BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Republik Indonesia membutuhkan dana yang sangat besar, baik untuk pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Untuk mendapatkan dana tersebut, pemerintah tidak bisa terus menerus menggantungkan pada hutang luar negeri, sehingga perlu diupayakan penerimaan dalam negeri semaksimal mungkin. Penerimaan dalam negeri yang masih dapat diharapkan adalah dari hasil minyak dan gas bumi. Sumber daya alam minyak dan gas bumi semakin lama semakin habis karena tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, penerimaan dalam negeri dari hasil minyak dan gas bumi tidak dapat terus diharapkan. Salah satu penerimaan dalam negeri yang masih dapat dioptimalkan adalah penerimaan dari sektor perpajakan, salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa. Salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak negara yang dikenakan terhadap objek bumi dan bangunan sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1985 dan telah disempurnakan dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang tersebut, bahwa yang menjadi Objek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan atau bangunan. PBB harus dibayarkan oleh masyarakat yang telah mendapatkan manfaat dari kepemilikan atau penguasaan atas suatu objek pajak (tanah dan bangunan). Pengelolaan basis data Objek Pajak PBB dimulai sejak tahun 1992 Direktorat PBB telah mengembangkan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Data yang dikelola SISMIOP merupakan data atributik yaitu data yang memuat tentang objek dan subjek pajak PBB. Sedangkan untuk pengelolaan basis data spasial (peta), sejak

2 2 tahun 1996 Direktorat PBB telah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG PBB). Dengan telah diintegrasikannya basis data spasial (peta) yang dikelola SIGPBB dan basis data atributik yang dikelola dalam SISMIOP diharapkan akan mampu menciptakan suatu sistem informasi yang terintegrasi yang dapat memenuhi kebutuhankebutuhan informasi secara tepat, akurat dan handal untuk membantu tugas operasional guna meningkatkan penerimaan pajak, terutama Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan kebijakan yang dituangkan ke dalam UU No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengelolaan PBB tidak lagi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melainkan akan dilakukan pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah setempat. Kontribusi pelimpahan kewenangan PBB tersebut memberikan konsekuensi kepada Pemerintah Kota/Kabupaten termasuk diantaranya Kabupaten Kuningan dalam bentuk perannya sebagai pemungut PBB. Adapun pengelolaan PBB bukan hanya memungut biaya seperti yang dibayangkan sekarang ini, akan tetapi dalam pengelolaan PBB terdapat beberapa tahapan yang harus dilewati. Salah satunya adalah kesiapan mengelola data Pajak Bumi dan Bangunan dengan mengkaitkan basis data atribut SISMIOP dengan basis data spasial SIGPBB. Berdasarkan permasalahan di atas, khusus dalam jangka pendek dalam hal kesiapan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan untuk menangani pelimpahan wewenang pengelolaan PBB diperlukan suatu aplikasi yang otomatis dapat mengakomodasi pengisian dan perubahan SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) dan LSPOP (Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak) dan pencetakan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) yang terhubung dengan data spasial berupa peta yang menunjukkan lokasi bidang tanahnya. Pengintegrasian data spasial dan data atribut ini dapat membantu dinas terkait secara lebih user friendly karena data atribut dan spasial bisa disajikan secara bersamaan.

3 3 I.2. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan UU No. 28 Tahun 1994 tentang pelimpahan wewenang PBB memunculkan permasalahan tentang kesiapan pemerintah daerah dalam mengelola data spasial dan data atributnya. Sayangnya, daerah termasuk Kabupaten Kuningan belum memiliki aplikasi untuk mengantisipasi pelimpahan wewenang PBB dalam pengelolaan data spasial dan data atribut dikarenakan faktor sumber daya manusia dan sarana prasarana yang belum memadai. I.3. TUJUAN PROYEK Proyek ini bertujuan untuk membuat program aplikasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang lebih user friendly yang mengakomodasi pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) serta pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dengan dukungan data atribut dan spasial yang terkait dan telah terintegrasi menggunakan perangkat lunak MapInfo dan MapBasic. I.4. MANFAAT PROYEK Manfaat proyek ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu pemerintah daerah Kabupaten Kuningan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). I.5. CAKUPAN PROYEK Mengingat luasnya permasalahan yang ada, maka dalam proyek ini hanya akan membatasi pada masalah-masalah sebagai berikut : 1. Input dari program aplikasi ini adalah Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSOP). 2. Output dari program aplikasi ini hanya sampai pada pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan tidak dilakukan pemantauan pembayaran pajak dari tahun ke tahun.

4 4 3. Proses updating data hanya terbatas pada data atribut dan tidak mencakup data spasialnya seperti pemecahan dan penggabungan bidang. 4. Untuk pengujian program aplikasi yang dibuat hanya digunakan 1 wilayah desa yaitu Desa Manis Kidul Kabupaten Kuningan dengan data atributnya yang telah dilakukan perubahan data. I.6. LANDASAN TEORI I.6.1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) I Pajak Bumi dan Bangunan secara Umum. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang bersifat kebendaan, dan besarnya ketetapan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak ditentukan oleh letak, ukuran dan kualitas suatu objek pajak. Letak objek pajak dapat diketahui dari suatu peta, sehingga penggunaan peta sebagai suatu sarana pelengkap administrasi pemungutan PBB sangat dibutuhkan. Dasar hukum yang digunakan dalam pemungutan PBB diatur dalam Undang-undang Pasal 1,2,3,5,6,7,9, dan 10 (dapat dilihat pada Lampiran 1). I Objek dan Subjek Pajak. Objek dari PBB adalah Bumi dan atau Bangunan. Menurut UU No.12 Tahun 1994, dapat diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/ atau perairan. Di dalam penjelasan UU No.12 Tahun 1994 yang termasuk bangunan adalah : jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, taman mewah, tempat olahraga, galangan kapal, dermaga, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, fasilitas lain yang memberi manfaat. Subjek dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Apabila subjek pajak tersebut dikenakan kewajiban membayar pajak maka subjek tersebut menjadi wajib pajak.

5 5 I NOP (Nomor Objek Pajak). Nomor Objek Pajak (NOP) merupakan salah satu elemen kunci dalam administrasi PBB. Pengkodean data ini digunakan sebagai alat bantu dalam pengklasifikasian data, pemasukan data ke dalam sistem secara benar, penelusuran dan pemanggilan data. NOP PBB dirancang dengan spesifikasi sebagai berikut (DJP, 2000) : a. Unik, artinya satu objek PBB memperoleh satu NOP dan berbeda untuk NOP objek pajak lainnya; b. Tetap, artinya NOP yang diberikan pada satu objek pajak tidak berubah dalam waktu yang relatif lama; c. Standar, artinya hanya ada satu sistem pemberian NOP yang berlaku secara nasional. NOP yang digunakan PBB terdiri dari 18 digit seperti terlihat pada Gambar I X X X X X X X X X X X X X X X X X X Gambar I.1. Struktur Nomor Objek Pajak PBB Adapun arti dari kode struktur NOP tersebut adalah sebagai berikut : 1 2 : Kode Propinsi 3 4 : Kode Dati2/Kabupaten/Kotamadya 5 7 : Kode Kecamatan 8 10 : Kode Desa/Kelurahan : Kode Blok : Nomor Urut dalam blok 18 : Kode khusus I Blok. Blok ditetapkan menjadi suatu areal pengelompokkan bidang tanah terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang unik dan permanen (Supardi, 2002). Syarat utama sistem identifikasi objek pajak adalah stabilitas. Perubahan yang terjadi

6 6 pada sistem identifikasi dapat menyulitkan pelaksanaan administrasi. Alasan kestabilan ini yang menyebabkan RT/RW atau sejenisnya yang cenderung mengalami perubahan yang relatif tinggi tidak dimanfaatkan sebagai salah satu komponen untuk mengidentifikasi objek pajak yang bersifat permanen dalam jangka panjang. Sehingga apabila RT/RW atau sejenisnya dimasukkan sebagai bagian dari NOP/blok dapat menyebabkan NOP/blok tidak permanen. Blok merupakan komponen utama untuk identifikasi objek pajak. Oleh karena itu penetapan definisi serta pemberian kode blok semantap mungkin sangat penting untuk menjaga agar identifikasi objek pajak tetap bersifat permanen. Untuk menjaga kestabilan, batas-batas suatu blok harus ditentukan berdasarkan suatu karakteristik fisik yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, batas-batas blok harus memanfaatkan karakteristik batas geografis permanen yang ada seperti jalan bebas hambatan, jalan lokal, jalan kampung/desa, jalan setapak, rel kereta api, saluran irigasi, sungai, saluran buangan air hujan (drainage), dan lain-lain. Dalam membuat batas blok, persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah tidak diperkenankan melampaui batas desa/kelurahan dan dusun. Batas lingkungan dan RT/RW atau sejenisnya tidak perlu diperhatikan dalam penentuan batas blok. Dengan demikian dalam satu blok kemungkinan terdiri atas satu RT/RW atau sejenisnya atau lebih. Satu blok dirancang untuk dapat menampung lebih kurang 200 objek pajak atau luas sekitar 15 ha. Hal ini untuk memudahkan kontrol atau pekerjaan pendataan di lapangan dan administrasi data. Namun jumlah objek pajak atau wilayah yang luasnya lebih kecil atau lebih besar dari angka di atas tetap diperbolehkan apabila kondisi setempat tidak memungkinkan menerapkan pembatasan tersebut. Untuk menciptakan blok yang mantap, maka pemilihan batas-batas blok harus seksama. Kemungkinan pengembangan wilayah di masa mendatang penting untuk dipertimbangkan sehingga batas-batas blok yang dipilih dapat tetap dijamin kestabilannya. Kecuali dalam hal yang luar biasa, misalnya perubahan wilayah administrasi, blok tidak boleh diubah karena kode blok berkaitan dengan semua informasi yang tersimpan di dalam basis data.

7 7 I Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR). Zona Nilai Tanah sebagai komponen utama untuk identifikasi nilai objek pajak bumi mempunyai satu permasalahan yang mendasar, yaitu kesulitan dalam menentukan batasnya karena pada umumnya bersifat imajiner. Oleh karena itu secara teknis, penentuan batas ZNT mengacu pada batas penguasaan/pemilikan atas bidang objek pajak. Persyaratan lain yang perlu diperhatikan adalah perbedaan nilai tanah antar zona. Perbedaan tersebut dapat bervariasi misalnya 10% (sepuluh persen). Namun pada praktiknya penentuan suatu ZNT dapat didasarkan pada tersedianya data pendukung (data pasar) yang dianggap layak untuk mewakili nilai tanah atas objek pajak yang ada pada ZNT yang bersangkutan. Penentuan nilai jual bumi sebagai dasar pengenaan PBB cenderung didasarkan kepada pendekatan data pasar. Oleh karena itu, keseimbangan antar zona yang berbatasan dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan mulai dari tingkat yang terendah sampai dengan tingkat tertinggi perlu diperhatikan. Salah satu hal terpenting adalah pemberian kode untuk setiap ZNT. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan menentukan letak relatif objek pajak di lapangan maupun untuk kepentingan lainnya dalam pengenaan PBB. Setiap ZNT diberi kode dengan menggunakan kombinasi dua huruf dimulai dari AA sampai dengan ZZ. Aturan pemberian kode pada peta ZNT mengikuti pemberian nomor blok pada peta desa/kelurahan atau NOP pada peta blok (secara spiral). Nilai tanah per m 2 untuk tiap ZNT tersebut merupakan rata-rata dari nilai tanah per m 2 tiap bidang tanah. Rata-rata nilai pasar tanah per m 2 dari semua bidang tanah yang dikelompokkan tersebut kemudian disebut dengan NIR (Supardi, 2002). Dengan kata lain, NIR adalah nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah. ZNT tersebut digambarkan dalam peta yang disebut peta ZNT. Dengan demikian, semua bidang tanah yang dikelompokkan menjadi 1 (satu) ZNT akan memiliki 1 (satu) NIR. Setiap ZNT akan diberi kode tertentu. Contoh daftar kode Zona Nilai Tanah (ZNT), Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) bumi, Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) bangunan,

8 8 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi (per m 2 ), Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan (per m 2 ), kelas bumi, dan kelas bangunan untuk wilayah proyek, dalam hal ini Desa Manis Kidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada lampiran 4. I NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1994, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pengganti. Menurut Supardi, 2002, NJOP ditetapkan dengan 3 (tiga) alternatif cara yaitu : 1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu dengan cara membandingkan dengan harga jual yang wajar objek tanah dan/atau bangunan lain yang mirip atau sejenis, kemudian dilakukan penyesuaian; 2. Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan atau metode penentuan NJOP dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut; 3. Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan atau penentuan NJOP yang berdasarkan pada perkiraan pendapatan per tahun yang bisa diperoleh dari suatu objek kemudian ditaksir nilainya. Contohnya adalah pendapatan per tahun dari hasil sewa, hasil panen, dan lain-lain. I Dasar Perhitungan dan Cara Menghitung PBB I Dasar Perhitungan PBB. Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP. Berdasarkan UU No.12 Tahun 1994, NJKP ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No: 25 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 ditetapkan

9 9 bahwa untuk objek pajak dengan nilai satu milyar atau lebih serta objek pajak sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan NJKPnya sebesar 40% dari NJOP dan untuk objek pajak lainnya sebesar 20% dari NJOP. I Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak kena pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan batas NJOTKP minimum sebesar Rp 12 juta per Wajib Pajak dan ditetapkan secara regional. Pada proyek ini dengan pemilihan suatu wilayah yang diambil di daerah Kabupaten Kuningan Jawa Barat telah ditetapkan NJOPTKP nya adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Namun demikian, apabila dalam perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Terhutang nilai NJOP dari bumi maupun bangunan tidak lebih dari Rp 6 juta maka, NJOPTKP nya telah ditentukan sebesar Rp ,00. I Cara Menghitung PBB. Besarnya PBB terutang menurut UU No.12 Tahun 1994 dapat dihitung dengan menggunakan formula :.I.1 (.I.2...I.3..I.4 Contoh menghitung PBB terutang :

10 10 Misalnya seorang wajib pajak bernama Hasan mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di daerah Desa Manis Kidul Kabupaten Kuningan Jawa Barat dengan nilai sebagai berikut : Nilai Jual Objek Pajak (Bumi) =Rp80 juta Nilai Jual Objek Pajak (Bangunan) =Rp 50 juta Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) =Rp 6 juta Perhitungan PBB Terhutang adalah sebagai berikut : NJOP Bumi Rp 80 juta NJOP Bangunan Rp 50 juta (+) NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp 130 juta NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Rp 6 juta (-) NJOP untuk Penghitungan Pajak Rp 124 juta Nilai Jual Kena Pajak 20% Rp 24,8 juta PBB terutang (tarif 0.5%) Rp 124 ribu Jadi, besarnya PBB yang harus dibayar oleh seorang wajib pajak yang bernama Hasan pada contoh di atas adalah sebesar Rp I SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak). Tata cara dan mekanisme dalam memahami pendaftaran dan pendataan objek dan subjek PBB sudah teruji efektif dan efesiensi. Pendaftaran objek pajak PBB adalah kegiatan subjek pajak untuk mendaftarkan objek pajaknya dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Subjek pajak tersebut adalah mereka (orang atau badan) yang mempunyai, memperoleh, memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Formulir SPOP diisi sesuai dengan ketentuan sebagai berikut ( UU No.12 Tahun 1994) : 1. Jelas, maksudnya adalah bahwa penulisan data yang diminta dalam SPOP harus dinyatakan dengan jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat

11 11 merugikan negara atau wajib pajak sendiri; 2. Benar, artinya data yang dilaporkan/dituliskan dalam SPOP harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; 3. Lengkap, artinya bahwa semua kolom dalam SPOP, baik yang menyangkut subjek pajak/wajib pajak maupun data tanah atau bangunan harus diisi sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kemudian SPOP tersebut harus diberi tanggal pengisian SPOP dan ditandatangani oleh wajib pajak. Wajib pajak yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) agar mencantumkan NPWP dalam kolom yang tersedia dalam SPOP; 4. Tepat waktu, artinya SPOP yang sudah diisi oleh wajib pajak dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani harus dikembalikan selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh wajib pajak. 5. Apabila seorang wajib pajak karena sesuatu hal menyerahkan pengisian SPOP-nya kepada orang lain, maka wajib pajak tersebut harus memberikan kuasa kepada orang dimaksud dengan membuatkan surat kuasa di atas materai. SPOP merupakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). SPOP terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian muka dan bagian belakang. Bagian muka dari SPOP antara lain memuat jenis transaksi, NOP, NOP bersama, informasi tambahan untuk data baru, data letak objek pajak, data subjek pajak, dan data tanah. Bagian muka pada SPOP dapat dilihat pada Gambar I.2. dan bagian belakang dapat dilihat pada Gambar I LSPOP (Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak). LSPOP merupakan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang terdiri dari bagian muka dan belakang. Bagian muka dari LSPOP tersebut pada umumnya memuat jenis transaksi, NOP, rincian data bangunan, dan fasilitas. Sedangkan untuk bagian belakang LSPOP pada umumnya terdiri dari data tambahan untuk jenis penggunaan bangunan, data tambahan untuk bangunan non standar, penilaian individual, dan identitas pendata dan pejabat yang berwenang, dapat dilihat pada Gambar I.4.

12 Gambar I.2. Bagian muka SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) 12

13 Gambar I.3. Bagian Belakang Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) 13

14 14 Gambar I.4. Formulir Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang). SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak (Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan). SPPT yang diterbitkan atas dasar Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dapat dilihat pada Gambar I.5. SPPT ini diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada DJP. Fungsi dari penerbitan SPPT

15 15 adalah sebagai berikut ini : 1. Sebagai dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 2. Sebagai bukti terdaftarnya objek pajak pada administrasi perpajakan melalui identitas Nomor Objek Pajak (NOP); 3. Sebagai dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP); 4. Untuk kelengkapan administrasi perpajakan lainnya; 5. Sarana pemenuhan kewajiban pelunasan/pembayaran PBB terhutang. Gambar I.5. Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak yang terhutang berdasar SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Contoh : Seorang wajib pajak menerima SPPT tanggal , maka selambat-lambatnya tanggal harus sudah melunasi PBB. Tanggal disebut sebagai tanggal jatuh tempo SPPT.

16 16 I.6.2. Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengertian yang baku mengenai Sistem Informasi Geografis (SIG) sampai dengan saat ini masih belum dapat ditentukan. Hal tersebut disebabkan karena Sistem Informasi Geografis merupakan suatu bidang ilmu yang masih berkembang, menarik beberapa ahli dari berbagai bidang ilmu untuk mempelajarinya, sehingga mereka membuat definisi tentang Sistem Informasi Geografis yang berbeda-beda pula sesuai dengan sudut pandang bidang keilmuan mereka masing-masing. Menurut Maguire dan Goodchild (1994), Sistem Informasi Geografis dapat digambarkan sebagai suatu koleksi yang terintegrasi dari perangkat keras, perangkat lunak, data yang dioperasikan sesuai dengan konteks dan institusi yang menggunakan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, men-update, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (ESRI, 1990). Menurut Burrough and McDonnell (1998), Sistem Informasi Geografis merupakan seperangkat alat untuk mengoleksi, menyimpan, mengambil kembali, transformasi, dan menampilkan data keruangan permukaan bumi yang digunakan untuk tujuan tertentu. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi berbasis komputer yang dapat digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengintegrasikan, dan menyajikan informasi geografis berikut atribut-atributnya Data dan organisasi data Sistem Informasi Geografis. Data Sistem Informasi Geografis dapat dipahami dalam hubungannya dengan deskripsi geometrik dan karakteristik yang menerangkan data tersebut. Data dalam Sistem Informasi Geografis akan menghasilkan suatu informasi yang menggambarkan kenampakan permukaan bumi (real world). Menurut Aronoff (1989), jenis data geografis dalam Sistem Informasi Geografis terdiri dari :

17 17 1. Data spasial yaitu data grafis yang berkaitan dengan lokasi, posisi dan area pada suatu sistem koordinat tertentu. 2. Data atribut yaitu data yang menggambarkan karakteristik atau deskripsi data spasialnya. 3. Hubungan antar data spasial (spatial relationship). 4. Waktu Konsep Layer. Suatu layer terdiri atas sekelompok hubungan logika feature geografis dengan atributnya. Feature-feature tersebut dikelompokkan dalam suatu layer tunggal yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan penggunaannya. Prinsip organisasi layer yaitu dengan mengelompokkan feature yang sama atau mirip tipenya. Contohnya data diorganisasikan berdasarkan tema-tema, yaitu tipe feature yang ditampilkan, seperti jalan raya dan rel kereta api dikelompokkan dalam layer transportasi. Saluran air, sungai, dan danau sebagai layer data hidrografi. Organisasi data layer akan juga tergantung pada batasan-batasan yang terdapat pada software SIG yang digunakan. Hal yang perlu dilakukan adalah menyimpan feature titik, garis, dan luasan dalam suatu layer yang terpisah (Aronoff,1989). Pemisahan informasi dengan konsep layer mempunyai arti yang besar dalam pengelolaan basis data spasial, yaitu : 1. Membantu dalam mengorganisasikan feature yang berelasi. 2. Memudahkan perbaikan dan pemeliharaan peta, karena biasanya tersedia sumber data yang berbeda untuk layer. 3. Menyederhanakan tampilan peta, karena feature yang berelasi mudah digambarkan diberi label (ID) dan disimbolkan. 4. Mempermudah proses analisis spasial Model Data. Dalam Sistem Informasi Geografis dikenal dua jenis model data spasial yaitu model data raster dan model data vektor (Prahasta, 2002) :

18 18 1. Model data raster Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik (sudut grid, di pusat grid, atau di tempat lainnya). Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. 2. Model data vektor Model data vektor menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial data dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, atau poligon beserta atribut-atributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial ini, di dalam sistem model dalam vektor, didefinisikan oleh sistem kordinat kartesian dua dimensi (x,y). I.6.3. Sistem Basis Data I Pengertian data, basis data dan sistem basis data. Data adalah fakta mengenai objek, orang, dan lain-lain. Data dinyatakan dengan nilai (angka, deretan karakter atau simbol). Basis data adalah kumpulan data tentang suatu benda atau kejadian yang saling berhubungan satu sama lain. Basis data dapat diproses atau diolah secara manual atau dengan bantuan komputer. Basis data dengan menggunakan komputer dapat dikelola dengan baik oleh sekumpulan program aplikasi atau oleh Sistem Manajemen Basis Data (SMBD). Sistem Manajemen Basis Data adalah sistem perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan pemrosesan dalam hal pendefinisian, penyusunan dan manipulasi basis data. Gabungan antara basis data dan perangkat lunak SMBD termasuk di dalamnya program aplikasi yang dibuat dan bekerja dalam suatu sistem dinamakan Sistem Basis Data (Waljiyanto, 2000).

19 19 I Model data dalam basis data. Model data merupakan konsep yang digunakan untuk membuat deskripsi struktur basis data. Model data dalam basis data dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan konsep pembuatan deskripsi struktur basis data, yaitu model konsepsual (tingkat tinggi), model fisikal (tingkat rendah) dan model implementasi. Model konsepsual menjelaskan bagaimana pengguna basis data memandang data. Dalam model konsepsual digunakan konsep entiti, atribut dan hubungan. Entiti merupakan penyajian objek, kejadian atau konsep dunia nyata yang keberadaannya secara implisit didefinisikan dan disimpan dalam basis data. Atribut merupakan keterangan-keterangan yang dimiliki oleh suatu entiti. Hubungan merupakan interaksi antar entiti satu dengan entiti lainnya (Waljiyanto, 2000). Model fisikal menjelaskan bagaimana data disimpan di dalam komputer dan model implementasi menjelaskan bagaimana data disimpan di dalam komputer dengan menyembunyikan sebagian deskripsi data sehingga para pemakai data mendapat gambaran global bagaimana data disimpan dalam komputer. Model data implementasi yang sangat sering dan banyak digunakan di dalam SIG adalah model relasional. Model data relasional tidak memiliki herarkhi atau jenjang dalam medan rekaman data, dan setiap medan data dapat dijadikan kunci data. Data rekaman disusun dari nilai yang berhubungan yang disebut baris. Baris-baris ini akan tersusun membentuk satu tabel, yang biasanya tersimpan dalam satu berkas. Tabel-tabel ini secara keseluruhan merupakan penyajian dari data atribut yang saling berhubungan antara tabel yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh suatu identitas atau atribut tertentu. Keuntungan menggunakan model data relasional dibandingkan dengan model data herarkhi dan jaringan adalah sebagai berikut (Waljiyanto, 2000) : 1. Model data relasional lebih luwes dibandingkan yang lain. Nilai data dalam tabel tidak ada pembatasan dalam berbagai proses pencarian data.

20 20 2. Model data relasional mempunyai latar belakang teori matematik. Hal ini akan memudahkan dalam pembentukan hubungan matematis sebagai dasar dalam prosedur pemrosesan data disamping pemograman komputer. 3. Pengorganisasian model relasional sangat sederhana, sehingga mudah dipahami. 4. Basis data yang sama biasanya dapat disajikan dengan lebih sedikit terjadi data rangkap (redundancy data) dengan menggunakan model relasional dibandingkan dengan model data herarkhi dan jaringan. Model data relasional juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain : 1. Lebih sulit dalam implemetasinya terutama untuk data dalam jumlah besar dan tingkat kompleksitasnya tinggi. 2. Proses pencarian informasi lebih lambat, hal ini disebabkan karena beberapa tabel tidak dihubungkan secara fisik (seperti pada model herarkhi atau jaringan). Manipulasi data yang menggunakan beberapa tabel akan memerlukan waktu yang lama, karena tabel-tabel harus dihubungkan terlebih dahulu. I Pemodelan data dalam basis data. Penyusunan basis data selalu didahului dengan pekerjaan pemodelan data. Pendekatan pemodelan data dapat dilakukan dengan identifikasi atribut dari realita yang akan disusun dalam basis data yang kemudian dilanjutkan dengan menyusun kombinasi dari atribut-atribut yang telah dipilih ke dalam bentuk tabel-tabel normal. Cara ini disebut dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up approach), karena penyusunan basis data dimulai dari data dasar yaitu berupa atribut. Sedangkan pendekatan dari atas ke bawah (top-down approach), merupakan pendekatan yang didahului dengan pengidentifikasian entiti yang mungkin digunakan kemudian penentuan atribut setiap entiti, serta penetuan hubungan (relationship) antar entiti (Waljiyanto, 2000).

21 21 I Pemodelan hubungan antar entiti. Untuk menggambarkan terjadinya hubungan antar entiti digunakan diagram hubungan antar entiti (entity relationship diagram) yang biasa disingkat dengan E-R diagram. Gambar I.6. merupakan contoh diagram hubungan antar entiti. Notasi yang digunakan untuk menggambarkan E-R diagram adalah sebagai berikut : a. Segiempat untuk menggambarkan entiti, b. Diamon untuk menggambarkan hubungan, c. Elips atau lingkaran untuk menggambarkan atribut. Subjek_Pajak_Id Nama D_NOP Luas Wajib Pajak memiliki Bidang Tanah Gambar I.6. Diagram hubungan antar entiti Hubungan antar entiti akan menyangkut dua komponen yang menyatakan jalinan ikatan yang terjadi, yaitu dengan derajat hubungan dan partisipasi hubungan. Derajat hubungan menyatakan jumlah anggota entiti yang terlibat di dalam ikatan yang terjadi. Dalam hal ini ikatan yang terjadi akan membentuk instan hubungan. Jika entiti P mempunyai sejumlah anggota dan entiti Q juga mempunyai anggota, pasangan antara anggota entity P dan Q dapat dilakukan sesuai dengan derajat hubungannya, yaitu 1 : 1 (satu-satu), 1 : m (satu-banyak), m : n (banyak-banyak). a. Derajat hubungan 1 : 1 Tiap anggota P hanya boleh berpasangan dengan satu anggota Q sebaliknya tiap anggota Q juga hanya boleh berpasangan dengan satu anggota P. Contoh E-R diagram 1 : 1 dan jenis instan hubungan dapat dilihat pada Gambar I P berpasangan Q p1 p2 p3 q1 q2 q3 Gambar I.7. E-R diagram 1 : 1 dan jenis instan hubungan

22 22 b. Derajat hubungan 1 : banyak Gambar I.8. merupakan contoh E-R diagram yang menunjukkan tiap anggota P boleh berpasangan dengan lebih dari satu anggota Q sebaliknya tiap anggota Q hanya boleh berpasangan dengan satu anggota P. 1 m P berpasangan Q p1 p2 q1 q2 p3 q3 Gambar I.8. E-R diagram 1 : m dan jenis instan hubungan c. Derajat hubungan banyak : banyak Tiap anggota P boleh berpasangan dengan lebih dari satu anggota Q sebaliknya tiap anggota Q boleh berpasangan dengan lebih dari satu anggota P. Gambar E-R diagram hubungan m : n dapat dilihat pada gambar I.9. m n P berpasangan Q p1 p2 p3 q1 q2 q3 Gambar I.9. E-R diagram m : n dan jenis instan hubungan Sedangkan partisipasi hubungan menyatakan sifat keterlibatan tiap anggota entiti dalam ikatan terjadinya hubungan. Partisipasi tiap anggota entiti dalam membentuk instan hubungan dapat bersifat wajib dan tidak wajib. Partisipasi yang bersifat wajib dinyatakan dengan garis lurus ( ) dan partisipasi yang bersifat tidak wajib dinyatakan dengan garis putus-putus ( ) (Waljiyanto, 2000). Dalam menyusun tabel entity harus memperhatikan derajat dan partisipasi hubungan antar entiti yang terjadi, representasi hubungannya adalah sebagai berikut :

23 23 a. Representasi hubungan 1 : 1 1. Jika partisipasi wajib pada kedua sisi, dua entiti tersebut seharusnya disusun menjadi satu tabel; 2. Jika partisipasi wajib pada salah satu sisi, tetap dua tabel dengan mengirimkan identitas entiti dengan partisipasi tidak wajib menjadi identitas tamu pada entiti dengan partisipasi wajib; 3. Jika partisipasi tidak wajib pada kedua sisi, memerlukan tiga tabel yaitu dua tabel dari entiti asal dan satu tabel baru yang berisikan identitas dari kedua entiti asal. b. Representasi hubungan 1 : m 1. Jika partisipasi wajib terjadi pada sisi banyak, tetap dua tabel dengan mengirimkan identitas entiti pada satu sisi menjadi identitas tamu pada entiti yang berada pada sisi banyak; 2. Jika partisipasi tidak wajib terjadi pada sisi banyak, memerlukan tiga tabel yaitu dua tabel dari entiti asal dan satu tabel baru yang berisikan identitas dari kedua entiti asal. c. Representasi hubungan m : n Apapun jenis partisipasinya pada kedua sisi, memerlukan tiga tabel yaitu dua tabel dari entiti asal dan satu tabel baru yang berisikan identitas dari kedua entiti asal. I.6.4. Perangkat Lunak MapInfo MapInfo merupakan suatu perangkat lunak yang dirancang khusus untuk pemetaan yang memungkinkan kemampuan dalam menampilkan dan menganalisis data geografis atau bekerja pada data spasial. Sistem menu pada MapInfo ditujukan dengan menu daftar perintah yang memudahkan pengguna dalam melakukan analisis. MapInfo dioperasikan dalam operating system windows ataupun DOS. Data spasial atau grafis disimpan dengan menggunakan layer. Setiap layer memiliki satu jenis data dari basis data atau mempunyai suatu identifikasi untuk menghubungkan data spasial dan data atribut. Layer ini dapat diaktifkan dan dinonaktifkan sehingga dapat diperoleh jenis informasi yang

24 24 diperlukan saja atau dapat ditampilkan dengan mengkombinasikan antar layer sesuai dengan keinginan pengguna dengan jalan melakukan analisis overlay (tumpang susun) antar layer tersebut. Salah satu perangkat lunak SIG adalah MapInfo yang juga merupakan sistem pengolahan basis data (Database Management System). MapInfo juga mempunyai kemampuan untuk melakukan pengintegrasian data atribut dan data spasial, sehingga akan dapat membantu dalam pencarian data geografis beserta seluruh atribut yang melekat pada data geografis. MapInfo memiliki fasilitas sistem manajemen basis data, sehingga memungkinkan untuk pengaturan, pemrosesan, pengaksesan basis data. Oleh karenanya perangkat lunak ini mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan data atribut dan data geografis. (Prahasta, 2002). I Struktur Data MapInfo. Data MapInfo dikelola dan disimpan dalam bentuk tabel. Setiap tabel menggambarkan satu jenis data, misalnya data subjek pajak, data bangunan, penggunaan lahan, dan lain-lain. Data MapInfo terdiri dari 2 bagian, yaitu data grafis yang menyimpan objek gambar (area, garis, titik label, dll) dan data tabular atau atribut (database yang menyimpan nilai dari data grafis tersebut) (Prahasta, 2002). a. Data Grafis Secara garis besar MapInfo membagi data grafis menjadi 3 bagian, yaotu titi (point), garis (line/polyline) dan area (region/poligon). Objek titik hanya terdiri dari satu pasangan koordinat x, y sedangkan garis terdiri dari posisi x,y awal dan x,y akhir. Sementara objek area terdiri dari beberapa pasangan x,y. b. Data Tabular Data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis yang diterangkan. Data ini biasanya berbentuk tabel terdiri dari kolom dan baris. Kolom menyatakan jenis data (field), sedangkan baris adalah detail datanya (record). Secara umum ada 4 tipe data tabular, yaitu karakter, numeric, tanggal dan logika.

25 25 I Menampilkan Data. Sebelum data dianalisis, dibuat layout dan dicetak, data perlu diaktifkan dan ditampilkan di layar monitor lebih dahulu untuk dilihat jenis, alurasi dan validitas data. (Prahasta, 2002). a. Mengatur Letak Data Untuk memudahkan menajemen data, sebaiknya data MapInfo ditempatkan pada direktori/folder tertentu, biasanya di bawah folder pemogramannya (MapInfo). Untuk mengubah setting letak data digunakan menu Options/Preferences. b. Membuka Tabel Data tersimpan dalam tabel. Untuk selanjutnya kata tabel akan digunakan secara bergantian dengan peta dan layer yang mengacu pada satu arti, yaitu data MapInfo. Untuk menampilkan data berarti harus membuka tabel, dengan memilih menu File/Open. Apabila telah mengatur letak tabel, maka MapInfo akan menampilkan semua file table yang ada pada Table Directory. c. Window Peta, Browser dan Grafik Window Peta, Browser dan Grafik masing-masing untuk menampilkan data grafis (peta), data tabular dan grafik (graph). Data grafis (peta) dan data tabular selalu terkoneksi. Apabila memilih atau menandai salah satu feature atau objek di peta, maka data tabular secara otomatis akan ditandai pada record yang bersesuaian. Sebaliknya jika memilih satu atau beberapa record pada data tabular, data grafis juga ikut tertandai. d. Info tool Info tool adalah sarana yang disediakan oleh MapInfo untuk menampilkan data tabular dari suatu objek yang ditunjuk. e. Menyimpan Workspace Apabila dilakukan penyimpanan Workspace, MapInfo akan mencatat tabel yang terbuka, model dan posisi tampilan, sistem koordinat, dan lain-lain. File workspace dibuka dengan perintah File/Open, maka tabel secara otomatis akan

26 26 dibuka dan model tampilan akan disesuaikan dengan kondisi pada saat penyimpanan. File workspace sebenarnya adalah teks file yang akan berisikan kumpulan perintah MapBasic. I.6.5. Perangkat Lunak MapBasic MapBasic merupakan sebuah lingkungan pengembangan (program aplikasi yang berukuran tidak begitu besar) yang berisi sebuah text editor, compiler, linker dan online help. Tool ini merupakan salah satu produk MapInfo Corp. yang tidak termasuk ke dalam paket standar MapInfo professional. Terdapat beberapa alasan mengapa pengguna juga memakai MapBasic di dalam (pengembangan) aplikasinya, diantaranya adalah : a. Lingkungan pengembangan MapInfo telah menyediakan begitu banyak fungsionalitas beserta segala bentuk user interface-nya (button, tool, menu, kotak dialog, dan lain-lain), sementara kebutuhan pengguna sudah cukup sfesifik (tertentu dan sesuai dengan bidangnya); b. Fungsionalitas beserta segala bentuk user interface yang disediakan oleh MapInfo dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan SIG secara umum, dan tidak untuk tipe atau jenis kelompok pengguna tertentu; c. MapInfo menyediakan banyak fungsi (spatial-related) yang disertai dengan sejumlah parameter yang dapat digunakan secara spesifik oleh penggunanya; d. Tidak semua fungsi yang dibutuhkan oleh pengguna dapat disediakan oleh MapInfo; e. Pekerjaan yang sama dan berulang jika dikerjakan oleh pihak-pihak yang berlainan manual. Secara umum, lingkungan pengembangan (MapInfo) MapBasic memiliki kemampuan-kemampuan seperti berikut : a. Penyediaan User Interface Seiring dengan popularitas perangkat lunak aplikasi pemetaan dan SIG yang semakin besar dan luas di berbagai organisasi, kebutuhan-kebutuhan untuk

27 27 membangun aplikasi sejenis yang bersifat custom telah meningkat tajam. Programprogram aplikasi dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan setiap penggunanya ini menyediakan features yang unggul di dalam. b. Kemampuan Integrasi dengan Program Aplikasi Lainnya c. Memperluas Fungsionalitas MapInfo Tidak seperti bahasa pemograman script perangkat lunak SIG yang lain (terkadang berorientasi objek), MapBasic merupakan bahasa pemograman struktural, eventdriven,dan compilable di lingkungan MapInfo professional. I Elemen-elemen dasar dalam pemograman MapBasic. Program aplikasi yang merupakan komplemen penting MapInfo memiliki beberapa elemen dasar yang membentuknya. I Variabel. Pendefinisian atau pendeklarasian sebuah nilai ke dalam sebuah variabel di dalam MapBasic mengharuskan terlebih dahu pengguna untuk mendaftarkan variabel-variabel yang akan digunakan. Deklarasi ini mencakup nama-nama berikut tipe-tipe variabel tersebut. Untuk mendefinisikan variabel lokal, MapBasic menyediakan keyword Dim. Dengan demikian, pengguna harus memakai keyword ini setiap mendefinisikan variabel yang diperlukan. Setiap variabel dapat didefinisikan tersendiri (satu Dim : lebih dari satu nama variabel) dengan beberapa variabel lainnya secara bersamaan. Berikut adalah contoh pendefinisian variabel dalam MapBasic yang dijelaskan dalam Gambar I.10. Cara penulisannya : dim NamaVariabel as TipeVariabel Cara penulisannya : dim NamaVariabel1, NamaVariabel2 as TipeVariabel dim persil,tanggal1,tanggal2,nip1,nip2 as string dim liststatus1 as string dim listpekerjaan1 as string dim listtransaksi1 as string dim listjenisbumi1 as string dim listjenistanah1 as string I Tipe(data ) Variabel. Gambar I.10. Pendefinisian Variabel

28 28 Tipe data yang tersedia dalam MapBasic antara lain (Prahasta,2005) : 1. SmallInt : data 2 bytes bilangan bulat dengan interval nilai -32,767 sampai +32, Integer :data 4 bytes bilangan bulat dengan interval nilai antara -2,147,483,647 sampai +2,147,483, Float : data 8 bytes format IEEE bilangan real. 4. String : data karakter dengan panjang maksimal PanjangStr (maksimal hingga 32,767 bytes). 5. Logical : data 1 byte, TRUE (nilai 0) atau FALSE (nilai=0). 6. Date : data 4 bytes, 2 bytes untuk menyimpan data tahun, 1 byte untuk bulan, dan 1 byte untuk hari (tanggal). 7. Object : tipe data yang digunakan untuk menyimpan variabel objek-objek yang bersifat grafis (point, region, line, polyline, arc, rectangle, rounded, rectangle, ellipse, text atau frame). 8. Alias : khusus untuk menanyakan atau menentukan nama field. 9. Pen : Setting untuk style pen (line). 10. Brush : Setting untuk style brush (line). 11. Font : Setting untuk style font (text). 12. Symbol : Setting untuk style symbol (point marker). I Kotak Dialog (Dialog Box). Pembuatan kotak dialog (custom) merupakan tahap penting di dalam membangun suatu program aplikasi (dimana SIG termasuk di dalamnya). Kotak dialog merupakan elemen interface terpenting yang dapat memfasilitasi proses interaksi antara pengguna aplikasi dengan MapInfo. Untuk memunculkan kotak dialog, pengguna perlu melibatkan keyword Dialog. Penulisan baris-baris kode custom dialog pada umumnya juga disertai dengan penulisan beberapa clause control yang menyertainya. Beberapa jenis clause control (dengan berbagai karakter khasnya) antara lain : 1. Clause control untuk button

29 29 2. Clause control untuk picker 3. Clause control untuk checkbox 4. Clause control untuk edittext 5. Clause control untuk groupbox 6. Clause control untuk listbox dan multi-listbox 7. Clause control untuk popupmenu 8. Clause control untuk radiogroup 9. Clause control untuk statictext I Fungsi dan prosedur di dalam pemograman MapBasic. Prosedur merupakan sekumpulan baris-baris kode (instruksi) yang kemudian diberi nama tersendiri (terkadang memiliki parameter) dengan tipe data tertentu) dan akan menghasilkan status yang terdefinisikan. Untuk mendefinisikan suatu prosedur, pengguna dapat menuliskannya seperti pada gambar I.11. contoh skema dan program MapBasic berikut ini : Declare sub Hallo (Msg as string) Sub Hallo Note Msg End sub Dim pesan as string Pesan = hallo,mapbasic Call Hallo (Pesan) Gambar I.11. Tampilan pemanggilan prosedur sederhana Keterangan : 1. Baris kode Declare sub Hallo berfungsi untuk mendeklarasikan prototipe yang akan diimplementasikan kemudian (di bawahnya). 2. Baris kode sub Hallo sampai end sub digunakan untuk mengimplementasikan prosedur yang telah dideklarasikan sebelumnya. 3. Baris kode Call Hallo digunakan untuk memanggil prosedur yang bersangkutan.

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG 1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN DAN PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DALAM RANGKA PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan Ada beberapa macam pengertian atau definisi mengenai pajak bumi bangunan yang diungkapkan oleh beberapa ahli, tetapi pada intinya

Lebih terperinci

DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PEDESAAN DAN PERKOTAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN: Undang Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Bumi dan Bangunan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB I. Dasar Hukum Pemungutan PBB 1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan

Lebih terperinci

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a) Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 30 TAHUN TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 30 TAHUN TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 30 TAHUN 20122 TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi dan Bangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN A. UMUM Pajak Daerah dipungut berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

Bab III Analisis Basis Data Spasial PBB Eksisting dan Solusi Pemecahan Permasalahan

Bab III Analisis Basis Data Spasial PBB Eksisting dan Solusi Pemecahan Permasalahan Bab III Analisis Basis Data Spasial PBB Eksisting dan Solusi Pemecahan Permasalahan III.1 Analisis Basis Data Spasial PBB Eksisting Basis data spasial PBB menggunakan model data spasial vektor non topologi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN 1. Informasi Geografis Wayan Sedana Fenomena geografi merupakan identifikasi dari obyek studi bidang SIG, dan fenomena tersebut direpresentasikan secara

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN PELAYANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH, PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 31 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik langsung.

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 12 1985 Perubahan 12 1994 OBJEK PAJAK Pasal 2 ayat (1) BUMI BANGUNAN Adalah: Permukaan bumi yang meliputi tanah dan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW

PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW Tujuan: - Mahasiswa dapat mengenal software Arcview beserta menu-menu yang terdapat di dalamnya - Mahasiswa dapat mengoperasikan software Arcview Pendahuluan Software ArcView

Lebih terperinci

PBB (PAJAK BUMI DAN/ATAU BANGUNAN)

PBB (PAJAK BUMI DAN/ATAU BANGUNAN) PBB (PAJAK BUMI DAN/ATAU BANGUNAN) 1. OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Objek PBB : Bumi dan atau Bangunan. Bumi : - permukaan bumi : tanah / daratan perairan : pedalaman (sungai, terusan, danau, rawa, tambak,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2018 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2018 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2018 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti menghitung. Dalam bahasa Inggris komputer berasal dari kata to compute yang artinya

Lebih terperinci

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 22 HLM, LD No 15 ABSTRAK : - bahwa untuk

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN -1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan 39 BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Langkat Berdasarkan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1. Pengertian dan Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1. Pengertian dan Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1. Pengertian dan Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap Bumi dan Bangunan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

260 TAHUN 2015 PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2016

260 TAHUN 2015 PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2016 260 TAHUN 2015 PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2016 Contributed by Administrator Thursday, 31 December 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Komputer berasal dari bahasa Latin computare yang artinya menghitung. Jadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Komputer berasal dari bahasa Latin computare yang artinya menghitung. Jadi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Komputer berasal dari bahasa Latin computare yang artinya menghitung. Jadi komputer dapat diartikan sebagai alat untuk menghitung. Perkembangan teknologi dan

Lebih terperinci

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 91 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 91 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 91 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENILAIAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN

Lebih terperinci

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III MEKANISME PENDATAAN OBJEK PAJAK BARU DISERTAI PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA POS PELAYANAN PBB CABANG BAPENDA KOTA SEMARANG

BAB III MEKANISME PENDATAAN OBJEK PAJAK BARU DISERTAI PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA POS PELAYANAN PBB CABANG BAPENDA KOTA SEMARANG BAB III MEKANISME PENDATAAN OBJEK PAJAK BARU DISERTAI PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA POS PELAYANAN PBB CABANG BAPENDA KOTA SEMARANG 3.1 Pengertian Mekanisme Mekanisme adalah interaksi bagian

Lebih terperinci

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK DAN POKOK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

Apa itu DATA? Apa bedanya DATA & INFORMASI?

Apa itu DATA? Apa bedanya DATA & INFORMASI? Apa itu DATA? Apa bedanya DATA & INFORMASI? Informasi data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat berupa fakta, suatu nilai yang bermanfaat. Jadi ada suatu proses

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO

PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 29 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 29 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 29 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN, PENDATAAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak secara Umum Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan BAB IV PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dalam Meningatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bantul. Pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi Bangunan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 19 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 19 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 123 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti menghitung. Dalam bahasa inggris dari kata computer yang berarti menghitung. Dapat

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 52 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN SALINAN BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OBJEK PAJAK DAN SUBJEK PAJAK ATAU WAJIB PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2009, 2014 KEMENKEU. Pajak. PBB. Pendaftaran. Pendataan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/20144 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem 1. Pengertian Sistem secara Umum Sistem adalah suatu sistem yang menyediakan informasi untuk manajemen pengambilan keputusan/kebijakan dan menjalankan operasional dari

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PENERBITAN SURAT KETERANGAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PENERBITAN SURAT KETERANGAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PENERBITAN SURAT KETERANGAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PENGELOLAANADMINISTRASIPAJAKBUMI DAN BANGUNAN PERDESAANDANPERKOTAAN WALIKOTASURAKARTA,

WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PENGELOLAANADMINISTRASIPAJAKBUMI DAN BANGUNAN PERDESAANDANPERKOTAAN WALIKOTASURAKARTA, WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA NOMOR \~ TAHUN ~O\P. TENTANG PENGELOLAANADMINISTRASIPAJAKBUMI DAN BANGUNAN PERDESAANDANPERKOTAAN WALIKOTASURAKARTA, Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH } PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat WALIKOTA

Lebih terperinci

Perpajakan Elearning # 11

Perpajakan Elearning # 11 (PBB) Pengertian (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OBJEK PAJAK DAN SUBJEK PAJAK ATAU WAJIB PAJAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih baik. Pembangunan yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU TENGGARA,

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan pada bumi dan bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah

Lebih terperinci

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Dasar Hukum Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994. Asas Pajak Bumi dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa Latin Computare yang berarti

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa Latin Computare yang berarti BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer mempunyai arti yang luas dan berbeda untuk orang yang berbeda. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa Latin Computare yang berarti

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

ARCVIEW GIS 3.3. Gambar 1. Tampilan awal Arcview 3.3

ARCVIEW GIS 3.3. Gambar 1. Tampilan awal Arcview 3.3 ARCVIEW GIS 3.3 1. Pengantar GIS GIS (Geographic Information System) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial atau data yang bereferensi

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. konsep dasar dan definisi-definisi yang berkaitan dengan perangkat lunak yang

BAB II LANDASAN TEORI. konsep dasar dan definisi-definisi yang berkaitan dengan perangkat lunak yang BAB II LANDASAN TEORI Pada landasan teori ini diuraikan sejumlah teori untuk membantu dan memecahkan permasalahan yang ada. Beberapa landasan teori tersebut meliputi konsep dasar dan definisi-definisi

Lebih terperinci

Pertemuan I Pengenalan MapInfo

Pertemuan I Pengenalan MapInfo Praktikum Sistem Informasi Geografi I-1 Pertemuan I Pengenalan MapInfo 1.1 Tujuan 1. Mahasiswa memahami pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) dan konsep dasar SIG. 2. Mahasiswa mengenal dan memahami

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 1 Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem informasi adalah suatu sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PULANG PISAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Sejarah Organisasi 3.1.1 Latar Belakang Terbentuknya Kementrian Kehutanan Pembangunan kehutanan sebagai suatu rangkaian usaha diarahkan dan direncanakan untuk

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Seiring dengan perkembangan perekonomian indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR : 45 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR : 45 TAHUN 2012 PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR : 45 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM 1 of 11 7/26/17, 12:19 AM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2016 TENTANG TATA CARA PENILAIAN UNTUK PENENTUAN NILAI JUAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS RANCANGAN BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 74 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI DAN TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENERBITAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENERBITAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENERBITAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, PERATURAN BUPATI KLUNGKUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci