BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Rawan Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan Lalu Lintas Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan, mendefinisikan kecelakaan lalu lintas sebagai suatu peristiwa dijalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Dalam Peraturan Pemerintah RI No.43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, korban kecelakaan lalu lintas dapat digolongkan, menjadi: 1. Korban mati (fatal), adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut. 2. Korban luka berat (serious injury), adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan. Cacat tetap, bila suatu anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh/pulih untuk selama-lamanya. 3. Korban luka ringan (slight injury), yaitu korban yang tidak termasuk ke dalam korban mati dan korban luka berat, artinya korban tersebut tidak memerlukan rawat inap atau dirawat tidak lebih dari 30 hari di rumah sakit Identifikasi Daerah Rawan Kecelakaan Lalu Lintas Suatu lokasi dinyatakan sebagai daerah rawan kecelakaan apabila memenuhi kriteria, sebagai berikut (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004): 6

2 7 1. Memiliki angka kecelakaan tinggi, 2. Lokasi kejadian kecelakaan relatif bertumpuk, 3. Lokasi kecelakaan berupa persimpangan atau segmen ruas jalan sepanjang meter untuk jalan perkotaan, dan ruas jalan sepanjang 1 km untuk jalan antarkota, 4. Kecelakaan terjadi dalam ruang dan rentang waktu yang relatif sama, serta 5. Memiliki penyebab kecelakaan dengan faktor yang spesifik. Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dalam Pedoman Konstruksi dan Bangunan Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan tahun 2004, identifikasi daerah rawan kecelakaan dapat dilakukan dengan pendekatan tingkat kecelakaan, statistik kendali mutu, dan pembobotan dengan konversi biaya. 1. Pendekatan tingkat kecelakaan a. Perhitungan tingkat kecelakaan lalu lintas untuk lokasi persimpangan Tk = F K X 10 8 V LLP x n x 0,1 x 365, (100JPKP) b. Perhitungan tingkat kecelakaan lalu lintas untuk ruas jalan Tk = F k X LHR τ x n x L x 365, (100JPKP) Ket: Tk Fk VLLP n LHRτ L : Tingkat Kecelakaan, 100JPKP : Frekuensi Kecelakaan di persimpangan pada n tahun data : Volume Lalu Lintas persimpangan : Jumlah tahun data : Volume Lalu Lintas Rata-rata : Panjang Ruas Jalan, Km 100JPKP : Satuan tingkat kecelakaan (kecelakaan/seratus Juta Perjalanan Kendaraan Per-kilometer)

3 8 2. Pendekatan statistik kendali mutu a. Statistik kendali mutu sebagai kontrol-chart UCL (Upper Control Limit) UCL = λ + [2,576 (λ/m)] + [0,829/m] + [1/2m] Ket: UCL λ m : Garis Kendali Batas Atas : Rata-rata kecelakaan dalam satuan kecelakaan per eksposure : satuan eksposure, Km b. Segmen ruas jalan yang memiliki tingkat kecelakaan yang melebihi nilai UCL didefinisikan sebagai lokasi rawan kecelakaan. 3. Pendekatan dengan pembobotan tingkat kecelakaan menggunakan konversi biaya a. Perbandingan nilai moneter dari biaya kecelakaan dengan perbandingan M : B : R : K = M/K : B/K : R/K : 1 b. Angka ekuivalen kecelakaan (AEK) dengan sistem pembobotan M : B : R : K = 12 : 3 : 3 : 1 Ket: M : Meninggal dunia B : Luka berat R : Luka ringan K : Kerugian material Penggunaan metode pembobotan AEK untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan didukung oleh Garber dan Hoel (2009) yang menjelaskan bahwa metode untuk merangkum kecelakaan yang umum digunakan adalah membuat perbandingan kecelakaan pada lokasi-lokasi berbeda dengan skala bobot tiap kecelakaan berdasarkan tingkat keparahannya.

4 9 2.2 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat Keadaan gawat darurat dalam dunia kedokteran didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terjadi secara tiba-tiba menyebabkan kesakitan pada tubuh atau pikiran, seringkali terjadi karena cedera, infeksi, komplikasi obstetrik atau ketidakseimbangan reaksi dalam tubuh, dan merupakan salah satu manifestasi dari suatu penyakit kronis (Kobusingye et al, 2006). Menurut UU 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, kondisi gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Pelayanan kesehatan gawat darurat adalah layanan untuk menangani kondisi gawat darurat yang meliputi pemeriksaan dan penilaian kasus secara cepat, penyediaan dan pemberian intervensi yang tepat, dan transportasi yang cepat ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat sehingga dapat meningkatkan kemungkinan hidup, mengontrol morbiditas, dan mencegah keparahan dan/atau kecacatan (Kobusingye et al, 2006). Pelayanan ini adalah salah satu pelayanan kesehatan yang wajib ada dan harus dilayani oleh semua fasilitas kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan gawat darurat memiliki fungsi untuk menerima, melakukan pemeriksaan awal kasus gawat darurat, dan menstabilkan keadaan pasien yang datang dalam berbagai kondisi dengan tingkat kegawatdaruratan dan kompleksitas yang berbeda-beda (AHIA, 2014). Sistem pelayanan yang diberikan di faslitas pelayanan kesehatan gawat darurat menggunakan sistem triage, yaitu pelayanan diutamakan bagi pasien dalam keadaan darurat bukan berdasarkan antrian. Pelayanan kesehatan gawat darurat juga menyediakan sarana penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, ini merupakan bagian dari perannya dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah.

5 10 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI (2009) tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit, berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ditetapkan pula bahwa semua rumah sakit wajib memberikan pelayanan di IGD rumah sakit selama 24 jam sehari dalam seminggu. Sedangkan untuk pemberian pelayanan kesehatan gawat darurat di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (seperti: pukesmas dan klinik) saat ini belum ada peraturan yang mengatur secara khusus. 2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem informasi geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya manusia, dan data yang terintegrasi secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisis, dan menampilkan data dalam informasi visual berbasis geografis (Bappeda Prov. NTB, 2012). Beberapa fungsi penting dalam pengaplikasian SIG (Campbell dan Shin, 2011), yaitu: 1. Untuk menyimpan dan mengatur informasi geografis secara komprehensif. 2. Untuk menampilkan informasi geografis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 3. Untuk menjawab pertanyaan, analisis, dan evaluasi terhadap informasi geografis.

6 Tipe dan Struktur Data dalam SIG SIG memiliki sistem manajemen data yang dapat mengolah dan memadukan 2 jenis data, yaitu: Sumber: Japan Association on Remote Sensing, 1996 Gambar 2.1 Gambaran Jenis-Jenis Data dalam SIG 1. Data Atribute Data atribute adalah data yang menjelaskan karakteristik dan fenomena yang terjadi di suatu tempat, dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif, misalnya: populasi, kejadian penyakit, kecelakaan, dan lainnya (Campbell dan Shin, 2011). 2. Data Spasial Data spasial adalah data asli terkait lokasi dan deskripsi keruangan lainnya yang disajikan dalam bentuk gambar permukaan bumi, misalnya: jalan, bangunan, negara, dan lainnya sesuai tujuan yang ingin dicapai (Campbell dan Shin, 2011). Data spasial sering kali memuat koordinat X dan Y yang terkait dengan lokasi setiap observasi (Maguire et al, 2008). Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu data raster dan data vektor.

7 12 Data raster adalah data yang dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh. Tiap objek geografis direpresentasikan dengan pixel (picture element). Akurasi data raster bergantung pada resolusi atau ukuran pixel. Resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh tiap pixel hasil visualisasi (Maguire et al, 2008). Data raster baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti: jenis tanah, suhu tanah, dan sebagainya. Keterbatasan data raster adalah besarnya ukuran file, semakin tinggi resolusinya maka akan semakin besar ukuran filenya (Bappeda Prov. NTB, 2012). Data vektor menampilkan gambaran permukaan bumi dengan menggunakan titik (point), garis (line/edge), dan area (daerah yang dibatasi garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama). Data vektor unggul dalam memberikan ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batas dan garis lurus dan sangat berguna untuk analisis yang membutuhkan ketepatan posisi. Kelemahan data vektor adalah tidak mampu mengakomodasi perubahan gradual (Bappeda Prov. NTB, 2012) Jenis-Jenis Peta yang Dihasilkan SIG Untuk memperoleh informasi yang diinginkan, SIG mampu mengubah data menjadi peta tematik. Peta tematik menggunakan berbagai simbolisasi kartografi untuk menggambarkan pola spasial tertentu dengan data kualitatif maupun kuantitatif. Adapun jenis-jenis peta tematik yang dapat dihasilkan SIG, antara lain: 1. Choropleth Map digunakan untuk menggolongkan suatu daerah dalam kelas-kelas tertentu dengan menggunakan degradasi warna untuk merepresentasikan nilai data atributnya. Tiap warna memiliki arti yang berbeda dan merepresentasikan informasi tertentu. Peta ini biasanya menggambarkan data standar, misalnya nilai rate atau proporsi, tetapi juga dapat menampilkan nilai baku untuk menunjukkan beban, ukuran yang berguna untuk perencanaan dan pemberian layanan.

8 13 Sumber: Public Health and Cartography Ad Hoc Committee, 2012 Gambar 2.2 Choropleth Map dalam Memetakan Kejadian HIV/AIDS 2. Dot Dencity Map menunjukkan kejadian menggunakan titik sehingga dapat menggambarkan pola dan kepadatan tertentu. Tiap titik mewakili kejadian tunggal dengan masing-masing titik ditempatkan untuk mewakili lokasi. Tiap titik dapat juga mewakili beberapa peristiwa dan ditempatkan secara acak di suatu daerah.

9 14 Sumber: Public Health and Cartography Ad Hoc Committee, 2012 Gambar 2.3 Dot Dencity Map dalam Memetakan Kejadian HIV/AIDS 3. Heatmap digunakan untuk menunjukkan kepadatan dari peristiwa yang terjadi pada tiap wilayah pada peta. Untuk menilai kepadatan suatu peristiwa digunakan warna tertentu, umumnya digunakan biru, hijau, kuning dan merah. Warna biru menandai daerah dengan frekuensi kejadian relatif sedikit, warna hijau dan kuning menandai daerah dengan frekuensi kejadian sedang, sedangkan warna merah menandai daerah dengan fekuensi terbanyak.

10 15 Sumber: Public Health and Cartography Ad Hoc Committee, 2012 Gambar 2.4 Heatmap dalam Memetakan Derajat Kesehatan di Southeastern, US 2.4 Aksesibilitas Fasilitas Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat Penilaian terhadap aksesibilitas ke fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui dua aspek, yaitu: aspek sosio-ekonomi dan akses geografis (Masoodi dan Rahimzadeh, 2015). Aspek sosio-ekonomi sangat terkait dengan ketersedian fasilitas pelayanan kesehatan untuk diakses, kemampuan masyarakat untuk menjangkau biaya atau membayar fasilitas pelayanan kesehatan, serta penerimaan masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Sementara akses geografis adalah kemudahan masyarakat untuk mencapai lokasi fasilitas pelayanan kesehatan (Hewko et al dalam Apparicio et al, 2008). Saat ini SIG banyak dimanfaatkan untuk menilai akses geografis terhadap pelayanan kesehatan (Patel et al, 2012). Secara umum untuk menilai akses geografis

11 16 dilakukan berdasarkan pendekatan jarak atau waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan (Talen dan Anselin dalam Apparicio et al, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara akses geografis ke pelayanan kesehatan terhadap derajat kesehatan masyarakat (Apparicio et al, 2008). Semakin dekat jarak dan cepat waktu tempuh ke pelayanan kesehatan dapat menurunkan risiko kematian bayi, meningkatkan derajat kesehatan lansia, mengurangi risiko kematian akibat penyakit jantung dan mengurangi risiko kematian pada pasien asma (Schoeps et al, 2011; Tsuji Y et al, 2012; Okwaraji dan Edmond, 2016; Jones dan Bentham dalam Garrett J.E., 1997). Ada berbagai variasi terkait standar jarak dan waktu tempuh yang digunakan untuk menilai aksesesibilita fasilitas pelayanan kesehatan. Secara umum standar jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang sering digunakan adalah 5 km (Van Den Broeck J et al, 1996; Armstrong et al, 2008; Okwaraji dan Edmond, 2016). Standar jarak yang sama juga digunakan oleh The Council for Scientific and Industrial Research (CSIR) (2012) menetapkan standar jarak 5 km untuk akses ke pusat kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sementara untuk standar waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan umumnya digunakan 30 menit (Rutherford et al, 2009; Okwaraji dan Edmond, 2016). Jarak dan waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan sangat perlu diperhitungkan terutama pada keadaan gawat darurat (Jordan et al, 2004) dimana pelayanan kesehatan harus dengan segera diberikan kepada pasien. Nicholl et al (2007) mengemukakan bahwa dalam keadaan gawat darurat peningkatan setiap 1 km jarak ke rumah sakit dapat meningkatkan resiko kematian pada pasien sebesar 2%. Dalam penelitian lain juga ditemukan adanya hubungan jarak dan waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan pada keadaan gawat darurat dengan resiko kematian pada penderita asma,

12 17 dimana setiap peningkatan 10 km jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan meningkatkan resiko kematian pada pasien sebesar 10% dan peningkatan tiap 10 menit waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan dapat meningkatkan resiko kematian pasien sebesar 7 % (Jones et al dalam Nicholl et al, 2007). Sampai standar jarak dan waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan gawat darurat sangat bervariasi. Kota Boston misalnya yang memiliki kepadatan penduduk 5.344/km 2 (relatif sama dengan kepadatan penduduk di Kota Denpasar yaitu 6.700/km 2 ) menetapkan standar berdasarkan kondisi pasien (Sbat et al, 2013): Tabel 2.1 Standar Waktu Tempuh Keadaan Gawat Darurat di Boston Tingkat Prioritas Prioritas I (keadaan sangat darurat/membahayakan kehidupan) Prioritas II (keadaan serius/berpotensi membahayakan kehidupan) Prioritas III (keadaan luka/penyakit yang tidak membahayakan nyawa) Waktu Tempuh 6 menit 7 menit 8 menit Di British Columbia secara nasional menggunakan standar waktu 9 menit dalam keadaan gawat darurat (Ambulance Paramedics of British Columbia, 2013). Standar 9 menit tersebut juga disarankan oleh The U.S National Institute of Health (Ministry of Health and Long Term Care, 2014). Standar 9 menit juga digunakan untuk menilai response time dalam penelitian di Taiwan (Wu et al, 2009). Standar waktu yang ditetapkan dibeberapa negara Asia, misalnya: Hongkong menetapkan standar 10 menit, Cina Shanghai menggunakan standar 8 menit untuk daerah urban, dan di Singapura menetapkan standar waktu 11 menit (Research and Library Services Division Legislative Council Secretariat, 1996). Kemudian Masoodi dan Rahimzadeh (2015) menyatakan bahwa idealnya waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam kondisi gawat darurat adalah antara 8-15 menit.

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif (22 50 tahun). Terdapat sekitar

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif (22 50 tahun). Terdapat sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2011, sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif (22 50 tahun). Terdapat sekitar 400.000 korban

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas Pertumbuhan penduduk, kenaikan pendapatan masyarakat, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, pemekaran kota, dan peningkatan aktivitas sosial ekonomi sangat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM ANALISIS AKSESIBILITAS FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN GAWAT

UNIVERSITAS UDAYANA PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM ANALISIS AKSESIBILITAS FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN GAWAT UNIVERSITAS UDAYANA PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM ANALISIS AKSESIBILITAS FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN GAWAT DARURAT BERDASARKAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN DI KOTA DENPASAR TAHUN 2015 PUTU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Undang-undang No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 Sistem Informasi Geografis Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 5 Cara Memperoleh Data / Informasi Geografis 1. Survei lapangan Pengukuran fisik (land marks), pengambilan sampel (polusi air), pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kematian Ibu Pada International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems tahun 2009, WHO mendefinisikan kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Denpasar merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Bali.

BAB I PENDAHULUAN. Kota Denpasar merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Bali. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Denpasar merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Bali. Secara geografis Kota Denpasar terletak pada 8 o 35 31 sampai 8 o 44 49 (Lintang Selatan) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan utama yang sering terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1157, 2014 KEMENHAN. Penanggulangan Bencana. Evakuasi Medik. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG EVAKUASI MEDIK DALAM PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

EVALUASI PELAYANAN DAN PENENTUAN LOKASI OPTIMUM STASIUN AMBULAN DI KOTA SEMARANG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR

EVALUASI PELAYANAN DAN PENENTUAN LOKASI OPTIMUM STASIUN AMBULAN DI KOTA SEMARANG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR EVALUASI PELAYANAN DAN PENENTUAN LOKASI OPTIMUM STASIUN AMBULAN DI KOTA SEMARANG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR Oleh : PROBO RAHADIANTO S. L2D 000 445 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035, World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan bahwa kematian akibat kecelakaan di

Lebih terperinci

Keselamatan Jalan Raya

Keselamatan Jalan Raya Keselamatan Jalan Raya Achri Taufiqurrohman 101910301061 Penanganan lokasi rawan kecelakaan lalu lintas berdasarkan peraturan PU STRATEGI PENINGKATAN KESELAMATAN JALAN a. pencegahan kecelakaan b. pengurangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS RUAS JALAN TIMOR RAYA KOTA KUPANG)

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS RUAS JALAN TIMOR RAYA KOTA KUPANG) ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS RUAS JALAN TIMOR RAYA KOTA KUPANG) Margareth Evelyn Bolla (mgi_ub08@yahoo.com) 1) Yunita A. Messah 2) Michal M. Bunga Koreh 3) ABSTRAK Jalan Timor

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran operasional secara penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang. Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit telah

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran operasional secara penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang. Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai suatu lingkungan kerja yang terdiri dari berbagai bagian dan sub bagian, dimana antara bagian tersebut memiliki peran dan fungsi masing-masing namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan sepeda motor yang tercatat pertama kali terjadi di New York pada tanggal 30 Mei 1896. Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, tercatat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian dan Definisi Kecelakaan Kecelakaan lalulintas berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 ayat 1 adalah : Suatu peristiwa

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Windhu Purnomo FKM UA 2013 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN 3

METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3 A. LANDASAN PEMIKIRAN Keselamatan transportasi jalan saat ini sudah merupakan masalah global yang bukan hanya menjadi permasalahan transportasi saja tetapi sudah menjadi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Semakin berkembang suatu wilayah maka kebutuhan transportasi akan semakin meningkat dan permasalahan di dalamnya pun akan bertambah. Masyarakat dituntut untuk memiliki mobilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ataupun belum terdiagnosis penyakit jantung (AHA, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ataupun belum terdiagnosis penyakit jantung (AHA, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit jantung khususnya penyakit jantung koroner memiliki tingkat kegawatdaruratan paling tinggi dibanding penyakit tidak menular lainnya. Henti jantung adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam pembangunan nasional di bidang kesehatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

Lebih terperinci

Penentuan Titik Rawan Kecelakaan (Black spot) Berdasarkan Angka Ekuivalen Kecelakaan pada Ruas Jalan PH. H Mustofa - AH. Nasution Di Kota Bandung

Penentuan Titik Rawan Kecelakaan (Black spot) Berdasarkan Angka Ekuivalen Kecelakaan pada Ruas Jalan PH. H Mustofa - AH. Nasution Di Kota Bandung Jumlah Kecelaaan 8th Industrial Research Workshop and National Seminar Penentuan Titik Rawan Kecelakaan (Black spot) Berdasarkan Angka Ekuivalen Kecelakaan pada Ruas Jalan PH. H Mustofa - AH. Nasution

Lebih terperinci

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 3

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 3 UNIVERSITAS GADJAH MADA SEKOLAH VOKASI DIPLOMA REKAM MEDIS Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 3 DESAIN FORMULIR REKAM MEDIS Ganjil/III/VMR 2103 oleh Savitri Citra Budi, SKM.M.P.H Didanai dengan dana BOPTN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan menjadi penyebab tertinggi kematian manusia pada usia 15-29 tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun, dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memberikan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk oleh tiga unsur yaitu unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Response time merupakan waktu tanggap yang dilakukan kepada pasien saat pasien tiba sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat dengan

Lebih terperinci

BAR II TINJAUAN PUSTAKA

BAR II TINJAUAN PUSTAKA BAR II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Lalulintas dan Daerah Rawan Kecelakaan Peraturan Pemerintah RI No 43 tahun 1993 tentang prasarana dan 1a1ulintas ja1an rnenyebutkan bahwa kcce1akaan 1a1ulintas ada1ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Lalu Lintas Jalan Keselamatan berasal dari kata dasar selamat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia selamat adalah terhindar dari bencana; aman sentosa; sejahtera;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yangharus diberikan perhatian penting oleh setiap orang (Depkes RI, 2004). Pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi terutama dalam bidang transportasi mengakibatkan meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor dan hal ini berdampak pada meningkatnya kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya dan diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi,

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, merekognisi, menilai, dan mengendalikan suatu bahaya yang berasal atau terdapat di tempat

Lebih terperinci

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Tugas kelompok Pengindraan jauh Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Oleh Fitri Aini 0910952076 Fadilla Zennifa 0910951006 Winda Alvin 1010953048 Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gastroenteritis hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN I. UMUM Bencana dapat terjadi kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, serta datangnya tak dapat diduga/diterka dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata

BAB III LANDASAN TEORI. tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Keselamatan Jalan Keselamatan Jalan merupakan isu yang cenderung mengemuka dari tahun ke tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata masalah transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Semakin berkembang suatu wilayah maka kebutuhan transportasi akan semakin meningkat dan permasalahan di dalamnya pun akan bertambah. Masyarakat dituntut untuk memiliki mobilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan lalu lintas didefinisikan sebagai kondisi dimana pengguna jalan terhindar dan jauh dari adanya kecelakan. Menurut Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN 2016 016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) KABUPATEN BINTAN TAHUN 2017 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No HK.02.02/MENKES/390/2014

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No HK.02.02/MENKES/390/2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No HK.02.02/MENKES/390/2014 tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit X merupakan RS Nasional, yang mengampu tujuh RS di Jawa Barat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PEMETAAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN DI KOTA GORONTALO

ANALISIS HASIL PEMETAAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN DI KOTA GORONTALO ANALISIS HASIL PEMETAAN DAERAH RAWAN KECELAKAAN DI KOTA GORONTALO Firman Rahmatullah Jahja 1, Arip Mulyanto 2, Abd. Aziz Bouty 3 1 Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Negeri Gorontalo email : babol.jahja@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan. dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes,2016).

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan. dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes,2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pembangunan kesehatan bagian utama yaitu dalam pelayanan yang bersifat darurat. Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan korban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa kebakaran merupakan bencana yang tidak diinginkan yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan kerap terjadi di hampir setiap wilayah Indonesia. Di Daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. Lebih dari 50% kematian disebabkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KECELAKAAN DAN AUDIT KESELAMATAN JALAN PADA RUAS AHMAD YANI SURABAYA

KARAKTERISTIK KECELAKAAN DAN AUDIT KESELAMATAN JALAN PADA RUAS AHMAD YANI SURABAYA KARAKTERISTIK KECELAKAAN DAN AUDIT KESELAMATAN JALAN PADA RUAS AHMAD YANI SURABAYA Amelia K. Indriastuti, Yessy Fauziah, Edy Priyanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana 126 Lampiran 1 CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT A. Komando dan Kontrol 1. Mengaktifkan kelompok komando insiden rumah sakit. 2. Menentukan pusat komando rumah sakit. 3. Menunjuk penanggungjawab manajemen

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Rumah Sakit. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II DASAR TEORI Rumah Sakit. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II DASAR TEORI 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Kantor Kepolisian Republik Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan dan dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan dan dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yang harus diberikan perhatian oleh setiap orang. Pemerintah dan segenap masyarakat bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kondisi akut yang membutuhkan pertolongan segera (Ashour et al,

BAB I PENDAHULUAN. dengan kondisi akut yang membutuhkan pertolongan segera (Ashour et al, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization rumah sakit adalah suatu organisasi sosial berfungsi sebagai pemberi pelayanan baik secara preventif, kuratif, maupun komperehensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya

Lebih terperinci

prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa

prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa Penetapan Area Prioritas Pengelompokan Indikator Mutu Rumah Sakit Khusus Bedah SS Medika berdasarkan prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1 Unit

Lebih terperinci

IGD RSUD CIBINONG MEMBERIKAN LAYANAN TRIASE SERDADU

IGD RSUD CIBINONG MEMBERIKAN LAYANAN TRIASE SERDADU IGD RSUD CIBINONG MEMBERIKAN LAYANAN TRIASE SERDADU (Triase dengan Stiker Deteksi Awal dan Deteksi Waktu) DENGAN 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Sabar) Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau mendesak. (Queensland

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau mendesak. (Queensland BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area di dalam sebuah rumah sakit yang dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan gawat darurat untuk pasien yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISA KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS : DOULU KECAMATAN BERASTAGI KETAREN KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO)

ANALISA KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS : DOULU KECAMATAN BERASTAGI KETAREN KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO) ANALISA KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS : DOULU KECAMATAN BERASTAGI KETAREN KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat dewasa ini semakin luas. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geometrik Jalan Antar Kota Dalam Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 ini merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk 15 pada semua perangkat jalan mulai dari perancangan, bentuk jalan, pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya dikembangkan untuk jalan-jalan baru, akan tetapi semakin banyak digunakan

Lebih terperinci

Modul Praktikum Geographic Information System 1. Oleh Team Asisten

Modul Praktikum Geographic Information System 1. Oleh Team Asisten Modul Praktikum Geographic Information System 1 Oleh Team Asisten Laboratorium Sistem Informasi Laboratorium Sistem Informasi Jurusan Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Padang 2014 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

2) K-Type injury accident : mengakibatkan luka yang mengeluarkan banyak

2) K-Type injury accident : mengakibatkan luka yang mengeluarkan banyak BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Kecelakaan Menurut Fachrurrozy (2001) beberapa karakteristik kecelakaan yang diperlukan dalam analisis kecelakaan lalu lintas adalah : 1. Berdasarkan tingkat kecelakaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Undang-Undang RI No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan mendefinisikan kecelakaan lalu lintas sebagai suatu peristiwa di jalan raya yang tidak di sangka-sangka

Lebih terperinci

PEMETAAN LOKASI RAWAN KECELAKAAN ( STUDI KASUS BUNDARAN WARU ) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR

PEMETAAN LOKASI RAWAN KECELAKAAN ( STUDI KASUS BUNDARAN WARU ) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR PEMETAAN LOKASI RAWAN KECELAKAAN ( STUDI KASUS BUNDARAN WARU ) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sebab, menempati urutan kesepuluh penyebab semua kematian dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sebab, menempati urutan kesepuluh penyebab semua kematian dan BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama kematian dengan berbagai sebab, menempati urutan kesepuluh penyebab semua kematian dan kesembilan sebagai kontributor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat mutlak. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat mutlak. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepeda motor saat ini menjadi super booming, dan menjadi alat angkut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepeda motor saat ini menjadi super booming, dan menjadi alat angkut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepeda motor saat ini menjadi super booming, dan menjadi alat angkut serba guna yang fleksibel, murah dibandingkan alat angkutan yang lain. Apalagi memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS KESEHATAN UPT RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH Dsn. Sumberglagah, Ds. Tanjungkenongo Pacet, Mojokerto Telp (0321) 690441, 690106 Fax.(0321) 690137 Kode Pos 61374 KEPUTUSAN

Lebih terperinci

BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III LOKASI DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Lokasi yang dipilih untuk dilakukan penelitian tentang daerah rawan kecelakaan ini yaitu ruas jalan tol Jakarta Cikampek. Lokasi ini dipilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori 1.Ketersediaan perawat dan dokter jaga IGD Hendrik et al. (2006) menyatkan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang dari permasalahan yang diangkat yaitu tentang pentingnya untuk membuat Rumah Sakit Khusus Jiwa di Kabupaten Badung. Bab ini terdiri dari rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kota adalah prasarana transportasi jalan. Transportasi darat merupakan prasarana

BAB 1 PENDAHULUAN. kota adalah prasarana transportasi jalan. Transportasi darat merupakan prasarana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang menjadi pendukung perkembangan dan kualitas suatu kota adalah prasarana transportasi jalan. Transportasi darat merupakan prasarana kota

Lebih terperinci

TREND KECELAKAAN LALU LINTAS DI INDONESIA ( ) 12/8/2014. Pertemuan Kesebelas. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada

TREND KECELAKAAN LALU LINTAS DI INDONESIA ( ) 12/8/2014. Pertemuan Kesebelas. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Index Kecelakaan 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 12/8/2014 Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Pertemuan Kesebelas

Lebih terperinci

A. Pengertian Setiap penelitian dapat disajikan dalam berbagai bentuk. Prinsip dasar penyajian data adalah bagai mana data dapat komunikatif dan

A. Pengertian Setiap penelitian dapat disajikan dalam berbagai bentuk. Prinsip dasar penyajian data adalah bagai mana data dapat komunikatif dan PENYAJIAN DATA A. Pengertian Setiap penelitian dapat disajikan dalam berbagai bentuk. Prinsip dasar penyajian data adalah bagai mana data dapat komunikatif dan lengkap dalam arti data yang disajikan dapat

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data terbaru yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) menunjukkan 1,2 juta jiwa meninggal setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas, sebagian besar kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Sistem dan Prosedur Suatu informasi dari suatu perusahaan terutama informasi mengenai keuangan dan informasi akuntansi diperlukan oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian masyarakat internasional. World Health Organization (WHO) dalam

Lebih terperinci

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA 2015 BAB I DEFINISI Skrining merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari orang yang memiliki keadaan fatologis yang tidak terdiagnosis

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh suatu negara kepada rakyatnya. Transportasi adalah kegiatan pemindahan manusia/barang dari

Lebih terperinci