurangan Emisi (Implementasi Bersama) (Transsfer and acquisition of emmission reduction units (joint implementation)). 7. Komunikasi Informasi ( Communication of information). 8. Peninjauan Informasi ( Review of information) 9. Peninjauan Protokol ( Review of the Protocol) UNFCCC dan Kyoto Protocol 13

24 10. Kelanjutan untuk mempercepat implementasi komitment (Continuing to advance the implementation of existing commitments) 11. Mekanisme keuangan ( Finacial mechanism) 12. Mekanisme Pembangunan Bersih ( Clean Development Mechanism) 13. Konferensi Para Pihak yang Merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol (Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Protocol) 14. Sekretariat ( Secretariat) 15. Badan-badan pembantu ( Subsidiary bodies) 16. Proses Konsultasi Multilateral ( Multilateral consultative process) 17. Perdagangan emisi ( Emission trading) 18. Ketidakpatuhan ( Non-compliance) 19. Penyelesaian sengketa ( Dispute settlement) 20. Amandemen ( Amendments) 21. Adopsi dan Amandemen Lampiran ( Adoption and amendment of annexes) 22. Hak suara ( Right to vote) 23. Depositori ( Depositary) 24. Tandatangan dan Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan atau Aksesi (Signature and ratification, acceptance, approval or accession) 25. Mempunyai Kekuatan Hukum ( Entry into force) 26. Reservasi ( Reservations) 14 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

25 27. Pengunduran Diri ( Withdrawal) dan 28. Naskah Asli ( Authentic texts) Pasal yang relevan dengan kegiatan kehutanan Pasal 3 (1). Setiap negara Annex I harus menurunkan tingkat emisi GRK paling rendah 5 % dibawah emisi GRK sebelum tahun 1990, pada periode komitmen Pasal 3 (2). Setiap pihak termasuk Annex 1, harus sejak tahun 2005 telah memperlihatkan progres dalam mencapai komitmennya dalam Protocol. Pasal 3 (3). Perubahan bersih dalam emisi GRK oleh sumber dan pemindahan karena rosot yang merupakan kegiatan manusia dalam perubahan penggunaan lahan dan kehutanan, terbatas kepada afforestation, reforestation dan deforestation sejak 1990, diukur sebagai variabel perubahan persediaan karbon pada setiap periode komitmen. Informasi ini harus dilaporkan secara transparan. Pasal 3 (4). Setiap pihak termasuk Annex 1, harus menyediakan data stok karbon pada tahun 1990, dan mengestimasi perubahan stok karbon setiap tahun berikutnya sebagai dasar bagi Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi untuk memberikan pertimbangan. Pasal 12 (1). Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). Pasal 12 (2).Tujuan (MPB) adalah membantu negara yang tidak termasuk dalam Annex 1, untuk mendapatkan pembangunan yang berkelanjutan. Pasal 12 (3). Keuntungan melaksanakan MPB: (a) Pihak yang tidak masuk Annex 1, akan mendapatkan keuntungan dari kegiatan yang berupa sertifikat pengurangan emisi (CER) dan UNFCCC dan Kyoto Protocol 15

26 (b) Pihak termasuk Annex 1 bisa menggunakan CER dari suatu proyek untuk mengkonpensasi kewajibabannya, yang telah ditetapkan dalam Pasal Pasal 12 (5). Hasil pengurangan emisi dari setiap proyek harus disertifikasi oleh suatu lembaga (operational entities) yang akan ditetapkan Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan para pihak untuk Protokol, dengan syarat : (a) Keikut sertaan secara sukarela, (b) Nyata dan dapat diukur serta keuntungan dalam jangka panjang yang berhubungan dengan mitigasi perubahan iklim, dan (c) Pengurangan emisi merupakan tambahan (additional). Karena Indonesia telah meratifikasi UNFCCC & Kyoto Protocol, telah menetapkan definisi hutan dan telah terbentuk Komisi Nasional Perubahan Iklim (DNA), maka Indonesia telah berhak mengajukan kegiatan mekanisme pembangunan bersih (CDM). Untuk keperluan itu Menteri Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih, yang memuat 19 Pasal. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini pengertian hutan dalam kerangka MPB ialah lahan yang lausnya minimal 0,25 ha dan ditumbuhi oleh pohon dengan persentasi penutupan tajuk minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter. Sebagai Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/ Menhut-II/2004 tanggal 5 Oktober 2004 adalah : 1. Pedoman Pemberian Keterangan Lahan untuk Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih oleh Bupati/Walikota/ Camat. 16 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

27 2. 3. Pedoman Penyusunan Usulan Proyek Aforestasi atau Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. Pedoman Penyusunan Dokumen Rancangan Proyek Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. UNFCCC dan Kyoto Protocol 17

28 18 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

29 BAB 4 A/R CDM Clean Development Mechanisme (CDM) merupakan salah satu mekanisme pada Protokol Kyoto (PK) di bawah Konvensi Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change, UNFCCC). Protokol Kyoto (PK) Pasal 12 menyebutkan bahwa Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau CDM merupakan bentuk komitmen kemitraan antara Negara Annex 1 (negara maju) dan Non-Annex 1 (negara berkembang) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui kegiatan kehutanan. Kegiatan CDM kehutanan yang sudah disepakati adalah Aforestasi dan Reforestasi (A/R). Aforestasi (A) adalah penanaman pohon pada areal yang 50 tahun sudah tidak berhutan. Sedangkan Reforestasi (R) adalah penanaman pohon pada areal yang sejak 31 Desember 1989 bukan merupakan hutan. Dari definisi ini, reforestasi merupakan kegiatan yang lebih sesuai untuk dilakukan di Indonesia baik oleh Swasta, BUMN/D, atau perseorangan. A/R CDM dapat diterima apabila dilakukan secara sukarela oleh para pihak, kegiatannya terukur, dan merupakan upaya mitigasi terhadap perubahan iklim. Ukuran mitigasi perubahan iklim yang sudah disepakati diukur dalam ton setara CO 2, dan diperdagangkan dalam bentuk sertifikat penurunan emisi (Certified Emission Reduction, CERs). Dengan telah diratifikasinya PK, melalui UU. No. 17/2004 berarti Indonesia berkomitmen terhadap pelaksanaan CDM. Indonesia telah mempunyai beberapa aturan operasional yang mendukung A/R CDM pada tingkat nasional seperti PP 34/2002, 19

30 yang telah direvisi menjadi PP No. 6/ tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Permenhut No. P.14/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih, SK MenLH No. 206/2005 tentang Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih, dan Keputusan Ketua Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih No. 1/2005 tentang Sekretariat Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih. Karena itu bagaimana agar aturan ini dapat diimplementasikan dan disinkronkan dengan aturan A/R di daerah/ lokal sangat diperlukan. Pemerintah Indonesia, Swasta dan masyarakat umum sudah banyak menunjukkan minatnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan A/R CDM sebagai upaya global untuk mitigasi perubahan iklim. Hal ini karena Indonesia beranggapan bahwa potensi benefit yang akan diperoleh baik secara finansial maupun teknologi transfer dari negara maju, melalui kegiatan penyerapan karbon akan membantu mencapai pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Luasnya lahan kritis yang terdegradasi, terbatasnya sumber dana untuk rehabilitasi, dan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat sekitar hutan yang mencapai 10,2 juta jiwa (BPS, 2004) merupakan alasan lain mengapa Indonesia melihat A/R CDM sebagai kegiatan yang dapat menjadi komplemen program rehabilitasi lahan pemerintah selama ini. Semudah itukah melaksanakan A/R CDM? Ternyata jawabnya sama sekali tidak. Bab selanjutnya akan membahas beberapa peluang dan tantangan untuk melaksanakan A/R CDM di Indonesia. 1 PP 6/2007 menyebutkan bahwa perdagangan karbon dapat dilakukan pada hutan produksi dan hutan lindung dengan areal maksimum sesuai kebutuhan investor 20 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

31 4.1 Peluang A/R CDM Kegiatan reforestasi seperti hutan rakyat dan agroforestry sudah sejak berabad-abad lamanya dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Misalnya kegiatan hutan rakyat atau kebon di Ciamis, Sukabumi dan Tasikmalaya, serta repong damar di Jambi merupakan kegiatan yang dapat menyerap karbon dan dapat diperdagangkan dalam bentuk Sertikat Penurunan Emisi (Certified Emission Reductions (CERs). Menurut Noble (2003) kegiatan afforestasi dan reforestasi, seperti agroforestry, berpotensi untuk menyerap karbon sebesar 400 Mt C per tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hutan tanaman dan agroforestry di Indonesia secara finansial dan ekonomi menguntungkan (feasible) (Ginoga, 2002, 2004) sekaligus mempunyai kontribusi dalam mitigasi iklim global. Seperti terlihat dalam Gambar 3. Dari Gambar 3 terlihat bahwa hutan tanaman Acacia mangium memberikan penyerapan karbon terbesar, disusul oleh hutan rakyat di Ciamis dengan pola 2 (C2). Dari aspek ekonomi (sosial NPV), hutan rakyat di Tasikmalaya dengan pola 3, memberikan nilai ekonomi per hektar yang paling tinggi. Karena itu, dapat dikatakan bahwa secara ekonomi dan penyerapan beberapa pola hutan tanaman dan hutan rakyat sangat menjanjikan untuk didesain sebagai kegiatan A/R CDM. Akan tetapi banyak dari kegiatan seperti ini menjadi tidak layak karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa diajukan sebagai A/R CDM di bawah aturan PK. Tantangan ini akan diuraikan dalam sub bab selanjutnya. A/R CDM 21

32 Coffee Shade-based Coffee Fruit-based Coffee Timber-based Mangium C4 C3 C2 C1 T4 T3 T2 T1 Carbon Sequestration tc/ha Social NPV -5,000, ,000,000 10,000,000 15,000,00 20,000,000 Rp'000/ha Year To Positive Cashflow Employment potential Year pd/ha/yr Gambar 3. Kinerja beberapa sistem agroforestri dan hutan tanaman di Indonesia 4.2 Tantangan Pelaksanaan A/R CDM Tantangan pelaksanaan A/R CDM secara umum dapat dibagi ke dalam 3 aspek, yaitu : (i) Aspek Teknis dan Metodologi, (ii) Aspek Pendanaan, serta (iii) Aspek Kelembagaan dan Kebijakan Aspek Teknis dan Metodologi Aspek teknis yang harus dilengkapi adalah informasi dan data yang mencakup lima prinsip yaitu: (i) Data dasar (Baseline), 22 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

33 (ii) Nilai tambah (Additionality), (iii) Kebocoran (Leakage), (iv) Sifat permanen (Permanence) dan (v) Batas Proyek (Project Boundaries) Data dasar (Baseline). Baseline adalah kondisi stok pool karbon pada saat belum ada proyek dan kemudian dibuat perkiraan perubahan stok di pool ke depan apabila tidak ada proyek. Pool karbon yang dihitung adalah biomas di atas tanah, biomas di bawah tanah, dan serasah. Nilai tambah (Additionality). Prinsip additionality ini pada dasarnya harus bisa membuktikan bahwa kegiatan CDM bukan merupakan Business As Usual (BAU). Beberapa kegiatan reforestasi tidak bernilai tambah, dalam arti bahwa kegiatan itu akan tetap berjalan tampa adanya insentif dari PK. Akan tetapi, apabila ada kegiatan reforestasi terbukti bersifat bernilai tambah, proyek tersebut perlu dipromosikan dan diberikan insentif global. Ilustrasi nilai tambah dapat dilihat pada Gambar 4. NILAI TAMBAH (ADDITIONALITY) Carbon Sumber: after Boer (2005) Karbon yang diperoleh dari proyek (CER) kalau leakage tidak ada Karbon tidak dihitung Umur Akumulasi Carbon pada vegetasi alam sebagai Baseline Gambar 4. Illustrasi Additionaliti dari kegiatan A/R CDM A/R CDM 23

34 Kebocoran (Leakage). Kebocoran didefinisikan sebagai peningkatan emisi di luar batas proyek akibat adanya proyek A/R CDM. Kebocoran ini dapat bersifat langsung atau tidak langsung dari keberadaan proyek. Perhitungan penyerapan GRK suatu kegiatan dihitung sebagai serapan bersih, yaitu = (serapan nyata) (baseline) (kebocoran). Sifat Permanen (Permanence). Untuk menyikapi sifat penyimpanan karbon kehutanan yang tidak permanen, maka dibuat 2 (dua) macam metode perhitungan CERs, yaitu tcer: dengan periode kontrak minimum 5 tahun dan lcer dengan periode komitmen dapat 20 tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali, atau 30 tahun. Batas Proyek (Project Boundaries). Batas proyek perlu ditetapkan secara jelas, untuk mengetahui berapa besar karbon yang diserap dari suatu kegiatan A/R CDM tertentu Aspek Pendanaan Aspek pendanaan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh beberapa calon A/R CDM, apabila masalah teknis sudah dapat diatasi. Sumber dan mekanisme pendanaan yang belum jelas banyak menyurutkan niat beberapa calon proyek yang potensial dapat berkontribusi dalam kegiatan mitigasi iklim Aspek Kelembagaan dan Kebijakan (Nasional dan Internasional) Ada tiga kelembagaan yang berperan dalam mendukung pelaksanaan A/R CDM di Indonesia, yaitu pertama Kelembagaan MPB lokal pada tingkat daerah yaitu propinsi dan kabupaten, kedua Kelembagaan nasional yakni Kelompok Kerja MPB Kehutanan di 24 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

35 Departemen Kehutanan dan Komnas MPB (DNA), serta ketiga Kelembagaan Internasional Kelembagaan A/R CDM Lokal. Kelembagaan CDM lokal dengan investor awal diperlukan untuk kelancaran suatu kegiatan A/R CDM. Untuk kelembagaan lokal, beberapa pihak dapat menjadi komisi pengarah seperti Gubernur dan Bupati, Dinas Kehutanan Propinsi, dan Instansi sektoral tingkat propinsi. Bagaimana bentuk koordinasi antara pihak di tingkat lokal penting untuk dipertimbangkan Kelembagaan Nasional Kelembagaan di tingkat nasional terdiri dari: 1. Kelompok Kerja MPB Departemen Kehutanan Menanggapi permintaan pemerintah Indonesia agar setiap sektor memperoleh manfaat dari CDM maka Departemen Kehutanan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2004 yang secara spesifik mengatur pelaksanaan proyek MPB A/R di Indonesia. Isi utama dari peraturan pemerintah tersebut adalah: i). definisi hutan, aforestasi dan reforestasi dalam kerangka proyek MPB, ii). identifikasi pihak-pihak yang berkompeten menjadi pengembang proyek MPB A/R, iii). memvalidasi prosedur bagi pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten) dalam menentukan lahan yang layak untuk kegiatan proyek MPB, dan iv). prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh ijin dan surat rekomendasi dari Departemen Kehutanan yang menyatakan bahwa proyek MPB A/R yang diajukan memberikan manfaat bagi pembangunan hutan berkelanjutan. Surat dari Departemen Kehutanan harus dilampirkan pada setiap desain rancangan proyek (DRP) A/R CDM. A/R CDM 25

36 Proses untuk memperoleh surat rekomendasi dari Departemen Kehutanan dijelaskan pada Gambar 5. Sebagai tambahan, peraturan pemerintah memberikan kewenangan kepada Departemen Kehutanan untuk membentuk Kelompok Kerja A/R CDM untuk memfasilitasi dan memberikan bimbingan bagi pihak terkait dan pengembang proyek dalam mempersiapkan dan/atau mengevaluasi proyek MPB A/R. Kelompok kerja harus menjamin bahwa proyek MPB A/R yang diajukan sesuai dengan kebijakan kehutanan nasional dan mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan. Evaluasi oleh Expert Luar (5 Hari) 2a 2a 5a Pertemuan Para Pihak (1 Hari) Evaluasi oleh Ahli DRP ke Sekretariat Rapat Internal Komnas (1 Hari) Evaluasi Tim Teknis (21 Hari) Laporan Diterima Sekretariat Rapat Komnas (1 Hari) Y T Surat Persetujuan Data Tambaan/Dokumen Persyaratan Kurang Pengembang/ Pengusul Perbaikan DRP (3 bulan) 0 Departemen Kehutanan Usulan Proyek/ DRP Keterangan : Diajukan melalui Departemen Kehutanan Perlu Revisi DRP Gambar 5. Proses Perolehan Surat Persetujuan dari Departemen Kehutanan dan KomNas MPB di Tingkat Nasional 2. Komisi Nasional MPB (KomNas MPB) Pemerintah Indonesia membentuk Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (KomNas MPB) sebagai DNA nasional pada tanggal 22 Agustus 2005 yang secara resmi dibuka pada bulan 26 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

37 September Komnas MPB ini bertanggung jawab terhadap semua hal yang berkaitan dengan MPB di Indonesia. Komisi Nasional (KomNas) sebagai lembaga otoritas nasional (designated national authority, DNA) yang mempunyai tugas memberikan persetujuan atas usulan proyek MPB, termasuk kolaborasi antar organisasi. KomNas MPB terdiri dari National Executive Board (NEB) yang beranggotakan seluruh sektor yang relevan di tingkat nasional, yaitu Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Mineral, Departemen Kehutanan, Departemen Industri, Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perhubungan, Departemen Pertanian dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Dalam menjalankan fungsinya KomNas MPB dibantu oleh: i) tim teknis tetap (TTT) dan tidak tetap (TTTT), dan ii) sekretariat. Tim teknis mempunyai tugas melakukan evaluasi teknis setiap usulan proyek dalam kerangka pemenuhan kriteria indikator pembangunan berkelanjutan, serta menyampaikan hasil evaluasi dan rekomendasi teknis kepada Komnas MPB melalui sekretariat. Sekretariat MPB berkedudukan di Kementerian Negara Lingkungan Hidup di bawah Deputi yang membidangi masalah perubahan iklim. Peranan dari setiap komponen dalam Komnas ini dapat dilihat pada Tabel 1. TTT terdiri dari perwakilan seluruh sektor dan LSM. A/R CDM 27

38 Tabel 1. Peranan dan Fungsi Setiap Komponen Pada KomNas MPB Komponen Peranan Tugas KomNas MPB DNA Indonesia Semua tugas dan fungsi DNA National Executive Board (NEB) Menjalankan dan memfasilitasi tugas KomNas Menyetujui DRP Sekretariat Adminstrasi DRP Menerima dan komunikasi DRP TTT (& TTTT) Tim Teknis dan Review Evaluasi dan rekomendasi Teknis DRP Kelembagaan Internasional Lembaga internasional yang terlibat dalam pelaksanaan MPB kehutanan adalah CDM Executif Board (Badan Eksekutif MPB) yang mengeluarkan CER dan Entitas Operasional (EO) yang sudah diakreditasi oleh Badan Eksekutif MPB yang melakukan validasi dan verifikasi kebenaran kegiatan MPB. Secara umum kelembagaan untuk memperoleh SPE/CERs dapat dilihat pada Gambar 6. Sedangkan penjelasan setiap tahap untuk memperoleh SPE/CERs diuraikan pada Tabel 2. Seperti digambarkan pada Tabel 2, tahapan untuk memperoleh SPE/CERs, masing-masing adalah: 1. Pembuatan Dokumen Rancangan Proyek (DRP) Syarat keharusan untuk pembuatan DRP yaitu: a. areal memenuhi syarat kelayakan lahan untuk reforestasi, 28 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

39 yaitu sejak tanggal 31 Desember 1989 bukan merupakan hutan, b. surat keterangan kepemilikan lahan, c. surat keterangan lahan untuk MPB, yang membuktikan bahwa lahan tersebut bebas dari konflik serta mempunyai kepemilikan lahan yang jelas, d. peta lokasi dengan skala 1: serta batas lokasi untuk kegiatan MPB, e. informasi situasi dan kondisi lahan dan tata gunanya sejak 1989 sampai sekarang, yang didasarkan pada informasi yang akurat seperti peta dan berita acara, dan f. surat pernyataan dukungan masyarakat dan para pihak terkait dalam kegiatan MPB. Gambar 6. Proses Perolehan SPE Karbon dan Kelembagaan MPB di Indonesia (Ginoga, et.al., 2007) A/R CDM 29

40 Tabel 2. Matriks Tahapan Sertifikat Penurunan Emisi (SPE atau CERs) (Ginoga, et.al., 2007) No. Tahap Organisasi 1. Dokumen Rancangan Proyek (DRP) 2. Persetujuan DRP Pengusul/ Pengembang (Perseorangan, Swasta, Koperasi, BUMN, BUMD) Pengusul kepada Menhut dan Komnas MPB 3. Validasi DRP Lembaga Operasional atas permintaan pengembang 4. Penyampaian hasil validasi/ Pendaftaran Lembaga Operasional ke Badan Pelaksana MPB Kelembagaan Daerah/ Nasional Nasional Internasional Internasional Persyaratan Surat Keterangan lahan MPB dari Bupati/Camat Peta skala 1: Surat kepemilikan lahan Usulan Proyek Ijin Usaha Pengelolaan Jasa Lingkungan/Ijin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu untuk Kawasan hutan Hak Guna Usaha untuk Tanah Negara Surat Keterangan Tanah untuk Tanah milik Hak Kelola Adat untuk Hutan Adat DRP dengan format MPB Surat Keterangan Menteri Kehutanan Surat Keterangan Menhut bahwa DRP yang diusulkan mempunyai kontribusi terhadap pembangunan kehutanan yang berkelanjutan Surat Keterangan/Persetujuan Komnas MPB bahwa DRP yang diusulkan berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan Dana tersedia untuk melakukan validasi lapangan DRP terbukti valid dengan kondisi lapangan 30 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

41 No. Tahap Organisasi Kelembagaan Persyaratan 5. Pelaksanaan Pengembang Daerah DRP disetujui Badan Pelaksana MPB Dana tersedia untuk melakukan kegiatan reforestasi 6. Monitoring Pengembang Daerah Kesiapan apa dan bagaimana proses monitoring Dana tersedia untuk kegiatan monitoring Dilaporkan kepada Lembaga Operasional 7. Verifikasi dan sertifikasi 8. Penerbitan Sertifikat Penurunan Emisi (CERs) Lembaga Operasional kepada Badan Pelaksana MPB Badan Pelaksana MPB kepada Pengembang Internasional Internasional Laporan monitoring dari Pengembang Dana tersedia Verifikasi memenuhi persyaratan Peraturan yang berlaku dipenuhi Pembuatan DRP dimulai dengan menyusun usulan proyek yang dapat digunakan sebagai dasar penawaran kegiatan kepada investor yang tertarik dan mengurus ijin usaha pengelolaan jasa lingkungan (IUPJL) apabila kegiatan akan dilaksanakan pada lahan kawasan. IUPJL ini dikeluarkan oleh daerah sesuai dengan arahan kriteria dan indikator pengelolaan jasa lingkungan dari Departemen Kehutanan. Sebelum ketentuan kriteria dan indikator dari pusat ini ada, daerah diberi keleluasaan untuk menetapkan persyaratan ijin pengelolaan jasa lingkungan. Secara rinci kelembagaan yang terlibat dalam pembuatan DRP dan persyaratannya dapat dilihat pada Tabel 3. A/R CDM 31

42 Tabel 3. Lembaga yang Diperkirakan Terkait dengan Pembuatan DRP (Ginoga, et.al., 2007) No. Lembaga Lokasi Tugas 1. Pengembang/ Pengusul 2. Gubernur/Bupati/ Camat Daerah/ Pusat Daerah Membuat Usulan Proyek dan DRP dilengkapi dengan: Surat keterangan lahan dari Bupati/ Camat Surat kepemilikan lahan Peta lahan dengan skala 1: Informasi tentang situasi dan kondisi lahan sejak tahun 1989 sampai sekarang Surat keterangan adanya dukungan masyarat dan para pihak terkait lainnya Mengeluarkan Surat Keterangan Lahan untuk MPB Mengeluarkan IUPJL 3. Dinas Kehutanan Daerah Verifikasi lahan dan IUPJL, IUPHHK/HGU/ Sertifikat Tanah 4. Menteri Kehutanan melalui kelompok kerja MPB 5. Bapeda/Bapedalda/ Universitas Pusat Ketentuan Kriteria dan Indikator IUPJL Mengeluarkan IUPHHK Mengeluarkan surat keterangan bahwa usulan kegiatan MPB mendukung pembangunan kehutanan yang berkelanjutan Daerah Monitoring Kegiatan/Nara Sumber 32 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

43 g. Persetujuan DRP Apabila proses dan persyaratan di tingkat lokal selesai, usulan proyek dengan semua kelengkapannya diserahkan ke Departemen Kehutanan untuk memperoleh Surat Keterangan dari Menteri Kehutanan bahwa usulan kegiatan MPB yang diajukan akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Setelah Surat Keterangan ini diperoleh, pengusul dapat menyerahkan DRP ke KomNas MPB, untuk memperoleh persetujuan DRP. DRP tersebut minimal memuat: (i) uraian umum tentang kegiatan proyek, (ii) baseline dan additionality, (iii) rencana monitoring dan penghitungan pengurangan emisi, (iv) dampak proyek terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi, dan (v) komentar dari lembaga-lembaga terkait. h. Validasi DRP Validasi dilakukan terhadap DRP yang telah disetujui oleh KomNas MPB. Validasi dilakukan oleh Lembaga Operasional yang telah diakreditasi oleh Badan Pelaksana MPB. Kegiatan validasi ini apabila dilakukan oleh lembaga Entitas Operasional internasional akan memerlukan biaya tinggi dan waktu yang relatif lama, oleh karena itu ketersediaan dana untuk membayar lembaga operasional mutlak diperlukan. i. Pendaftaran Pendaftaran dilakukan oleh lembaga operasional kepada badan pelaksana MPB, berdasarkan hasil validasi di lapangan. A/R CDM 33

44 j. Pelaksanaan/Monitoring Setelah terdaftar di Badan Pelaksana MPB, kegiatan MPB dapat dilaksanakan. Penggunaan dana dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam DRP. Monitoring kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana dalam DRP. Hasil monitoring disampaikan kepada lembaga operasional untuk dilakukan verifikasi. k. Verifikasi dan Sertifikasi Verifikasi dilakukan berdasarkan laporan kegiatan monitoring. Beberapa hal yang akan diverifikasi adalah additionality dari aspek serapan karbon, dampak sosial, dan dampak ekonomi. Hasil verifikasi yang telah sesuai dengan kegiatan monitoring diserahkan kepada badan pelaksana MPB untuk diterbitkan sertifikat penurunan emisi. l. Penerbitan Sertifikat Penurunan Emisi Sertifikat penurunan emisi dikeluarkan oleh Badan Pelaksana MPB. Sertifikat ini menjadi jaminan bahwa kegiatan MPB dengan jumlah serapan karbon tertentu layak untuk dijual ke pasar atau ditawarkan ke Negara Annex 1, dan pengembang mendapat insentif dari karbon yang dihasilkan. 34 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

45 BAB 5 Penutup Tulisan ini telah memaparkan informasi umum tentang isu pemanasan global, UNFCCC, Kyoto Protocol dan peluang aplikasi A/R CDM di Indonesia, sebagai upaya untuk membangkitkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya upaya mengatasi dampak pemanasan global dan upaya mitigasinya. Dengan diketahuinya dampak perubahan iklim akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, serta bukti-bukti adanya hubungan GRK dan kegiatan manusia dengan resiko perubahan iklim, telah mengakibatkan peningkatan perhatian masyarakat terhadap masalah tersebut. Perhatian yang besar untuk mengurangi dampak negatif akibat peningkatan GRK dibuktikan dengan banyaknya negara yang meratifikasi konvensi, yaitu lebih dari 180 negara telah sepakat untuk mengadopsi Konvensi Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Frameworks Convention on Climate Change, UNFCCC). Karena Indonesia telah meratifikasi UNFCCC & Kyoto Protocol, serta telah menetapkan definisi hutan dan telah terbentuk Komisi Nasional Perubahan Iklim (DNA), maka Indonesia telah berhak mengajukan kegiatan mekanisme pembangunan bersih (CDM). Untuk keperluan itu Menteri Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. Bagaimna peluang dan tantangan, serta hambatan dalam implementasi A/R CDM telah dibahas dalam tulisan ini. 35

46 36 ISU PEMANASAN GLOBAL, UNFCCC, KYOTO PROTOCOL DAN PELUANG APLIKASI A/R CDM DI INDONESIA

47 DAFTAR BACAAN Ginoga, K.L., R.D. Djaenudin dan A. Sarsito Mekanisme Pembangunan Bersih Kehutanan : Suatu Pengertian Awal. Sekretariat CDM Departemen Kehutanan, Jakarta. Ginoga, K.L Kelembagaan Aforestasi dan Reforestasi Mekanisme Pembangunan Bersih (A/R MPB) Di Indonesia: Kasus Di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat (A/R CDM Institution in Indonesia: Case in West Nusa Tenggara and West Java). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol. 4, No. 2. Tahun Jung, M CDM Terminology, status of the CDM portfolio, failures and lessons learned. Murdiyarso, D CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Seri perubahan Iklim. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta. Murdiyarso, D Protokol Kyoto. Implikasinya Bagi Negara Berkembang. Seri perubahan Iklim. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta. Murdiyarso, D Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Seri perubahan Iklim. PT Kompas Media Nusantara. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata cara Aforestasi dan Reforestasi Dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih. Sekretariat Clean development Mechanism, Departemen Kehutanan, Jakarta. engertian. Purnama, B. dan N. Masripatin Konvensi Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto dalam Konteks National Forest Program. 37

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA > MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2004 TENTANG TATA CARA AFORESTASI DAN REFORESTASI DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM Pokok Bahasan Tentang Konvensi Struktur Konvensi Peluang dukungan dan dana Tentang Protokol Kyoto Elemen & Komitmen Protokol Kyoto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH KEHUTANAN, DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA. Clean Development Mechanism Forestry, and Its Prospect in Indonesia

MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH KEHUTANAN, DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA. Clean Development Mechanism Forestry, and Its Prospect in Indonesia MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH KEHUTANAN, DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA Clean Development Mechanism Forestry, and Its Prospect in Indonesia Kampus Balitbang Kehutanan, Pusat Litbang Hutan Tanaman Jl. Gunung

Lebih terperinci

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas Kec.Mapanget Kota Manado Telp : (0431) 3666683 Email

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1

BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 BERDAGANG KARBON DENGAN MENANAN POHON: APA DAN BAGAIMANA? 1 ONRIZAL Staf Pengajar Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian: Ekologi dan Rehabilitasi Hutan dan

Lebih terperinci

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA Forest Rehabilitation and Forestry Climate Change Mitigation in North Sulawesi Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni BALAI PENELITIAN

Lebih terperinci

Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang

Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang I. Latar Belakang Masalah perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global dari tahun ke tahun semakin menunjukkan dampak negatif yang semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, United Nations Environment

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERDAGANGAN SERTIFIKAT PENURUNAN EMISI KARBON HUTAN INDONESIA ATAU INDONESIA CERTIFIED EMISSION REDUCTION

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu lingkungan yang paling banyak dibicarakan saat ini, baik pada tataran ilmiah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu hal pokok yang dilakukan oleh setiap negara. Tiap-tiap negara melakukan pembangunan dalam berbagai bidang di daerah yuridiksinya

Lebih terperinci

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI Rizaldi Boer Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB Penambatan karbon merupakan

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global telah menjadi isu politik dan bisnis yang semakin penting bagi sebagian besar negara. Ada panggilan yang kuat dari lingkungan, bisnis dan pemimpin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB)

PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2004 TANGGAL : 5 Oktober 2004 PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN RANCANGAN PROYEK (DRP) DALAM KERANGKA MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (MPB) Dokumen Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AFORESTASI DAN REFORESTASI MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (A/R MPB) DI INDONESIA:

KELEMBAGAAN AFORESTASI DAN REFORESTASI MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (A/R MPB) DI INDONESIA: KELEMBAGAAN AFORESTASI DAN REFORESTASI MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (A/R MPB) DI INDONESIA: 1 KASUS DI NUSA TEGGARA BARAT DAN JAWA BARAT ( Aforestation and Reforestation Clean Development Mechanism (A/R

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Dicky Edwin Hindarto Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon Sosialisasi Skema Penilaian Kesesuaian Greenhouse Gases

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan

Lebih terperinci

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2009

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro,

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan isu global yang mulai menjadi topik perbincangan dunia sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil,

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA Dr. Etti Ginoga Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan BADAN LITBANG

Lebih terperinci

Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE

Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE Muhammad Ridwan 17 Maret 2010 Bahan disarikan dari beberapa tulisan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peran dan fungsi jasa lingkungan ekosistem hutan makin menonjol dalam menopang kehidupan untuk keseluruhan aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Meningkatnya perhatian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

KPH DAN PERDAGANGAN KARBON. Oleh : Dr. Acep Akbar

KPH DAN PERDAGANGAN KARBON. Oleh : Dr. Acep Akbar KPH DAN PERDAGANGAN KARBON Oleh : Dr. Acep Akbar I.Pendahuluan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan perdagangan karbon (Carbon trading) merupakan dua istilah yang sedang menjadi topik hangat pada pengelolaan

Lebih terperinci

National Planning Workshop

National Planning Workshop Strategi Nasional Untuk Meningkatkan Kapasitas SDM Dalam Menghadapi Perubahan Iklim National Planning Workshop Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Jakarta, 9 Oktober 2012 Outline Landasan

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM Disusun oleh: DANIEL AGA ARDIANTO NPM : 02 05 08058 PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum PROGRAM

Lebih terperinci

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR Dr. Armi Susandi, MT Program Studi Meteorologi Departemen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah semua yang berada di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak

Lebih terperinci

MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA

MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA MEKANISME PERDAGANGAN KARBON: PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA Dadang Setiawan DISAMPAIKAN DALAM DIALOG PUBLIK & DEKLARASI BINA LINGKUNGAN HIDUP ANINDO Jakarta, 6 Oktober 2013 ISI PRESENTASI Perubahan iklim

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI Penanggulangan Pemanasan Global di Sektor. (Sugiyono) 15 PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI Agus Sugiyono Intisari Perubahan iklim dunia merupakan tantangan yang paling serius yang

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG Draft 10 November 1 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/200930 /Menhut- II/20092009 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.72/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUKURAN, PELAPORAN DAN VERIFIKASI AKSI DAN SUMBERDAYA PENGENDALIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagaimana diketahui bahwa Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan gasgas yang terdapat di atmosfer, yang berasal dari alam maupun antropogenik (akibat aktivitas manusia).

Lebih terperinci

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2018 KEMEN-LHK. Pengendalian Perubahan Iklim. Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan Sumberdaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci