NILAI EKONOMI SATWALIAR BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI EKONOMI SATWALIAR BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah"

Transkripsi

1 NILAI EKONOMI SATWALIAR BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah DINI RAHMANITA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 NILAI EKONOMI SATWALIAR BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah DINI RAHMANITA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

3 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NIM Program Studi Fakultas : Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasakan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Prodiksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah : Dini Rahmanita : E : Manajemen Hutan : Kehutanan Menyetujui : Dosen Pembimbing Ir. Bahruni, MS NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal Lulus :

4 RINGKASAN Dini Rahmanita (E ). Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Produksi PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. Di bawah bimbingan Ir. Bahruni, MS. Keberadaan hutan mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk Indonesia. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas penghasil kayu, sedangkan manfaat selain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara optimal. Satwaliar memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi, namun pemanfaatannya sampai saat ini lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu. Penelitian dan informasi mengenai potensi dan nilai ekonomi satwaliar masih sangat terbatas, sehingga diperlukan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi tersebut guna mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan satwaliar, sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan antara tujuan produksi dan tujuan perlindungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma (PT. SBK), Kalimantan Tengah serta menentukan nilai ekonomi satwaliar, berupa nilai kegunaan dan nilai pilihan. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara semi terbuka secara langsung kepada masyarakat di tiga desa yaitu desa Tanjung Paku, Tumbang Kaburai dan Nanga Siai. Data yang dikumpulkan berupa data sosial ekonomi masyarakat dan data nilai ekonomi satwaliar yang terdiri dari nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value). Data sekunder tentang data monografi desa, kondisi umum lokasi penelitian dan data hasil inventarisasi satwaliar di hutan produksi PT SBK diperoleh dari dokumen perusahaan. Penentuan nilai ekonomi satwaliar dilakukan dengan menggunakan metode harga pasar dan metode kontingensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK unit Seruyan telah memanfaatkan satwaliar yang ada di hutan. Jenis-jenis

5 satwaliar yang sudah dimanfaatkan masyarakat tersebut terdiri dari babi hutan, kancil, kijang, rusa dan trenggiling. Pemanfaatan terhadap satwaliar ini didukung oleh tingkat preferensi seseorang terhadap suatu jenis satwaliar. Secara umum tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar paling tinggi adalah tingkat preferensi terhadap babi hutan dengan total skor preferensi 135. Berdasarkan pemanfaatan terhadap jenis-jenis tersebut diperoleh nilai guna satwaliar per ekor untuk babi hutan sebesar Rp /ekor, kancil sebesar Rp /ekor, kijang sebesar Rp /ekor, rusa sebesar Rp /ekor dan trenggiling sebesar Rp /ekor. Nilai guna satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan PT SBK Unit Seruyan sebesar Rp /tahun/kk dengan kontribusi terbesar berasal dari trenggiling dan babi hutan. Sebagian besar responden di lokasi penelitian mempunyai perhatian terhadap pelestarian satwaliar disamping pemanfaatannya. Rata-rata nilai kesediaan membayar pelestarian jenis yang sudah dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan adalah Rp /jenis/tahun. Nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di hutan produksi PT SBK Unit Seruyan yang berasal dari nilai guna dan nilai pilihan adalah sebesar Rp /tahun/desa. Berdasarkan potensi dan nilai ekonomi satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK Unit Seruyan, maka dimasa yang akan penetapan tujuan selain tujuan produksi kayu sangat penting untuk diperhatikan.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 12 Desember 1982 dari pasangan Bapak Tatang Priatna A. dan Ibu Pursita. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Penulis mengawali jenjang pendidikan formal di SD Negeri Cikelet pada tahun 1989 sampai tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Garut dari tahun 1995 sampai tahun 1998 kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tarogong sampai tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis pernah bergabung dengan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2002/2003 dan periode 2003/2004, serta BEM KM IPB periode 2004/2005. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Taman Wisata Alam Kamojang Garut, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Indramayu dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk Kalimantan Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah di bawah bimbingan Ir. Bahruni, MS.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dalam upaya menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang diambil dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan September 2005 ini ialah nilai ekonomi satwaliar, dengan judul Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan: Studi Kasus di Hutan Produksi PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. Skripsi ini membahas tentang potensi nilai ekonomi satwaliar yang ada di kawasan hutan produksi PT Sari Bumi Kusuma, baik yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai ekonomi yang dimaksud berupa nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value). Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada keluarga tercinta atas ketulusan dan keikhlasan doa, kasih sayang dan motivasi, Bapak Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, nasehat, masukan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi, seluruh pimpinan dan karyawan PT. Sari Bumi Kusuma yang telah membantu kelancaran pengambilan data, serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Mei 2006 Penulis

8 UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak dan Mama tercinta...bapak dan Mama tersayang...bapak dan Mama terkasih atas ketulusan cinta dan kasih sayangnya serta keikhlasan doa, pengorbanan dan dukungan yang tiada batas. A Yudi, Teteh Vini, Kiki dan De Visi atas kasih sayang, doa, dan keceriaan yang telah diberikan. 2. Wa Agus dan Wa Wiwi atas doanya dan dukungannya. 3. Bapak Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing atas kesabaran, ketulusan dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan, bantuan, dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Bapak Ir. Bintang CH Simangunsong, MS. Ph D sebagai dosen penguji wakil Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. 5. Bapak Ir. Tutut Sunarminto, Msi sebagai dosen penguji wakil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. 6. Bapak Supriyanto, Bapak Joko, Mas Heri, Pak Bulian, Mas Bayu, Mas Ridho, Mas Agus, Mas Donal, Pak Edo, serta seluruh pimpinan dan seluruh karyawan PMDH dan BINHUT PT. SBK Kalimantan Tengah yang telah banyak membantu selama penulis melakukan pengambilan data. 7. Seluruh staff pengajar di Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya dan Departemen Manajemen Hutan pada khususnya atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 8. Rekan-rekan Fahutan A 38 spesial untuk keluarga besar MNH 38 atas kebersamaan, persahabatan dan keceriaan yang telah terjalin, sungguh suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri telah menjadi bagian dari kalian. Semoga kebersamaan kita akan menjadi sebuah kisah klasik yang akan dikenang di masa depan. 9. Teman temanku di Rinjani serta teman dan adik-adiku di Mahameru atas semangat dan kebersamaannya. 10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Nilai dan Penilaian... 3 Hasil Penelitian Penilaian Hasil Hutan Bukan Kayu... 5 Satwaliar... 6 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian... 8 Bahan dan Alat... 8 Batasan Penelitian... 8 Pengumpulan Data... 8 Jenis Data... 8 Metode Pengumpulan Data... 9 Metode Pengambilan Contoh Metode Penilaian Ekonomi Satwaliar Pengolahan dan Analisa Data Karakteristik Pemanfaat Satwaliar Penentuan Jenis Satwaliar dan Kontribusinya Metode Skoring Tingkat Preferensi Pendugaan Nilai Guna Satwaliar Pendugaan Nilai Pilihan Satwaliar... 12

10 KONDISI UMUM LOKASI Letak dan Luas Hutan Topografi Geologi dan Tanah Iklim Hidrologi Tipe Hutan Penggunaan Lahan Biologi Flora Fauna dan Biogeografinya Sosial Ekonomi Masyarakat HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Umur Responden Tingkat Pendidikan Jumlah Anggota Rumah Tangga Mata Pencaharian dan Tingkat Pendapatan Nilai Ekonomi Satwaliar di Kawasan Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan Potensi Satwaliar Yang Dimanfaatkan Masyarakat Nilai Guna Satwaliar Nilai Pilihan Pelestarian Jenis Satwaliar Nilai Pilihan Untuk Pelestarian Rusa Nilai Ekonomi Total Satwaliar KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Lampiran... 46

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Skor tingkat preferensi Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi hutan PT SBK Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di areal konsesi PT SBK Blok Seruyan Jumlah penduduk berdasarkan mata penceharian di areal konsesi PT. SBK Kalteng Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng Kelompok responden Distribusi responden berdasarkan kelompok usia Tingkat pendidikan responden Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga Distribusi responden berdasarkan mata penceharian utama Distribusi responden berdasarkan mata penceharian utama Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan Jenis-jenis satwaliar yang dimanfaatkan dan jumlah pemanfaat Bentuk-bentuk pemanfaatan satwa oleh masyarakat di desa-desa sekitar PT SBK dan jumlah pemanfaat Tingkat preferensi responden Desa Tanjung Paku terhadap suatu jenis satwaliar Tingkat preferensi responden Desa Tumbang Kaburai terhadap suatu jenis satwaliar Tingkat preferensi responden Desa Nanga Siai terhadap suatu jenis satwaliar Nilai guna satwaliar bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan Perbandingan jumlah populasi antar waktu berdasarkan persepsi masyarakat Distribusi responden berdasarkan persepsi terhadap pelestarian jenis satwaliar yang sudah dimanfaatkan Distribusi responden berdasarkan persepsi terhadap pelesatarian jenis satwaliar yang belum dimanfaatkan Nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis yang sudah dimanfaatkan dan belum dimanfaatkan... 38

12 23. Nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis rusa Nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK... 41

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Karakteristik masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan Harga Jual Satwaliar Masyarakat Sekitar Hutan Produksi PT SBK Nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian satwaliar yang belum dimanfaatkan Nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian satwaliar yang sudah dimanfaatkan Perubahan jumlah populasi satwaliar berdasarkan persepsi masyarakat Nilai kesediaan membayar untuk penambahan jumlah rusa Nilai kesediaan dibayar untuk pengurangan jumlah rusa Daftar satwaliar yang ditemukan di lokasi virgin foresrt di hutan produksi PT SBK Daftar satwaliar yang ditemukan di lokasi TPTJ 2000 di hutan produksi PT SBK... 58

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam terbesar yang dimiliki Indonesia adalah hutan tropis, dimana sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luasannya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire). Hutan-hutan ini memiliki kekayaan hayati yang unik (Forest Watch Indonesia-GFW, 2001). Hutan tropis Indonesia menyimpan kekayaaan hayati yang sangat tinggi. Selain memiliki keragaman jenis tumbuhan, hutan tropis Indonesia juga memiliki keragaman jenis fauna (satwa) yang tinggi, dimana sebagian besar habitatnya berstatus hutan produksi. Dengan kekayaan sumberdaya hayati yang dimilikinya, keberadaan hutan mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk Indonesia. Banyak sumber daya yang tersedia di hutan tropis Indonesia berupa sumberdaya hutan kayu dan sumberdaya hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas sebagai penghasil kayu, sedangkan manfaat produk-produk salain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara optimal. Satwaliar memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi dipasaran pada saat ini dan masa yang akan datang. Namun pemanfaatannya sampai saat ini kurang atau lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu. Penelitian dan informasi mengenai potensi dan nilai ekonomi satwaliar masih sangat terbatas. Untuk itu sangat diperlukan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi tersebut guna mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan satwaliar, sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan antara dua tujuan yaitu tujuan produksi dan tujuan perlindungan. Untuk mengetahui nilai ekonomi dari satwaliar secara kuantitatif, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung nilai pemanfaatan satwaliar yang dapat diperoleh melalui penelitian khusus,

15 sehingga akhirnya diperoleh pendekatan terhadap nilai ekonomi hutan alam dalam menyediakan satwaliar bagi masyarakat sekitar hutan. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Mengidentifikasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma (PT SBK), Kalimantan Tengah. 2. Menentukan nilai ekonomi satwaliar, berupa nilai kegunaan dan nilai pilihan. Hipotesis Dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut : 1. Masyarakat pengguna satwaliar memberikan nilai yang cukup tinggi terhadap satwaliar karena manfaat yang dapat mereka rasakan. 2. Preferensi masyarakat terhadap berbagai jenis satwaliar akan berbeda-beda. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersedianya data atau informasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar hutan produksi PT. SBK serta informasi nilai ekonomi dari satwaliar tersebut. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar hutan produksi PT. SBK untuk ikut berpartisipasi dalam pelestarian hutan alam. Hal ini didukung oleh adanya manfaat yang mereka peroleh dan rasakan dari hutan alam, dalam hal ini satwaliar sebagai hasil hutan bukan kayu. Data atau informasi kuantitatif yang diperoleh dari nilai ekonomi satwaliar dapat dijadikan acuan bagi pengelola hutan alam dalam pengambilan keputusan penetapan tujuan pengelolaan sumberdaya hutan secara tepat.

16 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Nilai dan Penilaian Nilai adalah persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antar masyarakat yang berbeda. Keragaman nilai ini mencakup besar nilai maupun macam nilai yang ada (Bahruni, 1999). Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumberdaya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat ataupun organisasi (Bahruni, 1999). Menurut Davis dan Johnson (1987), nilai merupakan persepsi atau penghargaan terhadap barang atau jasa, nilai adalah harga sesuatu yang dinilai oleh setiap individu tergantung waktu dan tempat. Sedangkan penilaian diartikan sebagai pendugaan terhadap nilai dari sesuatu kemudian dinyatakan harganya. Jenis nilai yang dimaksud adalah nilai pasar. Dalam keadaan dimana tidak ada pasar sama sekali untuk komoditikomoditi jenis-jenis yang akan dinilai digunakan standar lain yaitu dengan subtitusi atau nilai barang pengganti (Duerr, 1960). Menurut Bahruni (1999) penilaian ekonomi adalah proses kuantifikasi nilai biofisik dan fenomena sosial budaya untuk setiap indikator nilai (komponen sistem) menjadi nilai ekonomi (moneter) dengan metode tertentu sesuai dengan sifat setiap indikator nilai tersebut. Metode penilaian manfaat hutan maupun peranan (keterkaitan) ekonomi sumberdaya hutan terhadap sektor ekonomi lainnya dalam pembangunan ekonomi wilayah dan nasional pada dasarnya ada dua yaitu metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar atau pendekatan terhadap kesediaan membayar (willingness to pay/willingness to accept).

17 Metode penilaian yang digunakan dilakukan melalui proses pemilihan berdasarkan kriteria yang menggambarkan karakteristik setiap jenis nilai yang diklasifikasikan atas 1) Nilai guna langsung (direct use value), 2) Nilai guna tidak langsung (indirect use value), 3) Nilai pilihan akan datang (option value), 4) Nilai keberadaan (existentce value). Nilai guna yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya hutan seperti kayu bulat untuk keperluan industri pengolahan kayu, kayu bakar (energi), produksi tanaman pangan seperti perladangan, kebun, produksi air untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan air rumah tangga dan pertanian, pembangkit listrik, ekowisata (wisata alam). Nilai pilihan merupakan nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan (konsumsi), maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai ini berkaitan dengan adanya ketidakpastian, yang bersumber dari dua hal yaitu preferensi masyarakat konsumen saat ini terhadap komoditas hutan (barang dan jasa) pada masa yang akan datang, maupun preferensi generasi yang akan datang (demand-side option value). Nilai ekonomi total merupakan konsep yang sesuai untuk memperhitungkan manfaat dari peningkatan kualitas barang publik atau kerusakan yang ditimbulkan oleh banyak proyek pembangunan. Nilai ekonomi total dianggap sebagai instrumen yang tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya hutan (Natural Resources Management Program, 2000 dalam Anggaraspati, 2002). Menurut Davis dan Johnson (1987), untuk hasil hutan yang dimanfaatkan dapat dilakukan penilaian berdasarkan metode: 1. Metode Nilai Pasar Nilai pasar adalah nilai atau angka rupiah yang ditetapkan untuk transaksi atau jual beli pasar. Nilai yang dianggap standar adalah nilai pasar, yakni harga yang ditetapkan untuk penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak lain atau keadaan kompetisi sempurna.

18 2. Metode Nilai Relatif Metode nilai relatif adalah sebuah metode yang didasarkan pada nilai barang yang ditukar terhadap barang yang telah ada nilai pasarnya. Nilai relatif suatu barang akan lebih diterima apabila dicari pertukarannya dengan barang yang telah ada pasarnya. Pearce dalam Hufschmidt dkk. (1987), mengemukakan bahwa metode penilaian dapat dikembangkan dari segi manfaat atau permintaan, yaitu: 1. Berdasarkan pada nilai pasar, melalui tiga pendekatan mencakup: pendekatan kehilangan pendapatan, perubahan produktifitas dan nilai produksi. 2. Berdasarkan pada harga barang pengganti mencakup: harga hedonic, harga pengganti (barang substitusi), biaya perjalanan dan nilai relatif. 3. Berdasarkan pendekatan survey dengan metode penilaian kontingensi, mecakup: cara tawar menawar, mencoba menjual dan membeli, membuat simulasi perdagangan serta mengumpulkan pendapat dari para ahli Hasil Penelitian Penilaian Hasil Hutan Bukan Kayu Menurut hasil penelitian Bahruni,dkk (2002) diketahui bahwa nilai guna (use value) flora di Hutan Taman Nasional Gunung Halimun dan Hutan Lindung Gunung Salak bagi masyarakat lokal adalah sebesar Rp /tahun/RT (Rumah Tangga), dimana sebagaian besar disumbang oleh pemanfaatan agathis, puspa, rasamala, dan bambu sebagai bahan bangunan, sedangkan nilai guna fauna (satwa) oleh masyarakat adalah sebesar Rp /tahun/RT, dimana kontribusi terbesar berasal dari kumbang yang diperdagangkan untuk ekspor ke Jepang, dan kancil. Selain memiliki nilai guna, sumberdaya hayati yang ada di lokasi tersebut juga memiliki nilai keberadaan (existence value) maupun nilai harapan akan datang (option value) dengan ukuran kesediaan membayar masyarakat terhadap upaya perlindungan dengan derajat perlindungan 100% cukup tinggi, yaitu berkisar antara Rp /tahun/RT dengan rata-rata Rp /tahun/RT. Bagi masyarakat di sekitar Hutan Lindung Gunung Darajat nilai guna flora mencapai Rp /tahun/RT, sedangkan nilai guna fauna di lokasi tersebut adalah Rp /tahun/RT.

19 Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rofiko (2003) diketahui bahwa nilai guna flora di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun bagi masyarakat lokal sebesar Rp ,84/tahun/RT yang mencakup dalam enam lokasi desa. Keenam lokasi desa tersebut merupakan desa yang terletak di dalam kawasan, di perbatasan kawasan dan di luar kawasan TNGH yang masih memiliki intersaksi dengan kawasan TNGH. Menurut Bismark (1998) dari berbagai data yang dilaporkan MacKinnon et al (1990) di Botswana, lebih dari 50 jenis satwaliar dimanfaatkan oleh penduduk untuk mengonsumsi protein hewani dengan jumlah 90,7 kg/orang/tahun dan bahkan dapat menyumbang 40% dari ransum penduduknya. Di Serawak, penduduk setiap tahun memakan daging satwaliar senilai 50 juta $US dan di Ghana, 80% daging yang dikonsumsi penduduk berasal dari satwaliar. Pemanfaatan satwaliar di Indonesia sudah ada, baik langsung dari alam atau melalui hasil penangkaran untuk tujuan ekspor. Dalam tahun 1993 nilai ekspor satwaliar mencapai $US (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Bismark 1998). Satwaliar Satwaliar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia ( Departemen Kehutanan, 1990). Satwaliar hidup pada berbagai macam lingkungan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, termasuk daerah perairan. Mereka hidup pada lingkungan yang memenuhi persyaratan, yaitu adanya tempat untuk berlindung dan berkembangbiak, tersedianya pakan dan air, dan dapat bergerak dengan bebas (Alikodra, 2002). Secara umum untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tempat mengasuh anak-anaknya. Kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwaliar disebut habitat. Satwaliar

20 menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Penebangan hutan telah memberikan dampak yang cukup berarti terhadap keberadaan jenis. Beberapa jenis baru muncul dan juga ada beberapa jenis yamg hilang. Kegiatan penebangan telah merubah struktur vegetasi, komposisi dan keanekaragaman yang menyebabkan berubahnya habitat satwaliar. Hal ini secara langsung dapat mengurangi ketersediaan pakan dan tempat berlindung/cover bagi satwaliar. Perubahan ini menyebabkan berubahnya komposisi satwaliar yang ada pada suatu areal. (Lumme,1994). Menurut Alikodra (2002), satwaliar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata. Peranan satwaliar dalam kehidupan manusia sangat besar. Manusia memanfaatkannya dari mulai daging, kulit, minyak, tanduk, tulang, maupun bulunya. Bahkan sarang jenis burung walet (Collocalia spp.) merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Satwaliar Indonesia mempunyai permintaan pasar yang cukup kuat, terutama burung dan reptil. Keadaan ini tentunya mempunyai dampak yang positif bagi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat (Alikodra, 2002).

21 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan September 2005 di desa-desa sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer hasil wawancara dengan masyarakat desa sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan melalui wawancara semi terbuka dengan panduan kuisioner, serta data sekunder mengenai kondisi umum lokasi penelitian, monografi desa dan data inventarisasi satwaliar PT SBK. Alat yang digunakan dalam analisis data adalah alat tulis, kalkulator, Personal Computer dengan menggunakan software Microsoft Excel. Batasan Penelitian 1. Wilayah penelitian adalah hutan produksi PT SBK Unit Seruyan dengan mengambil contoh desa-desa yang terletak di sekitar kawasan hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan, Kalimantan Tengah. 2. Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan, Kalimantan Tengah, baik yang berada di dalam kawasan maupun yang berada di luar kawasan yang masih memiliki interaksi terhadap hutan. 3. Nilai ekonomi yang dianalisis adalah nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value). Pengumpulan Data Jenis Data Data primer yang dikumpulkan berupa data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara secara langsung dengan masyarakat di lokasi penelitian, meliputi : 1. Data Sosial Ekonomi Masyarakat yang terdiri dari :

22 a. Umur responden (kepala keluarga) b. Jumlah anggota keluarga c. Tingkat pendapatan masyarakat d. Tingkat pendidikan masyarakat 2. Data nilai ekonomi sumberdaya hutan (satwaliar) mencakup : h Nilai Guna, terdiri dari : a. Identifikasi jenis satwaliar yang dimanfaatkan b. Periode berburu c. Volume atau jumlah satwaliar yang dimanfaatkan d. Pemilihan lokasi berburu dan alasannya e. Bentuk pemanfaatan atau penggunaan satwaliar hasil berburu oleh masyarakat f. Pengetahuan masyarakat tentang kondisi populasi satwaliar. g. Tingkat preferensi masyarakat terhadap jenis satwaliar yang mereka manfaatkan. h Nilai Pilihan a. Identifikasi jenis satwa yang ingin dilindungi/dilestarikan oleh masyrakat. b. Kesediaan membayar dan kesediaan dibayar untuk pelestarian jenis satwaliar. c. Kesediaan membayar dan kesediaan dibayar untuk pelestarian Rusa Data sekunder yang diperlukan dalam penilaian ekonomi adalah : 1. Data umum lokasi penelitian 2. Monografi desa 3. Data Inventarisasi Satwaliar Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data tersebut, dilakukan dengan cara-cara berikut : 1. Studi literatur untuk mendapatkan data sekunder tentang daerah penelitian. 2. Wawancara yang dilakukan bersifat semi terbuka, untuk mendapatkan data primer.

23 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Pemilihan desa contoh dilakukan secara sengaja (purposive). Desa contoh dipilih berdasarkan pertimbangan kemudahan akses menuju desa dan berdasarkan informasi awal mengenai besarnya interaksi masyarakat desa dengan hutan di sekitarnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut diambil tiga desa contoh yaitu dua desa di dalam kawasan hutan dan satu desa di luar kawasan hutan. 2. Pemilihan contoh rumah tangga sebagai responden dilakukan pada masingmasing desa secara acak. Jumlah contoh responden diambil sebanyak 31 orang dari seluruh desa. Metode Penilaian Ekonomi Satwaliar Penilaian ini memerlukan informasi atau data tentang harga atau nilai per unit hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat serta data atau informasi diperoleh melaui wawancara dengan responden. Dalam penelitian ini, untuk menilai manfaat satwaliar digunakan dua metode sebagai berikut : 1. Metode harga pasar, nilai diperoleh berdasarkan harga jual beli (harga pasar). 2. Metode kontingensi, yaitu teknik wawancara untuk menentukan nilai hipotesis konsumen tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki harga pasar. Pengolahan Data dan Analisa Karakteristik Pemanfaat Satwaliar Pengolahan data dilakukan dengan merekapitulasi hasil wawancara dengan responden yang meliputi umur kepala keluarga, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian, dan tingkat pendapatan. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara deskriptif dan persentase. Penentuan Jenis Satwaliar dan Kontribusinya Pengolahan data dilakukan melalui rekapitulasi data hasil wawancara mengenai nilai ekonomi satwaliar dan disusun tabel mengenai jenis-jenis satwaliar

24 yang dimanfaatkan serta nilai kontribusi tiap jenis satwaliar terhadap seluruh jenis satwaliar yang dimanfaatkan. Metode Skoring Tingkat Preferensi Tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar dibagi kedalam lima tingkat kesukaan kemudian masing-masing tingkat tersebut diberi skor. Pembagian skor tingkat preferensi tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Skor tingkat preferensi Tingkat Preferensi Skor Untuk menghitung total skor tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : S = ( s xn) tot Keterangan : i S tot s i n = total skor tingkat preferensi suatu jenis satwaliar = skor tingkat preferensi ke i suatu jenis satwaliar = jumlah responden yang mempunyai tingkat preferensi ke i terhadap suatu jenis satwaliar Pendugaan Nilai Guna Satwaliar Nilai guna satwaliar dapat dihitung menggunakan metode harga pasar dengan menggunakan pendekatan harga jual satwaliar yang berlaku di lokasi penelitian. Dalam menduga nilai guna ini diukur dengan menghitung nilai ratarata pemanfaatan dan total pemanfaatan satwaliar. Nilai rata-rata pemanfaatan satwaliar dihitung dengan menggunakan rumus berikut : y y = n Keterangan : y = nilai rata-rata pemanfaatan per tahun tiap individu pemanfaat satwaliar y = nilai total pemanfaatan seluruh contoh dalam setahun

25 n = banyaknya contoh berikut : Sedangkan nilai total pemanfaatan dihitung dengan menggunakan rumus Y = (y/n). N = y. N Keterangan : Y = nilai total pemanfaatan populasi N = jumlah populasi pemanfaat satwaliar y = nilai total pemanfaatan seluruh contoh dalam setahun y = nilai rata-rata pemanfaatan per tahun tiap individu pemanfaat satwaliar n = banyaknya contoh Pendugaan Nilai Pilihan Satwaliar Nilai pilihan satwaliar merupakan nilai yang menunjukkan jaminan terhadap pelestarian jenis sehingga manfaatnya masih dapat dirasakan di masa yang akan datang. Nilai pilihan satwaliar dapat diukur dalam bentuk nilai pelestarian jenis satwaliar baik untuk jenis yang sudah dimanfaatkan pada saat sekarang maupun untuk jenis yang belum dimanfaatkan pada saat sekarang. Metode yang digunakan dalam pendugaan nilai pilihan ini adalah Metode Penilaian Kontingensi (MPK) dengan menggunakan pendekatan kesediaan membayar atau Willingness To Pay (WTP) dari masyarakat untuk pelestarian jenis satwaliar.

26 KONDISI UMUM LOKASI Letak dan Luas Hutan Secara geografis areal PT Sari Bumi Kusuma (PT SBK Unit Seruyan) berada pada posisi Lintang Selatan dan Bujur Timur. Berdasarkan administrasi pemerintahan, areal konsesi hutan ini sebagian berada dalam wilayah Kecamatan Katingan Hulu (Kabupaten Katingan) dan sebagian kecil termasuk wilayah Kecamatan Seruyan Hulu (Kabupaten Seruyan), Propinsi Kalimantan Tengah. Batas-batas areal kerja PT SBK Unit Seruyan dengan wilayah lain adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : HPH Kayu Waja dan TN Bukit Baka-Raya Sebelah Timur : HPH PT Erna Djuliawati dan HPH PT Meranti Mustika Sebelah Barat : HPH PT Erna Djuliawati Sebelah Selatan : HPH PT Erna Djuliawati dan HPH PT Meranti Mustika Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 201/Kpts-II/1998 tanggal 28 Februari 1998, luas areal untuk Unit Seruyan adalah ± ha. Melalui perhitungan ulang areal menggunakan GIS diperoleh luas hektar. Sampai saat ini belum ada penetapan luas definitif areal kerja PT SBK Unit Seruyan. Topografi Seluruh areal konsesi hutan PT SBK berupa tanah daratan kering, dengan bentuk lapangan bervariasi dari landai-curam serta memiliki kemiringan 6-45%.dengan ketinggian antara m dpl. Sebagian besar arealnya (47%) berada pada daerah dengan kemiringan lapangan agak curam (15-25%). Gambaran kemiringan lapangan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi hutan PT SBK Kondisi Lapangan Persen Lereng Luas (Ha) Persentase (%) Datar 0-8 % ,92 Landai 9-15 % ,43 Agak Curam % ,99 Curam % ,12 Sangat Curam >= 40 % ,54 Jumlah Sumber : RKPHTI PT SBK (1998) dalam Rusolono T et al. 2002

27 Areal yang mempunyai ketinggian tempat di atas 500 m dengan keadaan lapangan bergelombang berat terutama penyebarannya berada di bagian Utara yang berfungsi sebaga Hutan Lindung dan berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Barat. Geologi Dan Tanah Jenis tanah di areal konsesi PT SBK Unit Seruyan dibedakan atas 3 satuan peta tanah (SPT) atas dasar perbedaan fisiografi lapangannya. Pada daerah dengan fisiografi perbukitan dan pegunungan instrusi jenis tanah dominan (menurut klasifikasi PPT, 1983) adalah Kambisol Distrik, sedangkan pada daerah dataran berupa tanah Podsolik Kandik. Jenis-jenis diatas (menurut klasifikasi Supraptoharjo, 1976) juga diklasifikasikan sebagai tanah kompleks podsolik. Tanah kompleks podsolik adalah tanah-tanah yang memiliki sifat erodibilitas tinggi. Secara geologi, daerah ini terbentuk pada masa intrusif dan plutonik Basa- Menengah (Peta Geologi skala 1: , Direktorat Geologi Bandung, 1965). Iklim Areal konsesi hutan PT SBK termasuk wilyah yang memiliki curah hujan yang tinggi. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson, areal ini termasuk tipe iklim A (sangat basah, Q = 11,11%). Atas dasar data hujan Katingan Kuala/Pagatan ( ), curah hujan tahunan sebesar mm/tahun dengan hari hujan 136 hari/tahun, atau intensitas hujannya 21,3 mm/tahun. Hasil pengukuran data hujan selama 1 tahun (September 2001-Agustus 2002) menunjukkan besarnya curah hujan sebesar mm/tahun dengan hari hujan 131 hari/tahun atau dengan intensitas hujan 29 hmm/hari (intensitas tinggi). Suhu rata-rata pada waktu pagi hari sebesar 25,2 C, sedangkan kelembaban udara ratarata sebsar 98% pada pagi hari dan 57% pada sore hari. Hidrologi Berdasarkan posisinya dalam wilayah DAS, areal PT SBK berada di bagian hulu dari DAS Katingan dan bagian hulu dari DAS Seruyan. Atas dasar cakupan wilayah dalam DAS, maka lebih dari dua pertiga wilayah dalam DAS,

28 maka lebih dari dua pertiga wilayahnya berada di DAS Katingan. Sungai Katingan dan Sungai Seruyan adalah dua sungai besar yang keduanya bermuara ke laut Jawa. Sungai-sungai tersebut masih memiliki beberapa anak sungai yang banyak terdapat di dalam areal konsesi ini. Anak-anak sungai Katingan (S. Katingan Hulu, S. Senamang, dll) dan sungai Seruyan (S. Seruyan, S.Kebahau, dll) yang mengalir di dalam areal kerja ini umumnya mempunyai lebar sekitar meter dan relatif dangkal. Hanya Sungai Katingan dan Sungai Senamang yang dapat dimanfaatkan untuk sarana transportasi dan pengngkutan kayu, khusunya pada saat musim penghujan. Tipe Hutan Vegetasi di kelompok hutan S. Seruyan Hulu belum dirisalah secara menyeluruh, kecuali untuk kepentingan perhitungan kayunya. Kemungkinan sebagian besar termasuk ke dalam tipe hutan dipterokarpa dataran rendah. Ekspedisi Bukit Raya di wilayah Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka -yang bersebelahan dengan areal konsesi PT SBK- yang dilakukan oleh Noteboom dkk. pada tahun 1982/1983 mencatat bahwa hutan dipterokarpa dataran rendah terdapat hingga ketinggian sekitar 400 m dpl; dimana suku Dipterocarpaceae mendominasi hingga lebih dari 60% pohon-pohon penyusunnya. Diatas ketinggian ini jumlah Dipterocarpaceae semakin berkurang; dan diatas ketinggian m dpl terdapat hutan lumut (MacKinnon dkk, 2000 dalam Rusolono, 2002). Seperti diketahui, ketinggian tempat di areal kerja PT SBK berkisar antara m dpl. Penggunaan Lahan Sampai saat ini penggunaan lahan di areal konsesi hutan ini sebagian besar masih berupa vegetasi asli hutan alam dan hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk lahan pertanian lahan kering (ladang, kebun) atau lahan basah (persawahan). Menurut informasi penutupan lahan dari hasil penafsiran Citra Landsat liputan tahun 1998 dan tahun 1999, areal dengan kondisi tidak berhutan (semak atau belukar, lahan pertanian) kurang dari 10% luas areal kerja PT SBK tersebut. Dari pengamatan Citra Landsat selama 15 tahun terakhir, laju pengurangan areal berhutan diperkirakan kurang dari 1% luas hutannya.

29 Lahan-lahan tidak berhutan umumnya lokasi peladangan sistem rotasi, yakni lokasinya biasanya berdekatan dengan areal perkampungan, disepanjang wilayah sungai dan beberapa berada di pinggir jalan hutan. Lahan-lahan ini umumnya ditanami dengan tanaman pangan untuk waktu tertentu kemudian ditinggalkan. Dalam periode waktu beberapa tahun kemudian lahan yang telah ditinggalkan tersebut kembali didatangi dan dilakukan pembukaan ulang dengan pembakaran. Hutan alam menempati bagian terluas dari areal hutan PT SBK, dan terdiri dari hutan primer yang masih belum mengalami penebangan dan hutanhutan bekas tebangan. Hutan primer yang masih ada umumnya berada pada daerah-daerah sempit yang topografi lapangannya berbukit-curam atau berupa sisa hutan primer yang terlewat (tidak terambil) pada saat penebangan sebelumnya. Penyebarannya sebagian besar berada di bagian sisi Timur dan Utara ke arah batas HPH dengan hutan lindung atau Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka. Biologi Flora Hutan primer di areal PT SBK didominasi oleh jenis-jenis dipterokarpa, terutama meranti merah. Dokumen SEL (1992) dalam Rusolono, T et al (2002) menyebutkan bahwa Shorea leprosula (meranti merah) mendominasi tingkat pepohonan dengan INP 46,98; diikuti dengan Eugenia sp. (INP 29,49) dan Eusideroxylon zwageri (INP 22,37). Di hutan-hutan bekas tebangan RKL I hingga RKL V dominasi spesies ini tidak banyak berubah. Meranti (Shorea sp.) masih tetap mendominasi tingkat pepohonan diikuti oleh ubah (Eugenia sp.), atau bergantian. Pada RKL I, II, dan V Shorea sp. dominan (INP berturut-turut 85.55, 61.82, dan 50.25) diikuti Eugenia sp. (INP berturut-turut 40.25, 50.43, dan 39.47). Sedangkan pada RKL III dan IV Eugenia sp. mendominasi (INP berturut-turut dan 58.86); diikuti Shorea sp. dengan INP pada RKL III, dan Litsea (INP 34.26) serta Shorea (INP13.28) pada RKL IV. Meskipun demikian, persentase jumlah pohon dipterokarpa sebagai penyusun tegakan menyusut menjadi 35% pada RKL I, dan hingga tinggal 13% pada RKL IV. Sementara itu tercatat pula beberapa jenis pohon yang dilindungi yang ditemukan di areal PT SBK seperti Jelutung (Dyera costulata), tengkawang

30 (Shorea sp.) dan ulin (Eusideroxylon zwageri). Dibawah diameter 60 cm pohonpohon tidak boleh ditebang oleh HPH, karena dibeberapa tempat dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat. Fauna dan Biogeografinya Satwaliar di areal kerja PT SBK Unit Seruyan belum didata secara lengkap, baik jumlah jenis, agihan maupun kelimpahannya. Meskipun demikian, dari data yang telah terkumpul selama ini, terlihat bahwa kekayaan jenis fauna di PT SBK Unit Seruyan cukup tinggi yang dapat dilihat dengan ditemukannya 19 spesies mamalia dan 34 spesies burung tercatat selama studi dilakukan seperti dikemukakan dalam Dokumen SEL (1992) dalam Rusolono, T et al (2002). Kekayaan jenis yang sesungguhnya diduga jauh lebih tinggi, mengingat bahwa jenis-jenis yang tercatat adalah jenis-jenis mamalia besar. Areal PT SBK Unit Seruyan juga merupakan tempat hidup bagi banyak jenis satwaliar yang dilindungi. Mulai dari mamalia besar seperti orang utan (Pongo pygmaeus), beruang (Helarctos malayanus), rusa sumbar (Cervus unicolor) dan macan dahan (Neofelis nebulosa); hingga yang kecil seperti kancil (Tragulus javanicus) dan singapuar (Tarsius bancanus) (Vanlie dan Dimus, 1999 dalam Rusolono, T et al 2002). Burung-burung yang dilindungi juga banyak jenisnya seperti elang ular (Spilornis cheela), ulung-ulung (Haliastur indus), ruwai (Argusianus argus), berbagai jenis rangkong (misalnya Buceros rhicinoceros, B. vigil, Anthracoceros malayanus), hingga burung-burung pengisap madu seperti Arachnothera, Anthreptes dan Nectarinia. Sosial Ekonomi Masyarakat Secara administrasi, areal konsesi PT.SBK Unit Seruyan Kalimantan Tengah semula termasuk wilayah kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Namun dengan adanya pemekaran kabupaten baru, maka areal konsesi ini menjadi masuk ke dalam dua kabupaten baru yaitu Kabupaten Seruyan dan Kabupaten Katingan. Sebagian besar areal masuk ke dalam wilayah Kabupaten Katingan. Pada batasan administrasi yang lebih kecil, areal konsesi masuk kedalam dua kecamatan, yakni Kecamatan Katingan Hulu yang menjadi bagian Kabupaten Katingan dan

31 Kecamatan Seruyan Hulu yang menjadi bagian Kabupaten Seruyan. Kemudian ada beberapa desa yang yang melingkup areal konsesi, dimana pemukiman penduduk sebagian desa tersebut berada didalam batas konsesi dan sebagian lagi berada di sekitar konsesi. Disamping itu terdapat juga satu desa yang terkait dengan aliran kayu PT SBK Unit Seruyan yakni dengan keberadaan log pond di wilayah propinsi Kalimantan Barat, tepatnya Desa Nanga Siai, Kecamatan Menukung Kabupaten Sintang. Berdasarkan data monografi desa di PT SBK Unit Seruyan periode 2004 sekitar orang penduduk tinggal di desa-desa atau dusun-dusun sekitar kawasan tersebut. Populasi terbesar terletak di bagian wilayah Kalimantan Tengah yaitu sebanyak orang. Penyebaran penduduk di sekitar kawasan hutan PT SBK Unit Seruyan kurang merata antara desa yang satu dengan desa yang lainnya. Jarak antara desa atau kompleks pemukiman terpencar berjauhan dan belum didukung oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai, hanya menggunakan kendaraan milik perusahaan. Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di areal konsesi PT SBK Unit Seruyan No. Desa/Dusun Jumlah Penduduk (Jiwa) Sex Ratio Laki-laki Perempuan Total I Wilayah Kalbar a. Sungkup ,39 b. Ancana ,62 c. Belaban Ella ,85 d. Nanga Siyai ,18 e. Nanga Apat ,94 f. Landau Mumbung ,15 Jumlah I ,32 II Wilayah Kalteng a. Tanjung Paku ,80 b. Tanjung Paku Km ,64 c. Riam Batang ,59 d. Tumbang Teberau ,71 e. Tumbang Kaburai ,69 f. Tanjung Batik ,27 g. Tumbang Karuei ,03 h. Tumbang Karuei Km ,31 i. Tumbang Kejamai ,00 j. Kiham Batang ,42 k. Rangan Rawit ,42 Jumlah II ,89 Jumlah I+II ,77 Sumber : Data Monografi Desa PT SBK, 2004

32 Suku Dayak merupakan etnis asli dan tersebar dari wilayah Kalimantan, yang terbagi atas suku yang lebih kecil tinggal di desa atau dusun. Suku Dayak yang tinggal di desa Nanga Siai (sekitar jalan koridor) terdiri dari suku Dayak Limbai, Kenyilu dan Ransa, sedangkan di Desa Tanjung Paku, Tumbang Teberau (di dalam areal HPH) tinggal masyarakat dari Dayak Pangin, dan di desa Tumbang Kaburai tinggal suku Dayak Dohoi Ot Danum, Melawi, dan Katingan. Sebagian besar dari masyarakat tersebut beragama Kristen dan Hindu Kaharingan. Mata penceharian penduduk di sekitar kawasan hutan PT SBK sebagian besar adalah bertani atau berladang secara tradisional dengan sekali-kali membuka hutan baru untuk lahan pertanian yang biasa disebut mahimba dan yang paling sering adalah berladang pada bekas lahan beberapa tahun sebelumnya yang biasa disebut ngumo taja (Dayak Ot Danum). Kegiatan ekonomi peladang bersifat tertutup (hasil pertaniannya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri dan tidak untuk dijual) karena pengaruh aksesibilitas, modal, dan pasar. Kegiatan sampingan peladang masih banyak mengalami hambatan dan belum berkembang. Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan biasanya mempunyai aksesibilitas yang tinggi ke dalam wilayah hutan (areal konsesi HPH) dikarenakan berbagai hal seperti untuk keperluan berburu, mencari hasil hutan, membuka areal perladangan dan sebagainya. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 4.

33 Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di areal konsesi PT. SBK Kalteng. No Desa/Dusun Petani Peladang Petani & Peladang Mata Pencaharian Hasil Hutan Kry Prsh PNS/ TNI/ Polri Pertukangan I Wilayah Kalbar a. Sungkup b. Ancana c. Belaban Ella d. Nanga Siyai e. Nanga Apat f. Landau Mumbung Jumlah I II Wilayah Kalteng a. Tanjung Paku b. Tanjung Paku Km c. Riam Batang d. Tumbang Teberau e. Tumbang Kaburai f. Tanjung Batik g. Tumbang Karuei h. Tumbang Karuei Km.72 i. Tumbang Kejamai j. Kiham Batang k. Rangan Rawit Jumlah II Jumlah I+II Sumber : Data Monografi Desa PT SBK, 2004 Total Sebagian besar tingkat pendidikan dari masyarakat di sekitar kawasan hutan tersebut masih sangat rendah. Keadaan tingkat pendidikan yang rendah ini menyebabkan sulitnya mencari pekerjaan, selain bertani secara tradisional. Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 5.

34 Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng. Tingkat Pendidikan No Desa/Dusun I Wilayah Kalbar Blm Sekolah (0-13 thn) TK/ SD Tdk Tmt. SD Tmt SD SLTP Tdk Tmt. SLTP a. Sungkup b. Ancana c. Belaban Ella d. Nanga Siyai e. Nanga Apat f. Landau Mumbung Jumlah I II Wilayah Kalteng a. Tanjung Paku b. Tanjung Paku Km c. Riam Batang d. Tumbang Teberau e. Tumbang Kaburai f. Tanjung Batik g. Tumbang Karuei h. Tumbang Karuei Km i. Tumbang Kejamai j. Kiham Batang k. Rangan Rawit Jumlah II Jumlah I+II Sumber : Data Monografi Desa PT SBK, 2004 Tmt SLTP SLTA Tidak tmt. SLTA Tamat SLTA Aka./PT Tidak Tmt. Aka/PT Tamat Aka./PT Jumlah 21

35 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden yang diambil berasal dari tiga desa terdiri atas dua desa di dalam kawasan hutan PT SBK Unit Seruyan, yaitu Desa Tanjung Paku dan Desa Tumbang Kaburai, dan satu desa di luar kawasan hutan yaitu Desa Nanga Siai. Distribusi responden berdasarkan kelompok disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan lokasi desa Lokasi Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Desa di dalam kawasan hutan Ds. Tanjung Paku 15 48,39 Ds. Tumbang Kaburai 6 19,35 Desa di luar kawasan hutan Ds. Nanga Siai 10 32,26 Total Umur Responden Kisaran umur responden di tiga desa terpilih yaitu tahun dengan rata-rata umur responden di Desa Tanjung Paku adalah 46 tahun, di Desa Tumbang Kaburai adalah 43 tahun dan di Desa Nanga Siai adalah 48 tahun. Distribusi jumlah responden berdasarkan umurnya diasajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur Jumlah Responden (%) No Umur Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai Rata-rata , , , ,66 16, , ,67 16,67 0 6, ,67 33, , , ,35 7 >50 33, ,03 Total Sebagian besar kisaran umur responden di Desa Tanjung Paku adalah diatas 50 tahun (33,33%), responden Desa Tumbang Kaburai antara tahun dan tahun (33,33%), dan responden Desa Nanga Siai berumur diatas 50 tahun (40%). Secara umum kisaran umur masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK Unit Seruyan adalah diatas 50 tahun (29,03%). Bakir dan Manning (1984)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI

BAB III KONDISI UMUM LOKASI BAB III KONDISI UMUM LOKASI 3.1 Letak Geografis dan Luas Areal Berdasarkan letak geografis, areal PT. SBK blok sungai Delang terletak pada posisi 01 24-01 59 Lintang Selatan dan 114 42-111 18 Bujur Timur,

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 40 IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Pengelolaan Hutan Pengusahaan hutan atas nama PT. Sari Bumi Kusuma memperoleh izin konsesi pengusahaan hutan sejak tahun 1978 sejak dikeluarkannya Forest

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, antara lain: Rencana Aksi Koridor Halimun Salak (2009-2013) (BTNGHS 2009) dan Ekologi Koridor Halimun Salak (BTNGHS

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI SISTEM SILVIKULTUR TPTII DALAM KERANGKA

DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI SISTEM SILVIKULTUR TPTII DALAM KERANGKA DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI SISTEM SILVIKULTUR TPTII DALAM KERANGKA REDD Deforestrasi yang terjadi di daerah tropis diduga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR A. Latar Belakang dan Dasar Pelaksanaan Kebakaran pada Kawasan Hutan

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA (Studi Kasus : Desa Horale, Desa Masihulan, Desa Air Besar, Desa Solea dan Desa Pasahari) WISYE SOUHUWAT DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) (Kasus di Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) Pudy Syawaluddin E14101052 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sancang, Kecamatan Cibalong,, Jawa Barat, merupakan kawasan yang terletak di Selatan Pulau Jawa, yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Hutan Sancang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam kelompok Alas Kusuma Group berdasarkan Surat Keputusan IUPHHK

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH Oleh Fajar Munandar E.14102901 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Taman Hutan Raya Pancoran Mas secara administratif terletak di Kota Depok, Jawa Barat. Luas Tahura Pancoran Mas berdasarkan hasil pengukuran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 17 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Wilayah Kecamatan Pamarican memiliki 13 Desa dengan luasan sebesar 10.400 ha. Batas-batas geografi wilayah administrasi di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Areal PT. Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam kelompok Alas Kusuma Group berdasarkan Surat Keputusan Hak Pengusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci