TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia iu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia iu"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Perilaku merupakan suatu aktivitas dari pada manusia baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia iu berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masin. Menurut pendapat Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap oganisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respons. Respon ini dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Respondent respons atau reflxive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. 2. Operant respons atau Instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemusian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

2 Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung ata tertutup (covert) respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut covert behaviour atau unobservable behaviour. 2. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavoiur. Menurut teori Bloom (1908) seorang ahli psikologi pednidikan dalam Notoatmodjo (2005), perilaku dibedakan dalam tiga kawasan (domain) yakni Cognitive Domain, Afektif Domain, Psycomotor Domain. Ketiga domain tersebut diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice) Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

3 Kedalaman Pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni : 1. Tahu (know) Merupakan mengingat suatu materi yang telah pelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. 4. Analisis (analysis) Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut. 5. Sintesis (synthesis) Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

4 6. Evaluasi (evaluation) Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2005) Sikap Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup. Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni : Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, anatara lain : 1. Menerima (receiving) Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan. 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesikan tugas yang diberikan. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.

5 4. Bertanggung jawab (responsible) Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon teerhadap suatu objek. Orang bisa berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya. Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan : 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (Guided Response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme (Mecanism)

6 Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik Proses Adopsi Perilaku Menurut penelitian Rogers (1947) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut telah terjadi proses yang berurutan, yakni : a. Awarness : Menyadari akan suatu stimulus atau objek. b. Interest : Dimana seseorang mulai tertarik terhadap suatu stimulus atau objek. c. Evaluation : Membandingkan baik tidaknya suatu stimulus atau objek terhadap dirinya sendiri. d. Trial : Mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption : Telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap suatu stimulus Internet Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia (Word Wide Network), yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari yang mulai statis hingga yang dinamis dan interaktif (Purwanto,

7 E. 2007). Sedangkan menurut Alwi (1998), internet adalah jaringan komputer yang sangat besar, terdiri dari jutaan perangkat komputer yang terhubung sebagai pertukaran informasi diantara pemakai komputer. Komputer merupakan salah satu media elektronik yang sangat canggih, yang mana dikomputer terdapat program yang dikenal dengan nama internet. Dengan komputer program internet dapat dioperasikan, bahkan hampir semua orang di seluruh dunia menggunakan komputer sebagai sarana mengoperasikan internet. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari internet, terutama dalam proses komunikasi dan penggalian informasi, namun tidak sedikit yang menyalahgunakan penggunaan internet tersebut. Ketidakterbatasan ruang lingkup internet yang mampu menembus seluruh jaringan komputer yang ada diseluruh dunia telah membawa peradaban baru manusia yang mengarah pada suatu perkembangan pengetahuan dan teknologi yang lebih pesat atau cepat. Layanan yang diberikan pun beraneka ragam, seperti situs (Homepage), , dan sebagainya. Namun realita yang ditemukan ketika maraknya warung-warung internet, fasilitas yang lebih digemari untuk dimanfaatkan adalah membuka berbagai jenis situs porno yang mana dapat membangkitkan syahwat manusia. Bahkan pemakainya (user) lebih mengarah pada kalangan remaja. Komunikasi melalui internet sering digunakan untuk mengeksploitasi yang melibatkan anak-anak dan remaja serta alat-alat yang dipakai untuk menyamarkan identitas seksual seseorang dengan tujuan tertentu. Tidak sedikit pula remaja yang menghabiskan waktunya hanya untuk keperluan hura-hura melalui internet. Terlebih lagi pada remaja atau pelajar yang tanpa rasa malu atau rasa takut untuk membuka

8 situs porno. Selain itu banyak manfaat-manfaat yang dapat diambil dari internet. Semua tergantung oleh orang-orang yang memanfaatkan media internet tersebut. Keberadaan internet juga dapat memberi dampak positif bagi seluruh masyarakat pengguna internet termasuk remaja. Dengan internet remaja dapat dengan mudah mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Kebanyakan remaja menggunakan internet untuk mencari teman, chatting, kirim dan mencari tugas-tugas sekolah. Adapun dampak positif lain dari penggunaan internet, yaitu: 1. Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia. 2. Media pertukaran data, dengan menggunakan , atau jaringan situs web lainnya sehingga para pengguna internet diseluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan mudah. 3. Kemudahan dalam memperoleh informasi yang ada di internet sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi. 4. Kemudahan dalam bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga tidak perlu pergi ke tempat penawaran/penjualan. Banyaknya dilema yang dihadapi para pengguna internet sekarang ini adalah tanpa batas tersebut rentan terhadap dampak negatif seperti penyalahgunaan internet. Para orang tua maupun guru di sekolah masih merasakan bahaya internet untuk anak didik mereka. Siswa dengan leluasa dapat mengakses situs-situs pornografi maupun perjudian. Pembatasan yang sampai saat ini dilakukan oleh para orang tua dan guru

9 disekolah adalah dengan memberikan bekal pengetahuan keagamaan berupa keimanan dan perbuatan yang baik guna mencegah perbuatan yang tercela. Hal ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan siswa-siswi tersebut akan berbuat di luar jalur yang baik dan benar dan karena usia mereka tergolong remaja dimana rasa keingintahuan mereka sangat besar, oleh karena itu kondisi yang dihadapi saat ini tidak cukup untuk memberikan rasa aman bagi orang tua dan guru di sekolah dalam memberikan kebebasan berinternet (Zakiah, 2007). Dampak negatif dari penggunaan internet, antara lain : 1. Mengetahui sifat sosial karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung. 2. Dilihat dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi. 3. Kejahatan seperti menipu dan mencuri juga dapat juga dilakukan di internet 4. Dapat membuat seseorang kecanduan, terutama yang menyangkut pornografi dan dapat menghabiskan uang karena hanya untuk melayani kecanduan tersebut Situs Porno Pokok materi yang terdapat di internet yang secara spesifik menjual gambargambar erotik dan informasi porno yang isinya tidak senonoh atau cabul dan sengaja dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu seksual para pengaksesnya disebut dengan situs porno (Anonim, 2006). Segala sesuatu yang dinilai porno jika berada dalam situasi-situasi berikut : 1. Isolasi seks

10 Seksualitas personal hanya sebatas pada alat kelamin genital untuk merangsang nafsu birahi. Seks dipentaskan hanya untuk hiburan saja, akan tetapi tidak diceritakan sebagai sarana untuk ungkapan cinta dalam perkawinan dan cara untuk melanjutkan keturunan. 2. Perangsangan nafsu birahi Pornografi menonjolkan kelamin genital untuk merangsang nafsu birahi, tanpa memperhitungkan kelemahan-kelemahan emosional-psikis dari seksualitas. 3. Tidak adanya hormat terhadap lingkungan intim Manusia membutuhkan lingkungan intim, khususnya dalam perkawinan. Hubungan seksual personal yang intim antara suami-istri disajikan secara terbuka dalam pornografi atau pornoteks tanpa hormat sama sekali. 4. Membangkitkan dunia khayal Pornografi yang mempertontonkan gambar telanjang dan pornoteks yang menceritakan kisah-kisah hubungan seksual dengan tujuan tidak untuk menjelaskan secara benar fungsi alat kelamin, melainkan lebih untuk membuat remaja berkhayal (Tukan, 1993). Menurut Bungin (2003), situs porno yang terdapat di internet terkandung dua bentuk porno, yaitu: 1. Pornografi, yaitu gambar-gambar porno yang dapat diperoleh dalam bentuk foto maupun gambar video. 2. Pornoteks, yaitu karya pencabulan yang mengangkat cerita dari berbagai versi hubungan seksual yang disajikan dalam bentuk narasi ataupun pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, sehingga si pembaca merasa ia menyaksikan

11 sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks tersebut Efek Situs Porno Terhadap Remaja Adapun efek yang ditimbulkan dari situs porno, yaitu: 1. Dalam kegiatan belajar disekolah, situs porno membuat turunnya konsentrasi belajar siswa, karena setelah melihat situs porno remaja jadi lebih suka berkhayal. 2. Dari segi finansial Remaja akan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses situs porno tersebut yang secara otomatis akan meningkatkan biaya akses internet. 3. Pornografi merusak perkembangan kepribadian remaja. Jika stimulus (pendorong) awal adalah foto-foto, remaja akan terkondisikan untuk terangsang dengan foto-foto. Jika ini terjadi beberapa kali, besar kemungkinan akan menjadi permanen. Akibatnya, remaja tersebut akan tumbuh menjadi orang yang susah membangun hubungan yang normal dengan lawan jenis yang normal, tanpa pengaruh foto-foto porno. 4. Situs porno mendorong terjadinya perilaku seksual menyimpang pada remaja. 5. Pornografi di internet dapat menyebabkan tindakan kriminal Ada teori yang mengatakan bahwa belajar dapat dilakukan melalui pengamatan (observational learning theory) yang dikembangkan oleh Bandura (1963). Teori ini diasumsi bahwa anak-anak maupun orang dewasa dapat belajar mengenai perilaku tertentu dengan cara mengamati perilaku orang lain dan mencontoh film, sinetron atau tayangan televisi termasuk games online dan situs porno di

12 internet. Khusus anak laki-laki yang kerap membuka situs porno akan cenderung merendahkan derajat kaum perempuan. Beberapa faktor yang menyebabkan remaja ingin melihat situs porno, yaitu: 1. Keingintahuan tentang seks merupakan faktor utama remaja dalam melihat situs porno. 2. Agar menjadi lebih bergairah. 3. Ingin meningkatkan kehidupan seksual mereka dengan pacar dikehidupan sebenarnya dengan mencontohkan berbagai hal yang ada di situs porno tersebut. 4. Kurangnya pemberian informasi tentang pendidikan seksual secara benar Pornografi Pornografi kini tersedia lebih beragam dan dapat dijangkau dengan sangat mudah bahkan murah oleh siapa pun termasuk anak-anak dan remaja. Bicara masalah pornografi, berarti kita harus menyiapkan diri untuk mengetahui mulai dari efek kecanduan sampai efek pelampiasan hasrat seksual yang diakibatkan materi-materi pornografis. Itu berarti, bicara pornografi tidak bisa kita lepaskan dari masalahmasalah perilaku-perilaku seksual sampai kejahatan-kejahatan seksual (Soebagijo, 2008). Media pornografis yang saat ini banyak berkembang telah menjadi referensi pengetahuan dan pemahaman anak-anak dan remaja, juga telah menjadi sumber pembelajaran utama mengenai seks dan kehidupan seksual. Pesan-pesan kehidupan seksual, seperti gaya hidup seks bebas, yang banyak terdapat di media perlahan membentuk remaja dan anak-anak menjadi pribadi yang terobsesi secara seksual.

13 Menurut Soebagijo (2008), pornografi adalah segala bentuk produk media yang bernuansa seksual atau yang mengeksploitasikan perilaku seksual manusia. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia merumuskan pornografi sebagai : (1) gambaran tingkah laku yang secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi; (2) bahan bacaan yang sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi/seks. Selanjutnya kita akan melihat wujud pornografi yang telah berkembang di masyarakat. Hal ini dikarenakan bentuk pornografi sesungguhnya tidaklah tunggal akan tetapi bisa sangat beragam. Jenis muatan pornografi yang terdapat di masyarakat, diantaranya: 1. Sexually violent material, yaitu materi pornografi dengan menyertakan kekerasan. 2. Nonviolent material depiciting degradation, domination, subordinaton or humiliation. Meskipun tidak menguanakan unsur kekerasan dalam materi seks yang disajikan akan tetapi di dalamnya terdapat unsur melecehkan perempuan. 3. Nonviolent and nondegrading materials, dimana produk media yang memuat adegan hubungan seksual tanpa unsur kekerasan ataupun pelecehan terhadap perempuan. 4. Nudity, yaitu materi pornografi dalam bentuk fiksi. 5. Child Pornography adalah materi pornogarafi yang menampilkan anak-anak dan remaja sebagai modelnya (Soebagijo, 2008). Cara paling mudah untuk bebas dari pornografi adalah menghindari mediamedia yang menjajakan pornografi. Pornografi jika dituruti, lama-lama akan

14 menjerumuskan kita dan jika kita terjebak ke dalamnya akan sangat sulit untuk melepaskan diri dari cengkramannya. Seseorang yang telah dibelit pornografi akan terus tergoda mencari petualangan-petualangan baru. Hal kongkret yang dapat dilakukan untuk menghindari media-media pornografi : 1. Menjauhkan mata, telinga dan hati dari poduk-produk yang berbau pornografi, meskipun itu yang bisa diperoleh tanpa mengeluarkan biaya. 2. Menyadari akan hal bahwa produk-produk pornografi hanya akan menguras uang. 3. Menyadari bahwa media-media pornografi hanya akan menimbulkan penyakit dalam diri (Nusantri, 2005) Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi Salah satu efek negatif pengaruh globalisasi yang mengusung kebebasan adalah wilayah gelap budaya, seperti masalah pornografi. Berbagai kasus tindakan asusila dan meningkatnya masalah pornografi yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia belakangan ini menunjukkan adanya kegagalan dalam penanaman normanorma dan nilai-nilai luhur. Konsekuensi logisnya pornografi juga bisa dikaitkan dengan peningkatan jumlah kasus maupun ragam resiko kesehatan reproduksi/seksual, termasuk kekerasan seksual. Tumbuh pesatnya ketersediaan serta keterjangkauan materi pornografis diberbagai produk media komunikasi dan lebih dari itu belum ada hukum yang menjangkau pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi seperti pada perkembangan internet dan selain internet juga maraknya jasa layanan seks diberbagai daerah. Faktanya, di Indonesia media internet adalah sumber materi

15 pornografi yang tidak hanya mudah diakses, tetapi juga mudah diproduksi (Soebagijo, 2008). Banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dengan alasan pelaku terangsang akibat sebelum melakukan kekerasan melihat atau menonton materi pornografi. Munculnya kebutuhan di masyarakat akan undangundang yang dapat mencegah meluasnya pembuatan dan penyebaran materi pornografi. Pemerintah pun merespon kebutuhan tersebut dengan menyusun Rancangan Undang-undang anti pornografi. Rancangan Undang-undangan menyebutkan, pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan tentang seks dengan cara mengeksploitasi seks, kecabulan dan/atau erotika. Sedangkan pornoaksi adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja mempertontonkan atau mempertunjukkan eksploitasi seksualitas kecabulan, dan/atau erotika Masa Remaja Berdasarkan program pelayanan, defenisi remaja yang digunakan DEPKES adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Sementara menurut BKKBN, remaja adalah individu dengan batasan usia antara 10 sampai 21 tahun. Menurut WHO yang dikutip Sarwono (2005), remaja adalah masa transisi pada diri individu dengan batasan usia antara usia 12 sampai 24 tahun, Serta akan mengalami suatu masa dimana: 1. Individu akan berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

16 2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa. 3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Menurut Rousseau yang dikutip oleh Sarwono (2005) bahwa terdapat empat tahapan perkembangan yang terjadi pada setiap individu, yaitu : 1. Umur 0-4 tahun : Masa kanak-kanak. 2. Umur 5-12tahun : Masa bandel (savage stage). 3. Umur tahun : Bangkitnya akal (ratio), nalar (reason), dan kesadaran diri (self consciousness). 4. Umur tahun : Masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) yang merupakan puncak dari perkembangan emosi. Gejala lain yang juga timbul pada tahap ini adalah dorongan seks Kesehatan Reproduksi Remaja Kesehatan reproduksi menurut Depkes RI (2001), adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya. membawa remaja ke dalam masalah yang lebih kompeks lagi khususnya remaja laki-laki. Dimana remaja laki-laki sangat rentan terinfeksi penyakit menular seksual seperti gonorhe (GO), sifilis (raja singa), herpes kelamin, klamidia, trikomoniasis, kandidiasis vagina, kutil kelamin hingga HIV/AIDS. Penyakit menular

17 seksual (PMS) akan lebih beresiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral, maupun anal seks Perilaku Seksual Remaja Menurut Sarwono (2005), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja laki-laki lebih mendominasi dalam melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini di karenakan banyaknya faktor yang membuat remaja laki-laki untuk menyalurkan hasrat seksualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa Negara maju menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak melakukan hubungan seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan remaja perempuan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang terjadi pada remaja, antara lain : 1) Faktor Internal a. Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis) Dimana perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun. b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi

18 Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya. c. Motivasi Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang misalnya pekerja seks seksual (PSK). 2) Faktor Eksternal a. Keluarga Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja. b. Pergaulan Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai pemicu terbesar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lainnya. c. Media massa Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang paling dicari oleh remaja adalah internet. Dari internet, remaja dapat dengan mudah mengakses informasi yang tidak dibatasi umur, tempat dan waktu. Informasi yang diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan kesehariannya.

19 Banyaknya perilaku seksual yang terjadi muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004), beberapa perilaku seksual secara rinci dapat berupa: a. Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. b. Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang begitu kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba perilaku lain. c. Cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir d. Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir e. Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitive rangsang seksual seperti leher, dada, paha, alat kelamin dan lain-lain. f. Berpelukan perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (apabila mengenai daerah sensitif) g. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) merupakan perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual dan dilakukan sendiri. h. Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. i. Petting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse (hanya sebatas pada menggesekkan alat kelamin).

20 j. Intercourse (senggama) merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita Pendidikan Seksual Menurut Sarlito (2005), pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang di lazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong remaja untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan sekaual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih (1991), pendidikan seksual seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya perbedaan kelamin antara dirinya dengan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan, umur serta daya tangkap anak. Idealnya pendidikan seksual diberikan pertama kali oleh orang tua dirumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orang tuanya sendiri. Pendidikan seks yang benar harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat, guna mengurangi konflik dan mitos-mitos yang salah selama ini berkembang dimasyarakat. Tentunya setelah mengetahui kesehatan reproduksi dan resiko-resiko serta konsekuensi yang harus ditanggung jika melakukan hubungan seks pra nikah,

21 yang akan membuat remaja lebih berhati-hati dan menjaga dirinya, termasuk ketika memutuskan untuk berpacaran. Dengan adanya pendidikan seks, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan intelektualisai remaja Tujuan Pendidikan Seksual Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksual. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu sebagai suatu yang menjijikan dan kotor. Dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, akan tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibatakibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang Keluarga Keluarga adalah lembaga (wadah) tempat berkumpul anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat (Nasution, 2004). Keluarga seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh keharmonisan hubungan anatar ayah dengan ibu, ayah dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Setiap anggota keluarga saling menghormati dan memberi tanpa diminta. Orang tua sebagai koordiantor keluarga harus berperilaku proaktif. Jika anak menentang otoritas, segera ditertibkan karena didalam

22 keluarga terdapat aturan-aturan dan harapan-harapan. Anak-anak merasa aman, walaupun tidak selalu disadari. Di antara anggota keluarga saling mendengarkan jika bicara bersama, melalui teladan dan dorongan orang tua. Setiap masalah dihadapi dan diupayakan untuk dipecahkan bersama. Keutuhan orang tua dalam keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Keluarga yang utuh memberikan peluang yang besar bagi anak untuk mebangun kepercayaan terhadap kedua orangtuanya. Kepercayaan dari orang tua yang dirasakan oleh anak akan mengakibatkan arahan, bimbingan dan bantuan orang tua yang diberikan kepada anak akan menyatu dan memudahkan untuk menangkap makna dari upaya yang dilakukan (Shochib, 1998). Menurut Hawari (2006), kondisi keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga yang dimaksud adalah : 1. Keluarga tidak utuh, misalnya salah seorang dari orang tua meninggal, kedua orang tua bercerai atau berpisah. 2. Kesibukan orang tua, misalnya : kedua orang tua telah sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas lain, sehingga waktu untuk anak kurang. Keberadaan orang tua di rumah juga mempunya pengaruh, misal : orang tua jarang dirumah menyebabkan komunikasi atau waktu bersama dan perhatian untuk anak juga kurang bahkan tidak ada sama sekali. 3. Hubungan interpersonal yang tidak baik, yaitu hubungan antara anak dengan kedua orang tuanya, anak dengan sesama saudaranya (anak sesama anak) dan hubungan antara ayah dan ibu yang ditandai dengan sering cekcok, bertengkar,

23 masing-masing tidak saling bicara dan lain sebagainya sehingga suasana menjadi tegang dan kurang kehangatan. Menanggulangi bahaya pornografi harus dimulai dari institusi keluarga. Bila keluarga kuat, dan punya sikap untuk membendung pornografi, maka akan mempunyai pengaruh yang besar bagi masyarakat. Selain itu, keluarga juga merupakan pintu pertama pendidikan bagi anak. Membebaskan keluarga dari media pornografi merupakan upaya yang tidak dapat ditawar lagi. Kenyataannya banyak orang tua yang tidak peduli terhadap nasib anak. Bila ada remaja atau anak-anak yang terjerumus masalah, terutama seks, banyak juga yang disebabkan oleh lingkungan keluarga yang kurang harmonis. Kondisi ini membuat anak-anak dan remaja tidak biasa mengungkapkan masalah mereka langsung kepada orang tuanya. Keluarga khususnya para orang tua, hendaknya mulai melakukan tindak pencegahan agar media pornografi tidak meneror anggota keluarganya. Adapun langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain : 1. Pengetahuan Agama. Agama dapat membantu untuk mengerem seseorang dari godaan-godaan maksiat yang hadir di sekitar mereka. 2. Pendidikan Seks Sejak Dini Orang tua juga penting untuk membekali pendidikan seks kepada anak-anak mreka sejak dini. Dapat dilakukan mulai dari yang sederhana, seperti memisahkan kamar anak-anak perempuan dan laki-laki sejak mereka berusia

24 dini. Dan terutama mengajarkan tentang fungsi-fungsi alat-alat reproduksi saat mereka memasuki usia baligh. 3. Komunikasi Menumbuhkan suasana komunikasi yang sehat, yaitu setiap anggota keluarga merasa nyaman dan aman bila mengungkapkan perasaannya dan sikap saling menghargai. Masing-masing anggota keluarga siap menjadi pendengar yang baik. 4. Menumbuhkan Sikap Asertif Kemampuan untuk bersikap tegas terhadap ancaman yang datang. Para orang tua penting untuk membekali anak-anak mereka kemampuan ini. Hal ini karena orang tua tidak selamanya dapat berada setiap saat disamping anakanaknya (Sobagijo, 2008) Kelompok Sebaya Ketika seorang anak akan menjauh dari orang tuanya dan lebih dekat dengan teman sebayanya, sehingga pengaruh teman sebaya ini akan sangat lebih kuat dalam menentukan perilaku yang akan dipilih. Masa ini juga merupakan masa pencarian identitas diri dan membina sosialisasi dengan teman-teman sebaya dalam memperluas lingkungan pergaulannya. Dalam kesehariannya remaja cenderung mengikuti kata-kata teman sebayanya daripada kata-kata orang tuanya, sehingga kontrol dirinya menjadi berkurang. Penyebab kurangnya kontrol pada diri remaja antara lain; kurang percaya diri, kurangnya keterampilan berkomunikasi (misalnya: kesulitan menolak teman), kurang

25 dapat bersifat tegas serta rendahnya kemampuan dalam mengambil keputusan (Anonim, 2003). Teman sebaya adalah orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial sama, seperti teman sekolah atau tetangga. Jenis-jenis tekanan pada kelompok sebaya ada dua macam yaitu : 1. Tekanan kelompok sebaya positif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang yang menyetujui dan berperilaku seperti mereka inginkan, tetapi dalam kegiatan yang baik atau positif. 2. Tekanan kelompok sebaya negatif yaitu desakan kuat dari seseorang atau beberapa orang untuk menyetujui atau berbuat seperti yang mereka inginkan namun kegiatannya negatif (Nasution, 2004).

26 2.13. Kerangka Konsep Karakteristik : Umur Tempat tinggal Uang saku Pendidikan terakhir orang tua Pekerjaan orang tua Penghasilan orang tua PENGETAHUAN SIKAP TINDAKAN PENGAKSES SITUS PORNO MELALUI INTERNET TERHADAP RANGSANGAN SEKSUAL Sumber informasi situs porno di internet : Keluarga Kelompok sebaya Media massa Keterangan : Skema diatas menjelaskan karakteristik (umur, tempat tinggal, uang saku, pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan orang tua) siswa SMKTI Swasta Raksana dan sumber informasi (keluarga, kelompok sebaya dan media massa), sumber informasi yang diperoleh dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap si anak misalnya orang tua, sebagai orang terdekat bagi si anak akan menjelaskan pengaruh negatif dari situs porno dan lebih menganjurkan untuk tidak membukanya ketika sedang mengakses internet. Kemudian karakteristik dan sumber informasi tersebut akan mempengaruhi pengetahuan dan sikap, dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan pengakses situs porno melalui internet terhadap rangsangan seksual di SMKTI Swasta Raksana Medan.

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet? No. Responden : Umur : tahun Kelas/jurusan : Jenis kelamin : L/P Tempat tinggal : Uang saku : Rp. Perhari Pendidikan terakhir Orangtua : Pendidikan terakhir Ayah Ibu Pekerjaan Orangtua : Penghasilan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health Organization), batasan usia remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi di masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa pendidikan seks perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu negara yang menjadi bagian dari globalisasi teknologi internet yang tentunya tidak terlepas dari berbagai akibat yang ditimbulkan oleh maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Seks Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran orang tua yang sangat dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Seksual pra nikah 2.1.1. Pengertian Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI [A. Ernest Nugroho, SMA ST. CAROLUS SURABAYA] - Berita Umum Seminar ini bertujuan Ibu/Bapak guru memahami apa itu pornografi, memahami dampak dari bahaya Pornografi kepada para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode ketika terjadi perubahan kadar hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Santrock (2007) mengemukakan bahwa selama masa remaja kehidupan mereka akan dipenuhi seksualitas. Masa remaja adalah masa explorasi seksual dan mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan. Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa SMA di Klaten Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat kematangan seksual yaitu antara usia 11 sampai 13 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa dewasa atau masa usia belasan tahun yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti melewati beberapa fase perkembangan, salah satunya yaitu fase remaja. Fase atau masa remaja adalah masa dimana anak berusia 12 sampai 19 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh. BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja keadaan fisik, psikologis, dan seksualitas akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangsangan dari lingkungan seperti film, TV, VCD tentang perilaku seksual serta faktor gizi menyebabkan remaja sekarang lebih cepat perkembangan seksualnya karena hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana seseorang mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut terutama ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai dengan pertengahan abad-21, masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah seksualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Definisi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang saat ini semakin cepat dan berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam system dunia yang mengglobal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase hidup manusia dimana fase ini terdapat banyak perkembangan pesat baik fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

- SELAMAT MENGERJAKAN -

- SELAMAT MENGERJAKAN - Identitas subyek Usia : Angkatan : Jenis kelamin : PEDOMAN PENGISIAN 1. Isilah identitas di sudut kiri atas dengan jelas. 2. Bacalah dahulu Petunjuk Pengisian pada masing-masing bagian dengan cermat. 3.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Konsep Pengetahuan

BAB II TINJAUAN TEORITIS Konsep Pengetahuan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Konsep Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu mengalami proses dalam kematangan mental, emosional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi lengkap dengan teknologinya tentu membawa dampak yang bersifat positif dan tidak sedikit pula dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode sekolah dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut meliputi periode pra-remaja atau pra-pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Kesehatan reproduksi (kespro) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini tengah terjadi peningkatan jumlah remaja diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia sekitar 43,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja Kota Surakarta

BAB V PENUTUP. 1. Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja Kota Surakarta BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1. Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja Kota Surakarta Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan data yang telah peneliti analisis terhadap 12 informan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman yang bertambah modern ini nilai-nilai yang bersifat baik atau nilai moral menjadi semakin berkurang didalam kehidupan bermasyarakat. Pergaulan yang salah dan terlalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Permasalahan remaja sekarang ini cukup kompleks. Salah satu yang paling peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual remaja. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci