JURNAL PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MODAL VENTURA DI SUMATERA BARAT PADA PT. SARANA SUMATERA BARAT VENTURA PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MODAL VENTURA DI SUMATERA BARAT PADA PT. SARANA SUMATERA BARAT VENTURA PADANG"

Transkripsi

1 JURNAL PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MODAL VENTURA DI SUMATERA BARAT PADA PT. SARANA SUMATERA BARAT VENTURA PADANG Diajukan Oleh : Nama : MERI NOVITA NPM : PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG,

2 PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MODAL VENTURA PADA PT. SARANA SUMATERA BARAT VENTURA PADANG (Meri Novita, , Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2015, 88 halaman) ABSTRAK Modal ventura merupakan investasi aktif ke dalam suatu perusahaan, karena keberadaan modal sangat membantu perusahaan, baik dalam rangka memberikan bantuan permodalan maupun bimbingan manajemen agar perusahaan yang dibina dapat berkembang dengan baik. Modal Ventura di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1992 tentang Sektor-sektor Usaha Perusahaan Modal Ventura dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang Ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga Pembiayaan, yang telah di ubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Dalam perakteknya, perusahaan pembiayaan memberikan pinjaman kepada siapa saja, namun untuk adanya kepastian hukum bagi para pihak, mereka mengadakan ikatan dalam bentuk perjanjian pembiayaan. Adanya perjanjian tersebut, jelas menjadi tanggungjawab, hak dan kewajiban para pihak. Pihak peminjam atau debitur berkewajiban menyerahkan kembali atau membayar pinjamannya berikut bunga yang telah ditentukan, sebaliknya penerima kredit berkewajiban menyerahkan pinjaman disamping dia berhak untuk menerima kembali uang yang telah dipinjamkannya. Hal ini menarik dilakukan penelitian dengan rumusan masalah tentang bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan modal ventura dan kendala yang terjadi serta cara mengatasi kendala. Untuk itu pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis empiris, yakni melihat bagaimana pelaksanaan pembiayaan modal ventura pada PT. Sarana Sumatera Barat Ventura. Data yang digunakan dalam hal ini adalah data sekunder dan data primer. Dalam Pembiayaan Modal Ventura antara PT. Sarana Sumatera Barat Ventura dengan perusahaaan pasangan usahanya, tidak saja berkaitan dengan pemberian bantuan dan pinjaman modal usaha tetapi juga bantuan manajemen dan pengelolaan usaha yang baik, sehingga pasangan usaha dimana usahanya diharapkan terus berkembang dan memperoleh keuntungan yang diharapkan. Sementara itu kendala yang ditemui dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan yakni masih lemahnya manajemen usaha sehingga mempengaruhi perkembangan usaha itu sendiri, disamping pengaruh hal lainnya, yakni persaiangan yang semakin kompetitif. Selanjutnya, dalam pemberian pinjaman kepada pasangan usaha juga menjadi faktor kendala lain, yakni mengenai besarnya jumlah pinjaman yang masih relatif rendah, karena faktor modal yang ditentukan untuk disalurkan, demikian juga pengaruh sektor perbankan yang dapat memberikan pinjaman modal yang lebih besar, namun persyaratan peminjaman juga sangat ketat, sehingga pasangan usaha dalam hal ini sebagian mengajukan permohonan bantuan kepada perusahaan modal ventura dengan jumlah yang terbatas. Dari kutipan di atas di sarankan adanya kerjasama yang baik antara perusahaan pasangan usaha dengan perusahaan modal ventura dalam melaksanakan hak dan kewajiban sehingga dalam pelaksanaan pembiayaan dengan pola bagi hasil dapat berjalan dengan lancar. i

3 A. Latar Belakang Masalah Badan usaha memerlukan modal atau barang modal tambahan untuk lebih mengembangkan kegiatan bisnisnya. Penambahan modal dalam suatu kegiatan bisnis umumnya dapat dilakukan melalui pinjaman dilembaga perbankan melalui fasilitas kredit. Namun, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Selain itu lembaga perbankan ini juga memerlukan persyaratan administrasi yang kadang kala tidak bisa dipenuhi oleh pelaku usaha yang bersangkutan, maka perlu suatu upaya lain. Upaya lain tersebut dapat dilakukan melalui suatu jenis badan usaha yaitu melalui Lembaga Pembiayaan. Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi karena dilihat dari eksistensinya lembaga pembiayaan memang relatif masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, seperti perbankan. Bentuk badan usaha dibidang keuangan bukan bank yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Berarti kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. 1 Lembaga pembiayaan tersebut diantaranya adalah modal ventura sebagai sumber pembiayaan alternatif karena diluar lembaga pembiayaan ini sebenarnya masih banyak lembaga keuangan lain yang dapat memberi bantuan dana. Namun dalam kenyataannya tidak semua pelaku usaha dapat dengan mudah mengakses dana dari setiap jenis sumber dana tersebut. Kesulitan memperoleh dana tersebut disebabkan oleh masing-masing lembaga keuangan ini menerapkan ketentuan yang tidak dengan mudah dapat dipenuhi oleh pihak yang membutuhkan dana. Disamping berperan sebagai sumber dana alternatif, modal ventura sebagai lembaga pembiayaan juga mempunyai peranan penting dalam hal pembangunan, yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan. Lembaga pembiayaan dapat memberikan kontribusinya dalam bentuk bantuan dana guna menumbuhkan dan mewujudkan aspirasi dan minat masyarakat tersebut. Dalam hal ini lembaga pembiayaan bertindak sebagai faktor permodalan. Apapun kegiatan usaha yang dilakukan memegang prinsip mengharapkan adanya keuntungan yang sebesar-besarnya, hal tersebut memungkinkan akan terjadinya perbuatan yang tidak sesuai dengan prinsipprinsip ekonomi bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau ketentuan hukum yang berlaku. Hlm Sri Redjeki Hartono, 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 1

4 Hal di atas berarti, bahwa keberadaan hukum diharapkan mampu menjaga dan melindungi kepentingan ekonomi atau kegiatan usaha masyarakat, demikian juga tidak merugikan para pelaku usaha lainnya, seperti halnya pembiayaan yang dilakukan dengan cara penyertaan modal ventura oleh PT. Sarana Sumatera Barat Ventura di Padang sebagai pasangan mitra usaha untuk mendapat bantuan atau pinjaman modal tersebut. Sri Redjeki, mengemukakan, bahwa modal ventura dapat diartikan sebagai usaha penyertaan saham dalam jangka waktu tertentu pada suatu proyek (perusahaan) yang dinilai mempunyai proyek cerah tanpa memerlukan jaminan/agunan (collateral). Di samping itu pemilik saham ikut serta dalam pengelolaan perusahaan yang dibiayainya. 2 Keberadaan perusahaan modal ventura sangat membantu perusahaan menengah dan kecil dalam rangka memberikan bantuan permodalan dan bimbingan manajemen agar perusahaan yang dapat pembinaan sehingga berkembang lebih baik. Dalam perakteknya, perusahaan pembiayaan dapat bertindak sebagai suatu jenis usaha dan sekaligus melakukan pembelian sesuatu produk. Memberikan kredit atau pinjaman kepada siapa saja, namun untuk adanya kepastian hukum bagi para pihak, mereka mengadakan ikatan dalam bentuk pengikatan perjanjian yang berlanjut pada perjanjian penjaminan. Adanya perjanjian tersebut, akan semakin jelas apa saja yang menjadi tanggungjawab para pihak. Pihak peminjam berkewajiban menyerahkan kembali atau membayar pinjamannya berikut bunga yang telah ditentukan, sebaliknya penerima pinjaman berkewajiban menyerahkan pinjaman disamping dia berhak untuk menerima kembali uang yang telah dipinjamkannya. Artinya, perjanjian antara para pihak bersifat timbal balik dengan hak dan kewajiban kreditur yang diharapkan seimbang. Gunawan Widjaya, menegaskan, bahwa selama perjanjian antara para pihak tidak menghadapi masalah, di mana kedua pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan apa yang diperjanjikan, maka persoalan tidak akan muncul, seperti wanprestasi. Biasanya persoalan baru muncul jika debitur lalai mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah diperjanjikan. 3 Suatu utang piutang diberikan karena adanya integritas atau kemampuan debitur dan kepribadian yang menimbulkan rasa kepercayaan dalam diri kreditur, bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya. Menurut Muhamad Djumhana, bahwa suatu ketika keadaan keuangan seseorang baik, belum menjadi jaminan bahwa nanti pada saat jatuh tempo untuk mengembalikan pinjaman, keadaan keuangannya masih tetap sebaik seperti keadaan semula. 4 Perusahaan pembiayaan akan mendapatkan keuntungan yang hendak dicapai dalam perjanjian pembiayaan sebagai wujud adanya kepastian hukum terhadap perjanjian yang telah diadakan atau disetujui para pihak. Dalam arti pengakuan perusahaan pembiayaan tentang penguasaan objek oleh debitur yang kepemilikannnya tetap di pegang oleh perusahaan pembiayaan, sehingga 2 Ibid. 3 Gunawan Widjaja, 2005, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm.5. 4 Muhamad Djumhana, 1996, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, Hlm

5 melahirkan hak secara hukum bagi perusahaan untuk melakukan tindakan seperti eksekusi atas benda jaminan jika debitur melakukan wanprestasi, sebagaimana dilakukan penelitian pada perusahaan pembiayaan modal Sarana Sumatera Barat Ventura. B. Perumusan Masalah Melihat uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitiannya adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan Pembiayaan Modal Ventura pada PT Sarana Sumatera Barat Ventura di Padang.? 2. Apakah kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pembiayaan modal ventura pada PT. Sarana Sumatera Barat Ventura di Padang dan bagaimana solusinya. 3. C. Pembahasan 1. Pelaksanaan Pembiayaan Modal Ventura pada PT Sarana Sumatera Barat Ventura Pembiayaan yang diadakan dengan maksud bahwa para pelaku bisnis bisa mendapatkan dana atau modal yang dibutuhkan. Keberadaan lembaga pembiayaan ini sangat penting, karena fungsinya hampir mirip sama dengan bank. Dalam prakteknya sekarang ini lembaga pembiayaan banyak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ketika membutuhkan dana atau barang modal untuk kepentingan perusahaan. Sejalan dengan itu pemerintah sejak tahun 1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan, diantaranya lembaga pembiayaan, dengan tujuan memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia bisnis/usaha sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk menunjang kegiatan usaha. Modal ventura sebagai suatu dana usaha dalam bentuk saham atau pinjaman yang biasa yang dialihkan menjadi saham. Sumber dana tersebut adalah perusahaan modal ventura yang mengharapkan keuntungan dari investasinya tersebut. Selanjutnya Keppres Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan dalam Pasal 1 ayat (11) menyebutkan bahwa lembaga modal ventura adalah Usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal. Sejalan dengan itu, menurut Keputusan Menteri Nomor 1251/KMK.013/1988, dalam Pasal 1 huruf (h), yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan Modal Ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal kedalamsuatu perusahaan pasangan usaha untuk jangka waktu tertentu. Bantuan keuangan yang diberikan bersifat sebagai penyertaan modal saham (equity share) yang ditambah dengan pinjaman jangka menengah dan panjang. Di samping itu diberikan juga bantuan manajemen secara lansgung maupun yang bersifat konsultasi. Dengan pola penyertaan saham dalam usaha kecil perusahaan modal ventura telah berperan secara nyata dalam memperkuat struktur permodalan perusahaan pasangan usaha. 3

6 Realisasi pembiayaan modal ventura harus selalu didahului dengan suatu perjanjian antara Perusahaan Modal Ventura dengan Perusahaan Pasangan Usaha. Perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil merupakan suatu perjanjian dalam hal mana pihak yang satu (pihak pertama) berkewajiban menyerahkan sejumlah uang dan atau barang tertentu kepada dan untuk dipergunakan oleh pihak yang lain (pihak kedua) sebagai modal atau tambahan modal usaha, dengan kewajiban bagi pihak lainnya, pada waktunya membayar kembali dan memberi imbalan pada pihak pertama menurut bentuk, cara, jumlah, jangka waktu serta syarat yang telah disepakati. Dalam perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil terdapat pihakpihak yang terlibat dalam proses pembiayaan modal ventura, yaitu : 1. Perusahaan Modal Ventura Perusahaan Modal Ventura merupakan salah satu pihak dalam suatu perjanjian, yakni pihak yang memberikan dana kepada pihak lainnya, yaitu pihak Perusahaan Pasangan Usaha. Yang dapat menjalankan Perusahaan Modal Ventura adalah hanya perusahaan pembiayaan. 2. Perusahaan Pasangan Usaha Perusahaan Pasangan Usaha haruslah berbentuk perusahaan. Dengan demikian, pihak perorangan tidak mungkin mendapatkan bantuan modal melalui bisnis modal ventura. Perusahaan Pasangan Usaha yang memperoleh bantuan dana lewat modal ventura, harus memenuhi : a) Mempunyai pangsa pasar dan prospektif b) Pemilik menguasai bidang usahanya c) Bidang usahanya mempunyai kekhususan, sehingga tidak mudah dimasuki oleh pendatang baru. Dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan modal ventura antara Perusahaan Modal Ventura dengan Perusahaan Pasangan Usaha harus melalui mekanisme operasional modal ventura, yakni : 1) Proses Seleksi Awal Tahap ini merupakan proses pendahuluan dari pencairan dana modal ventura, yaitu untuk mengetahui layak tidaknya calon Perusahaan Pasangan Usaha untuk didanai. Pada tahap ini, yang diteliti antara lain : hal-hal mengenai bentuk badan usaha, bidang bisnis, skala usaha, kepemilikan. 2) Proses Penjajakan Proses ini merupakan kegiatan evaluasi pendahuluan, yang meliputi kegiatan diskusi mengenai aspek-aspek, seperti permasalahan yang sudah dan atau akan ada, kewajiban usulan proyek, kebutuhan dana yang riil, prospek bisnis. 3) Proses Evaluasi Ini merupakan proses penilaian lebih lanjut dan rinci untuk memastikan apakah pendanaan lewat modal ventura itu pantas diberikan atau tidak, dan apakah prospek pemberian dana tersebut nantinya baik atau tidak. Aspek yang akan dievaluasi dalam proses ini, antara lain : aspek hukum, aspek teknis, aspek pemasaran, aspek keuangan serta aspek manajemen. 4

7 4) Proses Konfirmasi Dalam proses ini, sudah ada keputusan pendahuluan tentang diterima atau tidaknya proposal calon Perusahaan Pasangan Usaha yang bersangkutan. 5) Proses Persiapan Kerjasama Proses ini, meliputi kegiatan-kegiatan penentuan besarnya modal yang akan diberikan, pembuataan serta penandatanganan perjanjian pembiayaan modal ventura, verivikasi atas dokumen legal lainnya, dan penyusunan rencana implementasi. 6) Proses Pendirian Badan Hukum Apabila, perusahaan yang merupakan pasangan usaha belum terbentuk, maka terlebih dahulu dibentuk perusahaan yang berbentuk badan hukum, biasanya dalam bentuk Perseroan Terbatas. 7) Proses Implementasi Dalam tahap ini, rencana yang telah disepakati bersama direalisasi, yang dapat mencakup kegiatan-kegiatan, antara lain : pencairan dana, implementasi sistem keuangan, pembangunan fisik, evaluasi pelaksanaan pembangunan fisik. 8) Proses Komersial Terhadap proses yang telah ditempuh sebelumnya, dilakukan komersialisasi, yang jika investasinya berhasil akan dilakukan : - evaluasi perkembangan usaha dan pelaksanaan kerja, berdasarkan laporan keuangan - supervisi - penyusunan dan evaluasi rencana kerja - penanganan khusus (di luar rencana kerja) - Rapat Umum Pemegang Saham Dalam pada itu, jika investasinya tidak berhasil, maka terhadap komersialisasi ini hanya dapat dilakukan : - usaha melakukan tindakan pengamanan, dengan cara mengundang pihak ketiga lainnya untuk dapat berpartisipasi ke dalam Perusahaan Pasangan Usaha yang bersangkutan - pembubaran kerjasama 9) Proses Divestasi Proses divestasi ini wajib dilakukan oleh Perusahaan Modal Ventura, karena bukanlah tujuan pendanaan lewat modal ventura ini untuk tetap permanen di dalam Perusahaan pasangan Usahanya. Pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil modal ventura didasarkan dari isi perjanjian, namun semua hal tersebut diawali dengan adanya kata sepakat, sebagaimana bunyi ketentuan awal perjanjian yang menegaskan; para pihak PT. SSBV dan Perusahaan pasangan usaha, sama-sama sepakat untuk mengadakan perjanjian dengan pola bagi hasil dengan syarat-sayarat dan ketentuan sebagai berikut. 5 5 Wawancara dengan, Rivi Zulya, SH. Kabag. Legal, PT. SSBV Padang, pada hari Senin tanggal 8 Juni

8 Suatu perjanjian harus mempunyai objek yang jelas, seperti pembiayaan yang akan dilakukan dengan pola bagi hasil dan kewajiban yang harus dilakukan, seperti melakukan pembayaran atau pengembalian hasil yang diharapkan oleh perusahaan sarana ventura serta kewajiban-kewajiban lainnya yang telah ditentukan, diantaranya cara pengembalian dan denda jika terjadi ketrlambatan yang dilakukan oleh pasangan usaha. Artinya, bahwa perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil, jelas tentang apa yang dibiayai dan kewajiban pengembalian berupa jasa yang diharapkan oleh perusahaan ventura. Hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 1 perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil yang menegaskan; Perjanjian pembiayaan ini dilaksanakan diantara kedua belah pihak dalam bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil, dalam mana Sarana Ventura setuju menyediakan sejumlah fasilitas pembiayaan dan perusahaan pasangan usaha setuju menerima sejumlah fasilitas pembiayaan tertentu dari sarana yang untuk nantinya manakala seluruh persyaratan yang termuat dalam perjanjian pembiayaan ini telah dipenuhi oleh perusahaan pasangan usaha, selanjutnya sarana menyerahkan fasilitas pembiayaan tersebut kepada dan untuk digunakan oleh perusahaan pasangan usaha guna pengembangan usahanya. Dalam Pasal 4 menegaskan juga, bahwa Atas penyediaan dan penyerahan jumlah fasilitas pembiayaan tersebut, perusahaan pasangan usaha berkewajiban untuk membayar kepada sarana imbalan jasa bagi hasil. Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa syarat bahwa barang atau atau pekerjaan atau kewajiban yang menjadi objek perjanjian harus tertentu atau dapat ditentukan, dimaksudkan agar dapat ditetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Demikian juga halnya dengan isi perjanjian yang tidak boleh bertenatngan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum sebagaimana ditegaskan dalam Paqsal 1337 KUHPerdata. Hal di atas dapat diartikan, meskipun kebebasan untuk berkontrak atau melakukan perjanjian diberikan kepada setiap subjek hukum, baik dengan akta otentik maupun akta dibawah tangan ataupun adanya kebebasan menentukan luasnya pekerjaan dalam perjanjian, namun ada batasan, aturan dan norma-norma tertentu yang harus diikuti. Pelarangan yang ditentukan dalam undang-undang merupakan salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat dikemukakan. Larangan yang diberikan undang-undang merupakan larangan atas objek perjanjian, sehingga setiap perjanjian yang dilakukan oleh subjek hukum pelaku usaha yang memuat ketentuan-ketentuan yang dilarang adalah batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan mengikat sama sekali bagi para pihak yang berjanji. 6 Pihak-pihak yang telah menyetujui lahirnya perjanjian tersebut harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati, wujud adanya kesepakatan antara para pihak dalam bentuk perjanjian yang dilaksanakan secara tertulis maupun tidak tertulis adalah bahwa para pihak sepakat tentang apa yang telah ditentukan oleh para pihak tersebut. Para pihak akan mematuhi semua 6 Gunawan Widjaya, Op.Cit, Hlm

9 hal yang ada dalam ketentuan-ketentuan yang telah mereka sepakati atau tanda tangani tersebut, karena mengingkari atau tidak melaksanakannya, berarti para pihak dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Pada dasarnya perjanjian lahir jika para pihak telah sama-sama sepakat tentang hal-hal yang berkaitan dengan telah dipenuhinya semua persyaratan yang berkaitan dengan perjanjian, seperti persyaratan bagi pasangan usaha sebagaimana dikemukakan pada uraian di atas. Kata sepakat tersebut ditegaskan dalam Pasal 1320 ayat (1) yang mengatur tentang kata sepakat dalam mengadakan perjanjian. Demikian juga ketentuan Pasal 1338 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sabagi undang-undang bagi para pihak. Hal ini dikenal dengan asas facta sunt servanda. Artinya perjanjian yang telah disepakati tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan yang diperjanjikan. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil dan Pasal 4 sebagaimana telah dikemukakan pada uraian di atas. Dalam pada itu, isi perjanjian juga tidak lepas dari bagian unsur perjanjian yakni unsur atau bagian yang esensil atau yang harus ada dari suatu perjanjian yang diadakan, tanpa unsur esensil tersebut, maka perjanjian batal demi hukum, artinya perjanjian tidak akan lahir tanpa adanya unsur tersebut pada waktu akan melahirnya perjanjian. Dalam perjanjian, unsur essensialia mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasiprestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia merupakan unsur perjanjian yang salalu harus ada di dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada. 7 Unsur esensil tersebut dalam perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil adalah penyediaan pembiayaan berupa yang merupakan fasilitas yang disediakan perusahaan sarana sebaliknya kewajiban pengembalian oleh pasanagan usaha sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 1 dan pasal 4 ketentuan perjanjian pembiayaan tersebut. Secara rinci, unsur esensil tersebut sebagaimana dikemukakan sebagai berikut : 8 a. Jumlah pembiayaan b. Cara penarikan atau pencarian c. Jadwal penggunaan bantuan d. Jangka waktu bantuan dana e. Bentuk balas jasa finansial f. Cara, jumlah, waktu pembayaran balas jasa finansial g. Cara penarikan kembali investasi (divestasi) h. Syarat divestasi yang dipercepat i. Perubahan atau perpindahan kepemilikan 7 J. Satrio, 1999, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir Dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm Wawancara dengan Rivi Zulya, SH. Kabag. Legal, PT. SSBV Padang, pada hari Senin tanggal 8 Juni

10 Perusahaan modal ventura menyediakan beberapa nilai tambah dalam bentuk masukan manajemen dan memberikan kontribusinya terhadap keseluruhan strategi perusahaan yang bersangkutan. Risiko yang relatif tinggi ini akan dikompensasikan dengan kemungkinan hasil yang tinggi pula, yang biasanya didapatkan melalui keuntungan yang didapat dari hasil penjualan dan penanaman modal. Pembiayaan modal ventura merupakan pembiayaan yang berisiko tinggi, tetapi juga merupakan pembiayaan yang memiliki potensi keuntungan yang tinggi pula yang biasanya didapatkan melalui keuntungan yang didapat dari hasil penjualan dan penanaman modal yang bersifat jangka menengah atau jangka panjang, yang dimungkinkan terjadinya perselisihan, seperti keterlambatan mengembalikan modal dan bagi hasil yang tidak terealisasikan sesuai dengan perjanjian yang telah diadakan. Untuk melakukan antisifasi terhadap perselisihan yang dimungkinkan terjadi pada masa pelaksanaan pembiayaan yang dilakukan, pihak PT. SSBV, dari hasil wawancara dengan bapak Iman Prasetio, diperoleh penjelasan, bahwa ada beberapa langkah yang dilakukan sebelum pembiayaan tersebut disetujui, antara lain : 9 a) Presentasi atau Temu Kemitraan b) Dialog antara PT. SSBV dengan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat c) Memberikan Pelatihan dan Pembinaan. Dalam pada itu, hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan kesepakatan yang terdapat dalam perjanjian yang telah ditanda tangani, dimana hak Perusahaan Ventura dan Pasangan usaha antara lain : 1) Hak Perusahaan Ventura a) Menerima kembali pembayaran atau pengembalian jasa usaha melalui sistem bagi hasil b) Menerima penghasilan lainnya seperti denda jika terjadi keterlambatan pembayaran atau pengembalian c) Berhak menarik fasilitas jika pasangan usaha tidak melaksanakan apa yang telah disepakati sehingga merugikan perusahaan ventura d) Berhak atas informasi dan laporan kemajuan perusahaan pasangan usaha dan laporan pembukuan. e) Berhak mengakhiri perjanjian jika pasangan usaha melakukan wanprestasi dan melakukan upaya hukum yang telah ditentukan dalam perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil 2) Hak Pasangan Usaha a) Berhak atas fasilitas yang telah disepakati yakni pembiayaan dengan sistem bagi hasil b) Berhak atas bantuan pembinaan dan bantuan manajemen dari perusahaan ventura c) Berhak menentukan pilihan dalam penyelesaian perselisihan jika pasangan usaha tidak dapat menerima putusan yang dilakukan oleh perushaan ventura. 9 Wawancara dengan Rivi Zulya, SH. Kabag. Legal, PT. SSBV Padang, pada hari Senin tanggal 8 Juni

11 a. Kewajiban Perusahaan ventura dan Pasangan Usaha 1) Kewajiban Perusahaan Ventura a) Mematuhi semua ketentuan dalam perjanjian b) Memberikan fasilitas berupa pembiayaan c) Memberikan pembinaan dan bantuan manajemen usaha d) Melakukan pengawasan atas jalanya usaha pasangan usaha e) Berkewajiban menerima laporan kemajuan perusahaan 2) Kewajiban Pasangan Usaha a) Mematuhi semua perjanjian yang telah disepakati b) Membayar kembali jasa usaha bagi hasil c) Kewajiban memasang asuransi selama pembiayaan c) Membayar denda keterlambatan kepada perusahaan ventura d) Memberikan laporan kemajuan dan pembukuan Pada dasarnya setiap perselisihan diselesaikan oleh para pihak dalam usaha perkembangan usaha dan hubungan bisnis, namun jika terjadi perselisihan dalam penyelesaian perselisihan diselesaikan secara musyawarah untuk mendapatkan mufakat, namun jika hal tersebut tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, maka para pihak dapat menyelesaikan melalui jalur hukum yang berlaku, kecuali secara tersirat yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (1) mengenai ketentuan lain yang menegaskan, bahwa hal-hal lain yang belum atau tidak cukup diatur dalam perjanjian pembiayaan ini akan diatur lebih lanjut oleh kedua belah pihak secara musyawarah untuk mencapai mufakat dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari dan hasilnya akan dituangkan secara tertulis yang merupakan addendum dari perjanjian pembiayaan ini dan merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dengan perjanjian pembiayaan ini. Dalam pada itu, mengenai berakhirnya perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil munurut bapak Iman Prasetio, disebabkan berkahir atau diakhiri oleh para pihak, namun pada prinsipnya perjanjian berakhir disebabkan : 10 1) Sampainya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian, seperti 20 (dua puluh) bulan sejak perjanjian di tanda tangani 2) Pasangan usaha telah melaksanakan kewajiban pembayaran sesuai dengan jumlah fasilitas yang diberikan 3) Karena pasangan usaha melakukan wanprestasi dan diputuskan secara sepihak oleh perusahaan ventura 4) Terjadinya peristiwa overmacht atau force majeure (keadaan memaksa) yang mengakibatkan musnahnya fasilitas yang diberikan pembiayaan setelah adanya laporan pasangan usaha bahwa hal tersebut bukan kesalahan pasangan usaha 5) Terpenuhinya semua kewajiban para pihak yang ditentukan dalam perjanjian 10 Wawancara dengan, Rivi Zulya, SH. Kabag. Legal, PT. SSBV Padang, pada hari Senin tanggal 8 Juni

12 6) Pihak pasangan usaha mengundurkan diri atau menarik diri secara sukarela setelah semua kewajiban terpenuhi, seperti pengembalian semua pembiayaan dan hal lainnya sesuai dengan perjanjian misalnya denda. 7) Karena adanya putusan pengadilan, baik atas tuntutan perusahaan ventura maupun perusahaan pasangan usaha yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Kendala pelaksanaan pembiayaan modal ventura Pada dasarnya untuk setiap perjanjian dapat saja tidak terlaksana sesuai dengan apa yang diperjanjian oleh para pihak, baik karena adanya unsur kesengajaan maupun diluar faktor kehendak para pihak. Hasil wawancara dengan bapak Iman Prasetio, 11 diperoleh penjelasan, bahwa kendala yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan pasangan usaha disebabkan : 1) Terjadinya keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan pasangan usaha, sehingga dikenakan denda 2) Perusahaan pasangan usaha terlambat memberikan laporan kemajuan usaha dan laporan pembukuan 3) Perusahaan pasangan usaha terlambat melengkapi dokumen yang diperlukan untuk dilakukan evaluasi sehingga perusahaan ventura juga terlambat memberikan bantuan pertambahan bantuan pendanaan untuk peningkatan kemajuan usaha pasangan usaha 4) Terlambatnya perusahaan ventura melakukan cek kelapangan dalam rangka evaluasi berjalannya usaha yang disebabkan terbatasnya SDM lapangan 5) Keterbatasan penyaluran pendanaan yang sesuai dengan plafon yang diusulkan oleh perusahaan pasangan usaha karena keterbatasan dana yang tersedia pada perusahaan ventura 6) Terlambatnya perkembangan usaha karena semakin kompetitifnya usaha yang sejenis dengan pasangan usaha dan faktor atau pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional Cara mengatasi kendala sebagaimana dimaksudkan, seperti terjadinya keterlambatan pembayaran, hal itu telah diberikan penyuluhan atau pembinaan kepada pasangan usaha agar memberikan laporan dan pembukuan atas kemajuan usaha sehingga dapat dilakukan pembinaan dan saran perbaikan manajemen pengelolaan usaha. Cara lain mengatasi kendala jika terjadi keterlambatan atau wanprestasi, perusahaan pasangan usaha dikenakan denda sesusi dengan perjanjian, walaupun hal tersebut merupakan pilihan terkahir yang dilakukan karena memang telah ditentukan dalam perjanjian pembiayaan. Selanjutnya yang dapat dilakukan dalam usaha mengatasi kendala tersebut adalah dengan melakukan pembinaan dan evaluasi kelapangan serta bantuan manajemen usaha Wawancara dengan, Rivi Zulya, SH. Kabag. Legal, PT. SSBV Padang, pada hari Senin tanggal 8 Juni Wawancara dengan, Rivi Zulya, SH. Kabag. Legal PT. SSBV Padang, pada hari Senin tanggal 8 Juni

13 D. Kesimpulan Dari hasil pembahasan sebagaimana diuraikan di atas, dapat disimpulkan, antara lain : 1. Pelaksanaan pembiayaan modal ventura oleh PT. Sarana Sumatera Barat Modal Ventura memiliki ciri khas khusus, artinya pelaksanaan pembiayaannya dilaksanakan dengan adanya perjanjian yang tidak hanya terbatas dalam pemberian pinjaman dalam bentuk pembiayaan modal kepada perusahaan sebagai pasangan usaha yang dikenal dengan istilah perjanjian pembiayaan dengan pola bagi hasil, Perusahaan ventura juga memberikan bantuan manajemen dalam pengelolaan terhadap perusahaan pasangan usaha. Sistem bagi hasil yang dikenalkan oleh perusahaan modal ventura tidak mengenal adanya bunga pinjaman, karena direalisasikan dalam bentuk imbal jasa dan penentuan denda jika terjadi keterlambatan pengembalian dana bagi hasil yang diakumulasikan dengan hitungan hari dengan pengembalian secara bulanan yang merupakan kewajiban pasangan usaha. Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak dengan pola bagi hasil dilaksanakan dalam bentuk perjanjian di bawah tangan, namun diikuti dengan pengikatan jaminan dengan adanya akta notaris. Sementara itu, calon pasangan usaha PT. Sarana Sumatera Barat Ventura melingkupi wilayah Sumatera Barat yang telah terdaftar dalam daftar perusahaan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi maupun Kota/Kabupaten, memiliki izin usaha dan tempat usaha, di mana calon perusahaan pasangan usaha mengajukan permohonan bantuan pendanaan pembiayaan fasilitas ke perusahaan modal ventura, dan jika telah memenuhi semua persyaratan dan dievaluasi, selanjutnya diadakan perjanjian bagi hasil yang diikuti juga dengan pembinaan dan bantuan manajemen usaha. 2. Kendala dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan modal ventura melalui PT. Sarana Sumatera barat Modal Ventura, masih terbatasnya informasi terutama mengenai mekanis dan pelaksanaan perjanjian dengan pola bagi hasil modal ventura yang memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan pinjaman melalui perbankan yang dikenal dengan adanya bunga pinjaman. Pola bagi hasil dikenalkan dengan adanya denda jika terjadi keterlambatan pengembalian imbal jasa. Disamping itu, kendala yang terjadi adalah, masih terbatasnya sumber daya manusia pada pasangan usaha dalam pengelolaan usaha yang sistematis, artinya pasangan usaha memiliki perencanaan usaha yang baik, pembukuan yang transparan dan jelas, perhitungan laba rugi dan pemanfaatan fasilitas yang bsesuai dengan perencanaan pengelolaan usaha. Kendala lainnya adalah berkaitan dengan pengembalian hasil usaha dalam bentuk bagi hasil sehingga terjadi keterlambatan pengembalian yang berakibat pasangan usaha dikenakan denda. Dalam usaha mengatasi kendala yang terjadi, pihak perusahaan modal sarana melakukan evaluasi dan pemberian bantuan manajemen serta pembinaan usaha, sehingga pengembalian modal pembiayaan diharapkan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk mengatasi terjadinya penunggakan pengembalian pinjaman atau wanprestasi, pihak sarana modal ventura juga mengisyaratkan adanya pengikatan jaminan dan asuransi yang harus 11

14 disediakan dan ditanggung oleh pasangan usaha, hal dilaksanakan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam memberikan bantuan pinjaman modal pembiayaan dan sekaligus melihat itikad baiknya pasangan usaha dalam menjalankan usaha. 12

15 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung; Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung; Gunawan Widjaja, 2005, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta; J.Satrio, 1999, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir Dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung; Kasmir, 2003, Manajemen Perbankan, Raja Grafindo, Jakarta; Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung;..., 1996, KUHperdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung; M.Chidir Ali, 2001, Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, cetakan Kedua, CV.Niska Mandar Maju, Bandung; Munir Fuady, 1999, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung; R.Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, PT.Bina Cipta, Bandung; R.Subekti, 1988, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung;..., 1985, Pokok Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta; Sri Redjeki Hartono, 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang; Wiryono Projodikoro, 1981, Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan tertentu, Sumur Bandung, B. Peraturan Perundang-undangan KUHPerdata Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Bank Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.13/ Tanggal 20 Desember 1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.17/1995 tanggal 3 Oktober 1995 Tentang Pendirian dan Pemberian Modal Ventura. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Modal Ventura. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 tanggal 9 Juni 1994 Tentang Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1992 tentang sektor-sektor usaha Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) Perusahaan Modal Ventura. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kepres Nomor 61 tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. 13

BAB I P E N D A H U L U A N. manusia merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan,

BAB I P E N D A H U L U A N. manusia merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan, 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Pada dasarnya kegiatan usaha dalam pemenuhan kebubutahan hidup, manusia merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan, bahkan kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung. PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR Aprilianti Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak Perjanjian sewa guna usaha (leasing) yang diadakan oleh Lessor dan Lesseen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang. BAB I PENDAHULUAN Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang. Oleh karena itu, para pihak dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata : BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang ataulebih. Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI Oleh : ANGGA ZIKA PUTRA 07 140 077 PROGRAM KEKHUSUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini, peran perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi BAB I PENDAHULUAN Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi beberapa tahun terakhir ini telah membawa pengaruh sangat besar bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Koperasi 1. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal 1 Ayat 1, pengertian koperasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN SKRIPSI Diajukan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh : AGUSRA RAHMAT BP. 07.940.030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT BAGI USAHA KECIL DI PD. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) BANK PASAR KABUPATEN LUMAJANG

ANALISIS YURIDIS WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT BAGI USAHA KECIL DI PD. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) BANK PASAR KABUPATEN LUMAJANG SKRIPSI ANALISIS YURIDIS WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT BAGI USAHA KECIL DI PD. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) BANK PASAR KABUPATEN LUMAJANG JURIDICAL ANALYSIS OF DISAGREEMENT CREDIT FOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam suasana abad perdagangan dewasa ini, boleh dikatakan sebagian besar kekayaan umat manusia terdiri dari keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain yang akan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci