DAMPAK PENCABUTAN PSAK: AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK 32

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PENCABUTAN PSAK: AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK 32"

Transkripsi

1 T O P I K U T A M A DAMPAK PENCABUTAN PSAK: AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK 32 DWI MARTANI Ketua Departemen Akuntansi FEUI dan Anggota Tim Implementasi IFRS-IAI Abstrak Pencabutan PSAK memberikan dampak pada perusahaan yang menerapkan PSAK tersebut. Industri harus memahami alasan mengapa standar akuntansi dicabut. Kekosongan standar akuntansi akibat pencabutan tersebut harus diganti dengan pedoman akuntansi industri, sehingga laporan keuangan tetap dapat disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku dengan tetap memperhatikan kekhasan industri. Perubahan pedoman akuntansi industri yang berdampak pada penyajian laporan keuangan harus diterapkan secara hati-hati dan diberikan pengungkapan yang cukup, sehingga pengguna dapat memahami dampak perubahan tersebut dalam laporan keuangan. Kata kunci : akuntasi kehutanan, dampak perubahan akuntansi Pendahuluan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengelolaan hutan merupakan kekayaan alam yang dikuasai oleh negara, sehingga pendayagunaannya harus tetap berorientasi pada kemakmuran rakyat. Hutan tidak hanya memiliki fungsi ekonomi, tetapi juga memiliki fungsi konservasi. Pembangunan hutan diupayakan untuk mewujudkan hutan yang lestari melalui pendayagunaan sumber daya hutan secara rasional, optimal, bertanggung jawab, dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan keseimbangan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sesuai amanat UUD 45, maka pemanfaatan hutan dilakukan dengan pengawasan dari Kementerian Kehutanan. Pemanfaatan hutan untuk produksi dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan izin pemanfaatan hutan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan. Kegiatan pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan lain dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya sebagai konservasi alam. Pemanfaatan hutan memiliki karakteristik khusus, yaitu adanya transformasi biologis atas tanaman 71

2 Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 untuk menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Karakteristik Perusahan Pemanfaatan Hutan Pemerintah memberikan izin pemanfaatan hutan kepada BUMN maupun perusahaan swasta. Jenis izin yang dikeluarkan oleh pemerintah berupa: 1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi (IUPHHK- HA); 2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan kegiatan pemanfaatan hutan diklasifikasi menjadi dua, yaitu hutan alam dan hutan tanaman industri. Kedua klasifikasi menurut PSAK 32 memiliki metode pencatatan dan penilaian yang berbeda atas beban yang terjadi. Kekhususan akuntasi kehutanan terletak pada jenis beban produksi dan adanya aset tanaman. Beban pokok produksi dikaitkan dengan aktivitas transformasi tanaman meliputi beban perencanaan, penanaman, pemeliharaan dan pembinaan hutan, pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan, pemungutan hasil hutan, pemenuhan kewajiban terhadap negara, pemenuhan kewajiban lingkungan dan sosial, dan Kekhususan akuntasi kehutanan terletak pada jenis beban produksi dan adanya aset tanaman. Produksi (IUPHHK RE); 3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi (IUPHHK HTI); dan 4. Pengelolaan Hutan oleh BUMN (PERUM PERHUTANI) Pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam dan hutan tanaman industri pada hutan produksi dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumber daya hutan dan lingkungannya. Berdasarkan karakteristik dan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana. Secara umum, beban diakui pada saat terjadinya, kecuali biaya memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dikapitalisasi dan dialokasikan pada periode aset tersebut dimanfaatkan. Beban pemenuhan kewajiban kepada negara dikeluarkan dalam bentuk iuran yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Perbedaan perlakuan akuntansi untuk perusahaan pengelola hutan alam dan hutan tanaman industri terletak pada bagaimana pembebanan biaya produksi tersebut. Akuntansi Kehutanan Menurut PSAK 32 Untuk hutan alam, perusahaan diberikan hak untuk mengelola hu- 72

3 Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani tan yang tanamannya siap ditebang. Perusahaan tidak melakukan proses transformasi tanaman sampai dengan pohon tersebut siap tebang. Konsekuensinya, nilai tanaman tidak dapat dihitung karena diserahkan pengelolaannya oleh negara bersamaan dengan pemberian izin. Sebagai gantinya, negara mewajibkan perusahaan untuk membayar iuran wajib dan melakukan penanaman kembali hutan yang telah ditebang. Beban yang timbul terkait dengan kegiatan penanam dan pemeliharaan kembali hutan serta pembayaran iuran diakui sebagai harga pokok produksi pada saat terjadinya. Tidak ada pencatatan aset atas kegiatan penanaman yang dilakukan karena berdasarkan ketentuan UU No. 41 Tahun 1999, semua tanaman yang telah ditanam oleh perusahaan di akhir masa konsesi adalah milik negara. Pencatatan aset tidak memenuhi kriteria pengendalian karena tanaman yang ditanam perusahaan akan menjadi milik negara di akhir masa konsesi kecuali jika sebelum akhir konsesi tanaman tersebut sudah saatnya ditebang, maka dapat dimanfaatkan oleh perusahaan. Pendapatan yang diperoleh dari pohon yang ditebang, dipadankan dengan beban dari kegiatan menanam kembali hutan, memelihara tanaman, dan kegiatan lain terkait dengan proses penanaman kembali, diantarannya beban untuk penebangan kayu dan pemenuhan kewajiban kepada negara yang harus dibayar atas kayu tersebut. Praktik akuntansi pada hutan alam tersebut menyebabkan perusahaan tidak mengkapitalisasi biaya yang dikeluarkan, sehingga tidak memiliki aset tanaman sesuai dengan Undang- Undang 41 Tahun 1999 yang secara tegas menyebutkan bahwa aset tanaman di akhir masa konsesi adalah milik negara. Regulasi tersebut kemudian diubah dalam PP 6 Tahun 2007 yang membedakan kepemilikan atas aset tanaman di akhir masa konsesi untuk hutan alam milik pemerintah dengan hutan tanaman milik perusahaan. Kedua regulasi tersebut menyatakan bahwa untuk hutan alam, aset tanaman adalah milik negara sehingga tidak ada pengendalian oleh perusahaan. Oleh karenanya, tidak ada pencatatan aset atas tanaman. Untuk hutan tanaman industri proses bisnisnya sedikit berbeda. Perusahaan diberikan hak untuk mengelola lahan hutan yang belum ada tanaman siap tebang. Perusahaan memulai kegiatannya dengan melakukan proses penanaman hutan, kemudian memperoleh hasilnya dalam bentuk kayu atau hasil hutan lainnya. Proses penanaman ini mengikuti daur tanaman, ada yang memiliki daur 5 tahun, 8 tahun, tergantung jenis tanamannya. Perusahaan memegang konsensi pengelolaan hutan berkisar 40 tahun. Menurut PSAK 32 biaya yang terkait dengan proses transformasi tanaman diatur sebagai berikut: Apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka biaya dikapitalisasi sebagai HTI dalam pengembangan sampai umur siap 73

4 Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 tebang dan diamortisasi selama jangka waktu masa konsesi, dan amortisasi dimulai sejak penebangan dilakukan serta dibukukan sebagai biaya produksi. Amortisasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus atau metode Unit of Production. Apabila tersedia pohon siap tebang, biaya yang berhubungan dengan usaha pemeliharaan dan pembinaan hutan tersebut dibukukan sebagai biaya produksi. Ketentuan dalam PSAK 32 tersebut mengacu pada UU 41 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa tanaman yang ada pada masa konsesi adalah aset negara. Oleh karenanya, proses kapitalisasi biaya hanya terjadi ketika belum ada pohon siap tebang, yaitu pada saat daur pertama. Dalam prakteknya, proses penanaman dilakukan dalam blok-blok penanaman yang dilakukan dalam waktu yang tidak bersamaan. Setelah blok pertama siap tebang, maka proses kapitalisasi akan dihentikan walaupun pada saat tersebut proses pemeliharaan dan penanaman sedang berlangsung untuk blok yang lainnya. Beban yang dikapitalisasi adalah beban yang terkait dengan kegiatan penanaman pada daur pertama sampai blok pertama tersedia pohon siap tebang. Biaya yang dikeluarkan untuk proses penanaman pada daur kedua pada blok pertama dan biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan penanaman dan pemeliharaan pada blok kedua dan lainnya tidak dikapitalisasi karena perusahaan telah memiliki pohon siap tebang pada blok pertama. Ilustrasi di bawah ini dapat menjelaskan bagaimana perlakuan PSAK 32 atas HTI Dalam pengembangan. Ilustrasi Sebuah perusahaan memiliki izin HTI dengan masa konsesi 40 tahun, daur tanaman 6 tahun. Dari areal yang dimiliki, dibagi menjadi 6 blok yang ditanam secara bertahap karena ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil hutan adalah kayu yang proses pemungutan hasilnya memerlukan waktu 2 tahun, dengan biaya panen sebesar 30. Untuk ilustrasi penerapan pedoman akuntansi, asumsikan dimulai mulainya penerapan pedoman pada tahun 9. Asumsi untuk mempermudah perhitungan: biaya penanaman dan pemeliharaan memiliki nilai yang standar sepanjang tahun dan daur. Menurut PSAK 32 Biaya yang terjadi pada blok 1 sampai dengan blok 6 dari tahun ke-1 sampai 74

5 Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani dengan tahun ke-6 dikapitalisasi menjadi HTI dalam pengembangan. Aset tersebut diamortisasi selama masa konsesi 40 tahun. Total HTI dalam pengembangan = =540. Beban produksi tahun 7 saat blok 1 panen adalah biaya amortisasi ditambah biaya panen sebesar 30 ditambah biaya yang dikeluarkan untuk menanam dan memelihara blok lain (karena harus dibebankan setelah tersedia pohon siap tebang= (540/40th + 30) Menurut Pedoman baru Untuk beban blok 1, total biaya yang dikapitalisasi sebesar 120 sampai dengan tahun ke-6. Beban ini akan dibebankan pada saat pemanenan pada blok tersebut di tahun ke-7. Sehingga total beban produksi adalah amortisasi 100% atas HTI dalam pengembangan sebesar 120 ditambah biaya penebangan 30. Beban pada blok 1 di tahun ke-8, 9, sampai akhir daur, dikapitalisasi menjadi HTI dalam pengembangan. Untuk tahun ke-8, beban produksi sama seperti pada tahun ke-7, yaitu sebesar amortisasi HTI dalam pengembangan untuk blok 2 ditambah biaya penebangan. Dampak perubahan Pedoman jika diterapkan pada awal tahun 9 Beban blok 1 sampai dengan blok 6 yang dikapitalisasi adalah beban yang dikeluarkan sampai dengan tahun tahun ke-6. Mulai tahun ke-7, proses kapitalisasi tidak lagi dilakukan. Biaya yang terjadi di tahun ke-7 dan seterusnya akan dibebankan. Jika pada tahun ke-9 dilakukan perubahan standar maka untuk biaya blok 1, yang dikapitalisasi hanyalah beban dari tahun di 9-13 yang merupakan tahun ke-2 sampai dengan ke-6 untuk daur 2) karena beban pada tahun pertama telah terlanjur dibebankan. Beban pada blok 2 dan blok 3 tidak ada masalah karena berada di awal dan akhir daur pertama. Untuk beban pada blok 4, yang dikapitalisasi hanyalah beban blok 4 tahun-9 (tahun ke-6 daur pertama), sedangkan blok 5 hanya beban pada tahun ke-5 dan ke-6 pada daur pertama. Selanjutnya pada blok 6 beban yang dikapitalisasi adalah beban pada tahun 9 11 (tahun ke-4, ke-5 dan ke-6). Nilai HTI dalam pengembangan yang akan diamortisasi, nilainya berbedabeda. Untuk beban HTI dalam pengembangan yang sebelumnya dicatat sesuai dengan PSAK 32 sebesar 540, baru disusutkan tahun 7 dan 8 atau selama 2 tahun. Jika memungkinkan, HTI dalam pengembangan tersebut ditelusuri dialokasikan ke dalam nilai HTI dalam pengembangan yang dicatat untuk masing-masing blok yang belum dipanen. Jika HTI pengembangan tersebut terkait pada periode yang lampau dan aset tanamannya telah dipanen semuanya, maka nilainya harus dibebankan dalam laba rugi sebagai kerugian karena penyesuaian prinsip akuntansi. Proses amortisasi dilakukan selama masa konsesi, dan bukan selama masa panen dari pohon. Masa konsesi relatif lebih panjang dari usia 75

6 Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 daur dan jangka waktu pemanenan. Jumlah nilai yang dikapitalisasi tidak mencerminkan manfaat ekonomi di masa mendatang. Hal ini karena jika proses pemanenan satu blok hanya satu tahun, maka biaya dalam blok tersebut masih tetap tercatat sampai akhir masa konsesi. Hal ini tidak sesuai dengan definisi aset yang memiliki manfaat di masa mendatang. Amortisasi sampai dengan akhir masa konsesi menyebabkan konsep matching principles tidak dapat diterapkan karena proses amortisasi tetap dilakukan, padahal pohon yang ditebang adalah pohon dari penanaman pada daur kedua dan seterusnya. Ketentuan dalam PSAK 32 tersebut dilaksanakan dengan baik perusahaan. Kementerian Kehutanan menyusun Pedoman Pelaporan Keuangan Perusahaan Hutan (PPKPH) sebagai pedoman teknis untuk menyusun laporan keuangan. Dalam PPKPH dijelaskan secara rinci bahwa beban yang terjadi pada daur kedua dan seterusnya untuk HTI dibebankan sebagai biaya produksi. Praktek akuntansi tersebut menimbulkan perdebatan dengan otoritas pajak karena melanggar konsep matching principles dan menyebabkan beban menjadi besar pada saat perusahaan belum menerima pendapatan serta HTI dalam pengembangan tidak mencerminkan manfaat ekonomi di masa mendatang. Secara substansi, ketentuan PSAK 32 tersebut menyalahi kerangka dasar penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Namun, karena bentuk aturan tersebut adalah standar maka perusahaan menyusun laporan keuangan berdasarkan standar tersebut dan opini audit diberikan atas apa yang tercantum dalam standar. Dalam prakteknya, ada satu/dua perusahaan yang mengartikan bahwa pemahaman apabila tersedia pohon siap tebang diartikan pohon siap tebang pada suatu blok penanaman. Sehingga, proses kapitalisasi secara terusmenerus dilakukan dan pembebanan dilakukan pada saat pohon tersebut ditebang mengikuti praktik akuntansi perusahaan perkebunan. Pencabutan PSAK 32 Pemerintah melakukan perubahan regulasi di bidang kehutanan karena dipandang regulasi yang ada tidak memberikan insentif bagi pengusaha untuk melakukan investasi di bidang kehutanan. Untuk itu dikeluarkan PP 6 Tahun 2007, yang didalamnya menyebutkan bahwa tanaman yang dihasilkan pada HTI merupakan aset pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku (ps 38). Saat izin, berakhirnya barang tidak bergerak menjadi milik negara, sedangkan tanaman yang telah ditanam dalam areal kerja menjadi aset pemegang izin (pasal 83). Ketentuan dalam PP tersebut jika diterapkan berbenturan dengan PSAK 32 yang tidak mencatat aset tanaman untuk semua biaya yang dikeluarkan setelah daur pertama. Kementerian 76

7 Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani Kehutanan saat melakukan revisi Pedoman Pelaporan Keuangan mengalami kesulitan untuk membuat aturan karena pencatatan aset tanaman HTI bertentangan dengan PSAK 32. Kementerian Kehutanan mengirimkan surat ke DSAK untuk meminta perubahan PSAK atau menerbitkan intepretasi PSAK 32 terkait dengan paragraf jika tersedia pohon siap tebang. Surat permohonan dari Kementerian Kehutanan justru diberikan jawaban bahwa PSAK 32 akan dicabut. PSAK tersebut kemudian dicabut pada tahun 2009 dan berlaku efektif mulai Alasan DSAK melakukan pencabutan tersebut dalam rangka melakukan konvergensi dengan IFRS. Tidak ada standar khusus akuntansi kehutanan dalam IFRS. Alasan kedua, karena PSAK 32 melanggar konsep matching principles dalam pengakuan beban dan HTI dalam pengembangan tidak sesuai dengan definisi aset. Terlihat dalam penyusunan PSAK 32, pengaruh regulasi pemerintah dalam hal ini UU Kehutanan sangat dominan, sehingga ketika regulasi tersebut dirubah maka standar akuntansi juga harus dirubah. Pencabutan PSAK tersebut menimbulkan kekosongan aturan untuk akuntansi kehutanan untuk laporan keuangan tahun 2010 dan seterusnya. Padahal pada tahun tersebut terdapat regulasi yang secara jelas membutuhkan aplikasi penerapan dalam praktik. Kementrian Kehutanan kemudian melanjutkan proses penyusunan Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan (DOLAPKEU-PHP2H) yang disahkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P.69/Menhut-II/2009. Akuntansi Kehutanan Menurut Pedoman Akuntansi (DOLAPKEU) Dalam pedoman tersebut, pencatatan biaya yang dikeluarkan untuk proses transformasi aset Alasan DSAK melakukan pencabutan tersebut dalam rangka melakukan konvergensi dengan IFRS. Alasan kedua, karena PSAK 32 melanggar konsep matching principles dalam pengakuan beban dan HTI dalam pengembangan tidak sesuai dengan definisi aset. tanaman dikapitalisasi sampai dengan pohon tersebut siap tebang dan diamortisasi setelah pohon tersebut ditebang. Proses amortisasinya mengikuti pemanfaatan aset tanaman tersebut. Jika sudah ditebang dan dimanfaatkan semua dalam satu periode, maka akan diamortisasi satu periode. Metode amortisasi yang digunakan adalah garis lurus untuk hasil hutan lainnya, dan unit produksi untuk hasil hutan berupa kayu. Jika menghasilkan dua-duanya, perusahaan dapat mengalokasikan 77

8 Dwi Martani Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 nilai sisa untuk nilai kayunya yang akan dipadankan dengan pendapatan dari penjualan kayu setelah ditebang. Aplikasi dari pedoman (DOLAPKEU- PHP2H) tersebut akan berdampak besar pada laporan keuangan perusahaan pemanfaatan hutan karena perusahaan akan mencatat aset dengan nilai yang cukup besar dalam neraca. Laba rugi juga akan terpengaruh dengan proses kapitalisasi tersebut. Perusahaan dalam daur kedua akan mencatat aset, padahal sebelumnya membebankan semua biaya yang terjadi. Pedoman tersebut dinyatakan berlaku prospektif karena perusahaan akan mengalami kesulitan pada tahun 2010, maka untuk blok yang berada dalam tahun yang berbeda-beda akan memiliki nilai aset yang berbeda. (lihat ilustrasi) 2. Saldo HTI dalam pengembangan yang telah dicatat berdasarkan PSAK 32 harus dibebankan ke laba rugi sebagai kerugian dari perubahan prinsip akuntansi jika tidak ada lagi tanaman yang belum dipanen dari daur pertama. Jika terdapat tanaman yang masih belum dipanen dari proses penanaman daur pertama, jika memungkinkan dilakukan klasifikasi, yang dibebankan adalah yang telah dipanen sedangkan sisanya tetap dikapitalisasi dan Aplikasi dari pedoman (DOLAPKEU-PHP2H) tersebut akan berdampak besar pada laporan keuangan perusahaan pemanfaatan hutan karena perusahaan akan mencatat aset dengan nilai yang cukup besar dalam neraca. Laba rugi juga akan terpengaruh dengan proses kapitalisasi tersebut. untuk mencatat aset yang sebelumnya telah dibebankan dalam laporan laba rugi. Ketentuan prospektif ini tidak menyalahi standar umum karena perubahan standar yang tidak dimungkinkan untuk diberlakukan retroaktif dengan alasan kesulitan untuk menentukan nilainya dapat diterapkan secara prospektif. Perubahan tersebut akan menyebakan dua perubahan besar yang harus dicermati: 1. Nilai aset HTI dalam pengembangan memiliki nilai yang seharusnya. Jika pedoman tersebut diterapkan akan diamortisasi mengikuti proses pemanenan Melihat dampak yang demikian besar pada laporan laba rugi dan neraca yang memungkinkan pengguna mengalami kebingungan dalam membaca laporan, maka pengungkapan harus dilakukan. Perusahaan harus men gungkapkan terjadinya perubahan prinsip akuntansi ini sampai dengan akhir daur dari semua blok yang sedang ditanami. Hal ini dilakukan karena perubahan prinsip ini akan menyebabkan nilai HTI dalam 78

9 Dampak Pencabutan PSAK: Akuntansi Kehutanan PSAK 32 Dwi Martani pengembangan tidak menunjukkan kondisi yang seharusnya. Pembebanan saldo HTI dalam pengembangan yang dihitung berdasarkan PSAK 32 sekaligus pada tahun perubahan harus diberikan penjelasan rinci. Perubahan laba rugi akibat kapitalisasi harus diberikan penjelasan yang cukup oleh manajemen, sehingga tidak menimbulkan salah interpretasi atas laporan keuangan. Perusahaan juga harus menjelaskan bahwa dampak perubahan tersebut akan mempengaruhi laporan keuangan pada tahun mana saja. Penjelasan tambahan dalam bentuk proforma dampak perubahan laporan keuangan akan bermanfaat jika disajikan sebagai informasi tambahan yang diberikan kepada pembaca laporan keuangan. REFERENSI IAS 41, Agriculture Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Nomor P/69/ Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan (Dolapkeu-PHP2H). PPSAK 1, Pencabutan PSAK 32. PSAK 32, Akuntansi Kehutanan. Undang-Undang No.42 tahun 1999 Tentang Penetapan Peraturan Pengganti UU No.1 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi UU. Kesimpulan Dengan pedoman tersebut, perusahaan memiliki pegangan yang diacu dalam menyusun laporan keuangan. Pelajaran berharga dari PSAK 32 adalah membuat standar tidak boleh dilakukan dengan mengacu pada peraturan spesifik industri yang dikeluarkan oleh pemerintah. Standar harus dikembangkan dengan konsepkonsep akuntansi dan prinsip dasar serta didukung oleh teori. Perubahan prinsip akuntansi harus dilakukan secara hati-hati dan diberikan pengungkapan yang cukup, sehingga tidak menyebabkan pembaca kesulitan dalam memahami laporan keuangan. 79

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) Pelatihan APHI 18 MEI 2011 Dwi Martani & Taufik Hidayat Staf Pengajar Departemen Akuntansi FEUI Tim Penyusun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.689, 2014 KEMENHUT. Hutan Produksi. Pemanfaatan. Keuangan. Pelaporan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.32/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deforestasi atau penebangan hutan secara liar di Indonesia telah menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Deforestasi atau penebangan hutan secara liar di Indonesia telah menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deforestasi atau penebangan hutan secara liar di Indonesia telah menimbulkan dampak ekologi yang sangat besar bagi Indonesia dan dunia. Indonesia memiliki 10% hutan

Lebih terperinci

Pengantar Umum PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN IUPHHK-RE Berdasarkan P.32/Menhut-II/2014

Pengantar Umum PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN IUPHHK-RE Berdasarkan P.32/Menhut-II/2014 Pengantar Umum PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN IUPHHK-RE Berdasarkan P.32/Menhut-II/2014 Taufik Hidayat, SE, MM, CA Universitas Indonesia Agenda Pendahuluan Prinsip Perlakuan Akuntansi Aktivitas dalam IUPHHK-RE

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) Pelatihan APHI 18 MEI 2011 Dwi Martani & Taufik Hidayat Staf Pengajar Departemen Akuntansi FEUI Tim Penyusun

Lebih terperinci

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN PENDAHULUAN Karakteristik Perusahaan Pengusahaan Hutan 01 Proses produksi hasil hutan untuk mendapatkan kayu bulat memerlukan waktu yang panjang, dimulai dari penanaman,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Legitimacy Theory Teori legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah

Lebih terperinci

PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan IAS 18 Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates, and Error Dwi Martani Latar Belakang o Tujuan o Menentukan kriteria

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. KELAWIT WANALESTARI

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 101/Menhut-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN PT. MITRA HUTANI JAYA ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN BERBAGAI JENIS PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.45/MENHUT-II/2007 TENTANG TATA CARA IZIN PERALATAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DAN BUKAN KAYU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.8/Menhut-II/2014

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.8/Menhut-II/2014 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.8/Menhut-II/2014 TENTANG PEMBATASAN LUASAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) DALAM HUTAN ALAM, IUPHHK HUTAN TANAMAN INDUSTRI ATAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.12/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN, PENAGIHAN, DAN PEMBAYARAN IURAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 42 ayat (8)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998 Tentang PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DENGAN SISTEM TEBANG PILIH DAN TANAM JALUR KEPADA ATAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.81/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN Akuntansi Keuangan 2 - Pertemuan 14 Slide OCW Universitas Indonesia Oleh : Dwi Martani Departemen Akuntansi FEUI 1 Akuntansi Keuangan 2 - Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam, terutama dari sektor pertanian. Sektor pertanian ini mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.12/MENHUT-II/2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.50/MENHUT- II/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERLUASAN AREAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.4/MENLHK/SETJEN/PHPL.3/1/2016 TENTANG PEMBATASAN LUASAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) DALAM HUTAN ALAM ATAU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

I. INVESTOR SWASTA. BISNIS: Adalah Semua Aktifitas Dan Usaha Untuk Mencari Keuntungan Dengan

I. INVESTOR SWASTA. BISNIS: Adalah Semua Aktifitas Dan Usaha Untuk Mencari Keuntungan Dengan A R L A N OUTLINE I. INVESTOR SWASTA... II. RESTORASI EKOSISTEM (RE) III. KEBIJAKAN RE DI HUTAN PRODUKSI (HP) IV. PROSES PERIZINAN RE - HP V. PENUTUP VI. ILUSTRASI : PERHITUNGAN INVESTASI I. INVESTOR SWASTA

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

2014, No menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak

2014, No menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2014 KEMENHUT. Peta Indikatif. Hutan Produksi. Pemanfaatan Hutan Kayu. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.19/Menhut-II/2014

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990

PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990 PERATURAN PEMERINTAH NO. 07 TH 1990 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHA HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa hutan merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI MELALUI

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN TANAMAN INDUSTRI MELALUI MEKANISME SERTIFIKASI PHPL YUKI M.A. WARDHANA

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN TANAMAN INDUSTRI MELALUI MEKANISME SERTIFIKASI PHPL YUKI M.A. WARDHANA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN TANAMAN INDUSTRI MELALUI MEKANISME SERTIFIKASI PHPL YUKI M.A. WARDHANA DISAMPAIKAN PRESENTASI ORAL PADA: SEMINAR NASIONAL KESEHATAN HUTAN&KESEHATAN PENGUSAHAAN HUTAN BOGOR,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan. No.44, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P. 52/Menhut-II/2008 TENTANG TATA

Lebih terperinci

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Pendekatan Pembahasan Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian yang dilaporkan oleh salah satu perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek

Lebih terperinci

Koreksi Editorial SAK

Koreksi Editorial SAK Koreksi Editorial SAK Koreksi editorial berisi amandemen yang diperlukan karena adanya kesalahan penulisan atau proses penataan dokumen. Koreksi editorial dapat berisi koreksi atas kesalahan pengejaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H No.688, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Izin Usaha. Pemanfaatan. Hutan Kayu. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.31/Menhut-II/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN Akuntansi Keuangan 2 - Pertemuan 14 Slide OCW Universitas Indonesia Oleh : Dwi Martani Departemen Akuntansi FEUI 1 Akuntansi Keuangan 2 - Departemen

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from - 43 - d. melaksanakan RKT sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) dan huruf c angka 2) yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya bila telah memenuhi kriteria dan indikator yang ditetapkan oleh Menteri,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.19/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.19/Menhut-II/2012 TENTANG DRAFT 15 30 Des 2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.19/Menhut-II/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.62/MENHUT-II/2008 TENTANG RENCANA KERJA

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.900, 2017 KEMEN-LHK. Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Fasilitasi Pemerintah. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2014 P.69/Menhut- II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2014 P.69/Menhut- II/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2014 P.69/Menhut- II/2009 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI (DOLAPKEU PHP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hotel Aria Barito 5 November 2015 Pendahuluan: UU Nomor

Lebih terperinci

PSAK 25 (Revisi 2009) Perubahan Estimasi. Taufik Hidayat,.SE,.Ak,.MM Universitas Indonesia

PSAK 25 (Revisi 2009) Perubahan Estimasi. Taufik Hidayat,.SE,.Ak,.MM Universitas Indonesia PSAK 25 (Revisi 2009) Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan Taufik Hidayat,.SE,.Ak,.MM Universitas Indonesia Agenda 1. Lingkup dan Aplikasi Standar 2. Kebijakan Akuntansi dan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PP 7/1990, HAK PENGUSAHAAN... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tanggal: 16 MARET 1990 (JAKARTA) Sumber: LN 1990/11; TLN NO. 3404 Tentang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2009 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Tanaman Industri. Rakyat. Standar Biaya. Pembangunan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2009 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Tanaman Industri. Rakyat. Standar Biaya. Pembangunan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2009 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Tanaman Industri. Rakyat. Standar Biaya. Pembangunan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.64/Menhut-II/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Biaya Pembangunan. Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Rakyat. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Biaya Pembangunan. Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Rakyat. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Biaya Pembangunan. Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Rakyat. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.26/Menhut-II/2009

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.293 / MENHUT-II / 2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.293 / MENHUT-II / 2007 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.293 / MENHUT-II / 2007 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM KEPADA PT. RESTORASI EKOSISTEM INDONESIA ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia dikenal sebagai negara dengan hasil perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang Nomor 39 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) SAK-ETAP merupakan suatu standar akuntansi yang disusun untuk mengatur pelaporan keuangan

Lebih terperinci

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tanggal : 31 Januari 2001 KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI No KRITERIA STANDAR

Lebih terperinci

PUBLIC HEARING DSAK IAI

PUBLIC HEARING DSAK IAI DEWAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN IKATAN AKUNTAN INDONESIA PUBLIC HEARING DSAK IAI Waktu / Tempat: Selasa, 30 Juni 2015 / Royal Kuningan Hotel, Jakarta Materi ini dipersiapkan sebagai bahan pembahasan isu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012 TENTANG RENCANA KERJA PADA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.893, 2012 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Rehabilitasi Hutan. Lahan. Dana Reboisasi. Tata Cara. Penyaluran. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2012

Lebih terperinci

PSAK TERBARU. Dr. Dwi Martani. 1-2 Juni 2010

PSAK TERBARU. Dr. Dwi Martani. 1-2 Juni 2010 Akuntansi Keuangan serta Workshop PSAK Terbaru" 1 PSAK TERBARU Dr. Dwi Martani Tiga Pilar Standar Akuntansi 2 Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) SAK-ETAP Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik Standar akuntansi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN INDUSTRI (IUPHHK-HTI) ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN KEPADA PT. SATRIA PERKASA AGUNG ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 76.017

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA

STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA STANDAR AKUNTANSI INDUSTRI BATUBARA Agenda 1. 2. 3. 4. Perkembangan Standar ISAK 29 Pengupasan Tanah PSAK Terkait Diskusi PSAK Pertambangan Umum Tidak ada standar akuntansi khusus industri pertambangan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM PT. MANCARAYA AGRO MANDIRI ATAS

Lebih terperinci

PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI Copyright (C) 2000 BPHN PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI *36091 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 6 TAHUN 1999 (6/1999) TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN

Lebih terperinci

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja No. 1327, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Hutan Berkala. Rencana Kerja. Izin. Hasil Hutan. Restorasi Ekosistem. Inventarisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.69/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.69/Menhut-II/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.69/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HUTAN ATAU IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : 1:1414 PERATURAN PEMERINTAH NO.7 TAHUN1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui, yang perlu dimanfaatkan

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG INVENTARISASI HUTAN BERKALA DAN RENCANA KERJA PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU RESTORASI EKOSISTEM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI Disampaikan : Direktur Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan pada FGD II KRITERIA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 73/Menhut-II/2014 TENTANG RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini komoditas perkebunan masih memegang peran penting dalam menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM DAN ATAU PADA HUTAN TANAMAN YANG DITERBITKAN OLEH GUBERNUR ATAU BUPATI/WALIKOTA

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. MITRA PERDANA PALANGKA ATAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.52/Menhut-II/2008 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI INDRAGIRI HILIR

BUPATI INDRAGIRI HILIR BUPATI INDRAGIRI HILIR KEPUTUSAN BUPATI INDRAGIRI HILIR NOMOR : 21/TP/II/2002 Tahun 2002 Tentang PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU KEPADA PT. ASRI NUSA MANDIRI PRIMA DI KABUPATEN INDRAGIRI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

ISAK 13 : Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha LN. Presented by: Dwi Martani ata

ISAK 13 : Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha LN. Presented by: Dwi Martani ata ISAK 13 : Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha LN Presented by: Dwi Martani ata Latar Belakang Banyak entitas pelapor memiliki investasi dalam kegiatan usaha luar negeri PSAK 10 (Revisi 2010):

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. MULTI SIBOLGA TIMBER

Lebih terperinci

batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai

batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai LOKAL TENAGA - KERJA PERDA KOTA KENDARI NO.1, LD./NO.1, LL SETDA : 12 HLM PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI TENTANG TENAGA KERJA LOKAL. ABSTRAK : - Pemberdayaan maupun perlindungan terhadap Tenaga Kerja dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci