Rencana Strategis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rencana Strategis"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Rencana Strategis KEDEPUTIAN KELEMBAGAAN IPTEK

2 1.1. Kondisi Umum BAB I PENDAHULUAN Sistem Inovasi Nasional telah menjadi topik yang sangat populer dalam beberapa tahun terakhir ini dan diyakini oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang wajib diwujudkan secara nyata, karena inovasi diyakini sebagai senjata ampuh untuk menumbuhkan perekonomian nasional, yang pada gilirannya diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Walaupun inovasi sangat dibutuhkan dalam pembangunan segala sektor perekonomian, namun pada saat ini pemahaman publik tentang apa yang dimaksud dengan inovasi masih sangat beragam, bahkan sering tercampur pengertiannya dengan invensi. Banyak pula yang mereduksi pengertian inovasi hanya sebagai sesuatu yang baru, cara baru, atau produk baru. Ada pula yang mengasosiasikan inovasi sebagai sesuatu yang canggih atau sesuatu yang berbasis teknologi maju. Inovasi terlahir dari olah fikir yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Inovasi lazimnya merupakan buah dari serangkaian kegiatan riset. Namun demikian, kegiatan riset tidak selalu melahirkan inovasi. Kegiatan riset yang tidak didasarkan pada persoalan nyata, kemungkinan besar tidak akan menghasilkan inovasi walaupun mungkin saja menghasilkan sesuatu yang secara akademik mengesankan. Untuk memahami inovasi, baiknya disimak kriteria berikut ini:... what is not disseminated and used is not an innovation 1. Maknanya hasil riset atau teknologi yang berhasil dikembangkan hanya dapat dikategorikan sebagai inovasi jika ia didiseminasikan dan digunakan oleh masyarakat, dunia usaha, pemerintah, atau para pengguna lainnya. Dengan demikian, Sistem Inovasi Nasional hanya akan terwujud jika teknologi domestik secara sadar dan terencana dikembangkan untuk menjadi solusi bagi persoalan-persoalan nyata, baik pada tingkat 1 The World Bank Innovation Policy: a guide for developing countries. The World Bank, Washington DC. 1

3 ISU FUNDAMENTAL SISTEM INOVASI NASIONAL Isu paling mendasar dalam mewujudkan Sistem Inovasi Nasional adalah menjamin keberlanjutan aliran informasi kebutuhan atau persoalan teknologis yang dihadapi oleh para pengguna ke pihak pengembang teknologi dan aliran paket teknologi buah karya pengembang teknologi dalam negeri yang sesuai kebutuhan ke pihak penggunanya. Ada dua prasyarat agar aliran infromasi dapat terjadi, yakni: (1) keterbukaan dan keinginan dari pihak pengguna untuk berbagi, dan (2) sensitivitas pihak pengembang teknologi terhadap kebutuhan dan persoalan nyata dan keinginan dan dedikasinya untuk merespon hal tersebut. lokal maupun nasional, atau dirancang sebagai jawaban untuk pemenuhan kebutuhan nyata. Dengan demikian, riset yang dilaksanakan harus berorientasi pada kebutuhan (demand-driven) dan tidak hanya diposisikan sebagai academic exercise semata. Demikian pula ada dua prasyarat agar aliran teknologi dapat terjadi, yakni: (1) teknologi yang dikembangkan relevan dengan kebutuhan pengguna, dan (2) teknologi yang tawarkan sesuai dengan kapasitas adopsi pihak pengguna, baik teknis maupun ekonomis. 2

4 Pembiayaan kegiatan riset perlu dikategorikan dan dipahami sebagai bagian dari investasi pembangunan, sehingga dituntut untuk menghasilkan sesuatu yang bisa digunakan dan berpotensi memberikan kontribusi terhadap perbangunan perekonomian nasional. Hal ini hanya dapat terjadi jika aliran teknologi dari pihak pengembang ke pengguna berlangsung lancar dan sebaliknya aliran informasi kebutuhan teknologi juga mengalir lancar dari pihak pengguna ke pengembang teknologi. Esensi pokok dari upaya mewujudkan Sistem Inovasi Nasional adalah menjamin agar aliran dua arah tersebut dapat berjalan lancar. Pra-syarat untuk ini terjadi adalah pihak pengembang teknologi memahami betul kebutuhan dan persoalan yang dihadapi oleh para pengguna teknologi, serta memiliki kapasitas yang cukup untuk mengembangkan teknologi sebagai solusinya. Di sisi lain, para pengguna teknologi bersedia mengungkapkan secara jelas dan utuh tentang persoalan dan kebutuhan teknologinya, serta mempunyai keyakinan akan kehandalan teknologi domestik. Kepercayaan atas kehandalan teknologi dalam negeri tentu tidak serta-merta akan timbul, pada awalnya perlu dipicu dengan semangat nasionalisme. Realita saat ini mengindikasikan bahwa upaya mewujudkan Sistem Inovasi Nasional masih akan menempuh perjalanan panjang. Pembenahan masih perlu dilakukan hampir di semua aspek, termasuk kelembagaan, sumberdaya, dan jaringan. Selain itu, isu relevansi dan produktivitas kegiatan pengembangan teknologi, serta upaya pendayagunaannya masih perlu mendapat perhatian. Isu utama dalam konteks kelembagaan, mencakup upaya-upaya untuk: [1] menetapkan arah dan strategi pengembangan kelembagaan dalam rangka mewujudkan Sistem Inovasi Nasional; [2] menata kembali kelembagaan yang ada agar dapat berfungsi secara lebih efektif dan efisien; [3] meningkatkan kompetensi kelembagaan agar lebih mampu mengelola tugas dan fungsinya secara produktif dan sesuai kebutuhan; [4] memantapkan peran legislasi dalam pengaturan internal kelembagaan maupun untuk hubungan antar-kelembagaan; dan [5] menumbuhkan budaya dan etika dalam rangka mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. 3

5 TUMBUH-KEMBANG KELEMBAGAAN IPTEK Upaya menumbuhkembangkan kelembagaan iptek dapat dianalogikan dengan budidaya tanaman. Kelembagaan iptek untuk menopang Sistem Inovasi Nasional Indonesia harus ditumbuhkan pada substrat yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang berasaskan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Legislasi perlu dirancang dan diimplementasikan dalam rangka mewujudkan iklim yang kondusif untuk optimalisasi peran kelembagaan iptek. Arah pengembangan kelembagaan iptek harus pula diformulasikan dengan baik, agar efektif dalam menopang Sistem Inovasi Nasional yang secara nyata berkontribusi dalam pembangunan perekonomian bangsa dan diharapkan pula mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Setiap kelembagaan iptek perlu ditata agar efisien dan terfokus pada sasaran sesuai dengan arah pengembangan yang telah ditetapkan. Sedangkan kompetensi kelembagaan perlu terus ditingkatkan produktivitas dan relevansinya sehingga dapat diandalkan dalam akselerasi upaya pencapaian sasaran Potensi dan Permasalahan Indonesia memiliki sumberdaya alam yang besar dan beragam, tetapi tidak tak-terbatas. Indonesia juga memiliki sumberdaya manusia yang besar dan beragam, tetapi secara kolektif belum optimal berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara. Kedua potensi yang besar dan beragam ini 4

6 (alam dan manusia) hanya akan dapat berdampak nyata terhadap kesejahteraan rakyat jika mampu dikelola secara tepat dan bijak. Indonesia sangat sering didengungkan sebagai negara yang kaya akan sumberdaya alam. Pernyataan ini dirasakan telah membuat sebagian komponen bangsa terlena dan menganggap bahwa kekayaan sumberdaya alam tersebut secara 'otomatis' akan menyejahterakan rakyat. Anggapan ini jelas keliru. Setelah eksploitasi tanpa henti selama lebih dari setengah abad, kekayaan sumberdaya alam tersebut terbukti tidak mampu ditranslasi menjadi kesejahteraan rakyat. Paling tidak ada dua 'ingredients' yang kurang dalam pembangunan Indonesia yang berbasis sumberdaya alam tersebut, yakni: [1] kemampuan pengelolaan yang baik dan bijak dan [2] penguasaan teknologi yang memadai dan relevan. Kemampuan pengelolaan yang baik dan bijak selain membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas (intelektual) dan berdedikasi (moral), juga perlu didukung oleh peraturan perundangundangan yang berasaskan keadilan agar dapat mewujudkan suasana yang kondusif bagi para pelaku pembangunan untuk berkarya. Dalam konteks teknologi untuk kesejahteraan rakyat, 2 relevansi antara bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai dengan kebutuhan dan/atau persoalan nyata yang dihadapi dalam berbagai sektor pembangunan perekonomian menjadi lebih penting dibandingkan dengan upaya 'mengikuti' perkembangan teknologi maju. Perlu diingat bahwa teknologi yang relevan tidak dapat diasosiasikan secara langsung dengan teknologi sederhana ataupun teknologi maju. Teknologi yang relevan dapat mempunyai rentang spektrum yang sangat lebar, mulai dari teknologi yang paling sederhana sampai teknologi yang ultra-maju, tergantung pada kebutuhan dan/atau persoalan nyata yang dihadapi, serta fisibilitas teknis dan ekonomi untuk implementasinya. Ironisnya, relevansi merupakan isu yang sangat kurang mendapat perhatian para pelaku pengembangan teknologi di Indonesia. Sebagai akibatnya, sangat sedikit hasil riset dan teknologi domestik yang diadopsi oleh para pengguna dalam proses produksi barang/jasa. Fakta ini tidak dapat (dan tidak perlu) dipungkiri. Yang perlu dilakukan adalah memperbaiki kondisi ini. 2 Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan iptek adalah Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban (Rencana Strategis Kementerian Riset dan teknologi tahun ). 5

7 Genderang telah ditabuh sebagai sinyal untuk melakukan perbaikan ini, antara lain dengan telah dibentuknya Komite Inovasi Nasional (KIN) oleh Presiden Republik Indonesia. KIN bertugas untuk: (a) membantu Presiden dalam rangka memperkuat sistem inovasi nasional dan mengembangkan budaya inovasi nasional; (b) memberi masukan dan pertimbangan mengenai prioritas program dan rencana aksi, termasuk alokasi pembiayaan dan fasilitas untuk penguatan sistem inovasi nasional yang menghasilkan produk-produk inovatif; dan (c) melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan program penguatan sistem inovasi nasional. 3 Indikator utama penguatan Sistem Inovasi Nasional adalah meningkatnya hasil riset dan teknologi domestik yang digunakan dalam proses produksi barang/jasa. Pada tahap awal, tentu lebih fokus pada proses produksi di dalam negeri. Setelah teknologi domestik lebih kompetitif, penggunaan oleh industri di luar negeri perlu diperhitungkan (walaupun saat ini telah ada teknologi kreasi putra Indonesia yang digunakan oleh industri di luar negeri). Sistem Inovasi Nasional sangat bergantung pada kelancaran aliran teknologi dari pihak pengembang ke pengguna; dan sebaliknya aliran informasi kebutuhan dari pengguna ke pengembang teknologi. Saat ini, kedua aliran ini masih tersendat. Lembaga intermediasi 4 yang diharapkan berperan memperlancar aliran ini sampai saat ini masih belum berperan secara optimal. Demikian pula dengan beberapa peraturan perundang-undangan 5 yang telah lama diberlakukan tetapi juga belum optimal mendorong agar aliran teknologi dan informasi antara pengembang dan pengguna ini berjalan lancar. 3 Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi Nasional, Pasal 3 ayat (1). 4 Sejak tahun 2003 sampai sekarang telah dibentuk Business Technology Center (BTC) sebagai lembaga intermediasi di 8 lokasi, yakni Batam, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar, Salatiga, Jababeka, dan Kendari; serta telah pula dibentuk Business Innovation Center (BIC) di Jakarta. 5 UU18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; PP35/2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi. 6

8 PERAN GANDA LEMBAGA INTERMEDIASI Lembaga intermediasi idealnya tidak hanya berperanan dalam memasarkan teknologi, tetapi juga menjadi indera yang sensitif untuk merekam persoalan dan kebutuhan pihak pengguna untuk diteruskan ke pihak pengembang teknologi. Peningkatan pemahaman pihak pengembang atas kebutuhan pengguna diharapkan akan menghasilkan paket teknologi yang lebih sesuai kebutuhan. Pada gilirannya, akan memudahkan peran lembaga intermediasi dalam memasarkan teknologi tersebut, karena pengguna-sasarannya (target users) telah teridentifikasi dengan baik. Peraturan perundang-undangan yang tepat, budaya cinta produk dalam negeri, dan etika profesi yang berhasil ditumbuhkan, akan bermuara pada terwujudkan ekosistem yang kondusif untuk memacu peran lembaga intermediasi dalam mendorong aliran informasi kebutuhan pengguna ke pihak pengembang, dan sebaliknya aliran paket teknologi yang berhasil dikembangkan ke para (calon) pengguna potensial. Sistem Inovasi Nasional yang belum berjalan sesuai harapan, selain disebabkan oleh berbagai faktor, juga merupakan cerminan dari kelembagaan inovasi yang belum berfungsi dan berinteraksi secara optimal. Kelembagaan yang dimaksud bukan hanya sosok organisasi pemerintah dan non-pemerintah yang jelas struktur dan fungsinya; tetapi juga mencakup aturan formal dan non-formal yang 7

9 memengaruhi atau mengendalikan pola perilaku manusia. 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pada Pasal 6 ayat (1) menegaskan bahwa kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri dari perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang. Peran yang masih belum optimal dari perguruan tinggi sebagai lembaga pengembang teknologi dalam mewujudkan Sistem Inovasi Nasional melalui kegiatan riset yang dilakukannya secara tersirat maupun tersurat diakui secara terbuka oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia. 7 Patut untuk menduga bahwa peran lembaga pengembang teknologi lainnya juga belum berfungsi optimal, termasuk lembaga pemerintah non-kementerian maupun badan penelitian dan pengembangan pada kementerian teknis. 8 Komunikasi dan interaksi antar-lembaga risetpun masih belum intensif, terbukti dengan masih sering terjadi kegiatan yang tumpang tindih atau duplikasi. Tumpang tindih kegiatan juga terjadi karena pembagian tugas untuk kegiatan riset dan pengembangan oleh berbagai institusi pemerintah sekarang tidak tegas dan/atau jelas. Ini menjadi kendala bagi pembenahan Sistem Inovasi Nasional. 9 Dari sisi pengguna, dunia usaha umumnya masih enggan untuk berkolaborasi dalam kegiatan inovasi. Mayoritas masih secara tertutup mengembangkan sendiri produk barang/jasa. 10 Paling tidak ada dua 6 This National System of Innovation concept rests on the premise that understanding the linkages among the institutions, especially how these institutions relate to each other as elements of a collective system of knowledge creation, diffusion and use, is a crucial instrument to improving a country s innovative performance (OECD, 1997: 9). These institutions include both things that pattern behavior like norms, rule and laws; and formal structure with an explicit purpose such as firms, industrial R&D laboratories, universities, and public R&D institutes (Edquist, 1997: 26). 7 Rektor Institut Teknologi Bandung (Ahmaloka) menyatakan bahwa kesenjangan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aplikasinya oleh masyarakat di Indonesia masih tinggi. Hal itu akibat minimnya insiatif pendidikan tinggi untuk mentransfer teknologi kepada masyarakat. Akibatnya tujuan mencapai kesejahteraan masyarakat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak tercapai (Kompas, 13 Juli 2010). Selanjutnya, Rektor Universitas Gajah Mada (Sudjarwadi) juga menyatakan bahwa riset yang dihasilkan peneliti UGM harus bisa dimanfaatkan untuk membangun bangsa... Hasil penelitian tidak bermakna apabila berhenti pada laporan penelitian saja (Media Indonesia, 13 Juli 2010). 8 Hasil survei LIPI (2007) menyimpulkan bahwa perguruan tinggi dan lembaga litbang pemerintah masing-masing hanya 2,7% kontribusinya sebagai sumber gagasan inovasi untuk sub-sektor industri manufaktur. Sumber gagasan yang utama adalah dari konsumen atau client (40%) dan pesaing (39%). 9 Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Zuhal, ketua Komite Inovasi Nasional (Kompas, 15 Juli 2010). 10 Hasil survei LIPI (2007) terhadap responden dari subsektor industri manufaktur menunjukkan bahwa 82,59% menggali inovasi sendiri. 8

10 kemungkinan alasan utamanya, yakni: (a) dunia usaha tidak ingin kegiatan inovasinya diketahui oleh para kompetitor; dan (b) dunia usaha belum percaya atas kemampuan lembaga-lembaga pengembang teknologi dalam negeri. Komunikasi dan interaksi antara lembaga pengembang dengan lembaga pengguna pada dasarnya merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan Sistem Inovasi Nasional, untuk menjamin kelancaran aliran teknologi dari pengembang ke pengguna dan sebaliknya aliran informasi kebutuhan dan/atau permasalahan yang menbutuhkan solusi teknologi dari pengguna ke pengembang. Potret saat ini mengindikasikan bahwa interaksi pengembang-pengguna masih tersendat, lembaga intermediasi diharapkan berperan memperlancar aliran teknologi dan informasi dalam Sistem Inovasi Nasional tersebut. Namun harapan ini masih belum mampu direalisasikan dengan memuaskan. Masih terkendalanya peran lembaga intermediasi antara lain disebabkan: (a) teknologi yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna; (b) teknologi yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan pengguna, tetapi secara teknis masih kalah handal dan/atau secara ekonomis masih lebih mahal nilai investasi maupun biaya operasionalnya dibandingkan dengan teknologi impor yang telah tersedia di pasar; (c) kemampuan pemasaran (marketing skills) personel lembaga intermediasi yang belum baik dan/atau strategi pemasarannya yang kurang tepat. Pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan yang diniatkan sebagai dasar regulasi untuk memfasilitasi dan mengakselerasi proses aliran teknologi sehingga Sistem Inovasi Nasional dapat terwujud. Namun demikian, walaupun sudah tersedia landasan hukumnya, tetapi realita menunjukkan bahwa produk hukum ini belum diimplementasikan sehingga belum berdampak positif terhadap upaya membangun Sistem Inovasi Nasional. Budaya masyarakat yang belum bangga dengan produk dalam negeri memperberat beban untuk mewujudkan Sistem Inovasi Nasional. Walaupun banyak kampanye 'Cinta Produk Indonesia' yang telah dilakukan, namun tak banyak mengubah perilaku konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkannya. Etika profesi-profesi yang terkait dengan Sistem Inovasi Nasional juga belum menjadi jiwa, semangat, dan budaya kerja para pelaku Sistem Inovasi Nasional tersebut. Keberhasilan membangun Sistem Inovasi Nasional tidak hanya tergantung pada padu-serasi kebijakan dan aksi antara lembaga pengembang dan pengguna teknologi semata. Keberhasilan akan pula ditentukan oleh peran antara lain: (a) lembaga pendidikan tinggi dalam fungsinya sebagai pemasok 9

11 sumberdaya manusia yang cocok dan mampu untuk mengawaki lembaga pengembang dan pengguna teknologi; dan (b) lembaga pembiayaan yang akan sangat menentukan dalam eksekusi setiap aksi untuk penguatan Sistem Inovasi Nasional. Kompleksitas persoalan yang harus dibenahi memberikan gambaran bahwa membangun Sistem Inovasi Nasional di Indonesia merupakan tantangan yang akan menguras banyak tenaga, pikiran, biaya, dan waktu. Ini baru dari dimensi kelembagaan, belum lagi dari sisi penyiapan dukungan sumberdaya. Banyak pula energi yang dibutuhkan untuk merajut jaringan antar-pelaku Sistem Inovasi Nasional. Secara ringkas dapat dirangkum bahwa tantangan utama untuk membangun Sistem Inovasi Nasional dari perspektif kelembagaan adalah: 1. Kegiatan internal lembaga pengembang teknologi masih belum terencana dengan baik, sehingga tidak efisien dalam pengelolaan sumberdaya yang ada dan tidak efektif dalam menghasilkan produk teknologi. 11 Malah banyak kegiatan yang hanya separuh jalan, berhenti hanya sampai pada laporan kegiatan dan tidak menghasilkan teknologi yang siap ditawarkan kepada pihak (calon) pengguna potensial; 2. Komunikasi dan interaksi antara lembaga pengembang dan pengguna teknologi masih sangat terbatas, cenderung hanya bersifat formalitas, tanpa didasari oleh asas saling-membutuhkan. Akibatnya, aliran teknologi dari pengembang ke pengguna maupun sebaliknya aliran informasi dari pengguna ke pengembang masih terkendala, sehingga banyak kegiatan yang tumpangtindih dan/atau sering terjadi replikasi. Selain itu, para pengguna teknologi banyak pula yang memutuskan untuk mengembangkan sendiri inovasinya; 3. Peran lembaga intermediasi masih belum efektif dan terkesan baru fokus pada upaya mempromosikan produk teknologi domestik yang telah dihasilkan, belum secara total memfasilitasi aliran teknologi dan informasi antara pengembang dan pengguna; 4. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan untuk mendukung penguatan Sistem Inovasi Nasional masih belum efektif dalam implementasinya; 5. Budaya kerja komunitas pengembang teknologi, semangat nasionalisme pengguna teknologi 11 Kurangnya sumberdaya yang ada, termasuk SDM, sarana dan prasarana, serta anggaran sering diyakini sebagai faktor penyebab tidak efektif dan produktifnya lembaga pengembang teknologi. 10

12 dan masyarakat konsumen, serta etika profesi yang terkait upaya penguatan Sistem Inovasi Nasional masih perlu diperbaiki; 6. Sinkronisasi kebijakan dengan lembaga pendidikan tinggi (sebagai pemasok SDM pengembang dan pengguna teknologi) dan lembaga pembiayaan masih sangat perlu untuk diintensifkan. 11

13 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Nomor 03/M/PER/VI/2010 (Permenristek 03/2010) tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi, tugas Deputi Bidang Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Kedeputian Kelembagaan) adalah menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 67 ayat 1). Selanjutnya, dalam melaksanakan tugasnya, Kedeputian Kelembagaan menyelenggarakan fungsi (Pasal 68): a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi; b) koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi; c) pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di bidang kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi. Tugas dan fungsi berdasarkan Permenristek 03/2010 tersebut menjadi panduan utama dalam merumuskan visi, misi, dan tujuan Kedeputian Kelembagaan. Selanjutnya juga diselaraskan dengan Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun Visi Kedeputian Kelembagaan Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan Iptek yang telah dicanangkan adalah Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Dengan demikian maka setiap kegiatan 12

14 riset dan pengembangan iptek harus memberikan hasil yang mencerminkan academic excellence, economic value, dan social impact bagi bangsa dan negara. 12 Oleh sebab itu, kegiatan pengembangan teknologi di masa yang akan datang harus lebih berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan nyata (demand-driven) atau untuk menyediakan solusi teknologi dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan nyata yang dihadapi negara, daerah, atau masyarakat. Wakil Presiden RI, Prof. DR. Boediono, menyatakan banyak hasil riset tidak sesuai kebutuhan masyarakat dan itu terjadi di berbagai bidang. 13 Realita ini tentu perlu diubah. Penetapan penguatan Sistem Inovasi Nasional sebagai program tunggal Kementerian Riset dan Teknologi periode merupakan bentuk tekad pemerintah untuk menggiring agar kegiatan pengembangan teknologi lebih terkait langsung dengan permasalahan nyata. Kerangka pembangunan Iptek berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menempatkan kelembagaan iptek sebagai salah satu pilar utama dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional. Selain itu, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) , pembangunan iptek harus difokuskan pada 7 (tujuh) bidang, yakni: (a) ketahanan pangan; (b) ketahanan energi; (c) teknologi informasi dan komunikasi; (d) teknologi transportasi; (e) teknologi pertahanan dan keamanan; (f) teknologi kesehatan; dan (g) teknologi material maju. Sesuai dengan fungsi Kedeputian Kelembagaan (Pasal 68 butir d Kepmenristek 03/2010), maka Kedeputian Kelembagaan mendapat tugas lain dari Menegristek untuk mengawal pembangunan iptek di bidang ketahanan pangan. Sesuai Kontrak Kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II , di antara indikator kinerja yang lain, terdapat 2 (dua) indikator yang langsung berkaitan dengan bidang pangan/pertanian, yakni pada butir c indikator kinerja yang menyebutkan bahwa Menteri Negara Riset dan Teknologi harus memastikan tercapainya Prioritas Nasional yang mencakup namun tidak terbatas pada: (i) memastikan peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi; dan (ii) 12 Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Pada Konferensi Inovasi Kewirausahaan dan Usaha Kecil di Universitas Multimedia Nusatara (UMN), 15 Juli

15 memastikan peningkatan investasi di bidang pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau. Untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi, maka Visi Kedeputian Kelembagaan adalah: Kelembagaan iptek sebagai pilar penopang sistem inovasi nasional Visi ini merupakan ekspresi dari tekad seluruh jajaran Kedeputian Kelembagaan untuk mendukung penuh upaya penguatan Sistem Inovasi Nasional Misi Kedeputian Kelembagaan. Dalam rangka mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka misi Kedeputian Kelembagaan adalah: a) Menyiapkan perumusan kebijakan arah pengembangan kelembagaan iptek, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam rangka mendorong upaya-upaya memperkuat Sistem Inovasi Nasional di masa yang akan datang; b) Menyiapkan perumusan kebijakan penataan internal dan interaksi antara kelembagaan iptek, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan sumberdaya dan efektivitas upaya mencapai tujuan untuk menyejahterakan rakyat; c) Menyiapkan perumusan kebijakan penguatan kompetensi kelembagaan iptek, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam 14

16 rangka meningkatkan produktivitas dan kemampuan dalam menjawab permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat; d) Menyiapkan perumusan rancangan peraturan perundang-undangan sebagai landasan legal formal untuk setiap kebijakan kelembagaan iptek, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional; e) Menyiapkan perumusan kebijakan untuk menumbuh-kembangkan budaya iptek menuju masyarakat kreatif dan inovatif, budaya kerja dalam komunitas pengembang dan pengguna teknologi, serta etika profesi bagi semua pelaku Sistem Inovasi Nasional, koordinasi pelaksanaannya, serta melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporannya; dan f) Melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka pengawalan pembangunan iptek bidang ketahanan pangan Tujuan Kedeputian Kelembagaan Tujuan yang ingin dicapai oleh Kedeputian Kelembagaan pada tahun 2014 adalah meningkatnya peran dan kontribusi kelembagaan iptek dalam memperkuat Sistem Inovasi Nasional. Sebagai upaya untuk pencapaian tujuan tersebut, maka akan dilakukan langkah-langkah antara lain: (a) membuat roadmap pengembangan kelembagaan iptek; (b) melakukan upaya revitalisasi dan reformasi birokrasi lembaga iptek; (c) menumbuhkan pusat-pusat unggulan pengembangan teknologi yang berbasis sumberdaya dan kebutuhan lokal; (d) menyiapkan blueprint pengembangan Sistem Inovasi Nasional; (e) menumbuh-kembangkan budaya iptek masyarakat agar kreatif dan inovatif serta menyusun kode etik profesi para pelaku Sistem inovasi Nasional; dan (f) mengawal program dan kegiatan pengembangan iptek bidang ketahanan pangan. 15

17 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI Arah Kebijakan. Dalam Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi telah ditetapkan arah kebijakan kementerian, yakni menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, dan menciptakan iklim yang kondusif guna terwujudnya Sistem Inovasi Nasional, melalui: (a) kelembagaan iptek yang efektif, (b) sumberdaya iptek yang kuat, (c) jaringan antar-kelembagaan iptek yang saling memperkuat (mutualistik), (d) relevansi dan produktivitas iptek yang tinggi, dan (e) pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Secara nasional paling tidak ada 3 elemen dasar yang membangun efektivitas Sistem Inovasi Nasional, yaitu: a. Kapasitas pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan SDM berkualitas, b. Kapasitas investasi yang terbangun oleh adanya iklim kondusif bagi industri berbasis ilmu pengetahuan, serta c. Kapasitas kelembagaan inovasi (riset, bisnis dan universitas). Pada Rakornas Ristek 2008, telah disepakati bahwa kerangka kebijakan inovasi nasional terdiri atas 6 (enam) agenda kebijakan inovasi pokok, yaitu: a) Mengembangkan (reformasi) kerangka umum yang kondusif bagi perkembangan inovasi dan bisnis: misalnya penataan insentif pajak (insentif struktural) bagi aktivitas inovasi; penetapan kepastian peraturan perundangan pembiayaan berisiko (risk capital, seperti modal ventura); penataan kebijakan perijinan investasi dan bisnis; pengembangan standar atau ketentuan teknis-teknologis dan pengembangan kelembagaan khusus tertentu, reformasi 16

18 peraturan perundangan yang menghambat atau yang dinilai kurang efektif atau tidak sesuai lagi. b) Memperkuat kelembagaan dan daya dukung litbang Iptek dan meningkatkan kemampuan absorpsi dunia usaha, khususnya UKM: misalnya reformasi kelembagaan Iptek/inovasi; peningkatan kualitas SDM dan insentif non-struktural; pengembangan pusat-pusat unggulan (center of excellence); dan pengembangan kapasitas teknologis dan bantuan teknis (technical assistance) bagi dunia usaha (terutama pelaku UKM). c) Menumbuh kembangkan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi, praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbangyasa: misalnya penguatan kelembagaan intermediasi dan aliansi strategis antarpelaku dan pengembangan Pusat Inovasi UMKM; d) Mendorong Budaya Kreatif - Inovatif: misalnya peningkatan apresiasi atas karya kreatifinovatif; edukasi dini dan dukungan pengembangan technopreneurship; pengembangan standar literasi teknologi; migrasi ke penggunaan TIK legal; dukungan bagi perlindungan hukum dan pengembangan indigenous knowledge/technology. e) Menumbuh kembangkan dan memperkuat keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan klaster industri nasional dan daerah: misalnya program kolaboratif pengembangan industri unggulan dan strategis nasional-daerah; percontohan e-development daerah; f) Penyelarasan dengan perkembangan global: misalnya kerjasama teknis regional dan internasional; pengembangan interoperabilitas (adopsi dan adaptasi) dalam bidang yang telah menjadi kesepakatan internasional (misalnya implementasi teknologi baru CNS/ATM system dalam sistem manajemen transportasi udara); pengembangan kapasitas nasional-daerah bagi antisipasi implementasi open standar technology. Strategi. Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi diarahkan untuk menjalankan peran intermediasi dalam pembangunan Sistem Inovasi Nasional, yakni: a. Mengkoordinir kebersamaan lembaga penelitian dalam aspek perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan di bidang litbang Iptek (supply-push technology). 17

19 b. Mempromosikan hasil litbang Iptek untuk didayagunakan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. c. Menyerap kebutuhan masyarakat (termasuk pasar) dalam rangka mengarahkan aktivitas litbang iptek (demand-driven approach). Strategi dalam menjalankan peran intermediasi dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi kelembagaan litbang (LPNK, LPK, Pemda, Swasta/industri/badan usaha, dan perguruan tinggi) dan program litbang adalah dengan menjalankan sinergi fungsional, yaitu sinergi yang mengedepankan kebersamaan antar berbagai pemangku kepentingan dalam menjalankan fungsi-fungsi kelitbangan iptek. Orientasi untuk melakukan sinergi fungsional ini sesuai dengan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara Pasal 25, yaitu ayat (1): Hubungan fungsional antara Kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan", dan ayat (2): Lembaga pemerintah non-kementerian berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui menteri yang mengkoordinasikan. Kementerian Riset dan Teknologi menempatkan posisi sebagai nakhkoda untuk mendorong proses pendayagunaan berbagai hasil litbang iptek menjadi produk inovasi yang bernilai tambah tinggi (value creation), merubah orientasi pengembangan teknologi yang bersifat supply-push menjadi demand-driven dalam bingkai Sistem Inovasi Nasional Arah Kebijakan dan Strategi Kedeputian Arah Kebijakan. Untuk mendukung program Kementerian Riset dan Teknologi dalam penguatan Sistem Inovasi Nasional, maka kebijakan Kedeputian Kelembagaan Iptek adalah melaksanakan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan Permenristek 03/2010 secara konsisten, dan memberikan dukungan penuh terhadap upaya-upaya untuk penguatan Sistem Inovasi Nasional, bersinergi dengan semua 18

20 kedeputian dan unit kerja lainnya, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi. Tiga elemen dasar untuk membangun efektivitas Sistem Inovasi Nasional (sebagaimana yang diuraikan pada arah kebijakan kementerian) mengisaratkan tentang pentingnya peran kelembagaan iptek, yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 mencakup tidak hanya lembaga pengembang dan pengguna iptek secara langsung, tetapi juga mencakup peran lembaga pendidikan dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas dan sesuai kebutuhan, lembaga regulasi yang menyiapkan peraturan perundang-undangan untuk menciptakan ekosistem yang kondusif, serta lembaga pembiayaan untuk menopang tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional. Sedangkan enam butir kesepakatan Rakornas Ristek 2008 memberikan indikasi bahwa untuk membangun Sistem Inovasi Nasional perlu: [1] peraturan perundang-undangan yang mendukung dan dapat diimplementasikan agar tercipta iklim yang kondusif; [2] peningkatan relevansi dan produktivitas lembaga pengembang teknologi yang diimbangi dengan peningkatan kapasitas adopsi lembaga pengguna; [3] peningkatan intensitas komunikasi dan interaksi antar-lembaga inovasi dimana lembaga intermediasi diharapkan dapat berperan secara efektif; [4] penumbuh-kembangan budaya kreatifinovatif masyarakat dan etika profesi di kalangan pelaku inovasi; [5] harmonisasi, sinkronisasi, dan integrasi kegiatan inovasi antar-kelembagaan pusat dan daerah; dan [6] peningkatan kepekaan terhadap dinamika perkembangan global. Strategi. Ada dua acuan pokok yang dipetik dari strategi Kementerian Riset dan Teknologi untuk penguatan Sistem Inovasi Nasional, yakni: [1] mengedepankan peran intermediasi; dan [2] menggeser orientasi pengembangan teknologi agar lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna (demand-driven). Mengikuti dua strategi pokok tersebut dan disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang diamanahkan Permenristek 03/2010, maka langkah strategis yang dipilih Kedeputian Kelembagaan Iptek adalah: 1) Menyiapkan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional (aspek legislasi); 2) Merangsang dan memfasilitasi tumbuh-kembang budaya kreatif dan inovatif di kalangan pengguna teknologi (masyarakat, dunia usaha, dan pemerintahan); 3) Meningkatkan kompetensi kelembagaan dan sensitivitas komunitas pengembang teknologi terhadap permasalahan nyata; 19

21 4) Menyiapkan konsepsi penataan kelembagaan iptek yang realistis dan dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan dimensi teknis, ekonomi, sosial budaya, dan hukum; 5) Memformulasikan rencana pengembangan kelembagaan iptek dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional dengan mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan strategis dalam negeri maupun global. Untuk implementasi lima langkah strategis ini, inisiatif dan pengelolaannya didistribusikan kepada lima asisten deputi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Semangat kerjasama yang sinergis akan dibangun antara para asisten deputi dengan dilandasi asas kebersamaan dalam mengemban amanah dan tanggung jawab ini. Kerjasama dengan kedeputian dan unit kerja lainnya, baik dalam maupun luar lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi, akan dibina dan diintensifkan sesuai dengan derajat kedekatan lingkup dan substansi tugas. Upaya. Langkah-langkah strategis yang telah ditetapkan di atas akan dioperasionalisasikan dalam bentuk aksi/kegiatan yang lebih teknis dan terukur sebagai berikut: 1) Aksi untuk menyiapkan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh-kembang Sistem Inovasi Nasional dilakukan dengan: (a) menginventarisasi semua produk hukum yang secara langsung berkaitan dengan atau sebagai penunjang Sistem Inovasi Nasional; (b) melakukan penelaahan substantif untuk menghasilkan peta kesesuaiannya dengan konsepsi Sistem inovasi Nasional; (c) melakukan analisis mendalam tentang kendala implementasi produk hukum yang sudah ada dan langkah perbaikannya agar lebih implementatif, termasuk upaya sinkronisasi dan harmonisasi produk legislasi dengan berbagai sektor terkait; dan (d) melaksanakan program penyusunan produk legislasi iptek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan produk legislasi lainnya sesuai kebutuhan dan mendesak, terutama konsepsi atau blueprint pembangunan Sistem Inovasi Nasional, sebagai landasan pengembangan kebijakan penguatan inovasi nasional. 2) Aksi untuk memfasilitasi tumbuh-kembang budaya inovasi di kalangan pengguna teknologi dilakukan dengan: (a) membina kawasan percontohan budaya masyarakat yang kreatif dan inovatif; (b) memberikan apresiasi/penghargaan kepada berbagai kelompok masyarakat, dunia usaha, atau institusi tertentu yang telah menjadikan iptek sebagai bagian penting dalam kehidupannya; (c) memfasilitasi kerjasama/kolaborasi antara komunitas iptek 20

22 dengan masyarakat; (d) melakukan pembinaan terhadap pemuda dan pelajar untuk menumbuhkan kreativitas dan inovasi; dan (e) menyusun kode etik profesi yang berkaitan dengan Sistem Inovasi Nasional. 3) Aksi untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan dan sensitivitas komunitas pengembang teknologi terhadap permasalahan nyata dilakukan dengan memfasilitasi tumbuh-kembang pusat-pusat unggulan pengembangan teknologi yang berbasis sumberdaya lokal dan sesuai kebutuhan setempat dengan ditopang bidang-bidang fokus yang relevan. 4) Aksi menyiapkan konsepsi penataan kelembagaan iptek dilakukan untuk: (a) mendorong proses revitalisasi lembaga litbang agar secara nyata dapat berkontribusi langsung terhadap upaya penguatan Sistem Inovasi Nasional; dan (b) mendorong proses reformasi birokrasi pada lembaga iptek. 5) Aksi untuk pengembangan kelembagaan iptek dilakukan dengan: (a) melakukan kajian untuk menyusun roadmap pengembangan kelembagaan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional dengan mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan strategis dalam negeri maupun global; (b) menyusun rekomendasi kebijakan pembentukan badan hukum lembaga litbang; dan (c) menyusun peta kualitas tata kelola lembaga litbang. Secara kolektif, aksi/kegiatan di atas dilakukan dalam rangka pencapaian target program penguatan kelembagaan iptek tahun , yakni melahirkan rekomendasi tentang: 5 (lima) rumusan kebijakan penguatan kelembagaan iptek; peta kualitas tata kelola lembaga litbang; 7 (tujuh) konsepsi revitalisasi lembaga litbang; 3 (tiga) pusat unggulan pengembangan teknologi; Blueprint Pembangunan Sistem Inovasi Nasional; 4 (empat) kawasan percontohan budaya masyarakat kreatif dan inovatif. 21

23 BAB IV PENUTUP Rencana Strategis Kedeputian Kelembagaan Iptek tahun ini merupakan penjabaran lebih spesifik dari Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi untuk periode yang sama. Selanjutnya akan digunakan sebagai pedoman utama dalam penyusuan rencana kegiatan tahunan sampai tahun 2014 dan digunakan pula sebagai dasar evaluasi kinerja untuk tahun-tahun yang sudah dilalui pada periode tersebut di lingkungan Kedeputian Kelembagaan Iptek. Sebagai dokumen perencanaan, maka rencana strategis sesungguhnya tidak bersifat statis, dimungkinkan untuk dievaluasi kembali sesuai dengan dinamika internal maupun lingkungan strategis dimana rencana strategis tersebut diimplementasikan. Namun demikian, sebagai dasar untuk evaluasi kinerja, maka dokumen rencana strategis harus pula dibatasi upaya merevisinya agar evaluasi yang dilakukan menjadi lebih bermakna. 22

24 Referensi Akademik REFERENSI Edquist, C. (ed.), Systems of Innovation: technologies, institutions and organisations, Pinter Publishers. OECD, National Innovation System, OECD Publications. Paris. World Bank Innovation Policy: a guide for developing countries. Washington DC. Referensi Legislasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Peraturan Pemerintah Republik Inodonesia Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi Nasional Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Nomor 03 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi. Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi RI Nomor 03 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun

25 DRAFT 1 Unedited version DRAFT 2 Accomodating corrections and suggestions from Deputi s Assistants DRAFT 3 Enrichments DRAFT 4 More realistic targets 24

Tantangan & Peluang Peningkatan Kontibusi Teknologi di Bidang Pertanian

Tantangan & Peluang Peningkatan Kontibusi Teknologi di Bidang Pertanian Tantangan & Peluang Peningkatan Kontibusi Teknologi di Bidang Pertanian Benyamin Lakitan WORKSHOP KERJASAMA PENELITIAN APLIKASI NUKLIR DI BIDANG PERTANIAN BALITBANG KEMTAN, 16 OKTOBER 2013 Persoalan Simptomatik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 2. Mewujudkan kolaborasi riset lembaga litbang dengan industri;

KATA PENGANTAR. 2. Mewujudkan kolaborasi riset lembaga litbang dengan industri; KATA PENGANTAR Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) merupakan salah satu program yang ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014, dimana jaringan Iptek, merupakan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI NASIONAL INDONESIA: Kebijakan, Strategi, dan Upaya. Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi

PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI NASIONAL INDONESIA: Kebijakan, Strategi, dan Upaya. Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI NASIONAL INDONESIA: Kebijakan, Strategi, dan Upaya Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Orasi Ilmiah Dies Natalis Ke 46 Universitas Negeri Gorontalo 2 September

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja 2013 Deputi Bidang Kelembagaan Iptek

IKHTISAR EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja 2013 Deputi Bidang Kelembagaan Iptek IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah gambaran umum tentang capaian kinerja dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Lakip Deputi Bidang Kelembagaan Iptek disusun

Lebih terperinci

Page 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG Untuk memberikan arahan pada pelaksanaan pembangunan daerah, maka daerah memiliki visi, misi serta prioritas yang terjabarkan dalam dokumen perencanaannya. Bagi

Lebih terperinci

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif.

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif. P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI I. UMUM Ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Prof. Erizal Jamal Beranjak dari batasan yang diungkap Zuhal (2010), bahwa daya saing suatu bangsa adalah kemampuan dalam mengendalikan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja kelembagaan Iptek 2. Jumlah peneliti per 1 juta penduduk Mengukur kualitas SDM Iptek 3. Jumlah kekayaan intelektual hasil litbangyasa Iptek Mengukur

Lebih terperinci

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN Lampiran Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor : 246 /M/Kp/IX/2011 Tanggal : 30 September 2011 ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

Amandemen UU no. 18/2002

Amandemen UU no. 18/2002 Amandemen UU no. 18/2002 RUU PPIP & Perpres Peneliti Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI PP Himpenindo Tim (awal) Penyusun NA RUU PPIP L.T. Handoko laksana.tri.handoko@lipi.go.id L.T. Handoko Amandemen

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK

PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK Nomor : 17/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Lebih terperinci

S I S T E M A T I K A PEMBUKAAN UUD 1945 KEBUTUHAN IPTEK. IPTEK : meningkatkan daya saing INDUSTRI. I. Latar Belakang IPTEK untuk PRB. II.

S I S T E M A T I K A PEMBUKAAN UUD 1945 KEBUTUHAN IPTEK. IPTEK : meningkatkan daya saing INDUSTRI. I. Latar Belakang IPTEK untuk PRB. II. KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi S I S T E M A T I K A TANTANGAN RISTEK TERKAIT PRB DAN POTENSI PERGURUAN TINGGI I. Latar Belakang untuk PRB II. Inovasi

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN PROPOSAL RENCANA KERJA PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2016

PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN PROPOSAL RENCANA KERJA PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN PROPOSAL RENCANA KERJA PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2016 Nomor : 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Term of Reference. Pengkaji Sistem Perencanaan dan Penganggaran Terpadu Program Riset IPTEK. I. Gambaran umum

Term of Reference. Pengkaji Sistem Perencanaan dan Penganggaran Terpadu Program Riset IPTEK. I. Gambaran umum Term of Reference Pengkaji Sistem Perencanaan dan Penganggaran Terpadu Program Riset IPTEK I. Gambaran umum Program Research and Innovation in Science and Technology Project atau RISET- Pro merupakan kerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA PENDAHULUAN Kunci kemajuan suatu bangsa sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh potensi dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN 2017-2045 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun

Lebih terperinci

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA Dr. Siswanto, MHP, DTM Director for Center for Applied Health Technology and Clinical Epidemiology/NIHRD Peraturan dalam Riset Klinik UUD 1945

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.183, 2012 PERTAHANAN. Industri. Kelembagaan. Penyelenggaraan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN KUNJUNGAN SUPERVISI PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 07/PUI/P-Teknis/Litbang/2016

PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN KUNJUNGAN SUPERVISI PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 07/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN KUNJUNGAN SUPERVISI PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2016 Nomor : 07/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA KERJA

PENYUSUNAN RENCANA KERJA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PUSAT UNGGULAN IPTEK Panduan Teknis Nomor 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2017 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI 2017

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 217 ayat (1) huruf e UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Kebijakan Sistem Inovasi dalam Membangun Pusat Unggulan Peternakan

Kebijakan Sistem Inovasi dalam Membangun Pusat Unggulan Peternakan Kebijakan Sistem Inovasi dalam Membangun Pusat Unggulan Peternakan Benyamin Lakitan SEMINAR NASIONAL FORUM KOMUNIKASI INDUSTRI PETERNAKAN BOGOR 18 SEP 2013 Tujuan Pembanguan Iptek http://benyaminlakitan.com

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya **

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya ** PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya ** A. Pendahuluan Era globalisasi sekarang ini, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN SUPERVISI PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 06/PUI/P-Teknis/Litbang/2016

PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN SUPERVISI PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 06/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN SUPERVISI PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2016 Nomor : 06/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.702, 2015 KEMENRISTEK-DIKTI. Teknologi Industri. Pengmbangan. Panduan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara R

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara R No.546, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Litbang. Pedoman. Peencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN

RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN Tim RIRN Jakarta, 11 Maret 2016 1 1 Latar Belakang Penyusunan Evaluasi Menko PMK menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5343 PERTAHANAN. Industri. Kelembagaan. Penyelenggaraan. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 183) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN LAPORAN KEMAJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2016

PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN LAPORAN KEMAJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2016 PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN LAPORAN KEMAJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2016 Nomor : 05/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Bappeda Kota Bogor Berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA INDUK RISET NASIONAL

RANCANGAN RENCANA INDUK RISET NASIONAL KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN RENCANA INDUK RISET NASIONAL 2015-2040 Tim RIRN 2015-2040 Jakarta, 28 Januari 2016 1 1 Latar Belakang Penyusunan Evaluasi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (021) 3864634 ext. 117-120 Fax.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA www.unduhsaja.com SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DI KEMENTERIAN DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memfasilitasi

Lebih terperinci

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia Roadmap Keuangan Syariah Indonesia 2015-2019 Keselarasan Nilai Ekonomi Syariah Nilai-nilai ekonomi syariah memiliki kesamaan dengan nilai-nilai luhur dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia 7 Keselarasan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

DISAIN KEBIJAKAN EKONOMI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

DISAIN KEBIJAKAN EKONOMI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: DISAIN KEBIJAKAN EKONOMI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: LESSON LEARNED & MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Agus Syarip Hidayat Pusat Penelitian Ekonomi, LIPI FKP Palembang, 12 Maret 2014 PENGANTAR UU No.32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan tahunan Pemerintah Daerah, yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) ASISTEN DEPUTI BIDANG MATERI PERSIDANGAN 2014 KATA PENGANTAR Dalam rangka melaksanakan amanah Inpres Nomor 7 Tahun 1999, Asisten Deputi Bidang Materi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI INDUSTRI RUMAH TANGGA INDUSTRI INOVATIF DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PENGADAAN SARANA PRASARANA

PENGEMBANGAN INDUSTRI INDUSTRI RUMAH TANGGA INDUSTRI INOVATIF DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PENGADAAN SARANA PRASARANA SIRSAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BUDIDAYA INDUSTRI RUMAH TANGGA OBAT-OBATAN INDUSTRI INOVATIF DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BUDIDAYA TANAMAN SIRSAK PENDAMPING DAN PELATIHAN REKASAYA GENETIKA BENTUK BUAH BESAR

Lebih terperinci