Tinjauan Yuridis Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa Berbasis Investasi (Unit Link)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tinjauan Yuridis Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa Berbasis Investasi (Unit Link)"

Transkripsi

1 Tinjauan Yuridis Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa Berbasis Investasi (Unit Link) Erika Saraswati, Myra R. B. Setiawan, dan Wenny Setiawati Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Abstrak Skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum polis asuransi jiwa berbasis investasi (unit link). Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai landasan hukum penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia. Kedua, pembahasan kesesuaian polis asuransi jiwa unit link dengan peraturan perundang-undangan bidang asuransi dan pasar modal. Dan ketiga, pembahasan mengenai upaya pengawasan terhadap produk asuransi jiwa unit link oleh Pemerintah Indonesia. Ketiga pembahasan tersebut dilakukan berdasarkan objek penelitian berupa polis asuransi milik PT. AXA Mandiri Financial Services. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, dan pendekatan studi praktek. Penelitian ini menyimpulkan bahwa produk asuransi jiwa unit link memiliki landasan hukum dalam penyelenggaraannya, yaitu Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-104/BL/2006. Selain itu, polis asuransi jiwa unit link PT. AXA Mandiri Financial Services telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Berdasarkan peraturan pasar modal yaitu UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksanaannya, risiko kinerja Manajer Investasi bukan merupakan tanggung jawab Tertanggung, melainkan tanggung jawab Manajer Investasi. Upaya pengawasan oleh Pemerintah dilakukan lewat Peraturan Bapepam yang mengatur mengenai kewajiban-kewajiban berupa pemisahan laporan keuangan oleh Perusahaan Asuransi, laporan kegiatan bulanan Manajer Investasi, dan laporan perkembangan dana kepada Tertanggung/Pemegang Polis. Kata kunci: polis asuransi, asuransi jiwa unit link.

2 Legal Analysis of the Legal Status of Investment-Based Life Insurance (Unit-Linked) Agreement Abstract This thesis discusses the legal status of investment-based life insurance (unit-linked) agreement. This thesis will discuss three things. First, a discussion of the legal basis of unitlinked life insurance products in Indonesia. Second, the discussion of the suitability of unitlinked life insurance policies with the current legislation regarding insurance and capital markets. And third, a discussion of the Indonesian Government oversight towards the unitlinked insurance. All of those studies conducted by a research object through insurance policy owned by PT. AXA Mandiri Financial Services. This research is a normative-juridical studies through legislation approach, comparative approach, and the study of practice approach. This study concluded that the unit-linked life insurance products have a legal basis in its implementation, based on the Rules of the Chairman of the Capital Market Supervisory Agency and Financial Institution No. KEP-104/BL/2006. In addition, PT. AXA Mandiri Financial Services the unit-linked insurance policy has met the elements in Article 246 of the Book of the Commercial Law and Article 1 paragraph (1) of Law no. 2 of 1992 on Insurance Business. Based on the capital market regulation, Law. 8 of 1995 regarding Capital Markets and its implementing regulations, the risk of Investment Manager performance is not the responsibility of the Insured, but the responsibility of the Investment Manager. Surveillance efforts by the Government through Bapepam Regulation governing the obligations of separation of financial statements by the Insurance Company, the monthly activity report by Investment Manager, and funds development report to the Insured / Policy Holder. Keywords: insurance policy, unit-linked insurance Pendahuluan Asuransi telah menjadi suatu kegiatan usaha yang berkembang dengan pesat karena dirasakan banyak memberikan manfaat bagi dunia usaha dan masyarakat. Manfaat yang paling utama adalah berupa rasa nyaman karena aset yang dianggap berharga telah ditanggung atau dijamin kerugiannya jika suatu risiko 1 menimpanya. Selain itu, asuransi telah menjadi suatu kebutuhan hidup yang penting, seiring dengan makin berkembangnya kebutuhan tersebut, lembaga asuransi juga turut berkembang dengan makin beragamnya produk asuransi yang ditawarkan. Keberagaman produk asuransi yang ditawarkan oleh suatu perusahaan asuransi antara lain asuransi kesehatan, asuransi jiwa, serta produk unit link yang marak dalam kehidupan masyarakat. 1 Risiko adalah suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian. Dikutip dari Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet. 4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 62.

3 Produk unit link sedang marak ditawarkan kepada masyarakat oleh beberapa perusahaan asuransi. Produk ini menawarkan program proteksi bagi pemegangnya serta alternatif investasi yang beragam, bukan hanya di perbankan akan tetapi bisa juga di pasar modal melalui Manajer Investasi. Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portfolio (kumpulan efek yang dimiliki oleh orang perorangan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi) untuk para investor, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka, dengan kata lain pada produk unit link terdapat 2 (dua) manfaat yang diberikan kepada konsumen yaitu manfaat proteksi jiwa dan hasil investasi. Asuransi merupakan lembaga keuangan non-bank yang mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian negara Indonesia. Asuransi jiwa bukan hanya menguntungkan pihak-pihak yang saling mengadakan perjanjian asuransi saja, tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, dapat pula menguntungkan kepentingan nasional, terutama dalam hubungannya dengan penarikan dana yang berasal dari premi asuransi, yang amat diperlukan dalam pembangunan yang sedang giat dilaksanakan oleh pemerintah pada waktu ini, demi kemajuan Negara dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya. 2 Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian. Perjanjian asuransi melibatkan 2 (dua) pihak yaitu Penanggung dan Tertanggung. Tertanggung dapat mengasuransikan dirinya sendiri atau mengasuransikan orang lain tersebut; misalnya orang tua dapat mengasuransikan anaknya. Tertanggung yang wajib membayar premi berhak mengajukan klaim adalah Tertanggung yang di dalam Polis disebut sebagai Pemegang Polis (Policy Holder). 3 Dalam produk Unit link, pihak-pihak yang terlibat dalam produk asuransi ini adalah pihak perusahaan asuransi, tertanggung, pihak Manajer Investasi yang ditunjuk oleh para pihaknya. Ketiga pihak ini mempunyai hubungan hukum berdasarkan perjanjian yang mengikat para pihaknya. Perjanjian asuransi tersebut melibatkan perusahaan asuransi sebagai penanggung dan tertanggungnya, serta perjanjian investasi antara perusahaan asuransi dengan Manajer Investasi atas dana tertanggung. Setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai ketentuan dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu kesepakatan, kecakapan, 2 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2004), hal Kornelius Simanjuntak, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo, Hukum Asuransi (Depok: Djokosoetono Research Center, 2011), hal. 13.

4 adanya hal tertentu yang diperjanjikan dan adanya sebab yang halal. 4 Hal tersebut merupakan syarat umum dalam suatu perjanjian asuransi. Selain itu, penting untuk diingat bahwa ada beberapa aturan dalan berkontrak yang tidak diterapkan untuk semua perjanjian, melainkan hanya untuk Perjanjian Asuransi. Sedemikian pentingnya aturan-aturan tersebut, sehingga jika tidak terpenuhi dapat mengakibatkan suatu Perjanjian asuransi menjadi batal demi hukum. Oleh karena kesignifikasiannya tersebutlah, maka aturan-aturan tersebut ditetapkan disini sebagai syarat khusu dari suatu perjanjian asuransi. Syarat khusus tersebut adalah adanya kepentingan finansial atas obyek yang dipertanggungkan (insurable interest) dan adanya itikad paling baik (utmost good faith). 5 Hukum asuransi di Indonesia berpedoman kepada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 mengenai usaha perasuransian. Apabila meninjau ketentuan UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian ( UU 2/1992 ) hanya mengenal istilah asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi, dan tidak ditemukan istilah asuransi dengan unit link. Hal ini terdapat dalam pasal 1 angka 4 UU No. 2 Tahun 1992 yang berbunyi: Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Aktuaria. Maka berdasarkan bunyi pasal tersebut, tidak ditemukan adanya istilah asuransi unit link sebagai produk asuransi jiwa. Sementara itu semua kegiatan usaha perasuransian di Indonesia mengacu kepada ketentuan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pelaksanaan lainnya dan pada saat UU No. 2 Tahun 1992 diundangkan, produk asuransi jiwa unit link belum berkembang di Indonesia. Faktanya, orientasi pelaksanaan investasi unit link memiliki perbedaan dengan orientasi kebutuhan perlindungan asuransi. Investasi menghendaki keuntungan, sedangkan asuransi menghendaki perlindungan. Dua hal ini agak sulit dilakukan secara bersamaan karena secara teoritis keduanya memiliki konsep yang sama sekali berbeda satu sama lain, bahkan bertentangan. Selain itu, dalam asuransi unit link dinyatakan bahwa risiko investasi ditanggung oleh tertanggung dan bukan oleh penanggung layaknya konsep dasar asuransi. 4 Ibid., hal Kornelius Simanjuntak, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo, Op. Cit., hal. 23.

5 Pelaksanaan produk asuransi unit link melibatkan adanya perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung. Melihat adanya unsur investasi dalam asuransi unit link, maka ketentuan dalam polis asuransi unit link harus memberikan informasi yang jelas terhadap calon tertanggung. Polis produk asuransi jiwa unit link adalah polis individu yang memberikan proteksi asuransi jiwa dimana setiap saat nilainya bervariasi sesuai dengan nilai aset investasi tersebut. 6 Pada satu sisi, produk asuransi jiwa unit link dikeluarkan oleh perusahaan asuransi jiwa yakni adanya penggunaan dana sebagai premi untuk perlindungan pertanggungan atas risiko kematian atau cacat tubuh bagi tertanggung dan sebagian preminya sebagai dana untuk tujuan investasi. Tetapi di sisi lain, produk ini juga menghimpun dana dari investasi masyarakat. Hal mendasar yang membedakan produk asuransi konvensional lainnya yaitu risiko investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab tertanggung atau pemegang polis dan penanggung dibebaskan dari penggantian kerugian investasi dalam bentuk apapun. Sedangkan untuk proteksi jiwa atau kesehatan tetap ditanggung oleh perusahaan asuransi jiwa tersebut. Setiap polis asuransi harus sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003. Ketentuan dalam Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 harus dipenuhi oleh polis asuransi jiwa unit link. Selain itu, polis asuransi unit link harus sesuai dengan prinsip pertanggungan risiko dalam pedoman hukum usaha perasuransian di Indonesia, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Pengaturan mengenai asuransi terdapat dalam definisi asuransi berdasarkan Pasal 246 KUHD yang berbunyi sebagai berikut: 7 Suatu perjanjian dimana seorang Penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang Tertanggung, dengan cara Tertanggung memberikan premi kepada seorang Penanggung dan Penanggung memberikan penggantian kerugian yang diderita oleh Tertanggung akibat peristiwa tak tentu. Pasal 246 KUHD merupakan pasal yang memberikan definisi mengenai perjanjian asuransi. Menurut pasal tersebut, asuransi adalah suatu perjanjian dimana penganggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti. Dari pasal tersebut dapat kita 6 Ketut Sendra, Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit link Proteksi sekaligus Investasi, (Jakarta: Penerbit PPM, 2004), hal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita, Pasal 246.

6 lihat pengertian lebih lanjut dari asuransi, khususnya mengenai unsur-unsur atau sifatsifatnya, walaupun diakui bahwa di antara sifat-sifat itu ada yang tidak dapat diterapkan pada asuransi jiwa atau asuransi jumlah. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 menyatakan mengenai pengertian asuransi sebagai berikut: 8 Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian berkenaan dengan syarat produk asuransi jiwa unit link dalam bisnis asuransi jiwa ditinjau dari peraturan perundang-undangan tentang usaha perasuransian yang berlaku di Indonesia. Maka, diperlukan adanya penelitian mengenai landasan hukum penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia dan kesesuaian polis asuransi unit link terhadap peraturan perundang-undangan dalam bidang usaha perasuransian di Indonesia. Dengan maraknya produk asuransi baru yang ditawarkan oleh masyarakat, maka diperlukan pula upaya pemerintah dalam memberikan pengawasan terhadap usaha perasuransian terutama terhadap penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pokok permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Apakah pelaksanaan asuransi unit link di Indonesia memiliki landasan hukum dan polis asuransi unit link sudah sesuai dengan ketentuan hukum mengenai usaha perasuransian di Indonesia? 2. Bagaimanakah upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap praktek asuransi unit link di Indonesia? Tinjauan Teoritis Penting untuk menyamakan pemahaman akan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut antara lain: 8 Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun LN No. 13 Tahun TLN No Pasal 1 angka 1

7 1. Perjanjian Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan dirinya kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusaka atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita pihak tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan 9 2. Penanggung adalah perusahaan asuransi yang beroperasi berdasarkan izin usaha dari Pemerintah atau dibentuk oleh suatu Peraturan Perundang-undangan Tertanggung adalah pribadi kodrati atau pribadi hukum Obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Aktuaria 13 Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, serta dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan 14. Metode yang digunakan dalam penelitian dan pembahasan pokok permasalahan daam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode yuridis normatif. Bentuk penelitian yang 9 Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun LN No. 13 Tahun TLN No Pasal 1 angka 1 10 Kornelius Simanjuntak, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo, Hukum Asuransi, (Depok: Djokosoetono Research Center, 2011), hal Ibid., hal Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun LN No. 13 Tahun TLN No Pasal 1 angka 2 13 Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun LN No. 13 Tahun TLN No Pasal 1 angka 4 14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, cet.14, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2012), hal. 43.

8 digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang mana bertujuan untuk memperluas pengetahuan peneliti mengenai teori-teori dasar yang berhubungan dengan penelitian. 15 Dengan metode ini diharapkan dapat mengungkapkan terutama mengenai permasalahan-permasalahan secara deskriptif analitis tentang permasalahan-permasalahan hukum yang terdapat dalam polis asuransi produk unit link terkait landasan hukum pelaksanaan produk unit link di Indonesia dan kesesuaian polis asuransi unit link dengan ketentuan hukum dalam bidang usaha perasuransian. Tipologi Penelitian, penelitian yang dilakukan adalah mengenai tinjauan yuridis pelaksanaan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia, peneliti ingin menjelaskan dasar hukum pelaksanaan produk unit link di Indonesia dan kesesuaian polis asuransi unit link dengan ketentuan hukum dalam bidang usaha perasuransian. Oleh karena itu, tipe penelitian yang digunakan pada permasalahan ini adalah deskriptif-analitis. 16 Untuk melengkapi hal tersebut, analisis terhadap pokok-pokok permasalahan dalam skripsi ini penulis menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dengan mengadakan studi kepustakaan. Penulis juga menggunakan data yang diperoleh langsung dari lapangan, yaitu melakukan wawancara narasumber. Kemudian untuk macam bahan hukum yang dipergunakan untuk menunjang penulisan penelitian ini adalah menggunakan bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan. Selain itu juga digunakan bahan hukum sekunder untuk melengkapi bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder adalah bahanbahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya, yaitu berupa literatur dan karya tulis ilmiah. Untuk melengkapi bahan hukum sekunder juga digunakan bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier adalah bahanbahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber primer dan sumber tersier. Bahan hukum tersier yang dipergunakan untuk penunjang penulisan penelitian ini adalah berupa kamus, artikel-artikel hukum yang diperoleh dari majalah, jurnal hukum, dan surat kabar harian ataupun yang diperoleh dari internet. 17. Pada penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data yang berbentuk studi kepustakaan 18, terhadap bahan-bahan bacaan yang berhubungan dengan pelaksanaan usaha perasuransian, lebih khususnya mengenai pelaksanaan asuransi jiwa unit link di Indonesia. Di 15 Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal.21

9 penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif, yakni usaha-usaha untuk memahami makna di balik tindakan atau kenyataan atau temuan-temuan yang ada mengenai permasalahan pelaksanaan produk unit link di Indonesia terkait landasan hukum dan kesesuaian polis asuransi jiwa unit link serta upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap produk asuransi unit link. Bentuk hasil penelitian laporan yang nanti akan dihasilkan berdasarkan penelitian tentang landasan hukum produk asuransi unit link di Indonesia dan kesesuaian hukum polis asuransi unit link terhadap ketentuan hukum dalam bidang usaha perasuransia serta upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap praktek asuransi unit link, sesuai dengan tipologi penelitiannya adalah laporan berbentuk deskriptif-analitis. Bahan penelitian yang sudah terkumpul kemudian dianalisis sesuai dengan teori-teori yang peneliti peroleh dari bahan penelitian serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian. Pembahasan Setiap jenis usaha perasuransian harus menganut asas indemnitas yang tercermin dalam Pasal 246 KUHD. Pasal tersebut menyatakan bahwa perjanjian asuransi bertujuan untuk memberikan ganti kerugian kepada Tertanggung atas sejumlah kerugian yang diderita, yang disebabkan oleh terjadinya risiko yang dijamin sebagaimana diatur dalam polis. Intinya, besar ganti kerugian harus sama dengan besarnya kerugian yang diderita oleh Tertanggung, tidak lebih kecil. Tetapi, hal ini berbeda dalam asuransi jiwa, dimana sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam asuransi jiwa tidak dapat dikatakan bahwa kematian seseorang itu dapat diganti rugi sejumlah uang, sehingga ganti rugi itu sama jumlahnya atau nilainya dengan kerugian yang diderita karena matinya seseorang. Dalam asuransi jiwa Tertanggung setelah memperoleh ganti rugi mungkin atau dapat saja menjadi berada dalam kedudukan finansial yang lebih baik dari kedudukan sebelumnya. Oleh karena itulah, dapat dikatakan bahwa asuransi jiwa atau asuransi jumlah terutama yang diadakan seseorang atas jiwanya sendiri dapat merupakan tabungan sekiranya pada akhir periode asuransi tersebut dia belum meninggal dunia. Asas-asas asuransi yang dimuat dalam KUHD harus diaplikasikan ke dalam peraturan perundang-undangan sebagai bentuk perwujudan penegakan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan KUHD yang lebih memfokuskan pada aspek-aspek

10 perjanjian asuransi, Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian lebih fokus terhadap pembahasan mengenai pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian. Jika menganalisis bunyi Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, maka pasal tersebut memiliki unsur-unsur yang sama dengan bunyi Pasal 246 KUHD, yaitu: a. Adanya unsur penggantian atas kerugian, kerusakan ataupun kehilangan tersebut diakibatkan oleh peristiwa ataupun kejadian yang belum pasti yang mana penggantian kerugian tersebut merupakan tanggung jawab dari pihak Penanggung. b. Adanya kewajiban dari pihak Tertanggung untuk membayar premi kepada pihak Penanggung. Dari kedua unsur tersebut, penggantian kerugian merupakan unsur yang paling esensial dan mutlak harus ada dalam setiap perjanjian asuransi. Unsur ini pulalah yang membuat bisnis asuransi dapat berkembang dengan pesat. Dengan adanya unsur penggantian kerugian ini, konsumen merasa telah memperoleh kepastian dan ketenangan apabila telah membeli produk asuransi. Dalam bidang asuransi jiwa, istilah penggantian kerugian umumnya lebih dikenal dengan istilah uang pertanggungan. Dimana uang pertanggungan tersebut akan dibayarkan oleh pihak perusahaan asuransi selaku Penanggung kepada Tertanggung atau ahli warisnya apabila risiko yang telah diperjanjikan didalam perjanjian asuransi ternyata terjadi. Berdasarkan polis asuransi jiwa unit link milik AXA Mandiri Financial Services, maka dari segi penggantian kerugian telah terpenuhi seperti yang disyaratkan oleh pasal 246 KUHD maupun pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) butir 26 yaitu pada bagian interpretasi, istilah umum, dan definisi yang memuat bahwa uang pertanggungan adalah sejumlah nilai uang yang tercantum pada data polis. Sejumlah uang tersebut adalah hak Pemegang Polis atau penerima manfaat sesuai dengan yang diperjanjikan. Dari segi kewajiban Tertanggung membayar premi, dalam polis asuransi jiwa unit link terdapat pasal mengenai premi dalam pasal 5. Salah satunya adalah pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa premi harus dibayarkan oleh Pemegang Polis kepada Penanggung sebelum atau pada tanggal jatuh tempo pembayaran premi, dengan cara yang telah ditentukan oeh Penanggung. Pembayaran premi dianggap diterima apabila telah berhasil diuangkan

11 dalam rekening Penanggung. Berdasarkan bunyi pasal tersebut maka Tertanggung/Pemegang Polis memiliki kewajiban untuk membayar premi sesuai jumlah yang telah ditentukan. Sedangkan dari segi pertanggungan risiko, walaupun dinyatakan dalam polis bahwa terkait risiko investasi ditanggung sendiri oleh Tertanggung/Pemegang Polis, hal ini tidak menghilangkan kewajiban Penanggung untuk bertanggung jawab atas risiko proteksi bagi Tertanggung karena di dalam polis masih mencantumkan pasal-pasal mengenai kewajiban Penanggung kepada Tertanggung, hal ini tercermin dalam Pasal 8 yang mencantumkan mengenai pembayaran maslahat, pemberitahuan klaim, dan dokumentasi klaim sebagai salah satu tanggung jawab Penanggung. Sedangkan dalam Pasal 1 Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. KEP-104/BL/2006 Tahun 2006 dijelaskan mengenai pengertian produk unit link, yaitu: Produk unit link adalah produk asuransi jiwa yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Nilai manfaat yang dijanjikan ditentukan oleh kinerja subdana investasi yang dibentuk untuk unit link tersebut; b. Nilai manfaat yang diperoleh dari subdana investasi dinyatakan dalam unit; dan c. Mengandung pertanggungan risiko kematian alami. Berdasarkan hal tersebut, dari segi manfaat asuransi, maka unit link tidak berbeda dengan proteksi yang diberikan jenis asuransi jiwa konvensional, yakni manfaat meninggal dunia dan manfaat santunan kesehatan. Yang membedakan adalah bahwa dalam konteks produk asuransi hibrida, unit link memberikan manfaat hasil investasi premi yang ditempatkan pada dana investasi yang dinyatakan dalam unit, kinerja imbal hasilnya tergantung kepada kinerja subdana investasi yang unit link yang dipilih nasabah sesuai dengan kondisi pasar modal. Hal yang membedakan asuransi jiwa unit link dengan asuransi jiwa konvensional adalah bahwa karena produk asuransi unit link bersifat hibrida (terdapat unsur investasi), maka risiko investasi ditanggung oleh Tertanggung. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 4 Ketentuan Tambahan Polis Asuransi Jiwa dan Investasi Mandiri Rencana Sejahtera dan Mandiri Investasi Sejahtera milik AXA Mandiri Financial Services, sebagai berikut: Pemegang polis bertanggung jawab atas perubahan dalam nilai aset Dana Investasi dan Unit yang berhubungan dengan risiko berikut ini yang dimengerti dan diterima oleh Pemegang Polis: 1. Risiko Likuiditas; 2. Risiko Ekonomi dan Perubahan Politik; 3. Risiko kinerja Manajer Investasi.

12 Sebelumnya perlu diketahui bahwa dana investasi asuransi jiwa unit link berada pada pasar modal. Pada investasi reksa dana, semua dana yang disetorkan investor akan dialokasikan ke dalam portfolio investasi sesuai dengan jenis investasi reksa dana. Reksa dana dikelola oleh Manajer Investasi yang melakukan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dengan bank kustodian. Maka, terhadap pengelolaannya harus berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-552/BL/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Hal yang patut dipertanyakan dalam keterangan yang dicantumkan dalam polis asuransi jiwa unit link milik AXA Mandiri Financial Services adalah mengenai risiko kinerja manajer investasi. Dalam polis tidak terdapat rincian lebih lanjut perihal jika terjadi suatu kerugian yang disebabkan oleh perilaku kinerja Manajer Investasi dan bagaimana pertanggungjawabannya. Hal ini dapat meresahkan Tertanggung/Pemegang Polis karena tidak dapat meminta pertanggungjawaban Manajer Investasi secara jelas mengenai pengelolaan terhadap dana investasi milik Tertanggung. Pernyataan dalam polis diatas tampak tidak sesuai dengan bunyi pasal-pasal berikut ini: 1. Pasal 27 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (1) Manajer Investasi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas sebaik mungkin semata-mata untuk kepentingan Reksa Dana. (2) Dalam hal Manajer Investasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Manajer Investasi tersebut wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena tindakannya. 2. Pasal 7 KEP-552/BL/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang menyatakan bahwa: Manajer Investasi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas sebaik mungkin semata-mata untuk kepentingan Reksa Dana. Dalam hal Manajer Investasi tidak melaksanakan kewajibannya, Manajer Investasi tersebut wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena tindakannya. Berdasarkan pasal tersebut, seharusnya risiko investasi yang timbul karena disebabkan oleh kinerja Manajer Investasi bukan merupakan tanggung jawab Tertanggung/Pemegang Polis. Selanjutnya dinyatakan bahwa dengan adanya pencantuman dalam polis mengenai pengenyampingan risiko kinerja Manajer Investasi menyebabkan Manajer Investasi bebas dari segala tanggung jawabnya terhadap perilakunya dalam mengelola dana investasi unit

13 link. Terkait pelanggaran tersebut, diperlukan adanya sanksi yang dapat dikenakan kepada Manajer Investasi terkait. Jika memang terbukti kerugian atas risiko investasi terjadi karena tindakan Manajer Investasi, maka sebagai upaya penegakan hukum, terhadapnya berlaku sanksi administratif yang terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut: 1. Pasal 102 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (1) Bapepam mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Undang undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang dilakukan oleh setiap Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a) peringatan tertulis; b) denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c) pembatasan kegiatan usaha; d) pembekuan kegiatan usaha; e) pencabutan izin usaha; f) pembatalan persetujuan; dan g) pembatalan pendaftaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang berbunyi: Dalam hal Manajer Investasi untuk Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, peraturan pelaksanaannya, dan atau kontrak investasi kolektif, Bapepam berwenang membekukan kegiatan usaha Reksa Dana, mengamankan kekayaan, dan menunjuk Manajer Investasi lain untuk mengelola kekayaan Reksa Dana, atau membubarkan Reksa Dana dimaksud. Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha perasuransian di Indonesia, hal ini sesuai dengan Pasal 10 Undang- Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang menyebutkan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri. Maka, Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan, bertugas untuk mengawasi prduk dan pemasaran unit link di Indonesia, hal ini dipertegas melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.010/2010 dalam Pasal 2 yang menyatakan bahwa: Pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian merupakan kewenangan dan dilakukan oleh ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Untuk pemeriksaan diatas dilakukan secara berkala hal ini dipertegas melalu Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Pemeriksaan terhadap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

14 Walaupun faktanya pada saat ini tanggung jawab pengawasan terhadap lembaga keuangan non-bank telah terdapat peralihan dari Bapepam-LK ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh peraturan yang dikeluarkan Bapepam-LK masih berlaku secara efektif sampai sekarang, sampai adanya perubahan peraturan oleh OJK. Pemerintah lalu mewujudkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.010/2010 lewat dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 11 PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang menyatakan bahwa Menteri (dalam hal ini Menteri Keuangan) memiliki wewenang untuk mengatur mengenai besarnya tingkat solvabilitas dan kekayaan Perusahaan Perasuransian terkait kesehatan keuangan Perusahaan Perasuransian. PMK No. 53/PMK.010/2012 tersebut mengatur secara spesifik mengenai adanya Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi dalam Bab IV, Pasal 29, yang berbunyi sebagai berikut: (1) Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi wajib memisahkan pencatatan dana investasi dan Liabilitas yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi dengan aset dan Liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya. (2) Aset yang bersumber dari Produk Asuransi yang Dikaitkan Dengan Investasi tidak diperhitungkan sebagai Aset Yang Diperkenankan. Pasal tersebut merupakan upaya pemerintah dalam melakukan tindakan pengawasan terhadap penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link. Ketentuan diatas merinci tentang bentuk dan susunan laporan pencatatan dana investasi dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa unit link dengan aset dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya. Selanjutnya, diperlukan adanya laporan kegiatan Manajer Investasi terhadap Bapepam. Terkait fungsi Manajer Investasi yang mengelola dana nasabah secara kolektif dan individual, Bapepam mengeluarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-283/BL/2012 tentang Laporan Kegiatan Bulanan Manajer Investasi sebagai bentuk pengawasan atas kegiatan Manajer Investasi. Peraturan tersebut mewajibkan setiap Manajer Investasi yang telah memperoleh izin Bapepam-LK untuk memberikan laporan kegiatan bulanan kepada Bapepam-LK. Hal ini merupakan upaya pengawasan dari Bapepam untuk menjamin pengelolaan dana nasabah yang bersifat kolektif dan bersifat individual sehingga diperlukan laporan kegiatan bulanan untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas kinerja Manajer Investasi. Selain itu, hal ini juga untuk meminimalisir terjadinya risiko investasi di masa depan.

15 Selain pertanggungjawaban dalam bentuk laporan kepada Bapepam, diperlukan juga adanya bentuk laporan perkembangan dana terhadap Tertanggung/Pemegang Polis sebagai cerminan atas keterbukaan informasi pada dana investasi yang ditanamkan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 8 Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-104/BL/2006 yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi jiwa wajib melaporkan perkembangan dana hak pemegang polis kepada pemegang polis yang bersangkutan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun dengan memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: 1. nilai dan harga unit subdana per tanggal valuasi untuk periode berjalan dan periode lalu; 2. nilai dan harga unit subdana yang dibeli dalam periode berjalan; 3. nilai dan harga unit subdana yang dijual dalam periode berjalan; 4. rincian seluruh biaya yang dibebankan kepada pemegang polis antara lain terdiri dari biaya akuisisi, biaya pengelolaan, biaya mortalita, dan biaya pertanggungan tambahan; 5. Besar uang pertanggungan kematian pada akhir periode berjalan; 6. Nilai tunai netto pada akhir periode berjalan; 7. Saldo pinjaman polis, bila ada, pada akhir periode berjalan; 8. Hasil investasi bersih untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terakhir, bila tersedia, untuk setiap subdana; dan 9. Rincian komposisi investasi untuk setiap subdana per tanggal laporan. Pengawasan Pemerintah yang berbentuk kewajiban pelaporan dapat menjadi upaya pengawasan yang efektif dalam mengawasi penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia. Tetapi pada dasarnya, jika diteliti terdapat beberapa kekurangan, terutama mengenai penundukan hukum terkait unsur investasi dalam unit link terhadap peraturan dalam bidang pasar modal. Artinya, tidak terdapat peraturan hukum yang menyatakan bahwa terhadap pengelolaan unit link dalam investasi reksa dana berlaku terhadapnya peraturan pengelolaaan reksa dana berdasarkan hukum pasar modal. Seharusnya, jika memang pengelolaan unit link dalam reksa dana sama dengan pengelolaan dalam reksa dana di pasar modal maka diharapkan adanya ketentuan tertulis sebagai pedoman hukum pengelolaan unit link dalam reksa dana sehingga unit link bisa memiliki ketentuan yang berkekuatan hukum tetap dan mendapatkan perlakuan hukum yang sama dengan ketentuan hukum pasar modal seperti, laporan kegiatan Manajer Investasi, sertifikasi dan izin untuk Manajer Investasi, sanksi administratif, dan sebagainya. Kesimpulan Berdasarkan penjabaran diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa :

16 1. Dari perspektif legalitas, landasan hukum penyelenggaraan asuransi jiwa unit link di Indonesia adalah Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-104/BL/2006 tentang Produk Unit Link. Dalam peraturan ini dimuat mengenai pengertian produk unit link, besarnya uang pertanggungan, nama dan strategi investasi produk unit link, nilai aset subdana, brosur pemasaran, ketentuan informasi bagi publik tentang harga unit subdana, polis asuransi unit link, pelaporan perkembangan dana, dan syarat menjadi agen pemasaran asuransi unit link. Sedangkan perihal legalitas Perusahaan Asuransi dalam melakukan kegiatan investasi diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang sebagaimana diubah lewat Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang di dalamnya diatur mengenai pembatasan penempatan dana investasi dalam produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi. Produk asuransi jiwa unit link merupakan produk asuransi hibrida karena terdapat unsur investasi sehingga produk asuransi jiwa unit link tidak diatur secara jelas dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Berdasarkan analisis polis asuransi jiwa unit link terhadap Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, polis asuransi jiwa unit link telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu a. unsur penggantian kerugian yang tercermin dalam pasal yang menyatakan mengenai uang pertanggungan bahwa sejumlah uang tersebut adalah hak Pemegang Polis atau penerima manfaat sesuai dengan yang diperjanjikan; b. unsur kewajiban Tertanggung untuk membayar premi yang tercermin dalam pasal yang menyatakan mengenai kewajiban Tertanggung untuk membayar premi kepada Penanggung sebelum atau pada tanggal jatuh tempo pembayaran premi, dengan cara yang telah ditentukan oleh Penanggung. Berdasarkan segi manfaat asuransi yang terdapat dalam Pasal 1 Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. KEP-104/BL/2006 Tahun 2006, maka asuransi jiwa unit link tidak berbeda dengan proteksi yang diberikan jenis asuransi jiwa konvensional, yakni manfaat meninggal dunia dan manfaat santunan kesehatan. Yang membedakan adalah bahwa dalam konteks produk asuransi hibrida, unit link memberikan manfaat hasil investasi premi yang ditempatkan pada dana investasi yang dinyatakan dalam unit,

17 kinerja imbal hasilnya tergantung kepada kinerja subdana investasi yang unit link yang dipilih nasabah sesuai dengan kondisi pasar modal. Terkait tanggung jawab Manajer Investasi, berdasarkan Pasal 27 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Pasal 7 Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP- 552/BL/2010, seharusnya risiko investasi yang timbul karena disebabkan oleh kinerja Manajer Investasi bukan merupakan tanggung jawab Tertanggung/Pemegang Polis. Maka, jika terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh Manajer Investasi, terhadap Manajer Investasi dapat diberikan sanksi oleh Bapepam sesuai dengan Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. 2. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link, maka Pemerintah mengeluarkan ketentuan hukum sebagai bentuk pengawasan lewat Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Dalam Pasal 29 PMK No. 53/PMK.010/2012 diatur mengenai bentuk dan susunan laporan pencatatan dana investasi dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa unit link dengan aset dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya. Selanjutnya, terkait fungsi Manajer Investasi yang mengelola dana nasabah secara kolektif dan individual, Bapepam mengeluarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-283/BL/2012 tentang Laporan Kegiatan Bulanan Manajer Investasi sebagai bentuk pengawasan atas kegiatan Manajer Investasi. Selain pertanggungjawaban dalam bentuk laporan kepada Bapepam, diperlukan juga adanya bentuk laporan perkembangan dana terhadap Tertanggung/Pemegang Polis sebagai cerminan atas keterbukaan informasi pada dana investasi yang ditanamkan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 8 Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-104/BL/2006 yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi jiwa wajib melaporkan perkembangan dana hak pemegang polis kepada pemegang polis yang bersangkutan sekurangkurangnya sekali dalam satu tahun.

18 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 2 Tahun 1992 mengenai Usaha Perasuransian tidak mengenal produk asuransi jiwa yang berdimensi investasi yang dipasarkan oleh perusahaan jiwa seperti produk asuransi unit link sehingga diperlukan adanya pengaturan mengenai produk asuransi jiwa unit link dalam revisi UU Perasuransian yang sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini agar dapat menyesuaikan dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang memiliki Undang-undang sebagai pedoman hukum terbentuknya peraturan yang bersifat sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-undang, contohnya peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan terkait produk asuransi jiwa unit link. 2. Dana investasi unit link dijadikan berupa unit penyertaan dalam reksa dana kontrak investasi kolektif, apabila sistem pengelolaan dana investasi unit link mendapatkan perilaku pengelolaan yang sama dengan dana investasi pasar modal lainnya, seharusnya terdapat ketentuan hukum yang secara khusus mengatur mengenai pedoman pengelolaan dana investasi yang berasal dari unit link dalam kegiatan pasar modal atau ketentuan hukum yang menyatakan penundukan hukum bahwa terhadap unit link berlaku ketentuan hukum dalam pasar modal. 3. Perusahaan asuransi harus memberikan informasi yang jelas dalam memasarkan produk asuransi jiwa unit link terkait dana investasi. Dalam hal risiko investasi, diperlukan adanya informasi yang jelas mengenai jenis risiko investasi apa saja yang menjadi tanggung jawab Tertanggung/Pemegang Polis sehingga apabila terdapat risiko yang terjadi karena kesalahan pihak ketiga, Tertanggung/Pemegang Polis tidak perlu bertanggung jawab atas hal tersebut. Hal ini agar terpenuhinya hak tertanggung/ pemegang polis sebagai konsumen sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Kepustakaan Buku: Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika, Prakoso, Djoko. Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta,2004.

19 Sendra, Ketut. Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit link Proteksi sekaligus Investasi. Jakarta: Penerbit PPM, Simanjuntak, Kornelius, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo. Hukum Asuransi. Depok: Djokosoetono Research Center, Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, Peraturan Perundang-undangan: Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun LN No. 13 Tahun TLN No , Undang-undang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun LN No. 64 Tahun TLN No , Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. PP No. 45 Tahun LN No. 86 Tahun TLN No Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, PMK No. 53/PMK.010/2012. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Produk Unitlink, Kep. Ketua Bapepam No. KEP-104/BL/2006. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Laporan Kegiatan Bulanan Manajer Investasi, Kep. Ketua Bapepam No. KEP-283/BL/2012 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, Kep. Ketua Bapepam No. KEP-552/BL/2010. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007.

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik,

BAB I PENDAHULUAN. diiringi pembangunan disegala bidang yang meliputi aspek ekonomi, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Pembangunan Nasional Indonesia yang dilakukan bangsa Indonesia begitu pesat, hal ini dimaksudkan mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP-104/BL/2006 TENTANG PRODUK UNIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 6/43/DPNP Jakarta, 7 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP ASURANSI PEKERJA YANG MENDERITA SAKIT KARENA ADANYA KESENGAJAAN

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP ASURANSI PEKERJA YANG MENDERITA SAKIT KARENA ADANYA KESENGAJAAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP ASURANSI PEKERJA YANG MENDERITA SAKIT KARENA ADANYA KESENGAJAAN Oleh : Gede Wisnu Yoga Mandala I Wayan Suarbha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/ TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG REASURANSI, DAN PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan asuransi dalam sektor asuransi jiwa di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal No.121, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Portofolio Efek. Nasabah. Individual. Pengelolaan. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6068) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak Indonesia merdeka dari Belanda pada tahun 1945 hingga sekarang, banyak hal telah terjadi dan berubah seiring dengan perkembangan zaman. Bangsa Indonesia menjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI -1- FORMULIR PELAPORAN PERSETUJUAN PAYDI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI I.

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 422/KMK.06/2003 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tolok ukur kemajuan perekonomian negara. Salah satu ciri-ciri negara industri

BAB I PENDAHULUAN. tolok ukur kemajuan perekonomian negara. Salah satu ciri-ciri negara industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal (capital market) merupakan salah satu elemen penting dan tolok ukur kemajuan perekonomian negara. Salah satu ciri-ciri negara industri maju maupun

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2015 KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Terproteksi. Penjaminan. Indeks. Pedoman Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5817).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia pada kenyataannya adalah makhluk hidup yang tidak bisa hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus berinteraksi dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA TERPROTEKSI, REKSA DANA DENGAN PENJAMINAN, DAN REKSA

Lebih terperinci

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo ASURANSI Prepared by Ari Raharjo Email: ariraharjo2013@gmail.com Definisi Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-552/BL/2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

- 3 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 3 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17 /POJK.05/2017 TENTANG PROSEDUR DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERASURANSIAN DAN PEMBLOKIRAN KEKAYAAN PERUSAHAAN ASURANSI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.05/2016 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN

Lebih terperinci

2017, No tentang Kegiatan Perusahaan Efek di Berbagai Lokasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Neg

2017, No tentang Kegiatan Perusahaan Efek di Berbagai Lokasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.294, 2017 KEUANGAN OJK. Perusahaan Efek. Berbagai Lokasi. Kegiatan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6162) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.04/2015 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF YANG UNIT PENYERTAANNYA DIPERDAGANGKAN

Lebih terperinci

KEABSAHAN PERJANJIAN ASURANSI DALAM HUKUM KEPERDATAAN

KEABSAHAN PERJANJIAN ASURANSI DALAM HUKUM KEPERDATAAN KEABSAHAN PERJANJIAN ASURANSI DALAM HUKUM KEPERDATAAN Oleh : I Gede Hery Yoga Sastrawan Putu Tuni Cakabawa Landra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Pertanggungan adalah perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini perkembangan industri asuransi sangat pesat. Kehadiran industri tersebut merupakan hal yang rasional dan tidak terelakan pada situasi sekarang.

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa macam bahaya yang mengancam kehidupan manusia disebabkan oleh peristiwa yang timbul secara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2015 KEUANGAN. OJK. Dana Pensiun. Investasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5692) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.05/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

SKRIPSI ASURANSI JIWA. (Studi Tentang Pelaksanaan Link Assurance di PT. Prudential Life Surakarta)

SKRIPSI ASURANSI JIWA. (Studi Tentang Pelaksanaan Link Assurance di PT. Prudential Life Surakarta) SKRIPSI ASURANSI JIWA (Studi Tentang Pelaksanaan Link Assurance di PT. Prudential Life Surakarta) Skripsi Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN -1- RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-112 /BL/2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- 176/BL/2008 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.61, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Real Estat. Bank Kustodian. Manajer Investasi. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 5867) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERBITAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERBITAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2014 TENTANG PENERBITAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi sudah merajai diberbagai bidang kehidupan manusia. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. informasi sudah merajai diberbagai bidang kehidupan manusia. Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman kian lama kian pesatnya, kecanggihan teknologi dan informasi sudah merajai diberbagai bidang kehidupan manusia. Hal tersebut sangatlah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM PENERAPAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH PADA PIHAK TERTANGGUNG DALAM POLIS ASURANSI JIWA TERKAIT PENGAJUAN KLAIM ASURANSI

JURNAL HUKUM PENERAPAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH PADA PIHAK TERTANGGUNG DALAM POLIS ASURANSI JIWA TERKAIT PENGAJUAN KLAIM ASURANSI JURNAL HUKUM PENERAPAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH PADA PIHAK TERTANGGUNG DALAM POLIS ASURANSI JIWA TERKAIT PENGAJUAN KLAIM ASURANSI ( Studi Kasus di PT. Prudential Life Assurance Cabang Yogyakarta ) Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Premi Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi, sepintas definsi tersebut tidak ada kesamaan antara definisi satu dengan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pada hakikatnya setiap kegiatan manusia selalu menghadapi berbagai macam kemungkinan atau dengan kata lain setiap manusia selalu menghadapi ketidakpastian

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2017 KEUANGAN OJK. Perseroan. Reksa Dana. Penyimpanan. Kontrak. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6074) PERATURAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo No.132, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Kontrak. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6079)

Lebih terperinci

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR)

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR) PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR) Oleh Anak Agung Gede Agung Ngakan Ketut Dunia I Ketut Markeling Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2014 KEUANGAN. OJK. Sengketa. Penyelesaian. Alternatif. Lembaga. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri perusahaan asuransi di Indonesia sangat membantu pemerintah dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh masyarakat setiap saat, kemudian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM TERHADAP PENOLAKAN KLAIM ASURANSI JIWA OLEH PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE CABANG GATSU. Komang Ayu Devi Natasia

UPAYA HUKUM TERHADAP PENOLAKAN KLAIM ASURANSI JIWA OLEH PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE CABANG GATSU. Komang Ayu Devi Natasia UPAYA HUKUM TERHADAP PENOLAKAN KLAIM ASURANSI JIWA OLEH PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE CABANG GATSU Komang Ayu Devi Natasia I Gst. Nyoman Agung & A.A. Ketut Sukranatha PK Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential Ratna Syamsiar Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak PT Prudential Life Assurance memberikan perlindungan bagi

Lebih terperinci

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /SEOJK.05/2016 TENTANG PELAPORAN PRODUK ASURANSI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN ASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SEBAGIAN USAHANYA

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te No.293, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Perusahaan Efek. Subordinasi Perjanjian Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6161) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI MULTI ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI MULTI ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI MULTI ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 262/BL/2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa industri perasuransian yang sehat,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 72 /POJK.04/2017 TENTANG POKOK KETENTUAN PERJANJIAN PINJAMAN SUBORDINASI PERUSAHAAN EFEK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 72 /POJK.04/2017 TENTANG POKOK KETENTUAN PERJANJIAN PINJAMAN SUBORDINASI PERUSAHAAN EFEK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 72 /POJK.04/2017 TENTANG POKOK KETENTUAN PERJANJIAN PINJAMAN SUBORDINASI PERUSAHAAN EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena itu kembali berulang. Setelah 10 tahun redup, skandal derivatif kembali menggema. Krisis keuangan global yang melanda akhir tahun 2008 memicu maraknya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-553 /BL/2010 TENTANG PEDOMAN KONTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL Rancangan PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN Menimbang

Lebih terperinci

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/ PERUSAHAAN ASURANSI 1. PENGERTIAN USAHA DAN KARAKTERISTIK ASURANSI Definisi (UU no. 2 tahun 1992) Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.135, 2017 KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Target Waktu. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6082) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci