LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI"

Transkripsi

1 KOTA DUMAI LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 22 Tahun 2007 Seri : B Nomor 06 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa Untuk memanfaatkan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan perlu diatur pengelolaannnya berdasarkan azaz fungsi, nilai ekonomis pemanfaatan keseimbangan dan serta tidak menimbulkan kerusakan lingkungan; b. bahwa hal tersebut sejalan dengan Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/ MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah, yang menyatakan setiap kegiatan ekplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan pengambilan air tanah hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin dari Bupati/Walikota; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Pengelolaan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan; 535

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah denganundang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 4. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489); 6. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548;

3 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air ( lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3225); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4239); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Tambahan; 537

4 16. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah; 17. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota dumai (lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2001 Nomor 26 Seri D); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH DAN AIR PERMUKAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Unit Kerja adalah Unit Kerja yang Mengelola Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 5. Kas Daerah adalah Kas Derah Kota Dumai. 6. Retribusi Daerah adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa dan pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 538

5 7. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang tertuang. 8. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai Peraturan Perundang undangan yang berlaku. 9. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi persero terbatas, persero comanditer, persero lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya 10. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran air bawah tanah dan Air Permukaan atau asosiasi juru bor air bawah tanah dan Air Permukaan yang telah dapat akreditasi dari Lembaga Pengeboran Jasa Kontruksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun Badan Usaha adalah lembaga swasta atau pemerintah yang salah satu kegiatannya melaksanakan usaha di bidang air bawah tanah. 12. Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah adalah Badan Usaha yang sudah mendapat izin untuk bergerak dalam bidang Pengeboran Air Bawah tanah. 13. Air Bawah Tanah adalah Semua Air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah tanah termasuk mata air yang muncul secara alamiah diatas tanah. 14. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah yaitu sungai, danau, waduk, rawa, irigasi dan air laut yang berada di darat. 15. Pengelolaan air bawah tanah adalah pengeloaan dalam arti luas mencangkup segala usaha, inventarisasi, pengaturan, pemanfaatan, perizinan, pengawasan, pembinaan, dan pengendalian serta konservasi air bawah tanah. 16. Hak guna air bawah tanah adalah hak untuk memperoleh, menggunakan dan memelihara air bawah tanah untuk keperluan tertentu. 17. Eksplorasi air bawah tanah adalah penyelidikan air bawah tanah detail untuk menetapkan lebih teliti / seksama tentang sebaran karekteristik sumber air tersebut. 539

6 Pasal 14 Setiap orang dan atau badan dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber daya air dan prasarananya serta dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran air bawah tanah dan air permukaan. BAB IX PERUNTUKAN PEMANFAATAN Pasal 15 (1) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan untuk keperluan air minum merupakan prioritas utama diatas segala keperluan lain. (2) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah dan air permukaan adalah sebagai berikut : a. Air minum (non komersial); b. Air untuk rumah tangga (bukan Usaha); c. Air untuk peternakan dan pertanian sederhana; d. Air untuk industri; e. Air untuk irigasi; f. Air untuk pertambangan; g. Air untuk usaha perkotaan; h. Air untuk keperluan lainnya yang bersifat komersial. (3) Urutan prioritas peruntuk an air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan umum dan kondisi setempat. BAB X PERIZINAN Bagian Kesatu Izin dan Jenis Izin Pasal 16 (1) Setiap kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurapan,pengambilan air bawah tanah dan air permukaan hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin.

7 (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari : a. Izin Eksplorasi Air bawah Tanah; b. Izin Pengeboran (SIP) dan Izin Pengambilan Air Bawah tanah (SIPA); c. Izin Penurapan (SIP) dan Izin Pemanfaatan Mata Air/ Air Permukaan (SIPMA); d. Izin Perusahaan Pengobaran Air Bawah Tanah (SIPPAT); e. Izin Juru Bor Air Bawah Tanah (SIJB). (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), akan di tetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 17 (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 2, dikecualikan/ tidak diperlukan Bagi : a. Keperluan penelitian oleh Instansi/Badan/Lembaga Pemerintah Pusat dan daerah yang telah melaporkan kegiatannya kepada Unit Kerja; b. Keperluan air minum dan rumah tangga dalam batasbatas ketentuan yang meliputi : 1. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan dengan menggunakan tenaga manusia; 2. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan untuk rumah tangga (non komersial) bagi kebutuhan kurang dari 100 (seratus) meter kubik sebulan dengan tidak menggunakan distribusi secara terpusat dan batasan diameter pipa pada sumur bor(cassing) kurang dari 2 (dua) inci atau 5 (lima) cm, serta tidak berada dalam wilayah atau lokasi industri. c. Keperluan Sosial dan rumah ibadah; d. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan untuk keperluan pertanian rakyat yang berada dalam sistem irigasi air; e. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan oleh Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Negara yang khususnya didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber air.

8 (2) Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah dan air permukaan dilakukan oleh Walikota. (3) Setiap pemegang Pengambilan izin air bawah tanah dan air permukaan wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah dan air permukaan sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan dalam tata ruang wilayah serta wajib menjaga kualitas air bawah tanah dan air permukaan serta mengendalikan pencemaran air bawah tanah dan air permukaan. (4) Pengelolaan kualitas air bawah tanah dan air permukaan serta pengendalian pencemaran air bawah tanah dan air permukaan ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air bawah tanah dan air permukaan yang ada pada sumber-sumber air. (5) Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air. (6) Pengendalian pencemaran air bawah tanah dan air permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan cara mencegah masuknya air pada sumber air dan prasarana sumber daya air. Pasal 13 (1) Walikota sesuai dengan lingkup kewenangannya melakukan upaya konservasi air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. (2) Walikota dalam pengelolaan air bawah tanah bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan keberadaan air bawah tanah dan lingkungan sekitarnya. (3) Setiap pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambilan mata air, wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan sesuai tata ruang wilayah yang bersangkutan.

9 (4) Pelaksanaan penentuan debit air bawah tanah dan penentuan debit penurapan mata air dilakukan oleh Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). (5) Penentuan debit pengambilan air bawah tanah berpedoman kepada Pedoman Teknis Penentuan Debit Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. BAB VIII KONSERVASI Pasal 11 (1) Untuk mencegah terjadinya kerusakan air bawah tanah dan air permukaan, lingkungan keberadaannya dan lingkungan sekitarnya, serta untuk perlindungan dan pelestarian air bawah tanah, maka perlu dilakukan upaya konservasi air bawah tanah dan air permukaan. (2) Konservasi air bawah tanah dan air permukaan bertumpu pada azas kemanfaatan, kesinambungan, ketersediaan dan kelestarian air bawah tanah, serta lingkungan keberadaannya. (3) Pelaksanaan konservasi air bawah tanah dan air permukaan didasarkan pada : a. Kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah dan air permukaan; b. Kajian kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area); c. Perencanaan pemanfaatan; d. Informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air bawah tanah dan air permukaan. Pasal 12 (1) Dalam upaya konservasi air bawah tanah dan air permukaan dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air bawah tanah dan air permukaan untuk debit pengambilan lebih dari 50 liter/ detik dari suatu sumur produksi pada kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar serta memasang water meter pada jaringan dan atau pada titik penyebaran air bawah tanah dan air permukaan.

10 (4) Inventarisasi air bawah tanah berpedoman kepada Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. BAB VII PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN Pasal 8 Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dan air permukaan dalam rangka pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah dan air permukaan. Pasal 9 (1) Kegiatan perencanaan Pendayagunaan air bawah tanah dan air permukaan wajib dilaksanakan sebagai dasar pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah. (2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dan air permukaan berpedoman kepada Pedoman Teknis Perencanaan Pendayagunaan Air Bawah Tanah yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 10 (1) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). (2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam rangka pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan air bawah tanah di daerah dilaksanakan oleh Walikota dan lembaga masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Pelaksanaan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah yang berada dalam cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Kota Dumai lakukan oleh Walikota. 548

11 BAB VI PENGELOLAAN Pasal 6 Teknik pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan dilakukan melalui tahapan kegiatan : a. Inventarisasi; b. Perencanaan pendayagunaan; c. Konservasi; d. Peruntukan e. Pemanfaatan; f. Perizinan; g. Pembinaan dan pengendalian; h. Pengawasan. BAB VI INVENTARISASI Pasal 7 (1) Kegiatan inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah mencangkup : a. Sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer; b. Kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area); c. Karakteristik akuifer dan potensi air bawah tanah; d. Pengambilan air bawah tanah; e. Data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah. (2) Semua data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah milik pemerintah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. (3) Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dan Pemerintah dalam rangka penyusunan rencana atau pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya.

12 (2) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1), meliputi : a. Menetapk an petunjuk pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan pendayagunaan dan pelestarian air bawah tanah dan air permukaan atau mata air pada cekungan air bawah tanah dan air permukaan; b. Melakukan pembinaan dalam pengendalian dan pengawasan atas pengambilan serta penghimbuhan air bawah tanah dan air permukaan dalam rangka izin pengambilan air bawah tanah dan atau mata air sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Pengumpulan dan pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan mata air sebagaimana sumber informasi air bawah tanah dan atau mata air Wilayah Dumai; d. Menetapkan dan mengatur system jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah dan air permukaan; e. Pemberian persetujuan atau rekomendasi teknik untuk izin penelitian dan atau penyelidikan dan atau eksplorasi air bawah tanah dan air permukaan, izin pengeboran air bawah tanah dan air permukaan, izin penurapan mata air, izin pengambilan air bawah tanah dan air permukaan, dan izin pengambilan mata air pada wilayah cekungan air bawah tanah dan air permukaan; f. Memberikan saran teknik untuk Surat Izin Pengeboran dan saran teknik untuk Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah dan air permukaan pada cekungan air bawah tanah dan air permukaan; g. Memberikan saran teknik untuk Surat Izin Penurapan Mata Air dan saran teknik untuk Surat Izin Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan dari mata air pada cekungan air bawah tanah; h. M e n e t a p k a n d a n m e m u n g u t Pa j a k D a e rah Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan

13 BAB IV PENGELOLAAN Pasal 4 (1) Kegiatan Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, ekploitasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah dan air permukaan yang meliputi : a. Sebaran cekungan air bawah tanah dan wilayah air permukaan; b. Kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area); c. Karakteristik akuifer dan potensi air bawah tanah serta air permukaan; d. Pengambilan air bawah tanah dan air permukaan; e. Data pengguna dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan; f. Data besarnya kubikasi air bawah tanah dan air permukaan yang digunakan/dimanfaatkan. (2) Kegiatan Inventarisasi air bawah tanah dan air permukaan dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dan pemerintah daerah dalam rangaka penyusunan rencana atau pola induk pengembangan terpadu pengambilan air bawah tanah dan air permukaan dilaksanakan oleh Unit Kerja. (3) Inventarisasi air bawah tanah dan air permukaan dalam rangka pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan dilaksanakan oleh Unit Kerja. BAB IV WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 5 (1) Wewenang dan tanggung jawab pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan dilakukan oleh Walikota dan dilaksanakan oleh Unit Kerja Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kota Dumai. 545

14 (2) Teknik pengelolaan air bawah tanah berlandaskan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah dan satuan wilayah air permukaan. (3) Hak atas air bawah tanah dan air permukaan adalah hak guna air. (4) Hak Guna Air sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berupa hak guna uasaha air. (5) Hak guna air diberikan dan akan ditetapkan dengan Keputusan Walikota. BAB III WILAYAH CEKUNGAN AIR BAWAH TANAH Pasal 3 (1) Walikota berwenang menetapkan Satuan Wilayah Cekungan Air Bawah Tanah dan air permukaan, berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh Unit Kerja. (2) Pengelolaan cekunagn air bawah tanah dan air permukaan yang melintasi wilayah kabupaten lain yang berbatasan dengan wilayah kota Dumai didasarkan pada titik koordinat di kelola atas kesepakatan bersama masingmasing Walikota. (3) Walikota apabila dianggap perlu dapat menentukan lokasi yang tertutup untuk kegiatan usaha pengambilan atau pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan pada wilayah cekungan air bawah tanah. (4) Teknik pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan dilakukan melalui tahapan kegiatan : a. Inventarisasi; b. Perencanaan pendayagunaan; c. Konservasi; d. Peruntukan pemanfaatan; e. Perizinan; f. Pembinaan dan pengendalian; g. Pengawasan.

15 47. Izin Pengeboran air bawah tanah yang selanjutnya disingkat IP adalah izin melakukan pengeboran, penurupan dan pengaliran air bawah tanah. 48. Izin pengambilan air bawah tanah yang disingkat IPA adalah izin pengambilan dan atau penggunaan air bawah tanah yang berasal dari sumur bor, sumur pasak dan sumur gali. 49. Izin pengambilan mata air yang selanjutnya disingkat IPMA izin pengambilan air bawah tanah yang berasal dari lapisan equifer. 50. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan serta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. 51. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) adalah dokumen yang mengandung upaya pemantauan komponen Lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan. 52. Upaya Pengeloaa Lingkungan (UKL) adalah dokumen yang mengandung upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan. 53. Prosedur adalah tahapan mekanisme yang harus di lalui dan diikuti untuk melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah dan air permukaaan. BAB II ASAS LANDASAN Pasal 2 (1) Pengelolaan air bawah tanah didasarkan atas asas-asas : a. Fungsi sosial dan nilai ekonomi; b. Kemanfaatan umum; c. Keterpaduan dan keserasian; d. Keseimbangan; e. Kelestarian; f. Keadilan; g. Kemandirian; h. Transparansi dan akuntabilitasi publik. 543

16 37. Izin Perusahaan Pengeboran Air bawah tanah (SIPPAT) adalah Izin atau kuasa yang diberikan kepada orang perseorangan, bidang usaha nasional baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dan badan usaha asing di sertai dengan kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh pemegang izin dalam menjalankan kegiatannya. 38. Sumur Bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan cara pengeboran dan kostruksi dengan pipa bergaris tengah lebih dari dua inci (Lebih Kurang 5 Cm). 39. Sumur pasak adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan cara pengorbanan dan dikonstruksi dengan pipa bergaris tengah maksimum dua inci (lebih kurang 5 Cm). 40. Sumur imbuhan adalah sumur yang digunakan untuk usaha penambahan cadangan air bawah tanah dengan cara memasukan air kedalam lapisan pembawa air (equifer). 41. Penurupan mata air ialah kegiatan mengubah bentuk alamiah mata air berupa upaya mempertinggi permukaan mata air, penampungan dan atau penimbaan yang dialirkan sesuai dengan keperluaan. 42. Meter air adalah alat ukur untuk mengetahui volume pengambilan air yang telah ditera atau dikali brasi oleh instansi yang berwenang. 43. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang atau pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah. 44. Zona pengambilan air bawah tanah adalah wilayah pengambilan air bawah tanah dikaitkan dengan daya dukung alamnya dan potensi ketersediaan air bawah tanah setempat. 45. Akreditasi adalah pengakuan atas kelayakan peralatan pengorbanan yang telah memenuhi persyaratan teknis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 46. Izin usaha pengeboran air bawah tanah yang selanjutnya yang disingkat IUPAT adalah izin melakukan kegiatan usaha pengeboran bawah tanah oleh setiap badan atau

17 27. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya peraturan perundang-undangan pengelolaan air bawah tanah dan Air Permukaan. 28. Persyaratan teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah dan air permukaan. 29. Pendayagunaan air bawah tanah dan air permukaan adalah pemanfaatan air bawah tanah dan air permulkaan secara optimal dan berkelanjutan. 30. Prosedur adalah tahapan dan mekasnisme yang harus dilalui dan diikuti untuk melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah dan Air Permukaan. 31. Pedoman adalah acuan di bidang air bawah tanah dan air permukaan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat. 32. Sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan atau mutu air bawah tanah dan air permukaan dari lapisan akuifer tertentu. 33. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantau terhadap air bawah tanah pada suatu cekungan air bawah tanah dan air permukaan. 34. Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah adalah Izin atau kuasa untuk melakukan eksplorasi air baewah tanah sehingga di peroleh data dan informasi bagi perencanaan pengambilan air bawah tanah. 35. Izin Pengeboran (SIP) dan Izin Pengambilan Air Bawah Tanah (SIPA) adalah Izin atau kuasa melakukan pengeboran dan pengambilan air Bawah Tanah untuk keperluan sesuai peruntukan pemanfaatan dan ketersediaanya serta tidak mengganggu dan keseimbangan Air bawah tanah dan lingkungan sekitarnya. 36. Izin Penurapan (SIP) dan Izin Pemanfaatan Mata Air/Air permukaan (SIPMA) adalah izin atau kuasa dalam pengaturan debit pengambilan air permukaan dan sesuai dengan ketersediaanya serta tidak menggangggu keseimbangan sumber daya air dan lingkungan sekitarnya. 541

18 18. Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batuan-batuan dimana semua kejadian hidrogeologi proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air bawah tanah berlangsung. 19. Hidrogeologi adalah Ilmu yang mempelajari mengenai air bawah tanah yang berkaitan dengan cara terdapat, penyebaran, pengaliran, potensi dan sifat kimia air bawah tanah. 20. Aquifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan didawah permukaan tanah jenuh air yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup dan mempunyai nilai ekonomis. 21. Pengambilan air bawah tanah dan Air Permukaan adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah tanah dan air permukaan yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya, untuk dimanfaatkan airnya dan atau tujuan lain. 22. Inventarisasi air bawah tanah dan Air Permukaan adalah kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, ekplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah. 23. Konservasi air bawah tanah dan Air permukaan adalah pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijkasana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya. 24. Pencemaran air bawah tanah dan Air Permukaan adalah masuknya atau dimasukkannya unsur, zat, komponen fisika, kimia, atau biologi kedalam air bawah tanah oleh kegiatan manusia atau oleh proses alami yang mengakibatkan mutu air bawah tanah turun kesampai tingkat tertentu sehingga tidak lagi sesuai dengan peruntukannya. 25. Pembinaan adalah segala usaha yang mencangkup pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan pengelolaan air bawah tanah dan air Permukaan. 26. Pengendalian adalah segala usaha yang mencangkup kegiatan pengaturan, penelitian dan pemantauan pengambilan air bawah tanah dan air permukaan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga

19 7. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang tertuang. 8. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai Peraturan Perundang undangan yang berlaku. 9. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi persero terbatas, persero comanditer, persero lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya 10. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran air bawah tanah dan Air Permukaan atau asosiasi juru bor air bawah tanah dan Air Permukaan yang telah dapat akreditasi dari Lembaga Pengeboran Jasa Kontruksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun Badan Usaha adalah lembaga swasta atau pemerintah yang salah satu kegiatannya melaksanakan usaha di bidang air bawah tanah. 12. Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah adalah Badan Usaha yang sudah mendapat izin untuk bergerak dalam bidang Pengeboran Air Bawah tanah. 13. Air Bawah Tanah adalah Semua Air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah tanah termasuk mata air yang muncul secara alamiah diatas tanah. 14. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah yaitu sungai, danau, waduk, rawa, irigasi dan air laut yang berada di darat. 15. Pengelolaan air bawah tanah adalah pengeloaan dalam arti luas mencangkup segala usaha, inventarisasi, pengaturan, pemanfaatan, perizinan, pengawasan, pembinaan, dan pengendalian serta konservasi air bawah tanah. 16. Hak guna air bawah tanah adalah hak untuk memperoleh, menggunakan dan memelihara air bawah tanah untuk keperluan tertentu. 17. Eksplorasi air bawah tanah adalah penyelidikan air bawah tanah detail untuk menetapkan lebih teliti / seksama tentang sebaran karekteristik sumber air tersebut. 539

20 16. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah; 17. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota dumai (lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2001 Nomor 26 Seri D); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH DAN AIR PERMUKAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. Unit Kerja adalah Unit Kerja yang Mengelola Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 5. Kas Daerah adalah Kas Derah Kota Dumai. 6. Retribusi Daerah adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa dan pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 538

21 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air ( lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3225); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4239); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Tambahan; 537

22 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah denganundang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 4. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5489); 6. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548;

23 (2) Walikota dapat memberikan pembebasan izin serta kewajiban-kewajiban lainnya terhadap kegiatan pengambilan air bawah tanah dan air permukaan atas dasar pertimbangan untuk kepentingan daerah berdasarkan kepada aspek pembangunan dan kemajuan daerah. Pasal 18 (1) Setiap Badan atau perorangan yang melakukan ekspolarasi, pengeboran, pengambilan air bawah tanah dan air permukaan atau pemanfaatannya, untuk berbagai keperluan hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin. (2) Perusahaan Industri yang berada dikawasan Industri, dilarang melakukan kegiatan eksplorasi, pengeboran, pengambilan air bawah tanah dan air permukaan selama kebutuhan air bersih untuk kegiatan industri dapat disuplai dari air permukaan. (3) Izin Pengeboran, pengambilan air bawah tanah atau mnnfaatnya untuk satuaan cengkungan air tanah yang lintas wilayah Kabupaten / Kota baik izin baru maupun daftar ulang harus terlebih dahulu mendapatkan persyaratan Teknis dari Gubernur. (4) Pengeboran dan Pengambilan air bawah tanah yang tidak memerlukan izin adalah: a. Keperluan air minum dan rumah tangga dengan jumlah maksimum 100 (seratus) meter kubik perbulan dan tidak dipergunakan untuk keperluan komersial; b. Keperluan peribadatan, penanggulangan kebakaran dan keperluan penelitian yang tidak menimbulkan kerusakan atas sumber air bawah tanah dan lingkungan; c. Keperluan pembuatan sumur imbuhan. Pasal 19 Jenis izin Pengelolaan air, terdiri dari a. Izin Eksplorasi (IE); b. Izin usaha pengeboran air bawah tanah (IUPAT); c. Izin pengeboran air bawah tanah (IP); d. Izin pengambilan air bawah tanah (IPA); e. Izin pengambilan Mata air (IPMA). 553

24 Pasal 20 (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, ditetapkan oleh Walikota. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu: a. Diberikan atas nama pemohon untuk setiap titik pengambilan air / sumber air; b. Tidak dapat dipindah tangankan kecuali atas persetujuan Walikota. Bagian Kedua Tata Cara Memperoleh Izin Pasal 21 (1) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, pemohon mengajukan permohonan secara tertulis Kepada Walikota, melalui Unit Kerja yang mengelola Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melampirkan: A. Untuk izin Eksplorasi ( IE ): a.1. Izin lokasi / HO / IMB; a.2. Melampirkan Peta lokasi; a.3. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Unit Kerja. B. Untuk izin usaha Pengeboran air bawah tanah (IUPAT). b.1. Surat peryataan Kepemilikan instlansi bor bermeterai; b.2. Foto instlansi bor berukuran 9 X 12 Cm dan 4 X 6 Cm masing-masing sebanyak 3 (tiga) lembar; b.3. Data teknis instlansi bor; b.4. Salin sertifikat klasifikasi dan sertifikat kualifikasi badan usaha yang dikeluarkan oleh asosiasi dan telah diregistasii di LPJK; b.5. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Unit Kerja.

25 C. Untuk izin pengeboran (IP): c.1. Peta situasi brsekala 1 : atau lebih besar dan peta topografi skala 1 : yang memperlihatkan titik lokasi rencana pengeboran; c.2. Informasi mengenai rencana pengeboran; c.3. Foto copy Izin Usaha Pengeboran Air Tanah (IUPAT), Surat Tanda Isntalansi Bor (STIB) yang masih berlaku; c.4. Tanda Bukti Kepemilikan 1 (satu) buah sumur pantau yang dilengkapi alat perekam otomatis muka air (Automartic Water Level Recorder / AWLR) bagi pemohon ke 5 (lima) atau kelipatannya atau jumlah pengambilan air bawah tanah sama atau lebih besar dari 50 (lima puluh) L / detik dari 1 (satu) atau beberapa sumur pada kawasan kurang dari 10 (sepuluh) Hektar; c.5. Persyaratan lainnya ditetapkan oleh Kepala Unit Kerja. D. Izin pengambilan Air (IPA) dan izin Pengambilan Mata Air (IPMA) : d.1. Izin Pengeboran (IP); d.2. Gambar Penampang LItologi / batuan dan hasil rekaman logging sumur; d.3. Gambar bagan penampang penyelesaian kontruksi sumur Bor; d.4. Berita acara pengawasan pemasangan kontruksi Bor; d.5. Berita acara uji pemompaan; d.6. Laporan uji pemompaan; d.7. Hasil analisis fisika dan kimia air bawah tanah. Bagian Ketiga Masa Berlaku dan Daftar Ulang Izin Pasal 22 (1) Masa berlaku IE sebagai mana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a, diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang kembali apabila memenuhi persyaratan. 555

26 (2) Masa berlaku IUPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 huruf b, diberikan selama 3 (tiga) tahundan dapat diperpanjang kembali apabila memenuhi persyaratan. (3) Masa berlaku IP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 huruf c, diberikan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 3 (tiga) bulan, dan hanya pada lokasi yang diajukan dalam permohonan. Pasal 23 (1) Izin pengambilan air bawah tanah berlaku selama kondisi air bawah tanah dan air permukaan disekitarnya masih memungkinkan untuk dimanfaatkan ditinjau dari segi teknis Hidrogeologi. (2) Pemegang IPA dan IPMA wajib mendaftar ulang izin yang dimiliki setiap 2 (dua) tahun sekali, dengan mengajukan permohonan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya daftar. Bagian Keempat Pencabutan Izin Pasal 24 (1) IE dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan izin. (2) IUPAT dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan izin. (3) IP dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila: a. Pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan izin; b. Izin kembalikan oleh pemegang izin; c. Pemegang izin tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam surat izin; (4) IPA dan IPMA dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila : a. Pemegang izin tidak mengajukan permohonan perpanjangan atau daftar ulang; b. Izin dikembalikan oleh pemegang izin; c. Pemegang izin tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam surat izin; 556

27 d. Berdasarkan pertimbangan teknis menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. (5) Tata cara pencabutan izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kelima Hak dan kewajiban Pemegang Izin Paragraf 1 Hak Pemegang Izin Pasal 25 (1) Pemegang IE berhak melakukan kegiatan ekplorasi air bawah tanah sesuai dengan izin yang diberikan. (2) Pemegang IUPAT berhak melakukan usaha dibidang pengeboran air dibawah tanah sesuai dengan izin yang diberikan. (3) Pemegang IP berhak melakukan pengeboran, penggalian dan penurapan dengan izin yang diberikan. (4) Pemegang IPA dan IPMA berhak melakukan pengambilan air sesuai dengan izin yang diberikan. Pragraf 2 Kewajiban Pemegang Izin Pasal 26 (1) Pemegang IE berkewajiban : a. Melaporkan hasil kegiatan eksplorasi air bawah tanah secara tertulis setiap 1 ( Satu ) Bulan sekali Kepada Kepala Unit Kerja; b. Memelihara dan Bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan; c. Menghentikan kegiatan eksplorasi air bawah tanah serta mengusahakan penanggulangannya apabila dalam pelaksanaannya ditemukan kelainan-kelainan yang dapat menganggu kelestarian sumber air bawah tanah dan lingkungan hidup. 557

28 (2) Pemegang IUPAT berkewajiban : a. Melaporkan hasil kegiatan secara tertulis setiap 6 ( Enam ) Bulan sekali kepada Kepala Unit Kerja; b. Memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Izin. (3) Pemegang IP Berkewajiban : a. Melaporkan hasil kegiatan selama proses pengeboran, penggalian atau penurapan mata air secara tertulis kepada kepala Unit Kerja; b. Memberitahukan secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala Unit Kerja selambat lambatnya 7 ( Tujuh ) hari kerja sebelum melaksanakan pemesangan saringan, uji pemompaan dan penurapan air; c. Melakukan pemasangan konstruksi sumur atau penurapan sesuai dengan petunjuk teknis; d. Menghentikan kegiatan pengeboran air bawah tanah atau penurapan mata air apabila pelaksanaan ditemukan kelainan-kelainan yang dapat menggangu kelestarian sumber air bawah tanah dan merusak lingkungan hidup, serta mengusahakan penanggulannya dan melaporkannya segera kepada Walikota melalui Kepala Unit Kerja. (4) Pemegang IPA dan IPMA berkewajiban: a. Melaporkan jumlah pengambilan air setiap bulan Kepada Kepala Unit Kerja; b. Membayar retrubusi izin dan pajak pengambilan air setelah mendapatkan izin; c. Menyediakan dan memasang meter air serta alat pembatas debut air (stop kran) pada setiap titik pengambilan air sesuai spesifikasi teknis yang ditentukan Kepala Unit Kerja; d. Memielihara dan dan bertanggung jawab atas kerusakan meter air dan alat pembatas debit air (stop kran); e. Memberikan sebagian air yang diambil untuk kepentingan masyarakat berdasarkan permohonan masyarakat sekitarnya; f. Melakukan analisis kualitas air pada setiap sumur per 3 (tiga) bulan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Unt Kerja; 558

29 g. Menghentikan kegiatan pengambilan air bawah tanah, mengusahakan penangulannya apabila dalam pelaksanaannya ditemukan kelainan yang dapat menggangu kelestarian sumber air bawah tanah serta lingkungan hidup. Pasal 27 - (1) Setiap badan atau perorangan yang melakukan pengambilan air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, berkewajiban menyediakan lahan resapan air bawah tanah. (2) Penyediaan lahan resapan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (3) Setiap pengambilan air bawah tanah lebih dari 4 (empat) buah sumur dalam satu lokasi yang luasnya kurang dari 10 (sepuluh) hektar, diwajibkan menyediakan satu buah sumur pantau yang dilengkapi dengan alat untuk memantau muka air bawah tanah. (4) Pengambilan air bawah tanah dengan debit lebih besar atau sama dengan 1/detik yang berasal dari satu sumur, diwajibkan menyediakan 1 (satu) buah sumur pantau yang dilengkapi untuk memantau muka air bawah tanah. (5) Pada tempat-tempat tertentu yang kondisi air bawah tanahnya dianggap rawan diwajibkan membuat sumur injeksi. Pasal 28 (1) Pengambilan air bawah tanah wajib dilengkapi dengan Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) apabila: a. Pengambilan air bawah tanah dengan debit lebih dari 50 liter/detik yang berasal dari 1 (satu) buah sumur; b. Pengambilan air bawah tanah dengan debit lebih dari 50 liter/detik yang berasal dari 5 (lima) sumur dalam areal kurang dari 10 (sepuluh) hektar.

30 (2) Setiap pengambilan air bawah tanah yang tidak diatur pada ayat (1), wajib dilengkapi dengan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) DAN Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). BAB XI NAMA OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 29 (1) Obyek Retribusi adalah: a. Pemberian izin Eksplorasi (IE); b. Pemberian izin Usaha Pengeboran Air Bawah Tanah (IUPAT); c. Pemberian izin pengeboran (IP); d. Pemberian izin Pengambilan Air Bawah Tanah (IPA); e. Pemberian izin Pengambilan Mata Air (IPMA). (2) Subyek Ritrubusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin: a. Izin Eksplorasi (IE); b. Izin Usaha Pengeboran Air Bawah Tanah (IUPAT); c. Izin Pengeboran Air Bawah Tanah ( IP ); d. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah ( IPA ); e. Izin Pengambilan Mata Air ( IPMA). Pasal 30 Tingkat pengunaan jasa izin berdasarkan jenis dan jumlah sumur, yaitu sumur Bor atau penurapan mata air ( sumur bor ke 1,2,3 dan seterusnya), sumur pasak atau sumur gali (sumur pasak ke 1,2,3 dan seterusnya). BAB XII STRUKTUR DAN BESARNYA RETRIBUSI Pasal 31 (1) Pemberian Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 2, dikenakan Retribusi Perizinan. 560

31 (2) Retribusi Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di golongkan sebagaimana perizinan tertentu. (3) Prinsip dan sasaran penetapan retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup biaya penyelenggaraan pemberian izin. (4) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi biaya administrasi, survei lapangan, penelitian teknis, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. BAB XIII STRUKTUR DAN BESARNYA RETRIBUSI Pasal 32 (1) Penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan atas tujuan untuk menutup biaya administrasi, pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemberian izin. (2) Besarnya tarif retribusi kegiatan pengeboran, pengambilan air bawah tanah, penurapan dan pemanfaatan mata air/air permukaan ditetapkan sebagaimana berikut: a. Titik I Rp ,- b. Titik II dan seterusnya Rp ,- (3) Besarnya retribusi setiap perizinan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. BAB XIV WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 33 Retribusi yang tertuang dipungut di wilayah Daerah tempat jasa pelayanan diberikan. BAB XV MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 34 Retribusi tertuang dalam masa retribusi terjadi pada saat ditetapkan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.

32 BAB XVI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 35 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi di pungut oleh petugas yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. (3) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memberikan tanda bukti pembayaran kepada orang pribadi atau Badan sebagai wajib retribusi yang bentuk, nama dan ukuran tersebut disetorkan ke kas Daerah. (4) Hasil pungutan retribusi tersebut disetorkan ke Kas Daerah. Pasal 36 (1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan. (2) Bentuk dan isi SKRD dan Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Walikota Dumai. BAB XVII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 37 (1) Pembayaran retribusi Daerah disetorkan ke kas daerah melalui bendahara penerima pada bagian sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi daerah tersebut harus disetor ke kas daerah selambat lambatnya 1 x 24 jam. Pasal 38 (1) Pembayaran retribusi dilakukan secara tunai / lunas. (2) Kepala Badan dapat memberikan izin pada subyek retribusi untuk mengangsur retribusi yang terutang dalam kurun waktu tertentu dengan alasan dapat dipertanggung jawabkan.

33 (3) Tata cara mengangsur retribusi yang tertuang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Walikota. Pasal 39 (1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), diberikan tanda pembayaran. (2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan. (3) Bentuk isi ukuran buku tanda bukti pembayaran dan buku penerima retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Walikota. BAB XVIII TATA CARA PENAGIHAN Pasal 40 (1) Pengeluaran surat teguran atau surat peringatan / surat lain yang jenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah tanggal surat teguran / surat peringatan / surat lain yang sejenis diterima oleh subyek retribusi wajib melunasi retribusi yang tertuang. (3) Surat teguran / surat peringatan / surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh kepala Unit Kerja. BAB XIX TATA CARA PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 41 (1) Walikota dapat memberikan pengurangan dan pembebasan besarnya retribusi. (2) Tata cara pemberian pengurangan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Walikota. 563

34 BAB XX KADALUARSA PENAGIHAN Pasal 42 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluarsa, setelah melampaui jangka waktu 3 ( tiga ) tahun terhitung sejak saat tertuangnya retribusi kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kadaluarsa Penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh apabila : a. Diterbitkan surat teguran atau; b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XXI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 43 (1) Pengawasan dan pengendaliaan atas pelaksanaan peraturan Daerah ini, sepanjang menyangkut hal-hal yang bersifat teknis, dilaksanakan oleh Unit Kerja. (2) Pengawasan dan pengendaliaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Lokasi titik pengambilan air bawah tanah; b. Teknis konstruksi sumur bor dan uji pemompaan; c. Pembatasan debit pengambilan air; d. Penataan teknis dan pemasangan alat ukur (meter air); e. Pendataan volume pengambilan air; f. Teknis penurapan mata air; g. Kajian Hidrogeologi; h. Usaha jasa pengeboran air bawah tanah; i. Penyediaan lahan resepan dan sumur resapan; j. Penyediaan sumur pantau; k. Penyediaan sumur pasak. Pasal 44 (1) Pengawasan pemasangan meter air atau alat pengukur debit air dilakukan oleh Unit Kerja.

35 (2) Penetapan lokasi, jaringan dan konstruksi sumur Pantau, sumur resepan dan sumur injeksi ditentukan oleh Unit Kerja. (3) Pada daerah-daerah tertentu, Unit Kerja membuat sumur pantau. (4) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), berkoordinasi dengan instansi yang berwewenang. BAB XXII PELANGGARAN Pasal 45 Setiap pemegang izin dinyatakan melakukan pelanggaran apabila: a. Merusak, melepas, menghilangkan dan memindahkan meter/alat ukur debit air dan atau merusakan segel tera dan segel instalasi pada meter air atau alat ukur debit air; b. Mengambil air dari pipa sebelum meter air; c. Mengambil air melebihi debit yang ditentukan dalam izin; d. Menyembunyikan titik air atau lokasi pengambilan air; e. Memindahkan letak titik atau lokasi pengambilan air; f. Memindahkan rencana letak titik pengeboran dan atau titik penurupan atau lokasi pengambilan air; g. Mengubah konstruksi penurapan mata air; h. Tidak membayar retrebusi izin; i. Tidak membayar pajak pengambilan air bawah tanah; j. Tidak menyampaikan laporan pengambilan air atau melaporkan tidak sesuai dengan kenyataan; k. Tidak melaporkan hasil rekaman sumur pantau; l. Tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam izin. BAB XXIII SANKSI PIDANA Pasal 46 (1) Barang siapa melanggar salah satu ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 42, diancam pidana kurangan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (lima puluh juta rupiah).

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 6 Tahun 2002 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 2 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 12 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN EKSPLORASI AIR TANAH, PENGEBORAN, PENURAPAN MATA AIR, PENGAMBILAN AIR TANAH DAN MATA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 17 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TENGAH, Menimbang :a. Bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN EKSPLORASI AIR BAWAH TANAH, PENGEBORAN, PENURAPAN MATA AIR, PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN MATA AIR DI KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2002 NOMOR 12 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan tertib

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 14 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, S A L I N A N NOMOR 5/E, 2006 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan sumber

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH Menimbang BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH MENTERI ENERGI DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peran yang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 28 TAHUN 2001 T E N T A N G IJIN PENGEBORAN, PENURAPAN MATA AIR, PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 5 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGOLAHAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGOLAHAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGOLAHAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG Menimbang : a. bahwa sejalan dengan meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 4 TAHUN 2004 T E N T A N G PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 4 TAHUN 2004 T E N T A N G PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 4 TAHUN 2004 T E N T A N G PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa Rancangan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH Dl PROPINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2012 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemanfaatan air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 23 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa keberadaan air tanah sebagai sumber daya air,

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah; LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. WALIKOTA SALATIGA, bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONE, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 11 SERI PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 11 SERI PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 11 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjaga

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Air Tanah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH 30 Juni 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa pengaturan pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 29 TAHUN 2004 T E N T A N G IJIN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 08 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 08 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2002 TAHUN : 2002 NOMOR : 09 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 08 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan salah satu sumber daya air

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan unsur yang sangat penting

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa air adalah merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 23 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NATUNA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa peruntukan air tanah ditujukan untuk

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR, Menimbang : a. bahwa air tanah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 17 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, bahwa

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG 1 QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU - 1 - Desaign V. Santoso Edit PARIPURNA DES 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2005 SERI C ============================================================

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2005 SERI C ============================================================ LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2005 SERI C ============================================================ PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENGAMBILAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 05 TAHUN 2004 T E N T A N G PENGOLAHAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMU KAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menjaga keseimbangan antara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 45 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 9 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 45 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 9 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 45 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 9 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH BADAN PENGEMBANGAN INFORMASI DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 666 TAHUN : 2004 SERI : B Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PEMBERIAN IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 13 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 13 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 13 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN TERHADAP PEMANFATAN DAN PENGUSAHAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan unsur

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA G U B E R N U R NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR 38 TAHUN LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

NOMOR 38 TAHUN LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON - 2 - NOMOR 38 TAHUN 2003 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PERIJINAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH Dl PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 522 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013 SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 30 Juni 30 Juni 2008 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa dengan semakin berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kelestarian sumber daya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2009 NOMOR 11

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2009 NOMOR 11 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2009 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PENGEBORAN AIR TANAH, PEMAKAIAN / PENGUSAHAAN AIR TANAH, DAN/ATAU AIR PERMUKAAN TANAH

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMAKAIAN AIR TANAH DAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMAKAIAN AIR TANAH DAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMAKAIAN AIR TANAH DAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci