UJI PERBEDAAN KONSENTRASI EKSTRAK BUAH SIRIH HUTAN(Piper aduncum) TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypti

Transkripsi

1

2 UJI PERBEDAAN KONSENTRASI EKSTRAK BUAH SIRIH HUTAN(Piper aduncum) TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypti Silva Yopi Mauntu 1), Rany Hiola 2), Sri Manovita Pateda 3) 1 Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo (Silva Yopi Mauntu) syifaamauntuu@gmail.com 2 Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo (Rany Hiola) ranyihiola@gmail.com 3 Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo (Sri Manovita Pateda) manovitapateda@gmail.com ABSTRAK Demam Berdarah Dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Di Provinsi Gorontalo tahun , tercatat sebanyak 172 kasus hingga tahun 2013 sebanyak 198 kasus. Upaya pengendalian DBD dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara yang paling sederhana penggunaan insektisida nabati ekstrak buah sirih hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas ekstrak buah sirih hutan dalam beberapa konsentrasi terhadap kematian larva Aedes aegypti. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Metode penelitian menggunakan metode eksperimen sungguhan dengan pendekatan Rancangan Acak Lengkap. Populasi penelitian semua larva nyamuk Aedes aegypti dengan jumlah sampel sebanyak 20 ekor larva yang dimasukkan ke dalam esktrak buah sirih hutan (Piper aduncum) dengan konsentrasi 0% (kontrol) 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%. Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi 0% (kontrol) 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%., persentase jumlah larva mati berturut-turut 0%, 58%, 80%, 81,5%, 100% (Anova, p 0,05). Sehingga dapat dikatakan Peningkatan dosis esktrak buah sirih hutan terbukti dapat meningkatkan jumlah larva Aedes aegypti yang mati secara signifikan. Disarankan kapada masyarakat untuk dapat melakukan pengendalian vektor larva Aedes aegypti dengan menggunakan ekstrak buah sirih hutan sebagai insektida nabati yang aman bagi lingkugan dan manusia. Kata Kunci : Sirih Hutan (Piper aduncum), Larva Aedes aegypti.

3 ABSTRACT Dengue fever becomes a public health problem in Indonesia. From , it was recorded 172 cases and the of 2013 was for 198 cases. Efforts of controlling degue fever can be undertaken in many ways as one of them is the use of vegetative insecticides such as betel fruit extract in some concentrations toward the death of Aedes aegypti larvae. It was held in Publich Health Departement Laboratory, Faculty of Health and Sport Sciences, Universitas Negeri Gorontalo. The research applied true experimental research through complete random design approach. Population was all larvae amounted to 20 larvae wich were then placed into betel fruit extract with concentration for 0% (control), ) 0,1%, 0,2%, 0,3%, and 0,4%. The result showed that with in concentration 0% (control), 0,1%, 0,2%, 0,3% and 0,4% the percentage of the dead larvae was concsecutivelly 0%,58%, 80%, 81,5% and 100% (Anova p 0,05). Therefore, it can be concluded that the increase of betel fruit extract dose had been proved to increase the amont of the dead larvae significantly. It is recommended to people to control vector of Aedes aegypti larvae through utilizing betel fruit extract which is safe for people and environment. Keywords: Betel Fruit (Piper aduncum), Aedes aegypti larvae. 1. PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta angka kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia termasuk kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Timor Timor. VVektor penyakit DBD nyamuk Aedes aegypti masih banyak dijumpai, hal yang yang memudahkan penyakit DBD menyebar yaitu karena dengan adanya kemajuan teknologi dalam bidang transportasi disertai mobilitas penduduk yang cepat memudahkan penyebaran sumber penularan dari satu kota ke kota lainnya (Soegijanto, 2004). Penyakit ini sering muncul sebagai Kasus Luar Biasa (KLB) dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. Jumlah kabupaten/kota di Indonesia yang terjangkit DBD pada tahun 2008 sekitar 355 kab/kota (71,72%), tahun 2009 sekitar 384 kab/kota (77,28%), tahun 2010 sekitar 400 kab/kota (80,48%) dan tahun 2011 sekitar 374 kab/kota (76,25%) dengan jumlah penderita DBD mencapai kasus, sekitar 596 orang diantaranya meninggal dunia (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2011). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa upaya penanggulangan DBD di Indonesia hingga saat ini belum optimal karena jumlah kasus cenderung meningkat setiap tahunnya. Jumlah kasus yang diakibatkan oleh nyamuk di Provinsi Gorontalo terus meningkat dari tahun kemarin. Dikarenakan Provinsi Gorontalo sudah termasuk daerah yang endemis oleh nyamuk, nyamuk yang sudah ada di kota Gorontalo yaitu nyamuk Aedes aegypti, Anopheles dan Culex sp yang sudah menyebar diseluruh wilayah Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2008 prevalensi penyakit DBD yaitu sebanyak dan Case - fatality rate (CFR) sebesar 2,32% dengan jumlah kasus 172 orang dan pasien meninggal sebanyak 3 orang. Pada tahun 2009 prevalensi penyakit DBD turun menjadi dengan jumlah kasus sebanyak 109 orang dan pasien meninggal 2 orang dengan CFR

4 sebesar 1,83% dari jumlah penderita, namun pada tahun 2010 jumlah penderita penyakit DBD mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebanyak 467 kasus dan yang meninggal sebanyak 8 orang sehingga prevalensi penyakit DBD naik menjadi dan CFR sebesar 1,71%, sedangkan pada tahun 2011 jumlah penderita DBD turun drastis menjadi 23 orang dengan jumlah pasien meninggal 2 orang sehingga prevalensi turun menjadi 2.27 dan CFR sebesar 8,69%. Pada tahun 2012 prevalensi penyakit DBD meningkat lagi yaitu sebanyak dan CFR sebesar 2,35% dengan jumlah pasien 212 orang dan pasien meninggal sebanyak 5 orang, dan hingga tahun 2013 prevalensi penyakit DBD masih tinggi yaitu sebanyak dengan CFR sebesar 1,51% dimana jumlah kasus penderita penyakit DBD dilaporkan sebanyak 198 orang dengan jumlah pasien meninggal sebanyak 3 orang. Prevalensi penyakit DBD terbanyak terdapat di Kota Gorontalo yaitu sebanyak 59 kasus (IR 9,19/ penduduk) sedangkan prevalensi terendah terdapat di Kabupaten Pohuwato dengan 3 kasus (IR 2,5/ penduduk). Jumlah kasus DBD di Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi oleh sebab itu dibutuhkan penanganan untuk menanggulangi masalah penyakit DBD tersebut (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2013). Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus Dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain Dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning ( yellow fever) dan chikunguya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti merupakan pembawa utama ( primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran Dengue di desa-desa dan perkotaan. Masyarakat diharapkan mampu mengenali dan mengetahui caracara mengendalikan DBD untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (An onim, 2011) Pengendalian nyamuk memegang peran penting dalam upaya penanggulangan Mosquito Born Disease. Pengendalian nyamuk bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satu yang paling sederhana dan sering dilakukan masyarakat adalah penggunaan insektisida (Utama, 2003). Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga baik bentuk dewasa maupun bentuk larva. Terdapat berbagai macam golongan insektisida buatan, antara lain karbamat (sufur organik), klorin organik dan fosfor organik. Dalam hal efektivitas, sebenarnya kemampuan insektisida-insektisida tersebut tidak diragukan lagi. Permasalahannya adalah selain toksik terhadap serangga, ternyata insektisida-insektisida tersebut juga mempunyai efek terhadap manusia. Pencemaran lingkungan, biological magnification pada rantai makanan dengan segala akibatnya, serta penyakit degenerasi dan keganasan semakin banyak dilaporkan (Utama, 2003). Oleh karena itu diperlukan insektisida nabati sebagai alternatif pemanfaatan tumbuhan sebagai pengendalian larva nyamuk yang aman bagi lingkungan. Insektisida nabati adalah insektisida yang berbahan baku tanaman. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai ( biodegradable ) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Salah satu insektisida nabati yang dapat menjadi alternating untuk memberantas vektor nyamuk

5 khususnya larva nyamuk Aedes aegypti adalah tanaman buah sirih hutan (Piper aduncum). Piper aduncum hidup liar, kosmopolitan, cepat tumbuh, dan mendominasi kawasan-kawasan hutan terdegradasi dan lahan terlantar berpotensi sebagai sumberdaya alam hayati yang melimpah. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Dadang Muhammad Hasyim (2011) tentang potensi buah sirih hutan ( Piper aduncum) sebagai insektisida botani terhadap larva Crocidolomia pavonana. Analisis proksimat dilakukan pada buah sirih hutan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat ( by dif ference). Ekstraksi buah sirih hutan dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol secara bertahap. Pengujian 2. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus Dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Anggraeni, 2011 mengatakan bahwa selain Dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning ( yellow fever) dan chikunguya. Menurut Boror dkk. (1989), klasifikasi Aedes aegypti adalah sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Familia : Culicidae Subfamilia : Culicinae Genus : Aedes Spesies : Ae. Aegypti Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dari family dan genus Flavivirus. Virus ini mempunyai empat priode seritope yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe ini menimbulkan fitokimia dilakukan pada ekstrak dan serbuk buah sirih hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah sirih hutan mengandung air 11.32%, abu 6.38%, protein 11.42%, lemak 4.98%, dan karbohidrat 65.9%. Buah sirih hutan mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Di antara ketiga ekstrak yang diuji terhadap larva C. pavonana, ekstrak n-heksana buah sirih hutan memiliki aktivitas insektisida yang kuat (LC % dan LC %), diikuti ekstrak etil asetat dan metanol. Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan Uji Perbedaan Konsentrasi Ekstrak Buah Sirih Hutan ( Piper aduncum ) Terhadap Kematian Larva Aedes aegpyti. gejala yang berbeda-beda jika menyerang manusia. Serotipe yang menyebabkan infeksi paling berat di Indonesia, yaitu DEN-3 (Satari, 2005:3) Klasifikasi Tanaman Sirih yaitu: Kingdom : Plantae Subkingdom : Trachebionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper aduncum (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Mekanisme kerja buah sirih hutan sebagai insektisida: buah sirih hutan mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, dan streroid yang berpengaruh sebagai senyawa bioaktif dalam menghasilkan efek. Adapun cara kerja dari senyawa tersebut adalah sebagai berikut : 1) Racun lambung 2) Racun kontak 3) Racun pernafasan

6 Penggunaan insektisida nabati memiliki keunggulan dan kelemahan yaitu sebagai berikut (Naria, 2005 dalam Santi, 2011) : Keunggulan : a) Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih aman dari pada insektisida sintetis/kimia. b) Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran. c) Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana. d) Bahan membuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah. e) Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida. Kelemahan a) Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple activeingredient) dan kadang kala tidak dapat di deteksi. b) Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang berbeda. Iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda, dan waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktif menjadi sangat bervariasi. Hipotesis Penelitian H 0 :Tidak terdapat perbedaan kematiam larva Aedes aegypti setelah pemberian variasi dosis ekstrak buah sirih hutan. H 1 :Terdapat perbedaan kematiam larva Aedes aegypti setelah pemberian variasi dosis ekstrak buah sirih hutan 3. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan (True Experiment) dengan pendekatan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Populasi penelitian ini adalah larva Aedes aegypti yang diambil dari proses kolonisasi nyamuk. Jumlah sampel yang dipakai ada 100 sampel dimana 20 sampel Aedes aegypti pada setiap perlakuan. 4.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian untuk mengetahui efek ekstrak buah sirih hutan (Piper aduncum) sebagai larvasida Aedes aegypti yang dilakukan selama 1x24 jam dengan tiga kali pengulangan ditampilkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Tabel hasil penelitian jumlah larva Aedes aegypti yang mati setelah pemberian variasi dosis ekstrak buah sirih hutan pada pengamatan 1x24 jam KK Jumlah Larva Yang Mati L Dalam Waktu 1 X 24 Jam JJL ((% UII RR UI UII ) I R (%) , ,6 58 0, , ,3 81,5 0, Sumber : Data Primer 2013 Ket : KL = Konsentrasi Larutan JL = Jumlah Larva UI = Pengulangan I UII = Pengulangan II UIII = Pengulangan III R = Rata-rata R (%) = Rata-rata (%)

7 Jumlah Larva Yang Mati (%) Grafik Kematian Larva Aedes aegypti Setelah Pemberian Variasi Dosis Ekstrak Buah Sirih Hutan % % 0.2% 0.3% 0.4% 1 PPerlakua 2 3 an 4 5 Hasil pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa konsentrasi 4.2 Pembahasan Tabel 2 dan Gambar 4 menunjukkan rata-rata jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah berkontak dengan ekstrak buah sirih hutan. Secara atistik, pada kelompok kontrol didapatkan jumlah kematian larva sebesar 0% pada semua pengulangan yang bearti tidak terdapat larva yang mati, hal ini disebabkan karena pada kelompok kontrol tidak ada perlakuan pemberian konsentrasi ekstrak buah sirih hutan, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat efek larvasida dari aquades yang dipergunakan. Pada konsentrasi 0,1% kematian larva lebih rendah daripada konsentrasi 0,2%, 0,3% dan 0,4%. Kematian larva pada konsentrasi 0,1% tidak terlalu baik karena presentasi menunjukan hanya 58%. Konsentrasi buah sirih hutan 0,2% jika dibandingkan konsentrasi 0,1% dapat dikatakan memiliki kemampuan larvasida yang lebih baik karena secara statistik kematian larva Aedes aegypti pada konsentrasi 0,2% berbeda nyata dengan kontrol, yaitu 80%. Kematian larva pada konsentrasi 0,2% lebih kecil dibandingkan konsentrasi 0,3% yaitu 81,5% pada pengamatan 1 x 24 jam. Jumlah larva yang mati setelah pemberian ekstrak buah sirih hutan Rata-Rata Kematian (Piper aduncum) diuji menggunakan metode one way ANOVA pada semua dosis yaitu Kontrol (tanpa pembe rian ekstrak) 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4%. Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa dosis yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai besar rata-rata yang berbeda secara signifikan dengan p = 0,000, p value < 0,05 Untuk mengetahui perbedaan dari masing- dilakukan masing perlakuan kemudian pengujian dengan menggunakan Uji LSD. Diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan semua kelompok perlakuan 5. SIMPULAN Dari hasil penelitian uji efektifitas ekstrak buah sirih hutan sebagai insektisida nabati untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti dengan konsentrasi 0% (kontrol) 0,1%, 0,2%, 0,3%, dan 0,4% menunjukkan hasil persentase bahwa pada konsentrasi 0% jumlah larva mati sebesar 0%, konsentrasi 0,1% jumlah larva mati sebesar 58%, konsentrasi 0,2% jumlah larva mati sebesar 80%, konsentrasi 0,3% jumlah larva mati sebesar 81,5% dan pada konsentrasi 0,4% jumlah larva yang mati sebesar 100% %. Kematian larva nyamuk Aedes aegypti setelah perlakuan menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar 0,000. Karena nilai probabilitas < 0,05 maka H 1 diterima dan H 0 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan daya bunuh ekstrak buah sirih hutan dengan konsentrasi 0,1%, 0,2% %, 0,3% dan 0,4% dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti, sehingga semakin tinggi tingkat konsentrasi ekstrak buah sirih hutan maka semakin efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti.

8 6. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor DBD November Hasyim Potensi Buah Sirih Hutan (Piper aduncum) Sebagai Insektisida Botani Terhadap Larva Crocidolomia pavonana. Jurnal Pertanian (online) repository.ipb.ac.idbitstreamhan dle.pdf. diakses 21 November 2013Harsana Kardinan, A Peptisida Nabati Ramuan & Aplikasinya. Jakarta : Penebar Swadaya Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta : Agromedia Pustaka. Soegijanto, S Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press Sudrajat,dkk, Bioekologi dan Potensi Senyawa Bioaktif Sirih Hutan (Piper aduncum) Sebagai Sumber Bahan Baku Larvasida Nyamuk Aedes aegypti L. Jurnal Kesehatan (online) l2011/pdf. diakses 21 Oktober 2013.