RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING TERHADAP LEVEL PROTEIN PAKAN BERBEDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING TERHADAP LEVEL PROTEIN PAKAN BERBEDA"

Transkripsi

1 RESPON KINERJA PERTUMBUHAN ITIK PEDAGING TERHADAP LEVEL PROTEIN PAKAN BERBEDA Suryana, A. Darmawan, H. Kurniawan, Sholih, N.H, dan Suprijono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan suryanakalsel@yahoo.com ABSTRAK Kebutuhan daging secara nasional, hingga saat ini sebagian besar masih bertumpu pada ternak sapi dan ayam. Sementara pemintaan konsumen terhadap daging itik dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dindikasikan dengan tumbuhnya warung makan dan restoran dengan menu itik. Alternatif usaha untuk mengimbangi laju permintaan daging unggas, salah satunya dapat dipenuhi dengan pemeliharaan itik pedaging. Itik pedaging merupakan hasil persilangan antara itik Alabio betina dengan entok yang dikenal dengan sebutuan itik serati atau mandalung Itik serati atau mule duck umumnya merupakan salah satu hibrida hasil persilangan antara itik lokal dengan itik Manila atau entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai penghasil daging, serta mempunyai kadar lemak rendah dibanding jenis itik lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, dengan memilih beberapa peternak kooperator. yang dikenakan adalah sebagai berikut : A= pakan pola petani /kontrol; B = protein pakan 14%; C= protein pakan 16% dan D = protein pakan 18%. Parameter yang diamati antara lain berat badan awal, pertambahan berat badan mingguan, konsumsi pakan, konversi pakan, berat badan akhir, bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal serta perhitungan analisis finansial usaha beternak itik pedaging. Hasil kajian mununjukkan bahwa penggunaan level protein pakan 18% dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, bobot karkas dan persentease karkas, sementara persentase lemak abdominal terendah diperoleh perlakuan C (protein pakan 16%). Berdasarkan perhitungan ekonomi sederhana bahwa usaha beternak itik pedaging sebanyak 100 ekor/periode, dengan asumsi kematian nol persen, perlakuan D (protein pakan 18%) mempunyai nilai keuntungan sebesar Rp /periode, dengan nilai R/C 1,27. Karena nilai R/C-nya lebih dari 1, maka usaha beternak itik pedaging tersebut masih layak dan menguntungkan. Kata kunci: Itik pedaging, performa pertumbuhan, protein pakan. Pendahuluan Kalimantan Selatan memiliki potensi luas wilayah sebesar ha, terdiri dari lahan kering, pekarangan, tegalan/kebun, ladang/huma, padang penggembalaan, lahan tidur, hutan rakyat, perkebunan, rawa tidak ditanami, tambak, kolam/empang dan hutan, dengan jumlah penduduk jiwa (Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, 2011). Potensi tersebut salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan itik, baik sebagai penghasil Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus

2 telur maupun daging. Kebutuhan daging saat ini sebagian besar masih bertumpu pada ternak sapi dan ayam, dan kontribusi itik masih realtif kecil. Alternatif usaha untuk mengimbangi laju permintaan daging, salah satunya dapat dipenuhi dengan pemeliharaan itik pedaging, yakni hasil persilangan antara itik Alabio betina dengan entok atau itik peking, yang kita kenal dengan sebutuan itik serati atau mandalung (Suparyanto 2005; Suryana, 2008), tik-tok (Simanjuntak, 2002), branti, togri, tongki (Srigandono, 2000). Alasan dipilihnya jenis unggas tersebut karena pertumbuhannya cepat, mempunyai bobot badan besar dan produktif dalam menghasilkan daging (Roesdiyanto dan Purwantini, 2001; Simanjuntak, 2002; Setioko 2003). Itik serati atau mule duck /itik pedaging umumnya merupakan salah satu hibrida hasil persilangan antara itik lokal dengan itik Manila atau entok (Cairina moschata), yang potensial sebagai penghasil daging (Dijaya, 2003; Bakrie et al. 2005), dan mempunyai kadar lemak rendah dibanding jenis itik pedaging lainnya (Simanjuntak, 2002; Setioko, 2003; Suparyanto, 2005). Menurut Harahap (1993), itik serati sudah sejak lama berada di pedesaan dan petani mengenalnya sebagai itik persilangan antara itik lokal dengan entok. Karena pemeliharaanya yang ekstensif-tradisional memberi kesempatan terjadinya perkawinan silang secara alami (Anwar, 2005). Itik serati yang berkembang di Kalimantan Selatan saat ini berasal dari persilangan antara entok jantan dengan itik alabio betina atau sebaliknya (Wasito dan Rohaeni, 1994; Suryana, 1998). Sistem pemeliharaan itik serati/itik pedaging masih dilakukan secara ekstensiftradisional dengan pemberian pakan seadanya, diumbar di padang penggembalaan seperti sawah, sungai dan rawa-rawa yang ada di sekitar permukiman. Bibit serati diperoleh dengan cara menyilangkan (crossing) secara alami antara itik Alabio jantan dengan entok betina, atau sebaliknya dengan jumlah telur yang ditetaskan relatif sedikit, telur dierami menggunakan entok betina hingga menetas (Roesdiyanto dan Purwantini, 2001; Anwar, 2005), dan daya tetasnya berkisar antara 30-75% (Harahap, 1993; Dijaya, 2003; Setioko, 2003). Jumlah DOD yang dihasilkan rendah, sehingga perkembangan populasinya lamban (Wasito dan Rohaeni, 1994). Metzer Farms (2001) memperkirakan bahwa DOD itik serati yang menetas 60% adalah jantan, hal ini tidak menjadi masalah karena jantan maupun betina diarahkan untuk menghasilkan daging yang pertumbuhannya relatif sama. Keunggulan yang dimiliki itik serati/itik pedaging, antara lain pertumbuhan yang cepat dan mampu mengubah pakan berkualitas rendah menjadi daging (Hutabarat, 1982; Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000), tahan terhadap serangan penyakit dan mortalitasnya rendah berkisar antara 2-5% (Anwar, 2005), memiliki daging yang tebal, berwarna coklat muda, tekstur lembut dan bercita rasa gurih (Suparyanto, 2005). Itik serati jantan umur 12 minggu mencapai bobot badan 1.920,3 kg/ekor, sedangkan betina 1.911,8 kg/ekor dengan rata-rata persentase karkas masing-masing sebesar 63,23% dan 72,64% (Suparyanto, 2005). Srigandono (2000) dan Dijaya (2003) mengemukakan bahwa itik serati pada umur 10 minggu mencapai bobot badan 2,2-2,5 kg/ekor, dan umur 12 minggu bobot badannya berkisar antara 2,5-3,0 kg. Wasito dan Rohaeni (1994) melaporkan bahwa itik serati betina umur 10 minggu mencapai bobot badan 2,4 kg, sedangkan jantan umur 12 minggu bobot badannya sekitar 4,30 kg, konversi pakan 2,7, dan rata-rata persentase karkas berkisar antara 65,0-70,0%. Bobot karkas itik serati umur 8 dan10 minggu masing-masing mencapai 1.366,8 g/ekor dan 1.142,69 g/ekor (Roesdiyanto dan Purwantini, 2001). Karakteristik itik serati umumnya hampir menyerupai entok yaitu memiliki tubuh besar, tenang, dapat berenang, tetapi tidak bisa terbang (Harahap, 1993). Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan itik serati/itik pedaging di tingkat petani-ternak salah satunya adalah tingkat pertumbuhaan yang belum stabil, sehingga peningkatan berat badan yang dicapai di tingkat petani masih bervariasi. Untuk Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging 538

3 meningkatkan pertumbuhan itik pedaging, di samping harus terpenuhinya asupan gizi dengan kualitas pakan yang memadai, juga tingkat protein pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup dan produksi daging. Penelitian tentang pengaruh pakan terhadap pertumbuhan itik lokal telah banyak dilaporkan, namun pada itik pedaging atau itik persilangan belum banyak dilaporkan. Oleh sebab itu, pengkajian ini pelu dilakukan untuk mengetahui level protein pakan yang dapat mempenagruhi kinerja performa dan efisensi pertumbuhan itik pedaging. Metode Penelitian Kegiatan ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 4 (empat) perlakuan dan 5 (lima) kali ulangan. Tiap-tiap ulangan terdiri atas 10 ekor. Pakan yang digunanakan selama pemeliharaan (Tabel 1), sementara perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : A = Pakan pola petani (kontrol) B = Pakan formulasi dengan tingkat protein 14% C = Pakan formulasi dengan tingkat protein 16% D = Pakan formulasi dengan tingkat protein 18% Tabel 1. Komposisi pakan perlakuan. a. Pakan B (Protein 14%) No. Bahan pakan Persentase 1. Paya/sagu Dedak halus Pakan jadi (bama/par L) Mineral itik 2,0 5. Konsentrat 3,0 JUMLAH 100 No. Kandungan nutrien 1. Energi metabolis (kkal/kg) Protein kasar (%) 14,0 3. Serat kasar (%) 4,17 4. Lemak kasar (%) 5,88 5. Kalsium (%) 3,99 6. Phosphor tersedia (%) 0,65 7. Harga pakan/ kg (Rp) ,- Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus

4 b. Pakan C (Protein 16%) No. Bahan pakan Persentase 1. Paya/sagu Dedak halus Pakan jadi (bama/par L) Mineral itik 2,0 5. Konsentrat 8,0 JUMLAH 100 No. Kandungan nutrien: 1. Energi metabolis (kkal/kg) Protein kasar (%) 16,0 3. Serat kasar (%) 6,17 4. Lemak kasar (%) 6,88 5. Kalsium (%) 4,99 6. Phosphor tersedia (%) 0,70 7. Harga pakan/ kg (Rp). 5850,- c. Pakan D (Protein 18%) No. Bahan pakan Persentase 1. Paya/sagu Dedak halus Pakan jadi (bama/par L) Mineral itik 2,0 5. Konsentrat 13 No. JUMLAH 100 Kandungan nutrien 1. Energi metabolis (kkal/kg) Protein kasar (%) 18,0 3. Serat kasar (%) 4,17 4. Lemak kasar (%) 5,88 5. Kalsium (%) 3,00 6. Phosphor tersedia (%) 0,85 7. Harga pakan/ kg (Rp). 6450,- Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging 540

5 Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan meliputi: variabel berat badan awal (g/ekor), konsumsi pakan, koversi pakan, pertambahan berat badan (g/ekor), berat badan akhir (g/ekor), berat hidup (g/ekor), berat potong (g/ekor), berat karkas (g/ekor), persentase karkas (%), lemak abdominal (%) dan perhitungan finansial sederhana usahatani/ternak itik pedaging (R/C ratio). Semua data hasil pengamatan dari masing-masing variabel respons dikumpulkan, dihitung dan dianalisis, sedangkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel respons dilakukan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Konsumsi Pakan Hasil dan Pembahasan Data pengukuran konsumsi pakan pada masing-masing perlakuan selama pengkajian disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan level protein pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Tabel 2. Rata rata konsumsi pakan itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor) A (Pakan pola petani/kontrol) D (Prptein pakan 18%) Konsumsi Pakan 4579,75 a 4679,75 a 4794,50 a 4840,50 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar 4840,50 g/ekor, disusul perlakuan C (4794,50 g/ekor) dan terendah perlakuan A sebesar 4579,75 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh komposisi kandungan bahan penyusun pakan masing-masing perlakua dengan tingkat palatabilitasnya berbeda-beda, yang menyebabkan konsumsi pakan tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang dikemukakan Hahliyansyah (2013) bahwa konsumsi pakan yang dicapai itik serati umur 8 minggu dengan pemberian pakan berbasis empulur sagu fermentasi dengan tingkat protein pakan 18% sebesar 4347,25 g/ekor. Pertambahan Berat Badan Rata-rata penimbangan berat badan akhir masing-masing perlakuan selama pengkajian tertara pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan level protein pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus

6 berat badan itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan lainnya. Tabel 3. Rata rata pertambahan berat badan itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor) A (Pakan pola petani/kontrol) D (Protein pakan 18%) Pertambahan berat badan 915,79 a 1145,65 b 1247,82 c 1545,74 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar 1545,74 g/ekor, disusul perlakuan C (1247,82 g/ekor), B (1145,65 g/ekor), dan perlakuan A 1041,31 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh konsumsi pakan yang dicapai selama pertumbuhan berbeda pada masingmasing perlakuan, sehingga pertambahan berat badannya bervariasi. Selain itu, jumlah konsumsi pakan yang tinggi juga disebabkan oleh tingkat palatabilitas dan kecernaan pakan yang lebih efisien, sehingga pakan dapat dimanfaatkan lebih baik untuk menghasilkan daging. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibanding yang dikemukakan Mahliansyah (2013), bahwa rata-rata pertambahan berat badan tertinggi yang dicapai itik serati umur 8 minggu dengan pakan berbasis empulur sagu fermentasi mencapi 1247,82 g/ekor. Pernyataan senada dikemukakan Nasroedin (1995) dan Zuprizal (1998) bahwa pertambahan berat badan selama pemeliharaan akan berdampak kepada berat badan akhir yang tinggi. Pendapat yang sama dikemukakan Rasyaf (1995) bahwa laju pertambahan berat badan salah satunya dapat menentukan berat badan akhir. Menurut Syamsuardi (1989) dalam Matitaputty (2002) dalam hasil penelitiannya melaporkan bahwa pertambahan berat badan yang tinggi pada itik dan entog serta hasil persilangannya akan lebih baik, apabila keseimbangan ransum dan protrein ransum sesuai dengan tingkat umur dan kebutuhan fisiologisnya. Konversi pakan Konversi pakan merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan efisiensi penggunaan pakan dalam menghasilkan satu kg daging/telur selama satu siklus produksi. Rata-rata konversi pakan atau perbandingan antara jumlah berat badan akhir dengan konsumsi pakan pada masing-masing perlakuan selama pengkajian, disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan protein pakan 18% dalam pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konversi pakan itik serati umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan D tidak berbeda nyata (P> 0,05) dengan perlakuan lainnya. Walaupun tidak berbeda antar perlakuan, namun perlakuan C menunjukkan kecenderungan nilai konversi pakan paling rendah dibanding perlakuan A dan B. Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging 542

7 Tabel 4. Rata-rata konversi pakan itik pedaging umur 10 minggu A (Pakan pola petani/ kontrol ) D (Protein pakan 18%) Konversi Pakan 3,82 a 3,32 a 3,07 a 3,66 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata konversi pakan itik pedaging terendah dihasilkan perlakuan C sebesar 3,07, disusul perlakuan B (3,32). Perbedaan angka konversi pakan diduga oleh perbedaan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan selama proses pertumbuhan menjadi daging, masing-masing individu ternak berbeda-beda, walaupun jumlah, jenis dan waktu pemberiannya sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) bahwa perbedaan angka konversi pakan salah satunya disebabkan oleh tingkat palabilitas pakan yang dikonsumsi itu sendiri. Pendapat lain dikemukakan Nuraini (2009) bahwa salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan peningkatan pertambahan berat badan akhir, salah satunya ditentukan oleh tingkat konsumsi pakan yang efisen dan nilai konversi pakan (feed conversion ratio) yang lebih kecil. Hasil pengkajian ini lebih rendah dari yang dilaporkan Mahliansyah (2013), bahwa konversi pakan itik serati selama pemeliharaan 8 minggu sebesar 4,12. Berat Badan Akhir Data rata-rata penimbangan berat badan akhir masing-masing perlakuan selama pengkajian, dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan level protein pakan sebesar 18 % berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat badan akhir itik pedaging umur 10 minggu. Tabel 5. Rata rata berat badan akhir itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor) A (Pakan pola petani/kontrol ) D (Protein pakan 18%) Berat badan akhir a b c d Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata berat badan akhir itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar g/ekor, disusul perlakuan C (1.990 g/ekor), B (1.850 g/ekor), dan terendah perlakuan A sebesar g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh tingkat konsumsi pakan yang dicapai selama pertumbuhan masing-masing perlakuan berbeda. Selain jumlah konsumsi pakan yang tinggi juga disebabkan oleh tingkat palatabilitas pakan yang baik dengan tingkat kecernaannya optimal, sehingga pakan dapat Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus

8 dimanfaatkan lebih efisien untuk menghasilkan daging. Berat badan akhir yang dicapai menunjukkan peningkatan yang lebih baik seiring dengan pertambahan level protein pakan. Hasil pengkajian ini lebih tinggi dibanding yang dikemukakan Mahliansyah (2013), bahwa rata-rata berat badan akhir yang dicapai itik serati pada 8 minggu, dengan pemberian pakan berbasis empulur sagu fermentasi sebasar 1393,75 g/ekor. Selain itu, pertambahan berat badan yang tinggi akan mengakibatkan berat badan akhir ikut meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasroedin (1995) dan Zuprizal (1998) bahwa pertambahan berat badan selama proses pemeliharaan akan berdampak kepada berat badan akhir yang tinggi. Pendapat yang sama dikemukakan Rasyaf (1995), bahwa laju pertambahan berat badan salah satunya dapat menentukan berat badan akhir. Berat Potong Data rata rata hasil penimbangan terhadap berat potong masing-masing perlakuan, disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan level protein pakan 18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat potong itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan lainnya. Tabel 6. Rata-rata berat potong itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor) A (Pakan pola petani/kontrol ) D (Protein pakan 18%) Berat potong 1,100 a 1,759 b 1,801 c 2,000 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata berat potong itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar g/ekor, disusul perlakuan C (1.801 g/ekor), sementara terendah pada perlakuan A sebesar g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat badan akhir yang dicapai selama pertumbuhan masing-masing perlakuan berbeda. Berat badan akhir yang tinggi salah satunya disebabkan karena jumlah konsumsi pakan yang tinggi dengan tingkat palatabilitas dan efisiensi kecernaan pakan yang baik, sehingga daging yang dihasilkan meningkat. Selain itu, korelasi antara berat badan akhir yang tinggi akan mengakibatkan berat potong meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasroedin (1995) dan Zuprizal (1998), bahwa berat badan akhir yang dicapai selama pemeliharaan dengan komposisi pakan berbeda atau sama, akan berdampak kepada berat potong yang dihasilkan. Pendapat yang sama dikemukakan Rasyaf (1995) bahwa berat badan akhir salah satunya dapat menentukan berat potong, apabila ternak sudah disembelih. Berat Karkas Data rata-rata berat karkas itik pedaging masing-masing perlakuan selama pengkajian (Tabel 7). Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan level protein pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,1) terhadap berat karkas itik pedaging Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging 544

9 umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan lainnya. Tabel 7. Rata - rata berat karkas itik pedaging umur 10 minggu (g/ekor) A (Pakan pola petani/kontrol ) D (Protein pakan 18%) Berat karkas 910 a 1,100 b 1,500 c 1,900 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata berat karkas itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar g/ekor, disusul perlakuan C (1.500 g/ekor) dan terendah perlakuan A sebesar 910 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat potong yang dicapai masing-masing perlakuan berbeda. Semakin tinggi berat potong yang dihasilkan, semakin tinggi pula berat karkas yang diperoleh. Hal ini senada dengan pendapat Mahliansyah (2013), bahwa itik serati dengan pemberian pakan berbasis empuluh sagu fermentasi yang berbeda tingkat kandungan serat kasarnya, menunjukkan perbedaan berat karkas nyata. Pernyataan yang selaras dikemukakan Uhi et al. (2004), bahwa semakin tinggi tingkat serat kasar dalam pakan, maka konsumsi pakan semakin rendah, sehingga mempunyai konsekuensi terhadap pertambahan bobot badan, berat akhir dan berat karkas yang dicapai berbeda-beda. Persentase Karkas Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan level protein pakan 18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase karkas itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Rata-rata persentase karkas itik pedaging umur 10 minggu selama pengkajian, disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rata- rata persentase karkas itik pedaging umur 10 minggu (%) A (Pakan pola petani/kontrol) ) D (Protein pakan 18%) Karkas (%) 61,24 a 65,66 b 69,45 c 71,23 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata tidak menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%. Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata persentase karkas itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar 71,23%, disusul perlakuan C (69,45%), dan terendah perlakuan A sebesar 61,24%. Perbedaan persentase karkas yang diperoleh dari perlakuan D yakni penggunaan level protein pakan 18%, diduga bahwa tingkat konsumsi pakan yang Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus

10 tinggi dan palatabilitasnya baik, sehingga berat potong yang dicapai masing-masing perlakuan berbeda-beda. Bobot potong berhubungan erat dengan berat badan akhir dan pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan akhir yang tinggi karena jumlah konsumsi pakan yang tinggi, dengan tingkat palatabilitas pakan yang baik akan meningkatkan pencapaian berat dan persentase. Hal ini sejalan dengan pendapat Matitaputty (2002), bahwa konsumsi pakan yang tinggi akan menyebabkan pertambahan berat badan dan berat badan akhir yang tinggi serta persentase karkas yang tinggi. Persentase karkas itik pedaging yang dihasilkan dalam kajian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan Lutfi (1988) dalam Matitaputty (2002) yakni sebesar 64,39%. Selanjutnya laporan lain dikemukakan Lukman (1995) bahwa persentase karkas itik serati sebesar 63,20% dari bobot hidup. Laporan lainnya dikemukakan Mahliansyah (2013), bahwa persentase karkas itik serati selama pemeliharaan 8 minggu berkisar antara 63,34-70,66%. Persentase Lemak Abdominal Data rata rata hasil perhitungan persentase lemak abdominal itik pedaging masingmasing perlakuan selama pengkajian, disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan level protein pakan 18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase lemak abdominal itik serati umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan lainnya. Tabel 9. Rataan persentase lemak abdominal itik pedaging umur 10 minggu (%) A (Pakan pola petani/kontrol) ) D (Protein pakan 18%) Lemak Abdominal 15,40 a 13,26 b 13,57 b 18,15 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sam pada kolom rata-rata tidak menunjukkan perbedaan nyata pada DMRT 5%. Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata persentase lemak abdominal tertinggi dihasilkan perlakuan D sebesar 18,15% dan terendah perlakuan B sebesar 13,26%. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh faktor efiensi pemanfaatan nurien pakan lebih baik, terutama energi metabolisme (EM/k/kal) yang digunakan selama pertumbuhan masingmasing perlakuan berbeda, walaupun pakan yang diberikan iso protein dan iso energi, namum selama proses metabolisme di dalam tubuh karena ada faktor lainnya yang ikut mempengaruhi, seperti temperatur dan kondisi fisiologis ternak, hal ini akan berdampak pada pengurangan kandungan lemak tubuh. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa penggunaan level protein pakan 14% dapat menurunkan persentase lemak abdominal, sehingga kandungan lemak abdominalnya lebih yang baik. Hasil kajian ini didukung oleh pernyataan Mahliansyah (2013), bahwa pakan yang mengandung empulur sagu fermentasi sebesar 30% dapat mempengaruhi persentase lemak abdominal itik serati selama pemeliharaan 8 minggu. Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging 546

11 Berat Hati Data penimbangan bobot jerohan (jantung dan empela) itik pedaging masing-masing perlakuan selama pengkajian, disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan level protein 18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat hati itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Tabel 10. Rata-rata bobot jantung dan empela itik serati umur 10 minggu (g) Parameter A B C D Berat hati (g) 54,62 a 54,03 a 63,86 b 74,04 c Berat jantung (g) 31,19 b 27,41 c 20,58 b 20,58 c Berat ampela (g) 85,02 a 90,75 b 94,33 c 90,57 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak nyata pada DMRT 5%. Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata berat hati itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan D 74,04 g/ekor, disusul perlakuan B (63,86 g/ekor) dan terendah perlakuan B sebesar 54,62 g/ekor. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat badan akhir yang dicapai selama pertumbuhan masing-masing perlakuan berbeda-bedan. Pertambahan berat badan yang tinggi karena iik mengkonsumsi jumlahi pakan yang tinggi, dengan tingkat palatabilitas dan kecernaan pakan yang baik. Berat hati yang berbeda diduga oleh penambahan berat selama pertumbuhan, sehingga berat hati mengalamai peningkatan. Berat hati menurut Zuprizal (1995) ada hubungannya dengan konsumsi pakan, terutama jika unggas diberi pakan berupa jagung butiran. Berat Jantung Data penimbangan terhadap berat jantung itik pedaging (Tabel 10). Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan pakan berptotein 18% dalam pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat jantung itik pedaging umur 10 minggu. Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan protein pakan 18% berbeda sangat nyata (P< 0,01) dengan perlakuan lainnya. Berat jantung berbeda diduga disebabkan oleh berat akhir masing-masing individu ternak berbeda dengan tingkat konsumsi pakan yang berbeda pula. Pertumbuhan yang cepat pada unggas dengan komposisi pakan yang banyak mengandung lemak kasar sering diikuti dengan pembesaran jantung, sehingga terjadi penimbunan lemak tinggi yang menyelimuti permukaan jantung. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) bahwa besarnya jantung pada unggas sangat berhubungan dengan berat badan dan perlemakan di sekitar jantung. Berat Empela Data penimbangan berat rampela itik pedaging masing-masing perlakuan (Tabel 10). Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa penggunaan pakan berprotein 18% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat empela itik pedaging umur 10 minggu. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus

12 Hasil uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan level protein 18% berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan lainnya. Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata berat empela itik pedaging tertinggi dihasilkan perlakuan C sebesar 94,33 g disusul perlakuan B (90,75 g), dan terendah perlakuan A sebesar 85,02 g. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh berat badan akhir yang dicapai selama pertumbuhan masing-masing perlakuan berbeda-beda. Berat empela itik pedaging yang berbeda diduga disebabkan oleh berat akhir masing-masing individu ternak yang berbeda dalam usaha untuk menghancur pakan secara kimiawi di dalam empela. Kekuatan otot empela yang besar, menyebabkan empelanya menjadi besar. Hasil pengkajian ini senada dengan yang dilaporkan Kusyanti (2013), bahwa besarnya empela sangat dipengaruhi oleh tingkat kontraksi empela pada saat melakukan proses pemecahan pakan secara kimiawi di dalam empela. Analisis Usaha (Income Over Duck Feed Cost - IODFC) Income over duck feed cost (IODFC) itik pedaging dihitung berdasarkan total pendapatan - (harga bibit/dod + biaya pakan). Hasil perhitungan analisis usaha sederhana pemeliharaan itik pedaging selama 10 minggu, disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Analisis kelayakan usaha tani sederhana (Income Over Duck Feed Cost IODFC)) itik pedaging selama 10 Minggu. No. Uraian Jumlah Harga (dalam Rp.000) satuan (Rp) A B C D A. Pengeluaran : Bibit DOD umur ekor hari Pakan 890 kg Obat-obatan/ 1 paket vitamin Peralatan kandang/ 20 buah tempat air minum Upah Tenaga Kerja 2 OB Jumlah B Pemasukan : Jual itik pedaging 100 ekor Pupuk kandang 5 karung Sub Jumlah Keuntungan (B-A) R/C ratio - - 0,85 1,11 1,23 1,27 Keterangan : OB (orang/bulan) Tabel 11 dapat dikemukakan bahwa berdasarkan perhitungan sederhana pemeliharaan itik pedaging dengan jumlah 100 ekor, masing - masing perlakuan yang memperoleh keuntungan tertinggi adalah level protein 18% yakni sebesar Rp ,-, R/C ratio atau perbandingan antara biaya dan keuntungan 1,27, dengan asumsi-asumsi yang digunakan salah satunya tidak ada kematian (mortalitas). Angka R/C ratio lebih dari 1 (satu), dinyatakan bahwa usaha tersebut layak dan menguntungkan. Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging 548

13 Kesimpulan 1. Penggunaan level protein pakan 18% dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahah berat badan, berat badan akhir, berat karkas dan persentease karkas itik pedaging, sementara persentase lemak abdominal terendah diperoleh perlakuan C (protein pakan 16%). 2. Berdasarkan analisis ekonomi sederhana, usaha beternak itik pedaging sebanyak 100 ekor/periode (2,5 bulan pemeliharaan), dengan asumsi kematian nol persen, perlakuan D (protein pakan 18%) mempunyai nilai keuntungan sebesar Rp /periode, dengan nilai R/C 1,27. Karena nilai R/Cnya lebih dari 1, maka usaha beternak itik pedaging tersebut layak dan menguntungkan. Daftar Pustaka Anwar. R Produktivitas itik Manila (Cairina moschata) di Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan VI (1): Bakrie, B., Suwandi dan L. Simanjuntak Prospek pemeliharaan terpadu Tik-Tok dengan padi, ikan dan azolla di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Wartazoa 15 (3): Dijaya, A.S Penggemukan Itik Jantan Potong. Penerbit PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatam Laporan Tahunan Banjarbaru. Harahap, D Potensi itik mandalung sebagai penghasil daging ditinjau dari berat karkas dan penilaian organoleptik dagingnya dibandingkan dengan tetuanya. Disertasi. Prorgam Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penerbit PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Hutabarat, P.H Genotipe x nutrient interaction of crosses between Alabio and Tegal duck and Muscovy and Pekin draker. Brith.Poult.Sci. (24): Kusyanti Tingkat pemberian empulur sagu fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap kualitas karkas itik serati umur 8 minggu. Skripsi. Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan. Universitas Islam Kalimantan. Banjarmasin Mahliansyah Tingkat pemberian empulur sagu fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap performa itik serati umur 2 8 minggu. Skripsi. Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan. Universitas Islam Kalimantan. Banjarmasin Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan MINITAB. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Metzer Farms Mule duck. metzinfo@metzerfarms.com [10 September 2001]. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus

14 Roesdiyanto dan D. Purwantini Kinerja entik hasil persilangan (entok x itik) melalui inseminasi buatan (IB) yang dipelihara secara intensif. Journal Animal Production 3 (1): Setioko, A.R Keragaan itik Serati sebagai itik pedaging dan permasalahannya. Wartazoa 13 (1): Simanjuntak, L Mengenal lebih dekat tiktok unggas pedaging hasil persilangan itik dan entok. Penerbit Agro-Media Pustaka. Jakarta. Srigandono, B Beternak Itik Pedaging. Penerbit PT. Trubus Agriwidya. Jakarta. Suparyanto, A Peningkatan produktivitas daging itik madalung melalui pembentukan galur induk.disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Suryana Optimalisasi pemanfaatan itik alabio jantan sebagai penghasil daging. Balai Pengkajian Tengkologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan. Banjarbaru. hlm Suryana Prospek dan peluang pengembangan itik Alabio di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 (3): Wasito dan E.S. Rohaeni Beternak Itik Alabio. Penerbit Kanisius Yogjakarta. Suryana et al. : Respon kinerja pertumbuhan itik pedaging 550

Kualitas Karkas Itik Pedaging dengan Pemberian Level Dosis Jamu Herbal Berbeda

Kualitas Karkas Itik Pedaging dengan Pemberian Level Dosis Jamu Herbal Berbeda Kualitas Karkas Itik Pedaging dengan Pemberian Level Dosis Jamu Herbal Berbeda Suryana, Harun Kurniawan, dan Sholih Nugroho Hadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jalan P. Batur Barat

Lebih terperinci

LEVEL DOSIS INSEMINASI BUATAN (IB) ANTARA ENTOG JANTAN VS ITIK ALABIO BETINA TERHADAP KERAGAAN PENETASAN TELUR ITIK PEDAGING

LEVEL DOSIS INSEMINASI BUATAN (IB) ANTARA ENTOG JANTAN VS ITIK ALABIO BETINA TERHADAP KERAGAAN PENETASAN TELUR ITIK PEDAGING Suryana: Level Dosis Inseminasi Buatan (IB) LEVEL DOSIS INSEMINASI BUATAN (IB) ANTARA ENTOG JANTAN VS ITIK ALABIO BETINA TERHADAP KERAGAAN PENETASAN TELUR ITIK PEDAGING Suryana, A. Darmawan, Sholih, NH

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA PENGEMBANGAN ITIK SERATI SEBAGAI PENGHASIL DAGING. Suryana

PELUANG DAN KENDALA PENGEMBANGAN ITIK SERATI SEBAGAI PENGHASIL DAGING. Suryana PELUANG DAN KENDALA PENGEMBANGAN ITIK SERATI SEBAGAI PENGHASIL DAGING Suryana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jalan Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 70711 ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

53 ZIRAA AH, Volume 37 Nomor 2, Juni 2013 Halaman ISSN

53 ZIRAA AH, Volume 37 Nomor 2, Juni 2013 Halaman ISSN 53 TINGKAT PEMBERIAN EMPULUR SAGU YANG DIFERMENTASI DENGAN KAPANG Aspergillus niger TERHADAP PERSENTASE KARKAS ITIK SERATI UMUR 8 MINGGU (The Level of Sago which Fermented by Aspergillus niger to Dressed

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d Lokakatya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak PEMELIHARAAN TERPADU TIKTOK DENGAN PADI SAWAH DI WILAYAH DKI JAKARTA D. ANDAYANI, U. SENTE dan B. BAKRIE Balai Pengkajian

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Itik Peking x Alabio

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga PENDAHULUAN Latar Belakang Itik berperan sebagai penghasil telur dan daging. Ternak itik sebagai sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga dibeberapa negara lain di Asia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA 2000 PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK Muharlien Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK Eni Siti Rohaeni 1 dan Yanti Rina 2 1. BPTP Kalimantan Selatan 2. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Ternak itik merupakan salah

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1999 TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL ME. TOGATOROP, Y.C. RAHARDJO, dan BROTO WIBOWO Balai Penelitian Terrtak, P.O. Box 221,

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

ISBN: Seminar Nasional Peternakan-Unsyiah 2014

ISBN: Seminar Nasional Peternakan-Unsyiah 2014 SUBSITUSI HIJAUAN KANGKUNG (IPOMOEA AQUATICA) FERMENTASI PROBIOTIK DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS ITIK PEKING MUHAMMAD DAUD, M. AMAN YAMAN DAN ZULFAN 1 1) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

Jurnal Al-Ikhlas ISSN : Volume 3 Nomor 1, Oktober 2017

Jurnal Al-Ikhlas ISSN : Volume 3 Nomor 1, Oktober 2017 APLIKASI PEMBERIAN RANSUM FERMENTASI BERBASIS BAHAN PAKAN LOKAL BAGI PETERNAK ITIK DI KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU Siti Dharmawati dan Nordiansyah Firahmi Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Itik merupakan sumber daya genetik yang tinggi keanekaragamannya, baik dalam hal jenis maupun potensi produksinya. Ternak itik juga mempunyai potensi untuk dikembangkan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN Iitik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam. Kelebihan ternak itik

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON SLAUGHTER WEIGHTS, CARCASS WEIGHTS

Lebih terperinci

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SAGU KUKUS DAN TEPUNG KEONG MAS DALAM FORMULASI PAKAN TERHADAP PERFORMANS ITIK JANTAN MA UMUR 1 8 MINGGU

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SAGU KUKUS DAN TEPUNG KEONG MAS DALAM FORMULASI PAKAN TERHADAP PERFORMANS ITIK JANTAN MA UMUR 1 8 MINGGU PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SAGU KUKUS DAN TEPUNG KEONG MAS DALAM FORMULASI PAKAN TERHADAP PERFORMANS ITIK JANTAN MA UMUR 1 8 MINGGU (The Effect of Usage of Combining Steaming Sago and Golden Snail Flour

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2010. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN

PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN Suryana dan Muhammad Yasin: Profil Usaha Peternakan Itik Alabio. PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN Suryana dan Muhammad Yasin Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai

PENGANTAR. Latar Belakang. Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai PENGANTAR Latar Belakang Daging merupakan produk utama dari ternak unggas. Daging sebagai sumber protein hewani banyak mengandung gizi yang dibutuhkan oleh manusia. Seiring dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) A. PRASETYO dan MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Kabupaten Brebes

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Persilangan itik Peking dengan lokal

Lebih terperinci

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO I G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Analisis feasibilitas merupakan metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

KULIAH ke: 10. POKOK BAHASAN: Zat Makanan Untuk Itik Peking. SUB POKOK BAHASAN: 1) Energi, 2)Protein, 3) Mineral, dan 4) Vitamin untuk itik peking.

KULIAH ke: 10. POKOK BAHASAN: Zat Makanan Untuk Itik Peking. SUB POKOK BAHASAN: 1) Energi, 2)Protein, 3) Mineral, dan 4) Vitamin untuk itik peking. KULIAH ke: 10 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Setelah mengikuti pertemuan ini mahasiswa akan dapat: 1. Menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi kebutuhan zat makanan pada ternak itik pedaging meliputi energi,

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA DALIANI, SD 1, WULANDARI, W.A 1, D. ZAINUDDIN 2 dan GUNAWAN 1 1 BPTP Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 2 Balai Penelitian Ternak

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (Feasibility Analysis of Alabio Duck Farm with Lanting System at Hulu Sungai Tengah) ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO (The Effect of Fermented Bran and Sago Application in the Duck Feed Nation on the Egg Production of Alabio) ENI SITI ROHAENI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru Phone (0511) 4772346 dan Fax (0511)

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Pengaruh Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) Terhadap Kualitas Telur Itik Talang Benih The Effect of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Talang Benih Duck Egg Quality Kususiyah, Urip Santoso, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Hasil penelitian menunjukkan data nilai rataan konsumsi ransum ayam Sentul Warso dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias Studi Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) dalam Ransum terhadap Produksi Telur Itik Talang Benih The Use of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Egg Production of Talang Benih Duck Kususiyah, Urip

Lebih terperinci

SUBTITUSI EMPULUR SAGU FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH UMUR HARI

SUBTITUSI EMPULUR SAGU FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH UMUR HARI Al Ulum Sains dan Teknologi Vol.1 No.1 Nopember 2015 46 SUBTITUSI EMPULUR SAGU FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH UMUR 50-99 HARI Aam Gunawan 1, Muh. Syarif Djaya 1 dan Irwan

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim POTENSI LIMBAH SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN ALTERNATIF PADA AYAM NUNUKAN PERIODE PRODUKSI IMAM SULISTIYONO dan NUR RIZQI BARIROH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur JI. Pangeran M.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN (Performance of Duck Based on Small, Big and Mix Groups of Birth Weight) KOMARUDIN 1, RUKIMASIH 2 dan P.S. HARDJOSWORO

Lebih terperinci

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama PEMBAHASAN UMUM Potensi pengembangan itik potong dengan memanfaatkan itik jantan petelur memiliki prospek yang cerah untuk diusahakan. Populasi itik yang cukup besar dan penyebarannya hampir disemua provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD Danang A. Y 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 175 PEMANFAATAN CHLORELLA DALAM PAKAN YANG DISUBTITUSI TEPUNG ISI RUMEN TERHADAP PERSENTASE KARKAS AYAM PEDAGING Dhandy Koesoemo Wardhana 1), Mirni Lamid 2), Ngakan Made Rai W 3) 1)Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN (PHISICAL CHARACTERISTICS OF MANDALUNG HATCHING EGGS AND THE MALE AND FEMALE RATIO OF THEIR DUCKLING) Yarwin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(4): , November 2016

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(4): , November 2016 PENGARUH RANSUM DENGAN KADAR PROTEIN KASAR BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ITIK BETINA MOJOSARI Rations Effect With Different Crude Protein Levels On The Growth Of Mojosari Duck Female Muhammad Riswandha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci