ANALISIS ATAS PENGAWASAN INTERN TERHADAP KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) PADA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS ATAS PENGAWASAN INTERN TERHADAP KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) PADA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN"

Transkripsi

1 ANALISIS ATAS PENGAWASAN INTERN TERHADAP KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT (PUGAR) PADA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Dhiya Lulu Santoso Sonya Oktaviana Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstract This thesis is focused to analyse the internal control of PNPM Mandiri activity that organized by Ministry of Marine Affairs and Fisheries and analyse how they segregate their duties to control the activity among the ministry itself. Method that being used areinterview and literature study. The analysis is concluded that the key to achieve success from PUGAR activity are the adequacy of Tenaga Pendamping (TP) as a party that interacts with salt farmers directly, government strictness in salt price regulation and upholding a ban on import of salt consumption, improvement of salt farmer s skill and also TP s skill, and sufficient infrastructure of salt production. Keywords: Internal Audit, Internal Control, Monitoring and Evaluation, Performance Audit, PNPM Mandiri I. PENDAHULUAN Pegendalian dan pengawasan harus memiliki badan tersendiri dalam pemerintahan agar dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya. Sedangkan tetap dibutuhkan pengendalian dan pengawasan yang lebih spesifik terhadap kinerja dari organisasi pemerintah. Untuk itu pemerintah membentuk Inspektorat Jendral (Itjen) sebagai bagian yang melaksanakan pengawasan dan pemeriksaaan internal atas seluruh pekerjaan yang dilakukan. Tugas dari Itjen adalah memastikan pengawasan terbaik untuk meningkatkan kinerja dari department atau kementerian bersangkutan. Keberadaan Itjen memang sangat penting karena organisasi pemerintah memiliki banyak program kerja yang biasanya selalu berkesinambungan. Maka dibutuhkannya sebuah bagian internal yang melakukan pengawasan terhadap seluruh kinerja mereka dengan maksud untuk memastikan agar terdapat yang membuat kebijakan internal, melakukan pengawasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, menyusun laporan hasil pengawasan terhadap organisasi, dan menyampaikan kepada

2 stakeholder organisasi mengenai laporan evaluasi program, dan menyampaikan pelaporan, evaluasi, pertimbangan, dan/atau saran hasil pengawasan terhadap menteri. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka perlunya pengawasan intern untuk meningkatkan akuntabilitas publik pada institusi pemerintahan. Sehingga permasalahan utama yang akan dibahas dalam studi kasus adalah analisis atas pengendalian dan pengawasan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan Kegiatan PUGAR, dan faktor faktor yang menentukan keberhasilan Kegiatan PUGAR. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis indikator keberhasilan PUGAR, faktor-faktor penentu keberhasilan PUGAR, penerapan pengawasan intern oleh Itjen III pada PUGAR, dan pemisahan tugas pengawasan intern antar Ditjen. KP3K dan Itjen III. II. LANDASAN TEORI Akan dijelaskan beberapa teori yang dipakai sebagai landasan untuk pembuatan analisis studi kasus ini. Pengendalian dan Pengawasan Intern Sistem Pengendalian Internal (SPI) adalah segala komponen baik baik berupa proses, elemen-elemen maupun kegiatan, yang saling berkaitan dan berfungsi untuk memastikan agar segala kegiatan yang akan, sedang dan telah dilakukan dapat mencapai tujuan organisasi sebagaimana telah ditetapkan dan dilakukan dengan cara-cara yang seefisien mungkin. Di lingkungan pemerintahan sebagaimana yang dinyatakan dalam PP No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, SPI adalah proses yang integral terhadap tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinna dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan undangundang. Model sistem pengendalian internal meliputi tiga tingkatan yaitu pengendalian preventif, pengendalian deteksi, dan pengendalian koreksi. Berdasarkan PP No.60 tahun 2008 tentang SPIP, pengawasan intern pemerintah dilakukan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan (monitoring); dan kegiatan pengawasan lainnya untuk memberikan keyakinan yang memadai/ Pengawasan intern juga tidak terlepas dari evaluasi mengenai laporan keuangan atas pertanggung jawaban kinerja lembaga pemerintah. Karena praktik akuntansi yang sangat dinamis sering kali akan menemui kondisi dan/atau situasi yang belum diatur dalam Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU). Jika lembaga pemerintah menerapkan kebijakan

3 yang berbeda-beda maka tidak terdapat mekanisme untuk menilai prinsip mana yang berlaku umum sehingga membuat pengendalian dan pengawan intern juga terganggu. Untuk itu dibutuhkannya suatu standar yang mengatur mekanisme pelaporan keuangan yang berlaku untuk semua. Prinsip Dasar dan Gambaran Umum Akuntansi Pemerintahan Untuk memecahkan berbagai kebutuhan yang muncul dalam pelaporan keuangan dan akuntansi di pemerintahan diperlukan sebuah Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang kredibel yang dibentuk oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat maupun daerah, yang berarti informasi keuangan pemerintah akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas. Setidaknya laporan keuangan yang dihasilkan harus berisi beberapa laporan pokok yang terdiri dari Laporan realisasi anggaran, Neraca, Laporan arus kas, Catatan atas laporan keuangan, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Anggaran Pemerintah Anggaran merupakan instrumen kunci pemerintah untuk menerapkan kebijakan ekonomi yang berdampak penting bagi ekonomi nasional. Melalui anggaran pemerintah melaksanakan fungsi alokatif, stabilisasi, dan distributif. Penganggaran merupakan proses aktivitas terus berkelanjutan dimulai dari perencanaan, penyusunan, peretujuan, pengesahan, dan pertanggungjawaban anggaran yang dikenal sebagai siklus anggaran (budget cycle). Terdapat faktor dominan dalam proses penganggaran adalah Tujuan dan target yang hendak dicapai, Ketersediaan seumber daya, Waktu yanng dibutuhkan untuk emncapai tujuan dan target; dan Faktor lain yang berpengaruh seperti peraturan perundangan, kondisi sosial, politik, dan lainnya. Tujuan dari proses penyusunan anggaran adalah membantu pemerintah mencapai tujuan dan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah,membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses prioritas, memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja, serta meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat. III. PROFIL KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT Gambaran Umum dan Struktur Kementerian Kelautan dan Perikanan Sehubungan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) dan Masterplan Percepatan Pembangunan Pembangunan Ekonomi

4 Indonesia (MP3EI), visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis pembangunan kelautan dan perikanan tahun mengalami penyesuaian menjadi sebagai berikut: A. Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan Pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. B. Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan 1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. 2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan. 3. Memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan. C. Tujuan dari pembangunan kelautan dan perikanan adalah: 1. Meningkatkan produksi dan produksivitas usaha kelautan dan perikanan. 2. Mengembangkan diversifikasi dan pangsa pasar produk hasil kelautan dan perikanan. 3. Mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Gambaran Umum dan Struktur Inspektorat Jendral Kelautan dan Perikanan Tugas utama dari Inspektorat Jenderal adalah melaksanakan pengawasan terhadap semua unsur di lingkungan KKP sedangkan fungsi yang harus dijalankan oleh Itjen sendiri diantara lain: 1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan internal; 2. Pelaksanaan pengawasan internal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; 3. Menyampaikan laporan, evaluasi, pertimbangan dan/atau saran hasil pengawasan kepada Menteri; 4. Penyusunan laporan hasil pengawasan; dan 5. Pelaksanaan urusan administrasi Itjen. Menginjak awal Tahun 2011 Itjen KKP telah mengembangkan diri, selain melaksanakan pengawasan juga melaksanakan pembinaan terhadap mitra lingkup KKP yang diwujudkan berupa pembinaan sesuai bidang spesialisasi yang disebut Kelompok Kerja (Pokja). Gambaran Umum Kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Latar belakang yang menyebabkan Kegiatan PUGAR ini butuh dilakukan adalah karena kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan

5 pertambahan penduduk dan perkembangan industri di Indonesia. Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan melalui bantuan pengembangan usaha dan perberdayaan masyarakat dalam menumbuh kembangkan usaha garam rakyat sesuai dengan potensi desa yang resmi dicanangkan tahun 2011 dan telah memiliki peraturan sendiri yang mengatur mengenai Pedoman Teknis PUGAR dalam Peraturan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulaupulau Kecil PER. 08/KP3K/2011. PUGAR dikoordinir oleh Direktur Jendral Kelautan, pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K). PUGAR difokuskan pada peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan bagi petambak garam melalui prinsip bottom up, yang artinya masyarakat petambak garam secara pertisipatif berperan aktif mulai dari perencanaan, pengelolahan lahan dan air laut, penyediaan sarana dan prasarana produksi, pemilihan dan pemanfaatan teknologi, pengembangan kapasitas petambak, hingga melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan mekanisme yang ditentukan. Terdapat enam isu strategis yang menjadi dasar perhatian dalam pelaksanaan PUGAR yaitu (1) Isu Sumberdaya Manusia dan Kelembagaan, (2) Infrastruktur dan Fasilitas Produksi, (3) Isu Permodalan, (4) Isu Regulasi, (5) Isu Tata Niaga, dan (6) Isu Teknologi. Tujuan dari PUGAR adalah membentuk sentra-sentra usaha garam rakyat dilokasi sasaran, memberdayakan dan meningkatkan kemampuan petambak petambak garam rakyat dalam kelompok usaha garam rakyat, meningkatkan akses terhadap permodalan, pemasaran, informasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi bagi petambak garam rakyat; dan tercapainya target produksi garam konsumsi untuk mendukung swasembada garam konsumsi nasional. PUGAR di tahun 2011 telah dilaksanakan di 40 Kabupaten/Kota pada 10 Provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, Sulawesi Selatan, Bali, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo. Lahan yang termasuk dalam PUGAR sebesar 1607,37 hektar yang melibatkan petambak garam yang tergabung dalam Kelompok. Tiap kelompok mendapat Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sesuai dengan luas lahan dan kebutuhan kelompok. Kegiatan PUGAR di tahun 2012 mengganti 4 empat Kabupaten/Kota penerima BLM di tahun 2011 yang dianggap tidak produktif dengan 4 Kabupaten/Kota yang baru, yakni Kabupaten Karawang, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Lombok Tengah. Dalam pelaksanaan Kegiatan PUGAR, pemerintah harus berusaha mendorong Tim Koordinasi Swasembada Garam agar dapat mengurangi penguasaan yang dilakukan oleh kartel dan mendorong upaya dalam menaikkan posisi tawar petambak garam. Tim Swasembada Garam ini terdiri dari KKP sendiri, Kementerian Koordinator Perekonomian

6 (Kemenko), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Berikut ini adalah lembaga pelaksana PUGAR: Bagan 3.3 Organisasi Pelaksana PUGAR Sumber: Pedoman Teknis PUGAR TA 2012 IV. HASIL STUDI KASUS Kebutuhan garam dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Para petambak garam dalam negeri belum dapat menghasilkan garam industri maka setiap tahunnya Indonesia masih harus melakukan impor garam sesuai dengan kebutuhan tahun tersebut. Selain itu, walau produksi garam konsumsi oleh petambak PUGAR dan Non PUGAR sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri= namun Indonesia masih harus melakukan impor garam karena untuk menyeimbangkan dengan jumlah garam yang keluar untuk di ekspor dan juga untuk menyediakan cadangan garam di tahun depan. Analisis Indikator Keberhasilan PUGAR Untuk mengukur apakah PUGAR mencapai target, Tim Pokja PUGAR telah menentukan indikator keberhasilan yang terdiri dari indikator output dan outcome.

7 A. Indikator Output Untuk mengukur apakah PUGAR mencapai target, Tim Pokja PUGAR telah menentukan indikator keberhasilan yang terdiri dari indikator output dan outcome. Indikator Output 1: Terbentuk dan terfasilitasinya KUGAR Pada tahun 2011, PUGAR telah berhasil membentuk KUGAR atau telah memberdayakan petambak garam rakyat dengan total realisasi BLM sebesar Rp sedangkan di tahun 2012 jumlah KUGAR yang dibentuk meningkat pesat dengan total ralisasi BLM sebesar Rp PUGAR tahun 2012 berhasil membentuk KUGAR sehingga terjadi realisasi target KUGAR sebesar 230,4% untuk 2011 dan 114,4% untuk tahun Di tahun 2011 dan 2012 pembentukan KUGAR jelas telah melampaui target namun masih ada hal yang terkait dengan pembentukan KUGAR dalam penilaian indikator output yaitu mengenai terfasilitasinya KUGAR. Kegiatan memfasilitasi KUGAR adalah pembentukan KUGAR dan pendampingan kegiatan oleh Tenaga Pendamping, Tim Teknis, dan Konsultan Peningkatan Kapasitas Petambak Garam. Dengan jumlah TP yang sedikit dibandingkan jumlah KUGAR yang harus diampingi akan membuat pendampingan itu sendiri menjadi tidak optimal. Hal tersebut mengakibatkan TP tidak fokus dalam melakukan pendampingan sehingga menimbulkan kesalahan dalam pencatatan data dan secara langsung menjadikan keakuratan data yang dihasilkan berkurang. Indikator Output 2: Tersalurkannya BLM Dana BLM baru akan diberikan kepada KUGAR dari Satker Dinas sebelum para calon KUGAR lolos pada tahap seleksi lapangan dan verifikasi kelengkapan dokumen. Di tahun 2011, penyaluran BLM tidak tercapai karena terdapat perhitungan kembali pada Kab/Kota Ende sehingga BLM yang tidak tersalur sebesar Rp ,00. Sedangkan untuk tahun 2012, anggaran BLM tersalurkan hampir seluruhnya sehingga jumlah BLM yang tidak tersalurkan hanya sebesar Rp ,00 Tabel 4.4 Pembagian Anggaran PUGAR TA 2011 dan 2012 Keterangan TA 2011 TA 2012 Selisih Total Anggaran PUGAR (Rp) Satker Pusat Satker Dinas KP a. BLM b. Non BLM Sumber: Laporan Akhir PUGAR TA 2011 dan 2012

8 Masalah yang sering dihadapi dalam penyaluran BLM adalah lambatnya proses administrasi KUGAR yang menyebabkan terlambatnya pencairan BLM. Penyebab dari lambatnya proses administrasi adalah ketidaklengkapan dokumen yang diserahkan oleh KUGAR sehingga KUGAR harus terus mengulang proses administrasi dari awal. Para petambak calon KUGAR kurang memahami mengenai persyaratan dan kelengkapan untuk menjadi KUGAR maupun saat hendak mencairkan BLM. Semua persyaratan dan kelengkapan sudah tertera jelas di dalam pedoman teknis yang dimiliki oleh Tenaga Pendamping (TP). Diharapkan TP dapat mengoptimalkan bimbingannya kepada KUGAR untuk meminimalisir kesalahan dalam proses administrasi. Terlambatnya menyelesaikan tahap administrasi membuat KUGAR terlambat mencairkan BLM. Hal tersebut disebabkan karena terlambatnya penetapan KUGAR yang seharusnya sudah ditetapkan sejak Bulan April. Sehingga diperlukannya jumlah Tenaga Pendamping yang lebih banyak untuk menangani banyak KUGAR di setiap kabupaten/kota PUGAR. Mengacu pada hasil evaluasi Tim Itjen III, BLM belum digunakan secara efektif dan efisien. Kondisi di lapangan yang menunjukan bahwa BLM belum digunakan sesuai dengan Rencana Usaha Bersama (RUB). B. Indikator Outcome Indikator outcome adalah variabel yang digunakan untuk mengukur pencapaian hasil yang diterima oleh penerima kegiatan. Indikator Outcome 1: Meningkatkan Pendapatan KUGAR sebesar 15% Petambak garam yang tergabung dalam KUGAR akan lebih mudah menjual hasil produksi mereka dengan harga minimal yang telah ditetapkan pemerintah dibandingkan dengan petambak non PUGAR. Harga minimal untuk Kualitas Produksi (KP) 1 adalah Rp 750/kg dan KP 2 berharga Rp 550/kg. Harga garam non PUGAR dengan KP yang sama biasanya akan lebih rendah terutama saat panen raya tiba, harga dapat turun menjadi Rp 270/kg Rp 300/kg. Dari tahun 2011 sampai 2012, belum dapat terdeteksi apakah terdapat kenaikan pendapatan KUGAR. Hal ini dikarenakan belum adanya metode penghitungan terhadap capaian indikator yang dimaksud. Tim Pokja melakukan perhitungan keuntungan dengan cara sederhana yaitu dengan mencari selisih antara hasil dari produktivitas lahan yang dikalikan dengan harga garam yang telah ditetapkan lalu antara hasil PUGAR dikurangi dengan non PUGAR maka itulah keuntungan yang dimiliki oleh para petambak PUGAR. Padahal harga untuk garam PUGAR dipasaran sendiri belum dihargai dengan wajar. Hanya sebagian pihak yang membeli hasil garam PUGAR sesuai dengan harga yang telah ditetapkan Kemenko.

9 Sebagian pihak masih membeli garam PUGAR dengan harga di bawah yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 400/kg sampai dengan Rp 500/kg untuk KP 1 dan KP 2. Sehingga untuk itu peningkatan pendapatan KUGAR masih belum teridentifikasi selama dua tahun ini. Namun pada dasarnya, pencapaian dari outcome memang tidak langsung dapat terlihat karena membutuhkan waktu sebanyak tiga sampai empat tahun untuk dapat merasakan efek dari ouput yang sudah terlaksana. Indikator Outcome 2: Terwujudnya KUGAR menjadi anggota koperasi. Indikator terkait belum bisa dicapai baik di tahun 2011 maupun Menurut hasil pengawasan intern Itjen III, keadaan koperasi yang seharusnya memfasilitasi KUGAR mempunyai keadaan finansial yang kurang sehat. Penyebabnya adalah koperasi yang tidak memiliki cukup modal untuk membantu KUGAR karena tidak adanya bantuan modal yang diberikan kepada koperasi dari Satker Pusat untuk mendukung hal tersebut. Ada baiknya Satker Pusat melakukan kerjasama dengan Kementerian Koperasi dan UMKM. Dengan adanya kerjasama diantara keduanya, memungkinkan Kementerian Koperasi dan UMKM memberikan bantuan berupa modal kepada koperasi yang akan bekerja sama dengan PUGAR. Sehingga PUGAR akan dapat mengandalkan koperasi sebagai tempat meminjam modal usaha dibandingkan harus meminjam kepada informal lender. Selain itu PUGAR dapat meminta tolong kepada koperasi juga untuk membantu memasarkan garam hasil produksi KUGAR sehabis masa panen raya. Indikator Outcome 3: Meningkatnya kapasitas petambak garam melalui pelatihan dan pendampingan. Peningkatan kapasitas adalah untuk meningkatkan kapasitas SDM petambak garam dalam mendukung pembentukan sentra produksi garam rakyat di kabupaten/kota lokasi PUGAR. Pelatihan yang diberikan oleh TP adalah pelatihan teknologi produksi garam, membuat Rencana Usaha Bersama (RUB), dan memetakan lahan garam. Di setiap kab/kota, PUGAR hanya memiliki 2 sampai 4 orang TP untuk jumlah KUGAR yang bervariasi. Hal ini dinilai sangat tidak proporsional karena jumlah KUGAR dalam satu kab/kota dapat mencapai 497 KUGAR. Keterbatasan anggaran menjadi salah satu penyebab kinerja TP yang tidak optimal. TP yang telah dipilih oleh Dinas KP jelas sudah memenuhi kualifikasi yang ada namun remunerasi untuk TP dinilai tidak sesuai dengan tanggung jawab yang diemban oleh TP. Tugas TP yang sangat berat dengan jangkauan lahan PUGAR yang relatif luas, remunerasi yang diberikan kepada TP tidak sebanding dengan beban kerja TP. Kekurangan jumlah TP juga berakibat langsung pada terlambatnya pencairan BLM. Indikator outcome

10 terkait tidak sepenuhnya tercapai baik di tahun 2011 maupun 2012 karena di tahun 2011 tidak ada pelatihan yang menaikkan kapasitas KUGAR untuk menghasilkan garam berkualitas lebih baik, begitu juga di tahun Indikator Outcome 4: Meningkatnya produktivitas tambak garam PUGAR. Lahan PUGAR 2011 yang memiliki luas ,23 hektar dapat memiliki produktivitas sebesar ton/hektar dan untuk tahun 2012 lahan PUGAR seluas ,82 hektar dengan produktivitas 96,79 ton/hektar. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai yaitu 80 ton/hektar untuk tahun 2011 dan 2012, target tahun 2011 jelas tidak tercapai. Beberapa hal yang mempengaruhi produktivitas tambak garam PUGAR adalah bertambahnya jumlah KUGAR dan cuaca yang mendukung. Semakin banyak jumlah KUGAR maka semakin tinggi produktivitas yang dapat dihasilkan oleh petambak garam seperti yang terjadi di tahun Tidak tercapainya indikator ini pada tahun 2011 dikarenakan beberapa penyebab, yaitu adanya kebingungan KUGAR dalam mengoptimalkan BLM yang telah diberikan dan kurang tersosialisasikan dengan baik kepada para petambak mengenai proses administrasi menjadi KUGAR. Indikator Outcome 5: Tercapainya target produksi garam konsumsi. Di tahun 2012 produksi garam PUGAR menjadikan Indonesia mengalami swasembada garam konsumsi namun impor garam industri masih harus terus dijalankan untuk memenuhi kebutuhan garam industri dalam negeri. Dari hasil data produksi PUGAR tahun 2011 dapat disimpulkan bahwa terdapat kecurigaan bahwa produksi garam yang dilaporkan sebenarnya bukan hanya hasil PUGAR melainkan juga non PUGAR. Dikarenakan penerimaan BLM yang terlambat namun petambak dapat memproduksi garam konsumsi melebihi target. Namun hal yang terjadi sebenarnya adalah musim yang stabil membuat produksi menjadi lebih banyak. Tabel 4.8 Produksi Garam Konsumsi PUGAR TA Tahun Target produksi garam konsumsi nasional (ton) Total produksi PUGAR (ton) , ,70 Sumber: Laporan Akhir PUGAR dan Presentasi Kemenko Perekonomian di Sosialisasi Nasional PUGAR 2013

11 Analisis Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan PUGAR Setelah penilaian laporan akhir PUGAR oleh Tim Pokja KP3K dan laporan evaluasi Itjen III, dapat disimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi tercapianya indikator keberhasilan, yaitu: 1. Iklim; 2. Peran Kelembagaan; 3. Teknologi Produksi; dan 4. Infrastruktur dan Fasilitas Produksi. Ke empat faktor tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap pencapaian indikator keberhasilan dengan memberikan efek yang berbeda antar faktor. Faktor 1: Iklim Di tahun 2009 dan 2010 terjadi anomali cuaca atau dikenal dengan global warming sehingga iklim menjadi tidak terprediksi. Seperti pada tahun 2009, musim penghujan masih terus berlangsung sampai bulan Juli dimana seharusnya pada bulan itu sudah memasuki musim kemarau dan bahkan sampai terjadi banjir besar di NTT. Pada tahun 2009, kebutuhan garam nasional mencapai ton dengan total produksi ton sehingga harus mengimpor sebanyak ton. Sedangkan pada tahun 2010, produksi rata-rata hanya mencapai ton dengan produksi sebesar ton yang berarti jauh dibandingkan dengan kebutuhan nasional yang mencapai ton. Namun di tahun 2011 dan 2012 iklim sudah berangsur membaik ditandai dengan naiknya produksi garam nasional. Dengan kebutuhan garam konsumsi di tahun 2011 sebesar ton dan ton untuk garam industri, para petambak garam nasional berhasil menghasilkan ton garam konsumsi, melebihi yang dibutuhkan. Untuk tahun 2012 sendiri, petambak berhasil memproduksi garam konsumsi sebanyak ,70 ton mengakibatkan tercapainya swasembada garam konsumsi nasional. Faktor 2: Peran Kelembagaan. a. Tim Koordinasi. Tim koordinasi atau yang lebih dikenal dengan Tim Koordinasi Swasembada Garam terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri, Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko), dan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (Kemendag). KKP akan memberikan saran atau rekomendasi kepada Kemenko dan Kemendag mengenai kebijakan yang mereka keluarkan atau mengenai apa yang harus dilakukan terhadap hasil produksi garam PUGAR. Peran Kemendag dalam tim koordinasi adalah mengatur kegiatan

12 impor garam beserta peraturan yang berkaitan dengan impor garam agar tidak mengganggu stabilitas dalam negeri, menyeimbangkan penawaran dan permintaan garam, menjaga harga dasar dan pengelolaan impor garam. Sedangkan Kemenko mempunyai peran bersama anggota tim koordinasi untuk merumuskan target PUGAR secara umum setiap tahun lainnya seperti turut menentukan total target produksi, turut merumuskan indikator capaian, merumuskan tata niaga garam, dan juga mengeluarkan peraturan yang mendukung kegiatan PUGAR ini seperti Kepmenko Perekonomian N0. 11 tahun 2011 tentang Swasembada Garam Nasional. b. Satuan Kerja Pusat (Satker Pusat) / Tim Kelompok Kerja (Tim Pokja) Ditjen KP3K selaku penenggung jawab Kegiatan PUGAR membentuk Pokja PUGAR untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan PUGAR, karena di anggap perlunya koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terpadu. Tugas Pokja secara keseluruhan adalah melaksanakan seluruh kegiatan PUGAR mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran, persiapan, pelakasanaan, pemantauan, dan evaluasi serta pelaporan kegiatan. Lemahnya pengendalian dan pengawasan pusat atas pelaksanaan PUGAR di daerah menyebabkan beberapa hal, antara lain: Terlambatnya penerbitan pedoman teknis PUGAR menyebabkan tertundanya proses administrasi KUGAR didaerah yang nantinya juga akan memperlambat penyaluran BLM yang dapat membuat BLM belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh KUGAR. Pada tahun 2012 terjadi pemotongan anggaran untuk peningkatan kualitas petambak PUGAR menyebabkan tidak tercapainya indikator outcome meningkat kapasitas petambak garam melalui pelatihan. Lemahnya pengawasan pusat terhadap validasi data yang dimiliki oleh Tim Teknis dan Tenaga Pendamping mengakibatkan data produksi garam nasional tidak sepenuhnya akurat. c. Satuan Kerja Dinas (Satker Dinas) Tidak cermatnya Tim Pemberdaya dalam melakukan seleksi calon KUGAR, konsultan, dan tenaga pendamping membuat data yang dihasilkan tidak valid dan BLM dapat menjadi salah sasaran. Seperti pada tahun 2011, BLM di Kabupaten Lombok Barat senilai Rp ,00 disalurkan kepada 14 anggota KUGAR yang berprofesi sebagai pengolah garam kasar menjadi garam halus bukan sebagai petambak garam. d. Tim Teknis. Tim teknis hanya memberi saran mengenai kelompok mana yang seharusnya diterima menjadi KUGAR dengan meneliti langsung ke lapangan mengenai apakah pendaftar tersebut

13 memang memenuhi persyaratan, sedangkan Tim Pemberdayaan lebih bersifat kepada pengambilan keputusan mengenai siapa saja yang layak dijadikan KUGAR dan menerima BLM. e. Tenaga Pendamping. Keberadaan Tenaga Pendamping adalah sangat penting bagi Kegiatan PUGAR ini karena merekalah yang langsung mendampingi para KUGAR atau BUNG KUGAR dalam memproduksi garam. Yang terjadi di lapangan adalah pemberdayaan KUGAR melalui Tenaga Pendamping belum berjalan optimal. Tenaga Pendamping untuk setiap lokasi hanya 2 sampai dengan 4 orang dengan jangkauan wilayah kerja yang relatif luas dan harus mendampingi KUGAR yang berkisar antara 11 sampai dengan 497 KUGAR di setiap kabupaten/kota. Di beberapa daerah PUGAR, rasio jumlah tenaga pendamping dengan jumlah KUGAR adalah 1:25 sampai dengan 1:45. Hal ini jauh dari rasio ideal yaitu 1:20. Permasalahan tersebut disebabkan terbatasnya informasi perekrutan Tenaga Pendamping PUGAR dan terbatasnya anggaran untuk itu. f. Koperasi Menurut evaluasi Tim Pengawas Itjen III KKP, Didaerah PUGAR terdapat masalah dengan koperasi yaitu koperasi dinilai tidak sehat secara finansial. Koperasi yang bermitra dengan KUGAR tidak sanggup untuk melaksanakan tugas karena kurangnya penyediaan modal seperti yang terjadi di Kabupaten Lombok Timur, Pasuruan, Gresik, Lamongan, Lombok Barat, Sumenep, Kota Pasuruan, dan Sampang. Hal tersebut terjadi karena penanggung jawab PUGAR belum mengupayakan kerjasama dengan Kementerian Koperasi UMKM untuk penyediaan modal bagi koperasi setempat. Faktor 3: Teknologi Produksi. Terdapat beberapa teknik produksi garam, yaitu: Proses tradisional dengan menggunakan bahan aditif; Proses semi intensif dengan menggunakan bahan aditif; Proses produksi garam skala rumah tangga dengan menggunakan bahan aditif; Proses produksi garam dengan cara perebusan; dan Teknologi Ulir Filter (TUF). KUGAR memakai semua teknis produksi garam yang telah dijelaskan sebelumnya, tergantung pada keadaan lahan produksi KUGAR. Kecuali pada teknik TUF, masih jarang KUGAR yang menggunakan cara ini dibanding cara tradisional lainnya. Semakin baik kualitas air laut dan teknologi produksi yang digunakan petambak dalam memproses garam maka semakin baik kualitas garam yang didapatkan. Hal ini berpengaruh juga nantinya pada harga jual garam. Namun sampai saat ini banyak yang masih menggunakan cara tradisional atau dengan perebusan karena alat yang dibutuhkan TUF hanya

14 dimiliki beberapa kabupaten/kota kegiatan PUGAR dikarenakan keterbatasan dana. Petambak garam lebih memilih menggunakan proses tradisional menggunakan bahan aditif dibandingkan dengan cara perebusan karena biaya produksi menggunakan cara perebusan sangat besar sehingga petambak tidak dapat menutupi biaya produksi. Dalam hal ini, berarti petambak garam perlu diberi pelatihan oleh TP dan tenaga konsultan agar mengerti untuk membuat analisis bisnis atau meminta KKP menambahkan modal bagi kabupaten/kota yang memilih untuk menggunakan cara produksi tersebut Faktor 4: Fasilitas Produksi dan Infrastruktur. Dana BLM yang diberikan kepada KUGAR akan dimanfaatkan untuk meningkatkan ketersediaan sarana serta prasarana produksi dan kualitas garam rakyat. Hal tersebut akan menekan biaya produksi dan ketergantungan kepada pemodal informal. Kondisi infrastruktur dasar produksi garam sendiri yang kurang memadai seperti dangkalnya jaringan irigasi dari laut menuju saluran pada petak-petak tambak menyebabkan produktifitas dan kualitas garam yang dihasilkan KUGAR menjadi rendah. Anggaran untuk infrastruktur sendiri tidak terlalu besar di setiap tahunnya dan hanya beberapa kabupatan/kota yang mendapat anggaran untuk infrastruktur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masih sangat dibutuhkannya fasilitas dan infrastruktur yang memadai selama proses produksi garam untuk menghasilkan garam berkualitas baik Analisis Penerapan Pengawasan Intern oleh Itjen III pada PUGAR. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, Itjen III melakukan pengawasan intern dalam bentuk audit internal dan reviu. Metode pengawasan PUGAR dilaksanakan melalui reviu terhadap perencanaan PUGAR Satker Pusat dimulai dari tahap persiapan sampai pelaksanaan. Pemantauan dilakukan setiap bulan terhadap realisasi atas keuangan dan fisik 40 Satker Dinas Kabupaten/Kota pengelola PUGAR. Pengawasan PUGAR dilakukan secara sampling sebanyak 55% atau 26 kab/kota ditahun 2011 dan 22 kab/kota di tahun Pemilihan kab/kota untuk di monitor atas dasar daerah tersebut menjadi prioritas karena merupakan sentra produksi garam atau pun daerah tersebut memiliki masalah sebelumnya sehingga membutuhkan perhatian lebih. Hasil analisis atas evaluasi PUGAR Tahun 2011 dan 2012 oleh Itjen KKP adalah sebagai berikut: 1. Penyaluran dan penggunaan BLM Untuk tahun 2011, BLM tidak tersalurkan 100% dan terdapat BLM yang salah sasaran, juga penggunaan adanya BLM yang tidak sesuai dengan RUB. Sedangkan tahun 2012, kembali terjulang BLM yang tidak tersalurkan 100% dan keterlambatan dalam

15 penyalurannya. Hal tersebut dapat diatasi dengan menambah jumlah Tenaga Pendamping (TP) PUGAR, mengkaji ulang RUB yang telah dibuat oleh KUGAR, dan memahami dengan jelas Pedoman Teknis PUGAR agar tidak menyebabkan BLM salah sasaran. 2. Pembentukan dan Pemfasilitasan KUGAR Baik pada tahun 2011 maupun 2012, KUGAR terbentuk melebihi target namun petani masih kurang terfasilitasi. Dibutuhkannya perhatian Satker Pusat untuk mulai fokus kepada memfasilitasi KUGAR dengan memberi pelatihan agar garam yang dihasilkan lebih berkualitas, ditambah Satker Dinas diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih jasa konsultan. Diharapkan Jasa konsultan memiliki kinerja yang lebih baik dalam memfasilitasi KUGAR, dan serta memulai kerjasama antara KKP dengan Kementerian Koperasi untuk memfasilitasi KUGAR dengan koperasi yang layak sehingga dapat membantu permodalan dan pemasaran garam. 3. Produksi garam konsumsi Selama dua tahun PUGAR berlangsung, produksi garam melebihi target namun tetap terdapat keraguan mengenai keakuratan data produksi garam PUGAR dikarenakan kurangnya jumlah TP dibanding banyaknya data garam yang harus dikumpulkan dari masing-masing kabupaten/kota. Tim Itjen perlu mengetahui bahwa produksi garam sangat dipengaruhi oleh cuaca sehingga tidak mengherankan jika tingkat produktivitas tidak tercapai namun hasil produksi garam melebihi target dan dan Tim Pengawas Itjen III diharapkan lebih teliti dalam mengumpulkan data dan mempelajari lebih jauh mengenai PUGAR. 4. Peningkatan pendapatan KUGAR. Peningkatan pendapatan KUGAR belum dapat diukur karena tidak ada metode penghitungan pendapatan untuk tahun 2011 dan Untuk itu sebaiknya Tim Pokja mulai mencari tahu mengenai harga rata-rata garam PUGAR di pasar sehingga tidak hanya menghitung berdasarkan harga garam PUGAR yang telah ditentukan Kemenko. Analisis Pemisahan Tugas Pengawasan Intern atas PUGAR oleh Direktorat Jendral KP3K dan Inspektorat Jendral III Kementerian Kelautan dan Perikanan. Perbedaan dasar yang harus diketahui adalah tim pengawasan intern Itjen III untuk PUGAR tidak masuk kedalam Tim Pokja PUGAR. Sehingga fungsi Tim Itjen III melakukan pengawasan adalah untuk memberikan saran kepada Tim Pokja atas hasil evaluasi PUGAR. Namun masih terdapat beberapa perbedaan diantara mereka dalam peran pengawasannya. 1. Dasar pelaksanaan pengawasan Terdapat beberapa dasar pelaksanaan pengawasan yang dipakai oleh Ditjen. KP3K yaitu:

16 PP Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.41/MEN/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri KP tahun (2011) Peraturan Dirjen KP3K No. PER.08/KP3K/2011 tentang Pedoman Teknis PUGAR. (2011) Peraturan Menteri Keluatan dan Perikanan No. PER.07/MEN/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri KP. (2012) Peraturan Dirjen KP3K No. PER.05/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis PUGAR. (2012) Sedangkan dasar pelaksanaan bagi tim auditor Itjen KKP adalah: PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja KKP Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/O5/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 04 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengawasan Intern Fungsional Lingkup KKP. 2. Jenis pengawasan intern Tim Pokja bagian monitoring dan evaluasi (monev) lebih memfokuskan pada pengukuran keberhasilan secara periodik berdasarkan laporan yang dihasilkan oleh Satker Daerah juga Tenaga Pendamping lalu. Setelah menerima Laporan Pelaksanaan Kegiatan dari Tenaga Pendamping maka Tim Monev akan mengetahui masalah yang sedang terjadi. Tim audit intern melakukan monitoring sama dengan jadwal Satker Dinas dan Tenaga Pendamping membuat pelaporan setiap triwulan dimulai dari Bulan April untuk memantau persiapan PUGAR di beberapa kabupaten/kota. Untuk Itjen III sebagai pengawas intern, kegiatan audit intern adalah paduan dari kegiatan monitoring (pengawasan) dan evaluasi. Setelah mengaudit, Tim Pengawas Itjen III akan melakukan reviu atas Laporan Keuangan (LK) KP3K yang didalamnya juga terdapat LK PUGAR. Sehingga setelah audit intern dilakukan maka akan ada hasil monitoring yang kemudian akan dievaluasi dan menghasilkan laporan evaluasi akhir tahun. 3. Tahapan pelaksanaan pengawasan internal Tim Pengawas Itjen III dapat langsung mengevaluasi hasil monitoring lalu dilanjutkan dengan menghasilkan laporan evaluasi tahunan untuk PUGAR. Sementara itu reviu Laporan

17 Keuangan KP3K dilakukan secara per semester dan terdapat 3 laporan yang direviu oleh Itjen III yaitu Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk periode yang berakhir per tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Berbeda dengan tim auditor Itjen III, Tim Pokja akan melakukan evaluasi tidak lama setelah mendapat data hasil monitoring. Namun jadwal monitoring dan evaluasi Tim Pokja berbeda saat tahun 2011 dengan Pelaporan dari hasil pengawasan internal Tim Pengawas Itjen III mengeluarkan Laporan Evaluasi PUGAR per tahun dan Laporan Reviu atas laporan keuangan Ditjen. KP3K per semester. Untuk Tim Pokja PUGAR, laporan akhir PUGAR adalah satu-satunya laporan yang dibuat namun sangat komprehensif karena membahas setiap kabupaten/kota dari pencapaian sampai dengan masalah yang dihadapi oleh mereka. 5. Tujuan Pengawasan Intern Perbedaan dasar hukum bagi Itjen III dan Ditjen KP3K adalah mutlak karena diantara keduanya pun telah jelas perbedaan peran di dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan. KP3K melakukan pengendalian dan pengawasan melalui Pokja PUGAR yang tujuannya mendapatkan hasil evaluasi untuk menjadikan perbaikan PUGAR tahun depan sedangkan Itjen III melakukan pengawasan intern di lingkungan KP3K dengan tujuan memberikan saran/masukan untuk Tim Pokja. V. KESIMPULAN Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dari analisis pengawasan intern terhadap Kegiatan PUGAR: 1. Tim Pokja PUGAR sudah merumuskan beberapa indikator yang bersifat output dan outcome untuk mencapai target. Masih terdapat beberapa kendala yang berulang selama dua tahun yaitu seperti kurangnya TP yang berakibat pada terlambatnya proses administrasi dan kurangnya pendampingan kepada KUGAR, masih berfluktuasinya harga garam di pasaran dikarenakan kurangnya gudang yang layak untuk menyimpan semua stock garam sehabis masa panen dan kurang tegasnya Kemendag dalam mengatur regulasi harga garam dan juga regulasi impor garam, serta penyerapan BLM yang kurang optimal karena pencairan BLM yang terlambat dan pembuatan RUB yang tidak representative kebutuhan petani garam yang sebenarnya. 2. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan PUGAR adalah faktor cuaca, teknologi produksi, infrastruktur, dan kelembagaan.

18 3. Inspektorat Jendral III KKP melakukan pengawasan untuk memperkuat pengendalian yang sudah dilakukan Sakter Pusat setiap tiga bulan. Metode monitoring yang digunakan adalah purposive sampling. Banyaknya jumlah kabupaten/kota yang menjadi sample monitoring ditentukan dari berapa jumlah anggaran yang diberikan untuk melakukan kegiatan monitoring dan berapa jumlah auditor yang dapat melakukan monitoring. Pengawasan Itjen III memiliki tiga tahapan yaitu pada saat persiapan, pelaksanaan, dan perkembangan kegiatan. Menurut hasil pengawasan auditor Itjen III, terdapat permasalahan yang berulang dari tahun ke tahun yaitu lambatnya prosedur administrasi KUGAR. Hal tersebut mengindikasikan kurangnya tindak lanjut oleh Tim Pokja PUGAR sebagai penanggungjawab kegiatan 4. Ditjen KP3K dan Itjen III melakukan pengawasan atas PUGAR selaku mitra kerja dalam satu kementerian namun terdapat beberapa perbedaan antara keduanya sehingga tidak ada conflict of interest dalam melakukan pengawasan diantara mereka. Pada dasaranya, tujuan Itjen III melakukan pengawasan adalah untuk memberikan saran/rekomendasi kepada Tim Pokja PUGAR mengenai hasil evaluasi yang sudah mereka lakukan sedangkan Ditjen KP3K (Tim Pokja) melakukan pengawasan untuk menilai progress PUGAR dan untuk menentukan indikator keberhasilan PUGAR selanjutnya. VI. SARAN Adapun beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan hasil analisis mengenai pengawasan intern terhadap Kegiatan PUGAR: 1. Tim Pokja perlu mempertimbangkan menambah anggaran untuk penambahan TP. 2. Perlunya Tim Swasembada Garam, khususnya Kemendag, untuk membantu penstabilan harga garam di pasar. 3. Tim Pokja sebaiknya menganggarkan dana untuk konsultan pemasaran yang nantinya dapat membantu KUGAR memasarkan hasil panen dan tidak terus menerus bergantung pada tengkulak. 4. Tim Pokja PUGAR perlu melakukan kerjasama dengan BAPPEBTI untu mulai memperkenalkan Sistem Resi Gudang (SRG). 5. Tim Koordinasi Garam perlu berkoordinasi dengan Kementerian UMKM untuk membenahi koperasi pesisir agar koperasi dapat menjadi mitra petani selama produksi sampai pasca panen

19 6. PUGAR tahun mendatang lebih baik untuk fokus pada menaikkan kualitas garam yang diproduksi. VII. BATASAN STUDI KASUS Dalam studi kasus ini, penulis mencatat beberapa kekurangan dan kelemahan yaitu: 1. Penulis tidak memperoleh akses atas dokumen yang berisikan data-data keuangan ataupun temuan-temuan auditor terkait PUGAR karena data tersebut bersifat confidential. 2. Penelitian mengenai pengawasan mengacu pada peraturan internal KKP dan pada PP No.60 tahun 2008 pada khusunya, sehingga tidak memakai teori pengendalian dan pengawasan COSO secara langsung. DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Keuangan Pembangunan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Jakarta: BPKP. Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil. (2011). Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri KP dan Pedoman Teknis Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Jakarta: KKP. Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil. (2012). Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri KP dan Pedoman Teknis Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Jakarta: KKP. Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil. (2011). Laporan Akhir Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat. Jakarta: KKP. Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil. (2012). Laporan Akhir Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat. Jakarta: KKP. Inspektorat Jendral III KKP. (2011). Laporan Evaluasi Kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Jakarta: KKP. Inspektorat Jendral III KKP. (2012). Laporan Evaluasi Kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Jakarta: KKP. Inspektorat Jendral Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2012). Pedoman Pengawasan Kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Jakarta: KKP. Mardiasmo.

20 (2006). Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi Pemerintahan. No. 1 (2). Nordiawan, Deddi. dan Nordiawan, Hertin. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat. Nordiawan, Deddi. Putra, Iswahyudi Sondi. dan Rahmawati, Maulidah. (2007). Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER.41/MEN/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun Peraturan Menteri Kelauta dan Perikanan RI Nomor PER.07/MEN/2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan Tahun Profil Itjen KKP. (2010, 7 Februari). Diakses 12 Maret 2013, dari itjen.kkp.go.id: Sosialisasi Nasional PUGAR Tahun (2013). Kebijakan PUGAR. Jakarta: KKP. Sosialisasi Nasional PUGAR Tahun (2013). Kebijakan Tim Swasembada dalam Menunjang Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negri. Jakarta: Kemenko Perekonomian. Sosialisasi Nasional PUGAR Tahun (2013). Pergaraman Nasional. Jakarta: Kemendag. Tugas dan Fungsi Itjen KKP. (2010, 7 Februari). Diakses 12 Maret 2013, dari itjen.kkp.go.id: Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis KKP. (2012, 16 Oktober). Diakses 12 Maret 2013, dari SASARAN-STRATEGIS/?category_id=65

Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K)

Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) 1 Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) Sasaran Rekomendasi : Kebijakan Pasar dan Perdagangan Latar Belakang Garam merupakan

Lebih terperinci

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 4 OPTIMALISASI KINERJA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA GARAM RAKYAT RAKYAT (PUGAR)

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 4 OPTIMALISASI KINERJA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA GARAM RAKYAT RAKYAT (PUGAR) NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 4 OPTIMALISASI KINERJA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA GARAM RAKYAT RAKYAT (PUGAR) RINGKASAN Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) merupakan bagian PNPM Mandiri Kelautan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB)

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB) NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB) RINGKASAN Kinerja input, proses dan output PNPM-PB secara

Lebih terperinci

2 yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal dengan anggota dari masingmasing unit kerja eselon I terkait. PUMP, PUGAR, dan PDPT merupakan upaya ke

2 yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal dengan anggota dari masingmasing unit kerja eselon I terkait. PUMP, PUGAR, dan PDPT merupakan upaya ke LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.925, 2013 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengawasan Intern. Perwakilan Republik Indonesia. Pedoman. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR PENELITIAN BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 RINGKASAN PENGENDALIAN HARGA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2014 KEMEN KKP. Dekonsentrasi. Kelautan dan Perikanan. Gubernur. Tugas Pembantuan. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN KAPASITAS DAN TUGAS, INSPEKTORAT UNTUK MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang 3.977 mil diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik terdiri dari luas daratan 1.91

Lebih terperinci

PRODUKSI GARAM INDONESIA

PRODUKSI GARAM INDONESIA PRODUKSI GARAM IDOESIA o A 1.1 eraca Garam asional eraca garam nasional merupakan perbandingan antara kebutuhan, produksi, ekspor, dan impor komoditas garam secara nasional dalam suatu periode tertentu.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil merupakan hal yang sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem dan sumberdaya alam hayati negeri kepulauan nusantara.

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.52/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.52/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.52/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat. Terselenggaranya tata kelola pemerintah

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. /MEN/SJ/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI TERPADU PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Abstrak Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1123, 2014 KEMEN KP. Pengawasan. Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PERMEN-KP/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR LEMBAGA PENGELOLA MODAL USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11/PER-LPMUKP/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR LEMBAGA PENGELOLA MODAL USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11/PER-LPMUKP/2017 TENTANG KEMENTERIAN K 1 ELAUTAN DAN PERIKANAN SEKRETARIAT JENDERAL SATKER LEMBAGA PENGELOLA MODAL USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.17 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021)

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PERMEN-KP/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BANTUAN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

2012, No.416.

2012, No.416. 5 2012, No.416 DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket. undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket. undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

keluaran ( output), hasil ( outcome), dan dampak ( impact) dari pelaksanaan rencana pembangunan.

keluaran ( output), hasil ( outcome), dan dampak ( impact) dari pelaksanaan rencana pembangunan. LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI TRIWULAN I TAHUN 2014 BERDASARKAN PP NOMOR 39 TAHUN 2006 A. PENDAHULUAN Kegiatan perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan wujud pengelolaan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR AUDIT DAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN BAGI APARAT PENGAWAS INTERN

Lebih terperinci

Menimbang. Mengingat. Menetapkan

Menimbang. Mengingat. Menetapkan PENGADILAN NEGERI SIBOLGA KELAS II Jin. Padangsidempuan Nomor 06 Kota Sibolga,Telp/Fax. 0631-21572 Website: www.pengadilan Negeri-sibolga.go.id Email: Pengadilan Negerisibolga@gmail.com KEPUTUSAN KETUA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP disebutkan bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Draft Rekomendasi Kebijakan Sasaran: Perikanan Budidaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan Seri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PERMEN-KP/2016 TENTANG LINGKUP URUSAN PEMERINTAH BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2016 YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SEBAGAI WAKIL

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

PUBLIKASI MEDIA KERJASAMA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK

PUBLIKASI MEDIA KERJASAMA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK PUBLIKASI MEDIA KERJASAMA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK MEDIA ON-LINE http://www.surabaya.tribunnews.com KKP-BPS Garap Pendataan Garam Nasional SURYA Online, SURABAYA-Kementerian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.41/MEN/2011

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.41/MEN/2011 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.41/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGUMPULAN DATA KINERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar

Lebih terperinci

Kemendagri REPUBLIK INDONESIA

Kemendagri REPUBLIK INDONESIA Kemendagri REPUBLIK INDONESIA SUMATERA KALIMANTAN IRIAN JAYA JAVA DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTORAT JENDERAL POLITIK DAN PEMERINTAHAN UMUM LATAR BELAKANG Pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena terjadinya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.41/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Pertani (Persero)

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Pertani (Persero) Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Subsidi Pemerintah Pada PT Pertani (Persero) Pendahuluan Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Peningkatan produksi

Lebih terperinci

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 1 PENGUATAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN TANGKAP (PUMP-PT)

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 1 PENGUATAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN TANGKAP (PUMP-PT) NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 1 PENGUATAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN TANGKAP (PUMP-PT) RINGKASAN Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Tangkap (PUMP PT) merupakan bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas pengendalian internal suatu organisasi sangat mempengaruhi kinerja organisasi. Premis ini menunjukan bahwa kualitas pengendalian internal suatu organisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA A. PERENCANAAN Rencana strategis sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu proses yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENERAPAN SPIP DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA. Disampaikan oleh: Kepala BPKP DALAM RAKER BNPB TAHUN FEBRUARI 2018

KEBIJAKAN PENERAPAN SPIP DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA. Disampaikan oleh: Kepala BPKP DALAM RAKER BNPB TAHUN FEBRUARI 2018 KEBIJAKAN PENERAPAN SPIP DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA Disampaikan oleh: Kepala BPKP DALAM RAKER BNPB TAHUN 2018 22 FEBRUARI 2018 AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN MATURITY

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar No.924, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, maka diperlukan suatu pedoman dan arahan yang jelas sebagai acuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Pedoman dan arahan dituangkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanggungjawaban rencana strategis kepada masyarakat dapat dilihat dari dua jalur utama, yaitu jalur pertanggungjawaban keuangan dan jalur pertanggungjawaban kinerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari semangat reformasi birokrasi adalah dengan melakukan penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.483, 2011 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 RAPAT KERJA TEKNIS (Rakernis) KELAUTAN DAN PERIKANAN Tahun 2014 dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Kalimantan Timur di Aula Kantor Walikota

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi 4.1.1 Visi Visi adalah pandangan ideal keadaan masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan, dan secara potensial

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan negara mensyaratkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu tantangan baru bagi para pemeriksa inspektorat atau internal auditor. Profesi internal auditor

Lebih terperinci

I N S P E K T O R A T

I N S P E K T O R A T PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU I N S P E K T O R A T Alamat :Jalan Nilam No. 7 Kotabaru Telp. (0518) 21402 Kode Pos 72116 KOTABARU ( LKj) TAHUN 2016 PERANGKAT DAERAH INSPEKTORAT KABUPATEN KOTABARU DAFTAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip KATA PENGANTAR Dalam rangka pencapaian sasaran swasembada pangan berkelanjutan, Pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya prasarana dan sarana pertanian guna peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.15/MEN/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.21/MEN/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemerintah yang baik (good governance), telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-033.02-0/2016 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.22/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN MELALUI SUMBER PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja Inspektorat Provinsi Kalimatan Tengah merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja selama tahun 2015 yang memuat realisasi kinerja dan capaian kinerja

Lebih terperinci

TENTANG MENTERI KEUANGAN,

TENTANG MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 07/PMK.02/2006 TENTANG PERSYARATAN ADMINISTRATIF DALAM RANGKA PENGUSULAN DAN PENETAPAN SATUAN KERJA INSTANSI PEMERINTAH UNTUK MENERAPKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 Dinas Koperasi UKM dan Perindag Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-018.02-0/2013 DS 2887-2051-5773-8818 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci