BAB IV DASAR DASAR PERANCANGAN DAN RENCANA PENGOLAHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV DASAR DASAR PERANCANGAN DAN RENCANA PENGOLAHAN"

Transkripsi

1 BAB IV DASAR DASAR PERANCANGAN DAN RENCANA PENGOLAHAN V.1 Umum Perencanaan, perancangan, konstruksi, dan operasi suatu instalasi pengolahan air limbah merupakan hal yang kompleks, karena tidak hanya melibatkan unsur lingkungan dan teknik, tetapi juga politik dan sosial. Oleh karena itu, selain ditujukan untuk mengurangi konsentrasi polutan dalam air limbah hingga memenuhi baku mutu, perencanaan, perancangan, pembangunan, dan pengoperasian suatu instalasi harus mempertimbangkan dampak-dampak sosial dan politik yang mungkin timbul terhadap lingkungan sekitar lokasi. Dampak-dampak tersebut misalnya: - menimbulkan gangguan estetika, contohnya bau - mengubah kualitas badan air penerima sehingga peruntukkannya berubah - menurunkan harga tanah yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan populasi manusia dan perkembangan daerah sekitar lokasi - menyebarkan penyakit bawaan air. Faktor faktor yang menjadi dasar perencanaan instalasi pengolahan air limbah meliputi: 1. lingkup pelayanan 2. baku mutu air 3. karakteristik air limbah 4. lokasi instalasi pengolahan air limbah IV.2 Lingkup Pelayanan Air limbah yang berasal dari aktivitas pabrik dibagi menjadi 2 kategori, yaitu air limbah domestik dan air limbah industri. Air limbah domestik IV-1

2 Menurut Keputusan MENLH No 112 Tahun 2003, air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha/kegiatan pemukiman, perniagaan, perkantoran, apartemen, dan asrama, sedangkan yang dimaksud dengan air limbah domestik di lingkungan pabrik adalah air limbah hasil kegiatan perkantoran, contohnya air limbah dari kamar mandi dan dapur. Air limbah industri Air limbah industri adalah air buangan yang merupakan hasil samping dari proses produksi. Air limbah industri dari PT Z mempunyai karakteristik yang berbeda beda tergantung dari proses yang berlangsung dan bahan baku yang digunakan. Contoh, air limbah proses fermentasi memiliki kualitas yang berbeda dengan air limbah dari proses lainnya. Air limbah proses fermentasi mengandung garam dalam jumlah yang sangat besar sehingga membutuhkan pengolahan pendahuluan khusus untuk menyisihkan garam-garam tersebut. Instalasi pengolahan air limbah di PT Z direncanakan untuk mengolah seluruh air limbah dari proses produksi, kecuali air limbah dari area fermentasi. Air limbah domestik tidak diolah di instalasi pengolahan karena sudah diolah di dalam tangki septik. IV.3 Baku Mutu Air Baku mutu air adalah persyaratan kualitas air yang ditetapkan oleh suatu negara atau daerah untuk keperluan perlindungan dan pemanfaatan air pada negara atau daerah bersangkutan. Di dalam pengelolaan kualitas air dikenal dua macam baku mutu air, yaitu : 1. Stream standard merupakan baku mutu badan air, yaitu batas kadar polutan yang diperbolehkan terdapat dalam badan air agar badan air tetap dapat berfungsi sesuai peruntukannya (Kep-02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan). IV-2

3 2. Effluent standard merupakan baku mutu air limbah, yaitu batas kadar polutan yang terdapat dalam air limbah yang diijinkan dibuang ke badan air, (Kep- 02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan). Kedua baku mutu di atas dapat diterapkan sebagai acuan pengolahan air limbah PT Z. Stream standard dapat digunakan karena kualitas air Sungai Cijengkol masih memenuhi standar peruntukkan air kelas III, yaitu irigasi dan budi daya ikan, sedangkan effluent standard digunakan apabila kualitas badan air sudah buruk. Kualitas air Sungai Cijengkol dan baku mutu badan air yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 disajikan pada Tabel II.2. Perencanaan IPAL PT Z menggunakan effluent standard untuk mencegah penurunan kualitas badan air karena PT Z berada dalam wilayah industri yang akan mengalami pengembangan dan untuk memudahkan pemeriksaan kualitas efluen IPAL yang akan dibuang ke badan air, karena stream standard dipengaruhi oleh debit sungai saat itu. Effluent standard yang menjadi acuan dalam mengolah air limbah di PT Z adalah baku mutu yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999 seperti yang disajikan dalam Tabel IV.1. Perencanaan IPAL PT Z menggunakan baku mutu limbah cair golongan I kecuali untuk COD dan BOD, dengan pertimbangan ekonomi karena semakin besar penyisihan polutan yang harus dilakukan, biaya yang dibutuhkan akan semakin besar. IV-3

4 Tabel IV.1 Baku Mutu Air Limbah Industri No Parameter Analisis Satuan Baku Mutu Limbah Cair Golongan I Golongan II A. FISIKA 1 Temperatur 0 C Zat padat terlarut (TDS) mg/l Zat padat tersuspensi (TSS) mg/l B. KIMIA 1 ph Besi (Fe) mg/l Fluorida (F) mg/l Amoniak bebas (NH 3 -N) mg/l Nitrat mg/l Nitrit mg/l BOD mg/l COD mg/l Fenol mg/l 0, MBAS mg/l Minyak & lemak mg/l IV.4 Karakteristik Air Limbah Karakteristik air limbah terdiri dari kuantitas dan kualitas air limbah. IV.4.1 Kuantitas Air Limbah Kuantitas dinyatakan dengan debit air limbah. Debit air limbah dari proses produksi berfluktuasi, sebanding dengan kapasitas produksi setiap saat. Data debit yang dibutuhkan dalam perencanaan instalasi pengolahan meliputi debit air limbah ratarata, minimum, dan maksimum. - Debit air limbah rata rata (Qr), adalah debit rata rata yang terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit rata rata digunakan untuk menentukan kapasitas pengolahan dan pengembangan instalasi. Debit rata rata dapat juga digunakan untuk memperkirakan kapasitas pompa dan biaya pengadaan bahan kimia. - Debit air limbah maksimum (Qmaks), adalah debit air limbah maksimum yang terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit maksimum hari IV-4

5 diperlukan untuk menentukan waktu detensi minimum di dalam unit pengolahan. - Debit air limbah minimum (Qmin), adalah debit air limbah minimum yang terjadi selama periode dua puluh empat jam. Debit air limbah minimum berguna dalam penentuan ukuran saluran agar deposisi solids tidak terjadi ketika debit air berada dalam kondisi minimum (Metcalf & Eddy, 2004). Data variasi debit diperlukan juga untuk menentukan kapasitas instalasi apabila terjadi kenaikan produksi yang menyebabkan kenaikan jumlah air limbah sehingga memerlukan perluasan instalasi pengolahan. Pada umumnya instalasi dibangun dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas yang dibutuhkan saat pembangunan instalasi tersebut. Hal ini ditujukan agar instalasi tetap dapat mengolah air limbah apabila sewaktu-waktu kapasitas naik. Penentuan kapasitas instalasi dalam pengolahan air limbah didasarkan hal-hal berikut ini : kemudahan pengembangan, hal ini berhubungan dengan tersedianya lahan dll, kinerja unit-unit pengolahan pada tahun awal IPAL dioperasikan, karena kapasitas instalasi tidak boleh terlalu besar dibandingkan dengan beban pengolahan, dan kenaikan kapasitas produksi. (Qasim,1985) Penetapan kapasitas instalasi pengolahan air limbah PT Z didasari oleh tiga hal tersebut di atas. Faktor pertama yang mendasari penentuan kapasitas instalasi adalah kenaikan kapasitas produksi. PT Z mempunyai izin operasi hingga mencapai produksi kecap ton/tahun, saus 2000 ton/tahun, dan tepung 2500 kg/tahun, sedangkan produksi riil per tahun saat ini adalah ton kecap, 457 ton saus, dan 287 kg tepung, maka kenaikan produksi sebesar ± 25% akan sebanding dengan kenaikan jumlah air limbah. IPAL PT Z direncanakan untuk dapat mengolah air limbah dengan debit yang dihasilkan pada saat kapasitas produksi kecap mencapai maksimum, yaitu ton, dan apabila produksi masih mengalami kenaikan, IV-5

6 perluasan instalasi diperlukan. Kenaikan kapasitas produksi yang hanya 25% memungkinkan instalasi dibangun dengan ukuran yang disesuaikan dengan kapasitas mendatang, sehingga over design tidak akan terjadi pada debit air limbah saat ini. Faktor terakhir yaitu luas lahan yang diperuntukkan bagi pengembangan instalasi. Lahan yang dipilih untuk lokasi IPAL masih luas, sehingga perluasan instalasi mungkin dilakukan. Air limbah di PT Z dibagi menjadi dua, yaitu limbah pekat dan limbah ringan. Limbah pekat berasal dari proses pemasakan dan pemisahan kecap dari ampas sedangkan limbah ringan berasal dari proses pencucian dan perebusan kedelai serta air limbah dari area cuci tangan pekerja. Fluktuasi debit selama 1,5 tahun untuk limbah pekat dan ringan ditunjukkan pada Gambar IV.1. Debit (m 3 /hari) Jan FebMar Apr May JunJul Aug SepOct Nov DecJan Feb MarMei Gambar IV.1. Fluktuasi Debit Air Limbah (Data PT Z) Pekat Ringan Dari Gambar IV.1 dapat ditentukan debit maksimum, rata-rata, dan minimum untuk limbah pekat dan ringan seperti yang ditampilkan pada Tabel IV.2. IV-6

7 Tabel IV.2 Variasi Debit Limbah Pekat dan Ringan Debit (m 3 /hari) Limbah pekat Limbah ringan Maksimum Rata-rata 9 54 Minimum 2 48 Fluktuasi debit sangat besar, sehingga dalam perancangan beberapa alat diperlukan data debit setiap jam. Tabel IV.4 menunjukkan debit limbah pekat dan ringan setiap jam. Tabel IV.3 Debit Per Jam Jam Limbah ringan (m 3 ) Limbah pekat (m 3 ) Jumlah (m 3 ) ,8 0,39 2, ,2 1,12 2, ,4 1,64 4, ,5 1,12 2, ,7 0,39 4, ,5 0,13 2, ,33 2, ,1 0,33 2, ,1 0,33 3, ,5 0 2, ,6 0,2 2, ,5 0,13 1, ,3 0,85 3, ,4 0,26 2, ,3 0,39 1, ,13 1, ,2 0,46 2, ,6 0,59 3, ,4 0,46 1, ,3 0,07 1, ,7 0,59 2, ,3 0,39 1, ,2 1,05 2, ,92 3,94 IV-7

8 Pengukuran kuantitas air limbah di PT Z dilakukan menggunakan alat ukur debit mekanis direncanakan akan dipasang di: outlet tangki ekualisasi, tujuannya untuk mengontrol debit rata-rata yang akan diolah di instalasi, sehingga operasi dan proses pada unit pengolahan setelah tangki ekualisasi dapat dikontrol outlet IPAL, ditujukan untuk mengetahui kuantitas air limbah yang telah diolah. IV.3.2 Kualitas Air Limbah Komponen-komponen yang terdapat di dalam air limbah akan memberikan sifat fisik, kimia, dan biologi sehingga air limbah memiliki karakteristik tertentu. a. Sifat Fisik Sifat fisik dari air limbah meliputi temperatur, warna, bau, dan kekeruhan. Parameterparameter ini dibahas secara ringkas pada Tabel IV.4. Parameter Temperatur Kekeruhan Warna Bau Tabel IV.4 Parameter Sifat Fisik Air Limbah Deskripsi Temperatur air limbah umumnya sedikit lebih tinggi dari air bakunya. Temperatur sangat berpengaruh pada aktivitas mikroba, kelarutan gas, dan kekentalan (Qasim,1985). Kekeruhan pada air limbah disebabkan oleh kandungan suspended solids (Qasim,1985). Warna pada air limbah disebabkan adanya material koloid yang berasal dari bahan baku atau zat warna sisa proses produksi. Bau pada air limbah disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya gas yang dihasilkan proses dekomposisi zat organik dan atau karena adanya penambahan substansi substansi tertentu ke dalam air limbah (Metcalf & Eddy, 2004). IV-8

9 b. Sifat Kimia Sifat kimia air limbah dinyatakan dalam kandungan komponen organik, suspended solids total, dan senyawa toksik. 1) Komponen Organik Komponen organik merupakan polutan utama pada sebagian besar air limbah industri makanan. Keberadaan komponen organik di dalam air, secara langsung akan mengurangi konsentrasi oksigen pada badan air penerima, sehingga komponen ini harus secepat mungkin disisihkan. Berbagai parameter yang dapat digunakan untuk mengestimasi banyaknya komponen organik di dalam air adalah BOD, COD, TOC, DOC, dll, tetapi parameter-parameter tersebut tidak mengungkapkan jenis dari komponen organik. Rasio COD/BOD merupakan angka penting dalam penentuan biodegradabilitas polutan dalam air limbah, jika rasio COD/BOD < 2, maka air limbah tersebut bersifat easily biodegradable (Jordening-Winter, 2002). Biochemical Oxygen Demand Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan parameter yang umum dipakai untuk menyatakan konsentrasi komponen organik di dalam air limbah. BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang digunakan mikroorganisme di dalam proses oksidasi biokimia untuk menguraikan zat organik di dalam air. Nilai BOD penting di dalam perancangan unit pengolahan air limbah untuk: (1) mengetahui organic loading pada unit pengolahan, (2) mengetahui beban pengolahan instalasi, dan (3) bahan evaluasi dari efisiensi sistem pengolahan. Chemical Oxygen Demand Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi kimiawai komponen organik di dalam air menjadi anorganik. Nilai COD akan lebih besar daripada BOD karena lebih banyak komponen organik yang dapat dioksidasi secara kimia daripada biologi. IV-9

10 2) Total Suspended Solids Di dalam air limbah, total suspended solids disebabkan oleh adanya pasir, silt, clay, dan zat organik. Suspended solids ini bila masuk ke badan air penerima akan mengakibatkan kenaikan kekeruhan dan jika mengendap akan mengganggu kehidupan akuatik. Penguraian padatan organik oleh mikroorganisme di dasar badan air akan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan menghasilkan gas yang dapat meracuni biota air (Qasim,1985). 3) Senyawa Toksik Senyawa toksik dikelompokkan dalam senyawa toksik yang biodegradable dan nonbiodegradable. Contoh senyawa toksik yang bersifat non-biodegradable adalah logam-logam seperti arsenik, nikel, timbal, dan cadmium sedangkan contoh senyawa toksik yang biodegradable adalah fenol dan sianida. Senyawa toksik nonbiodegradable dapat disisihkan dengan pengolahan pendahuluan, sedangkan senyawa toksik yang bersifat biodegradable dapat disisihkan dengan proses biologi dengan syarat: senyawa toksik selalu ada pada air limbah sehingga mikroorganisme dapat beradaptasi dan mendegradasi senyawa tersebut dengan memproduksi suatu enzim tidak terjadi shock loads senyawa toksik, dengan cara mengatur konsentrasi senyawa toksik serendah mungkin dengan konsentrasi yang sama dari waktu ke waktu (Jordening-Winter, 2002). Keberadaan senyawa toksik dalam air limbah akan mempengaruhi jenis pengolahan, karena proses biologi memiliki keterbatasan untuk mengolah air limbah yang mengandung senyawa toksik dengan konsentrasi yang melebihi kapasitas mikroorganisme. c. Sifat Biologi Air limbah mempunyai sifat biologi yang biasanya dinyatakan dengan konsentrasi dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada air limbah. Perancangan instalasi IV-10

11 pengolahan sebaiknya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sifat biologi pada air limbah, misalnya: kelompok mikroorganisme yang ditemukan pada air limbah serta peranan kelompok mikroorganisme tersebut untuk pengolahan secara biologi. keberadaan organisme patogen pada air limbah metode untuk mengestimasi jumlah organisme yang berpengaruh di dalam pengolahan air limbah metode untuk mengevaluasi sifat toksik pada air limbah yang telah diolah (Metcalf & Eddy, 2004). Kualitas air limbah PT Z telah dianalisis dan hasilnya seperti ditampilkan pada Tabel IV.5. Tabel IV.5 Kualitas Air Limbah Industri PT Z Parameter analisis Satuan Limbah Pekat Limbah Ringan Baku Mutu TDS mg/l TSS mg/l ph mg/l , Besi mg/l 0 0,988 5 Fluorida mg/l 7,977 13,24 2 Amoniak mg/l ,574 1 Nitrat mg/l 15,479 3, Nitrit mg/l ,046 1 BOD mg/l COD a) COD terlarut mg/l b) COD tak terlarut Fenol mg/l 0, MBAS mg/l 0,657 2,944 5 Minyak & lemak mg/l 346,84 121,05 10 Sumber: Analisis Laboratorium Air Teknik Lingkungan ITB, 2007 IV-11

12 Pengukuran kualitas air limbah meliputi beberapa sifat fisik dan kimia, tetapi pengukuran sifat biologi yaitu konsentrasi/jumlah mikroorganisme dalam air limbah tidak dilakukan, sebab sifat biologi dianggap kurang berperan di dalam perencanaan sistem pengolahan. Air limbah PT Z mempunyai temperatur sedikit lebih tinggi daripada temperatur air bakunya dan mempunyai bau yang menyengat. Bau ini timbul karena proses fermentasi gula yang terjadi akibat air limbah pekat berada terlalu lama di dalam saluran. Air limbah pekat PT Z berwarna coklat tua, sedangkan air limbah ringan berwarna keruh. Komponen pencemar utama dalam air limbah industri PT Z adalah komponen organik karena produk yang dihasilkan dari kegiatan produksi PT Z adalah makanan. Komponen organik diukur dengan parameter COD dan BOD karena hasil pengukuran kedua parameter ini representatif untuk menggambarkan konsentrasi organik dalam air limbah dan perbandingan COD dan BOD penting untuk menentukan sistem pengolahan. IV.5 Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Penentuan lokasi instalasi harus dilakukan secara hati-hati karena harus mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Seluruh alternatif lokasi yang ada dievaluasi berdasarkan topografi. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan di dalam penentuan lokasi instalasi diantaranya: instalasi terletak pada elevasi yang lebih rendah daripada lokasi produksi, agar air limbah dari proses dapat disalurkan secara gravitasi lokasi terletak pada wilayah pabrik yang tidak dicadangkan untuk pengembangan pabrik lokasi pada lahan yang luas akan lebih menguntungkan untuk perluasan instalasi lokasi dekat dengan badan air penerima IV-12

13 lokasi instalasi mempunyai akses yang mudah ke pembuangan lokasi tidak terisolasi dari sarana transportasi lokasi berada pada lahan yang memiliki struktur tanah yang kokoh lokasi berada pada lahan yang memiliki kelandaian (Qasim, 1985). Instalasi pengolahan air limbah di PT Z akan dibangun pada lokasi instalasi eksisting, karena dengan menempatkan instalasi di lokasi tersebut, banyak keuntungan yang diperoleh, diantaranya : lokasi berada pada ketinggian setengah meter di bawah ketinggian pipa penyaluran air limbah pekat dan ringan, sehingga air limbah dari proses produksi dapat disalurkan secara gravitasi dan menghemat biaya karena tidak membutuhkan pompa. lokasi terletak dekat dengan pusat pembuangan limbah padat pabrik sehingga memudahkan pembuangan produk akhir proses pengolahan, contohnya lumpur. lokasi bersebelahan dengan Sungai Cijengkol tersedia lahan yang cukup luas; luas tanah yang disediakan untuk pembangunan dan perluasan IPAL adalah 924 m 2. lokasi dekat dengan sarana transportasi dalam pabrik lokasi cukup jauh dari pemukiman penduduk, untuk mencegah gangguan bau dan menghindari persepsi buruk masyarakat terhadap IPAL. IV.6 Rencana Pengolahan Air limbah dari proses produksi dibedakan menjadi 2 jenis dan disalurkan melalui saluran yang berbeda. Dari Tabel IV.6 dapat ditentukan jenis polutan pada air limbah pekat dan ringan yang konsentrasinya melebihi baku mutu sehingga memerlukan pengolahan. Terdapat beberapa sistem pengolahan limbah pekat dan ringan, yaitu sebagai berikut: Sistem pengolahan I IV-13

14 Pengolahan limbah pekat dengan pengolahan fisik, kemudian limbah pekat hasil pengolahan dicampur dengan limbah ringan dan diolah bersamaan pada pengolahan biologi, karena COD limbah ringan juga tinggi. Kelebihan sistem pengolahan ini adalah kapasitas instalasi yang dibutuhkan lebih kecil. Untuk menguji kemungkinan penerapan sistem ini, dimisalkan digunakan unit prasedimentasi dengan efisiensi 90%, unit flotasi dengan efisiensi 90%, dan 2 unit pengolahan biologi dengan efisiensi unit anaerob sebesar 90% dan unit pengolahan aerob dengan efisiensi 95%. Hasil perhitungan (Lampiran A) menunjukkan COD hasil pengolahan air limbah campuran sebesar 865 mg/l. Oleh karena hasil ini tidak memenuhi baku mutu dan minyak yang terdapat pada limbah ringan juga memerlukan pengolahan, maka sistem pengolahan I tidak dapat digunakan. Gambar IV.2 menampilkan diagram alir sistem pengolahan I. Limbah pekat Prasedimentasi Flotasi Anaerob Aerob Limbah ringan Gambar IV.2 Sistem Pengolahan I Sistem Pengolahan II Pengolahan limbah pekat dan ringan secara bersamaan sejak awal pengolahan. Kelemahan dari sistem ini adalah kapasitas unit pengolahan besar. Sistem pengolahan II diujikan dengan menggunakan sistem pengolahan yang sama dengan sistem pengolahan I yaitu unit prasedimentasi dengan efisiensi 90%, unit flotasi dengan efisiensi 90%, dan 2 unit pengolahan biologi dengan efisiensi unit anaerob sebesar 90% dan unit pengolahan aerob dengan efisiensi 95%. Kualitas air limbah campuran ditunjukkan pada Tabel IV.6. IV-14

15 Tabel IV.6 Kualitas Air Limbah Campuran No Parameter Konsentrasi Campuran (mg/l) 1 TDS 3311,49 2 TSS BOD COD Minyak & lemak 166,50 Hasil perhitungan (Lampiran A) menunjukkan COD hasil pengolahan air limbah campuran sebesar 170 mg/l. Hasil pengolahan menggunakan sistem pengolahan II telah memenuhi baku mutu air limbah industri golongan II sehingga sistem ini terpilih untuk diterapkan pada IPAL PT Z. Gambar IV.3 menampilkan diagram alir sistem pengolahan II. Limbah pekat Prasedimentasi Flotasi Anaerob Aerob Limbah ringan Gambar IV.3 Sistem Pengolahan II IV.7 Beban Pengolahan Beban pengolahan merupakan besaran yang menunjukkan perbandingan antara konsentrasi polutan yang akan diolah dan baku mutu yang digunakan. Tabel IV.7 menunjukkan beban pengolahan IPAL PT Z. IV-15

16 No Tabel IV.7. Beban Pengolahan IPAL PT Z Parameter Influen (mg/l) Efluen (mg/l) Beban Pengolahan (%) 1 TDS 3311, ,60 2 TSS ,35 3 BOD ,6 4 COD ,53 a) COD terlarut (CODs) b) COD tak terlarut (CODp) Minyak & lemak 166, ,99 Beban pengolahan dapat diturunkan dengan penyusunan sistem pengolahan yang tepat dan dalam perencanaan IPAL PT Z, pengolahan dibagi menjadi 2 tahap dan 1 pengolahan pendahuluan. Pengolahan pendahuluan, ditujukan untuk menyisihkan benda-benda kasar yang terbawa air limbah agar tidak merusak peralatan pada tahap pengolahan selanjutnya dan meminimalkan variasi konsentrasi dan laju alir dari air limbah. Pengolahan pendahuluan yang dipakai adalah fine screens dan tangki ekualisasi. Pengolahan tahap pertama, ditujukan untuk menyisihkan zat pencemar tak terlarut dengan cara pengendapan partikel diskrit dan penyisihan minyak dan lemak dengan dissolved air flotation, sehingga akan mengurangi beban tahap pengolahan berikutnya. Tahap kedua, yaitu pengolahan biologi, ditujukan untuk menghilangkan zat pencemar senyawa organik yang terlarut dan sisa suspended solids sebagai lanjutan dari tahap pengolahan sebelumnya. Pengolahan yang digunakan yaitu pengolahan biologi dalam kondisi anaerob menggunakan anaerobic submerged filter (fixed bed) yang terdiri dari 2 reaktor: reaktor asidogenesis dan reaktor metanogenesis, diikuti pengolahan dalam kondisi aerob menggunakan lumpur aktif. IV-16

17 Instalasi pengolahan di PT Z akan dioperasikan secara kontinyu. Keuntungan yang diperoleh adalah (1) kapasitas pengolahan yang lebih kecil, (2) tidak banyak membutuhkan pompa dan tenaga operator untuk mengoperasikan unit. IV.18 Sistem Pengolahan IV.8.1 Pengolahan Pendahuluan Air limbah yang dihasilkan proses produksi PT Z mengandung banyak materi-materi kasar seperti kulit kacang kedelai, dll. Materi-materi kasar ini apabila dibiarkan dapat menyebabkan kerusakan alat karena penyumbatan komponen alat oleh materi-materi kasar, pengendapan materi di dasar pipa, dan gangguan operasional yang lain. Untuk mencegah gangguan-gangguan tersebut, digunakan fine screen. Fluktuasi debit air limbah PT Z cukup besar, untuk meminimalkan fluktuasi tersebut dan juga menyeragamkan kualitas limbah pekat dan ringan, digunakan tangki ekualisasi. a. Fine screen Screen termasuk dalam pengolahan pendahuluan karena merupakan unit operasi yang diletakkan pertama sebelum air limbah masuk ke unit-unit pengolahan lainnya. Screen adalah alat dengan bukaan-bukaan yang memiliki ukuran seragam, digunakan untuk menahan materi-materi kasar yang terbawa air limbah. Fine screen yang biasa digunakan sebagai pengolahan pendahuluan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu (1) static (fixed), (2) rotary drum, (3) step type. Fine screen memiliki bukaan yang bervariasi antara 0,2-0,6 mm. Headloss yang terjadi karena aliran yang melewati fine screen yaitu berkisar antara 1,2-2 m (Metcalf & Eddy, 2004). Fine screen yang akan digunakan adalah screen jenis static inclined, yang memiliki bukaan antara 0,2-1,2 mm, karena semakin kecil bukaan screen, maka semakin banyak materi-materi yang tertahan. Dalam desain ini, fine screen dipilih karena air limbah banyak mengandung materi-materi kasar berukuran kecil (kurang dari 0,6mm) yang tidak diinginkan masuk ke instalasi pengolahan. IV-17

18 Perawatan static inclined screen dilakukan dengan pembersihan satu sampai dua kali dalam satu hari, menggunakan air panas tekanan tinggi, steam, atau degreaser untuk menghilangkan lemak-lemak yang tertinggal untuk mencegah grease up. Static screen cocok untuk diterapkan pada pabrik berskala kecil (Metcalf & Eddy, 2004). b. Tangki Ekualisasi Tangki ekualisasi berfungsi untuk mengurangi variasi karakteristik air limbah, yaitu konsentrasi polutan dan debit aliran. Untuk pengolahan air limbah di PT Z yang kuantitas dan kualitasnya sangat berfluktuasi, dibutuhkan tangki ekualisasi karena : tangki ekualisasi akan menyeragamkan karakteristik air limbah sehingga tidak terjadi shock loading yang dapat mengurangi efisiensi pengolahan biologi. konsistensi solids loading akan meningkat sehingga kualitas effluen dan performansi thickening dari clarifier meningkat. tangki menyediakan feeding kontinu terhadap sistem pengolahan biologi di waktu-waktu dimana proses produksi industri tidak berjalan. penggunaan tangki ekualisasi akan mengurangi ukuran unit-unit pengolahan selanjutnya. Tangki ekualisasi dapat diletakkan secara in-line dan off-line, Gambar IV.4 menyajikan 2 jenis alternatif peletakan tangki ekualisasi. IV-18

19 (a) Gambar IV.4 Peletakan ekualisasi: (a) In -Line Equalization dan (b) Off -Line (b) Equalization (Metcalf & Eddy, 2004) Pada peletakan tangki ekualisasi dengan sistem in-line, semua air limbah dialirkan melalui tangki ekualisasi. Karakteristik air limbah, baik debit maupun konsentrasi COD, TSS, dll akan lebih seragam bila sistem in-line diterapkan. Penerapan sistem in-line equalization akan meningkatkan efisiensi penyisihan suspended solids pada bak pengendap primer (primary sedimentation) sebesar 23%-47%. Pada sistem offline, air limbah dialirkan ke tangki ekualisasi jika debit air limbah tersebut melebihi atau kurang dari debit rata-rata (Reynolds, 1982). Kelebihan sistem off-line adalah kebutuhan pompa dapat diminimumkan (Metcalf & Eddy, 2004). Terdapat beberapa alternatif peletakan tangki ekualisasi. Tangki ekualisasi dapat diletakkan sesudah primary treatment dan sebelum secondary treatment dengan tujuan menghindari masalah-masalah yang ditimbulkan lumpur dan scum, tetapi bisa juga diletakkan sebelum primary treatment. Jenis peletakan yang kedua IV-19

20 membutuhkan alat pengaduk (mixer) untuk mencegah deposisi padatan dan konsentrasi yang bervariasi. Sistem aerasi pada tangki ekualisasi akan menyisihkan BOD sebanyak 10%-20%. Tangki ekualisasi dengan sistem in-line yang diletakkan sebelum primary treatment dan setelah pre treatment akan diterapkan untuk instalasi pengolahan air limbah PT Z karena fluktuasi debit air limbah sangat besar dan dengan meletakkan tangki ekualisasi setelah pre treatment menurut Metcalf & Eddy akan meningkatkan efisiensi pengolahan selanjutnya karena karakteristik air limbah sudah seragam. IV.8.2 Pengolahan Tahap Pertama (primary treatment) Pengolahan tahap pertama yang diterapkan pada IPAL PT Z adalah pengolahan fisik, terdiri dari penyisihan partikel diskrit dengan prinsip sedimentasi dan penyisihan minyak dan lemak dengan dissolved air flotation. Prasedimentasi ( Primary Sedimentation) Tujuan pengolahan menggunakan prasedimentasi adalah untuk menyisihkan padatanpadatan yang dapat mengendap (settleable solids) secara gravitasi. Endapan di dasar tangki dikumpulkan secara mekanis dengan alat yang disebut scrapper ke ruang lumpur yang juga berada di dasar tangki, sedangkan materi-materi yang dapat mengapung seperti minyak dan lemak dikumpulkan juga secara mekanis menggunakan skimmer. Lumpur dan float akan diolah pada pengolahan lumpur. Beberapa parameter penting untuk mendesain tangki prasedimentasi adalah waktu detensi dan overflow rates. Weir loading rates bukanlah parameter yang akurat dalam desain prasedimentasi. Pada umumnya, unit prasedimentasi didesain dengan waktu detensi 1,5-2,5 jam, tetapi ada juga yang dioperasikan dengan waktu yang lebih pendek yaitu 0,5-1 jam, biasanya unit prasedimentasi yang diletakkan sebelum proses biologi. Pada umumnya, prasedimentasi didesain berdasarkan overflow rates. IV-20

21 Semakin kecil overflow rates, semakin lama waktu detensi air di dalam tangki, maka efisiensi pengendapan pun akan naik ( Metcalf & Eddy, 2004). Bentuk unit prasedimentasi yang paling umum digunakan adalah persegi panjang (rectangular) dan silinder (circular). Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari prasedimentasi berbentuk persegi panjang dan kelebihan dari bentuk silinder. Kelebihan: membutuhkan luas lahan lebih sedikit dan biaya konstruksi lebih murah jika unit yang dibangun lebih dari satu karena salah satu dinding tangki dapat digunakan bersama mudah dalam pengontrolan bau yang mungkin timbul menyediakan jarak yang lebih panjang untuk pengendapan kehilangan tekan pada inlet dan outlet lebih kecil kebutuhan energi untuk pengumpulan lumpur lebih sedikit kemungkinan terjadinya short circuiting lebih kecil. Kekurangan: memungkinkan adanya dead space biaya perawatan alat-alat mekanis yang digunakan untuk pendukung operasi seperti sprockets, chain, dan flights mekanisme pembuangan lumpur lebih sulit karena lumpur tidak terkonsentrasi di satu tempat (Qasim, 1985). Sedangkan keuntungan dari pemakaian tangki prasedimentasi dengan bentuk silinder adalah: mudah untuk menyisihkan lumpur efisiensi pemisahan lumpur dan air tinggi sesuai digunakan pada instalasi kecil-menengah sangat cocok diterapkan untuk karakteristik air limbah yang konstan. IV-21

22 Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, prasedimentasi berbentuk silinder dipilih untuk diterapkan di IPAL PT Z. Efisiensi Penyisihan TSS Pengendapan yang berlangsung pada unit prasedimentasi akan mengurangi konsentrasi BOD dan TSS pada efluen. Pada umumnya, 30%-40% BOD dan 50%- 70% TSS dapat tersisihkan pada unit prasedimentasi (Qasim,1985). Untuk mengetahui karakteristik pengendapan padatan yang terkandung pada air limbah dan mendapatkan persen penyisihan BOD dan TSS, dilakukan percobaan menggunakan kerucut imhoff. Caranya adalah dengan mengisi kerucut imhoff berdiamater 9 cm hingga volume 1000 ml dan mencatat waktu pengendapan solid setiap volume endapan tertentu. Pengukuran waktu pengendapan dihentikan jika dalam jangka waktu tertentu volume endapan tidak bertambah lagi. Tabel IV.8 menunjukkan datadata yang diperoleh pada percobaan. Tabel IV.8 Hasil Percobaan Laboratorium Waktu (detik) Volume endapan (ml) 60 1,5 92, ,5 201, ,4 3, ,5 1504,2 5 Data tersebut akan digunakan untuk mengetahui persen penyisihan settleable solids. Pengolahan data disajikan pada Tabel IV.9. IV-22

23 Fraksi endapan Tabel IV.9 Pengolahan Data Percobaan Sedimentasi Fraksi Tinggi Jarak tersisa endapan pengendapan Kecepatan pengendapan (cm/detik) (cm) (cm) [1] [2] [3] [4] [5] 0,0015 0,7 0,07 47,11 0,785 0,002 0,6 0,09 47,09 0,51 0,0025 0,5 0,12 47,06 0,32 0,003 0,4 0,14 47,04 0,233 0,0035 0,3 0,17 47,02 0,176 0,004 0,2 0,19 46,99 0,125 0,0045 0,1 0,21 46,97 0,076 0, ,24 46,95 0,031 Data pada Tabel IV.10 diplotkan untuk menghasilkan grafik pengendapan partikel diskrit seperti ditunjukkan pada Gambar IV.5. Fraksi tersisa Fo 0 V o Kecepatan pengendapan (cm/dtk) Gambar IV.5. Grafik Pengendapan Partikel Diskrit Efisiensi penyisihan TSS ditentukan secara grafis menggunakan Gambar IV.5 dan Persamaan 1. fraksi tersisihkan = (1-F o ) + 1 Fo VdF V (Reynolds, 1992) (1) o 0 dimana : V O = overflow rates 1-F o = fraksi partikel yang mempunyai kecepatan lebih besar dari V o IV-23

24 1 Fo VdF V = fraksi partikel tersisihkan yang mempunyai kecepatan lebih o 0 kecil dari V o Jika overflow rates diambil pada nilai yang umum digunakan dalam desain, yaitu 40m 3 /(m 2.hari) atau 0,046 cm/detik (Qasim, 1985), maka dari Gambar IV.7 dapat ditentukan Fo pada Vo = 0,046 cm/detik adalah 0,125, dan efisiensi penyisihan TSS dapat dihitung sebagai berikut: fraksi tersisihkan= (1-0,125)+ 1 0,046 2,875 x 10-3 = 0,9375 (93,75%) Hasil ini menunjukkan bahwa proses sedimentasi sangat efektif untuk menurunkan TSS, dan dengan demikian pengolahan tahap pertama (primary treatment) air limbah PT Z cukup dilakukan dengan cara sedimentasi tanpa proses kimia (koagulasi). b. Dissolved Air Flotation (DAF) DAF adalah unit operasi yang digunakan untuk memisahkan padatan maupun partikel liquid dari fase liquid. Cara kerja dari DAF yaitu melarutkan udara dengan pemberian tekanan hingga mencapai konsentrasi jenuh gas di dalam air sehingga ketika air dialirkan ke tangki flotasi yang bertekanan atmosfer, akan terbentuk gelembunggelembung udara berukuran mikroskopik. DAF berfungsi untuk menyisihkan suspended solids, minyak, lemak, dan material organik yang terkandung dalam air limbah. DAF akan mengapungkan partikel-partikel dengan berat jenis yang kecil dan tidak mengendap pada prasedimentasi. Pengendapan padatan pada DAF harus dihindari dengan cara mengatur waktu detensi di dalam unit DAF. Jika waktu detensi terlalu lama, partikel padatan tersebut akan mengendap tetapi dengan pengaturan waktu yang sesuai, settleable solids akan terperangkap oleh partikel gas ( Terdapat 3 mekanisme menempelnya flok dengan gelembung, yaitu (Mans-Lundh, 2002): IV-24

25 adhesi Adhesi bisa terjadi pada ukuran flok dan padatan berukuran 20 mikrometer atau yang berukuran sama dengan gelembung udara. Pada umumnya, gelembung udara berukuran mikrometer. pemerangkapan Pemerangkapan terjadi bila flok dan padatan berukuran lebih besar dari gelembung, yaitu ±200 mikrometer. penyatuan Penyatuan terjadi ketika flok pecah dan gelembung tertangkap oleh flok sehingga terjadi re-flocculate. Perlengkapan pendukung kinerja DAF adalah tangki tekan dan sistem penyisihan scum. (1) Tangki Tekan Tangki tekan berfungsi untuk meningkatkan kelarutan gas di dalam air sehingga ketika gas dilepaskan ke tangki DAF yang bertekanan atmosfer, akan terbentuk gelembung-gelembung berukuran mikroskopis Untuk melarutkan gas hingga kondisi jenuh gas di dalam air, tekanan dinaikkan dan temperatur diturunkan. Tekanan pada tangki berkisar antara kpa. (2) Perlengkapan Penyisihan Scum/Float Padatan yang terapung di permukaan air disebut sebagai float. Float ini akan disisihkan dari tangki flotasi secara mekanik menggunakan skimmer. Konsentrasi padatan pada float masih berkisar antara 2%-10%, maka sebelum dibuang, lumpur ini dikeringkan terlebih dulu agar volume lumpur yang dibuang lebih sedikit. Parameter-parameter penting dalam mendesain DAF adalah sebagai berikut: - Rasio air-solids (A/S ratio) Rasio A/S merupakan parameter kunci keberhasilan proses flotasi dengan DAF. Rasio A/S yang berlebih atau kurang akan mempengaruhi kualitas float yang IV-25

26 terbentuk. Harga A/S ini dipengaruhi oleh kelarutan udara, tekanan yang dioperasikan, debit air limbah, dan konsentrasi suspended solids. Harga A/S bervariasi antara 0,005-0,06 ml/mg. - Hydraulic Loading Rate (HLR) HLR merupakan ukuran yang menyatakan perbandingan antara jumlah influen yang masuk terhadap luas permukaan efektif per satuan waktu. Besarnya HLR maksimum harus lebih kecil daripada kecepatan naik minimum flok agar flok tidak ada yang terbawa oleh overflow. Kriteria desain HLR untuk pengolahan limbah industri berkisar antara 4-8 m/hari. - Solids Loading Rate (SLR) SLR merupakan ukuran yang menyatakan perbandingan antara konsentrasi total suspended solids, minyak, dan lemak yang masuk ke DAF terhadap luas permukaan efektif per satuan waktu. Pada umumnya, menaikkan harga SLR akan menurunkan konsentrasi float. - Resirkulasi efluen Efisiensi flotasi dapat ditingkatkan dengan aliran resirkulasi efluen. Efluen dari tangki flotasi dengan persentase tertentu diresirkulasikan ke dalam tangki tekan dan dicampur dengan air limbah (Mans-Lundh, 2002). Debit resirkulasi bergantung pada karakteristik air limbah, konsentrasi suspended solids dalam air limbah, dan kualitas efluen yang ingin dicapai Pada instalasi pengolahan, resirkulasi tidak dibutuhkan karena konsentrasi minyak dan lemak tidak terlalu besar. Efisiensi penyisihan TSS dan COD oleh DAF sebesar 90%, dan penyisihan minyak dan lemak sebesar 94% ( tetapi COD yang tersisihkan pada DAF bukanlah COD total, melainkan COD yang disebabkan kandungan TSS/ COD tak terlarut. IV-26

27 IV.8.3 Pengolahan Tahap Kedua (secondary treatment) Pengolahan tahap kedua merupakan pengolahan biologi, bertujuan untuk menghilangkan zat pencemar senyawa organik yang terlarut dan sisa suspended solids sebagai lanjutan dari tahap pengolahan sebelumnya. Beberapa kelebihan pengolahan secara anaerob dibandingkan aerob yaitu (Jordening- Winter, 2002): 1) tidak membutuhkan banyak energi, justru dapat menghasilkan energi dalam bentuk biogas 2) biomassa yang dihasilkan lebih sedikit sehingga pengolahan lumpur lebih sederhana 3) kebutuhan nutrien untuk biomassa anaerob lebih sedikit daripada biomassa aerob 4) dapat mengolah COD dengan konsentrasi tinggi. Pengolahan anaerob juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu (Jordening-Winter, 2002): 1) pertumbuhan biomassa anaerob sangat lambat, sehingga waktu start up yang dibutuhkan lebih lama 2) efluen hasil pengolahan anaerob tidak aman untuk dibuang ke badan air, karena konsentrasi COD efluen yang dapat dicapai tidak serendah yang dapat dicapai pengolahan secara aerob 3) menimbulkan bau. Karakteristik air limbah yang akan diolah terdiri dari 91% COD terlarut, sedangkan pengolahan tahap pertama hanya menyisihakan COD yang tidak terlarut menyebabkan efluen dari DAF masih mengandung konsentrasi COD yang sangat besar, maka digunakan pengolahan biologi secara anaerob dan aerob. 1) Pengolahan secara anaerob IV-27

28 Berikut adalah 3 alternatif sistem anaerob yang akan digunakan. Pemilihan alternatif bergantung pada kesesuaian sistem untuk diterapkan terhadap karakteristik air limbah yang ada. Fixed bed Sistem fixed bed terdiri dari suatu reaktor, di mana air limbah dapat didistribusikan dengan aliran ke atas (upflow) atau ke bawah (downflow) melewati suatu media yang berfungsi sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, media juga menyediakan suatu mekanisme untuk pemisahan padatan dan gas yang dihasilkan di dalam proses degradasi. Biomassa di dalam reaktor fixed bed terbagi menjadi 2, yaitu biomassa yang diimobilisasikan pada biofilm dan biomassa yang tersuspensi di rongga-rongga biofilm. Pada reaktor fixed bed, biomassa akan mengalami gradien konsentrasi. Konsentrasi maksimum biomassa yaitu 15 kg/m 3 dan konsentrasi minimum 4 kg/m 3 (Malina & Pohland, 1992). Jika konsentrasi biomassa ini direpresentasikan dalam bentuk ketebalan, ketebalan biofilm berada dalam range 1-4 mm. Ketebalan 4 mm untuk batas ketebalan biofilm yang dekat dengan zona inlet, apabila fixed film dioperasikan dengan aliran ke bawah (downflow). Reaktor fixed bed aliran upflow lebih diminati karena waktu start up lebih pendek daripada downflow, yaitu 3-4 bulan sedangkan reaktor fixed bed downflow membutuhkan waktu start up 4-6 bulan (Malina & Pohland, 1992). Konsentrasi COD yang direkomendasikan untuk reaktor fixed bed yaitu mg/l (Malina & Pohland, 1992) atau tidak lebih dari 2 kg/m 3 (Jordening-Winter, 2002), dengan beban organik sebesar 16 kg COD/m 3 hari dan waktu detensi antara jam dapat menyisihkan COD 75-85% (Malina & Pohland, 1992). Efisiensi reaktor anaerob sangat bergantung pada jumlah bakteri metanogen. Semakin banyak bakteri metanogen yang tertahan di dalam reaktor, penyisihan materi organik akan semakin besar. Proses dengan fixed bed menfasilitasi biomassa untuk tumbuh melekat pada media dan oleh karena itu, proses ini dapat menjaga jumlah bakteri IV-28

29 metanogen di dalam reaktor sehingga efisiensi meningkat dan menghasilkan sistem yang stabil (Chaiprasert, 2003). Kelebihan dari reaktor fixed bed yaitu : dapat diaplikasikan untuk beban organik yang tinggi investasi lebih rendah daripada sistem anaerob konvensional sistem cenderung tetap stabil pada kondisi ph dan substrat yang berfluktuasi lahan yang dibutuhkan untuk konstruksi reaktor tidak besar (Jordening- Winter, 2002). tidak dibutuhkan perlengkapan pengadukan (mixing) mudah untuk mendapatkan konsentrasi biomassa yang tinggi dan umur lumpur yang panjang (Malina & Pohland, 1992). Kekurangan reaktor fixed bed adalah (Malina & Pohland, 1992): waktu start up yang dibutuhkan lebih lama daripada reaktor pertumbuhan tersuspensi pengontrolan konsentrasi biomassa lebih sulit daripada reaktor pertumbuhan tersuspensi karena terbatasnya akses ke dalam reaktor biaya media pertumbuhan biomassa yang tinggi tidak cocok diterapkan bila air limbah mengandung suspended solids yang dapat terpresipitasi, misalnya ion kalsium akumulasi suspended solids akan berdampak negatif pada kinerja proses.. Fluidized bed Konsep dasar fluidized bed yaitu melewatkan air limbah melalui suatu lapisan pasir dengan aliran ke atas dengan suatu kecepatan aliran yang cukup sehingga lapisan pasir dapat terfluidisasi. Reaktor fluidized bed akan lebih tinggi daripada fixed bed karena rasio tinggi dan diameter reaktor besar karena diperlukan kecepatan upflow yang tinggi. Rasio tinggi- IV-29

30 diameter bervariasi antara 2-5. Medium yang umum digunakan pada skala lapangan reaktor fluidized bed adalah pasir silika spherical dengan diameter 0,2-0,5 mm dan spesific gravity 2,65. Pada fluidized bed, konsentrasi biomassa tertinggi terjadi pada media teratas dan konsentrasi biomassa terendah pada media terbawah, karena tingginya turbulensi pada daerah itu (Malina & Pohland, 1992). Beban organik yang bervariasi antara 8-60 kg/m 3 hari dapat menyisihkan COD sebesar 65-90% dengan waktu detensi 5-10 jam (Jordening-Winter, 2002). Kelebihan dari reaktor fluidized bed yaitu (Malina & Pohland, 1992): dapat diaplikasikan untuk beban organik yang tinggi lahan yang dibutuhkan untuk konstruksi reaktor tidak besar tidak dibutuhkan perlengkapan pengadukan (mixing) mudah untuk mendapatkan konsentrasi biomassa yang tinggi dan umur lumpur yang panjang kualitas efluen lebih baik daripada yang dihasilkan pengolahan anaerob lain sistem yang stabil untuk konsentrasi substrat yang bervariasi atau toxic shocks kondisi ph, temperatur, dan konsentrasi substrat dalam reaktor relatf seragam. Kekurangan reaktor fluidized bed adalah (Malina & Pohland, 1992): waktu start up yang dibutuhkan lebih lama daripada reaktor pertumbuhan tersuspensi energi yang dibutuhkan untuk membuat media pertumbuhan terfluidisasi tinggi pengontrolan konsentrasi biomassa dan media sulit dilakukan biaya media pertumbuhan biomassa yang tinggi tidak cocok diterapkan bila air limbah mengandung suspended solidss yang dapat terpresipitasi, misalnya ion kalsium sistem mekanik perlengkapan reaktor sangat kompleks. IV-30

31 Anaerobic contact process Prinsip dari anaerobic contact prosess sama dengan completely mixed activated sludge, dimana ouput dari reaktor anaerobic contact prosess diendapkan dalam kondisi anaerob dan sebagian lumpur yang mengendap dikembalikan ke reaktor. Adanya resirkulasi lumpur memudahkan pengontrolan umur lumpur, sehingga jumlah mikroorganisme pembentuk metan dapat dipertahankan. Penggunaan anaerobic contact process untuk beban COD g/m 3 menghasilkan penyisihan COD sebesar 80% dengan beban organik 4 kg/m 3 hari pada suhu 35 o C (Malina & Pohland, 1992). Umur lumpur minimum yang harus dijaga untuk mempertahankan mikroorganisme pembentuk metan tetap berada dalam sistem yaitu 4 hari. Umur lumpur di bawah 10 hari mengakibatkan penurunan efisiensi proses, maka sistem sebaiknya dioperasikan pada umur lumpur sepanjang mungkin. Hal ini berhubungan dengan laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme pembentuk metan yaitu 0,27/hari dengan koefisien laju kematian spesifik 0,02/hari, sedangkan koefisien pertumbuhan (yield) yaitu 0,2 kg MLVSS/kg COD (Winkler, 1981). Keberhasilan unit anaerobic contact process sangat bergantung pada produksi biomassa anaerob dan karakteristik pengendapan flok. Konsentrasi mixed liquor volatile suspended solids (MLVSS) dalam reaktor berkisar antara mg/l. Anaerobic contact process yang mengandalkan pemisahan flok dan air secara gravitasi sangat bergantung pada karakteristik pengendapan flok anaerob, karena flok anaerob biasanya mengandung gas sehingga kemampuan pengendapan flok menjadi suatu masalah. Banyak pendekatan yang telah dilakukan untuk memperbaiki pengendapan sludge anaerob, misalnya stripping, stirred, vacuum degasification, atau melengkapi clarifier dengan plate dan lamella settlers dan pembubuhan koagulan dan flokulan. IV-31

32 Untuk memperbaiki karakteristik pengendapan flok, maka shock loading BOD, keberadaan padatan terlarut dan material toksik harus dihindarkan. Jika air limbah mengandung zat-zat yang bersifat non-biodegradable dalam konsentrasi besar, maka zat-zat tersebut akan terakumulasi di dalam resirkulasi biomasa. Penumpukan dalam waktu yang lama menyebabkan kematian biomassa anaerob. Beberapa kelebihan reaktor anaerobic contact process adalah (Malina & Pohland, 1992): cocok untuk zat organik terlarut tinggi mudah dalam pengambilan sampel saat monitoring kualitas efluen baik lumpur aerob dapat distabilisasi pada reaktor anaerob konsentrasi substrat, kondisi temperatur, dan ph homogen karena pengadukan yang sempurna. Sedangkan kelemahan dari reaktor ini yaitu (Malina & Pohland, 1992): pengendapan biomassa menjadi kendala perlu dilakukan pre-treatment untuk lumpur biologi untuk memperbaiki kualitas pengendapan flok tidak cocok diterapkan untuk air limbah dengan konsentrasi TSS tinggi. Dari uraian singkat ketiga alternatif pengolahan secara anaerob: fixed bed, fluidized bed, dan anaerobic contact process, maka sistem yang dipilih adalah fixed bed dengan aliran ke atas (upflow). Beberapa alasan yang mendasari pemilihan fixed bed adalah sebagai berikut: (1) biaya investasi lebih kecil dibanding 2 sistem lainnya Beban organik fixed bed lebih tinggi daripada anaerobic contact process, maka volume reaktor yang dibutuhkan lebih kecil. IV-32

33 Harga media dan biaya transportasinya yang tinggi tidak lebih dari biaya yang dikeluarkan untuk membuat reaktor anaerobic contact process dan perlengkapan mixingnya. Fluidized bed membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk energi fluidisasi media. (2) pengoperasian fluidized bed membutuhkan keahlian karena perlengkapan reaktor lebih kompleks (3) air limbah telah melewati pengolahan fisik, sehingga konsentrasi suspended solids dalam air limbah sudah berkurang sehingga clogging dapat dihindari. (4) proses menggunakan fixed bed resistan terhadap shock loading dan materimateri toksik dalam air limbah (5) dapat mengolah berbagai jenis air limbah. (6) cocok untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi organik terlarut tinggi Anaerobic fixed bed merupakan pengolahan biologi dengan pertumbuhan mikroorganisme terlekat, sehingga dalam pengoperasian proses ini diperlukan media pertumbuhan (support growth) bagi bakteri. Dalam desain ini, media yang digunakan adalah media berbahan dasar plastik (Propylene) yaitu Pall Rings. Alasan pemilihan media ini karena ringan sehingga tidak perlu merancang konstruksi penyangga khusus dan menyediakan luas permukaan yang besar bagi pertumbuhan bakteri. Pall rings yang dipilih berukuran 50 mm dan mempunyai pori besar yaitu lebih dari 90%. Reaktor fixed bed akan dioperasikan secara upflow, dengan kecepatan yang sangat kecil yaitu 1 m/jam karena kecepatan yang terlalu tinggi dapat mengangkat media pertumbuhan bakteri. Pengoperasian secara upflow ditujukan untuk meminimasi terjadinya clogging. Untuk mengoptimalkan desain proses anaerob, dilakukan pemisahan tahap asidogenesis dan metanogenesis. Dalam desain IPAL PT Z yang harus mengolah IV-33

34 beban organik tinggi, efisiensi penyisihan COD dapat ditingkatkan melalui pemisahan tahapan ke dalam 2 reaktor. Reaktor pertama adalah reaktor asidogenesis. Pada reaktor ini terjadi proses hidrolisis dan asidogenesis. Proses hidrolisis adalah penguraian zat organik kompleks menjadi produk terlarut yang sederhana sehingga dapat melewati membran sel dan CO 2 serta gas H 2. Molekul organik sederhana contohnya format, laktat, asetat, propionat, dan butirat. Pada proses asidogenesis, zat organik sederhana hasil hidrolisis digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme untuk melangsungkan asidogenesis, dimana produk akhirnya adalah asam volatil rantai pendek seperti asetat, format, bikarbonat, dan H 2. Reaktor kedua adalah reaktor metanogenesis. Mikroorganisme metanogenesis mempunyai peran penting dalam proses anaerob untuk menghasilkan biogas. Mikroorganisme metanogenesis tidak dapat menggunakan hasil fermentasi proses hidrolisis yang mempunyai atom karbon lebih dari dari 2 atom untuk pertumbuhan maupun untuk produksi gas metan. Mikroorganisme ini menggunakan sumber energi sederhana seperti asetat, CO 2 dan H 2 atau format untuk menghasilkan metan. Pembentukan gas metan dapat terhambat bila terjadi akumulasi H 2, oleh karena itu, pada reaktor I dimana banyak dihasilkan H 2, reaktor harus dilengkapi dengan pengumpul gas agar akumulasi H 2 dapat dikeluarkan. Pertumbuhan mikroorganisme proses anaerob sangat dipengaruhi ph dan hal ini akan berpengaruh pada produksi gas metan. Pada umumnya mikroorganisme metanogenesis akan terjadi pada rentang yang relatif dekat dengan ph optimum, yaitu ph netral. 2) Pengolahan secara aerob Berbeda dengan alternatif pengolahan anaerob, ketiga sistem pengolahan aerob merupakan reaktor pertumbuhan tersuspensi. Berikut ketiga alternatif tersebut: IV-34

35 Completely mixed activated sludge (CMAS) Completely mixed activated sludge adalah proses modifikasi lumpur aktif konvensional yang menggunakan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif) untuk menstabilisasi air limbah secara aerob di dalam suatu reaktor, yang mengalami pengadukan merata ke seluruh bak secara kontinyu. Air buangan terlebih dahulu harus melalui bak pengendap pertama sebelum memasuki tangki aerasi. Influen dari bak pengendap pertama ini dimasukkan ke dalam suatu sistem inlet sehingga beban pengolahan dapat tersebar merata ke seluruh tangki aerasi, sehingga diharapkan rasio antara substrat dan mikroorganisme cukup seimbang sehingga memungkinkan terjadinya adsorpsi material organik terlarut oleh biomassa dengan cepat. Pada reaktor terjadi mekanisme sorpsi dan biooksidasi oleh lumpur aktif dan menghasilkan produk akhir dan sel biomassa baru. Proses selanjutnya adalah proses dekomposisi material biodegradable secara aerob. Waktu detensi hidrolis dalam bak aerasi yang direncanakan harus mencukupi untuk terjadinya dekomposisi aerob yaitu sekitar 3-5 jam. Konsentrasi MLSS pada reaktor completely mixed activated sludge yaitu mg/l dan umur lumpur diatur selama 5-15 hari Efisiensi penyisihan BOD 5 dari sistem ini adalah %. Aliran resirkulasi yang biasa digunakan sebesar (25-100)% dari aliran influen (Metcalf & Eddy, 2004). Proses completely mixed activated sludge bisa menggunakan reaktor berbentuk lingkaran atau persegi. Rasio F/M pada umunya berkisar antara 0,05-0,6 lb BOD 5 /lb MLSS hari dan kondisi aerob harus dijaga agar konsentrasi oksigen terlarut tidak kurang dari 2 mg/l (Reynolds, 1982). Keuntungan dari CMAS antara lain (Reynolds, 1982): laju penggunaan oksigen yang merata tahan terhadap shock loading IV-35

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

[Type text] BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah cair merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tata kota. Mengingat limbah mengandung banyak zatzat pencemar yang merugikan bahkan

Lebih terperinci

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Limbah cair dari sebuah perusahaan security printing 1 yang menjadi obyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Security Printing X - memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN Oleh : Edwin Patriasani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat 1 2 Dengan semakin meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan maka mengakibatkan semakin meningkatnya potensi pencemaran lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa

Lebih terperinci

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA بسم هللا الرحمن الرحيم TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA Tugas Pengolahan Limbah dan Sampah David Aprilansyah Kurniawaty (1205015060) Siti Khodijah Fahrizal Teknik Pengolahan Limbah Cair

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Sewage Treatment Plant

Sewage Treatment Plant Sewage Treatment Plant Sewage Treatment Plant Adalah sebuah sistem pengolahan air limbah menjadi air berkualitas 3, yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman atau dibuang ke saluran pembuangan

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tata cara ini memuat pengertian dan ketentuan umum dan teknis dan cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 85 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG KONTEN Pendahuluan Skema Pengolahan Limbah Ideal Diagram Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang Pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang: Pengolahan Fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016:

Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016: Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016: 45-50 48 MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 1, Februari 2016 Studi Perencanaan Sistem Pengolahan Limbah RSUD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Edwin Patriasani 1, Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) 1 ed_win1108@yahoo.com,

Lebih terperinci

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK TUGAS AKHIR Oleh: I Gusti Ngurah Indra Cahya Hardiana 0704105029 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

Pendahuluan. Prinsip Dasar. RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Ukuran standar: Putaran 1,0-1,6 rpm

Pendahuluan. Prinsip Dasar. RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Ukuran standar: Putaran 1,0-1,6 rpm Pendahuluan RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani Dibangun pertama kali di Jerman (Barat) pada tahun 1960 diperkenalkan di Amerika Serikat Di AS dan Kanada, 70% menyisihkan karbon organik

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN J. Tek. Ling. Vol. 9 No. 1 Hal. 25-30 Jakarta, Januari 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN Indriyati Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Lebih terperinci

RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Pendahuluan

RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Pendahuluan RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani Pendahuluan Dibangun pertama kali di Jerman (Barat) pada tahun 1960 diperkenalkan di Amerika Serikat Di AS dan Kanada, 70% menyisihkan karbon organik

Lebih terperinci

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA Anjar P,RB Rakhmat 1) dan Karnaningroem,Nieke 2) Teknik Lingkungan, ITS e-mail: rakhmat_pratama88@yahoo.co 1),idnieke@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA)

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) Tujuan pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah cair adalah penyisihan bahan padat dari limbah cair

Lebih terperinci

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI Edwin Patriasani dan Nieke Karnaningroem Jurusan Teknik Lingungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada umumnya,

Lebih terperinci

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya Topik : Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya Tujuan : 1. Mahasiswa memahami sumber-sumber dan macam-macam limbah cair 2. Mahasiswa memahami karakteristik limbah cair 3. Mahasiswa memahami teknologi pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) Dian Paramita 1 dan Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat

Lebih terperinci

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Oleh : Ananta Praditya 3309100042 Pembimbing: Ir. M Razif, MM. NIP.

Lebih terperinci

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (RE091322) Semester Ganjil 2010-2011 MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL Joni Hermana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Kampus Sukolilo, Surabaya 60111 Email: hermana@its.ac.id

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Umum Pada Bab IV ini akan dijabarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian yang didapatkan. Secara garis besar penjelasan hasil penelitian

Lebih terperinci

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK JRL Vol.6 No.2 Hal. 159-164 Jakarta, Juli 21 ISSN : 285-3866 PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK Indriyati Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 134 Abstract Seeding

Lebih terperinci

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug. 39 III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Makna, Ciledug yang terletak di Jalan Ciledug Raya no. 4 A, Tangerang. Instalasi Pengolahan Air

Lebih terperinci

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya F144 Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya Hutomo Dwi Prabowo dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan energi semakin meningkat menyebabkan adanya pertumbuhan minat terhadap sumber energi alternatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri gula merupakan salah satu industri pertanian yang menghasilkan air

I. PENDAHULUAN. Industri gula merupakan salah satu industri pertanian yang menghasilkan air I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Industri gula merupakan salah satu industri pertanian yang menghasilkan air limbah dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai bahan baku utama dari perindustrian

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK Prosiding SNaPP212 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 289-3582 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN PROSES FLOTASI UDARA TERLARUT 1 Satriananda 1 Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe,

Lebih terperinci

Ross C, Valentine G.E, Smith B, Pierce P, 2003, Recent Advances and Applications of Dissolved Air Flotation for Industrial Pretreatment,

Ross C, Valentine G.E, Smith B, Pierce P, 2003, Recent Advances and Applications of Dissolved Air Flotation for Industrial Pretreatment, DAFTAR PUSTAKA Azad,.S, 1976, Industrial Wastewater Management Handbook,, McGraw Hill,USA Departement of Environment and Natural Resources, Recommended Design Criteria For Sedimentation, www.state.sd.us

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-35 Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik Laily Zoraya Zahra, dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik

Lebih terperinci

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air 1. Pengertian air a. Pengertian air minum Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 8) b. Pengertian air bersih Air bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air buangan merupakan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Jenis limbah cair ini dibedakan lagi atas sumber aktifitasnya,

Lebih terperinci

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S OXIDATION PONDS (KOLAM OKSIDASI) Bentuk kolam biasanya sangat luas, tetapi h (kedalamannya) kecil atau dangkal, bila kedalaman terlalu

Lebih terperinci

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON 177 Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture),

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI P.T. Z SUBANG

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI P.T. Z SUBANG No: 12198/1007/D/2007 PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI P.T. Z SUBANG TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Maryam Dewiandratika NIM:

Lebih terperinci

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk 2.1. Sumber Limbah ini antara lain: Sumber air limbah yang ada di PT. United Tractors Tbk saat Dari proses produksi, (proses produksi/ bengkel, dan cuci unit),

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH (1) Prayatni Soewondo, Edwan Kardena dan Marisa Handajani Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2009

PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH (1) Prayatni Soewondo, Edwan Kardena dan Marisa Handajani Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2009 PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH (1) Prayatni Soewondo, Edwan Kardena dan Marisa Handajani Prodi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2009 Air Limbah (Wastewater) Pengolahan Air Limbah Tujuan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #6 Genap 2014/2015. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c.

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #6 Genap 2014/2015. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. Materi #6 Sumber Air 2 Air Tanah Lebih sedikit bakteri. Kemungkinan terdapat banyak larutan padat. Air Permukaan Lebih banyak bakteri. Lebih banyak padatan tersuspensi dan ganggang. 6623 - Taufiqur Rachman

Lebih terperinci

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL Oleh : Indriyati Abstrak Limbah cair yang dihasilkan PT. Van Melle Indonesia (PTVMI), mengundang bahan organik tinggi dengan

Lebih terperinci