2 LEMBAR PENGESAHAN TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PEMILIKAN RUMAH ANTARA CONOCOPHILLIPS INDONESIA INC LTD DAN KARYAWANNYA S K R I P S I Diajukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 LEMBAR PENGESAHAN TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PEMILIKAN RUMAH ANTARA CONOCOPHILLIPS INDONESIA INC LTD DAN KARYAWANNYA S K R I P S I Diajukan"

Transkripsi

1 TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PEMILIKAN RUMAH ANTARA CONOCOPHILLIPS INDONESIA INC LTD DAN KARYAWANNYA S K R I P S I Diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH : REZA FAHLEVI DEPARTEMEN PERDATA DAGANG FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 2 LEMBAR PENGESAHAN TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PEMILIKAN RUMAH ANTARA CONOCOPHILLIPS INDONESIA INC LTD DAN KARYAWANNYA S K R I P S I Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : REZA FAHLEVI DEPARTEMEN PERDATA DAGANG Disetujui oleh : Ketua Departemen Hukum Perdata Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH, MS. NIP: Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH., MS. NIP : NIP : PUSPA MELATI, SH, M.Hum

3 3 ABSTRAKSI Skripsi ini penulis beri judul : Tinjauan Hukum terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah antara ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan Karyawannya. Rumah yang dimaksudkan dalam skripsi ini yaitu rumah ataupun apartemen yang menjadi tempat tinggal karyawan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd. Dalam perjanjian pemilikan rumah tersebut, pihak perusahaan yaitu ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd menyediakan sejumlah dana kepada karyawannya, namun tidak keseluruhan, melainkan hanya karyawan yang memenuhi persyaratan, untuk digunakan karyawan sesuai dengan tujuan dana tersebut diberikan. Hal ini tak ubahnya seperti pinjaman atau kredit pemilikan rumah pada instistusi bank. Bedanya pada bank, pihak peminjam dibebankan sejumlah uang diluar hutang pokok yang disebut bunga, sedangkan pada ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd tidak dibebankan bunga atas dana yang dipinjamkan. Besarnya dana yang diberikan dihitung berdasar indeks prestasi kerja dan masa kerja aktif selama pekerja bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Pekerja wajib melunasi pinjaman tersebut dengan menyisihkan 25 % dari penghasilan nya/bulan sampai dengan hutang tersebut lunas. Perjanjian ini dapat dikategorikan sebagai perjanjian pinjam-meminjam, dalam hal ini perjanjian pinjam uang. Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang dapat kita kupas, diantaranya adalah bagaimana prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi karyawan/peminjam untuk memperoleh pinjaman pemilikan rumah tersebut. Kemudian bagaimana bentuk dan isi perjanjian pemilikan rumah dimaksud, serta hak dan kewajiban para pihak yang tertuang dalam perjanjian pemilikan rumah. Apakah perjanjian ini mempunyai kapasitas untuk bersikap seimbang dalam melindungi para pihak yang terlibat dalam perjanjian pemilikan rumah dimaksud. Di samping itu, dibahas juga mengenai bagaimana wanprestasi dan akibat hukum yang terjadi dalam perjanjian pemilikan rumah, serta penyelesaian sengketa yang terjadi di antara para pihak. Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian, yaitu penelitian kepustakaan (Library Reseacrh) dengan menggunakan Kitab Undang-Undang, Peraturan Perundang-undangan, buku-buku teks, kutipan situs internet, dan sebagainya. Penulis juga menggunakan penelitian lapangan (Field Research) yaitu dengan melakukan pendekatan langsung pada sumbernya dengan melakukan kunjungan ke Kantor Pusat ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd di Jakarta dan melakukan tanya jawab dengan salah satu karyawan perusahaan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd. Hal ini sangat banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan serta memberi keterangan dalam menjawab permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Penulis berpendapat fasilitas yang diberikan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd kepada karyawannya merupakan terobosan brilian yang harus ditiru oleh perusahaan lain, karena memberikan manfaat yang begitu besar bagi pembangunan masyarakat Indonesia sepenuhnya dan manusia Indonesia seutuhnya sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya menusia di Indonesia.

4 4 KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat memulai dan menyelesaikan skripsi ini, sehingga penulis berkesempatan memenuhi salah satu kewajiban bagi melengkapi syaratsyarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini penulis beri judul : Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah antara ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan Karyawannya.. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya ilmiah ini penulis akan dihadang banyak kesulitan dan rintangan, baik karena keterbatasan literatur maupun karena beberapa hal lainnya. Namun demikian, didorong oleh rasa ingin tahu secara lebih dekat serta hasrat untuk menyajikan sesuatu karya ilmiah yang memiliki warna tersendiri, maka penulis dalam segala kedangkalan dan keterbatasannya berusaha memulai dan menyelesaikan skripsi ini dengan harapan kiranya dapatlah sekedar memberi variasi guna menambah perbendaharaan khazanah skripsi ini pada almamater penulis disamping menambah wawasan pengetahuan penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tak ada pengetahuan penulis yang dapat diandalkan kecuali hanya sekedar kesungguhan dan ketekunan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon kemurahan pembaca agar kiranya sudi memberikan tegur sapa dan kritik membangun bagi penyempurnaan karya ilmiah ini. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka dengan hati yang ikhlas dan penuh hormat penulis menghanturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS., selaku Ketua Departemen Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, merangkap sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan masukan bagi penulis guna kesempurnaan skripsi ini.

5 5 2. Ibu Puspa Melati, SH. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bermurah hati untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. 3. Bapak/Ibu Dosen serta Asisten dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik penulis selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara- Medan. 4. Semua teman sejawat khususnya bagi teman-teman stambuk 2004 yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus ucapan terima kasih dengan penuh hormat dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis alamatkan kepada Ayah dan Ibu, teristimewa kepada Ayah yang dengan sabar, serta tidak jemu-jemunya mendampingi dan mendengar penulis dalam melakukan penelitian di sela-sela waktu luangnya. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu, yang dengan bersusah payah dan penuh sabar telah mengasuh, membimbing, dan membiayai penulis sehingga dapat melintasi berbagai jenjang pendidikan, mulai prasekolah sampai perguruan tinggi. Semoga kiranya apa yang telah penulis sajikan dalam skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua Medan, Maret Hormat Penulis, REZA FAHLEVI NIM.

6 6 DAFTAR ISI Abstraksi... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 4 D. Keaslian Penulisan... 6 E. Tinjauan Kepustakaan... 6 F. Metode Penulisan... 8 G. Sistematika Penulisan... 9 BAB II TINJAUAN MENGENAI HUKUM PERJANJIAN A. Perjanjian sebagai Sumber Perikatan B. Macam-Macam Perikatan C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian D. Jual Beli dan Pinjam Meminjam sebagai Perjanjian Khusus.. 35 BAB III BEBERAPA HAL TENTANG CONOCOPHILLIPS INDONESIA inc Ltd A. Deskripsi Perusahaan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan Terbentuknya di Indonesia B. Bentuk Badan Hukum Perusahaan ConocoPhillips Indonesia IncLtd... 45

7 7 C. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PEMILIKAN RUMAH ANTARA CONOCOPHILLIPS INDONESIA Inc Ltd DAN KARYAWANNYA A. Prosedur dan Persyaratan Memperoleh Pinjaman Pemilikan Rumah/Program Bantuan Kepemilikan Rumah B. Bentuk dan Isi Perjanjian Pemilikan Rumah C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pemilikan Rumah Pemilikan Rumah dan Akibat Hukumnya D. Wanprestasi dalam Perjanjian Pemilikan Rumah dan Akibat Hukumnya BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 82

8 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, baik untuk tempat tinggal, tempat usaha, perkantoran dan lain sebagainya. Rumah dapat dijadikan agunan hutang. Rumah juga bisa dialihkan, diperjualbelikan, dihibahkan, disewakan dan diwariskan. Sebagian besar masyarakat beranggapan memiliki rumah sebagai tempat tinggal adalah suatu hal yang sangat urgen dan mendesak. Anggapan ini bukan suatu hal yang muluk-muluk, karena di saat perekonomian negara yang tengah mengalami kemunduran dan di saat harga akan kebutuhan sehari-hari mulai sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat, serta ketersediaan lahan/tanah yang semakin terbatas, hal ini merupakan sinyal akan pentingnya rumah bagi masyarakat sebagai tempat untuk berdiam, tempat untuk berlindung, tempat untuk memulai kehidupan serta merencanakan setiap agenda kehidupan. Belum lagi kekhawatiran akan harga dari rumah di masa mendatang yang terus bergerak naik seiring dengan pergerakan harga tanah. Masalah perumahan merupakan suatu masalah yang sangat rumit dan sangat kompleks, karena menyangkut banyak hal seperti keadaan sosial, budaya, ekonomi, ditambah lagi meningkatnya jumlah penduduk, dan berbagai hal lain yang kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan kaitannya satu dengan yang lain.

9 9 Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, ditetapkan bahwa pembangunan perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan, memberi arah pada pertumbuhan wilayah, dan memperluas lapangan pekerjaan, serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Perumahan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa serta perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat 2 yakni Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun demikian, belum semua anggota masyarakat dapat menikmati atau memiliki rumah yang layak, sehat, aman, dan serasi. Upaya pembangunan perumahan dan pemukiman harus terus ditingkatkan, dikarenakan kebutuhan terhadap perumahan merupakan hal yang sangat mendesak apalagi jika dilihat dari angka laju pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun satu hal yang perlu dicatat, idealnya upaya ini harus diwujudkan dengan menyediakan perumahan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat terutama golongan masyarakat menengah ke bawah dan dengan tetap memperhatikan persyaratan minimum bagi perumahan atau pemukiman yang layak, sehat, aman, dan serasi. Pemerintah juga harus mendorong peran serta masyarakat terutama pihak swasta untuk senantiasa menyalurkan dana ke masyarakat dengan berbagai kemudahan dan keringanan sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian

10 10 dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat dilihat pada apa yang telah dilakukan oleh institusi-institusi bank baik bank pemerintah maupun bank swasta nasional, melalui pemberian kredit atau pinjaman yang dikenal dengan istilah Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Namun pemberian kredit tidak terlepas dari prinsip pemberian kredit yang dilakukan oleh bank yaitu penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan modal, agunan dan prospek usaha debitur. Dewasa ini mulai ada institusi-institusi bukan bank yang menyalurkan dananya ke masyarakat dan memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah sebagai tempat tinggal. Bahkan disini, mereka mempunyai nilai keuntungan yang cukup berpihak kepada debitur, dimana mereka meniadakan bunga atas dana yang mereka pinjamkan. Melainkan hanya hutang pokok yang harus dilunasi oleh debitur. Hal ini dapat kita lihat pada ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd yang memberikan fasilitas semacam itu kepada pekerjanya. Fasilitas itu mereka namakan dengan istilah Program Bantuan Kepemilikan Rumah/Home Owneship Assistance Program (HOAP). Penulis merasa tertarik dan terpanggil untuk meneliti dan menelaah segisegi hukum yang timbul dari fenomena di atas, yaitu dalam segi hukum perjanjian terutama ditinjau dari perjanjian pinjaman, dengan titik berat pembahasan terletak pada bagaimana pelaksanaan perjanjian pinjaman tersebut. Demikianlah akhirnya penulis menyajikan sebuah tulisan ilmiah yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengamatan menyangkut segi-segi hukum perjanjian dalam perjanjian pemilikan rumah antara ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan karyawannya sehingga maka tulisan ilmiah ini penulis turunkan dengan menggunakan judul:

11 11 Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah antara ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan Karyawannya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dan hasil penelitian meliputi penelitian dokumen dan penilitian kepustakaan yang bersangkut paut dengan perjanjian pemilikan rumah ini, maupun hasil pengamatan yang penulis lakukan, penelitian dibatasi dalam beberapa ruang lingkup yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prosedur dan persyaratan memperoleh pinjaman pemilikan rumah/program bantuan kepemilikan rumah? 2. Bagaimana bentuk dan isi dari perjanjian pemilikan rumah tersebut? 3. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemilikan rumah? 4. Bagaimana terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pemilikan rumah serta akibat hukumnya? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan pembahasan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan memperoleh pinjaman pemilikan rumah/program bantuan kepemilikan rumah.

12 12 2. Untuk mengetahui bentuk dan isi dari perjanjian pemilikan rumah antara ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan karyawannya. 3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemilikan rumah. 4. Untuk mengetahui wanprestasi serta akibat hukum yang ditimbulkan dalam perjanjian pemilikan rumah. Dengan penulisan ini diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut: a) Manfaat secara umum adalah: i) Kegunaan Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap suatu ilmu hukum dan dapat menambah bahan kepustakaan, khususnya tentang pengaturan hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Pemilikan Rumah. ii) Kegunaan Praktis: Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para praktisi hukum dan masyarakat mengenai tinjauan hukum terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah antara suatu perusahaan dengan karyawannya. b) Manfaat pribadi adalah : Penulisan ini menambah pengetahuan penulis lebih mendalam mengenai tinjauan hukum terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah antara suatu perusahaan dengan karyawannya. Penulisan ini bermanfaat dalam hal pemenuhan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum.

13 13 D. Keaslian Penulisan Sepanjang pengetahuan penulis mengenai penulisan skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah antara ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan Karyawannya, belum pernah ada dalam arsip Perpustakaan USU. Oleh karena itu tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan Perjanjian pemilikan rumah, tidak ditemukan pengaturannya dalam KUH Perdata, melainkan perjanjian ini merupakan perjanjian yang lahir dari kebutuhan akan suatu perangkat hukum perikatan di masyarakat yang berkenaan dengan pemberian pinjaman untuk kepemilikan rumah. Perjanjian atau verbintenis adalah hubungan hukum rechtsbetrekking yang oleh itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Yahya Harahap mengemukakan bahwa perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Menurut R. Subekti, Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan dalam Pasal 1313 Buku III KUH Perdata dikatakan Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari beberapa definisi di atas, ada unsur yang sangat melekat pada definisi perjanjian itu sendiri yaitu hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan

14 14 antara dua orang atau lebih, yang memberi hak kepada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Riduan Syahrani dalam bukunya yang berjudul Seluk Beluk dan Asas-Asas hukum Perdata mengemukakan bahwa hukum perjanjian dari KUH Perdata menganut asas konsensualisme. Artinya ialah : hukum perjanjian dari KUH Perdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagaimana dimaksudkan di atas. Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang kemudian atau yang sebelumnya. Pasal 1338 KUH Perdata menerangkan bahwa, segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang untuk mereka yang membuatnya. Dengan kata lain bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan Undang-Undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Pasal 1338 KUH Perdata juga menyatakan bahwa, semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Bahwa cara menjalankan suatu perjanjian tidak bertentangan dari kepatutan dan keadilan. Dalam perjanjian pemilikan rumah yang dikaji dalam skripsi ini, ditemukan pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut adalah ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan karyawan. ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd merupakan suatu badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing. Adapun definisi Penanaman Modal Asing dalam Undang-Undang

15 15 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Dalam perjanjian ini ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd membuat kesepakatan dengan karyawannya untuk menyediakan dana kepada karyawannya yang memenuhi persyaratan untuk keperluan kepemilikan rumah karyawannya tersebut. Karyawan mempunyai kewajiban untuk melunasi pinjaman yang diberikan dengan menyisihkan 25 % dari penghasilan perbulannya tanpa dikenakan bunga atas total pinjaman yag diberikan. F. Metode Penulisan Guna merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai suatu tulisan ilmiah diperlukan suatu metode penulisan. Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penulisan, maka penulisan ini bersifat deskriptif analistis. Deskriptif maksudnya menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum terhadap objek penelitian yaitu Perjanjian Pemilikan Rumah. Analistis maksudnya data hasil penelitian terlebih dahulu diolah kemudian diuraikan secara cermat tinjauan hukum terhadap pelaksanaan perjanjian pemilikan rumah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

16 16 Yaitu dengan melakukan penelitian tentang literatur yang telah diseleksi terlebih dahulu guna mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah yang digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan fakta penelitian. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan dan produk hukum lainnya, diantaranya seperti Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Keputusan Menteri (Kepmen). Sedangkan bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang dapat berupa buku-buku teks, kamus hukum, maupun artikel-artikel ilmiah tentang hukum yang terkait dengan Tema penulisan skripsi ini. 2. Penelitian Lapangan ( Field Research) Yaitu dengan melakukan pendekatan-pendekatan langsung pada sumbernya dalam praktek perjanjian pemilikan rumah suatu perusahaan dengan karyawannya, dalam kaitan ini ialah karyawan perusahaan yang bersangkutan. G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. BAB I : merupakan bab Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II : merupakan bab yang membahas mengenai Tinjauan Mengenai Hukum Perjanjian. Dalam bab ini penulis menguraikan tentang perjanjian

17 17 sebagai sumber perikatan, macam-macam perikatan, syarat-syarat sahnya perikatan serta jual-beli dan pinjam-meminjam sebagai suatu perjanjian khusus. 3. BAB III : merupakan pembahasan mengenai beberapa hal tentang ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd. Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai deskripsi perusahaan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan terbentuknya di Indonesia, bentuk badan hukum perusahaan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd, serta struktur organisasi dan manajemen perusahaan ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd. 4. BAB IV : merupakan pembahasan mengenai Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah antara ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd dan Karyawannya. Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai prosedur dan persyaratan memperoleh pinjaman pemilikan rumah/program bantuan kepemilikan rumah, bentuk dan isi dari perjanjian pemilikan rumah, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemilikan rumah, serta mengenai terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pemilikan rumah tersebut dan akibat hukumnya, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. 5. BAB V : merupakan pembahasan mengenai Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang dipetik dari uraian-uraian bab terdahulu yang telah diuji keabsahannya berdasarkan data-data yang telah diperoleh. Selanjutnya dalam bab ini penulis memberikan beberapa saran yang kiranya mungkin berguna sebagai informasi bagi kalangan akademis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

18 18 BAB II TINJAUAN MENGENAI HUKUM PERJANJIAN A. Perjanjian Sebagai Sumber Perikatan Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian : suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 1 Sedangkan dalam Pasal 1313 Buku III KUH Perdata dikatakan Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari kedua pengertian singkat di atas kita jumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak kepada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Perjanjian atau verbintenis adalah hubungan hukum rechtsbetrekking yang oleh itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perorangan adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum. Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan hukum yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian, hubungan hukum antara pihak yang satu 1 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hal.6.

19 19 dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum (rechtshandeling). Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak lain yang menimbulkan hubungan hukum dalam perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itu pun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh hak (recht) dan pihak sebelah lagi memikul kewajiban (plicht) menyerahkan atau menunaikan prestasi yang menurut undang-undang berupa : 1) Memberikan sesuatu 2) Melakukan suatu perbuatan 3) Tidak melakukan suatu perbuatan. Perikatan oleh buku III KUH Perdata didefinisikan sebagai Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Hubungan hukum disini artinya hak orang/pihak tersebut dijamin oleh Hukum, yaitu apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi secara sukarela maka pihak debitur dapat dituntut dimuka Pengadilan. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau debitur. Perkataan Perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan Perjanjian, sebab dalam buku III diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige

20 20 daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari buku III KUH Perdata ditujukan pada perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Sumber-sumber perikatan, oleh Undang-Undang diterangkan bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (perjanjian) atau dari Undang-Undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Perikatan yang lahir dari Undang-Undang dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari Undang-Undang saja (Pasal 1352 KUH Perdata) dan yang lahir dari Undang-Undang karena suatu perbuatan orang. Yang terakhir ini dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperbolehkan dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum (Pasal 1353 KUH Perdata). Pasal 1338 KUH Perdata menerangkan bahwa, segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang untuk mereka yang membuatnya. Dengan kata lain bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan Undang-Undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Pasal 1338 KUH Perdata juga menyatakan bahwa, semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Bahwa cara menjalankan suatu perjanjian tidak bertentangan dari kepatutan dan keadilan. Lebih lanjut mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian akan dibahas pada sub bab III pada bab ini.

21 21 B. Macam-Macam Perikatan Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Di samping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagai macam perikatan lain yang akan diuraikan dalam pembahasan berikut ini. 1) Perikatan Bersyarat Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Suatu perjanjian yang demikian itu menggantungkan kepada adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan. Contoh jika seseorang X berjanji untuk membeli mobil jika ia lulus ujian, disini dapat dikatakan bahwa jual beli itu hanya dapat terjadi jika X lulus ujian. Kedua, mungkin untuk memperjanjikan, bahwa suatu perikatan yang sudah akan berlaku, akan dibatalkan jika kejadian yang belum tentu itu timbul. Disini dikatakan perjanjian itu digantungkan kepada syarat pembatalan (ontbindende voorwaarde). Undang-Undang menetapkan bahwa suatu perjanjian sudah batal (nietig), jika mengandung suatu ikatan yang digantungkan kepada suatu syarat yang mengharuskan suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan yang sama sekali tidak mungkin untuk dilakukannya atau yang bertentangan dengan Undang- Undang dan kesusilaan. Tapi berbeda halnya dalam pewarisan, yaitu suatu saat yang demikian jika dicantumkan dalam testamen tidak menyebabkan batalnya testamen, tetapi dianggap syarat yang demikian itu tidak ada, sehingga surat wasiat itu berlaku dengan tidak mengandung syarat. Selanjutnya, diterangkan

22 22 bahwa, tiap perjanjian yang mengandung kewajiban timbal balik, kelalaian salah satu pihak sudah merupakan syarat batalnya perjanjian yang tercantum dalam pasal 1266 KUH Perdata. 2) Perikatan yang Digantungkan pada Suatu Ketetapan Waktu (tijdsbepaling) Perbedaan antara suatu syarat dengan perbedaan waktu, yaitu yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang tidak akan pasti akan datang, meskipun belum tentu kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. Contoh suatu perikatan yang ditentukan pada suatu ketetapan waktu tertentu adalah perjanjian perburuhan, hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu. 3) Perikatan yang Memperbolehkan Memilih (Alternatif) Ini adalah suatu perikatan dimana terdapat dua macam atau lebih prestasi sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana yang akan ia lakukan. Misalnya, seseorang dapat memilih, akan berlibur ke Bali atau ke Hawai jika ia dapat melakukan suatu hal tertentu. 4) Perikatan Tanggung-Menanggung (hoiofdelijk tatau solidair) Ini adalah perikatan dimana beberapa orang bertindak sebagai yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Perikatan tanggung-menanggung lazim diperjanjikan sebelumnya dalam suatu perjanjian dan harus diperjanjikan secara tegas terlebih dahulu (uitdrukklijk). Tetapi ada kalanya juga perikatan tanggung-menanggung ini diterangkan dalam KUH Perdata, mengenai beberapa orang bersama-sama meminjam suatu barang, mengenai suatu orang menerima penyuruhan (lastgeving) dari beberapa orang.

23 23 5) Perikatan yang Dapat Dibagi dan Perikatan yang Tidak Dapat Dibagi Apakah suatu perikatan dapat dibagi? Atau bahkan tidak dapat dibagi sama sekali? Jawabannya tergantung pada mungkin tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud dari kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Persoalan dapat atau tidak dapat dibagi suatu prestasi timbul kemudian, jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain yang biasanya karena kematian yang digantikan oleh ahli warisnya. Pada asasnya jika tidak diperjanjikan suatu perikatan tidak boleh dibagibagi, sebab si berpiutang selalu berhak menuntut pemenuhan perjanjian untuk sepenuhnya dan tidak usah menerima pembayaran sebagian demi sebagian. 6) Perikatan dengan Penetapan Hukuman (strafbeding) Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan hukuman jika ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak dalam perjanjian itu. Dan hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman jika sebagian telah dipenuhi. 2 7) Perikatan-Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang Dalam Pasal 1352 KUH Perdata dikatakan bahwa Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang, timbul dari Undang-Undang saja atau dari Undang-Undang sebagai akibat dari perbuatan orang. 2 2 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIX, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal

24 24 Yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dari Undang-Undang saja ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Seperti yang terdapat pada Buku I KUH Perdata, misalnya kewajiban seorang anak yang mampu, untuk memberikan nafkah kepada orang tuanya yang berada dalam keadaan miskin. Perikatan yang lahir dari Undang-Undang karena suatu perbuatan orang ialah pertama timbul jika seseorang melakukan sesuatu pembayaran yang tidak diwajibkan (Pasal 1359 ayat 1). Perbuatan yang demikian ini menerbitkan suatu perikatan, yaitu memberikan hak kepada orang yang telah membayarkan itu untuk menuntut kembali apa yang telah dibayarkan dan meniadakan kewajiban untuk mengembalikan pembayaran-pembayaran itu. Suatu perikatan yang lahir dari Undang-Undang karena perbuatan yang diperbolehkan dinamakan zaakwaarneming (Pasal 1354 KUH Perdata). Ini terjadi jika seseorang dengan sukarela dan dengan tidak diminta mengurus kepentingan-kepentingan orang lain. Misalnya, orang yang sedang berpergian, dengan memelihara kebunnya, membasmi kebakaran yang timbul di rumahnya dan sebagainya. Dalam tindakan keluar, orang yang melakukan pengurusan kepentingan orang lain itu dapat bertindak atas nama sendiri atau dapat bertindak atas nama orang yang berkepentingan. Dari perbuatan yang dinamakan zaakwaarneming ini terbitlah suatu kewajiban bagi orang yang melakukan pengurusan untuk meneruskan pengurusan itu sampai orang yang berkepentingan telah kembali ke tempatnya. Jika pengurusan itu dilakukan dengan baik orang yang berkepentingan wajib mengembalikan segala biaya yang dikeluarkan, dan ia

25 25 diwajibkan pula memenuhi semua perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingannya. Perihal perikatan yang lahir dari Undang-Undang karena suatu perbuatan yang melanggar hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Pasal ini menjelaskan bahwa, tiap perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) mewajibkan orang yang melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian, untuk membayar kerugian itu. Dalam Pasal 1367 KUH Perdata seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau orangorang yang berada di bawah pengawasannya. Lazimnya pasal ini diartikan terbatas (limitatif), yaitu seseorang dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatan orang lain, dalam hubunganhubungan dan hal-hal sebagai berikut : a. Orang tua atau wali untuk anak yang belum dewasa yang tinggal pada mereka dan mereka melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian padanya. b. Majikan untuk buruhnya, dalam melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka. c. Guru sekolah dan kepala tukang untuk murid dan tukangnya selama mereka ini dalam pengawasan mereka.

26 26 C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih 3 3. Perjanjian merupakan sumber perikatan atau dengan kata lain perikatan biasa lahir dari perjanjian. Perikatan merupakan suatu perbuatan hukum antara dua pihak, dimana para pihak menuntut sesuatu dari pihak lain yang mempunyai kewajiban memenuhi tuntutan ini. Dalam arti luas perjanjian berarti setiap perikatan yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak. M. Yahya Harahap berpendapat, Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi 4.Menurut R. Subekti, Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal 5 Dari pendapat para sarjana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling berjanji yang masing-masing pihak mengikatkan diri di dalamnya dan mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Syarat sahnya perjanjian tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata antara lain yaitu : 5. 3 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke- XXXI PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2001 hal M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1986, hal.6 5 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan XIV, PT. Intermasa, Jakarta, 1996, hal.1

27 27 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Mengenai suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Dari Pasal 1320 KUH Perdata di atas dapat dilihat adanya syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif dan dua syarat terakhir dinamakan syarat objektif. Perbedaan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam dua kelompok ini oleh banyak ahli hukum digunakan untuk mengetahui apakah perjanjian itu batal demi hukum (voib ab initio) atau perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya (voidable). Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian yang dari semula sudah batal, hal ini berarti tidak pernah ada perjanjian tersebut, sedangkan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya adalah perjanjian yang dari semula berlaku tetapi perjanjian ini dapat dimintakan pembatalannya dan apabila tidak dimintakan pembatalannya maka perjanjian ini tetap berlaku. Para ahli hukum Indonesia, umumnya berpendapat bahwa dalam hal syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, sedangkan dalam hal syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu bukan batal demi hukum melainkan dapat diminta pembatalannya. Dengan kata lain perjanjian ini sah atau mengikat selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan yang berhak meminta pembatalannya. Dari pendapat umum para ahli hukum dapat disimpulkan bahwa syaratsyarat sahnya perjanjian subjektif bukanlah merupakan syarat mutlak karena perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif tetap mengikat atau sah,

28 28 sepanjang belum dinyatakan tidak sah oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan. Hal yang sangat perlu diperhatikan berkaitan dengan syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu : Ad.1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri Sepakat yang dimaksudkan tersebut bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju, seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan seperti; setuju, oke, dan lain-lain sebagainya ataupun dengan bersama-sama menaruh tanda tangan di bawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan itu. 6 Hukum perjanjian dari KUH Perdata menganut asas konsensualisme. Artinya ialah : hukum perjanjian dari KUH Perdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagaimana dimaksudkan diatas. Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Penerbit Kencana, Jakarta, 2004, hal Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hal. 70.

29 29 Sepakat antara para pihak yang mengadakan persetujuan itu harus tanpa cacat, apabila tidak demikian dapat dimintakan pembatalannya ke Pengadilan. Adapun yang dimaksud dengan cacat ialah meliputi kekhilafan, paksaan, dan penipuan. a. Kekhilafan Kekhilafan yang dimaksud di atas adalah jika salah satu pihak khilaf tentang hal pokok yang diperjanjikan atau tentang sifat penting barang yang menjadi objek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kekhilafan mengenai barang misalnya seseorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Leonardo da Vinci, tetapi kemudian hanya merupakan tiruannya saja. Kekhilafan mengenai orang misalnya jika seorang promotor musik mengadakan kontrak dengan orang/sekelompok orang yang dikiranya sebuah grup musik terkenal padahal hanya namanya saja yang sama. b. Paksaan Yang dimaksud dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa, jadi bukanlah paksaan badan. Misal, salah satu pihak karena diancam atau diteror terpaksa menyetujui suatu perjanjian. Yang dipersoalkan disini adalah orang memberikan persetujuan namun tidak secara bebas melainkan karena akan dianiaya atau akan dibuka suatu rahasia kalau ia tidak menyetujui suatu perjanjian. Yang diancamkan itu harus suatu perbuatan yang terlarang dan paksaan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga. Ancaman atau paksaan itu harus menimbulkan rasa takut pada orang yang normal. Harus ada rasa khawatir akan

30 30 menderita kerugian mengenai dirinya, ialah tidak hanya kehilangan jiwanya, melainkan kehilangan keselamatan, kehormatan, jabatan, dan kebebasannya. c. Penipuan Penipuan terjadi jika salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya. Misalnya sepeda motor yang diperjanjikan diganti merknya, dipalsukan nomor mesinnya. Ketentuan dalam Pasal 1328 KUH Perdata menyatakan bahwa Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Ad.2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan Kecakapan untuk bertindak dalam hukum merupakan syarat subjektif dalam perjanjian yang sah dibuat antara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Subjek yang melakukan perjanjian harus cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundangundangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Subjek hukum terbagi dua yaitu manusia dan badan hukum. Dalam hal ini akan dibahas mengenai subjek hukum manusia. Menurut Pasal 1329 KUH Perdata yang berbunyi Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika ia oleh Undang-Undang tidak

31 31 dinyatakan tidak cakap 8. Jadi menurut ketentuan pasal ini, semua dianggap mampu atau cakap untuk mengikatkan diri dalam suatu persetujuan. Ketentuan dalam Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan bahwa Orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah : a. Orang-orang yang belum dewasa b. Mereka yang berada di bawah pengampuan c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu 9 Sejak tahun 1963 dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 Tanggal 4 Agustus 1963, kedudukan wanita baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah diangkat derajatnya sama dengan pria dalam mengadakan hubungan hukum dan menghadap di Pengadilan, maka ketentuan angka 3 Pasal 1330 KUH Perdata menjadi tidak berarti lagi. Kriteria dari orang yang belum dewasa dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 330 KUH Perdata yang menyatakan Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Pasal 433 KUH Perdata menyatakan bahwa Orang-orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan boros. Dalam hal ini pembentuk undang-undang memandang bahwa yang bersangkutan tidak mampu menginsyafi tanggung 9. 8 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op cit, hal R. Subekti dan R Tjitrosudibio, Op cit, hal. 284

32 32 jawabnya dan karena itu tidak dapat bertindak untuk melakukan perjanjian, maka yang mewakili masing-masing adalah orang tua dan wali pengampunya. Ad.3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Yang menjadi objek persetujuan harus sesuatu benda tertentu. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Jadi objek itu tidak boleh tidak tertentu, paling sedikit jenisnya harus ditentukan. Mungkin jumlahnya belum diketahui oleh kedua belah pihak yaitu si penjual dan si pembeli, tetapi hal ini tidak menjadi halangan untuk mengadakan persetujuan, asal saja jumlahnya kemudian dapat ditentukan atau dihitung (Pasal 1333 KUH Perdata). Ad.4. Suatu Sebab yang Halal Untuk sahnya perjanjian diisyaratkan bahwa prestasi itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 1337 jo Pasal 23 AB), maka perikatan pun tidak mungkin mempunyai isi prestasi yang dilarang oleh undang-undang Pasal 1336 KUH Perdata menyatakan, Jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada 1 yang dinyatakan, perjanjiannya namun demikian adalah sah 11. Yang dimaksud suatu sebab yang halal ialah tujuan dari persetujuan itu. Kalau tujuan yang hendak 10 Pasal 23 AB mengatakan, bahwa ; tindakan-tindakan hukum maupun perjanjian tidak dapat menyingkirkan Undang-Undang yang berkenaan dengan ketertiban umum atau tata krama (goede zeden). Atas dasar itu di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal 1337 KUHPerdata, karena disana disebutkan selain perjanjian juga tindakan hukum, tetapi dilain pihak lebih sempit, karena kebatalannya hanya kalau bertentangan dengan Undang-Undang (yang berkenaan dengan ketertiban umum dan tata krama/ goede zeden), sedang dalam Pasal 1337 disebutkan tidak hanya batal kalau bertentangan dengan undang-undang saja, tetapi juga dengan tata krama dan ketertiban umum, vide pitlo, hal R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke- XXXI PT. Pradnya Paramita, Jakarta 2001 hal. 341

33 33 dicapai persetujuan itu bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan, maka tujuan persetujuan itu adalah terlarang/tidak halal (Pasal 1337 KUH Perdata). Tentang hapusnya perikatan diatur dalam titel 4 buku III KUH Perdata. Hapusnya persetujuan berarti menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan dengan sendirinya menghapuskan seluruh perjanjian, tapi belum tentu dengan hapusnya perjanjian akan menghapus persetujuan hanya saja persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan, sebab ini berarti pelaksanaan suatu persetujuan telah dipenuhi debitur. Adapun hapusnya perikatan dalam Pasal 1381 KUH Perdata disebabkan karena : a) Pembayaran b) Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan c) Pembaharuan hutang d) Perjumpaan hutang atau kompensasi e) Percampuran hutang f) Pembebasan hutang g) Musnahnya barang yang terutang h) Kebatalan atau pembatalan i) Berlakunya suatu syarat yang batal j) Lewatnya waktu.

34 34 Ad a) Pembayaran Yang dimaksud dengan pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak saja pembayaran berupa uang juga penyerahan barang yang dijual oleh penjualnya. Pembayaran itu sah apabila pemilik berkuasa memindahkannya, pembayaran itu harus dilakukan kepada si berpiutang atau seseorang yang dikuasakan untuk menerima. Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan seperti seseorang yang turut berhutang atau seseorang penanggung hutang. Suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya si berhutang atau bertindak atas namanya sendiri asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang. Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan yang dimaksud dengan pembayaran oleh hukum perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa sehari-hari yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi walau bagaimanapun sifatnya dari prestasi itu. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan prestasi atau tegasnya adalah pembayaran. 121 Pembayaran kepada orang yang tidak berkuasa menerima adalah sah apabila kreditur telah menyetujuinya atau nyata-nyata telah memperoleh manfaat karenanya (Pasal 1338, 1385, 1386 KUH Perdata). Pembayaran harus dilakukan di tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian dan jika tidak ditetapkan dalam perjanjian maka pembayaran dilakukan di tempat barang itu berada atau di tempat tinggal kreditur 12 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni. Bandung, 1983, hal i57

35 35 atau juga di tempat tinggal debitur. Jika objek perjanjian adalah sejumlah uang maka perikatan berakhir dengan pembayaran uang. Jika objeknya benda maka perikatan berakhir setelah adanya penyerahan benda. Ad b) Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti dengan Penyimpanan / Penitipan Adakalanya kreditur menolak pembayaran yang dilakukan debitur. Hal ini disebut Mora Kreditori artinya kreditur berada dalam keadaan wanprestasi, apabila terjadi debitur dapat menuntut pemutusan dan pembatalan perjanjian ataupun menuntut ganti rugi. Kemungkinan bahwa perjanjian yang telah dibuat oleh kreditur dan debitur apabila pembayaran tidak segera dilakukan seperti pada perjanjian untuk menyerahkan barang atau uang yang memakai bunga tinggi maka dalam hal ini debitur harus melakukan pembayaran, tetapi apabila kreditur menolak pembayaran ini maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai dengan perantaraan hakim Pengadilan Negeri setempat, dalam hal ini dilakukan oleh juru sita dan notaris. Apabila penawaran tunai ini diterima maka selesailah perikatan itu, tetapi kalau ditolak debitur dapat meminta pada pengadilan agar penawaran pembayaran tunai itu disahkan dan dilanjutkan dengan penitipan barang di pengadilan. Ad c) Pembaharuan Hutang atau Novasi Pembaharuan hutang lahir atas dasar persetujuan para pihak untuk membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama dengan perjanjian yang baru. Dalam Pasal 1381 KUH Perdata yang menegaskan bahwa novasi merupakan salah satu cara menghapuskan perikatan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. lebih. Perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. lebih. Perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan suatu kata yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Dengan mendengar sebuah kata perjanjian maka kita akan langsung berfikir bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat dewasa ini semakin luas, dimana kebutuhan tersebut tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan yang lain seirng

Lebih terperinci

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) A. DASAR-DASAR PERIKATAN 1. Istilah dan Pengertian Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah Perikatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan usaha-usaha yang dapat menghasilkan barang-barang

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN 2.1. Perjanjian 2.2.1. Pengertian Perjanjian Sebelum berbicara masalah perjanjian Utang piutang terlebih dahulu dijelaskan apa yang

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA Oleh : Gostan Adri Harahap, SH, M.Hum Dosen STIH Labuhanbatu, Rantau Prapat Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA A. Pengertian Perjanjian Sewa-Menyewa Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. pengaturan yang berbeda-beda, Buku I mengenai perorangan (personenrecht),

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. pengaturan yang berbeda-beda, Buku I mengenai perorangan (personenrecht), 14 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Pengaturan mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III KUH Perdata (selanjutnya disebut dengan KUH Perdata) yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-Jenis Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Untuk membuat suatu perjanjian hendaknya kita lebih dulu memahami arti dari perjanjian tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan verbintenis, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala ketentuan umumnya didasarkan pada ajaran umum hukum perikatan yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA 51 BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA A. Pengertian Perjanjian pada Umumnya Perjanjian adalah suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat hukum yang timbul dari kelalaian

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. atau. lebih. di antaranya : pembayaran. Naturalia

HUKUM PERJANJIAN. atau. lebih. di antaranya : pembayaran. Naturalia DASAR-DASAR HUKUM PERJANJIAN A. PERJANJIANN PADA UMUMNYA Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan manaa satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadapp satu orang lain atauu lebih

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas BAB II LANDASAN TEORI A. RUANG LINGKUP PERJANJIAN 1. Pengertian Perjanjian Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci