LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NASIONAL"

Transkripsi

1 LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NASIONAL PENYULUHAN HAB (HARMFULL ALGAL BLOMM) SEBAGAI FENOMENA KEBENCANAAN Ketua Anggota : Dra. Sri Handayani, M.Si NID: : Dr. Retno Widowati, M.Si NID: Dra. Endang Wahjuningsih, M.Si NID: PUSAT PENGKAJIAN KELAUTAN DAN MANAJEMEN WILAYAH PESISIR UNAS DAN FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

2 2

3 RINGKASAN Organisme penting di perairan laut adalah fitoplankton karena berperan sebagai produsen. Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus atau rantai makanan di laut. Namun fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebih (blooming). Tingginya populasi fitoplankton beracun di dalam suatu perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen didalam air yang dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya bahkan manusia. Tujuan dari penyuluhan ini adalah untuk memberikan pemahaman pada masyarakat di pesisir mengenai fenomena Harmful Algal Bloom (HAB) sebagai sebuah bencana lingkungan yang harus diwaspadai. Meningkatkan kesadaran masyarakat pesisir terhadap dampak negatif dari kemunculan fenomena HAB. Kegiatan ini merupakan bentuk dari pengabdian kepada masyarakat dari Pusat Pengkajian Kelauatan dan Manajemen Wilayah Pesisir Unas dan Fakultas Biologi Universitas Nasional. Pengabdian kepada masyarakat merupakan dharma ketiga tridharma perguruan tinggi. Keberadaan pengabdian kepada masyarakat sebenarnya sangat penting baik bagi pengelola perguruan tinggi demikian juga terhadap keberadaan perguruan tinggi tersebut ditengah masyarakat. Pengabdian kepada masyarakat dengan judul HAB (Harmful algal blomm) sebagai Fenomena Kebencanaan telah dilakukan di Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kabupaten Kepulauan Seribu. Dihadiri oleh 29 peserta yang mayoritas adalah ibu-ibu. Metode pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan adalah penyuluhan/ceramah. Program pengabdian kepada masyarakat yang direncanakan oleh Pusat Pengkajian Kelautan dan Manajemen Wilayah Pesisir Unas dan dosen-dosen Fakultas Biologi dapat terlaksana dengan baik. Hal ini dapat terjadi karena kerjasama yang baik dan didukung oleh Universitas Nasional melalui LPPM Unas dan Dekan Fakultas Biologi, Lurah Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu. 3

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa ta ala, atas kehendaknya kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh dosen-dosen Fakultas Biologi Universitas Nasional, di Kelurahan Pulau untung Jawa, Kabupaten Kepulauan Seribu Jakarta dengan judul Hamrful Algal Blomm(HAB) Sebagai Fenomena Kebencanaan dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu kewajiban yang harus dilakukan seorang dosen yaitu melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini dapat terlaksana berkat dukungan berbagai pihak, antara lain Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Nasional, Dekan Fakultas Biologi UNAS, Lurah Pulau Untung Jawa beserta stafnya. Untuk itu pada kesempatan ini atas nama tim pengabdian kepada masyarakat Pusat Pengkajian Kelautan dan Mananjemen Wilayah Pesisisr Unas dan Fakultas Biologi Unas, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kegiatan ini tentu ada kekurangannya, namun demikian semoga hasil kegiatan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat di Kelurahan Pulau Untung Jawa, Fakultas Biologi dan Universitas Nasional serta para anggota tim pengabdian kepada masyarakat ini Jakarta, 25 Agustus 2014 Ketua, Dra. Sri Handayani, M.Si. 4

5 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ii RINGKASAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar belakang... 1 B. Analisis situasi mitra... 2 C. Tujuan kegiatan BAB II. PELAKSANAAN KEGIATAN... 3 A. Waktu dan tempat pelaksanaan... 3 B. Kelompok sasaran... 3 C. Jumlah partisipan penyuluhan... 3 BAB III. PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN... 4 LAMPIRAN 1. Materi penyuluhan (makalah ) Daftar hadir peserta Foto-foto kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di P.Untung Jawa SK Rektor No: 40 Tahun 2014 Tentang Penetapan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Untuk Dosen Yang mendapat Bantuan Dana (Stimulus) dari UNAS Semester Genap Tahun Akademik 2013/

6 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar, dimana lebih kurang ¾ bagian daerahnya terdiri dari perairan. Jenis-jenis perairan dapat dibedakan menjadi perairan tawar, perairan laut, dan perairan payau. Perairan-perairan tersebut didiami oleh berbagai macam organisme dengan karakteristik yang berbeda. Menurut Barus (2004), dari ketiga ekosistem perairan tersebut, air laut dan air payau merupakan bagian yang terbesar, yaitu lebih dari 97%. Salah satu organisme penting di perairan laut adalah fitoplankton karena berperan sebagai produsen. Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus atau rantai makanan di laut. Namun fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebih (blooming). Tingginya populasi fitoplankton beracun di dalam suatu perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen didalam air yang dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya. Tingginya atau ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis fitoplankton beracun akan menimbulkan ledakan populasi alga berbahaya (Harmfull Algal Bloom-HAB). Faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton berbahaya antara lain karena adanya eutrofikasi dan adanya upwelling yang mengangkat massa air kaya unsur-unsur hara, adanya hujan lebat dan masuknya air ke laut dalam jumlah yang besar. Fenomena HAB juga umum dikenal dengan istilah Red Tide, karena munculnya HAB seringkali ditandai dengan perubahan air laut menjadi kemerahan, kekuningan, kehijauan, orange atau kecoklatan. HAB secara umum dapat terjadi diperairan akibat dari buangan limbah organik dari pabrik, dan rumah tangga, pupuk dari kegiatan pertanian dan perkebunan, sisa pakan dari tambak dan keramba jaring apung (KJA), air buangan ballast kapal di pelabuhan, kerusakan lingkungan di sekitar pesisir pantai, perubahan iklim (climate change). Kemunculan fenomena HAB di perairan sangat merugikan, karena dapat menimbulkan: 1. Kematian massal biota laut, seperti ikan dan udang. 2. Penurunan kualitas perairan 6

7 3. Merusak ekosistem perairan 4. Keracunan pada manusia 5. Kegagalan panen di tambak dan keramba jaring apung 6. Penjualan dan harga ikan, udang, dan kerang menurun 7. Kerugian di bidang pariwisata karena pantai atau peraiaran menjadi kotor. Berdasarkan hal tersebut diatas maka Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Biologi melakukan penyuluhan tentang fenomena HAB sebagai suatu kebencanaan, sehingga masyarakat khususnya masyarakat pesisir dapat mewaspadai adanya gejala HAB, mengetahui kapan HAB muncul, berhati-hati bila terjadi HAB, dan dapat melakukan tindakan apabila terjadi HAB. Analisis situasi Mitra/kelompok sasaran Penduduk Indonesia 60% hidup di wilayah pesisir. Ada 42 kota dan 181 kabupaten terletak di kawasan pesisir. Apabila terjadi kerusakan di wilayah pesisir, maka akan berdampak terhadap kehidupan pesisir dan penduduk perkotaan yang umumnya mengkonsumsi ikan karena 85% sumber daya ikan berasal dari perairan pesisir. Dampak lainnya adalah tenaga kerja terutama nelayan akan kehilangan mata pencaharian. Berdasarkan hal tersebut diatas maka kelompok sasaran penyuluhan kami terutama nelayan dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Hal ini untuk memudahkan dalam pengenalan tanda-tanda HAB seperti kapan muncul, mewaspadai bila terjadi HAB, tindakan apa yang harus dilakukan. Tu juan Kegiatan Tujuan dari penyuluhan ini adalah: (1). Untuk memberikan pemahaman pada masyarakat di pesisir mengenai fenomena Harmful Algal Bloom (HAB) sebagai sebuah bencana lingkungan yang harus diwaspadai. (2). Meningkatkan kesadaran masyarakat pesisir terhadap dampak negatif dari kemunculan fenomena HAB. 7

8 BAB II. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu pelaksaanaan penyuluhan tanggal Agustus Tempat dilaksanakannya penyuluhan adalah Kediaman Warga Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. B. Kelompok Sasaran Sasaran penyuluhan adalah masyarakat Kelurahan Pulau Untung Jawa, yang meliputi ibuibu Pengurus PKK, masyarakat nelayan. C. Jumlah Partisipan dalam Kegiatan Undangan yang kami sampaikan kepada masyarakat di Kelurahan Pulau Untung Jawa sebanyak 30 undangan, pada acara penyuluhan berlangsung dihadiri oleh 29 warga yang meliputi ibu-ibu pengurus PKK, masyarakat, dalam acara tersebut juga dihadiri oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) 8

9 BAB III. PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN A. Dana stimulus dari Universitas Nasional Rp ,- B. Biaya sendiri Rp ,- C. Biaya pengeluaran untuk pengabdian kepada masyarakat sebagai berikut: No Rincian Jumlah Biaya satuan Total (Rp) (Rp) 1. Administrasi : surat menyurat dan perijinan, transport survei Perbanyakan makalah 800 lembar Goodybag untuk peserta Penginapan 3 dosen 3 1 malam mahasiswa 5. Transport kapal 3 x 2 = penyebrangan (PP) 6. Konsumsi tim pengabdian 3 x 4 = kepada masyarakat 7. Snack peserta penyuluhan Biaya kebersihan tempat penyelenggaraan penyuluhan 9. Pembuatan laporan Total pengeluaran untuk pengabdian masyarakat Saldo - 9

10 MAKALAH HAB (HARMFULL ALGAL BLOMM) SEBAGAI FENOMENA KEBENCANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PUSAT PENGKAJIAN KELAUTAN DAN MANAJEMEN WILAYAH PESISIR UNAS DAN FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

11 Pengertian Harmfull Algal Blomm (HAB) Selama beberapa dekade ini, berbagai negara di seluruh dunia telah menyaksikan kemunculan sebuah fenomena merugikan di perairan mereka. Fenomena ini dikenal luas dengan istilah HAB. Harmful Algal Blooms (HAB), atau disebut fenomena ketika jumlah fitoplankton atau mikroalga di perairan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga menimbulkan berbagai macam masalah di perairan. Dalam kondisi normal, fitoplankton merupakan organisme penting yang mengatur jalannya rantai makanan di perairan. Namun ketika jumlahnya terlalu banyak, keseimbangan ekosisitem perairan justru akan terganggu dan menyebabkan munculnya berbagai macam masalah. Masalah yang timbul akibat kemunculan HAB dapat berdampak sangat merugikan, baik bagi manusia maupun bagi organisme lain di perairan dimana fenomena tersebut muncul. Fenomena HAB dulu umum dikenal dengan istilah Red Tide, terutama karena kemunculan HAB di perairan seringkali ditandai dengan perubahan warna laut menjadi kemerahan. Warna tersebut timbul akibat adanya gumpalan-gumpalan atau agregat massa fitoplankton yang memiliki zat warna atau pigmen berwarna merah. Salah satu fitoplankton yang menghasilkan pigmen merah adalah Noctilluca sp. Fenomena HAB tidak selamanya mengakibatkan perairan berubah warna menjadi kemerahan, beberapa fenomena HAB yang mengakibatkan warna perairan menjadi kekuningan, kehijauan, oranye ataupun kecoklatan. (Gambar 1). Warna perairan ketika HAB terjadi bergantung pada pigmen warna yang terkandung pada fitoplankton. Namun tidak semua fenomena HAB mengakibatkan terjadinya perubahan warna perairan, seperti yang terjadi pada HAB fitoplankton toksik. 11

12 Gambar 1.Perubahan warna perairan pada saat fenomena HAB di perairan Semua fenomena HAB memiliki satu kesamaan yang unik, yaitu HAB hampir selalu mengakibatkan permasalahan di perairan. Masalah timbul akibat: 1. Racun yang diproduksi oleh fitoplankton, 2. Jumlah fitoplankton yang terlalu banyak merusak keseimbangan ekosistem perairan. Kondisi HAB yang sangat berbahaya muncul ketika perairan dipenuhi oleh jenis fitoplankton beracun (toksik) (Gambar 2). Pada HAB jenis ini perairan seringkali tidak mengalami perubahan warna, sehingga kemunculannya sulit dideteksi. Fitoplankton toksik tersebut dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Poisoning (ASP),Ciguatera Fish Poisoning (CFP), Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP), Diareehetic Shellfish Posioning (DSP) dan Azaspiracid Shellfish Poisoning (AZP). 12

13 Gambar 2. Jenis Fitoplankton penyebab HAB Penyebab Munculnya HAB Kemunculan fenomena HAB di perairan merupakan sebuah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Namun secara alami fenomena HAB dapat muncul akibat peningkatan nutrien di perairan akibat pengadukan, sirkulasi arus atau masuknya nutrien dari sungai yang memperkaya perairan dan mendukung pertumbuhan berbagai jenis fitoplankton. Secara alami fenomena HAB dapat muncul dan menghilang di sebuah perairan melalui sebuah siklus tertentu. Namun seiring dengan berkembangnya aktivitas manusia di kawasan pesisir, siklus alami yang mengatur kemunculan fenomena HAB menjadi terganggu. Hal ini mengakibatkan HAB semakin sering terjadi dan dapat muncul dengan durasi yang sangat panjang. Eutrofikasi, atau pengayaan perairan oleh nutrien, merupakana salah satu penyebab utama munculnya fenomena HAB di perairan. Eutrofikasi akan semakin parah seiring dengan perkembangan aktivitas manusia di pesisir (Gambar 3) Beberapa dampak aktivitas manusia yang dapat memicu terjadinya HAB antara Lain adalah: 1. Buangan limbah organik dari pabrik, dan rumah tangga 2. Pupuk dari kegiatan pertanian dan perkebunan 3. Sisa pakan dari tambak dan keramba Jaring Apung (KJA) 4. Air buangan ballast kapal di pelabuhan 13

14 5. Kerusakan lingkungan di sekitar pesisir pantai 6. Perubahan iklim (climate change) Gambar 3 Beberapa Aktivitas Manusia Penyebab Munculnya HAB Ketearangan: A. Keramba apung, B. Pencemaran perairan, C. Air buangan ballast kapal di pelabuhan, D. Buangan limbah organik dari pabrik Tanda-Tanda Kemunculan HAB Pada dasarnya fenomena HAB adalah fenomena alam yang kemunculannya sangat sulit diperkirakan. Namun pada umumnya fenomena tersebut dapat muncul sewaktu-waktu di suatu perairan yang mengalami tekanan akibat aktivitas, terutama di sekitar kawasan industri, tambak, atau keramba jala apung. Oleh karena itu perlu diwaspadai tanda-tanda berikut: 1. Hujan lebat yang turun sesekali, kemudian diikuti cuaca panas terik 2. Perairan terlihat tenang, tidak berombak dan arus tidak terlalu kencang. 3. Air di perairan terlihat keruh, kotor, atau mulai terlihat mengalami perubahan warna. Bila fenomena HAB muncul di suatu perairan, pada umumnya terdapat beberapa tanda kemunculan yang dapat diamati di perairan tersebut (Gambar. 4). Tanda-tanda tersebut antara lain: 14

15 1. Warna laut tampak berubah menjadi kemerahan, kekuningan, kecoklatan, kehijauan,atau orange. Perubahan warna perairan terkait dengan jenis pigmen yang terkandung dalam sel fitoplankton yang mengalami ledakan populasi. Meskipun terlihat indah, namun fenomena ini sangat merugikan dan berbahaya. 2. Air laut ketika disentuh terasa licin dan berlendir. Terkadang tampak benang-benang tipis atau gumpalan yang berwarna di permukaan. Gumpalan atau benang-benang tipis tersebut adalah sel-sel fitoplankton yang membentuk koloni. Bila gumpalan gumpalan ini membusuk, perairan dapat tercemar dan mengalami eutrofikasi. Bila gumpalan ini termakan oleh organisme laut, dapat timbul berbagmacam penyakit, terutama bila gumpalan tersebut merupakan koloni fitoplankton toksik. 3. Seringkali beberapa hari setelah warna laut kembali normal, terjadi kematian massal berbagai hewan laut seperti ikan, udang, dan mamalia laut. Kematian massal ini dapat terjadi akibat kekurangan oksigen, atau akibat racun yang dihasilkan oleh fitoplankton yang mengakibatkan munculnya fenomena HAB. Gambar 4. Tanda-Tanda Kemunculan HAB Meskipun perubahan warna laut adalah indikator yang paling mudah dilihat ketika fenomena HAB terjadi, HAB akibat ledakan populasi fitoplankton toksik seringkali tidak mengakibatkan perubahan warna air. 15

16 Dampak Fenomena HAB Kemunculan fenomena HAB di suatu perairan dapat mengakibatkan masalah, baik bagi keseimbangan ekosisitem perairan maupun bagi manusia yang tinggal di sekitar perairan yang terkena HAB. Jumlah fitoplankton yang terlalu banyak di suatu perairan dapat menybabkan keseimbangan rantai makanan di ekosistem terganggu. Jika fitoplankton yang menyebabkan HAB adalah fitoplankton beracun, racun yang dihasilkan dapat membunuh organisme yang memakan fitoplankton tersebut. Dampak merugikan dari fenomna HAB yang paling mudah terlihat adalah kematian ikan dan udang dalam jumlah yang lauar biasa banyak. Kematian ini dapat terjadi akibat kekurangan oksigen di air atau akibat racun yang dihasilkan oleh fitoplankton toksik. Dampak munculnya fenomena HAB di suatu perairan dapat mencakup kerugian secara ekonomi, sosial dan kesehatan, seperti: 1. Merusak ekosisitem perairan dan mengakibatkan turunnya jumlah tangkapan ikan nelayan 2. Penyakit atau kematian pada manusia setelah memakan ikan, udang atau kerang yang tercemar HAB 3. Kegagalan panen di tambak dan keramba jaring apung karena ikan menjadi sakit atau mati. 4. Penjualan dan harga ikan,udang dan kerang menurun karena masyarakat enggan atau takut mengkonsumsi ikan. 5. Kerugian di bidang pariwisata karena pantai atau perairan menjadi kotor. Dampak lain dari fenomena HAB yang langsung dapat dirasakan langsung oleh manusia adalah munculnya berbagai macam penyakit, terutama jika fenomena HAB yang muncul adalah akibat ledakan populasi fitoplankton toksik. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fitoplankton yang memproduksi racun (toksin) dapat menyebabkan penyakit mematikan pada manusia. Bila manusia mengkonsumsi ikan yang tercemar berat oleh fitoplankton beracun, maka senyawa racun tersebut dapat mengakibatkan berbagai penyakit berat yang dapat berakibat fatal bagi manusia. Pada banyak kasus, keracunan akibat HAB toksik sulit dideteksi dan lambatnya pengobatan pada korban sering mengakibatkan kematian. Untuk menghindari kasus keracunan akibat fenomena HAB toksik, maka hal paling penting yang perlu dilakukan adalah jangan makan ikan atau udang yang mati saat atau 16

17 setelah fenomena HAB terjadi. Kematian ikan atau udang ketika HAB dapat terjadi akibat kekurangan oksigen atau akibat senyawa racun yang dihasilkan oleh fitoplankton toksik ketika populasinya mengalami ledakan. Penyebab kematian massal ikan atau udang ketika fenomena muncul sulit diketahui tanpa penyelidikan atau penelitian lanjut. Oleh karena itu sangat tidak disarankan untuk mengkonsumsi ikan atau udang yang mati akibat fenomena HAB. Kerangkerang dketahui mampu mengakumulasi racun fitoplankton tanpa menjadi sakit atau mati, sehingga konsumsi kerang-kerangan saat atau setelah fenomena HAB terjadi juga berpotensi mengakibatkan keracunan pada manusia. Selain tidak mengkonsumsi ikan, udang dan kerang-kerangan ketika fenomena HAB terjadi, tidak disarankan pula berenang atau menggunakan air laut yang tercemar HAB untuk keperluan rumah tangga (seperti mencuci). Fenomena HAB biasanya tidak bertahan lama di perairan, namun dampak negatifnya dapat bertahan hingga 1-2 minggu setelah HAB muncul. Sehingga diperlukan kewaspadaan terhadap dampak lanjutan dari fenomena HAB, terutama terhadap kesehatan masyarakat. Secara sekilas gejala awal penyakit akibat keracunan senyawa toksik HAB sulit dibedakan dengan gejala keracunan makanan biasa. Namun waspadai kemungkinan munculnya kasus keracunan akibat HAB ketika setelah makan ikan, terdapat orang yang sakit dengan gejala (Gambar 5) sebagai berikut: 1. Mual dan muntah (seringkali diikuti dengan diare) 2. Sakit kepala, atau sakit pada persendian 3. Panas terasa dingin dan atau dingin tersa panas. Waspadai juga bila terdapat orang yang sakit setelah memakan udang, kerang, kepiting, remis, tiram atau kijing, dengan gejala sebagai berikut: 1. Kesemutan di mulut dan ujung jari tangan 2. Mual dan muntah (seringkali diikuti dengan diare) 3. Sukar berjalan 4. Sukar bernafas (sesak nafas) 5. Demam 6. Sakit kepala 7. Hilang ingatan jangka pendek 17

18 A B C D Gambar 5. Gejala Keracunan akibat mengkonsumsi organisme laut yang tercemar oleh racun HAB toksik Keterangan: A. Mual/Muntah, B. Pusing, C. Sakit Perut, D. Demam Mitigasi Dampak Fenomena HAB Sulitnya memprediksi dan mencegah terjadinya fenomena HAB di perairan menyebabkan banyak negara di dunia terfokus pada program mitigasi HAB dibandingkan program pencegahan atau pengendalian fenomena HAB di perairan. Secara sederhana pencegahan HAB dapat dilakukan dengan mengurangi buangan limbah organik ke perairan, meskipun pada praktiknya hal tersebut tidak mudah. Sedangkan teknik pengendalian fenomena HAB dapat dlakukan dengan clay dispersal, yaitu dengan menyemprotkan lempung dalam jumlah besar ke perairan. Namun teknik ini hanya efektif diterapkan pada fenomena HAB dengan skala luasan yang relatif sempit. Salah satu program yang dilakukan di beberapa negara di dunia adalah program mitigasi HAB yaitu program monitoring kandungan senyawa toksin HAB pada kerang-kerangan. Jika ditemukan kandungan senyawa toksin HAB yang tinggi, maka pemerintah dapat menghentikan atau membatasi proses panen atau penjualan kerang-kerangan selama HAB berlangsung dan beberapa hari setelah fenomena tersebut menghilang dari perairan. Hal ini dilakukan terutama untuk menghindari munculnya kasus keracunan pada manusia. Toksin HAB yang terkandung 18

19 pada organ pencernaan dan insang kerang tahan terhadap suhu tinggi, sehingga kadar racun tidak dapat berkurang atau hilang dengan proses pemasakan ataun proses penggalengan. Salah satu masalah utama dalam proses mitigasi fenomena HAB di Indonesia adalah belum terbentuknya alur koordinasi yang jelas mengenai penanganan fenomena tersebut. Namun secara umum masyarakat dapat melakukan langkah-langkah berikut sebagai bagian dari mitigasi dampak negatif dari fenomena HAB di perairan: 1. Laporkan kejadian fenomena HAB tersebut kepada Pemda, Dinas Perikanan atau instansi penelitian terdekat. Berikan informasi detail mengenai lokasi dan waktu kejadian. 2. Bila terdapat ikan, udang, atau hewan laut lain yang mati secara massal, jangan diambil untuk dijual atau dimakan! 3. Tangkap ikan, udang, atau kerang sejauh-jauhnya dari area perairan yang sedang mengalami fenomena HAB 4. Kurangi konsumsi hewan laut (terutama kerang-kerangan) sampai ± 1 minggu setelah fenomena HAB berlalu. Hentikan konsumsi segera bila gejala keracunan timbul. 5. Bila terdapat anggota keluarga atau warga yang sakit setelah memamkan ikan, udang, atau kerang (saat atau sesudah HAB muncul), segera hentikan konsumsi dan bawa penderita ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. 6. Berikan keterangan detail kronologi kemunculan gejala kepada dokter atau tenaga medis. Sisa makanan (ikan, udang, kerang) dapat dikirimkan ke dinas kesehatan atau badan pemeriksa obat dan makanan untuk dilakukan pengujian. Daftar Pustaka Anderson, D.M The ecology and oceanography of harmful algal blooms: Multidisciplinary approaches to research and management. UNESCO. Paris Thoha, H.T.Sidabutar, N.Fitriya, dkk Awas Ada HAB. Community Preparedness (Compress) Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Muawanah, Monev HAB di Teluk Lampung. Makalah Lokakarya Nasional Strategi Diseminasi kebencanaan : Fenomena HAB. Pusat Penelitian Oseanopgrafi-LIPI Sidabutar,T., H. Thoha, N.Fitrya, dkk Peningkatan Kesadaran Masyarakat Pesisir Terhadap Fenomena Harmfull Algal Bloom (HAB) Sebagai Bencana Lingkungan. Makalah Lokakarya Nasional Strategi Diseminasi kebencanaan : Fenomena HAB. Pusat Penelitian Oseanopgrafi-LIPI 19

20 LAMPIRAN: FOTO-FOTO KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT KELURAHAN PULAU UNTUNG JAWA- KEPULAUAN SERIBU, TANGGAL AGUSTUS 2014 Gambar 1. Lokasi Tempat Kegiatan Pengabdian Kepada masyarakat Kelurahan Pulau Untung Jawa- Kepulauan Seribu Gambar 2. Kantor Kelurahan Pulau Untung Jawa Kepeulauan Seribu 20

21 Gambar 3. Tim Pengabdian Kepada Masyarakat: dari kiri Retno Widowati, tengah : Sri Handayani, kanan: Endang Wahjuningsih Gambar 4. Penyampaian materi penyuluhan oleh Ketua Tim 21

22 Gambar 5. Foto bersama tim pengabdian kepada masyarakat dan peserta Gambar 6. Bersalam-salaman saat acara penyuluhan selesai 22

23 LAMPIRAN : SK REKTOR NOMOR : 40 TAHUN

BILA POPULASI MIKROALGA TUMBUH MELEDAK MENIMBULKAN PETAKA

BILA POPULASI MIKROALGA TUMBUH MELEDAK MENIMBULKAN PETAKA BILA POPULASI MIKROALGA TUMBUH MELEDAK MENIMBULKAN PETAKA Dalam dekade terakhir ini terjadi beberapa peristiwa matinya ikan secara besar-besaran (massive fish kill) di Teluk Jakarta yang serta merta menghebohkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya ikan merupakan kegiatan pemeliharaan ikan dalam lingkungan yang terkontrol. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah pemberian pakan.manajemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan kerapu (Groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi tinggi dan telah dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A.Unsur hara Faktor utama pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton adalah ketersediaan zat hara dan sinar matahari.sebagai produsen primer, fitoplankton membutuhkan zat hara dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air relatif bersih sangat didambakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran Laut Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang Kata Pengantar Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan Rahamat-Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini secara khusus penulis

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK

IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI RINGGUNG KABUPATEN PESAWARAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IDENTIFIKASI PARASIT PADA IKAN KERAPU (Epinephelus sp.) PASCA TERJADINYA HARMFULL ALGAL BLOOMS (HABs) DI PANTAI

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN I. PENDAHULUAN Saat ini budidaya ikan di waduk dengan menggunakan KJA memiliki prospek yang bagus untuk peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut Ekosistem yaitu suatu lingkungan tempat berlangsungnya reaksi timbal balik antara makhluk dan faktor-faktor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton dalam pertumbuhan dan kehidupannya sangat dipengaruhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton dalam pertumbuhan dan kehidupannya sangat dipengaruhi 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Air Fitoplankton dalam pertumbuhan dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan perairan. Keberadaan fitoplankton di perairan akan bervariasi tergantung dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang, Sepanjang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang, Sepanjang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi jawa barat. Ibu kota Indramayu adalah Indramayu yang merupakan pusat pemerintahannya, Indramayu dari segi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sudah menjadi kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Tidak hanya untuk mandi atau mencuci, tapi kebutuhan akan air bersih juga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi

Lebih terperinci

Jurnal Pencemaran Air ABSTRAK

Jurnal Pencemaran Air ABSTRAK ABSTRAK Masalah pencemaran air yang ada di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat-zat atau komponen yang lainnya yang menyebabkan kualitas air terganggu

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun .. Latar belakang Waduk merupakan danau buatan dengan membendung aliran sungai, yang pada urnumnya ditujukan sebagai tempat penampungan air yang dipergunakan untuk berbagai macam keperluan seperti Pembangkt

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 (Pusat Data, Statistik dan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

Ikan mola (Hypophthalmichthys molitrix) sebagai pengendali pertumbuhan plankton yang berlebihan di Waduk Cirata

Ikan mola (Hypophthalmichthys molitrix) sebagai pengendali pertumbuhan plankton yang berlebihan di Waduk Cirata Ikan mola (Hypophthalmichthys molitrix) sebagai pengendali pertumbuhan plankton yang berlebihan di Waduk Cirata Heti Herawati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Abstrak Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Objek Indonesia adalah negara maritim yang dikatakan sebagai zamrud khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

Pencemaran Teluk Jakarta

Pencemaran Teluk Jakarta Pencemaran Teluk Jakarta Republika Sabtu, 29 Mei 2004 Pencemaran Teluk Jakarta Oleh : Tridoyo Kusumastanto# Pasca kematian massal ikan di Teluk Jakarta, publik telah disuguhi berbagai macam analisis kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.biota laut hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON Oleh : Darsiharjo Pendahuluan Akhir-akhir ini masyarakat mulai menyadari bahwa dalam kehidupan tidak hanya cukup dengan pemenuhan pangan, papan dan sandang

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho Latar Belakang Masalah DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki populasi penduduk yang sangat pesat. Pada tahun 2005,

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten. Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

Pembersihan Sungai Ciliwung Dalam Program Indonesia Bersih

Pembersihan Sungai Ciliwung Dalam Program Indonesia Bersih SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI Pembersihan Sungai Ciliwung Dalam Program Indonesia Bersih (Green, Clean, And Healthy) DISUSUN OLEH : Dr. Zulkifli Rangkuti, M.Si Ir. Nyayu Sitti Rachmaliya, MM SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN TELUK LALONG KOTA LUWUK Sri Sukari Agustina dan Andi Aonurofik M.

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN TELUK LALONG KOTA LUWUK Sri Sukari Agustina dan Andi Aonurofik M. KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN TELUK LALONG KOTA LUWUK Sri Sukari Agustina dan Andi Aonurofik M.Poke Fakultas Perikanan UNISMUH Luwuk Kabupaten Banggai Email

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan sangat pesat saat ini. Perkembangan pariwisata dunia telah melahirkan bentuk pariwisata baru pada

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas lingkungan itu sendiri tapi lebih kesehatan masyarakat yang terpapar dengan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas lingkungan itu sendiri tapi lebih kesehatan masyarakat yang terpapar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pencemaran lingkungan merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas dan menjadi masalah yang semakin memprihatinkan, bukan saja bagi kualitas lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari,

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, TINJAUAN PUSTAKA Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan. Langkah pertama pengeksplorasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

YUDI MIFTAHUL ROHMANI Faktor Pembatas OLEH: YUDI MIFTAHUL ROHMANI Pendahuluan Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan makhluk hidup. Seperti struktur yang membentuk makhluk hidup, komponen yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki 65% dari persediaan air di dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER VI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kedalaman laut dan salinitas air laut. 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN SUMBER DANA BLU FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN SUMBER DANA BLU FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN SUMBER DANA BLU FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN ENZIM EKSOGEN SEBAGAI STIMULAN PENINGKATAN PERFORMAN IKAN NILA (TILAPIA NILOTICA) DAN PENGURANGAN EUTROFIKASI DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci