BAB II PEMBUATAN LAPORAN PADA PERSEROAN TERBATAS. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Dagang, pendirian PT dilakukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PEMBUATAN LAPORAN PADA PERSEROAN TERBATAS. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Dagang, pendirian PT dilakukan"

Transkripsi

1 BAB II PEMBUATAN LAPORAN PADA PERSEROAN TERBATAS A. Data dalam Perseroan Terbatas 1. Akta pendirian Perseroan Terbatas Menurut Kitab Undang Undang Hukum Dagang, pendirian PT dilakukan dengan akta otentik. Akta pendirian yang otentik tersebut kemudian disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahan. Pengesahan dari Menteri Kehakiman baru akan diberikan apabila syarat-syarat dalam anggaran dasar perseroan tidak bertentangan dengan kepentingan umum maupun kesusilaan. Setelah akta pendirian perseroan disahkan, maka tugas para pendiri adalah mendaftarkannya pada kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, dan baru kemudian diumumkan dalam Berita Negara. Pengesahan dari Menteri, pendaftaran dan pengumuman dalam Berita Negara juga diberlakukan bagi tiaptiap perubahan dalam syarat-syarat pendirian atau dalam hal waktu perseroan diperpanjang. 22 Ketentuan Pasal 7 angka 1 UUPT menegaskan bahwa akta notaris merupakan syarat mutlak untuk adanya PT. Tanpa adanya akta otentik ini akan 22 Mulhadi, Op.Cit., hlm

2 meniadakan eksistensi PT, sebab akta pendirian yang nantinya yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman. 23 Pasal 7 angka 1 dan 2 UUPT menyatakan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Berdasarkan pasal di atas, dapat dikatakan bahwa untuk mendirikan suatu PT haruslah dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut : a. Adanya dua orang atau lebih untuk mendirikan perseroan. b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan perseroan dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. c. Perjanjian pendirian perseroan tersebut dinyatakan di hadapan notaris (notariel) dalam bentuk akta pendirian berbahasa Indonesia yang sekaligus memuat anggaran dasar perseroan. 24 Undang Undang Perseroan Terbatas menetapkan bahwa pendirian PT berdasarkan perjanjian yaitu paling sedikit harus ada 2 (dua) orang yang melakukan perjanjian tersebut. Hal ini terdapat dalam Pasal 7 angka 5 dan 6 UUPT. Apabila setelah perseroan disahkan dan pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang, maka dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau mengeluarkan saham yang baru. Apabila sudah melampaui 6 (enam) bulan dan 23 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas (Edisi kedua) (Bogor: Ghalia, 2009), hlm Ibid., hlm.34.

3 pemegang saham masih kurang dari 2 (dua) orang, maka pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan PT Anggaran dasar Akta pendirian yang terdiri dari anggaran dasar dan berbagai keterangan lainnya mengatur segala hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang membuatnya. Akta pendirian disebut juga sebagai undang-undang yang mengikat para pihak yang membuatnya. Sebelum pengesahan badan hukum PT diperoleh, anggaran dasar hanya berlaku atau mengikat para pendiri dan para pihak yang mengambil bagian dalam Perseroan. Pihak ketiga baru dianggap terikat sejak keluarnya surat keputusan Menteri (Menteri Hukum dan HAM) mengenai pengesahan badan hukum Perseroan tersebut. Secara hirarkis, anggaran dasar tidak boleh bertentangan dengan ketentuan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 sampai dengan 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan juga tidak boleh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yang mengaturnya yaitu UUPT. Hal ini ditemukan dalam ketentuan peralihan Pasal 157 angka 1 UUPT. 26 Ketentuan Pasal 15 angka 1 UUPT menyatakan bahwa anggaran dasar PT harus memuat, yaitu : 25 Loc.cit., hlm Mulhadi, Loc.Cit., hlm.92.

4 a. nama dan tempat kedudukan Perseroan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. jangka waktu berdirinya perseroan; d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; f. nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris; g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; h. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen; dan i. ketentuan-ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. 3. Modal dan saham Perseroan Terbatas Menurut neraca perseroan, harta kekayaan perseroan adalah modal sendiri. Modal sendiri mencerminkan modal yang terdapat pada perseroan untuk tiap tahun buku berjalan yang terdapat dalam laporan tahunan perseroan. Ilmu hukum membedakan modal PT ke dalam : 27 a. modal dasar (authorized capital); b. modal ditempatkan atau dikeluarkan (issued capital); c. modal disetor (paid-up capital). Undang Undang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa modal dasar terdiri atas seluruh nilai nominal saham dalam perseroan. Saat didirikan, saham 27 Ahmad Yahi dan Gunawan Widjaja,Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm.42.

5 perseroan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar PT harus telah ditempatkan atau dikeluarkan. Penempatan saham tersebut, sekurangkurangnya 50 % (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang telah ditempatkan wajib untuk disetor. Saat suatu PT pertama kali didirikan, modal perseroan adalah modal yang disetor oleh seluruh pendiri perseroan yang menurut UUPT sekurang-kurangnya harus berjumlah 50% (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan dan diambil bagian oleh para pendiri PT. Menurut UUPT, modal dasar perseroan sendiri ditetapkan sekurang-kurangnya Rp ,00 (dua puluh juta rupiah) untuk PT (tertutup) pada umumnya, dengan pengecualian untuk PT yang bergerak dalam bidang-bidang usaha tertentu (seperti usaha pembiayaan, perseroan yang didirikan dalam rangka penanaman modal,dan lain-lain), maupun PT terbuka Laporan keuangan Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan suatu perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Tujuan dari pembuatan laporan keuangan adalah memberikan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak dalam maupun pihak luar perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan. 29 Laporan keuangan menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu periode. Laporan keuangan termasuk ke dalam bagian laporan tahunan. Laporan tahunan disampaikan oleh direksi kepada para dan Ibid., hlm Kasmir,Analisis Laporan Keuangan (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2008), hlm.7

6 pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (yang selanjutnya disebut dengan RUPS) sebagai gambaran kinerja perseroan dan perkembangannya selama satu tahun. UUPT dalam Pasal 66 angka 1 menyatakan bahwa direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh dewan komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir. Laporan tahunan perusahaan harus memuat sekurangkurangnya : a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut; b. laporan mengenai kegiatan PT termasuk laporan tentang hasil atau kinerja perusahaan; c. laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dari lingkungan; d. rincian masalah yang timbul selama satu tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha PT; e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh dewan komisaris selama satu tahun buku yang baru lampau; f. nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris; g. gaji dan tunjangan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota dewan komisaris PT untuk tahun yang baru lampu.

7 Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk membuat dan melaporkan keuangan perusahaannya pada suatu periode tertentu. Hal yang dilaporkan kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui kondisi dan posisi perusahaan terkini. Laporan keuangan juga akan menentukan langkah apa yang dilakukan perusahaan sekarang dan ke depan dengan melihat berbagai persoalan yang ada baik kelemahan maupun kekuatan yang dimilikinya. 30 B. Pembuatan Laporan dalam Perseroan Terbatas Pencatatan yang dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan harus dilakukan dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Praktiknya pembuatan laporan keuangan harus bersifat historis dan menyeluruh. Bersifat historis artinya bahwa laporan keuangan harus dibuat dan disusun dari data masa lalu atau masa yang sudah lewat dari masa sekarang sedangkan, bersifat menyeluruh yang artinya laporan keuangan dibuat selengkap mungkin yang disusun sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Data masa lalu perusahaan yang ditampilkan dalam laporan keuangan merupakan kombinasi dari : Fakta yang telah dicatat; 2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan dalam akuntansi; 3. Pendapat pribadi. 30 Op.Cit.,hlm Ibid., hlm.12.

8 Hal-hal dan jumlah-jumlah yang dilaporkan dalam neraca pada praktiknya belum tentu menunjukkan nilai yang realisasi (likuidasi). Hal ini disebabkan karena penyusunan laporan keuangan tidak terlepas dari pendapat pribadi baik oleh manajemen maupun akuntan. Laporan keuangan bukan merupakan laporan final dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Bagi suatu perusahaan, penyajian laporan keuangan secara khusus merupakan salah satu tanggung jawab manajer keuangan. Hal ini sesuai dengan fungsi manajer keuangan, yaitu : merencanakan; 2. mencari; 3. memanfaatkan dana-dana perusahaan; dan 4. memaksimalkan nilai perusahaan. Laporan keuangan yang telah dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perlu dilakukan pemeriksaan yang bertujuan agar laporan keuangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada RUPS. Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan wajib dilaporkan secara benar sehingga pihak-pihak yang membutuhkan informasi tentang laporan keuangan perusahaan dapat membaca dan menganalisis dari laporan keuangan yang telah diperiksa. Pemeriksaan laporan keuangan dapat dilakukan oleh 2 (dua) pihak, yaitu pihak dalam (intern) perusahaan dan pihak luar (ekstern) perusahaan. Pemeriksaan laporan keuangan yang diterima oleh intern perusahaan, artinya oleh pemeriksaan yang memang sudah disiapkan pihak perusahaan sehingga dalam hal ini mereka 32 Ibid., hlm.6.

9 dapat memperoleh data secara bebas sesuai dengan data aslinya. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya sedangkan, pemeriksaan oleh pihak luar perusahaan dilakukan oleh akuntan publik yang sudah memperoleh izin. 33 Akuntan memiliki kewajiban untuk menganalisis laporan keuangan tersebut sudah atau belum memenuhi standar akuntansi yang telah ditetapkan sehingga, apabila sudah memenuhi standar tersebut maka laporan tersebut dapat digunakan oleh para pihak untuk kepentingan PT tersebut. Pasal 68 angka 3 UUPT menyatakan bahwa laporan atas hasil audit akuntan publik harus disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui direksi. Laporan keuangan terbagi atas beberapa jenis, yaitu : 1. neraca; 2. laporan laba rugi; 3. laporan perubahan modal; 4. laporan arus kas; 5. laporan catatan atas laporan keuangan. Menurut James C. Van Horne, neraca adalah ringkasan posisi keuangan perushaan pada tanggal tertentu yang menunjukkan total aktiva dengan total kewajiban ditambah total ekuitas pemilik. 34 Neraca memiliki peranan penting dalam perusahaan karena neraca menunjukkan kodisi keuangan perusahaan dengan menampilkan hak,kewajiban dan harta yang dimiliki perusahaan. Contohnya adalah aktiva lancar, aktiva tetap, piutang, modal, utang, dan lain-lain. 33 Ibid., hlm Ibid., hlm.30.

10 Neraca dibuat dalam satu periode tertentu yakni dalam 1 (satu) tahun tetapi dapat juga dibuat sebelum 1 (satu) tahun tergantung dengan ketentuan yang terdapat dalam perusahaan tersebut. Laporan laba rugi adalah laporan yang dibuat untuk menunjukkan keuntungan dan kerugian yang didapat oleh perusahaan terhadap kegiatan dalam perusahaan tersebut dalam suatu periode tertentu. Laporan laba rugi menampilkan asal dari pendapatan yang dimiliki oleh perusahaan beserta jumlahnya dan juga menampilkan jumlah uang yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu. Laporan laba rugi memberikan laporan yang menunjukkan apakah suatu perusahaan mengalami keuntungan atau kerugian. Apabila pendapatan yang diterima lebih besar dibandingkan pengeluarannya maka perusahaan untung dan berlaku sebaliknya, apabila pengeluaran lebih besar daripada pendapatan maka perusahaan rugi. Laporan perubahan modal adalah laporan yang menunjukkan jumlah modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Laporan ini hanya dibuat apabila terdapat perubahan modal yang terjadi baik karena penambahan atau pengurangan modal. Laporan arus kas adalah laporan yang menujukkan segala sesuatu kegiatan yang berhubungan dengan kas baik itu kas masuk maupun kas keluar. Kas masuk berupa pendapatan ataupun hasil dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan sedangkan kas keluar berupa pengeluaran terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan.

11 Laporan catatan atas laporan keuangan adalah laporan yang berisi mengenai catatan dari laporan keuangan yang kurang jelas karena terkadang dalam laporan keuangan terdapat beberapa hal yang kurang dimengerti sehingga diperlukan laporan catatan yang memberikan penjelasan terhadap hal tersebut. Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar yang paling lambat dilakukan 7 (tujuh) hari setelah pengesahan RUPS. Hal ini diatur dalam pasal 68 angka 4 dan 5 UUPT. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (selanjutnya disebut dengan IAI), laporan keuangan sebagai pertanggung jawaban kepada pihak ekstern (luar perusahaan) harus disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi keperluan untuk : memberikan informasi keuangan secara kuantitatif mengenai perusahaan tertentu guna memenuhi keperluan para pemakai dalam mengambil keputusankeputusan ekonomi; 2. menyajikan informasi yang dapat dipercaya mengenai posisi keuangan dan perubahan-perubahan kekayaan bersih perusahaan; 3. menyajikan informasi keuangan yang dapat membantu para pemakai dalam menaksir kemampuan memperoleh laba dari perusahaan; 35 Djarwanto, Pokok-Pokok Analisis Keuangan Edisi 2 (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004), hlm. 7.

12 4. menyajikan informasi lain yang diperlukan mengenai perubahan-perubahan dalam harta dan kewajiban, serta mengungkapkan informasi lain yang sesuai dengan kepentingan pemakai. Perusahaan besar yang banyak pemegang sahamnya, di samping laporan keuangan yang telah disebutkan sebaiknya ditambah keterangan-keterangan mengenai : kondisi dan faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi; 2. usaha-usaha yang lalu, sekarang, maupun yang akan datang; 3. luasnya produksi; 4. kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan; 5. penelitian dan pengembangan; 6. pemasaran (marketing) dan pengiklanan (advertising); 7. rencana-rencana dalam belanja modal dan pembelanjaan di masa-masa yang akan datang; 8. kebijaksanaan mengenai dividen dan sebagainya. Laporan keuangan yang telah disajikan wajib diaudit oleh akuntan publik. UUPT tidak mewajibkan setiap perusahaan untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik bertujuan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Pasal 68 UUPT menyatakan bahwa direksi wajib menyerahkan laporan keuangan PT kepada akuntan publik untuk diaudit apabila : 36 Ibid.

13 1. kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; 2. perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; 3. perseroan merupakan perseroan terbuka; 4. perseroan merupakan persero; 5. perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp ,00 (lima puluh miliar rupiah); atau 6. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. C. Transparansi dalam Pembuatan Laporan Perseroan Terbatas Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (selanjutnya disebut dengan SAK). Standar Akuntansi Keuangan merupakan aturan-aturan yang harus digunakan dalam pengukuran dan penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan juga berfungsi sebagai pedoman dan acuan bagi pihak eksternal sebagai penjelasan dalam penyusunan laporan keuangan dikarenakan perbedaan dalam penyusunan laporan keuangan sehingga memudahkan pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan untuk membaca dan menganalisis. Menurut Dwi Martani,dkk, macam-macam standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia adalah : Dwi Martani, dkk, Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (Jakarta : Salema Empat, 2012), hlm.16.

14 1. SAK digunakan untuk entitas yang memiliki akuntabilitas publik yaitu entitas terdaftar atau dalam proses pendaftaran di pasar modal atau entitas fidusia (yang menggunakan dana masyarakat seperti asuransi, perbankan, dan dana pensiun). 2. SAK untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP), yaitu entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan dalam penyusunan laporan keuangan tujuan umum (general purpose financial statement). 3. SAK Syariah yaitu standar yang digunakan untuk entitas yang memiliki transaksi syariah atau yang berbasis syariah. SAK Syariah terdiri atas kerangka konseptual penyusunan dan pengungkapan laporan, standar penyajian laporan keuangan, dan standar khusus transaksi syariah. 4. Standar Akuntansi Pemerintah (selanjutnya disebut dengan SAP) yaitu standar akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan instansi pemerintahan baik pusat maupun daerah. Manfaat pembuatan laporan keuangan berdasarkan SAK adalah : 1. untuk keseragaman laporan keuangan; 2. untuk membantu auditor untuk memeriksa laporan keuangan; 3. untuk memudahkan pihak-pihak yang memerlukan laporan keuangan untuk memahami dan menganalisis. Sifat dan keterbatasan laporan keuangan menurut Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 adalah sebagai berikut: Ikatan Akuntan Indonesia, Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (Jakarta:Rineka Cipta, 1991), hal.7.

15 1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satusatunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu. 3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari taksiran dan berbagai pertimbangan. 4.Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan. 5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian; bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil. 6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas). 7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi-informasi yang dihasilkan. 8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.

16 9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan. Penyusunan laporan keuangan dalam perusahaanharus memenuhi kewajiban untuk menaati asas iktikad baik, asas kepantasan dan juga Good Corporate Governance (selanjutnya disebut dengan GCG). GCG adalah cara pengelolaan perusahaan yang memberikan jaminan terhadap sistem dan proses pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan. Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari GCG yaitu: Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundanganundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 39 Fitrawansyah, Fraud & Auditing (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hlm.73 dan 74.

17 5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip GCG yang diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan meningkatkan kualitas laporan keuangan serta dapat memenuhi hak para pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat dan transparan mengenai informasi segala kegiatan perusahaan yang juga merupakan kewajiban dari perusahaan. Transparansi dalam laporan keuangan adalah penyediaan informasi perusahaan dengan terbuka tanpa ada yang ditutup-tutupi, jelas dan dapat dimengerti sehingga memudahkan para pihak yang hendak menggunakan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan dalam perusahaan. Transparansi dalam laporan keuangan juga merupakan cara bagi para investor untuk menilai tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Transparansi dalam GCG harus menjamin adanya penyusunan laporan keuangan yang akurat mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pengelolaan. Salah satu bentuk dari pelaksanaan prinsip GCG adalah memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Saat ini, belum banyak perusahaan yang mengetahui manfaat dari disclosure atau transparansi laporan keuangan. Transparansi memiliki hubungan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu full disclosure principle yang berarti penyusunan laporan keuangan dengan

18 memberikan informasi yang lengkap untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan dalam perusahaan serta menghindarkan para pihak yang memerlukan laporan keuangan menjadi tersesat atau keliru sehingga mengakibatkan kerugian. Transparansi juga berhubungan dengan prinsip keandalan dalam prinsip akuntansi yang dimana catatan atau laporan keuangan yang didasarkan atas data atau informasi yang tersedia yang dapat dibuktikan atau ditelusuri kebenarannya sehingga catatan atau laporan keuangan tersebut menjadi akurat dan berguna Konsep dan prinsip akuntansi dalam GAAP, ccepted_accounting_principles (diakses tanggal 28 Maret 2016)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat.

Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat. Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan; dan 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG)

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG) PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG) PENDAHULUAN A. Latar Belakang : 1. Perusahaan asuransi bergerak dalam bidang usaha yang menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 PRINSIP DAN PENERAPAN TRANSPARANSI DALAM LAPORAN TAHUNAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 1 Oleh: Oliver Graziano 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENJELASAN MENGENAI AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA PT UNILEVER INDONESIA Tbk

PENJELASAN MENGENAI AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA PT UNILEVER INDONESIA Tbk PENJELASAN MENGENAI AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA PT UNILEVER INDONESIA Tbk Sehubungan dengan rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Mangkunegara di dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai berikut Kinerja adalah hasil kerja

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 13 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 2 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PT JASA SARANA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Good Corpossrate Governance (GCG) adalah suatu istilah yang sudah tidak asing lagi. Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia perekonomian, pengelolaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA 1 PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANGUN BANUA KALIMANTAN SELATAN MENJADI PERSEROAN TERBATAS BANGUN BANUA KALIMANTAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 11 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH PT. SAYAGA WISATA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

- 2 - PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan angka 13 Cukup jelas.

- 2 - PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan angka 13 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Seiring dengan perkembangan industri perbankan

Lebih terperinci

BAB 1 BURSA EFEK. Pasal 1. Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Pasal 2

BAB 1 BURSA EFEK. Pasal 1. Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Pasal 2 BAB 1 BURSA EFEK Pasal 1 Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Pasal 2 Modal disetor Bursa Efek sekurang-kurangnya berjumlah Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.980, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Tata Kelola. Perusahaan Perasuransian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /SEOJK.05/2018

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /SEOJK.05/2018 LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /SEOJK.05/08 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA - - Penilaian Sendiri (Self Assessment) atas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN STATUS BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH (PD. BPR SYARIAH)

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. 2.1 Akuntansi Pemerintahan Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Akuntansi dan lap oran keuangan mengandung

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH ANEKA KARYA KABUPATEN BOYOLALI MENJADI PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BANK PEMBANGUNAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN - 1 - PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Tata Kelola Perusahaan. Pembiyaan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5639) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi di era globalisasi saat ini sudah berkembang semakin pesat, sehingga mengakibatkan persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIKDAERAH

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIKDAERAH BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIKDAERAH DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. b. c. d.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu unit usaha atau kesatuan akuntansi, dengan aktifitas atau kegiatan ekonomi dari

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu unit usaha atau kesatuan akuntansi, dengan aktifitas atau kegiatan ekonomi dari BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian Entitas Suatu unit usaha atau kesatuan akuntansi, dengan aktifitas atau kegiatan ekonomi dari unit tersebut sebagai fokusnya.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20.. TENTANG LAPORAN PENERAPAN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Yth. Direksi Manajer Investasi di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal... Peraturan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS DAN PENGAWASAN === DEWAN KOMISARIS === PT PLN TARAKAN TAHUN BUKU 2015

LAPORAN TUGAS DAN PENGAWASAN === DEWAN KOMISARIS === PT PLN TARAKAN TAHUN BUKU 2015 LAPORAN TUGAS DAN PENGAWASAN === DEWAN KOMISARIS === PT PLN TARAKAN TAHUN BUKU 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang 4 B. Dasar Hukum 5 C. Daftar Istilah 5 BAB II PRINSIP PRINSIP HUBUNGAN

Lebih terperinci

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah iaccountax Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Prinsipprinsip Keterbukaan (transparency) Akuntabilitas (accountability) Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan?

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan? Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan? Oleh: Tarkosunaryo Paper ini bermaksud untuk menyajikan analisis penggunaan mata uang yang seharusnya digunakan oleh perusahaan dalam menyusun

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH PROVINSI JAMBI

-1- GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH PROVINSI JAMBI -1- SALINAN GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9 Tim GCG Hal : 1 of 9 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 3 1.1 Definisi Good Corporate Governance 3 1.2 Prinsip Good Corporate Governance 3 1.3 Pengertian dan Definisi 4 1.4 Sasaran dan Tujuan Penerapan GCG 5

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN LEMBAGA PERKREDITAN KECAMATAN MENJADI PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KE DALAM MODAL SAHAM PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/3/PBI/2013 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/3/PBI/2013 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/3/PBI/2013 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PT BANDARUDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA I. UMUM Perkembangan industri modal ventura yang sangat pesat

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang No.349, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Tata Kelola. Terintegrasi. Konglomerasi. Penerapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5627) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 1 2007 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PT BANK JABAR 1 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Salah satu fungsi akuntansi adalah mencatat transaksi-transaksi yang terjadi serta pengaruhnya terhadap aktiva, utang modal,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang didukung oleh sanksi-sanksi untuk setiap ketidakpatuhan (Belkaoui,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang didukung oleh sanksi-sanksi untuk setiap ketidakpatuhan (Belkaoui, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Standar akuntansi merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu, mekanisme penyusunan standar akuntansi harus

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN Dalam rangka menerapkan asas asas Tata Kelola Perseroan yang Baik ( Good Corporate Governance ), yakni: transparansi ( transparency ), akuntabilitas ( accountability

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG

Lebih terperinci

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 13 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH CILEGON MANDIRI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No.

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No. KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No. COM/001/01/1215 Tanggal Efektif 1 Desember 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci