MENGEMBANGKAN MODEL MATEMATIKA T L, Q dan MRR SEBAGAI PARAMETER KARAKTERISTIK PERFORMA PAHAT BAGI MEMPEROLEH KONDISI PEMOTONGAN OPTIMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGEMBANGKAN MODEL MATEMATIKA T L, Q dan MRR SEBAGAI PARAMETER KARAKTERISTIK PERFORMA PAHAT BAGI MEMPEROLEH KONDISI PEMOTONGAN OPTIMUM"

Transkripsi

1 TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM MENGEMBANGKAN MODEL MATEMATIKA T L, Q dan MRR SEBAGAI PARAMETER KARAKTERISTIK PERFORMA PAHAT BAGI MEMPEROLEH KONDISI PEMOTONGAN OPTIMUM OLEH: YUKI FEBRIAN NIM : DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 008

2 KATA PENGANTAR Alhamdullillah, puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program studi S-1 di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penulis memilih Tugas Akhir ini dalam bidang Pemotongan Logam dengan judul MENGEMBANGKAN MODEL MATEMATIKA T L, Q dan MRR SEBAGAI PARAMETER KARAKTERISTIK PERFORMA PAHAT BAGI MEMPEROLEH KONDISI PEMOTONGAN OPTIMUM. kapada : Pada kesempatan yang baik ini juga, penulis ingin mengucapkan terimakasih 1. Orang tua saya, buat bapak dan ibu saya tercinta yang telah banyak memberikan perhatian, doa dan dukungan baik moril maupun materil.. Bapak Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dosen pembimbing tugas sarjana ini, yang telah banyak membantu sumbangan pikiran dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan untuk penulisan tugas sarjana ini. 3. Bapak Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, S.T, M.T, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 5. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di Universitas Sumatera Utara.

3 6. Prayitno G. Taruna, M. Irfandi, M Hanafi, Juanda, Nouval Ardi, Zaldiansyah, Supriadi, Yudi, Bang Salman selaku teman-teman diskusi dalam penelitian ini terima kasih atas semua bantuannya. 7. Kepada senior dan teman-teman penulis yang telah banyak membantu penulis dalam kuliah. Semoga Allah SWT membalas perbuatan baik yang telah mereka lakukan. Akhir kata, syukur pada Allah SWT dan semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Medan, Maret 008 Penulis ( YUKI FEBRIAN ) NIM :

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI i iii vi viii x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. Tujuan Penelitian 1.3 Manfaat 1.4 Batasan Masalah Sistematika Penulisan 3 BAB TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Operasi Pembubutan Lima Elemen Dasar Pemesinan 4.1. Aplikasi pada Operasi Pembubutan Pemotongan Orthogonal Mekanisme Pembentukan Geram Komponen Gaya dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal Umur Pahat Hubungan Umur Pahat (T) dengan Volume Bahan Terbuang (Q). Bahan Pahat..1 Bahan Pahat Komersial

5 .. Bahan Pahat Karbida 3..3 Pahat Karbida pada Operasi Pembubutan 4.3 Bahan Material Bahan Logam (Ferrous Metal) 9.4 Pemesinan Kering (Dry Machining) Definisi Perkembangan Pemesinan Kering 31 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan Pahat Potong Alat Pelaksanaan Penelitian Metode Variabel yang Diamati Analisa Regresi 44 BAB 4 HASIL DAN ANALISA Hasil Eksperimen Model Matematika Model Matematika dalam Bentuk Laju Bahan Terbuang (MRR) Pengaruh Kondisi Pemotongan (v,f,a) terhadap MRR Pengaruh Kecepatan Potong (v) terhadap MRR Kondisi Pemotongan Optimum 63

6 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 69 DAFTAR PUSTAKA 71 LAMPIRAN 73

7 DAFTAR TABEL Tabel.1.Besaran fisik yang digunakan dalam analisis dimensional 17 Tabel.. Harga koefisien m dan n 19 Tabel 3.1. Sifat mekanik paduan aluminium Tabel 3.. Sifat mekanik baja karbon AISI Tabel 3.3. Komposisi kimia paduan aluminum Tabel 3.4. Komposisi kimia baja karbon AISI Tabel 3.5. Data geometri pahat karbida 36 Tabel 3.6. Komposisi kimia dan sifat mekanis pahat karbida 37 Tabel 3.7. Data teknis mesin bubut Jhung Metal Machinery Co. 39 Tabel 3.8. Data kondisi pemotongan untuk paduan aluminium Tabel 3.9. Data kondisi pemotongan untuk baja karbon AISI Tabel 4.1 Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong baja karbon hingga VB maks 0,1mm 48 Tabel 4.. Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong aluminium hingga VB maks 0,1mm 48 Tabel 4.3. Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong baja karbon hingga VB maks 0,1mm 49 Tabel 4.4. Data pemesinan pahat karbida tidak berlapis setelah memotong aluminium hingga VB maks 0,1mm 49 Tabel 4.5. Data laju bahan terbuang (MRR) baja karbon dengan VB maks 0,1mm 51 Tabel 4.6. Data laju bahan terbuang (MRR) aluminium dengan VB maks 0,1mm 53 Tabel 4.7. Data keseluruhan pada pemesinan baja karbon AISI

8 Tabel 4.8. Data keseluruhan pada pemesinan aluminium Tabel 4.9. Data untuk laju bahan terbuang baja karbon AISI Tabel Kondisi pemotongan (v,f,a) untuk perubahan laju bahan terbuang secara eksperimen dan permodelan untuk aus tepi VB= 0.1mm pada baja karbon AISI Tabel Kondisi pemotongan (v,f,a) untuk perubahan laju bahan terbuang secara eksperimen dan permodelan untuk aus tepi VB= 0.1mm pada aluminium Tabel 4.1. Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.1 untuk baja karbon AISI Tabel Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.17 untuk baja karbon AISI Tabel Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.4 untuk baja karbon AISI Tabel Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.1 untuk aluminium Tabel Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.17 untuk aluminium Tabel Kondisi pemotongan optimum pada a=1 dan f=0.4 untuk aluminium

9 DAFTAR GAMBAR Gambar.1.Proses bubut 6 Gambar.. Proses pemotongan orthogonal 9 Gambar.3. Teori modern (yang dianut) yang menerangkan terjadinya geram 11 Gambar.4. Lingkaran Merchant s 1 Gambar.5. Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc dan kecepatan potong v 14 Gambar 3.1. Benda kerja 36 (a) Baja karbon AISI (b) Paduan aluminium Gambar 3.. Mata pahat karbida 36 Gambar 3.3. Pemegang mata pahat (Tool Holder) 37 Gambar 3.4. Mikroskop VB 38 Gambar 3.5. Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co. 38 Gambar 3.6. Bagian-bagian mesin bubut 39 Gambar 3.7. Centering 40 Gambar 3.8. Jangka sorong 40 Gambar 3.9. Stop watch 41 Gambar Diagram alir penelitian 4 Gambar Bentuk hubungan antara variabel 45 (a) Hubungan searah 45 (b) Hubungan berlawanan arah 45 Gambar 3.1. Pola perubahan nilai variabel 46

10 (a) Hubungan linier 46 (b) Hubungan kuadratik 46 (c) Hubungan Logaritmik 46 Gambar 4.1. Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang pada baja karbon pada VB maks 0,1mm 50 Gambar 4.. Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang pada aluminium pada VB maks 0,1mm 5 Gambar 4.3 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang secara eksperimen dan model pada baja karbon denganvb 0.1mm 61 Gambar 4.4 Grafik kecepatan potong vs laju bahan terbuang secara eksperimen dan model pada aluminium dengan VB 0.1mm. 6 Gambar 4.5 Kecepatan potong (v)(m/min) vs MRR m (cm 3 /min) dan T L m (min) pada baja karbon AISI Gambar 4.6 Kecepatan potong (v)(m/min) vs MRR m (cm 3 /min) dan T L m (min) pada aluminium

11 DAFTAR NOTASI Lambang Besaran Satuan a : Kedalaman potong (depth of cut) mm a c : Tebal geram yang tidak terdeformasi (h) mm A : Penampang geram sebelum terpotong mm A shi : Penampang bidang geser mm Aγ : Bidang pada pahat dimana geram mengalir (face) mm b : Lebar pemotongan (width of cut) mm b 0 -b 3 : Koefesien c C C T C vb : Temperatur : Konstanta : Konstanta : Faktor koreksi terhadap keausan tepi VB o C C γ : Faktor koreksi terhadap sudut geram γ 0 d : Diameter rata-rata mm df : Derajat kebebasan (degree of freedom) d m : Diameter akhir mm d o : Diameter mula mm E : Modulus elastisitas (modulus of elasticity) Gpa f : Gerak makan mm/rev

12 F : Gaya total yang bekerja pada pemotongan logam N F f : Gaya makan searah dengan kecepatan makan N F s : Gaya geser yang bekerja pada pemotongan logam N F sn : Gaya normal pada bidang geser pada pemotongan logam N F v : Gaya potong searah dengan kecepatan potong N F γ : Gaya gesek pada bidang geram N F γ n : Gaya normal pada bidang geram N G : Modulus elastisitas geser (shear modulus) GPa h : Tebal geram sebelum terpotong mm h c : Tebal geram setelah terpotong mm K r : Sudut potong utama ( o ) K : Konduktifitas panas (thermal conductivity) W/m.K Lt : Panjang pemesinan mm n : Putaran poros utama rpm Q : Volume Bahan Terbuang dm 3 Q t Q sh Q γ Q α R : Panas total yang dihasilkan perdetik : Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geser, : Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geram, : Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang utama : Koeffisien Determinasi r c : Radius ujung pahat mm t c : Waktu pemotongan min T : Umur pahat min

13 v : Kecepatan potong (cutting speed) m/min v f : Kecepatan makan m/min v.f : Beban geram (chip load) m /rpm VB : Panjang keausan tepi mm Y : Nilai yang diobservasi : Nilai yang dicari untuk setiap nilai Z : Kecepatan penghasilan geram mm 3 /min γ o : Sudut geram ( o ) η : Besar sudut gesek ( o ) λ h : Rasio pemampatan tebal geram σ u : Tegangan tarik (Ultimate tensile strength) Mpa σ y : Tegangan geser (Tensile yield strength) Mpa τ shi : Tegangan geser pada bidang geser N/mm µ : Poisson s ratio ρ : Densitas gr/cm 3 Φ : Sudut geser ( o )

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data data kondisi pemotongan yang disajikan oleh para produsen pahat pada umumnya adalah kondisi pemotongan yang diperoleh dari pemesinan basah. Hal tersebut adalah lazim mengingat pemesinan basah sudah dilakukan dalam kurun waktu 100 tahun belakangan ini ( Boothroyd dan Knight 1990 ). Diawali tahun 1997 limbah cairan pemotongan dari proses pemesinan menjadi masalah yang harus mendapat perhatian serius disebabkan oleh regulasi undangundang lingkungan hidup. Dalam laporannya, Sreejith dan Ngoi (000) menuliskan bahwa penggunaan cairan pemotongan harus diminimasi hingga kapasitas 50 ml/jam atau bilamana mungkin ditiadakan penggunaannya sama sekali. Hal ini membawa dampak yang besar bagi industri pemotongan logam sebab data data kondisi pemotongan yang lama yaitu yang diperoleh dari data data pemesinan basah mesti ditinjau kembali. Sekumpulan data yang cukup representatif sangat diperlukan bagi para operator mesin apabila ingin menjalankan operasi pemesinan kering. Untuk mengkontribusi data data kondisi pemotongan yang dapat dilakukan pada pemesinan kering maka mesti dilakukan berbagai pengujian pemesinan atau eksperimen. Pengujian ini haruslah mampu mewakili pasangan bahan pahat dan

15 benda kerja yang banyak digunakan di industri pemotongan logam. Misalnya pemotongan baja karbon menggunakan pahat karbida. Baja karbon dan pahat karbida masih merupakan bahan yang paling banyak digunakan pada industri pemotongan logam khususnya industri logam kecil dan menengah yang ada di Sumatera Utara (Harahap 007). Penelitian yang hasilnya dilaporkan pada skripsi ini adalah berkenaan dengan masalah di atas khususnya untuk menyediakan data data kondisi pemotongan pada pemesinan kering menggunakan pahat baja karbida. Untuk maksud memperluas cakupan data yang mungkin disediakan maka dari data data yang diperoleh melalui eksperimen lebih lanjut dianalisis dan dikompilasi menggunakan metode numerik bagi menghasilkan fungsi berupa model matematika umur pahat, volume bahan terbuang dan laju bahan terbuang. 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun model matematika bagi umur pahat T L ( tool life ), volume bahan terbuang Q ( volume of material removal ) dan laju bahan terbuang MRR ( material rate removal ). 1.3 Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dari tugas akhir ini adalah: 1. Karakteristik umur pahat, volume bahan terbuang dan laju bahan terbuang dapat dipresentasikan oleh metode matematika.. Model matematika yang disusun dapat digunakan untuk melakukan interpolasi maupun ekstrapolasi kondisi pemotongan yang lain.

16 3. Sebagai referensi bagi industri manufaktur untuk memperkirakan pemakaian bahan dan pahat dalam melaksanakan atau mendesain suatu produk pemesinan. 1.4 Batasan Masalah Permasalahan dalam tugas sarjana ini dibatasi pada penggunaan mesin perkakas bubut konvensional dengan putaran mesin dipilih untuk 4 variasi putaran yaitu 650, 950, 1350, 000 rpm. Pahat yang digunakan adalah pahat karbida tidak berlapis, manakala bahan yang digunakan adalah baja karbon AISI 1045 dan aluminium Pemesinan dilakukan pada kondisi pemesinan kering. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan tugas sarjana ini dipaparkan dalam beberapa bab sehingga membentuk alur pembahasan analisa hasil analisa yang mudah untuk dipahami. BAB I merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB II merupakan tinjauan pustaka yang memberi informasi tentang elemen dasar proses permesinan, aplikasi operasi pembubutan, mekanisme pembentukan geram, bahan pahat dan material, pemesinan kering (Dry Machining) serta hubungannya dengan volume bahan terbuang dan laju bahan terbuang.

17 BAB III memaparkan bahan dan alat, pelaksanaan penelitian, metode pengumpulan data eksperimen yang kemudian dimasukan dalam analisa regresi umur pahat dan volume bahan terbuang untuk mendapatkan model laju bahan terbuang. BAB IV menguraikan hasil eksperimen, hasil permodelan matematika untuk umur pahat (T L ), volume bahan terbuang (Q) dan laju bahan terbuang (MRR), pengaruh kondisi pemotongan (v,f,a) terhadap laju bahan terbuang (MRR) dan kondisi pemotongan optimum. Dan BAB V sebagai kesimpulan dan saran dari semua permasalahan yang terdapat pada tugas sarjana ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Operasi Pembubutan.1.1 Lima Elemen Dasar Pemesinan Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis pemesinan seperti proses bubut, proses gurdi dan lain-lain harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran objektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran objektif itu dicapai. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram (sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau, kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Pekerjaan ini akan ditemui dalam setiap perencanaan proses

18 pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses pemesinan (lit.4, hal 13) yaitu : 1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min). Kecepatan makan (feeding speed) : v f (mm/min) 3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm) 4. Waktu pemotongan (cutting time) : t c (min) 5. Kadar pembuangan material (rate of metal removal) : Z (cm 3 /min) Elemen proses pemesinan tersebut (v, v f, a, t c, Z) dihitung berdasarkan dimensi benda kerja dan pahat serta besaran dari mesin perkakas. Oleh sebab itu, rumus yang dipakai dalam setiap proses pemesinan bisa berlainan. Karena dalam penelitian ini penulis menggunakan mesin bubut (turning) maka yang akan dibahas dalam bab ini hanya mengenai elemen dasar proses pemesinan dari mesin bubut (turning)..1. Aplikasi Pada Operasi Pembubutan Elemen dasar dari proses bubut (turning) dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dengan memperhatikan Gambar.1. Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut : Benda Kerja : d 0 : diameter awal ; mm d m : diameter luar ; mm l t : panjang pemesinan ; mm Pahat : κ r : sudut potong utama ; o

19 γ 0 : sudut geram ; o Mesin Bubut : a : kedalaman potong ; mm = (d 0 - d m )/ ; mm f n : gerak makan ; mm/rev : putaran poros utama (benda kerja) ; rpm Gambar.1 Proses Bubut (Sumber : Rochim 1993) Dari Gambar.1 terlihat bahwa proses bubut tersebut menggunakan suatu proses pemotongan miring (oblique cutting) yaitu suatu sistem pemotongan dengan

20 gerakan relatif antara pahat dan benda kerja membentuk sudut potong utama κ r kurang dari 90º. Kecepatan makan v f dihasilkan oleh pergerakan dari pahat ke benda kerja. Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut : 1. Kecepatan Potong π.d. n v = 1000 ; m/min dimana, v : kecepatan potong ; m/min d : diameter rata-rata d = (d 0 + d m ) / d 0 ; mm,....3 n : putaran poros utama ; rpm Kecepatan potong maksimal yang diizinkan tergantung pada : a. Bahan benda kerja : makin tinggi kekuatan bahan, makin rendah kecepatan potong. b. Bahan pahat : pahat karbida memungkinkan kecepatan yang lebih tinggi dari pada pahat HSS. c. Besar asutan : makin besar gerak makan, makin rendah kecepatan potong. d. Kedalaman potong : makin besar kedalaman potong, makin rendah kecepatan potong.. Kecepatan Pemakanan v f = f. n ; mm/min dimana, v f : kecepatan makan ; mm/min

21 f : gerak makan ; mm/rev n : putaran poros utama (benda kerja) ; rpm 3. Waktu Pemotongan t c = l t / v f ; min....5 dimana, t c : waktu pemotongan ; min l t : panjang pemesinan v f : kecepatan makan ; mm ; mm/min 4. Kecepatan Penghasilan Geram Kecepatan penghasil geram dapat dihitung dengan formula : Z = A. v....6 dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f. a ; mm maka dimana, Z = f. a. v Z : kecepatan penghasilan geram ; cm 3 / min f : gerak makan ; mm/rev a : kedalaman potong ; mm Pada Gambar.1 diperlihatkan sudut potong utama (κ r, principal cutting edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor dengan kecepatan makan v f. Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya lebar pemotongan. (b, widh of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h, underformed chip thicknes) sebagai berikut: a. Lebar pemotongan : b = a / sin κ r ; mm.....8

22 b. Tebal geram sebelum terpotong : h = f sin K r ; mm....9 Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan sebagai berikut : A = f. a = b. h ; mm Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong (h) belum tentu sama dengan tebal geram (hc, chip thicknes) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh sudut geram, kecepatan potong dan material benda kerja.1.3 Pemotongan Orthogonal Gambar. Proses pemotongan orthogonal (Sumber : Rochim, 1993) Analisis mekanisme pembentukan geram tersebut dikemukakan oleh Merchant

23 berdasarkan teorinya atas model pemotongan sistem tegak (orthogonal system). Sistem pemotongan tegak merupakan penyederhanaan dari sistem pemotongan miring (obligue system) dimana gaya diuraikan menjadi komponen gaya yang bekerja pada suatu bidang. Pemotongan tegak (Orthogonal cutting) merupakan suatu sistem pemotongan dengan gerakan relatif antara mata pahat dan benda kerja membentuk sudut potong tepat 90º atau yang dinamakan dengan sudut potong utama (K r ), dan besarnya lebar mata pahat lebih besar dari lebar benda kerja yang akan dipotong. Menurut Rochim(1993), sudut potong utama (K r ) mempunyai peran antara lain : 1. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong (b dan h). Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram dengan bidang pahat, dan 3. Menentukan besarnya gaya. Untuk kedalaman potong a dan gerak makan f yang tetap, maka dengan memperkecil sudut potong utama (K r ) akan menurunkan tebal geram sebelum terpotong h dan menaikkan lebar geram b. Akan tetapi, pemakaian sudut potong utama yang kecil tidak selalu menguntungkan sebab akan menaikkan gaya radial Fx. Gaya radial yang besar mungkin menyebabkan lenturan yang terlalu besar ataupun getaran (chatter) sehingga menurunkan ketelitian geometrik produk dan hasil pemotongan terlalu kasar. Tergantung pada kekakuan (stiffness) benda kerja dan pahat serta metode pencekaman benda kerja serta geometri benda kerja. Sudut geram mempengaruhi proses pembentukan geram pada proses pemotongan orthogonal. Untuk suatu kecepatan potong tertentu, sudut geram yang

24 besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram (λ h ) yang mengakibatkan kenaikan sudut geser (Ф). Jenis material benda kerja juga akan mempengaruhi pemilihan sudut geram. Pada prinsipnya, untuk material yang lunak dan ulet (soft & ductile) memerlukan sudut geram yang besar untuk mempermudah proses pembentukan geram, sebaliknya bagi material yang keras dan rapuh (hard & brittle) memerlukan sudut geram yang kecil atau negatif untuk memperkuat pahat..1.4 Mekanisme Pembentukan Geram Logam yang pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya penekanan mata potong pahat. Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut mempunyai orientasi yang kompleks dan pada salah satu arah akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang maksimum. Apabila tegangan geser ini melebihi kekuatan logam akan terjadi deformasi plastik (perubahan bentuk) yang menggeser dan memutuskan benda kerja diujung pahat pada suatu bidang geser (shear plane). Ilustrasi mengenai mekanisme pembentukan geram ditunjukkan pada gambar.3. Gambar.3 Teori modern (yang dianut) yang menerangkan terjadinya geram

25 .1.5 Komponen Gaya Dan Kecepatan Pemotongan Orthogonal Suatu analisa mekanisme pemotongan orthogonal yang dikemukakan oleh Merchant mendasarkan teorinya sebagai suatu sistem yang dipandang sebagai sebuah bidang dan diuraikan menjadi dua buah gaya yang saling tegak lurus. 1. Komponen Gaya Pembentuk Geram Komponen gaya pembentuk geram dapat diuraikan sebagai berikut : a. Gaya pada proses deformasi material. i. Gaya geser (F s ) Adalah gaya yang mendeformasi material pada bidang geser. F s = F cos (Φ + η γ o ) ; N ii. Gaya normal pada bidang geser (F sn ) Adalah gaya yang menyebabkan pahat tetap melekat pada benda kerja. F sn + F s = F ; N....1 b. Gaya dari pengukuran dinamometer. i. Gaya potong (F v ) Adalah gaya yang bekerja searah dengan kecepatan potong. F v τ shi. b. h.cos( η γ o ) = ; N...13 sin Φcos( Φ + η γ ) o ii. Gaya makan (F f ) Adalah gaya yang searah dengan kecepatan makan. F v + F f = F ; N c. Gaya yang bereaksi pada bidang geram. i. Gaya gesek (F γ ) Adalah gaya yang timbul karena aliran geram pada bidang geram.

26 F γ = F f cos γ o + F v sin γ o ; N ii. Gaya normal pada bidang geram (F γn ) Adalah gaya yang menyebabkan geram tetap mengalir pada bidang geram. F γ + F γn =F ; N Komponen gaya di atas dapat dianalisa dengan lingkaran Merchant s seperti diperlihatkan pada Gambar.4. Gambar.4 Lingkaran Merchant s (Sumber : Rochim sudut geser (Φ) γ o η Φ = tan cosγ λ sinγ o Φ = h o dimana,. Sudut gesek (η) η = 90 + γ o - Φ τ shi : tegangan geser pada bidang geser ; N/mm A shi : penampang bidang geser

27 = A/sin Φ ; mm A : penampang geram sebelum terpotong = b.h ; mm λ h : rasio pemampatan geram Rumus teoritik di atas diturunkan dalam analisa proses pemotongan orthogonal yang berarti К r = 90 o dan λ s = 0 o. Pada kondisi di atas, hanya faktor sudut potong utama К r dan kondisi bahan yang diperhatikan sedangkan faktor-faktor koreksi untuk kondisi pemotongan, seperti kecepatan potong, kecepatan makan, dan lain-lain belum dipertimbangkan. Dari paparan di atas, maka kita dapat menggunakan rumus empiris yang lebih kompleks, diantaranya : F v = k s. A ; N....0 dimana, k s : gaya potong spesifik ; N/mm A : penampang geram sebelum terpotong ; mm : b. h = a.f Gaya potong spesifik k s akan dipengaruhi oleh pahat (jenis dan geometri), benda kerja (jenis dan kondisi pengerjaan), dan kondisi pemotongan serta jenis proses pemesinan yang dapat berciri spesifik. k s = k s 1.1. f -z.c K.C γ.c VB.C v ; N....1 dimana, k s 1.1 : gaya potong spesifik referensi ; N/mm Z : pangkat tebal geram = 0, C K : faktor koreksi sudut potong utama К r

28 C γ : faktor koreksi sudut geram γ o C VB : faktor koreksi keausan VB Cv : faktor koreksi kecepatan potong v Untuk menentukan harga k s 1.1 dapat diperoleh dari table 8.1 (lit.4, hal : 187) atau dengan korelasi persamaan gaya potong spesifik referensi dengan kekuatan tarik. k s 1.1 = 144. σ 0.37 u ; N/mm.... dimana, σ u : kekuatan tarik ; N/mm. Komponen Kecepatan Pemesinan Oleh karena adanya pemampatan tebal geram, maka kecepatan aliran geram selalu lebih rendah dari pada kecepatan potong, seperti terlihat pada gambar.5. Gambar.5 Kecepatan geser v s yang ditentukan oleh kecepatan geram v c dan kecepatan potong v. Berdasarkan polygon kecepatan di atas, maka 1. Kecepatan geram v c. v c = vsinφ vsinφ = cos( γ φ) cos( φ 0 γ 0 )....3 dari persamaan cos( φ γ 0 ) λh = sinφ

29 maka diperoleh : dimana, v c v =....4 λ h v : kecepatan potong ; m/min v c : kecepatan geram ; m/min v s : kecepatan geser ; m/min.kecepatan geser (v s ) v cosγ v c 0 s = sinφ cosγ 0 v = v s ; m/min....5 cos( φ γ ) Umur Pahat. Keausan pahat akan tumbuh dan membesar dengan bertambahnya waktu pemotongan sampai pada suatu saat pahat yang barsangkutan dianggap tidak dapat digunakan lagi karena ada tanda-tanda tertentu yang menunjukkan bahwa umurpahat telah habis. Keausan merupakan faktor yang menentukan umur pahat, maka keausan perlu diperhatikan dengan cara mempelajari dan melihat mekanisme keausannya. 1. Analisis Teoritik Umur Pahat. Temperatur permukaan bidang aktif pahat menentukan keausan yang disebabkan mekanisme difusi dan deformasi. Dengan analisis dimensional maka akan ditunjukkan bahwa temperatur dipengaruhi beberapa besaran fisik. Kerja/energi mekanik dalam proses pemotongan yang bebas getaran seluruhnya diubah menjadi panas/kalor. Energi mekanik per satuan waktu atau daya

30 mekanik yang diubah menjadi energi panas persatuan waktu tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : Q = Qsh + Q Q ; W...(.6) γ + dimana, Q = Panas total yang dihasilkan perdetik F v. v = ; J s atau W...(.7) 60 Q sh = panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geser. F s. v = s ; J s atau W...(.8) 60 Q γ = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geram. Fγ. v c = ; J s atau W...(.9) 60 Q α = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang utama. Dalam rumus di atas, temperatur dianggap merupakan harga tertinggi setelah keadaan keseimbangan tercapai. Waktu untuk mencapai keadaan seimbang tersebut tidak ditunjukan pada rumus tersebut, oleh sebab itu diperlukan rumus lain yang menyatakan hubungan antara waktu pemotongan (t c ) dengan temperatur bidang aktif pahat (θ s ). Analisis dimensional dapat digunakan untuk mencari korelasi yang dimaksud dengan cara menentukan besaran-besaran fisik yang dianggap penting. Adapun besaran fisik yang dimaksud adalah seperti yang diberikan pada Tabel.1 : α Tabel.1 Besaran fisik yang digunakan dalam analisis dimensional.

31 Besaran Fisik Simbol Dimensi Dasar Waktu Pemotongan Temperatur Pahat Penampang Geram Kecepatan Potong Gaya Potong Spesifik Besaran Panas Terpadu t c θ s A V k s H = λ w. c vw T θ L LT -1 ML -1 T - M T -5 θ - (Sumber : Rochim, 1993) λ w = konduktivitas panas benda kerja ; J/(s. 0 K.cm) c vw = panas spesifik volumetric benda kerja ; J/(cm 3. 0 K) = ρ w. c w ρ w = berat spesifik benda kerja ; g/cm 3 c w = panas spesifik benda kerja ; J/(g. 0 K) Menurut Teorema Phi dari Buckingham, karena ada enam besaran fisik yang penting (n 1 = 6) dengan empat dimensi dasar (n = 4) maka paling sedikit dapat dibentuk dua besaran tak berdimensi (n x = n 1. n = ) guna mengolerasikan enam besaran fisik di atas. Pemilihan jenis dan jumlah besaran fisik sebagai anggota dari setiap besaran tak berdimensi ditentukan oleh dimensi dasar besaran fisik yang bersangkutan. Dalam hal ini, karena ada 4 dimensi dasar, maka dapat dipilih 4 besaran fisik yang mempunyai dimensi dasar yang cukup lengkap sebagai anggota dari kedua besaran tak berdimensi tersebut. Kemudian salah satu dari kedua besaran fisik sisanya dipilih untuk menjadi anggota dari salah satu besaran tak berdimesi. Dua besaran tak berdimensi dapat dibentuk sebagai berikut: π = t θ a b c d e f g h 1 c v k s H s dan π = tc v k s H A Ketika dimensi dasarnya dimasukkan bagi masing-masing besaran fisik, maka pangkat tersebut dapat ditentukan harganya, sehingga diperoleh:

32 H 1 θ s π 1 =...(.30) 1 tc v k s A π =...(.31) v t c Dari hasil percobaan dapat ditunjukan bahwa korelasi antara kedua besaran tak berdimensi di atas adalah : π =... (.3) m 1 Cπ Penyelesaian persamaan (.3) akan menghasilkan: m (1 m) ( 1 m) CA k sv tc θ s =... (.33) 1 H Dari salah satu hasil percobaan (Frederich test) harga m adalah sebesar 0., sehingga kondisi pemotongan yang tetap (A, k s, dan H tetap), persamaan (.33) dapat ditulis sebagai berikut: θ = C v t...(.34) s c Kecepatan potong mempengaruhi tingginya temperature, oleh sebab itu temperatur setaraf dengan besarnya dimensi keausan yang dianggap sebagai batas/tanda saat berakhirnya umur pahat, dan waktu pemotongan yang bersangkutan setaraf dengan umur pahat. Dengan demikian persamaan (.34) dapat ditulis sebagai berikut : W o C A k v m (1 m) ( 1 m) s =...(.35) H 1 T dimana : W o T = batas dimensi keausan (VB atau K). = umur pahat ; menit.

33 Untuk harga yang tetap bagi batas dimensi keausan dan penampang geram, serta kombinasi pahat dan benda kerja yang tertentu, maka persamaan (.35) dapat dituliskan sebagai berikut : 1 4m 4m v T = C T... (.36) atau n vt = CT...(.37) Persamaan (.37) dikenal dengan nama Persamaan Umur Pahat Taylor *1. Harga eksponen n dalam rumus Taylor ditentukan oleh harga eksponen m dari kolerasi dua besaran tak berdimensi π 1 dan π. berbagai kemungkinan harga eksponen tersebut ditunjukan pada table., dengan harga yang sesuai bagi suatu jenis pahat berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktek untuk pemotongan baja yang dilunakkan. Tabel. Harga koefisien m dan n. M N Jenis...Keramik. HSS Pahat.Karbida. Carbon Tool Steel < Arah perkembangan penemuan material pahat jenis baru (Sumber : Rochim, 1993). Rumus Empirik Umur Pahat Untuk menentukan harga eksponen n dan konstanta C T dari rumus Taylor (rumus.37) diperlukan suatu percobaan permesinan. Dari hasil percobaan tersebut didapat persamaan fungsi linier yaitu : log v + n logt = log...(.38) C T * F.W. Taylor sendiri, pada tahun 1907, mengemukakan persamaan umur pahat tersebut berdasarkan percobaan laboratorium (rumus empiric) yang ia lakukan selama bertahun-tahun. Dengan analisis dimensional yang sederhana hal ini dapat dibuktikan dengan mudah.

34 Dapat diperkirakan dengan menggunakan analisa garis regresi (metode kuadrat terkecil, least squares method) untuk menentukan harga terbaik dari eksponen n dan konstanta C T masing-masing beserta harga deviasi standartnya. Analisis pendekatan secara grafis dapat pula ditempuh dengan cara mem-plot data pengamatan pada skala log - log. Sebagaimana yang telah dibahas dalam analisis teoritik umur pahat, harga eksponen n merupakan harga spesifik bagi suatu kombinasi pahat dengan benda kerja. Demikian pula halnya dengan konstanta C T, dimana selain geometri pahat (α, γ, λ, r dan terutama κ) dan kondisi benda kerja (nontreated, annealed, normalized) maka kondisi pemotongan (a dan f) dan batasan keausan maksimum yang diperbolehkan, sangat mempengaruhi harga C T. Dari hasil penelitian dengan dengan menggunakan berbagai macam kombinasi pahat dan benda kerja serta dilakukan pada berbagai kondisi pemotongan, secara lebih umum konstanta Taylor dapat dituliskan seperti rumus empiric (Rochim, 1993) berikut : C T n =...(.39) p q f a v Dimana : T: umur pahat : min f: gerak makan : mm/rev a: kedalaman : mm v: kecepatan potong : m/min n: pangkat untuk umur pahat. p: pangkat untuk gerak makan. q: pangkat bagi kedalaman pemotongan.

35 3. Pembahasan Atas Rumus Empirik Umur Pahat Rumus empirik Taylor jikalau ditransformasikan kedalam harga logaritma akan mempunyai bentuk linier sebagai berikut : logt 1 1 p q = logc log v log f log a...(.40) n n n n Turunan dari persamaan di atas akan menghasilkan : dt T dv p df q da = 1...(.41) n v n f n a Untuk mendapatkan eksponen n, p, q diperlukan waktu dan biaya yang sangat mahal. Sebab, untuk suatu kombinasi antara satu jenis pahat dengan satu jenis benda kerja saja sudah diperlukan pembuangan material (menjadi geram) yang amat banyak. Guna memperkecil usaha pengamatan, diperlukan perencanaan percobaan yang baik, misalnya dengan cara factorial (factorial design of experiment). Karena ada 3 variabel yang dapat diubah harganya (v, f dan a) dan satu variable yang diamati (T) maka paling sedikit diperlukan 8 kali percobaan apabila untuk masing-masing variable hanya diubah pada harga (8 = 3 ). Data hasil percobaan dapat dianalisis dengan menggunakan salah satu teknik analisis statistic yaitu analisis regresi linier multi dimensi (1 variabel diamati, dan 3 variabel ditetapkan). Untuk itu diperlukan transformasi logaritmik supaya fungsi yang diselidiki dapat dianggap menjadi linier. Tujuan dari analisis regresi ini adalah untuk memperkirakan harga β 0, β 1, β dan β 3 dari rumus korelasi berikut : logt = β 0 + β1 log v + β log f + β 3 log a... (.4) Dengan mengetahui harga β 0, β 1, β dan β 3 maka eksponen n, p dan q serta kontanta C dapat diketahui, yaitu :n = 1/β 1, p = β /β 1, q = β 3 /β 1,

36 Kebagusan atas persesuaian antara data dengan rumus regresi di atas dapat diketahui dengan memeriksa harga varian residu yang harus berharga kecil..1.7 Hubungan Umur pahat (T) Dengan Volume Bahan Terbuang (Q) Volume bahan terbuang (Q) yang dihasilkan pada proses pembuangan geram (metal removal process) dipengaruhi oleh kecepatan penghasilan geram (Z) dan waktu pemotongan ( t c ) atau dapat dituliskan sebagai berikut. Q = Z....(.43) t c Jika persamaan (.43) dengan Z = A. v disubstitusikan ke persamaan umur pahat Taylor, maka akan diperoleh : Q. r s t = C. v. f a (.44). Bahan Pahat..1 Bahan Pahat Komersial Dalam suatu pemesinan jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukan pahat dari jenis material yang cocok. Keterbatasan kemampuan suatu jenis material pahat perlu diperhitungkan. Berikut adalah pahat yang sering digunakan menurut urutannya mulai dari material yang relatif lunak sampai dengan yang paling keras sebagai berikut : 1. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel, Carbon Tool Steels, CTS). HSS (High Speed Steels, Tool Steels) 3. Paduan Cor Nonlogam (Cast Nonferous Alloys, Cast Carbides) 4. Karbida (Cermeted Carbides, Hardmetals)

37 5. Keramik (Ceramic) 6. CBN (Cubic Boron Nitride) 7. Intan (Sintered Diamons & Natural Diamonds).. Bahan Pahat Karbida Jenis karbida yang disemen (Cemeted Carbides) merupakan bahan pahat yang dibuat dengan cara menyinter serbuk karbida (nitrida dan oksida) dengan bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co), dengan cara carburizing masing-masing bahan dasar serbuk Tungsten (wolfram), Titanium, Tantalum dibuat menjadi karbida yang kemudian digiling dan disaring. Campuran serbuk karbida tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan dengan memakai bahan pelumas kemudian dipanaskan sampai C. Ada tiga jenis bahan utama pahat karbida yaitu : 1.Karbida Tungsten ( WC + Co ) yang merupakan jenis pahat karbida untuk memotong besi tuang..karbida Tungsten Paduan (WC.TiC +Co; WC-TaC-TiC + Co ; WC TaC+ Co ; WC-TiC-TiN+Co; TiC + Ni,Mo) merupakan jenis pahat karbida yang digunakan untuk pemotongan baja. 3.Karbida lapis (Coated Cemeted Carbides) merupakan jenis karbida Tungsten yang dilapis. (Rochim 1993). a. Karbida tungsten (WC + Co) Karbida tungsten murni merupakan jenis yang paling sederhana terdiri dari karbida tungsten (WC ) dan pengikat cobalt ( Co). Jenis yang cocok

38 untuk pemesinan dimana mekanisme keausan pahat terutama disebabkan oleh proses abrasi seperti terjadi pada berbagai besi tuang, apabila digunakan untuk baja akan terjadi keausan kawah yang berlebihan. Untuk pemesinan baja dipakai jenis karbida tungsten paduan ( Destefani 00). b. Karbida WC-TiC + Co Pengaruh utama dari TiC adalah mengurangi tendensi dari geram untuk melekat pada muka pahat (BUE : Buit Up Edge) serta menaikkan daya tahan keausan kawah ( Destefani 00). c. Karbida WC- TaC- TiC +Co Penambahan TaC memperbaiki efek samping TiC yang menurunkan transverse rupture strength. Hot Hardness dan compressive strength dipertinggi, sehingga ujung pahat tahan terhadap deformasi plastik (Rochim 1993). d. Karbida WC TaC + Co Pengaruh TaC adalah hampir serupa dengan pengaruh TiC, akan tetapi TaC lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis ini lebih tahan terhadap thermal shock cocok untuk pembuatan alur ( Destefani 00). e. Karbida Lapis (Coated Cemented Carbide) Jenis karbida lapis ini sedang berkembang dan banyak digunakan dalam berbagai jenis permesinan, pemakainya sekitar 40 % dari seluruh jenis pahat karbida yang digunakan. Material dasarnya adalah karbida tungsten

39 (WC + Co) yang dilapis dengan bahan keramik (karbida, nitrida dan oksida) yang keras tahan terhadap temperatur tinggi ( Destefani 00 )...3 Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan 1. Geometri Pahat Proses pemesinan menggunakan pahat sebagai perkakas potongnya dan geometri pahat tersebut merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan keberhasilan suatu proses pemesinan. Geometri pahat harus dipilih dengan benar disesuaikan dengan jenis material benda kerja, material pahat, dan kondisi pemotongan sehingga salah satu atau beberapa objektif seperti tingginya umur pahat, rendahnya gaya atau daya pemotongan, halusnya permukaan, dan ketelitian geometri produk dapat tercapai. Untuk itu, disini akan dibahas optimisasi geometri pahat bubut yaitu sudut-sudut pahat ditinjau dalam sistem referensi orthogonal karena dalam sistem referensi yang lain efeknya akan sama. a. Sudut Bebas (α) fungsinya adalah mengurangi gesekan antara bidang utama Aα dengan bidang transien dari benda kerja sehingga temperatur tinggi akibat gesekan dapat dihindari sehingga aus tepi tidak cepat terjadi. Gerak makan f akan menentukan harga sudut bebas, semakin besar gerak makan maka gaya pemotongan akan semakin besar sehingga untuk memperkuat pahat dibutuhkan sudut penampang β o yang besar yaitu dengan memperkecil sudut bebas α bila sudut geram γ tetap. Umumnya untuk suatu harga gerak makan tertentu, ada suatu harga optimum bagi sudut bebas yang memberikan umur pahat tertinggi. Umur pahat akan naik jika sudut bebas diperkecil (karena gesekan berkurang), akan tetapi setelah mencapai

40 harga optimum, umur pahat akan kembali menurun karena kecilnya sudut penampang yang menghalangi proses perambatan panas. Sebagai petunjuk umum dalam pemesinan baja, harga sudut bebas dipilih sesuai dengan gerak makan, yaitu : f 0, mm/rev, maka α o = 1 o f > 0, mm/rev, maka α o = 8 o b. Sudut Geram (γ) Sudut geram adalah sudut dari bidang geram terhadap bidang normal. Sama seperti sudut bebas, sudut geram juga memiliki harga optimum. Untuk kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram λ h yang mengakibatkan kenaikan sudut geser Ф yang besar akan menurunkan penampang bidang geser A shi sehingga gaya potong menurun, tapi sudut geram γ yang terlalu besar akan menghambat proses perambatan panas sehingga temperatur naik, hal ini mengakibatkan menurunnya umur pahat T. c. Sudut Miring (λ) Sudut miring mempengaruhi arah aliran geram, bila berharga nol maka arah aliran geram tegak lurus mata potong. Dengan adanya sudut miring, maka panjang kontak antara pahat dan benda kerja menjadi lebih diperpanjang. Temperatur bidang kontak akan mencapai harga minimum bila λ s = + 5 o untuk proses penghalusan (finishing) dan -5 o untuk proses pengasaran (roughing). d. Sudut Potong Utama (k r ) Sudut potong utama mempunyai peran antara lain : i. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong (b dan h). ii. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram dengan bidang pahat, dan

41 iii. Menentukan besarnya gaya radial F x Gaya radial akan membesar dengan pengecilan k r, hal ini akan menyebabkan lenturan yang besar ataupun getaran sehingga menurunkan ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan terlalu kasar. e. Sudut Potong Bantu (k r ) Pada prinsipnya, sudut potong bantu dapat dipilih sekecil mungkin karena selain memperkuat ujung pahat, maka kehalusan produk dapat dipertinggi. Yang menjadi kendala adalah kekakuan sistem pemotongan karena k r yang kecil akan mempertinggi gaya radial F x, sebagai petunjuk : i. sistem pemotongan yang kaku, k r = 5 o s.d 10 o ii. sistem pemotongan yang lemah, k r = 10 o s.d 0 o f. Radius Pojok (r є ) Radius pojok berfungsi untuk memperkuat ujung pertemuan antara mata potong utama S dengan mata potong minor S dan selain itu menentukan kehalusan permukaan hasil pemotongan Untuk r є yang relatif besar, maka bersama-sama dengan gerak makan yang dipilih sehingga mempengaruhi kehalusan permukaan produk.. Kondisi Pemotongan Pada dasarnya dalam setiap proses pemesinan ada tiga variabel proses yang perlu ditetapkan harganya yaitu kedalaman potong a, gerak makan f, dan kecepatan potong v, untuk menghasilkan produk sesuai dengan geometri dan toleransi yang diminta. Sesuai dengan urutan proses yang direncanakan, jelas perlu ditentukan terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahatnya (material pahat disesuaikan dengan

42 material benda kerja, geometri pahat disesuaikan dengan kondisi proses yang direncanakan). Kemudian tiga variabel proses di atas harus dipilih supaya kecepatan penghasilan geram setinggi mungkin. Kecepatan penghasilan geram yang tinggi dapat dicapai dengan menaikkan ketiga variabel proses tersebut dengan urutan yaitu kedalaman potong (sebesar mungkin) ditentukan terlebih dahulu dengan memperhatikan dimensi bahan dan dimensi produk (dimensi akhir), kekakuan sistem, dan dimensi mata potong pahat, sehingga langkah pemotongan sependek mungkin (satu atau beberapa langkah pengasaran dan mungkin diperlukan langkah akhir yang berupa penghalusan). Gerak makan ditentukan sebesar mungkin, tergantung pada gaya pemotongan maksimum yang diizinkan (defleksi) serta tingkat kehalusan permukaan yang diminta (tidak selalu harus halus), kecepatan potong harus ditentukan supaya daya pemotongan (N c ) tidak melebihi daya tersedia (N mr ) serta umur pahat diharapkan sesuai dengan batasan yang akan ditentukan kemudian. Prosedur penentuan harga ketiga variabel proses ini pada umumnya dapat dilaksanakan dengan mudah pada proses pemesinan dimana tidak terjadi fluktuasi gaya. 3. Aus Pahat Dalam prakteknya umur pahat tidak hanya dipengaruhi oleh geometri pahat saja melainkan juga oleh semua factor yang berkaitan dengan proses pemesinan, yaitu antara lain jenis material benda kerja dan pahat, kondisi pemotongan (kecepatan potong, kedalaman potong, dan gerak makan), cairan pendingin dan jenis proses pemesinan. Dalam berbagai situasi seperti ini proses pemesinan tidak akan berlangsung terus sebagaimana yang dikehendaki karena makin lama pahat akan

43 menunjukkan tanda-tanda yang menjurus kepada kegagalan proses pemesinan. Kerusakan atau keausan pahat akan terjadi dan penyebabnya harus diketahui untuk menentukan tindakan koreksi sehingga dalam proses pemesinan selanjutnya umur pahat diharapkan menjadi lebih tinggi. Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami kegagalan dari fungsinya yang normal karena berbagai sebab, antara lain : a. Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat. b. Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata potong pahat. c. Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk/geometri pahat..3 Bahan Material Secara garis besar material bahan dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu bahan logam (Ferrous Metal) dan bahan bukan logam (Non Ferrous Metal) Bahan Logam (Ferrous Metal) 1. Paduan Aluminium Aluminium mempunyai sifat tahan karat yang baik selain itu juga sebagai penghantar listrik yang baik dan mudah ditempa. Pada umumnya, alumunium bersifat lunak, yaitu 0 BHN (Kalpakjian, 1995). Unsur-unsur lain ditambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat Al. Pengaruh dari elemen paduan akan menentukan karakteristik Al sebagai berikut : a. Seri 1000

44 Dengan 99% Al atau lebih tinggi banyak digunakan pada batang kelistrikan dan kimia. Sifatnya yaitu tahan korosi, termal yang tinggi, konduktivitas elektrik, sifat mekanik yang rendah dan ketermesinan yang baik. b. Seri 000 Elemen paduan utamanya tembaga 4.5% yang memiliki sifat mekanis dan ketermesinan yang baik tapi mampu cor yang buruk. Paduan ini butuh laku panas untuk dapat sifat yang optimum. Paduan ini memiliki ketahanan korosi yang paling buruk di antara paduan seri lainnya. Paduan yang terkenal : 04 yang digunakan pada industri penambangan. c. Seri 3000 Mn elemen utama paduan yang biasanya tak dilaku panas. Tetapi dengan penambahan Mn sampai optimal (15%) untuk mendapatkan sifat ketermesinan yang baik. Contoh seri d. Seri 4000 Elemen utama dalam paduannya adalah Si yang dapat menurunkan titik lebur tanpa menyebabkan kegetasan.sebagai contoh, AL-Si digunakan sebagai elektroda las dan paduan Brazing. Paduan ini biasanya tak dilaku panas. e. Seri 5000 Mg adalah elemen paduan terbaik untuk Al. Mg dianggap lebih efektif dari Mn. Sebagai pengeras (0.8% Mg = 1.5% Mn). Paduan ini memiliki sifat mampu las dan ketahanan korosi yang baik. Penambahan kandungan Mg lebih banyak 3,5% akan menaikkan temperatur operasi sampai F. f. Seri 6000

45 Paduan ini dari Mg dan Si yang membentuk MgSi sehingga mampu mengalami laku panas. Paduan yang terkenal adalah 6061, paduan yang paling mampu dilaku panas walaupun kurang kuat dibanding seri 000 atau Paduan ini memiliki mampu bentuk dan ketahanan yang baik dengan kekuatan menengah. g. Seri 7000 Zinc adalah paduan utama dan ketika dicampur dengan persentase Mg yang kecil menghasiulkan paduan yang mampu laku panas dengan kekuatan yang sangat tinggi, paduan yang terkenal: 7075, yaitu paduan dengan kekuatan yang sangat tinggi.. Baja Karbon (Carbon Steel) Faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon adalah kandungan karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja, seperti : C, Mn, Si, P, S, dan elemen sisanya seperti O H dan N. Dan dengan pengerjaan akhir, pengerolan, penempaan dan perlakuan panas. Baja karbon biasa dalam fase perilitic, dalam kondisi penuangan, pengerolan, dan penempaan. Dalam kondisi hypo eutectoid adalah ferrite dan pearlite. Dan hypo eutectoid adalah cementite dan pearlite..4 Pemesinan Kering (Dry Machining).4.1 Definisi Pemesinan kering atau dalam dunia manufakturing dikenal dengan pemesinan hijau (Green Machining) merupakan suatu cara proses pemesinan atau pemotongan logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan menggunakan partikel udara

46 sebagai media pendingin selama proses pemesinan berlangsung untuk menghasilkan suatu produk yang diinginkan dengan maksud untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas serta ramah lingkungan. Mengingat persaingan dalam dunia manufakturing begitu ketatnya maka penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau (green machining) terus dilakukan, karena walaupun teknologi pemesinan hijau (green machining) terus berkembang akan tetapi teknologi yang ada sekarang ini hanya mampu digunakan untuk proses dengan pemakanan yang kecil sehingga biasanya hanya dipakai untuk proses penghalusan (finishing)..4. Perkembangan Pemesinan Kering Saat ini pengembangan pemesinan kering (Green machining) hangat dibicarakan di kalangan orang teknologi pemesinan. Pemesinan kering pada industri manufaktur sekarang ini masih sedikit sekali atau boleh dikatakan masih dalam tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya undang-undang lingkungan hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasi untuk pemesinan kering, sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem yang lama yaitu pemesinan basah ( Molinary & Nouari 003, Grzesik & Nieslony 003 ). Ada tiga faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik dibicarakan yaitu : 1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang sangat lama (non biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan.. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi. Hasil riset menunjukkan bahwa pada industri otomotif Jerman, biaya cairan

47 pemotongan (7-0) % dari biaya pahat total. Jumlah ini adalah dua sampai empat kali lebih besar dari biaya pahat potong. 3. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan limbah dan pengabutan udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering (Sreejith & Ngoi 000, Sokovic & Mijanovic 001). Keuntungan utama dari cairan pemotongan adalah untuk mengurangi panas dan gesekan yang ditimbulkan sepanjang daerah pemotongan serta juga bermanfaat untuk membersihkan serpihan dari daerah pemotongan. Jika cairan pemotongan tidak digunakan pada proses pemesinan maka kedua keuntungan di atas tidak diperoleh mengakibatkan koefisien gesekan serta suhu pemotongan meningkat sehingga akan menimbulkan keausan pada pahat yang disebabkan difusi pahat. Mekanisme keausan pahat ditunjukkan dalam pemotongan kering beban kerja tinggi (beban termal) Sebaliknya dalam perspektif pahat sebagai material yang rapuh, pemotongan kering memberikan manfaat untuk menghindari tegangan termal yang umumnya diindikasikan oleh keretakan sisir (comb crack) pada permukaan pahat potong (Che Haron 001). Pahat potong dioptimalkan dengan pemilihan material pahat bersalut dan geometri pahat yang sesuai. Material yang tahan terhadap suhu yang tinggi dan keausan tinggi adalah karbida, sermet, keramik, CBN dan PCD. Tujuan penggunaan pemesinan kering ini, untuk mencapai peningkatan kemampuan mesin dengan mengurangi koefisien gesekan dan panas selama proses pemotongan. Sekarang ini material yang berlapis telah ditemukan menjamin suksesnya pemesinan kering. Studi literatur menyatakan bahwa pengaruh cairan pemotongan yang digunakan terhadap dampak lingkungan pertama sekali dianalisa dan dipublikasikan (Klocke and

48 Eisenblatter 1997). Mereka melaporkan bahwa pemesinan kering dapat dilakukan dengan hasil yang diharapkan pada besi tuang, karbon dan baja tuangan. Graham (000) juga melaporkan bahwa perubahan dari pemesinan yang menggunakan cairan pemotongan ke pemesinan kering dapat dilakukan untuk beberapa logam seperti baja, besi tuang dan aluminium. Sreejith and Ngoi (000) di dalam papernya berjudul pemesinan kering untuk masa yang akan datang sangat diharapkan. Graham (000), Sreejith and Ngoi (000) melaporkan bahwa pemesinan yang sukses untuk masa yang akan datang adalah pemesinan kering dengan menggunakan pahat potong karbida berlapis, CBN, Sialon dan PCD. CBN dan PCD telah banyak digunakan untuk pemesinan kering kecepatan tinggi 1000 m/menit. Dalam kasus baja paduan, beberapa peneliti melaporkan bahwa karbida berlapis keramik, CBN dan PCD sangat potensial digunakan (Che Haron et al 001, Grzesik & Nieslony 003). Pemesinan kering meniadakan kebutuhan untuk pembuangan dan pembelian cairan pendingin, menghapus ditutupnya produksi pembersih pemesinan dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Pemesinan kering juga akan memberikan lebih bersih lingkungan benda kerja seperti tak adanya minyak yang melekat pada benda kerja. Selain itu, geram akan menjadi tak terkontaminasi. Keuntungan biaya dari pemesinan kering meliputi tanpa pendingin, tanpa pompa pendingin, tak ada pembelian filter dan tak ada penjualan pembersih geram (Bulloch 004).

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT OLEH: LILIK SULAIMANSYAH NIM : 020401007 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Elemen Dasar Proses Pemesinan Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk komponen mesin harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan teori tentang operasi pembubutan dan beberapa parameter yang berkaitan dengan proses pembubutan. Semua karakteristik, teori perhitungan,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM ANALISA GAYA, DAYA, DAN ENERGI PEMOTONGAN SPESIFIK SERTA KONDISI PEMOTONGAN MODERAT PADA PEMESINAN KERING (BAJA KARBON AISI 1045 - PAHAT KARBIDA TAK BERLAPIS, WC +

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI PEMOTONGAN TERHADAP PEMBUANGAN GERAM PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA KARBON SEDANG

PENGARUH KONDISI PEMOTONGAN TERHADAP PEMBUANGAN GERAM PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA KARBON SEDANG Laporan Penelitian PENGARUH KONDISI PEMOTONGAN TERHADAP PEMBUANGAN GERAM PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA KARBON SEDANG Oleh Dr. Richard A. M. Napitupulu, ST. MT Dosen Tetap Fakultas Teknik LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI

KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik FAHRUL MUHARRAM 060401003 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT Waris Wibowo & Prasetya Sigit S. Staf Pengajar Akademi Maritim Yogyakarta ( AMY ) ABSTRAK Gaya pemotongan digunakan

Lebih terperinci

ANALISA GAYA, DAN SUHU PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PROSES PEMESINAN TINGGI, KERAS DAN KERING (BAHAN AISI PAHAT CBN) SKRIPSI

ANALISA GAYA, DAN SUHU PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PROSES PEMESINAN TINGGI, KERAS DAN KERING (BAHAN AISI PAHAT CBN) SKRIPSI ANALISA GAYA, DAN SUHU PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PROSES PEMESINAN TINGGI, KERAS DAN KERING (BAHAN AISI 4140 - PAHAT CBN) SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM KARAKTERISTIK AUS PAHAT KARBIDA BERLAPIS PADA PROSES PEMBUBUTAN KERING BAHAN OTOMOTIF

TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM KARAKTERISTIK AUS PAHAT KARBIDA BERLAPIS PADA PROSES PEMBUBUTAN KERING BAHAN OTOMOTIF TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM KARAKTERISTIK AUS PAHAT KARBIDA BERLAPIS PADA PROSES PEMBUBUTAN KERING BAHAN OTOMOTIF OLEH: JUANDA NIM : 020401052 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Bubut Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong. Selain itu proses

Lebih terperinci

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Muhammad

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah industri yang harus dapat berkembang dan bersaing secara global. Pada dasarnya seluruh elemen dalam

Lebih terperinci

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C 1 Azwinur, 2 Taufiq 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.280 Buketrata Lhokseumawe.

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong (Kr) Dengan Pahat Karbida Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Oblique Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong (Kr) Dengan Pahat Karbida Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Oblique Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong (Kr) Dengan Pahat Karbida Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Oblique Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat - Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test

Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test Hendri Budiman dan Richard Laboratorium Proses Produksi, Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat - Syarat

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE

PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE Oleh Agus Susanto Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ing. Ir. Suhardjono,

Lebih terperinci

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Jurnal Mechanical, Volume 5, Nomor 2, September 214 Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A111 Menggunakan Mata Bor HSS Arinal Hamni, Anjar Tri Gunadi, Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pengertian tentang mesin CNC, pemesinan kering, perkembangan pemesinan kering, roda gila (fly wheel), fungsi dari roda gila, teori

Lebih terperinci

Proses Frais. Metal Cutting Process. Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Proses Frais. Metal Cutting Process. Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Proses Frais Metal Cutting Process Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Cutting tools review questions: Penentuan parameter pemotongan manakah yang paling mempengaruhi keausan alat potong?

Lebih terperinci

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PIETER 120401043

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2 47 IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Tabel 6. Data input simulasi Kecepatan putar Gerak makan 433 rpm 635 rpm 970 rpm 0.10 mm/rev 0.18 mm/rev 0.24 mm/rev Shear friction factor 0.2 Coeficient Convection

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemesinan Laju Tinggi, Keras, dan Kering Pemesinan laju tinggi, keras dan kering merupakan inovasi baru dalam industri manufaktur. Hal ini disebabkan dalam prosesnya menggunakan

Lebih terperinci

BAB. 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi

BAB. 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi BAB. 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi suatu paradigma dalam peningkatan produktivitas. Selain itu muncul satu masalah utama lagi

Lebih terperinci

STUDY PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PEMESINAN LAJU TINGGI, KERAS DAN KERING

STUDY PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PEMESINAN LAJU TINGGI, KERAS DAN KERING Jurnal Dinamis Vol.II,No., Januari ISSN 1-79 STUDY PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PEMESINAN LAJU TINGGI, KERAS DAN KERING Berta br Ginting Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN. Febi Rahmadianto 1)

PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN. Febi Rahmadianto 1) PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN Febi Rahmadianto 1) ABSTRAK Kondisi pemotongan yang optimum bagi suatu proses

Lebih terperinci

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 28 ISSN : 1979-5858 ANALISA PENGARUH PEMBERIAN CAIRAN PENDINGIN (ETHYL ALCOHOL)PENGUCURAN LANGSUNG DAN PENGABUTAN (SPRAY) TERHADAP UMUR DAN KEAUSAN PAHAT HSS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Pustaka Persiapan Spesimen dan Peralatan Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah Permesinan dengan Pemakaian Jenis Pahat

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8)

KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8) Sri Nugroho* dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaca banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk peralatan optik dan biochips akan tetapi proses fabrikasi kaca sangat terbatas, terutama untuk proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pemotongan dengan Bubut Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong.

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN Denny Wiyono Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Polnep Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam topik penelitian ini, ada beberapa hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan distribusi panas yang terjadi pada proses pemesinan.

Lebih terperinci

MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007

MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007 MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007 Oleh: SUTOPO, M.T. Dalam bidang pemesinan, geometri alat potong biasanya didefinisikan sesuai dengan standar DIN 6580 dan 6581.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH CRATER WEAR DAN FLANK WEAR PAHAT TUNGSTEN CARBIDE PADA GAYA MAKAN DAN GAYA POTONG PADA PEMBUBUTAN MATERIAL AL 2024-T4 TUGAS AKHIR GUNAWAN SETIAWAN KUSCAHYANTO L2E 007 039

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang

Lebih terperinci

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed Badruzzaman a, Dedi Suwandi b a Jurusan Teknik Mesin,Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai pasaran. Dalam kegiatannya industri tersebut selalu berhubungan dengan pengerjaan logam,

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014 JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014 Aplikasi Cairan Pelumas Untuk Mengurangi Tingkat Keausan Mata Bor Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Anjar Tri Gunadi 1), Gusri Akhyar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembubutan Proses pemotongan dengan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong. Prinsip

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang berpeluang menguasai pasaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang berpeluang menguasai pasaran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu industri yang berpeluang menguasai pasaran dan perkembangannya makin pesat adalah industri pembuatan komponen mesin (Mike dan Grover, 1996). Dalam kegiatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik Jurusan Teknik mesin Universitas Lampung untuk pengukuran suhu luaran vortex tube,

Lebih terperinci

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis & Agustinus Christian Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3)

Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3) PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMESINAN KECEPATAN TINGGI TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM UNTUK BEBERAPA LOGAM DENGAN VARIASI NILAI KEKUATAN TARIK Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3)

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur. Bab II Teori Dasar Proses freis adalah proses penghasilan geram yang menggunakan pahat bermata potong jamak (multipoint cutter) yang berotasi. Pada proses freis terdapat kombinasi gerak potong (cutting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembubutan Pembubutan (turning) adalah proses permesinan yang menghasilkan bagian-bagian mesin berbentuk silinder yang dikerjakan dengan mengunakan mesin bubut (lathe).

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKANAN (FEED) TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM PADA HIGH SPEED MACHINING PROCESSES

PENGARUH PEMAKANAN (FEED) TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM PADA HIGH SPEED MACHINING PROCESSES PENGARUH PEMAKANAN (FEED) TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM PADA HIGH SPEED MACHINING PROCESSES Rusnaldy 1), Budi Setiyana 2) Abstrak Meningkatnya permintaan untuk memperbesar produktivitas dengan

Lebih terperinci

PROSIDING. Seminar Nasional Sains dan Teknologi

PROSIDING. Seminar Nasional Sains dan Teknologi i PROSIDING Seminar Nasional Sains dan Teknologi UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2007 PROSIDING Seminar Nasional Sains dan Teknologi Prosiding Seminar Hasil-Hasil Seminar Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

Bab IV Data Pengujian

Bab IV Data Pengujian Bab IV Data Pengujian 4.1 Data Benda Kerja Dalam pengujian ini, benda kerja yang digunakan adalah Alumunium 2024. Komposisi dari unsur penyusunnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Komposisi unsur

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat- Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 PENDAHULUAN Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang memberikan umur pahat yang optimal dari pahat HSS dengan memvariasikan kecepatan potong

Lebih terperinci

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Simulasi untuk Memprediksi Pengaruh... Muhammad Yusuf, M. Sayuti SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Muhammad Yusuf 1)

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan

BAB I. PENDAHULUAN. keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini magnesium banyak digunakan sebagai salah satu bahan komponen otomotif dan elektronik. Sifat magnesium yang ringan berperan penting sebagai pengganti komponen

Lebih terperinci

ANALISA KEAUSAN PERKAKAS POTONG PADA PROSES HOT MACHINING BAJA BOHLER K110 DENGAN 3 VARIASI SPEED MACHINING

ANALISA KEAUSAN PERKAKAS POTONG PADA PROSES HOT MACHINING BAJA BOHLER K110 DENGAN 3 VARIASI SPEED MACHINING ANALISA KEAUSAN PERKAKAS POTONG PADA PROSES HOT MACHINING BAJA BOHLER K110 DENGAN 3 VARIASI SPEED MACHINING Iman Saefuloh 1*,Slamet Wiyono 2, Edwin Prasetya 3 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses produksi pembuatan suatu produk manufaktur yang ada didunia hampir seluruhnya memerlukan proses pemesinan. Contoh produk yang memerlukan proses pemesinan adalah

Lebih terperinci

HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41

HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41 Tesis PEMODELAN TEMPERATUR PAHAT POTONG HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41 Mochamad Mas ud 2107 201 007 Pembimbing Ir. Bambang Pramujati, MSc Eng., Ph.D Dr.

Lebih terperinci

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut BAB II MESIN BUBUT A. Prinsip Kerja Mesin Bubut Mesin bubut merupakan salah satu mesin konvensional yang umum dijumpai di industri pemesinan. Mesin bubut (gambar 2.1) mempunyai gerak utama benda kerja

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keausan Pahat Ujung pada pahat merupakan titik lokasi stress yang paling tinggi, temperatur yang tinggi pada gesekan antara permukaan pahat dengan benda kerja, gesekan antara

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik IMBARKO NIM. 050401073

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Proses Bubut Proses bubut adalah suatu proses pemesinan terhadap permukaan benda kerja berbentuk silinder dan kerucut. Hal ini biasanya dilakukan oleh mesin perkakas disebut

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41 JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 201 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41 Akhmad Isnain Pulungan 1), Gusri Akhyar Ibrahim 2), Yanuar Burhanuddin 2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan dalam industri manufaktur terutama untuk pembuatan komponenkomponen mesin dari logam. Proses berlangsung karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2. 1 Tinjauan Pustaka Keausan pahat adalah kerusakan pada permukaan pahatyang berupa hilangnya sebagian material yang diakibatkan oleh gesekan antara pahat dan benda

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

Iman Saefuloh 1, Ipick Setiawan 2 Panji Setyo Aji 3

Iman Saefuloh 1, Ipick Setiawan 2 Panji Setyo Aji 3 Pengaruh Lapisan TiN (Titanium Nitrida), TiAlN (Titanium Aluminium Nitrida) dan Non Coating Pahat Karbida Terhadap Kualitas Permukaan dan Ketahanan Keausan Pada Proses Pembubutan Baja Aisi 1045 Iman Saefuloh

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN MAKAN PADA GERAKAN INTERPOLASI LINIER DALAM PROSES PEMESINAN MILLING CNC

PENGARUH KECEPATAN MAKAN PADA GERAKAN INTERPOLASI LINIER DALAM PROSES PEMESINAN MILLING CNC PENGARUH KECEPATAN MAKAN PADA GERAKAN INTERPOLASI LINIER DALAM PROSES PEMESINAN MILLING CNC Rosehan 1 ), Triyono 2 ), Ruby Sumardi 3 ) Abstrak Teknologi CNC sudah banyak digunakan operasi manufaktur. CNC

Lebih terperinci

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong Kekasaran Permukaan Kombinasi Parameter Respon Optimum Single Respon Multi Respon V vf a F Ra LPM Sifat mampu mesin yang baik. Kekerasan 170 210 HB. Kekerasannya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING

ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING Tugas Akhir ini disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL Muhammad Sabil 1, Ilyas Yusuf 2, Sumardi 2, 1 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...... HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH... HALAMAN ABSTRAK... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB VIII TEORI PEMOTONGAN

BAB VIII TEORI PEMOTONGAN BAB VIII TEORI PEMOTONGAN Mengerti tentang prinsip pemotongan dengan baik akan membantu dalam proses produksi yang ekonomis.prinsip pemotongan banyak digunakan pada pembubutan, penyerutan, pengetaman,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN POTONG TERHADAP KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN STAINLESS STEEL AISI DAN ALUMINIUM 6061 MENGGUNAKAN PAHAT HSS

PENGARUH KECEPATAN POTONG TERHADAP KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN STAINLESS STEEL AISI DAN ALUMINIUM 6061 MENGGUNAKAN PAHAT HSS PENGARUH KECEPATAN POTONG TERHADAP KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN STAINLESS STEEL AISI - 304 DAN ALUMINIUM 6061 MENGGUNAKAN PAHAT HSS TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Derajat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan data dan pengumpulan data yang meliputi rotasi per menit ( RPM), kecepatan potong dan batas pahat. Data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan Laboratorium Metrologi Universitas Lampung serta Laboratorium Material ITB Bandung

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES MACHINING DIES OUTER FENDER DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER SESUAI KATALOG DAN KONDISI DI LAPANGAN

ANALISIS PROSES MACHINING DIES OUTER FENDER DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER SESUAI KATALOG DAN KONDISI DI LAPANGAN ANALISIS PROSES MACHINING DIES OUTER FENDER DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER SESUAI KATALOG DAN KONDISI DI LAPANGAN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: AGUS WIBOWO NIM : D200 08 0019 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL

RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL DAYA PUTARAN : 80 HP : 2250 RPM SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik RUSLI INDRA HARAHAP N I M : 0

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau meghilangkan sebagian material dari benda kerjanya. Tujuan digunakan proses

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya kecepatan pertumbuhan keausan menentukan laju saat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya kecepatan pertumbuhan keausan menentukan laju saat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aus Pahat Dan Mekanisme Aus Pahat 2.1.1. Aus Pahat 2.1.1.1. Diagram Ragam Kegagalan Pahat Pada dasarnya kecepatan pertumbuhan keausan menentukan laju saat berakhirnya masa guna

Lebih terperinci

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Oegik Soegihardjo Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah:

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT 4.1 Perhitungan Rencana Pemilihan Motor 4.1.1 Data motor Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: Merek Model Volt Putaran Daya : Multi Pro :

Lebih terperinci

ANALISIS KEAUSAN PADA DINDING SILINDER MESIN DIESEL

ANALISIS KEAUSAN PADA DINDING SILINDER MESIN DIESEL ANALISIS KEAUSAN PADA DINDING SILINDER MESIN DIESEL Tri Tjahjono Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Pabelan Tromol Pos Kartasura Surakarta 57102 Email : ttjahjono@yahoo.com

Lebih terperinci