Jogja Geoheritage Trail: Jogja Riwayatmu Dulu.. dulu sekali

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jogja Geoheritage Trail: Jogja Riwayatmu Dulu.. dulu sekali"

Transkripsi

1 Jogja Geoheritage Trail: Jogja Riwayatmu Dulu.. dulu sekali Organized by: TamasyaSaujana Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta Pulau Jawa menyimpan berbagai cerita menarik bahkan boleh jadi mengerikan di balik proses pembentukannya. Tahukah Anda berapa usia Pulau Jawa? Apakah berada dalam kisaran puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan hingga puluhan juta tahun? Bagaimana para ahli menentukan usia Pulau Jawa? Geoheritage Trail ini akan membawa Anda menjelajahi alur cerita pembentukan Pulau Jawa, dengan melihat bukti-bukti fisik pada tanah tempat kaki Anda menjejak, dan pada batuan yang akan Anda sentuh langsung. Perjalanan ini akan membawa Anda melintasi lorong waktu menuju 100-an juta tahun lalu, dan bebaskan imajinasi Anda agar bisa lebih menikmati lompatan waktu ini! Setelah mengikuti Geoheritage Trail ini, Anda akan lebih bisa memahami dan menerima secara arif namun tetap waspada bahwa kita hidup berkalang bencana di salah satu pulau busur gunungapi di Nusantara. Batuan tertua yang pernah ditemukan di Pulau Jawa adalah batuan berusia ± 96 juta tahun dan dari batasan tahun itulah mulai terkuak misteri lembaran-lembaran sejarah terbentuknya Pulau Jawa. Tahukah Anda, menurut sejarahnya, dahulu Pulau Jawa adalah gabungan dari dua lempeng benua yaitu mikrokontinen Jawa Timur dan Paparan Sunda. Buktinya terlihat dari adanya batuan hasil tubrukan antara kedua lempeng benua tersebut yang kemudian tersingkap di daerah Karangsambung dan Bayat (Jawa Tengah), serta Ciletuh (Jawa Barat). Seiring berjalannya waktu, terjadilah proses pengikisan (erosi) batuan-dasar yang tersingkap karena proses tumbukan yang terus-menerus, dan pada kala Eosen (54-36 juta tahun lalu) berlangsung lah proses sedimentasi/pengendapan pertama. Material sedimen terendapkan di cekungan-cekungan kecil maupun besar yang terbentuk sebagai akibat dari proses peregangan lempeng. Pada waktu ini umumnya terjadi proses pengendapan yang berupa pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang dicirikan dengan tersingkapnya konglomerat, batugamping, batupasir, serta batubara. Proses pergerakan lempeng terus terjadi. Kejadian berikutnya adalah Pulau Jawa

2 yang tadinya merupakan penyatuan antara lempeng paparan Sunda dan lempeng mikrokontinen Jawa Timur kemudian ditabrak dari selatan oleh lempeng Indo- Australia yang beringsut ke utara dan menunjam di zona palung di selatan Pulau Jawa yang berarah Barat-Timur. Kejadian inilah yang merupakan kejadian utama yang terjadi selama sejarah pembentukan Pulau Jawa, yaitu proses pembentukan gunungapigunungapi yang tersebar di bagian Selatan Pulau Jawa, yang kemudian menjadi tulang punggung Pulau Jawa (lihat Gambar-1). Tahukah Anda, pada masa ini terjadi proses volkanisme yang sangat dahsyat, yang dibuktikan dengan ditemukannya banyak sekali singkapan batuan-batuan piroklastik (hasil erupsi gunungapi) dan batupasir vulkanik yang sangat tebal. Proses ini berlangsung selama masa Oligosen-Miosen Tengah (36-10,2 juta tahun lalu), dan produk dari proses ini disebut sebagai masa OAF (Old Andesite Formation). Masa ini bisa diibaratkan sebagai masa kejayaan gunungapi di Pulau Jawa. Gambar-1: Dua jalur gunungapi sebagai tulang punggung Pulau Jawa Seiring perjalanan waktu, proses keaktifan gunungapi pun berangsur turun atau bahkan menjadi tidak aktif. Kondisi Pulau Jawa pun menjadi relatif stabil, meskipun di beberapa tempat masih cukup aktif. Pada masa itu hampir seluruh Pulau Jawa tergenang laut, dengan proses biota laut yang berkembang dengan baik. Kondisi air laut yang menggenangi Pulau Jawa ini tenang, jernih, sumber makanan cukup, dan cahaya matahari yang dapat masuk ke laut cukup baik sehingga kemudian terbentuklah suatu koloni koral (kompleks terumbu) yang sangat luas dan kumpulan-kumpulan biota air berkembang biak. Hasil kejadian ini terekam dari tersingkapnya batugamping

3 terumbu/batugamping nonklastik maupun batugamping klastik yang sangat tebal dan luas di sepanjang Selatan dan Utara Pulau Jawa. Di sisi lain, proses pengendapan delta, sungai, dan laut yang lebih dalam pun berlangsung secara bersamaan. Kejadian ini berlangsung dari 25,2 juta tahun hingga 5,2 juta tahun silam. Selanjutnya permukaan air laut berangsur turun dan diikuti oleh pengendapan-pengendapan sedimen non-marine yaitu endapan-endapan darat dan tepi laut. Selain itu, proses pembentukan gunungapi muda kembali terjadi seperti yang dapat kita lihat di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Kejadian ini masih diikuti pula dengan pengangkatan, pemiringan, erosi, serta pertumbuhan terumbu secara ekstensif yang mungkin bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Jadi, sejarah geologi seperti yang diceritakan di atas ini dapat dibagi menjadi beberapa periode (lihat Gambar-2): 1. Masa Awal Pembentukan Pulau Jawa 2. Masa Sebelum Kejayaan Gunungapi Purba 3. Masa Kejayaan Gunungapi Purba 4. Masa Berakhirnya Gunungapi Purba 5. Masa Gunungapi Modern

4 Gambar-2: Kolom sejarah geologi Yogyakarta dan sekitarnya. Stop Site 1. Lava Bantal Berbah, Sleman, Yogyakarta Saat ini, kita sedang berdiri di atas peninggalan masa-masa awal Kejayaan Gunungapi Purba (volcanic arc). Situs ini bernama Lava Bantal Berbah. Ada apa dengan bantal, sehingga ia diasosiasikan dengan batuan di situs ini? Ayo, kita cermati. Batuan ini disebut lava bantal atau pillow lava karena bentukan geometrinya yang mirip bantal. Lava bantal terbentuk akibat dari lava hasil erupsi lelehan yang berkontak langsung dengan fluida (massa air, bisa di laut atau danau). Pembekuan yang cepat karena kontak dengan massa air menyebabkan mineral-mineralnya tidak terbentuk dengan baik, dan membentuk geometri serupa bantal. Umur lava bantal Berbah ini diperkirakan lebih tua dari 30 juta tahun. Dari perkiraan umur dan komposisi yang basaltis, diperkirakan gejala erupsi lelehan ini merupakan cikal-

5 bakal gunungapi di Pulau Jawa yang kemudian berkembang menjadi himpunan gunungapi strato, yang erupsinya eksplosif, dan dengan komposisi umum andesitik. Jadi lava bantal Berbah ini representasi dari bentuk awal volkanisme Pulau Jawa. Singkapan seperti ini tidak banyak dijumpai di sepanjang Pegunungan Selatan Jawa, dan lava bantal Berbah adalah yang terbaik (lihat Gambar-3). Kelangkaan ini mempertegas bahwa lava bantal ini merupakan fase awal mulai munculnya gunungapi di Jawa. Gambar-3: Singkapan lava bantal di Kali Opak, Berbah, Sleman, Yogyakarta (Foto: C. Prasetyadi) Stop Site 2. Endapan Abu Volkanik (endapan piroklastik) - Candi Ijo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta Anda sekarang berdiri di situs yang merupakan singkapan terbaik batuan endapan abu gunungapi purba (lihat Gambar-4). Lokasi ini terletak di Desa Candi Ijo. Situs ini dikenal sebagai bagian dari Formasi Semilir. Nama Semilir diberikan sesuai dengan nama lokasi tempatnya tersingkap, yakni Desa Semilir. Desa ini terletak di Kecamatan Pathuk, Daerah Istimewa Yogyakarta, tempat batuan ini juga tersingkap bahkan jauh lebih tebal dan dianggap paling baik.

6 Gambar-4: Singkapan endapan abu volkanik purba (berumur Juta tahun) yang mencapai ketebalan >50 m, di Desa Candi Ijo, Prambanan. Foto bawah potongan setangan endapan piroklastik yang terdiri dari abu volkanik (lapisan halus bagian atas) dan batuapung (pumice) yang berbutir lebih kasar (lapisan bagian bawah) (Foto: atas- Zaenal Fanani, bawah-dwi Oblo). Di hadapan Anda adalah singkapan batuan endapan debu/abu gunungapi purba, membentuk morfologi bukit. Penduduk lokal menambang bukit ini sedemikian rupa, hingga menghasilkan kupasan tebing setinggi 30 meter, menyingkap dengan segar bebatuan penyusunnya yang umumnya terdiri dari perlapisan abu gunungapi mengandung fragmen-fragmen batuapung (pumice). Kehadiran batuapung ini membuktikan dengan sangat meyakinkan bahwa perlapisan ini merupakan hasil letusan gunungapi yang eksplosif. Batuan semacam ini banyak dijumpai mulai dari perbukitan di daerah Parangtritis sampai daerah Wonogiri, dengan ketebalan antara meter. Secara stratigrafi (urutan perlapisan), Formasi Semilir ini berada di atas Lava Bantal Berbah. Distribusi yang luas dan dengan ketebalan yang besar mengindikasikan bahwa Formasi Semilir ini dihasilkan dari suatu peristiwa rangkaian letusan gunungapi yang besar 20 juta tahun lalu, yang kemungkinan tidak kalah dahsyat dengan letusan Toba Volcano (70 ribu tahun lalu). Oleh karenanya formasi ini disebut sebagai hasil super eruption dari Semilir Volcano. Melalui bentangan alam yang kita lihat di situs ini, kita

7 berhadap-hadapan dengan bukti otentik masa puncak kejayaan gunungapi purba di Pulau Jawa. Dari lava bantal Berbah yang berada di bawah menuju ke Formasi Semilir yang berada di atasnya, berarti kita melihat bukti perkembangan suatu busur gunungapi yang pada awalnya ditandai dengan volkanisme monogenesis (hanya menghasilkan satu lelehan lava) di bawah laut, kemudian berkembang menjadi volkanisme poligenesis yang menghasilkan gunungapi strato (terdiri dari perselingan lava dan volkaniklastik), dan dipuncaki dengan peristiwa super eruption Gunungapi Semilir. Formasi Semilir ditumpangi oleh Formasi Nglanggran, yang lebih muda, yang terdiri dari breksi andesit dan sedikit lava andesit. Hadirnya Formasi Nglanggran menunjukkan bahwa setelah terbentuk hamparan luas hasil letusan katastrofis Gunungapi Semilir, kemudian disusul dengan tumbuhnya gunungapi strato baru, yakni Gunungapi Nglanggran. Tahan rasa penasaran Anda, karena sisa-sisa Gunungapi Nglanggran akan menjadi stop site terakhir dari perjalanan kita hari ini! Stop Site 3. Konglomerat - Jiwo Barat, Bayat, Klaten, Jawa Tengah Ini salah satu bagian yang paling menegangkan dari perjalanan geoheritage kita. Dari sisi lokasi, Anda akan diajak menyapa penduduk lokal terlebih dahulu, untuk menuju bagian belakang sebuah rumah. Anda mungkin bertanya, apa istimewanya lokasi ini? Di lokasi ini, Anda sedang berdiri di atas Pulau Jawa dalam Masa Sebelum Kejayaan Gunungapi Purba (non-volcanic arc). Di lokasi ini dijumpai singkapan batuan sedimen konglomerat. Batuan ini cukup keras, berwarna coklat, terdiri dari fragmen-fragmen berbentuk membundar dari kuarsa, fragmen batuan metamorf sekis, sabak, batulempung, serta sedikit rijang. Batuan semacam ini merupakan hasil endapan sungai. Komposisi batuan di lokasi ini mengindikasikan bahwa sumber-asalnya bukanlah material volkanik, melainkan material-material yang bersumber dari batuan asal yang lebih tua, yang tererosi menjadi butiran-butiran dan kemudian diendapkan kembali sebagai konglomerat ini (lihat Gambar-5).

8 Karena secara umum material pembentuknya terdiri dari batuan metamorf yang merupakan batuan tertua, maka konglomerat ini dianggap sebagai batuan sedimen tertua dan menunjukkan bahwa pada saat pembentukannya terjadi, belum ada kegiatan volkanisme. Gambar-5: Singkapan batuan konglomerat (berumur Juta tahun) yang didominasi oleh fragmen-fragmen membundar berwarna putih dari mineral kuarsa, di Desa Jiwo Kulon, Bayat (Foto: C.Prasetyadi). Stop Site 4a. Watu Prahu - Perbukitan Jiwo Timur, Klaten, Jawa Tengah Di lokasi ini, kami akan mengajak Anda untuk lompat lebih jauh lagi ke Masa Awal Pembentukan Pulau Jawa, dengan melihat batuan yang ada di hadapan Anda. Di hadapan Anda adalah batuan metamorf yang disebut filit (lihat Gambar-6 atas). Ia merupakan batuan tertua di Pulau Jawa. Di dalam filit ini terdapat juga urat-urat kuarsa berwarna putih (lihat Gambar-6 bawah). Batuan metamorf semacam ini hanya tersingkap di tiga tempat di Pulau Jawa, yakni di Ciletuh (Jawa Barat), Karangsambung dan Bayat (kedua-duanya di Jawa Tengah).

9 Gambar-6: Singkapan batuan tertua di Tanah Jawa, berupa batuan metamorf yang disebut filit (foto atas), diperkirakan berumur >90 juta tahun. Di dalam filit ini banyak dijumpai urat kuarsa berwarna putih (foto bawah), tersingkap di Desa Watuprahu, Bayat Timur. Urat kuarsa ini adalah fragmen-fragmen membundar yang terdapat di batuan konglomerat yang dijumpai di stop site sebelumnya (Foto: C.Prasetyadi). Menurut penanggalan, kandungan K-Ar batuan ini diperkirakan berumur sekitar 100-an juta tahun. Biasanya, batuan semacam ini terletak jauh di kedalaman (bisa mencapai meter) dan umumnya mengalasi batuan-batuan sedimen di atasnya. Dengan karakter-karakter khasnya ini, batuan metamorf semacam ini disebut juga batuan-dasar (basement rock). Bukti bahwa batuan filit ini adalah yang tertua dapat dilihat dari fakta bahwa fragmen batuan metamorf ini beserta urat kuarsanya menjadi penyusun butiran-butiran batuan konglomerat yang dijumpai di stop site sebelumnya. Stop Site 4b. Watu Prahu - Perbukitan Jiwo Timur, Klaten, Jawa Tengah Di lokasi ini juga dijumpai batugamping Nummulites (lihat Gambar-7). Batugamping ini tersusun oleh kumpulan fosil binatang laut jenis foraminifera berbentuk koin. Fauna ini

10 sudah punah dan merupakan fosil penunjuk untuk kala Eosen (sekitar 40 juta tahun lalu). Bersama-sama dengan konglomerat, batupasir kuarsa, dan batulempung, batugamping ini menumpang secara tidak selaras di atas batuan-dasar (basement rock) yang terdiri dari batuan metamorf filit seperti yang diamati di lokasi sebelumnya. Gambar-7: Singkapan batugamping berfosil di Desa Watuprahu, Bayat Timur. Batugamping ini mengandung fosil fauna laut foraminifera Nummulites, fosil indek penunjuk umur Eosen sekitar juta tahun (Foto: C.Prasetyadi). Stop Site 5. Perbukitan Tancep Kecamatan Ngawen, Gunung Kidul, Yogyakarta Setelah menjelajah daerah Klaten, kita meneruskan perjalanan menuju stop site berikutnya, yaitu Perbukitan Tancep yang berada di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul. Di lokasi yang terletak di atas perbukitan di Desa Tancep ini, kita bisa melayangkan pandangan ke arah utara bentang alam dari daerah-daerah yang sudah dilalui selama geoheritage trip ini, mulai dari bentang alam Gunungapi Merapi, perbukitan Baturagung yang tersusun oleh batuan-batuan Old Andesite Formation/OAF (Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran), dan bentang alam Perbukitan Jiwo yang terdiri dari batuan-batuan tertua di Pulau Jawa (lihat Gambar-8). Lokasi ini juga merupakan titik awal perjalanan ke arah Selatan, yang merupakan daerah dengan riwayat geologi yang lebih muda, yaitu Periode Post-Old Andesite Formation. Sedangkan di arah utara merupakan daerah dengan riwayat geologi yang relatif lebih tua, mulai dari

11 Periode Pra-Gunungapi, sampai Periode Gunungapi Purba (OAF), yang sudah anda lewati di beberapa stop site sebelumnya. Gambar-8: Bentang alam di Desa Tancep, Kecamatan Ngawen. Memandang ke arah utara, ke arah G. Merapi yang terlihat bagian puncaknya. Di kejauhan nampak pula bentang alam perbukitan Bayat dimana batuan tertua di Jawa tersingkap. Bentang alam ini menunjukkan rentang dimensi waktu 100 juta tahun sampai masa kini (Foto: Indra Arista). Stop Site 6. Morfologi Wonosari Platform Desa Nglipar, Gunung Kidul, Yogyakarta Tempat yang Anda kunjungi saat ini merupakan penampakan dari morfologi karst Formasi Wonosari, yang merupakan bukti dari zaman keemasan kehidupan laut seperti terumbu karang, algae, dan biota laut lainnya yang hidup pada masa 16,2 juta tahun silam di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jika kita ingin beranalogi, daerah Yogyakarta di masa dahulu bisa diibaratkan sama seperti The Great Barrier Reef di lautan Timur Australia di masa sekarang ini. Kemunculan secara besar-besaran kehidupan biota laut di sini menunjukkan bahwa pada masa itu kegiatan gunungapi mengalami penurunan dan bahkan tidak aktif (lihat Gambar-9).

12 Gambar-9: Bentang alam dataran Wonosari yang terdiri dari kompleks batugamping terumbu (foto atas), difoto dari lokasi tepi jalan raya Nglipar. Foto bawah memberi gambaran pertumbuhan kompleks terumbu (berwarna biru muda) di sekitar punggungan-punggungan bekas gunungapi (Foto: Atas-C.Prasetyadi; bawah-dari Awang Satyana). Stop Site 7. Bioturbasi Sambipitu Kali Ngalang, Gunung Kidul, Yogyakarta Setelah Anda melihat sisa-sisa masa keemasan kehidupan laut di stop site sebelumnya, sekarang Anda telah tiba di Formasi Sambipitu, yang berada di dekat aliran Kali Ngalang. Dalam Formasi Sambipitu bisa ditemukan batugamping klastik, yaitu hasil dari endapan rombakan batuan gamping terumbu atau yang lainnya yang terjadi 16,2 hingga 5,2 juta tahun silam, dan masih masuk ke dalam sistem laut terbuka. Pada batuan ini Anda dapat melihat sisa-sisa aktivitas organisme laut yang hidup di dasar perairan, dengan cara hidup membuat rumah-rumah di dalam batu, yang menampakkan jejak-jejak aktivitas tersebut di batuan ini. Dalam dunia geologi hal ini dikenal dengan istilah Bioturbasi. Selain jejakjejak aktivitas tersebut, di dalam batuan ini juga dijumpai fragmen-fragmen batuan andesit yang berasal dari formasi yang lebih tua, seperti Formasi Nglanggran yang identik dengan gunungapi strato purba. Jadi, bisa disimpulkan bahwa pada saat

13 terjadinya pengendapan batugamping pasiran Formasi Sambipitu ini, kegiatan gunungapi Nglanggran sudah tidak aktif (lihat Gambar- 10). Gambar-10: Struktur sedimen bioturbasi pada batupasir gampingan Formasi Sambipitu. Bioturbasi adalah jejakjejak kehidupan biota, biasanya biota yang hidup di lingkungan pasir pantai atau laut dangkal. Foto inzet, menunjukan batuan breksi lainnya dalam Formasi Sambipitu. Fragmen-fragmen andesit berasal dari Formasi Nglanggran yang lebih tua (Foto: C.Prasetyadi). Stop Site 8. Situs Gunung Api Purba Nglanggran, Gunung Kidul, Yogyakarta Setelah melalui tujuh stop site, saat ini sampailah Anda di akhir petualangan menembus lorong waktu terbentuknya Pulau Jawa. Ya, saat ini Anda telah sampai di Situs Gunungapi Purba-Nglanggran yang merupakan jejak-jejak aktivitas volkanisme Pulau Jawa dari masa 36 juta tahun silam. Situs gunungapi purba Nglanggaran merupakan produk dari lontaran letusan gunungapi pada saat gunungapi mengalami erupsi (lihat Gambar-11). Dalam istilah geologi, kita mengenalnya sebagai Bomb atau Aglomerat, yang termasuk ke dalam batuan piroklastik. Jika dilihat secara geometri, material ini berukuran sangat besar dan luas, sehingga barangkali Anda bisa membayangkan betapa dahsyatnya kondisi erupsi gunungapi pada masa itu. Jika Formasi Semilir yang didominasi oleh abu volkanik dan batuapung menunjukkan kejadian gunungapi eksplosif yang bersifat katastrofis, maka Gunungapi Nglanggran dapat dianalogikan dengan gunungapi strato mirip gunungapi Anak Krakatau. Formasi Semilir

14 mirip dengan pembentukan kaldera karena letusan dahsyat Krakatau, sedangkan Formasi Nglanggran mirip dengan gunungapi strato dari Gunungapi Anak Krakatau yang tumbuh di atas Krakatau Lama. Gambar-11: Situs gunungapi purba Nglanggran. GUNUNG MERAPI: Duta tektonik Pulau Jawa masa kini Setelah melewati semua stop site, saatnya kita kembali ke masa sekarang. Gunung Merapi mewakili masa gunung api modern yang terbentuk sekitar 2 juta tahun lalu (pada zaman Kuarter). Gunung berapi dengan ketinggian meter ini merupakan gunung berapi yang teraktif di Indonesia maupun di dunia. Proses pembentukan Gunung Merapi sama dengan proses gunungapi purba, yaitu hasil interaksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dan menunjam di Palung Jawa ke bawah Lempeng Asia Tenggara. Masih aktifnya Gunung Merapi dan seringnya terjadi gempabumi di Pulau Jawa menunjukkan bahwa interaksi lempeng tersebut sedang berlangsung dan berlanjut terus sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Dari awal perjalanan kami menjelaskan kejadian masa lampau berdasarkan batuannya, tetapi umur Gunung Merapi yang masih muda menurut skala waktu geologi menyebabkan produk letusannya, yang terdiri dari abu vulkanik, lapili, blok (fragmen batuan yang ikut terlontar pada saat erupsi) dan bomb (fragmen lava panas yang ikut terlontarkan dan kemudian membeku) masih EPILOG merupakan endapan lepas dan belum terkonsolidasi membentuk batuan karena belum lama atau baru saja dierupsikan. Material yang langsung dikeluarkan oleh Gunung Merapi ini Misi kami menyelenggarakan kegiatan Jogja Geoheritage Trail ini adalah ada yang mengendap di bagian lereng dan apabila terjenuhkan oleh air hujan dapat mengalir ke menyebarluaskan pengetahuan berbasis pengamatan langsung di lapangan mengenai bawah menjadi aliran campuran lumpur, pasir, dan bongkahan lava dengan kekuatan aliran yang bukti-bukti dahsyat, ataupun yang dikenal fenomena sebagai aliran riwayat Lahar geologi Dingin daerah (atau Lahar Yogyakarta Hujan). Istilah dan lahar ini telah sekitarnyamasyarakat mendunia, dipakai sebagai umum. terminologi Dengan modal internasional pengetahuan yang berasal ini, kita dari akan Indonesia. dapat Bukti sisa-sisa menemukan kedahsyatan cara cerdas aliran lahar terbaik Gunung bagaimana Merapi yang tinggal terjadi wilayah pada awal rentan 2011 bencana dapat disaksikan atas hingga zona penunjaman saat ini di sekitar lempeng jembatan yang Kali niscaya Putih, Muntilan, tidak akan Jawa pernah Tengah. berhenti bekerja.

Ash, atau abu volkanik adalah material hasil letusan gunungapi (atau material piroklastik) dengan ukuran butir < 2mm.

Ash, atau abu volkanik adalah material hasil letusan gunungapi (atau material piroklastik) dengan ukuran butir < 2mm. DAFTAR ISTILAH Aglomerat adalah batuan sedimen yang merupakan akumulasi material blok berukuran diameter > 64 mm, terdiri dari material volkanik, umumnya fragmen lava, yang dihasilkan pada fase erupsi

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Semilir merupakan salah satu formasi penyusun daerah Pegunungan Selatan Pulau Jawa bagian timur. Dalam distribusinya, Formasi Semilir ini tersebar dari bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pegunungan Selatan merupakan daerah dengan kondisi geologi yang menarik. Walaupun sudah banyak penelitan yang dilakukan di Pegunungan Selatan, namun kondisi

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Formasi Wonosari-Punung secara umum tersusun oleh batugamping. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa batugamping, batugamping

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Berdasarkan kesamaan morfologi dan tektonik, Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Timur dan Madura menjadi tujuh zona, antara lain: 1. Gunungapi Kuarter

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB V SINTESIS GEOLOGI BAB V INTEI GEOLOGI intesis geologi merupakan kesimpulan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan mengenai sejarah geologi. Dalam merumuskan sintesis geologi, diperlukan semua data primer maupun

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih karena secara geologi lokasi ini sangat menarik. Pada lokasi ini banyak dijumpainya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Struktur Geologi Trembono terdapat pada Perbukitan Nampurejo yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1). Sumosusastro (1956)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Secara morfologi, Patahan Lembang merupakan patahan dengan dinding gawir (fault scarp) menghadap ke arah utara. Hasil interpretasi kelurusan citra SPOT menunjukkan adanya kelurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan tektonik dan relief dapat mempengaruhi komposisi batuan sedimen selama proses transportasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949). Zona-zona ini (Gambar 2.1) dari utara ke selatan yaitu: Gambar 2.1. Peta

Lebih terperinci

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional Pulau Kalimantan berada di bagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan tahap

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci