PEMANFAATAN TERNAK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK VEKTOR PENYAKIT FAHMI KHAIRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN TERNAK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK VEKTOR PENYAKIT FAHMI KHAIRI"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN TERNAK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK VEKTOR PENYAKIT FAHMI KHAIRI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari hasil karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Fahmi Khairi NIM B

3 ABSTRAK FAHMI KHAIRI. Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO. Nyamuk merupakan serangga yang paling banyak menimbulkan masalah dalam kesehatan masyarakat, yaitu sebagai serangga pengganggu dan vektor berbagai macam penyakit, seperti malaria, demam berdarah dengue, chikungunya, Japanese Encephalitis, dirofilariasis, filariasis, St. Louis Encephalitis, dan West Nile Virus. Tindakan zooprofilaksis, yaitu pemanfaatan ternak untuk mengalihkan gigitan nyamuk kepada manusia, belum pernah dilakukan di Indonesia. Penangkapan nyamuk yang mendatangi manusia dilakukan dengan metode Bare Leg Collection (BLC) pada rumah dengan dua perlakuan, yaitu rumah yang ditempatkan sapi dan tidak ditempatkan sapi, sedangkan pada sapi dilakukan dengan menggunakan magoon trap. Hasil penelitian menunjukkan kepadatan nyamuk Cx. sitiens yang dikenal sebagai vektor Japanese Encephalitis, pada rumah yang ditempatkan sapi sebesar 12,05 nyamuk/orang/jam, dan pada rumah yang tidak ditempatkan sapi 16,31 nyamuk/orang/jam, sedangkan pada sapi 54,38 nyamuk/sapi/jam. Kepadatan nyamuk Anopheles yang dikenal sebagai vektor malaria yang tertangkap tidak menunjukkan perbedaan. Kepadatan An. vagus pada rumah yang ditempatkan sapi sama dengan pada rumah yang tidak ditempatkan sapi, yaitu 0,01 nyamuk/orang/jam, sebaliknya pada sapi mencapai 6,12 nyamuk/sapi/jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penempatan sapi sebagai media zooprofilaksis berpotensi mengalihkan gigitan nyamuk dari manusia ke hewan. Kata kunci: Anopheles, Bare Leg Collection, Culex, Magoon trap, Sapi, Zooprofilaksis

4 ABSTRACT FAHMI KHAIRI. The Utilization of Cattle in Mosquito Borne Disease Control. Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO. Mosquitoes are insects that cause the most health problems in society, as nuisance insects and vector of various diseases such as malaria, dengue hemorrhagic fever, chikungunya, Japanese Encephalitis, dirofilariasis, filariasis, St. Louis Encephalitis and West Nile Virus. Application of zooprophylaxis as the utilization of cattle to divert mosquito bite from human to animal has not been done in Indonesia. This study was aimed to determine the effect of the placement of cattle around houses to reduce mosquitoes biting to human. Mosquitoes collection on human were done by Bare Leg Collection (BLC) around the houses with and without cattle placement. In the meantime, mosquitoes which come to cattle caught by Magoon trap. The result showed that the density of Cx. sitiens which known as vector of Japanese Encephalitis was 12,05 mosquitoes/man/hour at the houses with cattle and was 16,31 mosquitoes/man/hour at houses without cattle, and very high in cattle was 54,38 mosquitoes/cattle/hour. Density of Anopheles which known as vector of malaria did not show the difference between around houses with and without cattle placement. An. vagus density at house with or without cattle were same (0,01 mosquitoes/man/hour), but very high at cattle (6,12 mosquitoes/cattle/hour). This research showed that placement of cattle as zooprophylaxis application has good potency to reduce mosquito contact to human, which is means it could reduce mosquitoes borne diseases transmission. Keywords: Anopheles, Bare Leg Collection, Cattle, Culex, Magoon trap, Zooprophylaxis

5

6 PEMANFAATAN TERNAK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK VEKTOR PENYAKIT FAHMI KHAIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini: 1 Kedua orang tua (Herzen Dt. Marajo dan Kumala Dewi Asmara) dan adik-adik tercinta (Arif, Anan, Iwan, Ana, Rabia, Fitri, dan Najmi) yang selalu memberikan doa, nasihat, semangat, dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2 Ibu Dr Drh Susi Soviana, MSi dan Bapak Drh Supriyono, MSi selaku dosen pembimbing atas kesabaran, kebaikannya dalam membimbing dan memberikan pengarahan, kritik, dan saran kepada penulis selama penelitian sampai akhir penulisan skripsi ini selesai. 3 Semua staf Bagian Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 4 Teman-teman seperjuangan Acromion FKH-47 yang telah memberikan semangat dan warna-warni selama kuliah di kampus ungu. 5 Serta teman-teman An Nahl yang telah memberikan semangat, pelajaran, dan pengertian atas perjuangan dalam kebaikan dan kebenaran. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca, serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. Bogor, Januari 2015 Fahmi Khairi

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Biologi dan Perilaku Nyamuk 2 Nyamuk dan Penyakit yang Ditularkannya 3 Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit 4 METODE 5 Waktu dan Tempat Penelitian 5 Metode Penelitian 5 Penangkapan Nyamuk 5 Preservasi Nyamuk 6 Identifikasi Nyamuk 6 Analisis Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Keragaman Nyamuk yang Tertangkap pada Orang dan Sapi 7 Kelimpahan Nisbi, Frekuensi, dan Dominasi 10 Kepadatan Nyamuk yang Tertangkap pada Umpan Orang dan Sapi 12 SIMPULAN DAN SARAN 13 Simpulan 13 Saran 14 DAFTAR PUSTAKA 14 RIWAYAT HIDUP 16

10 DAFTAR TABEL 1 Keragaman nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) 8 2 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan umpan orang di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) 10 3 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan umpan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) 12 4 Kepadatan nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura, Lampung (Juli- September 2014) 13 DAFTAR GAMBAR 1 Ragam jenis nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura, Lampung 9

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam dunia kesehatan. Nyamuk adalah serangga berukuran kecil, halus, tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk dan mengisap darah. Nyamuk tersebar di seluruh dunia, dapat dijumpai pada ketinggian meter di atas permukaan laut sampai pada kedalaman meter di bawah permukaan tanah di daerah pertambangan. Sebanyak 3100 jenis nyamuk yang dilaporkan di seluruh dunia, 457 jenis di antaranya terdapat di Indonesia, yaitu 8 spesies Mansonia, 80 spesies Anopheles, 82 spesies Culex, dan 125 spesies Aedes. Sisanya merupakan anggota yang tidak penting dalam penularan penyakit (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk merupakan kelompok serangga yang paling banyak menimbulkan masalah dibidang kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh nyamuk memiliki distribusi yang luas, populasi yang tinggi, dan banyak spesies yang berperan sebagai pengganggu dan vektor penyakit (Becker et al. 2003). Peranan nyamuk dalam dunia kesehatan, selain sebagai serangga pengganggu secara langsung juga sebagai vektor dan inang antara berbagai macam penyakit, seperti malaria, demam berdarah dengue, chikungunya, Japanese Encephalitis, dirofilariasis, filariasis, St. Louis Encephalitis, dan West Nile Virus (Solichah 2009; Hadi dan Soviana 2010). Berdasarkan perilaku kecenderungan terhadap inangnya, nyamuk dikenal memiliki sifat antropofilik, zoofilik, dan antropozoofilik. Sifat antropofilik merupakan kecenderungan nyamuk yang lebih menyukai darah manusia, sedangkan zoofilik merupakan kecenderungan nyamuk yang lebih menyukai darah hewan atau keduanya pada sifat antropozoofilik. Nyamuk Aedes dikenal bersifat antropofilik, nyamuk Anopheles dan Culex umumnya bersifat zoofilik. Saat ini, upaya pengendalian nyamuk vektor lebih difokuskan pada penggunaan insektisida. Contohnya, pada kasus malaria, penggunaan insektisida dengan metode Indoor Residual Spraying (IRS) dengan menyemprotkan insektisida residual pada dinding-dinding rumah bahkan kandang-kandang ternak. Namun, pada metode ini diperlukan insektisida dalam jumlah yang sangat besar sehingga biaya yang dikeluarkan sangat mahal dan memberatkan daerah endemis malaria yang pada umumnya adalah negara-negara berkembang. Pemeliharaan hewan ternak di sekitar permukiman dapat dimanfaatkan sebagai barrier, untuk menurunkan kontak nyamuk dengan manusia. Aplikasi ini dikenal dengan istilah zooprofilaksis. Zooprofilaksis merupakan cara biologis yang bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan kejadian kontak antara nyamuk dengan manusia dalam upaya pengendalian nyamuk vektor penyakit. Zooprofilaksis sudah banyak diaplikasikan di banyak negara di dunia dalam menangani penyakit tular vektor. Beberapa penelitian aplikasi zooprofilaksis menggunakan sapi, terutama untuk mengendalikan malaria, dilaporkan oleh Jan et al. (2001) di Pakistan dan Tirados et al. (2011) di Ethiopia. Selain itu, Alexander et al. (2002) menggunakan ayam sebagai media zooprofilaksis pada kasus Leishmaniasis di Brazil. Sebaliknya di Indonesia, walaupun masih banyak daerah endemis malaria dan tindakan zooprofilaksis telah dicanangkan dalam program

12 2 pengendalian malaria secara nasional (KEMENKES 2012), tetapi belum pernah dilaporkan pelaksanaannya di lapang. Penelitian ini membandingkan beberapa aspek biologi nyamuk pada aplikasi zooprofilaksis, dengan menempatkan dan tidak menempatkan sapi di sekitar permukiman dan mengetahui pengaruh penempatan sapi untuk mengurangi angka gigitan nyamuk terhadap manusia dalam upaya pengendalian nyamuk vektor penyakit. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk; 1. Mengetahui keragaman jenis nyamuk yang tertangkap di lokasi penelitian, baik yang tertangkap pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi, yang tidak ditempatkan sapi, dan pada sapi. 2. Mengetahui angka kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi berbagai jenis nyamuk yang tertangkap pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi, yang tidak ditempatkan sapi, dan pada sapi. 3. Membandingkan angka gigitan nyamuk pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi dan yang tidak ditempatkan sapi. Manfaat Penelitian Penelitian ini menjadi dasar pengembangan program pengendalian penyakit tular vektor nyamuk dengan pemanfaatan ternak. TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Perilaku Nyamuk Nyamuk di Indonesia terdiri atas 457 spesies, di antaranya 8 spesies Mansonia, 80 spesies Anopheles, 125 spesies Aedes, 82 spesies Culex, sedangkan sisanya merupakan anggota yang tidak penting dalam penularan penyakit. Nyamuk termasuk ke dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili; Anophelinae (Anopheles), Culicinae (Aedes, Armigeres, Culex, Mansonia), dan Toxorhynchitinae (Toxorhynchites). Aedes, Anopheles, Armigeres, Culex, Culiseta, Haemogogus, Mansonia, Prosophora, dan Sabethes adalah genus nyamuk yang mengisap darah manusia dan berperan sebagai vektor. Beberapa nyamuk terbatas di daerah tertentu, seperti Haemogogus dan Sabethes, ditemukan hanya di Amerika Tengah dan Selatan. Beberapa nyamuk dapat dijumpai di manamana, seperti Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti (Hadi dan Koesharto 2006). Tubuh nyamuk memiliki tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kepala nyamuk berbentuk agak membulat dengan sepasang mata majemuk, sepasang antena panjang (15 segmen), sepasang palpi, dan sebuah probosis.

13 Antena pada nyamuk jantan berambut panjang sehingga disebut antena plumose, sedangkan pada nyamuk betina berambut halus sehingga disebut antena pilose. Probosis terdiri atas labrum-epifaring, hipofaring, sepasang mandibula, dan maksila bergerigi (stilet). Toraks ditutupi oleh skutum pada bagian dorsal dan dilengkapi tiga pasang tungkai yang panjang dan langsing. Warna, pola sisik, dan rambut pada toraks berguna dalam membedakan genus dan spesies. Bagian posterior abdomen mempunyai dua sersi kaudal yang berukuran kecil pada nyamuk betina, sedangkan nyamuk jantan memiliki organ seksual yang disebut hipopigidium (Hadi dan Soviana 2010). Siklus hidup nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Nyamuk tertarik pada cahaya, pakaian berwarna gelap, manusia, dan hewan. Hal ini disebabkan oleh rangsangan zat-zat yang dikeluarkan hewan, terutama CO 2, beberapa asam amino, dan lokasi yang dekat dengan suhu hangat serta kelembapan yang tinggi. Beberapa spesies nyamuk bersifat antropofilik, zoofilik, antropozoofilik, dan hidup bebas di alam (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk jantan tidak mengisap darah, tetapi mengisap madu atau cairan tumbuhan. Umumnya nyamuk betina mengisap darah sebelum bertelur untuk kelangsungan reproduksi. Pada berbagai spesies, kegiatan mengisap darah berbeda menurut umur, waktu (siang atau malam), dan lingkungan. Beberapa spesies memasuki rumah untuk mencari makan (endofagik) dan istirahat di dalam rumah (endofilik), sedangkan spesies lain memasuki rumah hanya untuk makan (endofagik) dan menghabiskan waktu istirahatnya di luar rumah (eksofilik), ada juga yang mengisap darah di luar rumah (eksofagik) dan istirahat juga di luar rumah (eksofilik) (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk Anopheles dan Culex umumnya bersifat zoofilik. Sifat ini dapat berubah menjadi antropofilik jika terjadi perubahan ekologi yang menyebabkan sumber darah hewan tidak tersedia. Aktivitas mengisap darah dari nyamuk Anopheles dan Culex berlangsung pada malam hari (nokturnal), berbeda dari nyamuk Aedes yang melakukan aktivitas mengisap darah pada siang hari (diurnal). Nyamuk yang bersifat eksofagik adalah nyamuk yang banyak mengisap darah di luar rumah, tetapi bisa masuk ke dalam rumah jika manusia merupakan inang utama, misalnya Anopheles balabacensis, An. sinensis, An. aconitus, dan Mansonia uniformis. Nyamuk endofagik adalah nyamuk yang mengisap darah di dalam rumah, tetapi bila inang tidak tersedia di dalam rumah sebagian nyamuk akan mencari inang di luar rumah (Munif 2009). Nyamuk Aedes umumnya bersifat antropofilik. Aedes aegypti sering ditemukan dan melakukan aktivitas mengisap darah di dalam rumah, sedangkan nyamuk Ae. albopictus bersifat eksofagik dan eksofilik (Bahari 2011). Nyamuk dan Penyakit yang Ditularkannya Nyamuk merupakan vektor berbagai macam penyakit, seperti malaria, demam berdarah dengue, chikungunya, Japanese Encephalitis (JE), dirofilariasis dan filariasis. Nyamuk jenis An. sundaicus, An. subpictus, dan An. farauiti menularkan malaria di daerah pantai, dan An. maculatus dan An. aconitus di daerah pegunungan. Nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus berperan menularkan demam berdarah dengue, nyamuk Culex quinquefasciatus menularkan filaria yang 3

14 4 disebabkan cacing Wuchereria brancrofti di perkotaan, dan An. vagus, An. aconitus, An. subpictus di pedesaan. Mansonia uniformis dan Anopheles spp. menularkan Brugria sp., nyamuk Culex vishnui, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. gelidus berperan sebagai vektor Japanese Enchephalitis (radang otak), nyamuk Ae. albopictus sebagai vektor chikungunya (Hadi dan Koesharto 2006). Berbagai agen penyakit yang dapat ditularkan nyamuk adalah berbagai jenis Plasmodium penyebab malaria yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles, virus dengue-1, 2, 3, 4 penyebab penyakit demam berdarah yang diketahui ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Virus chikungunya penyebab chikungunya ditularkan oleh Ae. aegypti dan Ae. albopictus, virus Japanese B. Encephalitis penyebab radang otak yang ditularkan oleh Cx. tritaeniorhynchus, dan berbagai jenis cacing filaria, seperti Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi penyebab filariasis (penyakit kaki gajah) ditularkan oleh Cx. quinquefasciatus dan An. barbirostris. Nyamuk juga mengganggu hewan dan menularkan penyakit cacing jantung anjing (Dirofilaria immitis), Bovine Ephemeral Virus, dan lain-lain (Hadi dan Koesharto 2006). Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit Zooprofilaksis oleh WHO (1982) didefinisikan sebagai penggunaan hewan domestik ataupun liar yang bukan inang reservoar dari suatu penyakit tertentu untuk mengalihkan gigitan nyamuk vektor dari manusia sebagai inang penyakit tersebut. Tindakan zooprofilaksis lebih khusus dilakukan terhadap nyamuk dengan cara menempatkan kelompok ternak di dekat sumber tempat perindukan dalam garis arah terbang nyamuk yang baru muncul menuju ke permukiman penduduk yang terjangkau oleh vektor tersebut. Tindakan zooprofilaksis yang direncanakan dan dilakukan seperti itu disebut zooprofilaksis aktif. Sebaliknya zooprofilaksis pasif, yaitu zooprofilaksis yang tidak direncanakan dan tidak dilakukan dengan sengaja, mempunyai daya mendeviasikan nyamuk vektor yang antropofilik menjadi zoofilik dalam batas tertentu. Pemanfaatan ternak merupakan satu cara biologis yang bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan kejadian kontak antara nyamuk dan manusia, dalam hal upaya pengendalian nyamuk sebagai vektor penyakit. Hal ini dikenal dengan istilah deviasi vektor dengan melakukan tindakan atau metode zooprofilaksis. Tindakan tersebut bertujuan agar terjadi perubahan orientasi nyamuk dari menggigit manusia kepada hewan ternak, seperti sapi, kerbau, kuda, dan sebagainya. Pemberdayaan ternak sebagai tameng terhadap penyakit tular vektor mempunyai potensi dan prospek yang baik di masa depan. Beberapa penelitian dilaporkan telah menggunakan berbagai jenis hewan sebagai media zooprofilaksis. Contohnya Jan et al. (2001) di Pakistan dan Tirados et al. (2011) di Ethiopia yang menggunakan sapi sebagai media zooprofilaksis. Ayam juga pernah dilaporkan Alexander et al. (2002) sebagai media zooprofilaksis di Brazil dalam menangani kasus Leshmaniasis yang ditularkan oleh lalat pasir (Lutzomyia longipalpis). Penelitian Soedir (1985) di Pantai Glagah, Yogyakarta dalam aplikasi zooprofilaksis menggunakan hewan dan manusia menunjukkan bahwa ternak mampu menarik kedatangan nyamuk. Sapi mampu menarik kedatangan lebih dari

15 50% nyamuk yang terdiri atas dua puluh spesies. Domba mampu mendatangkan sebanyak 33,4% nyamuk dengan jumlah sembilan belas spesies. Manusia sebagai pembanding hanya mampu menarik kedatangan 5,3% nyamuk dengan sembilan spesies. Daya tarik tiga hewan lainnya, yaitu monyet, kelinci, dan ayam relatif kecil. Masing-masing sebesar 1,2% (delapan spesies), 2,1% (sepuluh spesies), dan 3,7% (enam spesies) dari seluruh nyamuk yang tertangkap. Hasil penelitian tersebut merekomendasikan bahwa sapi dan domba merupakan media zooprofilaksis yang paling baik karena mampu menarik kedatangan nyamuk lebih besar dibandingkan terhadap manusia. Pengendalian vektor melalui zooprofilaksis sangat bergantung pada peran serta masyarakat. Masyarakat diharapkan memelihara ternak di sekitar rumah sebagai perlindungan dari gigitan nyamuk. Mathys (2010) menyatakan ada dua syarat untuk keberhasilan program zooprofilaksis, yaitu pertama, jenis spesies nyamuk harus bersifat zoofilik dan eksofilik. Syarat kedua ternak harus ditempatkan di dekat tempat tinggal sebagai tameng antara nyamuk vektor dan manusia. Lokasi penempatan ternak harus dipisahkan dari permukiman manusia dengan jarak meter. 5 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014 di Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Desa Hanura merupakan daerah endemis malaria yang berada di pesisir pantai, berupa dataran dengan pemanfaatan lahan untuk permukiman, persawahan, dan peternakan. Di Desa Hanura terdapat aliran sungai, tambaktambak garam, rawa-rawa, dan hutan bakau. Identifikasi nyamuk dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Metode Penelitian Penangkapan Nyamuk Penangkapan nyamuk dilakukan lima kali dengan interval dua minggu sekali selama bulan Juli sampai dengan September Penangkapan nyamuk dilakukan pada empat rumah (dua rumah ditempatkan masing-masing seekor sapi dan dua rumah yang lain tidak ditempatkan sapi/ kontrol). Penangkapan nyamuk juga dilakukan pada sapi. Penangkapan nyamuk dilakukan dari pukul sampai dengan pukul Penangkapan dilakukan setiap jam selama 45 menit dan istirahat 15 menit baik pada orang maupun sapi. Penangkapan nyamuk dilakukan pada setiap rumah dengan dua orang kolektor (penangkap) yang masing-masing ditempatkan di dalam dan luar rumah, sedangkan penangkapan nyamuk pada sapi dilakukan oleh satu orang dengan jumlah waktu yang sama.

16 6 Penangkapan nyamuk pada manusia dilakukan dengan metode BLC (Bare Leg Collection), yaitu penangkapan nyamuk menggunakan aspirator pada orang dalam keadaan kaki terbuka sebagai umpan bagi nyamuk. Penangkapan nyamuk pada sapi dilakukan dengan menempatkan sapi dalam magoon trap yang berupa kurungan berukuran 6 m x 6 m x 2 m, berdinding kelambu, dan dilengkapi dengan jendela untuk masuknya nyamuk dan pintu masuk untuk kolektor. Magoon trap ditempatkan di antara tempat perindukan nyamuk dengan rumah, dengan jarak meter di depan rumah. Selanjutnya nyamuk yang diperoleh dimasukkan ke dalam paper cup yang ditutup dengan kain kasa dan dimatikan menggunakan kloroform. Preservasi Nyamuk Preservasi nyamuk dilakukan dengan cara kering menggunakan metode pinning. Pembuatan preparat dengan cara menempelkan bagian toraks nyamuk pada kertas segitiga kecil yang telah ditancapkan pada jarum. Keseragaman tinggi nyamuk pada jarum menggunakan sebuah balok khusus (pinning block). Setelah dilakukan pinning, nyamuk diberi label dan disimpan dalam kotak penyimpanan. Bagian dasar kotak diberi alas gabus dan tiap sudut kotak diberi kapur barus agar preparat nyamuk terhindar dari serangan semut atau hama perusak lainnya. Preparat nyamuk diberi label sesuai jam penangkapan. Identifikasi Nyamuk Identifikasi nyamuk menggunakan mikroskop stereo dengan acuan yang digunakan adalah Kunci Identifikasi Morfologi Bergambar O Connor dan Soepanto (2000), Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes (DEPKES 2008a), Kunci Identifikasi Nyamuk Culex (DEPKES 2008b), dan WRBU (Walter Reed Biosystematics Unit) (2014). Analisis Data Data dianalisis untuk mengetahui kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi (Sigit 1968), dan indeks keragaman jenis serta kepadatan nyamuk yang dinyatakan dalam nilai MHD (Man Hour Density) dan CHD (Cattle Hour Density). Selanjutnya hasil dideskripsikan dalam bentuk gambar dan tabel. Analisis tersebut menggunakan perhitungan sebagai berikut : Kelimpahan Nisbi Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah individu spesies nyamuk terhadap total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh dan dinyatakan dalam persen. Kelimpahan Nisbi = x 100% Frekuensi Frekuensi nyamuk tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah penangkapan diperolehnya nyamuk spesies tertentu terhadap jumlah total penangkapan.

17 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi Spesies = Kelimpahan Nisbi x Frekuensi Indeks Keanekaragaman Jenis (H) = - Pi Ln (Pi) dengan Pi = Ni/N Keterangan: Pi : Perbandingan jumlah individu suatu spesies dengan keseluruhan spesies Ni : Jumlah individu ke-i N : Jumlah total individu semua spesies Kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai berikut: Tinggi (H > 3); Sedang (1 H 3); Rendah (H < 1) MHD menyatakan kepadatan nyamuk yang kontak dengan manusia dalam satu jam (/orang/jam). MHD dinyatakan dalam: MHD = CHD menyatakan kepadatan nyamuk yang kontak di sapi di dalam magoon trap dalam satu jam (/sapi/jam). CHD dinyatakan dalam: CHD = HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Nyamuk yang Tertangkap pada Orang dan Sapi Nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura dari semua penangkapan, baik pada orang maupun sapi, selama lima kali penangkapan berjumlah 6750 nyamuk. Nyamuk yang tertangkap terdiri atas dua spesies Aedes (Ae. aegypti dan Ae. albopictus), lima spesies Anopheles (An. aconitus, An. barbirostris, An. subpictus, An. sundaicus, dan An. vagus), satu spesies Armigeres (Ar. subalbatus), dan enam spesies Culex (Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus). Hampir 90% nyamuk yang tertangkap merupakan genus Culex, yaitu sebesar 89,38%. Banyaknya nyamuk Culex yang tertangkap karena sifatnya yang nokturnal, yaitu beraktivitas

18 8 pada malam hari. Sisanya adalah nyamuk Anopheles 10,21%, nyamuk Armigeres 0,37%, dan nyamuk Aedes 0,04% (Tabel 1). Di antara nyamuk Culex, Cx. sitiens (Gambar 1 D) merupakan jenis yang dominan (63,70%). Kondisi daerah penelitian sangat sesuai untuk perkembang biakan nyamuk ini, yaitu daerah pantai dengan tambak-tambak garam, rawa-rawa, dan hutan bakau. Spesies ini ditemukan pada penangkapan dengan umpan orang maupun sapi. Cx. sitiens merupakan spesies yang berkembang biak di pesisir air payau. Nyamuk ini sering ditemukan di daerah pantai, pelabuhan, dermaga, atau di daerah yang banyak terdapat kolam, hutan bakau, tambak-tambak garam, dan parit. Prummongkol et al. (2011) melaporkan bahwa stadium pradewasa Cx. sitiens terdapat pada genangan air yang terkena cahaya matahari, lubang-lubang kecil, danau, sumur, rawa-rawa, tambak udang, dan bekas galian tambang timah. Nyamuk Cx. tritaeniorhynchus (Gambar 1 C) ditemukan dalam jumlah cukup tinggi (23,64%). Hal ini dikarenakan adanya lahan persawahan yang merupakan habitat perkembangbiakan stadium pradewasa nyamuk ini dan banyak warga yang memelihara ternak di sekitar permukiman penduduk. Diketahui bahwa nyamuk Cx. tritaeniorhynchus bersifat antropozoofilik sebagaimana dilaporkan Dharma et al. (2004) dan Ginanjar (2011) yang menemukan nyamuk Cx. tritaeniorhynchus di lahan persawahan dan tersedianya ternak di sekitar permukiman. Cx. quinquefasciatus yang dikenal sebagai nyamuk rumah ditemukan dengan persentase sebesar 1,73%. Nyamuk ini memiliki habitat seperti pada genangan air yang keruh, kolam yang sudah tidak terpakai, selokan, dan tempat-tempat lembap lainnya (Hadi dan Koesharto 2006). Tabel 1 Keragaman nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) Spesies Jumlah Persentase (%) Cx. sitiens ,70 Cx. tritaeniorhynchus ,64 An. sundaicus 337 4,99 An. vagus 207 3,07 Cx. quinquefasciatus 117 1,73 An. barbirostris 64 0,95 An. subpictus 53 0,79 An. aconitus 28 0,41 Ar. subalbatus 25 0,37 Cx. hutchinsoni 14 0,21 Cx. fuscocephalus 4 0,06 Cx. bitaeniorhynchus 2 0,03 Ae. aegypti 2 0,03 Ae. albopictus 1 0,01 Total

19 9 A B C D E F G H Gambar 1 Ragam jenis nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura, Lampung (A) Ar. subalbatus, (B) Cx. quinquefasciatus, (C) Cx. tritaeniorhynchus, (D) Cx. sitiens, (E) An. sundaicus, (F) An. vagus, (G) An. barbirostris, (H) An. subpictus (Juli - September 2014) Nyamuk Anopheles yang tertangkap paling banyak adalah An. sundaicus, An. vagus, dan An. barbirostris. Jenis Anopheles yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan kondisi daerah penelitian, yaitu daerah pantai dengan tambaktambak yang terbengkalai, rawa-rawa dan persawahan yang sangat sesuai untuk habitat jenis spesies Anopheles tersebut. An. vagus dan An. sundaicus merupakan vektor malaria di daerah pantai (Munif 2009). Prastowo (2011) melaporkan bahwa An. vagus dan An. barbirostris ditemukan pada daerah yang memiliki lahan persawahan. Selain itu, Suwito (2010) melaporkan bahwa An. sundaicus merupakan vektor utama malaria di Kecamatan Padang Cermin. Spesies lain yang tertangkap adalah nyamuk Ar. subalbatus (Gambar 1 A). Nyamuk ini tertangkap sedikit dikarenakan aktivitas nyamuk terutama pada sore hari menjelang matahari terbenam. Hal ini sesuai dengan Suwasono et al. (1995)

20 10 yang melakukan penelitian di kawasan Hutan Jati Desa Bandung, Batang dengan umpan orang dan Taviv (2005) yang melakukan penelitian di daerah perkebunan karet dan kopi di Desa Segara Kembang, Sumatera Selatan dengan umpan orang yang menemukan Ar. subalbatus dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya, Ikhsan (2014) melaporkan bahwa Ar. subalbatus merupakan spesies yang tertangkap paling banyak di peternakan sapi perah dengan metode lightrap. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan lingkungan lokasi penelitian. Tingginya jumlah Ar. subalbatus yang tertangkap pada penelitian Ikhsan karena tersedianya habitat yang menjadi tempat perkembangan stadium pradewasa nyamuk ini terutama genangan air hasil feses ternak. Habitat Ar. subalbatus adalah air kotor, seperti genangan air hasil feses ternak, genangan air pada pohon, tanggul, bambu, genangan air tanah, serta semak dengan kondisi lingkungan yang teduh (Harbach 2008). Selain itu, juga ditemukan nyamuk Aedes, yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus walaupun dalam jumlah yang sangat rendah. Tempat perindukan Aedes berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah, seperti tempayan, drum, bak air, tempat air burung piaraan, barang-barang bekas, lubang di pohon, dan pelepah daun (Sitio 2008). Sedikitnya jumlah nyamuk Aedes yang tertangkap karena nyamuk ini melakukan aktivitas menggigit siang hari (diurnal), sedangkan penangkapan dilakukan pada malam hari. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi, dan Dominasi Tabel 2 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan umpan orang di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) Spesies Kelimpahan Nisbi (%) Frekuensi Dominasi (%) R + Sapi R Sapi R + Sapi R - Sapi R + Sapi R Sapi Cx. sitiens 81,44 89, ,44 89,92 Cx. tritaeniorhynchus 9,28 7, ,28 7,39 Cx. quinquefasciatus 6,94 1,73 1 0,8 6,94 1,38 Ar. subalbatus 1,00 0,07 1 0,2 1,00 0,01 Cx. hutchinsoni 0,67 0,41 0,4 0,6 0,27 0,25 An. sundaicus 0,17 0,07 0,4 0,2 0,07 0,01 Ae. aegypti 0,17-0,4-0,07 - Cx. fuscocephalus 0,08 0,21 0,2 0,8 0,02 0,17 An. vagus 0,08 0,07 0,2 0,2 0,02 0,01 An. barbirostris 0,08-0,2-0,02 - Ae. albopictus 0,08-0,2-0,02 - Cx. bitaeniorhynchus - 0,07-0,2-0,01 Keterangan: R + Sapi : Rumah yang ditempatkan sapi R Sapi : Rumah yang tidak ditempatkan sapi

21 Hasil penangkapan nyamuk pada orang di rumah yang ditempatkan sapi ditemukan sebelas spesies nyamuk, yaitu Ae. aegypti, Ae. albopictus, An. barbirostris, An. sundaicus, An. vagus, Ar. subalbatus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus. Penangkapan nyamuk pada orang di rumah yang tidak ditempatkan sapi ditemukan sembilan spesies nyamuk, yaitu An. sundaicus, An. vagus, Ar. subalbatus, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan Cx. sitiens memiliki nilai dominasi tertinggi, yaitu 81,44% pada rumah yang ditempatkan sapi dan 89,92% pada rumah yang tidak ditempatkan sapi. Spesies ini ditemukan dalam jumlah yang tinggi berkaitan dengan habitatnya di pesisir pantai. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Taviv (2005) dan Prummongkol et al. (2011). Nyamuk ini merupakan vektor potensial bagi penyebaran penyakit Japanese Encephalitis (JE), River Ross Virus, dan filariasis (Sendow 2005; New Zealand Biosecure 2006). JE merupakan penyakit yang dapat menginfeksi hewan maupun manusia. Menurut Hewitt (1999) dalam aplikasi zoprofilaksis, ternak yang digunakan bukan merupakan inang reservoar dari suatu penyakit. Jika hal ini terjadi, maka penularan penyakit dari hewan kepada manusia dan sebaliknya akan terus terjadi. Oleh sebab itu, penggunaan ternak sebagai media zooprofilaksis dalam penanganan penyakit tular vektor yang bersifat zoonosis perlu dipertimbangkan. Cx. tritaeniorhynchus memiliki nilai dominasi lebih tinggi pada rumah yang ditempatkan sapi, yaitu sebesar 9,28%. Pada rumah yang tidak ditempatkan sapi nyamuk ini memiliki nilai dominasi sebesar 7,39%. Nyamuk ini merupakan vektor utama JE (Hariastuti 2012). Nyamuk Cx. quinquefasciatus memiliki nilai dominasi sebesar 6,94% pada rumah yang ditempatkan sapi dan 1,38% pada rumah yang tidak ditempatkan sapi. Rendahnya nilai dominasi nyamuk ini pada penangkapan di rumah yang tidak ditempatkan sapi karena rumah yang digunakan lama tidak dihuni sehingga aktivitas menggigit nyamuk lebih sedikit. Di daerah urban Cx. quinquefasciatus merupakan vektor utama filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti. Di Kansas dan California, Amerika Serikat nyamuk ini merupakan vektor penyakit yang disebabkan oleh West Nile Virus (Solichah 2009). Nyamuk Aedes tertangkap hanya pada penangkapan dengan umpan orang di rumah yang ditempatkan sapi. Ae. aegypti pada penelitian ini tertangkap di dalam rumah, sedangkan Ae. albopictus tertangkap di luar rumah. Hal ini sesuai dengan laporan Bahari (2011) bahwa Ae. aegypti bersifat endofagik (aktivitas menggigit di dalam rumah) dan Ae. albopictus bersifat eksofagik (aktivitas menggigit di luar rumah). Nyamuk Aedes dikenal sebagai vektor demam berdarah dengue dan chikungunya di permukiman di Indonesia. Nilai indeks keragaman jenis pada penangkapan dengan umpan orang rendah, yaitu sebesar 0,4276 pada rumah yang ditempatkan sapi, dan 0,415 pada penangkapan di rumah yang tidak ditempatkan sapi. 11

22 12 Tabel 3 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan umpan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) Spesies Kelimpahan Nisbi (%) Frekuensi Dominasi Spesies (%) Cx. sitiens 49, ,29 Cx. tritaeniorhynchus 33, ,56 An. sundaicus 8,13 1 8,13 An. vagus 4,99 1 4,99 An. barbirostris 1,53 1 1,53 An. subpictus 1,29 0,8 1,03 An. aconitus 0,68 1 0,68 Ar. subalbatus 0,29 1 0,29 Cx. quinquefasciatus 0,22 0,6 0,13 Hasil penangkapan nyamuk pada sapi ditemukan sembilan spesies nyamuk, yaitu An. vagus, An. aconitus, An. sundaicus, An. barbirostris, An. subpictus, Ar. subalbatus, Cx. sitiens, Cx. tritaeniorhynchus, dan Cx. quinquefasciatus (Tabel 3). Cx. sitiens memiliki nilai dominasi tertinggi sebesar 49,29%. Cx. tritaeniorhynchus memiliki nilai dominasi sebesar 33,56%. Selain sebagai vektor JE pada manusia, nyamuk Cx. tritaeniorhynchus merupakan vektor JE pada ternak ruminansia, babi, dan kuda (NVBDCP 2006). Selain Ar. subalbatus, nyamuk Cx. tritaeniorhynchus dan Cx. quinquefasciatus merupakan vektor penyakit dirofilariasis pada anjing (Hadi dan Soviana 2010). Nyamuk Anopheles yang ditemukan pada penangkapan dengan umpan sapi yang paling banyak adalah An. sundaicus dan An. vagus. Keduanya memiliki nilai dominasi sebesar 8,13% dan 4,99%. Nilai indeks keragaman jenis pada penangkapan nyamuk pada sapi adalah sedang, yaitu 1,065. Kepadatan Nyamuk yang Tertangkap pada Umpan Orang dan Sapi Kepadatan nyamuk tertinggi ditemukan pada nyamuk Cx. sitiens pada penangkapan nyamuk dengan umpan sapi, yaitu sebesar 54,38 nyamuk/sapi/jam. Umumnya, kepadatan nyamuk yang tertangkap pada orang di rumah yang ditempatkan sapi lebih rendah dibandingkan terhadap orang di rumah yang tidak ditempatkan sapi. Contohnya, kepadatan Cx. sitiens pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi sebesar 12,05 nyamuk/orang/jam, tidak ditempatkan sapi sebesar 16,31 nyamuk/orang/jam, dan pada sapi sebesar 54,38 nyamuk/sapi/jam. New Zealand Biosecure (2006) menyebutkan bahwa nyamuk ini mempunyai waktu aktivitas menggigit terutama pada malam hari (nokturnal) dan inang yang beragam (manusia, ayam, kuda, domba, unggas, babi, dan sapi). Kepadatan Cx. tritaeniorhynchus pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi sebesar 1,32 nyamuk/orang/jam, tidak ditempatkan sapi sebesar 1,37 nyamuk/orang/jam, dan pada sapi sebesar 38,17 nyamuk/sapi/jam.

23 Tabel 4 Kepadatan nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura, Lampung (Juli- September 2014) MHD/ CHD MHD Rumah + Sapi MHD Rumah - Sapi CHD pada Sapi Cx. sitiens 12,05 16,31 54,38 Cx. tritaeniorhynchus 1,32 1,37 38,17 An. sundaicus 0,03 0,01 9,63 An. vagus 0,01 0,01 6,12 An. barbirostris 0,01 0 1,93 An. subpictus 0 0 1,49 An. aconitus 0 0 0,76 Ar. subalbatus 0,15 0,01 0,33 Cx. quinquefasciatus 0,96 0,29 0,27 Cx. hutchinsoni 0,09 0,07 0 Cx. fuscocephalus 0,01 0,03 0 Cx. bitaeniorhynchus 0 0,03 0 Ae. aegypti 0, Ae. albopictus 0, Keterangan: R + Sapi: Rumah yang ditempatkan sapi R Sapi: Rumah yang tidak ditempatkan sapi Kepadatan nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria di Desa Hanura menunjukkan bahwa nyamuk ini bersifat zoofilik. Kepadatan nyamuk Anopheles yang tertangkap pada sapi lebih tinggi dibandingkan terhadap kepadatan nyamuk yang tertangkap pada orang, baik pada rumah yang ditempatkan sapi maupun tidak ditempatkan sapi. Tingginya kepadatan nyamuk yang tertangkap pada sapi membuktikan sapi sebagai media zooprofilaksis yang potensial untuk mengalihkan gigitan nyamuk dari ke manusia ke hewan. 13 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nyamuk yang ditemukan di di Desa Hanura terdiri atas Ae. aegypti, Ae. albopictus, An. aconitus, An. barbirostris, An. subpictus, An. sundaicus, An. vagus, Ar. subalbatus, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus. Spesies yang dominan ditemukan selama penangkapan adalah Cx. sitiens dan Cx. tritaeniorhynchus. Penempatan sapi sebagai media zooprofilaksismampu mengalihkan gigitan nyamuk pada manusia, contohnya pada nyamuk Cx. sitiens dan nyamuk Anopheles sehingga dapat dijadikan sebagai metode pengendalian nyamuk di daerah endemis penyakit tular vektor nyamuk.

24 14 Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas zooprofilaksis di daerah endemis penyakit tular vektor nyamuk. DAFTAR PUSTAKA Alexander B, Carvalho RL, McCallum H, Pereira MH Role of the domestic chicken (Gallus gallus) in the epidemiology of urban Visceral Leishmaniasis in Brazil. Emerging Infectious Diseases. Vol. 8(12). Bahari DN Kepadatan dan perilaku nyamuk Aedes (Diptera: Culicidae) di Desa Babakan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Becker N, Petric D, Zgomba M, Boase C, Dahl C, Lane J, Kaiser A Mosquito And Their Control. Kluwer Academic/ Plenum Publishers. New York (US): 497 hal. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a. Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes. Jakarta (ID): Dit. Jen. PP & PL. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b. Kunci Identifikasi Nyamuk Culex. Jakarta (ID): Dit. Jen. PP & PL. Dharma W, Hoedojo, Abikusno RMN, Suripriastuti, A Inggrid AT, Sutanto BA Survei nyamuk di Desa Marga Mulya, Kec. Mauk, Tangerang. J Kedokter Trisakti. Vol.23(2): Ginanjar RA Densitas dan perilaku nyamuk (Diptera : Culicidae) di Desa Bojong Rangkas Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hadi UK, Koesharto FX Nyamuk dalam Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Sigit SH, UK Hadi, editor. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Hadi UK, Soviana S Ektoparasit Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr. Harbach R Genus Armigeres Theobald 1901 [Internet]. [diunduh 2014 Nov 11). Tersedia pada: info/genusarmigeres-theobald Hariastuti NI Japanese encephalitis. Balaba. Vol.8(2): Hewitt S, Rowland M Control of zoophilic malaria vectors by applying pyrethroid insecticides to cattle. Trop Med Int Hlth. Vol.4(7): Ikhsan M Keragaman jenis dan fluktuasi kepadatan nyamuk pada peternakan sapi Unit Reproduksi dan Rehabilitasi Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jan AH, Ahmad M, Khan SU Zooprophylaxis with special reference to malaria in human population. J. Pakistan Vet. Vol.21(1): [KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI.

25 Krebs CJ Ecology The Eksperimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York (US): Herper and Row Publisher. Mathys T Effectiveness of zooprophylaxis for malaria prevention and control in setting of complex and protracted emergency. Resilience. 1: Munif A Nyamuk vektor malaria dan hubungannya dengan aktivitas kehidupan manusia di Indonesia. Aspirator. Vol.1(2): New Zealand Biosecure Culex sitiens. Auckland (NZ): Entomology Laboratory SMS (Southern Monitoring Service). 29 Nov [NVBDCP] National Vector Borne Diseases Control Programme Guidelines for Surveillance of Acute Encephalitis Syndrome (with special reference to Japanese Encephalitis). New Delhi (IN): Directorate of National Vector Borne Diseases Control Programme. O Connor C.T, Supanto A Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Betina Di Indonesia. Depkes RI. Dit.Jen P2M & PLP. Jakarta (ID): 40 hal. Prastowo D, Anggraini YM Dinamika populasi nyamuk yang diduga sebagai vektor di Kecamatan Rojolele, Kabupaten Kebuman, Jawa Tengah. Jurnal Vektora. Vol.4(2): Prummongkol S, Panasoponkul, Apiwathnasorn, Uthai UL Biology of Culex sitiens, a predominant mosquito in Phang Nga, Thailand after tsunami. J Insect Scienc. Vol.12(11):1-8. Sendow I, Bahri S Perkembangan Japanese Encephalitis di Indonesia. Wartazoa. Vol.15(3): Sigit SH Studies on the organization of oribatid mite communities in three ecologycally different grasslands [disertation]. Oklahoma State University USA. Sitio A Hubungan perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk dan kebiasaan keluarga dengan kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2008 [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Solichah Z Ancaman dari nyamuk Culex sp. yang terabaikan. Balaba. Vol.5(1): Suwasono H, Barodji, Sumardi, Suwaryono T Hasil penangkapan nyamuk di kawasan hutan jati Desa Bandung, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang. Media Litbangkes. Vol.5(2):7-11. Suwito Bioekologi spesies Anopheles di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran: Keragaman, karakteristik habitat, kepadatan, perilaku dan distribusi spasial [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Taviv Y Fauna nyamuk di Desa Segara Kembang Kecamatan Lengkiti, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tirados I, Gibson G, Young S, Torr S Are herders protected by their herds? An experimental analysis of zooprophylaxis againts the malaria vector Anopheles arabiensis. Malar J. Vol. 10(1): [WRBU] Walter Reed Biosystematics Unit Mosquito Identification Resource. Walter Reed Army Institute of Research. 15

26 16 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 September 1992 dari ayah bernama Herzen Dt. Marajo dan ibu bernama Kumala Dewi Asmara di Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak pertama dari 8 bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Koto Baru dan lulus tahun Kemudian penulis melanjutkan ke MTs Negeri Koto Baru dan lulus tahun Penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Koto Baru dan lulus tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kedokteran Hewan pada tanggal 28 Juni 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kegiatan perkuliahan penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Anatomi Veteriner 2 pada semester genap tahun akademik 2012/2013, asisten mata kuliah Anatomi Topografi semester genap tahun akademik 2012/2013, asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada semester genap tahun akademik 2012/2013 dan semester ganjil tahun akademik 2013/2014, asisten mata kuliah Parasitologi Veteriner: Ektoparasit pada semester ganjil tahun akademik 2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif di beberapa organisasi, yaitu Himpunan Minat Profesi Ruminansia (RUMIN) sekaligus anggota divisi Kominfo tahun 2012/2013, Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB sebagai staf Departemen Budaya, Olahraga, dan Seni (BOS) tahun 2011/2012 dan sebagai wakil ketua tahun 2012/2013, Ketua Departemen Syiar LDF (Lembaga Dakwah Fakultas) An Nahl FKH IPB tahun 2013/2014. Penulis juga menjadi ketua pelaksana Olimpiade Veteriner 5 (OLIVE 5) tahun 2012, dan Ketua Pelaksana Masa Perkenalan Fakultas FKH IPB INTROVET (Introduction to Veterinary) tahun 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

Telaah Infestasi Nyamuk Pada Kerbau Di Bogor

Telaah Infestasi Nyamuk Pada Kerbau Di Bogor Artikel Ilmiah ini ditulis ulang sesuai aslinya dari Majalah Hemera Zoa, Indonesian Journal of Animal Science 7(): - Tahun 988. Telaah Infestasi Nyamuk Pada Kerbau Di Bogor SINGGIH. H SIGIT dan UPIK KESUMAWATI

Lebih terperinci

DENSITAS DAN PERILAKU NYAMUK (DIPTERA : CULICIDAE) DI DESA BOJONG RANGKAS KABUPATEN BOGOR RIZQY ARIF GINANJAR

DENSITAS DAN PERILAKU NYAMUK (DIPTERA : CULICIDAE) DI DESA BOJONG RANGKAS KABUPATEN BOGOR RIZQY ARIF GINANJAR DENSITAS DAN PERILAKU NYAMUK (DIPTERA : CULICIDAE) DI DESA BOJONG RANGKAS KABUPATEN BOGOR RIZQY ARIF GINANJAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR Reni Oktarina 1, Yahya 1, Milana Salim 1, Irfan Pahlevi 1 1 Loka Litbang P2B2 Baturaja,

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup bertahan hidup secara berkegantungan, termasuk nyamuk yang hidupnya mencari makan berupa darah manusia, dan membawa bibit penyakit melalui nyamuk (vektor).

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori). Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk

Lebih terperinci

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG Kepadatan nyamuk tersangka vektor...(endang P A, Mara I, Tri W & Umar R) KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

KOLEKSI REFERENSI NYAMUK DI DESA JEPANGREJO, KECAMATAN BLORA, KABUPATEN BLORA. Dewi Marbawati*, Zumrotus Sholichah*

KOLEKSI REFERENSI NYAMUK DI DESA JEPANGREJO, KECAMATAN BLORA, KABUPATEN BLORA. Dewi Marbawati*, Zumrotus Sholichah* Hasil Penelitian KOLEKSI REFERENSI NYAMUK DI DESA JEPANGREJO, KECAMATAN BLORA, KABUPATEN BLORA Dewi Marbawati*, Zumrotus Sholichah* Abstract Some kind of mosquitoes can transmit desease through their biting.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Anopheles 1. Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk Anopheles a. Morfologi nyamuk Anopheles sp. Morfologi nyamuk menurut Horsfall (1995) : Gambar 1. Struktur morfologi nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi penelitian dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Lembah Sari Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam (The Analysis of Mosquitoes as The Vector of Filariasis at Pidie District Nanggroe Aceh Darussalam) Fauziah

Lebih terperinci

KOMBINASI ZOOPROFILAKSIS DAN PEMBALURAN INSEKTISIDA DELTRAMETRIN PADA TERNAK SAPI SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN Anopheles

KOMBINASI ZOOPROFILAKSIS DAN PEMBALURAN INSEKTISIDA DELTRAMETRIN PADA TERNAK SAPI SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN Anopheles KOMBINASI ZOOPROFILAKSIS DAN PEMBALURAN INSEKTISIDA DELTRAMETRIN PADA TERNAK SAPI SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN Anopheles Budi Santoso 1) Mei Ahyanti 2) 1) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 2) Jurusan Kesehatan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Nyamuk Di Sekitar Kampus. Universitas Hasanuddin Makassar

Keanekaragaman Jenis Nyamuk Di Sekitar Kampus. Universitas Hasanuddin Makassar Keanekaragaman Jenis Nyamuk Di Sekitar Kampus Universitas Hasanuddin Makassar Mila Karmila Syahribulan Isra Wahid 3, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia dan memiliki kelembaban dan suhu optimal yang mendukung bagi kelangsungan hidup serangga. Nyamuk merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Nyamuk sebagai vektor penyakit 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD atau DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN MALARIA Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan kepada manusia oleh nyamuk Anopheles dengan gejala demam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan timbulnya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk dan sering

Lebih terperinci

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR Oleh : Akhmad Hasan Huda PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 AKHMAD HASAN HUDA,

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS DAN FLUKTUASI KEPADATAN NYAMUK PADA PETERNAKAN SAPI UNIT REPRODUKSI DAN REHABILITASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR M IKHSAN

KERAGAMAN JENIS DAN FLUKTUASI KEPADATAN NYAMUK PADA PETERNAKAN SAPI UNIT REPRODUKSI DAN REHABILITASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR M IKHSAN KERAGAMAN JENIS DAN FLUKTUASI KEPADATAN NYAMUK PADA PETERNAKAN SAPI UNIT REPRODUKSI DAN REHABILITASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR M IKHSAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam ilmu kedokteran karena lebih dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang meninggal

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS, KEPADATAN DAN AKTIVITAS MENGISAP DARAH ANOPHELES (Diptera: Culicidae) PADA APLIKASI ZOOPROFILAKSIS DI DAERAH ENDEMIS MALARIA

KEANEKARAGAMAN JENIS, KEPADATAN DAN AKTIVITAS MENGISAP DARAH ANOPHELES (Diptera: Culicidae) PADA APLIKASI ZOOPROFILAKSIS DI DAERAH ENDEMIS MALARIA KEANEKARAGAMAN JENIS, KEPADATAN DAN AKTIVITAS MENGISAP DARAH ANOPHELES (Diptera: Culicidae) PADA APLIKASI ZOOPROFILAKSIS DI DAERAH ENDEMIS MALARIA IMAM HANAFY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009 FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009 Oleh : Yulian Taviv, SKM, M.Si* PENDAHULUAN Chikungunya merupakan

Lebih terperinci

UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM

UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM Hadi Suwasono dan Blondine Ch. Pattipelohy Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

merupakan salah satu vektor limphatik quinquefasciatus telah diupayakan dengan

merupakan salah satu vektor limphatik quinquefasciatus telah diupayakan dengan EFIKASI LARVASIDA BERBAHAN AKTIF BENZOYL PHENIL UREA SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR TERHADAP LARVA Culex quinquefasciatus DI LABORATORIUM Siti Alfiah, Riyani Setiyaningsih Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor Upik K. Hadi, E. Agustina & Singgih H. Sigit ABSTRAK Satu di antara pengetahuan yang harus dikuasai dalam upaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk 1. Nyamuk sebagai vektor Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS DAN AKTIVITAS NYAMUK PADA PETERNAKAN SAPI DI UNIT REPRODUKSI DAN REHABILITASI FKH IPB DAVID ALFIAN

KERAGAMAN JENIS DAN AKTIVITAS NYAMUK PADA PETERNAKAN SAPI DI UNIT REPRODUKSI DAN REHABILITASI FKH IPB DAVID ALFIAN KERAGAMAN JENIS DAN AKTIVITAS NYAMUK PADA PETERNAKAN SAPI DI UNIT REPRODUKSI DAN REHABILITASI FKH IPB DAVID ALFIAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Nyamuk Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi.

SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi. SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 24 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi. PENDAHULUAN Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

Anti Nyamuk Bakar dan Kampanye Rumah Bebas Nyamuk

Anti Nyamuk Bakar dan Kampanye Rumah Bebas Nyamuk Anti Nyamuk Bakar dan Kampanye Rumah Bebas Nyamuk Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

Keanekaragaman Spesies Nyamuk di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Banyuasin dan Endemis Malaria di Oku Selatan

Keanekaragaman Spesies Nyamuk di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Banyuasin dan Endemis Malaria di Oku Selatan Keanekaragaman Spesies Nyamuk di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Banyuasin dan Endemis Malaria di Oku Selatan Species Diversity of Mosquito in Endemic Area of Lymphatic Filariasis in Banyuasin

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN KEPADATAN NYAMUK CULEX SPP

IDENTIFIKASI DAN KEPADATAN NYAMUK CULEX SPP IDENTIFIKASI DAN KEPADATAN NYAMUK CULEX SPP SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT JAPANESE ENCEPHALITIS PADA KANDANG BABI DI KECAMATAN AIRMADIDI KABUPATEN MINAHASA UTARA Tiara Diana Kapoh*, Odi Pinontoan*, Finny Warouw*

Lebih terperinci

SEBARAN NYAMUK VEKTOR DI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI DISTRIBUTION OF MOSQUITOES VECTOR IN MUARO JAMBI REGENCY, JAMBI PROVINCE

SEBARAN NYAMUK VEKTOR DI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI DISTRIBUTION OF MOSQUITOES VECTOR IN MUARO JAMBI REGENCY, JAMBI PROVINCE SEBARAN NYAMUK VEKTOR DI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI Yanelza Supranelfy *1, Santoso 1 1 Loka Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Baturaja, Jalan A.Yani KM.7 Kemelak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LARVA DAN NYAMUK AEDES, ANOPHELES, DAN CULEX

IDENTIFIKASI LARVA DAN NYAMUK AEDES, ANOPHELES, DAN CULEX LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR IDENTIFIKASI LARVA DAN NYAMUK AEDES, ANOPHELES, DAN CULEX Oleh : KENDRA WARDHANI (0820025012) VINDA ELISANDI ESKARINDINI (0820025024) NI KADEK ASTITI MULIANTARI (0820025025)

Lebih terperinci

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM. TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,

Lebih terperinci

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ' DENNY SOPIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus dan kematiannya. Salah satunya nyamuk dari genus Culex yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah dengue di beberapa daerah di Indonesia

Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah dengue di beberapa daerah di Indonesia Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 89-77 April, Vol. 9 No., - Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI:.994/jei.9.. Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah dengue

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN 2442-9805 Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN 2086-4701 KEMELIMPAHAN DAN AKTIVITAS MENGGIGIT NYAMUK Aedes sp PADA DAERAH ENDEMIS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA 1 Melisa Pantow 2 Josef S. B. Tuda 2 Angle Sorisi 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Lebih terperinci

JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN. KARYA TULIS ILMIAH OLEH: WOO XIN ZHE

JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN. KARYA TULIS ILMIAH OLEH: WOO XIN ZHE JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN. KARYA TULIS ILMIAH OLEH: WOO XIN ZHE 120100420 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 JENIS-JENIS

Lebih terperinci

Nyamuk sebagai vektor

Nyamuk sebagai vektor Peran Serangga dalam Kedoktera 1.Tularkan penyakit (Vektor dan Hospes perantara). 2. Entomofobia 3. Toksin, menimbulkan kelaian 4. Alergi 5. Penyakit Nyamuk sebagai vektor Vektor Biologi (vektor malaria,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Mahoni (Swietenia mahagoni jacg) Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau di tanam di tepi jalan sebagai pohon

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA Description Activities of Anopheles Mosquitoes in Humans and Animals Subdistrict Bontobahari Bulukumba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi klinis yang luas yang menyebabkan angka kesakitan dan kecacatan yang tinggi pada mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109 genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Nyamuk Ada lebih dari 2500 spesies nyamuk di seluruh dunia. Semua nyamuk memerlukan air untuk melengkapi siklus hidupnya. Jenis air di mana larva nyamuk ditemukan

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 KAJIAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Aedes DI GAMPOENG ULEE TUY KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR Elita Agustina 1) dan Kartini 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat dunia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lama yang muncul kembali (re-emerging).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

HASIL PENANGKAPAN NYAMUK CULICINAE DI KECAMATAN UNGARAN, KABUPATEN SEMARANG. Hadi Suwasono, Widiarti, Sumardi dan Tri Suwaryono* ABSTRACT

HASIL PENANGKAPAN NYAMUK CULICINAE DI KECAMATAN UNGARAN, KABUPATEN SEMARANG. Hadi Suwasono, Widiarti, Sumardi dan Tri Suwaryono* ABSTRACT HASIL PENANGKAPAN NYAMUK CULICINAE DI KECAMATAN UNGARAN, KABUPATEN SEMARANG. Hadi Suwasono, Widiarti, Sumardi dan Tri Suwaryono* ABSTRACT Between 1986 and 1988, a total of 24,184 mosquitoes comprising

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Repelen Masal Jangka Panjang Pada Suatu Pemukiman terhadap Keberadaan Nyamuk Aedes aegypti (L.) (Diptera: Culicidae)

Pengaruh Penggunaan Repelen Masal Jangka Panjang Pada Suatu Pemukiman terhadap Keberadaan Nyamuk Aedes aegypti (L.) (Diptera: Culicidae) Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 2008, Vol. 5, No. 1, 27-35 Pengaruh Penggunaan Repelen Masal Jangka Panjang Pada Suatu Pemukiman terhadap Keberadaan Nyamuk Aedes aegypti (L.)

Lebih terperinci

ABSTRAK

ABSTRAK IDENTIFIKASI NYAMUK spp. DI DELTA LAKKANG KECAMATAN TALLO MAKASSAR SULAWESI SELATAN Andi Sitti Rahma 1, Syahribulan 2, dr. Isra Wahid 3, 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi DBD adalah demam virus akut yang disebabkan oleh nyamuk Aedes, tidak menular langsung dari orang ke orang dan gejala berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan BAB V PEMBAHASAN A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan lingkungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tentang pemantauan vektor penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Nyamuk Nyamuk termasuk kelas insekta, ordo diptera dan famili culicidae. Nyamuk dapat mengganggu manusia dan binatang melalui gigitannya serta berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Filariasis 1. Pengertian Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang

Lebih terperinci