Perlindungan dari Kejahatan Penghilangan Paksa Oleh Zainal Abidin (Deputi Direktur Direktorat Pengembangan Sumber Daya HAM ELSAM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perlindungan dari Kejahatan Penghilangan Paksa Oleh Zainal Abidin (Deputi Direktur Direktorat Pengembangan Sumber Daya HAM ELSAM)"

Transkripsi

1 Perlindungan dari Kejahatan Penghilangan Paksa Oleh Zainal Abidin (Deputi Direktur Direktorat Pengembangan Sumber Daya HAM ELSAM) They're dancing with the missing, They're dancing with the dead, They dance with the invisible ones, They're anguish is unsaid, They're dancing with their fathers, They're dancing with their sons, They're dancing with their husbands, They dance alone, They dance alone... (They Dance Alone-Sting) Penggalan lagu berjudul They Dance Alone di atas menggambarkan kesedihan seorang perempuan Chile yang menari Cueca sendirian, sambil memegangi fotofoto orang-orang tercintanya yang dihilangkan. Lagu ini merupakan sebuah ekspresi simbolis protes terhadap diktator Chile, Augusto Pinochet, yang selama periode pemerintahannya telah membunuh dan menghilangkan ribuan rakyatnya. Di Chile, praktek penghilangan paksa bermula pada 1973, ketika tentara Chile di bawah Jenderal Agusto Pinochet menggulingkan dan membunuh Presiden Allende melalui coup d etat. Jenderal Pinochet lalu menguasai Chile. Diperkirakan dalam tiga bulan pertama, pasukan Pinochet membunuh atau penghilangan paksa sekitar orang. Selama kekuasaannya, kejahatan hak asasi manusia berat tak pernah diusut secara tuntas. Pada 1990, saat diktator Pinochet sudah terguling, Chile membentuk Komisi Nasional untuk Kebenaran dan Rekonsiliasi yang mempunyai mandat menyelidiki kasus penghilangan orang secara paksa dan pembunuhan yang dilakukan selama rezim militer tahun [1] Laporan akhir komisi berisi tentang ringkasan kasus pembunuhan dan orang hilang.[2] Chile bukan satu-satunya negara yang pernah mempraktekkan kejahatan penghilangan paksa. Di Argentina, selama masa perang kotor (dirty war), terjadi tindakan penghilangan paksa sebagai metode teror dan melenyapkan lawanlawan politik. Penghilangan yang dilakukan oleh rezim militer bermula dari adanya perebutan kekuasaan oleh tentara Argentina dengan sebuah coup d etat tahun 1976 dan berlanjut dengan tindakan kekerasan dengan tujuan pemberantasan pikiran subversif, terutama kepada kelompok atau individu yang dianggap sayap kiri. Diperkirakan antara orang dibunuh atau dihilangkan paksa di bawah rezim militer. Pada saat laporan Nunca Mas diselesaikan tahun 1984, diperkirakan sebanyak orang masih hilang.[3] Pada tahun-tahun 1970an, penghilangan paksa menjadi tren kejahatan politik di berbagai belahan dunia, baik di Asia, Afrika, Eropa, maupun Amerika Latin sendiri. Kejahatan ini dilakukan dengan berbagai motif, di antaranya sebagai metode untuk melakukan teror, mengontrol masyarakat dan menekan oposisi politik terhadap rezim diktator di negara-negara otoriter. Penghilangan paksa sering digunakan sebagai sebagai strategi untuk menyebarkan teror di masyarakat. Perasaan tidak aman dari praktik penghilangan paksa ini tidak terbatas pada orang-orang dekat yang dihilangkan, tetapi berdampak pada komunitas dan masyarakat secara keseluruhan.[4] Penghilangan paksa telah menjadi masalah global dan hingga kini praktek-praktek penghilangan paksa masih terus terjadi. Pada bulan November 2011, ahli-ahli HAM independen PBB untuk penghilangan paksa dan sewenang-wenang melakukan review atas lebih dari 400 kasus yang dilaporkan dan terjadi di hampir 40 negara.[5]

2 Perlindungan dari Penghilangan Paksa Praktik-praktik kejahatan penghilangan orang secara paksa kemudian menjadi perhatian masyarakat internasional. Komunitas internasional berupaya membangun sistem perlindungan dari kejahatan tersebut. Langkah awal untuk membangun instrumen tentang perlindungan terhadap praktek-prektek penghilangan paksa dilakukan sejak tahun 70an berdasarkan dari pengalaman di negara-negara Amerika Latin.[6] Pada tahun 1978, PBB mengeluarkan Resolusi 33/173 tentang Disappeared Persons, dan melalui serangkaian proses yang panjang, pada 1992, muncul Deklarasi tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of all Persons from Enforced Disappearance).[7] Pada 2006, terbit Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan Penghilangan Paksa (the International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance). Di tingkat regional, negara-negara benua Amerika juga mempunyai regulasi terkait dengan perlindungan dari praktek-praktek penghilangan paksa. Pada tahun 1994, Majelis Umum Negara-negara Inter-Amerika (the General Assembly of the Organisation of American States/OAS) mengadopsi the Inter-American Convention on Enforced Disappearance of Persons. Dalam sejumlah instrumen tersebut, penghilangan orang secara paksa didefinisikan sebagai kejahatan, dan praktik-praktik penghilangan paksa yang dilakukan secara sistematis atau dalam situasi tertentu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.[8] Praktik penghilangan secara paksa yang dilakukan secara meluas atau sistematis adalah kejahatan terhadap kemanusiaan seperti dimaksud dalam hukum internasional yang berlaku dan harus memperoleh konsekuensi seperti yang berlaku di bawah hukum internasional.[9] Selain itu, penghilangan orang secara paksa merupakan kejahatan yang masih berlanjut (continuing crimes). Terdapat penekanan pada adanya dampak yang berlanjut (continuing effects), dimana para korban penghilangan paksa yang tidak pernah ditemukan dan tidak diketahui nasibnya.[10] Setiap negara mempunyai kewajiban untuk melakukan langkah-langkah terhadap terhadap kejahatan penghilangan orang secara paksa, di antaranya; pertama, memastikan bahwa tidak seorang pun boleh dihilangkan secara paksa tanpa pengecualian apapun,[11] dan setiap negara harus menjamin penghilangan paksa merupakan kejahatan dalam hukum pidananya.[12] Kedua, kewajiban melawan segala bentuk kekebalan hukum (impunitas) dalam kejahatan penghilangan secara paksa,[13] di antaranya adanya tanggung jawab menyelesaian kejahatan penghilangan paksa dengan langkah-langkah yang perlu untuk menyelidiki dan membawa para pelaku ke pengadilan.[14] Ketiga, bertanggung jawab menemukan, mengembalikan, dan memberikan kejelasan nasib para korban yang masih hilang, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencari, menemukan, dan melepaskan orang hilang, dan dalam kasus korban sudah meninggal, untuk menemukan, menghormati, dan mengembalikan jasad atau sisa mereka.[15] Keempat, kewajiban untuk memenuhi hak-hak para korban untuk mengetahui kebenaran, mendapatkan keadilan dan pemulihan.[16] Selain itu, tanpa mengesampingkan kewajiban untuk melanjutkan penyelidikan sampai nasib orang hilang dapat diklarifikaasi, setiap negara juga harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan berkaitan dengan situasi hukum orang hilang, yang nasibnya masih belum jelas, serta kejelasan nasib anggota

3 keluarga mereka, dalam hal administrasi kependudukan, kesejahteraan sosial, masalah keuangan, peraturan rumah tangga, dan hak milik pribadi.[17] Konteks Indonesia Indonesia juga tidak lepas dari praktik kejahatan penghilangan paksa, yang terjadi pada masa Orde Baru, dan kasus-kasus yang terjadi semasa pemerintahan pasca Orde Baru. Penghilangan paksa ini dilakukan dengan berbagai motif dan situasi, di antaranya; tuduhan sebagai anggota partai komunis, konflik tanah, aktivitas politik, pemberlakukan operasi militer, dan konflik lainnya.[18] Salah satu kasus penghilangan paksa adalah kasus penculikan aktivis pada tahun Perlindungan dan mekanisme pertanggungjawaban terhadap kejahatan penghilangan orang secara paksa, selain diatur terbatas di KUHP dengan delik penculikan, pada 2000 keluar UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan UU tersebut, Pengadilan HAM mempunyai yurisdiksi terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[19] Dalam UU ini, penghilangan orang secara paksa adalah penangkapan, penahanan, atau penculikan seseorang oleh atau dengan kuasa, dukungan atau persetujuan dari negara atau organisasi, diikuti oleh penolakan untuk mengakui perampasan kemerdekaan tersebut atau untuk memberikan informasi tentang nasib atau keberadaan orang tersebut, dengan maksud untuk melepaskan dari perlindungan hukum dalam jangka waktu yang panjang. Penghilangan orang secara paksa yang dilakukan secara sistematis atau meluas merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan [20] Namun implementasi UU No. 26 Tahun 2000 terkait dengan penghukuman kepada para pelaku kejahatan penghilangan orang secara paksa belum berjalan maksimal, salah satu contohnya adalah kasus penculikan dan penghilangan aktivis tahun Komnas HAM pada September 2003 telah membentuk Tim Pengkajian tentang peristiwa penghilangan Paksa , dan kemudian membentuk Tim Penyelidik. Hasil Penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa penculikan dan penghilangan aktivis. Komnas HAM lantas merekomendasikan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti penyelidikan tersebut menjadi penyidikan. Namun Kejaksaan Agung belum memberi respon lebih lanjut dengan alasan masih mengandung masalah secara yuridis. Hasil penyelidikan Komnas HAM juga diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada 28 September 2009, DPR mengeluarkan rekomendasi penyelesaian kasus penghilangan orang secara paksa tahun Rekomendasi DPR terdiri dari 4 hal; 1) merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk pengadilan HAM adhoc; 2) merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak-pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM masih dinyatakan hilang; 3) merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang; dan 4) merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Bagi Setiap Orang dari Tindakan Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia. Setelah 2 tahun rekomendasi DPR, belum satu pun rekomendasi yang terpenuhi.[21] Dari keempat rekomendasi DPR, rekomendasi agar Indonesia segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Bagi Setiap Orang dari Tindakan

4 Penghilangan Paksa yang tampak mengalami kemajuan. Komitmen ini sebetulnya sudah terjadi sebelum munculnya rekomendasi DPR. Sebelumnya, Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam penyusunan dan menjadi co-sponsor pada Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa pada Sidang Majelis Umum PBB pada Desember Di tahun 2010, Pemerintah Indonesia menandatangani Konvensi tersebut, dan sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, penghilangan secara paksa sangat bertentangan dengan prinsi-prinsip demokrasi dan penandantanganan konvensi merupakan bentuk komitmen Indonesia.[22] Pada tahun 2011, komitmen untuk meratifikasi Konvensi kembali ditegaskan sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Periode [23] Saat ini, Pemerintah tengah mempersiapkan Naskah Akademis dan RUU Ratifikasi untuk Konvensi tersebut. Semoga proses ratifikasi Konvensi tersebut cepat terlaksana untuk memperkuat jaminan perlindungan warga negara dari praktik-praktik kejahatan penghilangan paksa di Indonesia. [1] Komisi Nasional untuk Kebenaran dan Rekonsiliasi Chile dibentuk untuk menyelidiki kasus orang hilang paksa dan pembunuhan yang dilakukan selama rezime militer tahun berdasarkan Supreme Decree No. 355 yang dikeluarkan oleh Cabang Eksekutif Menteri Kehakiman pada 25 April [2] Laporan akhir Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Chile yang sering disebutkan sebagai Rettig Report diajukan ke parlemen pada bulan Februari [3] Lihat Laporan Comisión Nacional para la Investigación sobre la Desaparición de Personas (CONADEP) atau Komisi Nasional untuk Orang Hilang Argentina (CONADEP) yang dibentuk berdasarkan Dekrit Presiden Raul Alfonsin untuk menyelidiki kasus orang hilang paksa yang dilakukan selama tujuh tahun rezim militer, yaitu antara [4] [5] [6] Irawan Saptono, Penghilangan Paksa dan Eksekusi di Luar Perintah Pengadilan, Occasional Paper Series #1, ELSAM, Jakarta, [7] Adopted by General Assembly resolution 47/133 of 18 December [8] Lihat the Inter-American Convention on Enforced Disappearance of Persons. [9] Pasal 5 Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Lihat juga Statuta Roma 1998 untuk Mahkamah Pidana Internasional (the International Criminal Court), kejahatan penghilangan paksa menjadi salah satu kejahatan dasar (underlying act) kejahatan terhadap kemanusaiaan. Kejahatan-kejahatan penghilangan paksa yang dilakukan dengan sistematis atau meluas masuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan. [10] Lihat Pasal 17 Deklarasi PBB tentang Perlindungan Semua Orang dari Pengilangan Paksa (United Nations Declaration on the Protection of All Persons from Enforced Disappearance). Pengadilan-pengadilan di negara-negara Amerika Latin dan Pengadilan HAM Inter-Amerika (the Inter-American Court of Human Rights) telah secara khusus menyatakan bahwa penghilangan paksa merupakan continuing crimes. [11] Pasal 1 Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari [12] Pasal 5 Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari [13] Bagian Konsideran Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Dalam konteks kejahatan penghilangan paksa yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, Statuta Roma 1998 menegaskan bahwa kejahatan-kejahatan yang menjadi yurisdiksinya merupakan kejahatan yang sangat keji, yang mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan. Kejahatan tersebut tidak dapat

5 dibiarkan tak dihukum dan penuntutan terhadap mereka secara efektif harus dijamin dengan mengambil langkah-langkah di tingkat nasional dan internasional. Penghukuman ini akan memutus rantai kekebalan hukum (impunity) bagi pelaku kejahatan ini dan akan memberi sumbangan pada dapat dicegahnya kejahatan tersebut. [14] Pasal 3 Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari [15] Pasal 24 (3) Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari [16] Pasal 24 (1) Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari [17] Pasal 24 (6) Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari [18] Irawan Saptono, Penghilangan Paksa dan Eksekusi di Luar Perintah Pengadilan, Occasional Paper Series #1, ELSAM, Jakarta, [19] Lihat Pasal 4 dan Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. [20] Lihat pasal 9 huruf I UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Mengenai penjelasan tentang Unsur-Unsur Kejahatan Terhadap kemanusiaan berupa penghilangan paksa dapat merujuk pada Pedoman Unsur-Unsur Pelanggaran HAM yang Berat dan Tanggung Jawab Komando, diterbitkan oleh Mahkamah Agung. [21] Lihat Progress Report: Dua Tahun Rekomendasi DPR Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode , Berlanjutnya Penyangkalan Negara, Berlanjutnya Penyangkalan Atas Keadilan, ELSAM, [22] Antaranews.com, Indonesia Tandatangani Konvensi Anti Penghilangan Orang, Selasa, 28 September [23] Lihat Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, 7 November 2009 I. Pendahuluan Menjelang

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20

HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20 HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20 Oleh Drs. Sidarto Danusubroto, SH (Ketua MPR RI) Pengantar Setiap tanggal 10 Desember kita memperingati Hari Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Menyangkal Kebenaran, Menunda Keadilan

Menyangkal Kebenaran, Menunda Keadilan KERTAS POSISI KEADILAN TRANSISIONAL SERI #1 Menyangkal Kebenaran, Menunda Keadilan Berlanjutnya Penyangkalan Negara atas Hak-Hak Korban, Mandegnya Penuntasan Kasus Penghilangan Orang secara Paksa Periode

Lebih terperinci

Berlanjutnya Penyangkalan Negara, Berlanjutnya Penyangkalan Atas Keadilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

Berlanjutnya Penyangkalan Negara, Berlanjutnya Penyangkalan Atas Keadilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progress Report: Dua Tahun Rekomendasi DPR Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998 Berlanjutnya Penyangkalan Negara, Berlanjutnya Penyangkalan Atas Keadilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma merupakan wujud dari Prinsip Komplemeter dari badan yudisial tersebut. Pasal tersebut mengatur terhadap

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN

POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN Kasus pelanggaran HAM Berat LATAR BELAKANG Paksa reformasi 1998, nilai nilai HAM dan kewajiban pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM telah menjadi menjadi

Lebih terperinci

Mendorong Komitmen Indonesia Meratifikasi Statuta Roma untuk Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia

Mendorong Komitmen Indonesia Meratifikasi Statuta Roma untuk Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Mahkamah Pidana Internasional Coalition for the International Criminal Court Kerangka Acuan Seminar Nasional Memperingati Hari Keadilan Internasional Sedunia 17 Juli 2012

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap manusia dan bersifat Universal B. Jenis jenis HAM -Menurut

Lebih terperinci

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008 PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008 Pokok Bahasan Apa prinsip-prinsip dan mekanisme hukum acara

Lebih terperinci

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.

Lebih terperinci

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 RINGKASAN TABEL INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 SETARA Institute, Jakarta 5 Desember 2011 SCORE 2011 PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU 1,4 KEBEBASAN BEREKSPRESI 2,5 KEBEBASAN BERAGAMA/BERKEYAKINAN

Lebih terperinci

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Sepuluh Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Banyak kesalahpahaman terjadi terhadap Pengadilan Rakyat Internasional. Berikut sepuluh hal yang belum banyak diketahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Lampiran1: Catatan Kritis Terhadap RKUHP (edisi 2 Februari 2018) 1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Serupa dengan semangat penerapan pidana tambahan uang pengganti, pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan internasional, penegakan hukum terhadap imunitas kepala

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional Mahkamah Pidana Internasional Sekilas tentang Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) didirikan berdasarkan Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998,

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Bagian 2: Mandat Komisi

Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi Bagian 2: Mandat Komisi...1 Bagian 2: Mandat Komisi...2 Pendahuluan...2 Batasan waktu...3 Persoalan-persoalan dengan relevansi khusus...3 Makna berkaitan dengan konflik politik...3

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

pembentukan komisi kepresidenan

pembentukan komisi kepresidenan Keluarga korban pelanggaran HAM usul pembentukan komisi kepresidenan Setara dan keluarga korban mengatakan tidak ada rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran Published 3:47 PM, March 29, 2016 TUNTUT KEADILAN.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

*12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 26/2000, PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA *12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI PADA ACARA ULANG TAHUN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FISIPOL) KE-15 UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DAN DIES NATALIS KE-56 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Poin pembelajaran Konteks kelahiran Komnas HAM Dasar pembentukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 208, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Zainal Abidin, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Mukadimah Negara-negara peserta Konvensi ini, Menimbang, kewajiban negara-negara dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku 55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H. Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH Mengenal Konvensi-konvensi Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H. TRAINING

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia

MAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 Pasal 1 (8) Pasal Potensi Pelanggaran HAM Kerangka hukum yang bertabrakan Tidak ada Indikator jelas mengenai keras

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (JUVENILE JUSTICE SYSTEM)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

KOMNAS HAM DAN PENGADILAN HAM. Muchamad Ali Safa at

KOMNAS HAM DAN PENGADILAN HAM. Muchamad Ali Safa at KOMNAS HAM DAN PENGADILAN HAM Muchamad Ali Safa at NATIONAL HUMAN RIGHTS INSTITUTION 1946 ECOSOC : mengundang anggota PBB untuk mendorong pembentukan komisi HAM nasional sebagai sarana kerja sama dengan

Lebih terperinci

NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA Yogyakarta, 10 11 Maret 2009 Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Oleh: Miranda Risang Ayu, SH, LLM, PHD WORKSHOP SILABUS

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud 15 Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Adapun jenis-jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, sebagai berikut: 1. Kejahatan Genosida

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Oleh: Antarini

Lebih terperinci

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN I. Pengantar 1. Sebuah capaian signifikan dalam mengahiri konflik sipil berkepanjangan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia

Lebih terperinci