BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LI AN. selama-lamanya, atau karena yang bersumpah li anitu dalam kesaksiannya yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LI AN. selama-lamanya, atau karena yang bersumpah li anitu dalam kesaksiannya yang"

Transkripsi

1 35 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LI AN A. Pengertian Li an Kata li andiambil dari kata al-la nu yang artinya jauh dan laknat atau kutukan 58, disebut demikian karena suami istri yang saling berli an itu berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan diharamkan berkumpul sebagai suami istri untuk selama-lamanya, atau karena yang bersumpah li anitu dalam kesaksiannya yang kelima menyatakan bersedia menerima laknat (kutuk) Allah jika pernyataannya tidak benar. 59 Secara terminologi li anmerupakan suatu ucapan sumpah yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya dengan lima kali sumpah dan pada sumpah yang terakhir suami mengucapkan sumpah yang diikuti dengan laknat kepadanya jika dia dusta. 60 Menurut istilah Hukum Islam, li an adalah sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan empat kali kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah kesaksian kelima disertai persyaratan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah jika ia berdusta dalam tuduhannya itu Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Kencana, Bogor, 2003, hlm Ibid., hlm Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuh, Dar al-fikr, Damsyik, 1984, hlm Abd. Rahman Ghazaly, Op.Cit., hlm

2 36 Li an merupakan ucapan tertentu yang digunakan untuk menuduh istri yang telah melakukan perbuatan yang mengotori dirinya (berzina) yang kemudian menjadi alasan suami untuk menolak anak. Suami melakukan li an apabila telah menuduh berzina, tuduhan berat ini pembuktiannya harus mengemukakan empat orang saksi laki-laki. 62 Li an merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan oleh Islam kepada umat Islam, jika ditengah-tengah perjalanan suami merasakan ada kejanggalan terhadap anak yang dikandung oleh istrinya, maka jalan yang dapat dilakukan untuk menyangkal anak tersebut yaitu dengan cara li an. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa: 63 Jika suami melihat istrinya berzina dengan laki-laki lain lebih baik dia menthalaq istrinya, bukan melakukan li an. Tetapi jika tidak terbukti laki-laki yang menzinainya, maka suami boleh menuduhnya berbuat zina, dan boleh tidak mengakui kehamilan istrinya, biar dalam keadaan bagaimanapun, karena ia merasa sama sekali belum pernah mencampuri istrinya sejak aqad nikahnya, atau ia merasa mencampuri istrinya tetapi baru setengah tahun sedangkan umur kandungannya tidak sesuai dengan usia pernikahannya. Dari pendapat Sayyid Sabiq dapat dipahami bahwa li an merupakan salah satu jalan jika suami tidak mau mengakui anak yang dikandung oleh istrinya. Di dalam hukum positif di Indonesia juga ada diatur mengenai li an tetapi lebih dikhususkan kepada apa yang disebut dengan pengingkaran atau penyangkalan anak, seperti yang diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang 62 M. Hasballah Thaib dan Marahalim Harahap, Hukum Keluarga Dalam Syariat Islam, Universitas Al Azhar, Medan, 2010, hlm Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah,Juz II, Dar Al-Fath, Mesir, 1995, hlm. 139

3 37 Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan ketentuan Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 dan Pasal 128 Kompilasi Hukum Islam. Berikut akan diuraikan beberapa pengertian li an yang dibedakan menurut Al- Qur an dan Hadist dengan yang diatur dalam Ketentuan Perundang-undangan yaitu Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. 1. Menurut Al-Qur an dan Hadist Li an merupakan suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al- Qur an, ada beberapa ayat Al-Qur an dan Hadist yang menjadi acuan sebagai dasar atau asas dalam menentukan hukum li an. Adapun ayat tersebut yaitu : Al-Qur an surah An-Nuur (24) ayat 6-7 : Dan orang-orang yang menuduh istri mereka, padahal tidak ada bagi mereka saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian salah seorang mereka ialah empat kesaksian dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan yang kelima bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk para pembohong. 64 Ayat di atas menguraikan tuduhan suami kepada istrinya. Ayat tersebut menyatakan bahwa : Dan adapun sanksi hukum terhadap orang-orang yang menuduh istri mereka berzina, padahal tidak ada bagi mereka saksi-saksi yang menguatkan tuduhannya itu selain diri mereka sendiri, maka persaksian salah seorang mereka, yakni suami ialah empat kali kesaksian yakni bersumpah empat kali sambil menggandengkan ucapan sumpahnya itu dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk kelompok orang-orang yang benar dalam tuduhannya kepada 64 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur an, Lentera Hati, Jakarta, 2002, hlm. 290.

4 38 istrinya itu. Dan sumpah yang kelima adalah bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk kelompok para pembohong yakni orang-orang yang telah mendarah daging sifat buruk itu dalam kepribadiannya. 65 Setelah menjelaskan apa yang harus ditempuh oleh suami yang menuduh istrinya, kini istri diberi kesempatan untuk menunjukkan kesuciannya dan kepalsuan tuduhan suaminya. Al-Qur an surah An-Nuur (24) ayat 8-10 : Dan dihindarkan darinya hukuman dengan bersaksi dengan empat kesaksian dengan nama Allah sesungguhnya dia benar-benar termasuk orang-orang pembohong, dan yang kelima bahwa murka Allah atasnyajika dia termasuk orang-orang yang benar. Dan andaikata tidak ada karunia Allah atas diri kamu dan rahmat-nya dan Allah adalah Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana. 66 Ayat ini menyatakan apabila sang istri diam tidak membantah tuduhan suami, maka ia dijatuhi sanksi hukum zina, dan dihindarkan darinya yakni dari sang istri hukuman zina itu dengan jalan bersaksi yakni bersumpah dengan empat kesaksian yakni empat kali bersumpah dengan menyebut nama Allah dalam sumpahnya itu bahwa sesungguhnya dia yakin suaminya benar-benar termasuk kelompok orangorang pembohong, dan sumpah yang kelima bahwa murka Allahatasnya jika dia yakin suaminya itu termasuk kelompok orang-orang yang benar. Seandainya Allah bukan sebaik-baik Pengampun dan sebaik-baik Pencurah rahmat dan andaikata tidak ada karunia Allah yang menurunkan Al-Qur an atas diri kamu dan kalau juga tidak ada rahmat-nya yang memberi pertaubatan kepada kamu, serta menetapkan 65 Ibid., hlm Ibid., hlm. 291.

5 39 ketentuan hukum yang bijaksana dalam mengatur kehidupan kamu maka pastilah kamu akan terjerumus dalam kedurhakaan dan kekacauan. Tetapi itu tidak terjadi karena pengampunan Allah, kebijaksanaan dan rahmat-nya dan Allah adalah Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana. 67 Ayat ini turun berkenaan dengan Hillal Ibn Umayyah yang menuduh dihadapan Nabi SAW bahwa istrinya menyeleweng. Nabi SAW menuntut darinya empat orang saksi atau dicambuk. Ia mempertanyakan hal tersebut dan menyatakan bahwa ketentuan itu tidak mungkin dapat dipenuhi oleh seorang suami. Berikut Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari : 68 Dari Ibnu Abbas bahwa Hillal bin Umayyah menuduh istrinya berzina dihadapan Rasulullah SAW dengan Syuriak bin Sahma. Lalu Nabi SAW bersabda : Tunjukkanlah buktinya atau punggungmu didera. Lalu sahutnya : Wahai Rasulullah!, jika salah seorang di antara kami melihat istrinya jalan di samping laki-laki lain, apakah akan diminta pula bukti? Lalu Rasulullah SAW tetap bersabda : Tunjukkanlah bukti, kalau tidak punggungmu didera! Lalu sahutnya : Demi Tuhan! yang mengutus tuan dengan sebenarnya. Sungguh saya ini berkata benar. Semoga Allah akan menurunkan ayatnya yang menolong saya dari hukuman had. Lalu Jibril turun dan turunlah ayat. 69 Kemudian Nabi SAW pergi kepada istri Hilal. Lalu Hilal datang dan mengucap sumpah (kesaksian), sedangkan Nabi SAW bersabda : Sesungguhnya Allah Maha Tahu, 70 kalau satu diantara kamu ini ada yang berdusta. Apakah ada salah satu dari kamu ini yang bertaubat? Lalu istri (Hilal) bersumpah ketika sampai kelima kalinya kaumnya menghentikannya sambil mereka berkata bahwa sumpah ini pasti terkabulkan. Kata Ibnu Abbas : lalu istri (Hilal) tampak ketakutan dan menggigil, sehingga kami mengira dia mau merubah sumpahnya. Tapi kemudian ia berkata : Saya tidak mau 67 Ibid., hlm Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Alma arif, Bandung, 1980, hlm Ayat yang dimaksud adalah Surah An-Nuur (24) ayat Jika suami yang menuduh tak dapat ajukan saksi, dihukum dera. Tetapi jika dengan jalan mula anah tidak dihukum dengan dera ini.

6 40 mencoreng arang di wajah kaumku sepanjang masa. Lalu diteruskanlah sumpahnya. Lalu Nabi SAW bersabda (kepada kaumnya): Perhatikanlah dia. Jika nantinya anaknya hitam seperti celah kelopak matanya kalkumnya, besar..., padat berisi kedua pahanya, berarti keturunan Syuraik bin Sahma. Lalu ternyata lahirlah anak seperti tersebut. lalu Nabi SAW bersabda : Jika bukan karena telah ada ketentuan lebih dulu dalam Al-Qur an, tentulah aku selesaikan urusannya dengannya 71. Ada beberapa definisi li an yang dikemukakan ulama fiqh, antara lain : 72 a. Ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali mendefinisikannya dengan persaksian kuat dari pihak suami bahwa istrinya berbuat zina yang diungkapkan dengan sumpah yang dibarengi dengan lafal li an, yang ditanggapi dengan kemarahan dari pihak istri. Bagi Ulama Mazhab Hambali, li an juga berlaku dalam keadaan nikah fasid (rusak, karena kekurangan salah satu syarat nikah). Bagi Ulama Mazhab Hanafi, li an tidak sah dalam nikah fasid. b. Ulama Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan sumpah suami yang muslim dan cakap bertindak hukum bahwa ia melihat istrinya berzina atau ia mengingkari kehamilan istrinya sebagai hasil pergaulannya dengan istrinya itu, kemudian istri bersumpah bahwa tuduhan tersebut tidak benar sebanyak empat kali di hadapan hakim, baik nikah antara suami istri itu nikah sahih maupun nikah fasid. Bagi mereka, li an yang dilakukan suami yang kafir, anak kecil, orang gila, dan orang mabuk tidak sah. c. Ulama Mazhab Syafi i mendefinisikannya dengan kalimat tertentu yang dijadikan alasan untuk menuduh istri berbuat zina dan mempermalukannya atau mengingkari kehamilan istri sebagai hasil pergaulannya dengan istrinya itu. Ada perbedaan pendapat dari para Ulama Mazhab dan beberapa Jumhur Ulama dalam memandang li an sebagai sumpah atau kesaksian. Imam Maliki, Syafi i dan Jumhur Ulama berpendapat bahwa li an adalah sumpah, sebab kalau dinamakan kesaksian tentulah seseorang tidak pakai menyebut bersaksi bagi dirinya, karena sabda Rasulullah SAW dalam sebagian riwayat Ibnu Abbas menyatakan : Andaikata tidak karena sumpahnya tentulah masih ada persoalan antara aku 71 Jika bukan karena sudah ada hukum Li an dalam Al-Qur an, tentu ia akan dijatuhi hukuman had zina. 72 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996, hlm

7 41 dengannya (istri Hilal). Yang berpendapat li an sebagai sumpah berkata li an dipandang sah antara suami istri sama-sama merdeka, atau sama-sama budak, atau yang satu merdeka yang lain budak, atau sama-sama orang yang adil, atau sama-sama orang yang durhaka, atau yang satu adil yang lain durhaka. 73 Tetapi Abu Hanifah dan murid-muridnya berpendapat bahwa li an adalah kesaksian. Mereka beralasan firman Allah :...maka kesaksian salah seorang dari mereka (mengucapkan) empat kali kesaksian dengan menyebut nama Allah... 74, dan juga Hadist Ibnu Abbas di atas yang menyebutkan :...lalu Hilal datang, kemudian mengucapkan kesaksian. Kemudian istrinya berdiri, lalu mengucapkan kesaksian pula. Yang berpendapat li an sebagai kesaksian berkata tidak sah li an antara suami istri yang kedua-duanya bukan orang yang kesaksiannya dapat diterima, karena itu haruslah suami istri tersebut sama-sama orang yang merdeka dan muslim. Jika suamiistri sama-sama budak atau sama-sama pernah dihukum hadd karena menuduh orang berbuat zina tanpa dapat menghadirkan empat saksi, maka mereka tidak boleh melakukan li an. Begitu pula kalau salah seorang daripadanya kesaksian dapat diterima dan lainnya tidak. 75 Ibnu Qayyim berkata : Yang benar ialah orang-orang yang bermula anah harus sama-sama punya hak sumpah dan kesaksian, maksudnya kesaksian yang dikuatkan dengan sumpah, dan diucapkan berkali-kali dan sunpah berat yang disertai ucapan 73 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII,Op.Cit., hlm Al Qur an Surah An-Nuur (24) ayat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Loc. Cit.

8 42 kesaksian berulang kali guna memutuskan perkaranya dan memperkuat pernyataannya. 76 Ada sepuluh hal yang dianggap memperkuat pernyataan tersebut. Pertama, dengan memakai kata-kata kesaksian. Kedua, mengucapkan sumpah dengan Nama Allah. Ketiga, orang yang menyangkalnya dengan menggunakan kata-kata penguat, seperti sesungguhnya..., kemudian diiringi dengan menyebut pelakunya orang yang benar atau dusta, bukan perbuatannya yang dituduhkan itu benar atau palsu. Keempat, mengulangi kata-kata kesaksian empat kali. Kelima, kelima kalinya suami melaknat dirinya sendiri, yaitu mengatakan bahwa laknat Allah akan jatuh padanya kalau ia dusta. Keenam, pada kelima kalinya hendaknya istri menyatakan dia bersedia menerima siksaan Allah, siksaan di dunia yang diterimanya masih lebih ringan daripada siksa di akhirat nanti. Ketujuh, mula anahnya suami mengakibatkan jatuhnya hukuman (siksaan) pada istri, entah nantinya dengan hukuman hadd atau penjara, sedang mula anahnya istri dimaksudkan untuk menolak hukuman atas dirinya tersebut. Kedelapan, mula anah ini mengakibatkan salah seorang dari mereka ini akan mendapatkan siksaan, entah di dunia ini atau di akhirat nanti. Kesembilan, antara suami istri yang bermula anah dipisahkan, yaitu diceraikan. Kesepuluh, untuk selama-lamanya tidak boleh kawin lagi antara mereka ini. 77 Di dalam Al-Qur an surah An-Nuur (24) ayat 6-10 tersebut di atas, menamai sumpah dengan syahadah/kesaksian. Ini karena sumpah-sumpah yang dituntut ayat ini berfungsi sebagai syahadah dalam kasus selain suami yang menuduh seorang 76 Ibid. 77 Ibid., hlm

9 43 wanita baik-baik. Memang, yang dituntut terhadap suami dan istri sebanyak lima kali. Yang kelima adalah pengukuhan terhadap syahadah/sumpah yang empat kali itu, karena yang tampil disini hanya dia sendiri, sehingga sumpah/kesaksian yang kelima berfungsi mengingat dampak buruk dari sumpahnya bila ia berbohong. 78 Dalam mula anah ini kesaksian diiringi dengan sumpah dan sumpah diiringi dengan kesaksian, dan orang-orang yang bermula anah karena ucapannya yang diterima maka kedudukannya sama dengan saksi. Maka jika istri menerima bermula anah, berarti persaksiannya sah dan dapat dipakai kesaksiannya tersebut. Sumpahnya suami berarti dua hal yaitu terlepasnya dia dari hukuman hadd, tetapi istri yang akan kena hadd. Tetapi kalau istri menolak tuduhan suaminya dan mengucapkan li an pula maka suami lepas dari tuntutan hukuman hadd dan begitu pula istrinya. Dalam hal istri menolak seperti ini kesaksian dan sumpah yang diucapkan dinisbahkan kepada suami, bukan istri. Jika suami hanya mengucapkan sumpah saja, maka istri tidak dijatuhi hadd karena sumpah tersebut. Jika suami menyatakan kesaksian saja, istri juga tidak dijatuhi hadd karena kesaksian tersebut. Tetapi jika sumpah dan kesaksian kedua-duanya digunakan oleh suami, ini berarti sebagai petunjuk secara lahir tentang kebenaran tuduhannya, dengan demikian suami terlepas dari hukuman hadd dan kepada istri dikenakan hadd (bila istri tidak mengucapkan sumpah nukul/sumpah balasan). Demikian hukum yang sebaik- 78 M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 292.

10 44 baiknya. Dari sini dapat terlihat bahwa dalam mula anah sumpah berarti kesaksian dan kesaksian berarti sumpah pula Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pengertian li an yang diadopsi oleh Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bersumber dari ketentuan Hukum Islam yang mengatur tentang penyangkalan anak melalui cara li an. Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak ada menyebutkan kata li an, tetapi menggunakan kata penyangkalan anak, juga tidak menjelaskan pengertian li an secara eksplisit, tetapi hanya menjelaskan makna secara global saja. Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan : seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinahan tersebut. Ketentuan pasal ini berlaku bagi suami yang ingin menyangkal anak yang dikandung oleh istrinya dengan membuktikan bahwa istrinya berzina, dan dalam pasal yang sama pada ayat (2) disebutkan tentang siapa yang berhak memutuskan terhadap sah atau tidaknya anak tersebut : pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Op.Cit., hlm Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

11 45 Meski ketentuan-ketentuan diatas memberi hak kepada seorang ayah untuk mengingkari anaknya, namun si ayah harus dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu adalah akibat dari perzinahan itu. Artinya, bila suami atau ayah dari anak tersebut tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat, maka pengingkaran tidak dapat dilakukan. Bahkan Pengadilan mewajibkan yang berkepentingan untuk mengucapkan sumpah berkaitan dengan keputusan yang akan dikeluarkan tentang sah/tidaknya anak tersebut. 81 Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam, sedikit lebih jelas disebutkan mengenai pengertian li an walaupun tidak secara eksplisit. Pada Pasal 101 Kompilasi Hukum Islam disebutkan : disebutkan : seorang suami yang mengingkari sahnya anak sedang istri tidak menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan li an. Kemudian di dalam Pasal 126 Kompilasi Hukum Islam (KHI) lebih jelas li an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari istrinya, sedangkan istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut. Pasal 125 Kompilasi Hukum Islam juga menegaskan bahwa li an juga menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-lamanya. Dari keterangan pasal-pasal di atas, baik yang terdapat pada Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam, dapat diambil suatu kesimpulan sebagai penjelasan bahwa li an merupakan salah satu bentuk perceraian yang 81 Pasal 44 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

12 46 dilakukan di depan pengadilan yang dapat juga disertai dengan penyangkalan/pengingkaran oleh suami terhadap sahnya anak dalam kandungan ataupun yang sudah lahir dari istrinya karena tuduhan zina yang memiliki serangkaian ketentuan ataupun mekanisme tertentu untuk melakukan li an tersebut. B. Bentuk-Bentuk Li an Jika dilihat dari pengertian li an sebagai suatu tuduhan suami terhadap istrinya bahwa ia telah berzina, misalnya dengan berkata : Aku melihatnya sedang berzina!, atau suami menolak janin yang dikandung istrinya sebagai anaknya, maka li an dapat dibedakan menjadi tiga macam : 1. Suami menuduh istrinya berzina, tetapi ia tidak punya empat orang saksi laki-laki yang dapat menguatkan kebenaran tuduhannya itu. Jika ada laki-laki yang menzinai istrinya dan suami melihat laki-laki tersebut sedang menzinai istrinya atau istri mengakui berbuat zina dan suami yakin akan kebenaran pengakuannya tersebut, maka dalam keadaan seperti ini lebih baik ditalak, bukan dengan jalan meli an atau mengadakan mula anah. Tetapi jika tidak terbukti laki-laki yang menzinainya, maka suami boleh menuduhnya berbuat zina. 82 Menurut ulama Mazhab Maliki, suami yang mengaku melihat istrinya berzina itu disyaratkan tidak melakukan senggama dengan istrinya tersebut setelah tuduhan dijatuhkan. 83 Dalam hal ini, bisa saja suami ketika melakukan tuduhan zina terhadap istrinya tanpa disertai dengan pengingkaran terhadap sahnya anak yang dikandung 82 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Op.Cit., hlm Abdul Aziz Dahlan, Op.Cit., hlm

13 47 ataupun yang telah lahir dari istrinya tersebut. Pihak suami sebagai pemegang hak pengingkaran anak, adalah boleh mempergunakannya dan dapat pula tidak mempergunakannya. Selama suami tidak mempergunakan haknya tersebut, maka ia dianggap secara hukum menerima keadaan aquo dan kedudukan anak tetap dipandang sebagai anak sah yang mempunyai hubungan nasab dengan ayahnya Suami tidak mengakui kehamilan istrinya sebagai hasil dari benihnya. Suami boleh tidak mengakui kehamilan istri, biar dalam keadaan bagaimanapun, karena ia merasa belum pernah sama sekali mencampuri istrinya sejak akad nikahnya, atau ia merasa mencampurinya tetapi baru setengah tahun lalu atau telah lewat setahun, sedangkan umur kandungannya tidak sesuai. 85 Dalam Hukum Islam seorang suami dapat menolak untuk mengakui bahwa anak yang dilahirkan istrinya bukanlah anaknya, selama suami dapat membuktikan bahwa : 86 a. Suami belum pernah menjima istrinya akan tetapi istri tiba tiba melahirkan; b. Lahirnya anak itu kurang dari enam bulan sejak menjima istrinya sedangkan bayinya lahir seperti bayi yang cukup umur; c. Bayi lahir sesudah lebih dari empat tahun dan si istri tidak dijima suaminya. 3. Suami menuduhkan kedua-duanya kepada istrinya, yakni menuduh istrinya berzina dan tidak mengakui kehamilan istrinya sebagai hasil dari benihnya, dan 84 Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam Jilid II, Loc.Cit. 85 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Loc.Cit. 86 Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2004, hlm. 284.

14 48 ia tidak bisa membuktikan hal itu dengan kehadiran empat orang saksi. 87 Kalau suami tetap pada tuduhannya itu, ia dituntut untuk bersaksi dengan nama Allah. Bentuk persaksiannya, yaitu bersumpah sebanyak empat kali bahwa apa yang dituduhkannya adalah benar. Kemudian dalam sumpahnya yang kelima, jika tuduhannya bohong/dusta, laknat Allah akan menimpa dirinya. 88 Adapun pernyataan pengingkaran terhadap anak yang lahir dari rahim istrinya harus dilakukan di hadapan hakim dengan ungkapan Anak ini atau kehamilan ini bukan dari saya. Akan tetapi terdapat perbedaan pendapat ulama tentang waktu pengingkaran terhadap anak tersebut. Beberapa Ulama Mazhab, seperti ulama Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki tidak membolehkan pengingkaran anak yang dilahirkan istrinya setelah anak itu lahir. Sedangkan Ulama Mazhab Syafi i membolehkan pengingkaran dilakukan selama kehamilan ataupun menunggu sampai kelahiran. 89 Menurut Ulama Mazhab Hanafi, apabila pengingkaran itu dilakukan segera setelah anak itu lahir atau pada masa proses kelahirannya, maka li an sah. Tetapi bila dilakukan setelah itu, tuduhan atau pengingkaran tersebut tidak dapat diterima. Akibatnya, anak tersebut merupakan keturunannya, karena sebelumnya suami tersebut diam saja dan sikap diam tersebut menunjukkan ridha suami Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Op.Cit., hlm Bermula anah (melakukan li an) seperti yang telah ditetapkan dalam Al-Qur an surah An- Nur (24) ayat Abdul Azis Dahlan, Loc.Cit. 90 Ibid.

15 49 Ulama Mazhab Maliki, meskipun sependapat dengan Ulama Mazhab Hanafi, tetapi disertai dengan pensyaratan dua hal dalam tuduhan suami dan pengingkaran suami terhadap anak yang dilahirkan istrinya, yaitu pertama, suami tidak melakukan senggama dengan istrinya selama masa yang diduga bisa menimbulkan kehamilan, yaitu satu kali haid, dan kedua, pengingkaran anak tersebut dilakukan sebelum anak itu lahir. Apabila suami diam saja tanpa alasan sampai anak itu lahir, walaupun satu hari, maka li an tidak sah dan suami tersebut bahkan dikenakan hukuman tuduhan berbuat zina 91. Sedangkan ulama Mazhab Syafi i membolehkan pengingkaran dilakukan selama kehamilan atau menunggu sampai kelahiran. Alasannya adalah sebuah riwayat ketika Hilal Ibn Umayyah menuduh istrinya melakukan zina dengan Syuraik as-samha di hadapan Rasulullah SAW. Ulama Mazhab Syafi i mengatakan bahwa dibolehkannya tuduhan sampai kelahiran anak yang dikandung istri itu bertujuan agar tuduhan dapat dikemukakan secara meyakinkan. 92 Dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai waktu pengingkaran anak ini telah diatur bahwa suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari istrinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama. 91 Ibid., hlm Ibid.

16 50 Pengingkaran yang diajukan setelah lampau waktu tersebut tidak dapat diterima. 93 Ini berarti bahwa Kompilasi Hukum Islam membolehkan dilakukannya pengingkaran anak setelah kelahiran anak tersebut. C. Rukun, Syarat dan Cara Melakukan Li an Rukun merupakan sesuatu yang harus ada atau yang harus dilakukan untuk sahnya perbuatan atau pekerjaan yang kita lakukan. Seperti halnya dalam menjalankan shalat bagi umat Muslim ada rukun-rukun shalat yang harus dilakukan, demikian pula halnya apabila hendak melakukan li an atau bermula anah. Para jumhur ulama mengemukakan empat rukun li an 94, yaitu : 1. Suami yang melakukan li an 2. Istri yang dili an 3. Sebab li an 4. Lafal li an Terhadap rukun li an yang pertama dan kedua tersebut diatas, hendaknya kedua suami istri itu adalah orang-orang yang sudah dewasa serta berakal sehat. Sebab tidak ada beban (taklif) atas orang gila atau anak kecil, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : pena itu diangkat dari tiga orang : dari anak kecil sampai ia dewasa, dari orang gila sampai ia sadar, dan dari orang yang tidur sampai ia bangun. 95 Adapun sebab li an adalah tuduhan suami terhadap istrinya bahwa istrinya itu berbuat zina dan suami mengingkari terhadap sahnya anak dalam kandungan istrinya 93 Pasal 102 Kompilasi Hukum Islam (KHI). 94 Abdul Aziz Dahlan, Loc.Cit. 95 Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Op.Cit., hlm. 218.

17 51 atau yang telah lahir dari istrinya tersebut sebagai darah dagingnya. Pihak suami harus mengadukan bahwa ia melihat istrinya melakukan zina. Dalam hal kehamilan, ia juga harus mengajukan bukti yang menyatakan bahwa dia tidak pernah menggauli istrinya itu atau ia tidak pernah menggaulinya selama usia kehamilan. Bila tidak ada pengaduan suami, maka tuduh menuduh zina itu tidak terjadi antara suami istri tersebut, karena li an tidak boleh dilakukan hanya berdasarkan perkiraan belaka. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT : Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka itu adalah dosa Jika dilihat dari dasar li an dalam Al-Qur an surah An-Nuur (24) ayat 6-7, dapat diketahui bunyi dari lafal li an, yaitu : bahwa suami mula-mula bersaksi di hadapan hakim dengan empat pensaksian, yaitu dengan mengucapkan asyhadu billahi inni laminash shadiqien (saya bersaksi dengan nama Allah, sesungguhnya saya adalah dari orang-orang yang benar tentang apa yang saya tuduhkan kepada istri saya, yaitu : zina), dan pada kali yang kelima dia mengatakan : la natullahi alaiya inkuntu minal kadzibiin (Kutukan Tuhan atasku jika aku dari orang yang dusta tentang tuduhannya). Kemudian istrinya pula bersaksi dengan empat pensaksian dengan mengucapkan asyhadu billahi innahu la minal kadzibiin (saya bersaksi dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah dari orang-orang yang berdusta terhadap tuduhannya atas diriku), dan pada kali yang kelima dia mengatakan : ghaddlaballahi alaiya in kana minash shadiqiin (kemarahan Allah atas diriku jika dia (suaminya) dari orang yang benar dalam tuduhannya) Al-Qur an surah Al-Hujarat ayat T.M Hasbi Ash-Shiddieqy,Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syariat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1967, hlm. 283

18 52 Dalam prakteknya di pengadilan, lafal li an yang sering digunakan adalah sebagai berikut : 98 Suami terlebih dahulu mengucapkan sumpah li an di muka sidang, BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, WALLAHI, WABILLAHI, WATALLAHI., DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH BAHWA ISTERISAYA TELAH BERBUAT ZINA DAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTERI SAYA ADALAH BUKAN ANAK SAYA. (Empat kali). SAYA BERSEDIA MENERIMA LAKNAT ALLAH BILA SAYA BERDUSTA. (Satu kali). Lalu dilanjutkan dengan sumpah li an (sumpah balasan) dari istri, BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, WALLAHI, WABILLAHI, WATALLAHI, DEMI ALLAHSAYA BERSUMPAH BAHWA SAYA TIDAK BERBUAT ZINA DAN ANAK YANG SAYA LAHIRKAN ADALAH ANAK SUAMI SAYA (Empat kali). SAYA BERSEDIA MENERIMA MURKA ALLAH, BILA SAYA BERDUSTA. (Satu kali). Mengenai syarat li an, para ulama membaginya menjadi dua bentuk, yaitu syarat wajibnya li an dan syarat sahnya melakukan li an. Berdasarkan pendapat para ulama, syarat wajibnya li an dapat diuraikan menjadi : Pasangan tersebut masih berstatus suami istri, sekalipun istri belum digauli atau istri masih dalam masa idah talak raj i. Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa li an tetap sah terhadap istri yang dalam talak ba in Status perkawinan mereka adalah nikah yang sah. Tetapi menurut pendapat beberapa kalangan jumhur ulama li an juga sah dilakukan dalam nikah fasid karena adanya masalah nasab (keturunan) dalam nikah fasid tersebut. 3. Suami adalah seorang muslim yang cakap memberikan kesaksian secara lisan. Kalangan Ulama Mazhab Maliki mensyaratkan bahwa suami adalah harus 98 Putusan Pengadilan Agama Buol Nomor 017/Pdt.G/2010/PA Buol 99 Abdul Azis Dahlan, Op.Cit., hlm Didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah An-Nur ayat 6 yang artinya : Dan orang-orang yang menuduh istrinya.... Kata istri menurut ulama menunjukkan bahwa status mereka masih suami istri.

19 53 seorang muslim, tetapi tidak bagi Ulama Mazhab Syafi i dan Hambali, yang menajdi patokan bagi mereka adalah bahwa suami adalah orang yang cakap menjatuhkan talak kepada istrinya. 4. Adanya tuduhan berbuat zina dari suami terhadap istri 5. Istri mengingkari tuduhan tersebut sampai berakhirnya proses dan hukum li an. Adapun syarat sahnya proses li an menurut kalangan ulama Mazhab Hambali ada enam, yaitu : Li an dilakukan dihadapan hakim Li an dilaksanakan suami setelah diminta oleh hakim. 3. Lafal li an yang lima kali diucapkan secara sempurna. 4. Lafal yang dipergunakan dalam li an itu sesuai dengan yang dituntunkan Al- Qur an. 5. Proses li an harus berurut, dimulai dengan sumpah suami empat kali dan yang kelima suami melaknat dirinya, tidak boleh sebaliknya dan tidak boleh diubah. 6. Jika suami istri itu hadir dalm persidangan li an, keduanya boleh mengajukan isyarat untuk menunjuk pihak lainnya. Tetapi jika ada diantara mereka yang tidak hadir, maka penunjukkan harus dilakukan dengan penyebutan nama dan identitas lengkap. Kalangan ulama Mazhab Syafi i dan Hambali menyatakan bahwa proses li an tidak harus dihadiri oleh kedua belah pihak, diikuti pula dengan perbedaan pendapat dalam hal diperlukannya kehadiran saksi ketika terjadinya li an. Ulama Mazhab Maliki berpendapat li an harus dihadiri banyak orang dan paling tidak empat orang yang adil, sementara Ulama Mazhab Syafi i dan Hambali menyatakan bahwa li an dianjurkan dihadiri oleh jemaah umat Islam. Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina, maka hakim menetapkan agar mereka saling melakukan li an (bermula anah). Hakim memerintahkan suami untuk bersaksi empat kali dengan nama Allah SWT bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhan atau pengingkarannya terhadap anak yang dikandung istrinya itu. Pada yang kelima kali ia menyatakan bahwa laknat Allah SWT akan menimpanya jika ia berdusta dengan tuduhannya terhadap istrinya dan pengingkarannya terhadap 101 Abdul Azis Dahlan, Op.Cit, hlm Sejalan dengan kasus Hilal Ibn Umayyah dengan Syuraik as-samha.

20 54 anak tersebut. setelah itu barulah istri mengemukakan kesaksiannya dengan nama Allah SWT empat kali dengan pernyataan bahwa ia (suami) termasuk orang yang berdusta terhadap tuduhannya atau pengingkarannya terhadap anak yang dikandungnya. Kemudian pada yang kelima kalinya ia menyatakan bahwa kemarahan Allah SWT akan menimpanya jika ia (suami) termasuk orang yang benar terhadap tuduhan dan pengingkarannya terhadap anak tersebut. 103 Dalam proses li an tersebut hakim hendaknya memberi peringatan kepada si suami seperti peringatan yang disabdakan Rasulullah SAW : Siapa saja lelaki yang menolak anaknya, padahal sebenarnya ia mengakuinya, maka Allah tidak akan melihatnya dan ia akan dihinakan di hadapan orang-orang terdahulu maupun orang-orang terkemudian (Hadist Riwayat Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majjah. Ibnu Hibban menyatakan sahih). Kemudian hakim hendaknya juga memperingatkan istri dengan sabda Rasulullah SAW : Barangsiapa diantara perempuan memasukkan suatu kaum yang bukan ahlinya (suaminya), maka hal itu tidak jadi masalah bagi Allah, tetapi Allah tidak akan memasukkannya ke surga. (Hadist Riwayat Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majjah. Ibnu Hiban menyatakan sahih). 104 Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 127 juga ada diatur mengenai tata cara li an dengan tetap berdasarkan kepada Al-Qur an surah An-Nur ayat 6-9, yaitu : a. Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anak tersebut, diikuti dengan sumpah kelima dengan kata-kata laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta. 103 Cara seperti inilah yang dinyatakan dalam Al-Qur an surah An-Nur ayat 6-9 dan cara ini pula yang dipraktekkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dari Abdullah bin Umar. 104 Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Op.Cit., hlm. 219.

21 55 b. Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat kali dengan kata tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak benar, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata murka Allah atas dirinya bila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar. c. Tata cara pada huruf a dan b tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. d. Apabila tata cara huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf b, maka dianggap tidak terjadi li an. 105 Dengan selesainya diucapkan sumpah li an, maka hakim kemudian menceraikan kedua suami istri yang bermula anah tersebut dan diantara keduanya tidak boleh terjadi perkawinan lagi untuk selama-lamanya yang didasarkan pada sabda Rasulullah SAW : Suami istri yang saling mengutuk itu, apabila telah bercerai, maka keduanya tidak boleh bersatu lagi untuk selamanya. (Hadist Riwayat Al-Turmudzi). 106 Hal tersebut juga dipertegas di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 125 yang menyebutkan bahwa li an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-lamanya. 107 Pasal 128 Kompilasi Hukum Islam mensyaratkan li an hanya sah apabila dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama, atau dengan perkataan lain di lakukan di muka hakim. Dengan pelaksanaan li an di hadapan sidang pengadilan akan dapat diberikan surat keterangan telah terjadinya li an dan dapat diketahui akibat-akibat hukumnya yang timbul. Kompilasi Hukum Islam dalam mengatur 105 Pasal 127 Kompilasi Hukum Islam (KHI) 106 Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Loc.Cit. 107 sebab sudah terjadi saling membenci, padahal dalam kehidupan perkawinan memerlukan ketenangan, kasih sayang dan saling cinta mencintai, sedangkan pada kedua suami istri yang telah melaksanakan li an sudah hilang dasar-dasar tersebut. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Materiel Dalam Praktek Peradilan Agama, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hlm.150.

22 56 bahwa li an harus dilakukan di hadapan sidang adalah dengan menggunakan metode istislah atau sering disebut mashlahah mursalah. Secara teknis hukum Islam tidak menjelaskan konkret tentang adanya li an di hadapan sidang. Namun demikian, karena kemashlahatan yang dimunculkan dari pelaksanaan li an di depan sidang tersebut sangat besar, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi kepentingan pembinaan kesadaran hukum masyarakat, maka upaya tersebut harus ditempuh. 108 D. Alasan Li an Dapat Mencegah Hak Waris Anak Dari Ayah Biologisnya Telah diuraikan sebelumnya bahwa li an membawa dampak yang sangat besar baik bagi kedua suami istri yang bermula anah tersebut, yaitu terputusnya perkawinan antara mereka untuk selama-lamanya, juga terhadap anak-anak yang dinafikan di dalam sumpah li an tersebut. Bila ada anak yang dinafikan, maka tidak dapat lagi diakui oleh suami sebagai anaknya. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW : 109 bahwasanya seorang laki-laki telah melakukan mula anah (meli an) terhadap istrinya dan menolak untuk mengakui anak yang lahir dari istrinya itu. Lalu Rasulullah SAW menceraikan kedua suami istri tersebut, selanjutnya anak itu dihubungkan untuk perempuan itu 110 (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim). 108 Departemen Agama RI, Al-Qur an al Karim dan Terjemahnya, Karya Putra Toha, Semarang, 1996, hlm Bgd. M. Leter, Tuntunan Rumah Tangga Muslim dan Keluarga Berencana, Angkasa Raya, Padang, 1985, hlm Maksudnya adalah bahwa nasab anak tersebut dihubungkan kepada ibunya. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm.131

23 57 Hadist ini juga dikuatkan oleh dalil lain yang menyatakan bahwa anak adalah hanya bagi suami yang setempat tidur. Padahal disini tak ada suami yang setempat tidur karena suami telah menyangkalnya melalui sumpah li an. 111 Hal tersebut tentunya dapat mencegah hak waris anak dari ayah biologisnya, karena telah diketahui bahwa anak yang dinafikan tersebut, untuk selanjutnya setelah perkawinan putus karena li an, dihubungkan dengan ibu yang melahirkannya. Abu bakar berpendapat bahwa anak yang lahir dari si perempuan yang dili an itu putus hubungannya dengan dengan si laki-laki terhitung semenjak perkawinan diantara keduanya dinyatakan putus, meskipun dalam ucapan li an tidak disebutkan menafikan anak. Hal ini didasarkan pada Hadist riwayat antara Hilal bin Umayyah dengan Syuraik as-shama bahwa Rasulullah SAW sendiri menafikan anak dari lakilaki yang dili an dan menghubungkan nasabnya dengan si ibu, bahkan waktu itu ucapan li an dari suami tersebut tidak menyebutkan penafikan si anak. 112 berkata : Sebuah riwayat oleh Amr bin Syua aib dari bapaknya, dari datuknya, ia Rasulullah telah memutuskan tentang anak dari suami istri yang bermula anah, bahwa si anak dapat warisan dari ibunya dan ibunya dapat warisan dari anaknya. Dan orang yang menuduh perempuan berzina (tanpa dapat mengajukan empat orang saksi) adalah baginya delapan puluh kali dera (Hadist Riwayat Ahmad) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Op.Cit., hlm Ibnu Qudamah, Al-Mughniy VI, Maktabah Al-Qahiriyah, Kairo, 1970, hlm Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Op.Cit., hlm

24 58 Demikian pula Hadist Riwayat Abu Dawud mengatakan : 114 Rasulullah SAW menjadikan hak waris anak li an (mula anah) kepada ibunya dan ahli waris ibu sesudahnya. Namun demikian, walau hak waris anak tercegah dari ayah biologisnya karena sebab li an tersebut, tetapi jika dilihat dari segi ketentuan Allah, maka anak tersebut tetap sebagai anaknya sendiri. Oleh sebab itu, anak tersebut tidak boleh menerima zakat yang dikeluarkan ayah biologisnya, jika ayahnya membunuhnya tak ada hukuman qishashnya antara anak ini dengan anak-anak dari ayahnya yang menjadi muhrim, tidak boleh saling jadi saksi di pengadilan, tidak dianggap tak dikenal nasabnya, tidak boleh mengakui orang lain sebagai ayahnya. 115 Jika di kemudian hari suami mencabut tuduhannya 116, maka anaknya sah nasabnya dengannya, anak itu menjadi lebih berhak kepada ayahnya, dan sekalian akibat li an terhapus dari anaknya Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Loc.Cit. 115 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz VIII, Op.Cit., hlm Menurut pendapat Imam Abu Hanafiah, jika suami mencabut tuduhannya,berarti ia telah mendustakan dirinya dan dikenakan hukuman hadd cambuk, setelah itu ia boleh kawin lagi dengan bekas istrinya dengan akad baru. Alasannya, jika suami mendustakan diri dengan mencabut tuduhan li an, tentu li an menjadi batal. Sebagaimana anak kembai hubungan keturunan kepadanya, maka istri pun kembali padanya. Sebab yang mengharamkan itu adalah ketidakpastian siapa diantara mereka yang benar dan salah. Maka jika kepastian telah diperoleh, dengan sendirinya terangkatlah hukum haram itu. H.A Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, Setiap Ada Pintu Masuk Tentu Ada Jalan Keluar, Pustaka Al- Husna, Jakarta, 1994, hlm Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Op.Cit., hlm. 220.

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ANAK AKIBAT DARI PERCERAIAN LI AN MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ANAK AKIBAT DARI PERCERAIAN LI AN MENURUT HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ANAK AKIBAT DARI PERCERAIAN LI AN MENURUT HUKUM PERDATA A. Pengertian Anak, Kedudukan Hukum Anak, dan Hak-Hak Anak 1. Pengertian anak Apabila ditinjau dari

Lebih terperinci

masyarakat Desa Karanganyar terhadap kedudukan anak hasil selingkuh yang lahir dalam perkawinan sah dapat dikategorikan sebagai berikut:

masyarakat Desa Karanganyar terhadap kedudukan anak hasil selingkuh yang lahir dalam perkawinan sah dapat dikategorikan sebagai berikut: BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEDUDUKAN ANAK HASIL SELINGKUH YANG LAHIR DALAM PERKAWINAN SAH DI DESA KARANGANYAR KECAMATAN PAITON KABUPATEN PROBOLINGGO A. Pandangan Masyarakat Desa Karanganyar Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA

BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA BAB IV ANALISIS GUGATAN SUAMI DALAM HAL MENGINGKARI KEABSAHAN ANAK YANG DILAHIRKAN ISTRINYA A. Analisis Proses Gugatan Pengingkaran Terhadap Keabsahan Anak yang Dilahirkan Istrinya. Anak kandung adalah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Al-Asqalani, Ibn Hajar, t. Th, Fath al-barry, Juz XII, Dar al-fikr, Beirut.

DAFTAR PUSTAKA. Al-Asqalani, Ibn Hajar, t. Th, Fath al-barry, Juz XII, Dar al-fikr, Beirut. 119 DAFTAR PUSTAKA I. BUKU Al-Asqalani, Ibn Hajar, t. Th, Fath al-barry, Juz XII, Dar al-fikr, Beirut. Al-Mughniyah, Muhammad Jawad, 1964, Al-akhwal Asy-Syakhshiyah Ala al- Mazdzahib al-khamsah, Dar al-islami

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul A. Penegasan Judul BAB I PENDAHULUAN Untuk memperjelas pokok bahasan skripsi ini,maka dipandang perlu memberikan makna terhadap kata-kata penting yang terkandung dalam judul Status Nasab dan Nafkah Anak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik BAB IV ANALISIS TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PERCERAIAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM NO.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas. di PENGADILAN AGAMA PASURUAN A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam

Lebih terperinci

HUKUM MENIKAHI WANITA YANG SEDANG HAMIL (Bag-2)

HUKUM MENIKAHI WANITA YANG SEDANG HAMIL (Bag-2) HUKUM MENIKAHI WANITA YANG SEDANG HAMIL (Bag-2) Dikutip dari http://www.media-islam.or.id, dan eramuslim.com; Direvisi oleh Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom ABSTRAK Dewasa ini sering terjadi pernikahan dengan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II KEDUDUKAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM BAB II KEDUDUKAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM A. Perkawinan Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG NOMOR 2055/ PDT. G/ 2012/ PA. SMG. TENTANG TALAK RAJ`I KEPADA ISTERI YANG MURTAD

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG NOMOR 2055/ PDT. G/ 2012/ PA. SMG. TENTANG TALAK RAJ`I KEPADA ISTERI YANG MURTAD BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG NOMOR 2055/ PDT. G/ 2012/ PA. SMG. TENTANG TALAK RAJ`I KEPADA ISTERI YANG MURTAD A. Analisis Terhadap Hukum Acara (hukum Formal) dalam Putusan Pengadilan

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

BAB III STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF

BAB III STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF 45 BAB III STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Definisi Anak Dalam Hukum Positif Dalam Kamus Bahasa Indonesia di kemukakan bahwa anak adalah keturunan

Lebih terperinci

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAJELIS HAKIM DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO NO. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda A. Analisis Yuridis Pertimbangan Dan Dasar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap pandangan mazhab Maliki dan mazhab Syafi i tentang menikahkan wanita hamil karena zina, maka penyusun dapat menarik

Lebih terperinci

BAB II TALAK DALAM HUKUM ISLAM. pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak bain) maupun

BAB II TALAK DALAM HUKUM ISLAM. pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak bain) maupun 22 BAB II TALAK DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Talak Secara etimologis, talak berarti melepas ikatan talak berasal dari kata iṭla>q yang berarti melepaskan atau meninggalkan. 1 Dalam terminologi syariat,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sanksi hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ A. Analisis Pendapat Tentang Iddah Wanita Keguguran Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj Dalam bab ini penulis akan berusaha

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN DAN PROSEDUR PERCERAIAN LI AN

BAB III PELAKSANAAN DAN PROSEDUR PERCERAIAN LI AN BAB III PELAKSANAAN DAN PROSEDUR PERCERAIAN LI AN A. Gambaran pelaksanaan Perceraian Li an Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam masyarakat. Perkawinan menjadikan proses keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki Islam. Namun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA NIP : Pendidikan Terakhir : S1 STAIN Palangkaraya

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA NIP : Pendidikan Terakhir : S1 STAIN Palangkaraya BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian data 1. Identitas Responden 1 Nama Umur : Zulkifli S.E.I : 34 Tahun NIP : 19810726200704001 Jabatan : Hakim Pendidikan Terakhir : S1 STAIN Palangkaraya

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

[ Indonesia Indonesian

[ Indonesia Indonesian SUAMI TIDAK SHALAT : [ Indonesia Indonesian ] Penyusun : Misy'al al-utaibi Terjemah : Muh. Iqbal Ahmad Gazali Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad 2009-1430 : : : : 2009 1430 2 Suami Tidak Shalat Segala puji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mengajak dan menganjurkan umatnya untuk menikah karena itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan biologis seseorang. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1)

BAB IV PENUTUP. 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1) BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1) Menasihati, Nasihat merupakan upaya persuasif dan langkah edukasi pertama yang harus dilakukan seorang suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi utuh. Dalam syariat Islam ikatan perkawinan dapat putus bahkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi utuh. Dalam syariat Islam ikatan perkawinan dapat putus bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam perkawinan merupakan suatu ikatan yang harus diupayakan terjalin keutuhannya, namun secara manusiawi ikatan ini mustahil untuk selalu menjadi utuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH DALAM HUKUM ISLAM. Fasakh artinya putus atau batal. Menurut bahasa kata fasakh berasal

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH DALAM HUKUM ISLAM. Fasakh artinya putus atau batal. Menurut bahasa kata fasakh berasal BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH DALAM HUKUM ISLAM A. FASAKH NIKAH 1. Pengertian Fasakh Nikah Fasakh artinya putus atau batal. Menurut bahasa kata fasakh berasal dari bahasa arab - - yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI A. Pertimbangan Hakim Mengabulkan Cerai Gugat dengan Sebab Pengurangan Nafkah

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PENGATURAN TENTANG ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PENGATURAN TENTANG ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN A. Zina Dalam Perspektif Hukum Islam Dalam perspektif hukum Islam, zina adalah hubungan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

Bolehkah istri diperlakukan sebagai properti, seperti yang diakui oleh Manohara?

Bolehkah istri diperlakukan sebagai properti, seperti yang diakui oleh Manohara? {mosimage}tiba-tiba Kasus Manohara kembali menghangat paska kepulangannya ke Indonesia beberapa waktu lalu. Berita, infotainment, masyarakat luas trerutama ibu-ibu rumah tangga banyak membahasnya. Namun

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

P e n t i n g n y a T a b a y y u n

P e n t i n g n y a T a b a y y u n MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta.or.id e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad, 26

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04

Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04 Artikel Buletin An-Nur : Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04 Hukum Poligami Para ulama telah sepakat bahwa poligami diperbolehkan di dalam Islam hingga empat istri. Hal ini berlandaskan

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Pandangan Hukum Islam Dan Imam Madzhab Terhadap Perkawinan Bagi Penderita Impotensi Dalam sebuah perkawinan,

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS A. Pengertian Waris Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris kepada ahli waris dikarenakan

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Dan Dasar Hukum Hakim. Berdasarkan keterangan pemohon dan termohon serta saksi-saksi dari

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Dan Dasar Hukum Hakim. Berdasarkan keterangan pemohon dan termohon serta saksi-saksi dari BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM HAKIM TENTANG STATUS QABL AL-DUKHU

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN A. Analisis terhadap ketentuan mengenai batasan usia anak di bawah umur 1. Menurut Hukum

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor : 64/Pdt.G/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu

Lebih terperinci

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman:

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman: Mahram Bagi Wanita Masalah mahram bagi wanita banyak diantara kaum muslimin yang kurang memahaminya. Padahal banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita yang berkaitan erat dengan masalah mahram ini.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktik Tukar-Menukar Rambut di Desa Sendangrejo Lamongan Dari uraian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 Firmah Allah SWT dalam

Lebih terperinci

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya.

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya. Aqiqah Kelahiran seorang anak bagi sebuah keluarga akan menambah kebahagiaan dan kerukunan rumah tangga. Mengikut sunnah Rasulullah SAW mengadakan aqiqah dan memberikan dagingnya sebagai sedekah kepada

Lebih terperinci

E٤٢ J٣٣ W F : :

E٤٢ J٣٣ W F : : [ ] E٤٢ J٣٣ W F : : Masyarakat yang bersih, yang tidak dipenuhi berbagai berita adalah masyarakat yang selamat serta terjaga, dan yang melakukan maksiat tetap tertutup dengan tutupan Allah atasnya hingga

Lebih terperinci

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189)

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189) Kitab Hudud 1. Hudud pencurian dan nisabnya Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189) Hadis

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA JASA HAIR EXTENSION DI BE YOUNG SALON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA JASA HAIR EXTENSION DI BE YOUNG SALON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA JASA HAIR EXTENSION DI BE YOUNG SALON A. Analisis Sewa Jasa Hair Extension di Be Young Salon Semua wanita selalu ingin tampil cantik dan menarik, karena wanita

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai subyek hukum pada dasarnya dipandang. mempunyai kecakapan yang berfungsi untuk mendukung hak dan kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai subyek hukum pada dasarnya dipandang. mempunyai kecakapan yang berfungsi untuk mendukung hak dan kewajiban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai subyek hukum pada dasarnya dipandang mempunyai kecakapan yang berfungsi untuk mendukung hak dan kewajiban sejak manusia menjadi dewasa. Dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan Kebolehan Pendaftaran Pencatatan Perkawinan pada Masa Iddah Sha@ri

Lebih terperinci

Pentingnya Menyambung Silaturahmi

Pentingnya Menyambung Silaturahmi Pentingnya Menyambung Silaturahmi Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????:???????????????????????

Lebih terperinci

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD4053 : Fiqh Munakahat (Minggu 4 )

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD4053 : Fiqh Munakahat (Minggu 4 ) DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM WD4053 : Fiqh Munakahat (Minggu 4 ) PENSYARAH: Ustazah Dr Nek Mah Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) Silibus Munakahat: Poligami dalam Islam

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning

BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING. A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning BAB III KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN MELALUI PROSES KLONING A. Kedudukan Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Kloning Penerapan kloning pada manusia mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai kalangan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Sanksi pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam putusan Kasasi dari Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Bangkalan

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Sanksi pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam putusan Kasasi dari Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Bangkalan 54 BAB IV PEMBAHASAN 1. Sanksi pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam putusan Kasasi dari Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Bangkalan Hukuman yang diterapkan terhadap Edi Purnomo dan Sri

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

Pentingnya Menyambung Silaturahmi

Pentingnya Menyambung Silaturahmi Pentingnya Menyambung Silaturahmi Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SOP PENYIDIKAN DAN PROSES GREBEKAN DUGAAN PERZINAHAN DI NGALIYAN DALAM PERSPEKTIF QADZAF

BAB IV ANALISIS SOP PENYIDIKAN DAN PROSES GREBEKAN DUGAAN PERZINAHAN DI NGALIYAN DALAM PERSPEKTIF QADZAF BAB IV ANALISIS SOP PENYIDIKAN DAN PROSES GREBEKAN DUGAAN PERZINAHAN DI NGALIYAN DALAM PERSPEKTIF QADZAF A. Analisis Standar Operasional Prosedur Penyidikan dalam Perspektif Qadzaf. Standar operasional

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI A. Analisis Pernikahan wanita hamil oleh selain yang menghamili di Desa Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim SALINAN P U T U S A N Nomor 1038/Pdt.G/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci