ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN"

Transkripsi

1 ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN SITI NURUL QORIAH. ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI). Ketahanan pangan merupakan isu penting bagi Negara Indonesia dewasa ini. Hal ini dapat terlihat dari kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2007 serta angka balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4,1 juta jiwa. Untuk mengatasi hal tersebut, langkah yang dilakukan pemerintah yaitu Departemen Pertanian adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan mulai Tahun 2006 di daerah yang dinyatakan sebagai daerah rawan pangan. Melalui Program tersebut, diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan oleh setiap instansi seyogyanya juga harus memperhatikan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini diperkuat dengan ditetapkannya INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Nasional. Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Oleh karena itu, menarik bagi penulis untuk melihat seberapa jauh Program Mandiri Pangan telah responsif gender. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan. Menganalisis akses dan kontrol

3 laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program di tingkat kelompok dan rumah tangga. Serta menganalisis kebutuhan praktis dan strategis gender antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga telah diperhatikan dalam pelaksanaan program. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Subyek penelitian ini adalah responden dan informan. Responden terdiri dari rumah tangga anggota kelompok afinitas tenun, kelompok afinitas ternak kambing dan anggota kelompok aneka usaha. Serta rumah tangga bukan penerima program dengan jenis usaha tenun, ternak kambing dan jahit (aneka usaha). Jumlah subjek penelitian ini adalah 17 orang. Data yang telah terkumpul, direduksi menurut kategorisasi sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Data kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif atau pun matriks. Penelitian menunjukkan bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok masih didominasi oleh pengurus. Di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima program pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Masih terdapat ketidakadilan gender berupa beban kerja ganda yang dialami oleh perempuan. Hal ini karena selain bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif, perempuan juga melakukan pekerjaan produktif. Dalam enam kasus rumah tangga yang ada, kecenderungan pembagian kerja yang lebih merata dialami oleh rumah tangga dengan siklus demografi yang menengah. Artinya rumah tangga tersebut bukan rumah tangga muda atau terkategori tua. Rumah tangga tersebut dapat dijadikan sebagai raw model atau reference.

4 Akses seseorang terhadap Program Desa Mandiri Pangan ditentukan oleh hubungan kedekatan dengan aparat desa. Dalam pemilihan anggota kelompok afinitas pada jenis usaha ternak kambing terdapat ketidakadilan gender pada perempuan. Bentuk ketidakadilan ini berupa stereotipe dan subordinasi, sehingga perempuan tidak dapat akses. Padahal dalam kenyataannya terdapat perempuan yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Secara umum, Dalam kelompok, akses terhadap sumber daya yang ada yaitu dana bantuan, pelatihan-pelatihan dan manfaat berupa jasa dan berkelompok, semua anggota memiliki kesempatan yang sama. Akan tetapi dalam hal kontrol, terhadap sumber daya dan manfaat tersebut untuk kelompok tenun dan ternak kambing masih didominasi oleh pengurus kelompok. Kelompok aneka usaha memiliki kontrol yang sama, hal ini karena setiap pengambilan keputusan didasarkan atas musyawarah antar kelompok. Di tingkat rumah tangga akses dan kontrol tehadap sumber daya dan manfaat dimiliki oleh anggota keluarga yang menjadi peserta program. Program Desa Mandiri Pangan telah memenuhi kebutuhan praktis baik laki-laki maupun perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga. Pemenuhan kebutuhan praktis terlihat dalam peningkatan pendapatan dana dalam kelompok yang diterima dari jasa pinjaman. Selain itu, di tingkat rumah tangga dana pinjaman telah mampu meningkatkan pendapatan dan membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan strategis, belum terpenuhi oleh Program Desa Mandiri Pangan. Berdasarkan hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka Program Desa Mandiri Pangan cenderung belum responsif gender.

5 ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh SITI NURUL QORIAH A SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama NRP : Siti Nurul Qoriah : A Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul : Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal lulus ujian :

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Agustus 2008 Siti Nurul Qoriah A

8 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, tanggal 13 April 1986, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan (alm.) H. Achmad Dasuki dan Siti Kamsiati, SPd. Penulis memulai pendidikan formal tahun 1990 di Taman Kanak-kanak Aisyiyah 27 Jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pisangan Baru 16 Pagi Tahun Pada tahun penulis meneruskan pendidikan formal tingkat menengah di SLTP N 97 Jakarta. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler sebagai pengurus Paskibra, anggota PMR, Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan Majelis Perwakilan Kelas. Setelah lulus, tahun penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMU N 31 Jakarta. Semasa SMU, penulis aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler vokal group, angklung, pengurus OSIS dan kerohanian Islam SMA 31 Jakarta. Pada tahun 2004 penulis diterima di Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi, Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Semasa kuliah penulis pernah menjabat sebagai staf Biro Sosial dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Pecinta Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) IPB Tahun Selain itu penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi tahun Serta menjadi staf pengajar bimbingan belajar BTA SMU 31 Jakarta tahun 2007.

9 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan hidayah-nya dalam mengerjakan skripsi yang berjudul Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mencoba untuk mengetahui pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan, akses dan kontrol antara laki-laki, serta pemenuhan praktis dan strategis dalam pelaksanaan program. Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh Program Mandiri Pangan telah responsif gender. Skripsi ini merupakan bagian dari Penelitian Model Pemberdayaan Petani dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera suatu Kajian Kebijakan dan Sosial Ekonomi tentang Ketahanan Pangan pada Komunitas Desa Rawan Pangan di Jawa. Kegiatan penelitian ini terselenggara atas Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T). Penulis berharap semoga materi yang disampaikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan masukan bagi penelitian selanjutnya dengan minat yang sama serta dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan. Bogor, Agustus 2008 Penulis

10 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang tiada henti memberikan rahmat, nikmat dan petunjuknya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya kecil ini. Tak lupa, salam dan shalawat penulis sampaikan kepada pemimpin umat, Nabi Muhammad SAW. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah dengan tulus dan sabar memberikan arahan, bimbingan, perhatian, masukan, motivasi, dan nasehat serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS, DEA selaku dosen penguji utama. 3. Ir. Murdianto, MSi selaku dosen komisi pendidikan. 4. Tim Peneliti Model Pemberdayaan Petani dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera, atas masukan dan kepercayaannya selama ini. 5. Prof. Dr. Ir. Sumardjo MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan penulis dalam melaksanakan pendidikan di IPB. 6. Mama tercinta, terima kasih atas kasih sayang, kepercayaan dan doa yang telah diberikan selama ini. Yanti, Fajar dan Teguh, terima kasih atas dukungannya. Alm. Papa tersayang, yang tak kan terlupakan. Karya kecil ini adalah salah satu bukti janji ku yang ku persembahkan untuk mu. 7. Keluarga besar M. Sumarto dan H. Achmad atas doa dan dukungannya. Trima kasih telah menjaga ku. 8. Masyarakat Desa Jambakan, Ibu Ini, Pak Ono, Ibu Yuni, Ibu Yeni, Pakde Purwanto, Pak Mudin dan keluarga, Pak Bagyo, Ibu Dwi, Mbah Ratno, Mba Rosa, Pak Bambang, Ibu Tarwini, Ibu Ningsih, Ibu Lusiyem, Pakde Cil dan Mba Ima beserta keluarga, serta aparat desa yang telah memberikan informasi dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

11 9. Mba Itoh, Mas Siwi dan Mas Rais terima kasih atas masukan, perhatian dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Untuk Mba Hana dan Mba Rahma, trima kasih telah banyak menguatkan hatiku. 10. Teman-teman KPM 41, khususnya Gita, Nau, Depu, Dinceu, Uma, Ani, dan Ucay terima kasih untuk persahabatan yang telah terjalin selama ini. Serta Yudi dan Nita, teman sebimbingan. 11. Ita, Shanti, Fandi, Graha dan teman-teman di WBB terima kasih atas dukungan dan kisah kasih selama ini. 12. Seluruh staf dan pegawai di KPM. 13. Serta semua pihak yang telah memberikan sumbangsih sekecil apapun dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Ketahanan Pangan Implementasi dan Gambaran Umum Program Desa Mandiri Pangan Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan: Dari WID ke GAD Ketidakadilan Gender dan Analisis Gender Kerangka Pemikiran Hipotesa Pengarah Definisi Konseptual BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penentuan Subjek Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Karakteristik Demografi Alokasi dan Aktivitas Nafkah Sarana dan Prasarana Kelembagaan Desa Peran Gender dalam Masyarakat Ikhtisar BAB V PENYELENGGARAAN PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN 5.1 Perencanaan Program Pelaksanaan Program Monitoring dan Evaluasi Program

13 5.4 Ikhtisar BAB VI ANALISIS GENDER TERHADAP PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN 6.1 Pembagian Kerja Antara Laki Laki dan Perempuan di Tingkat Kelompok Afinitas Pembagian Kerja Antara Laki Laki dan Perempuan di Tingkat Rumah Tangga Penerima dan Bukan Penerima Program Pembagian Kerja Antara Laki Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Tenun Pembagian Kerja Antara Laki Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Ternak Kambing Pembagian Kerja Antara Laki Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Aneka Usaha Akses dan Kontrol Peserta dalam Pelaksaaan Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga Pemenuhan Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga Ikhtisar BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Pertanian Masyarakat Desa Jambakan, Tahun Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Usaha Tenun,Desa Jambakan, Tahun Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Tenun, Desa Jambakan, Tahun Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Usaha Ternak Kambing, Desa Jambakan, Tahun Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Ternak Kambing, Desa Jambakan, Tahun Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota Kelompok Aneka Usaha, Desa Jambakan, Tahun Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan Penerima Program Dengan Jenis Usaha Jahit, Desa Jambakan, Tahun Profil Akses dan Kontrol Peserta Program Desa Mandiri Pangan terhadap Sumber Daya dalam Kelompok, Desa Jambakan, Tahun Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Kelompok, Desa Jambakan, Tahun Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Sumber Daya dalam Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Kelompok, Desa Jambakan, Tahun Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok, Desa Jambakan, Tahun Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran... 24

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Desa Jambakan Contoh Catatan Harian Jadwal Rencana Kegiatan Tabel Kebutuhan Data Matriks Kasus Subjek Penelitian Dokumentasi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan isu yang penting bagi Negara Indonesia dewasa ini. Hal ini dapat terlihat dari kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2007 yang mengakibatkan 13 balita meninggal dunia 1 dan 4,1 juta jiwa balita di Indonesia pada tahun 2007 menderita gizi buruk 2. Selain itu, masalah ketahanan pangan juga dapat dilihat dari terjadinya kelangkaan beberapa komoditas pangan di awal tahun Nainggolan (2007), menyatakan bahwa masalah ketahanan pangan atau kerawanan pangan terjadi bukan sematamata disebabkan oleh rendahnya tingkat produksi, tetapi juga dilihat dari ketersediaan pangan, kemudahan akses dan tingkat konsumsi masyarakat. Konsep ketahanan pangan berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1 ayat 17 menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Undang-undang ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 1992, yakni akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengamanatkan kepada pemerintah bersama masyarakat untuk bertanggungjawab dalam mewujudkan ketahanan pangan. Namun, kenyataannya hingga kini di Indonesia

18 masih banyak daerah rawan pangan. Peta Kerawanan Pangan Indonesia yang dibuat oleh Badan Ketahanan Pangan dan World Food Programme tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 265 kabupaten yang ada di Indonesia terdapat 100 kabupaten yang termasuk rawan pangan 3. Masalah ketahanan pangan, hakikatnya tidak terlepas dari masalah kemiskinan yang terjadi di Negara Indonesia. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta atau 17,75 persen. Bila dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta atau 15,97 persen, maka jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta 4. Ironisnya, sebagian besar atau 63,41 persen dari jumlah penduduk miskin berada di daerah pedesaan yang merupakan penghasil sumber makanan. Untuk memperbaiki kondisi masyarakat pedesaan, maka dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas dalam luasan lahan atau melihat ukuran fisik saja, tetapi juga harus memperhatikan permasalahan sosial budaya masyarakat setempat. Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menangani kemiskinan, maka fokus pembangunan di bidang pertanian saat ini diarahkan pada penanganan masalah ketahanan pangan yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Adapun visi pembangunan pertanian periode adalah terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani Berita Resmi Statistik No. 47/IX/ 1 September 2006 tentang Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun

19 Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu Departemen Pertanian adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan mulai Tahun 2006 di daerah-daerah yang dinyatakan sebagai daerah rawan pangan. Melalui Program Desa Mandiri Pangan, diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif dan peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan berkelanjutan. Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan oleh setiap instansi seyogyanya juga harus memperhatikan hubungan atau relasi antara lakilaki dan perempuan. Hal ini karena pembangunan nasional ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan. Ini kemudian diperkuat dengan ditetapkannya INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutaamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Nasional. Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Pengarusutamaan gender merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan diberbagai bidang pembangunan, termasuk pertanian di dalamnya. Tujuan Pengarusutamaan Gender adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan

20 dan keadilan gender dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 5. Namun demikian, sering kali masih saja terjadi bias gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah perempuan. Hal ini terlihat pada tahun 2007, di bidang pendidikan, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf bagi perempuan mencapai 9,47 persen yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 5,2 persen 6. Kesenjangan gender juga terjadi di bidang ketenagakerjaan. Pada tahun 2007, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan mencapai 49,52 persen, jauh lebih rendah dari lakilaki yang mencapai 83,68 persen 7. Dalam sektor pertanian perempuan mempunyai peran yang cukup besar dalam menghasilkan pangan. Penurunan tenaga kerja laki-laki sebesar 678 ribu orang di sektor pertanian 8, semakin menunjukkan bahwa perempuan harus tetap bekerja untuk menghasilkan pangan. Namun, ironisnya sekitar 35,20 persen tenaga kerja perempuan tersebut merupakan pekerja dengan status tidak dibayar. Hasil survey yang dilakukan oleh Sumarti dkk (2007) terkait dengan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan di dua Kabupaten menunjukan bahwa perempuan memiliki peran yang cukup besar. Perempuan tidak hanya melakukan pekerjaan reproduktif saja, tetapi juga melakukan pekerjaan produktif. Dalam implementasinya bila dibandingkan dengan program pembangunan lainnya, Program Desa Mandiri Pangan, telah mampu melibatkan laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hal tersebut, maka menarik bagi peneliti untuk mengkaji sejauh mana pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan telah responsif gender. 5 no 9 th 2000.pdf Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007 tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari loc.cit

21 1.2 Perumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, sehingga keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh partisipasi baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan satu golongan saja (Achmad dalam Ihromi (1995)). Partisipasi tersebut tidak hanya sebagai pelaksana program pembangunan saja juga sebagai penikmat dari hasil pembangunan tersebut. Salah satu program pembangunan yang dijalankan pemerintah adalah Desa Mandiri Pangan. Tujuan Program Desa Mandiri Pangan adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat melalui pendayagunaan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan. Sebagai suatu program pembangunan, maka Program Desa Mandiri Pangan mensyaratkan partisipasi dari masyarakat, termasuk laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang Pengarusutamaan Gender yang tertuang dalam Inpres No. 9 Tahun Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok afinitas dan rumah tangga penerima dan bukan penerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan? 2. Bagaimana akses dan kontrol laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan? 3. Sejauh mana kebutuhan praktis dan strategis gender di tingkat kelompok dan rumah tangga dipertimbangkan dalam Program Desa Mandiri Pangan?

22 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain: 1. Menganalisa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok afinitas dan rumah tangga penerima dan bukan penerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan. 2. Menganalisis akses dan kontrol laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan. 3. Menganalisis kebutuhan praktis dan strategis gender di tingkat kelompok dan rumah tangga telah diperhatikan dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, teori dan pendekatan gender dalam pembangunan sesuai dengan realita yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak-pihak pembuat kebijakan guna mewujudkan program pemberdayaan masyarakat pedesaan yang responsif gender. Hasil penelitian ini, juga dapat menjadi informasi bagi pembaca dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berminat untuk mengadakan studi lanjutan berkenaan dengan aspek gender dalam pemberdayaan masyarakat.

23 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Ketahanan Pangan Pangan merupakan komoditas penting, hal ini karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap manusia (Husodo dan Muchtadi (2004)). Kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan suatu bangsa. Oleh karena itu, usaha untuk mencapai kecukupan pangan harus dilakukan secara bersungsuh-sungguh. Untuk membentuk manusia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Perwujudan ketahanan pangan tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah tetapi semua lapisan masyarakat. Definisi ketahanan pangan adalah acces for all people at times to enough food for an active and healthy life (Baliwati dkk. (2004)). Tidak jauh berbeda, Khomsan (2006) mengartikan ketahanan pangan sebagai kemampuan setiap orang dalam mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Sen (1981) dalam Baliwati (2004), ketahanan pangan dalam konteks rumah tangga di dasarkan pada konsep entitlement atau kemampuan untuk menguasai pangan. Rumusan ketahanan pangan di Indonesia telah tertuang dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Berdasarkan berbagai definisi ketahanan pangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan merupakan kemampuan yang dimiliki

24 setiap individu untuk mengakses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangannya setiap waktu agar dapat hidup sehat dan produktif. Secara umum, ketahanan pangan mencakup empat aspek, yaitu kecukupan (sufficiency), akses (acces), keterjaminan (security) dan waktu (time). Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas: 1. Subsistem ketersediaan, dipengaruhi oleh sumber daya dan produksi pangan. 2. Subsistem kemudahan memperoleh pangan, dipengaruhi oleh kesempatan kerja, pendapatan rumah tangga dan sarana transportasi. 3. Subsistem pemanfaatan pangan, dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan status gizi. Ketahanan pangan yang baik memberikan ruang bagi setiap rumah tangga untuk memperoleh gizi yang cukup bagi seluruh anggota ruma tangganya yang sangat penting pembangunan generasi yang berkualitas. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat membangun sektor lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang paling asasi ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadinya kerawanan pangan. Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan para individu anggotanya (Suryana, (2004)). Ada dua tipe kerawanan pangan atau ketidakatahanan pangan, yaitu kronis dan transitori. Ketidaktahanan pangan kronis adalah ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau produksi sendiri. Kondisi ini berakar dari kemiskinan. Sedangkan

25 ketidaktahanan pangan transitori adalah penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara temporer. Hal ini disebabkan oleh adanya bencana alam. Kebijakan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Dalam membangun sistem ketahanan pangan yang handal dan berkelanjutan tidak terlepas dari upaya-upaya yang meningkatkan pembangunan manusia dan mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu strategi dalam membangun sistem ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada penigkatan SDM melalui pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri dan berkelanjutan. 2.2 Implementasi dan Gambaran Umum Program Desa Mandiri Pangan Upaya upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan telah dilaksanakan oleh pemerintah dari tingkat nasional (makro), tingkat daerah (meso) hingga tingkat desa (mikro). Pada tingkat nasional, pemerintah telah menetapkan arah pembangunan ketahanan pangan pada kemandirian masyarakat berbasis sumber daya lokal. Salah satu program yang menjadi fokus oleh Departemen Pertanian adalah pengembangan Desa Mandiri Pangan yang telah dilaksanakan sejak tahun Di tingkat daerah atau kabupaten pelaksanaan program meliputi pembentukan tim pelaksana kegiatan, identifikasi calon lokasi desa mandiri pangan, pembentukan kelompok kerja desa mandiri pangan, rekruitmen tenaga pendamping serta sosialisasi program di tingkat kabupaten dan desa. Di tingkat

26 desa, langkah-langkah pemberdayaan daerah rawan pangan meliputi tahap persiapan dan tahap perguliran dana. Tahap persiapan meliputi pengumpulan data dasar, penumbuhan dan pemberdayaan kelompok afinitas, pembentukan kelompok swadaya masyarakat, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa, penyusunan usaha oleh kelompok, pembuatan aturan-aturan selama proses perguliran, pengangkatan pengurus dalam kelompok dan kegiatan pembekalan dari dinas untuk kelompok. Program Desa Mandiri Pangan adalah salah satu program dari Departemen Pertanian guna mengatasi masalah kerawanan pangan dan kemiskinan di pedesaan. Melalui program ini diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan akhirnya tercapai kemandirian. Strategi yang diterapkan dalam pengembangan Desa Mandiri Pangan antara lain dengan penerapan prinsip pemberdayaan masyarakat, penguatan kelembagaan pedesaan, optimalisasi pemanfaatan sumber daya dengan dukungan multi sektor dan disiplin serta sinergitas antar stakeholder. Dengan demikian masyarakat lebih mampu menganalisa situasi yang mereka hadapi dan mengambil tindakan yang tepat untuk merubah kondisi tersebut (Syahyuti, 2006). Adapun tujuan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin rawan pangan

27 dalam usaha perbaikan kehidupannya, dengan memanfaatkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan budaya lokal yang ada. Selain itu, adanya fasilitasi dari pihak pemerintah kepada kelompok miskin rawan pangan dalam pemanfaatan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan budaya lokal yang ada. Dengan demikian jumlah penduduk atau rumah tangga yang mengalami kerawanan pangan dan gizi yang ada di desa menurun. Sasaran program Desa Mandiri Pangan adalah rumah tangga miskin di desa miskin dan rawan pangan yang dipilih berdasarkan hasil identifikasi Data Dasar Rumah Tangga (DDRT), Survey Rumah Tangga (SRT) dan profil desa. Desa rawan pangan adalah desa yang memiliki jumlah KK miskin lebih dari 30 persen dari jumlah total KK yang ada. 2.3 Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender Konsep penting yang harus dipahami untuk melihat hubungan antara lakilaki dan perempuan adalah membedakan antara pengertian jenis kelamin dan gender terlebih dahulu. Hal ini karena masyarakat pada umumnya mengartikan gender dan jenis kelamin sebagai hal yang sama, sehingga sering kali menimbulkan kesalahpahaman di antara masyarakat. Padahal konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Definisi jenis kelamin menurut Fakih (1999) adalah pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat secara permanen pada diri seseorang yang tidak dapat dipertukarkan. Hal ini merupakan ketentuan Tuhan atau Kodrat. Misalnya manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala dan memproduksi sperma. Sedangkan

28 perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui. Berbeda dengan jenis kelamin, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Handayani (2002) mengartikan gender sebagai konsep sosial yang membedakan peran laki-laki dan perempuan yang sangat tergantung pada faktor sosial, geografis dan kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai hasil dari konstruksi sosial, gender bukan suatu kodrat atau ketentuan Tuhan yang tidak dapat dirubah. Gender dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan-perbedaan gender terbentuk karena banyak hal, yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah lagi atau dipahami sebagai kodrat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan kerancuan ataupun kesalahpahaman dalam masyarakat. Perbedaan gender ini kemudian melahirkan pembagian kerja gender. Pembagian kerja gender ini tercermin dalam tiga peran gender yaitu reproduktif, produktif dan sosial. Peran reproduktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan

29 melahirkan dan mempersiapkan keperluan keluarga setiap hari. Peran produktif, yaitu kegiatan yang menghasilkan produksi barang atau jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Sedangkan peran sosial adalah kegiatan yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Ini terlihat dari kegiatan perayaan, selamatan, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas, kesertaan dalam kegiatan politik di tingkat komunitas dan lainnya. Kesungguhan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah dibuktikan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender yang artinya terdapat perubahan baik tangible (kasat mata) maupun intangible (tidak kasat mata) dalam kondisi dan relasi antara laki-laki dan perempuan. Definisi Pengarusutamaan Gender Menurut Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dalam Silawati (2006) adalah strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian yang tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi dan sosial sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapat keuntungan dan ketidakadilan tidak ada lagi. Pelaksanaan pengarusutamaan gender ini menggunakan tiga prinsip yakni: 1. Menempatkan individu sebagai manusia seutuhnya Melihat laki-laki dan perempuan sebagai orang yang mampu memikul tanggung jawab masing-masing dan mendapat penghargaan serta penghormatan yang sama.

30 2. Demokrasi Adanya keterlibatan anggota masyarakat sipil dalam prose-proses pemerintahan. 3. Fairness, justice dan equity Inti dari prinsip fairness, justice dan equity (pemerataan, penegakan hukum dan kesetaraan) disebut keadilan sosial. Berdasarkan ketiga prinsip di atas, pengarusutamaan gender berarti membawa laki-laki dan perempuan ke dalam proses pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya dan manfaat pembangunan. Dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Pengarusutamaan gender merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan di berbagai bidang pembangunan. Dengan adanya pengarusutamaan gender maka diharapkan kesetaraan gender dalam pembangunan dapat terwujud. Kesetaraan Gender adalah kondisi yang mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

31 2.4 Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan: Dari WID ke GAD Pendekatan WID (Women In Development) merupakan suatu kebijakan dan pendekatan pertama yang memikirkan peran perempuan dalam pembangunan. Upaya tersebut adalah dengan mengintegrasikan perempuan ke dalam pembangunan (Mosse, 1996). Pendekatan WID difokuskan kepada inisiatif seperti pengembangan teknologi yang lebih baik, tepat yang akan meringankan beban kerja perempuan. WID bertujuan untuk benar-benar menekankan sisi produktif kerja dan tenaga perempuan. Pendidikan, pelatihan ketrampilan serta pelatihan teknis merupakan prasyarat penting dalam pendekatan ini. Perempuan harus diberi kesempatan yang sama seperti laki-laki. WID atau dimaknai dengan pendekatan effisiensi kemudian mendapat kritikan karena banyaknya sumber daya yang telah dikeluarkan tidak berhasil menbuat dampak penting apapun. Hal ini kemudian memicu munculnya gagasan Moser dalam Mosse (1996) yaitu kebijakan perempuan dalam pembangunan atau WAD (Women And Development). Strategi ini tidak hanya menitikberatkan untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan, tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan selalu penting secara ekonomi dan kerja yang dilakukan perempuan dalam rumah tangga dan komunitasnya sangat penting untuk mempertahankan masyarakat mereka. Moser berpendapat bahwa perempuan merupakan partisipan aktif dalam proses pembangunan yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendekatan WAD cenderung menitikberatkan kepada kegiatan yang

32 mendatangkan pendapatan daripada mengindahkan tenaga kerja perempuan yang disumbangkan dalam mempertahankan keluarga. Namun, WAD mengalami pergeseran menjadi GAD (Gender and Development). GAD merupakan satu-satunya pendekatan terhadap perempuan dalam pembangunan yang melihat semua aspek kehidupan perempuan dan semua kerja yang dilakukan perempuan serta menolak upaya apapun untuk menilai rendah pekerjaan mempertahankan keluarga dan rumah tangga. Pendekatan GAD ini lebih dikenal dengan pendekatan pemberdayaan. Pendekatan ini menegaskan bahwa terdapat nilai yang lebih dalam pembangunan dari pada sekedar pertumbuhan ekonomi dan penggunaan uang yang efisien. Pendekatan ini bertujuan untuk merubah posisi perempuan. Lebih lanjut Mosse (1996) mengemukakan bahwa pemberdayaan lebih terkait dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) ketimbang pendekatan dari atas ke bawah (top-down). Pendekatan ini memahami tujuan pembangunan bagi perempuan dalam pengertian kemandirian dan kekuatan internal. Dalam penerapanya ketiga pendekatan tersebut sering kali tumpang tindih. Untuk memudahkan, secara umum Wigna (2003) membedakan ketiga pendekatan tersebut yaitu: 1. WID merupakan usaha praktis yang mencoba mengintegrasikan perempuan ke dalam pembangunan. 2. WAD mempunyai pengertian yang lebih luas yang mengandung ulasan kritis terhadap peranan perempuan dalam pembangunan serta pengaruh kebijakan dan proyek-proyek pembangunan.

33 3. GAD mempertegas hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. Dengan demikian, maka GAD merupakan penyempurnaan dari pendekatan yang ada mengenai perempuan dalam pembangunan. Pendekatan pemberdayaan selain mengakui perlunya undang-undang yang bersifat mendukung, juga berpendapat bahwa perkembangan organsasi perempuan yang mengarah kepada mobilisasi politik, peningkatan kesadaran dan pendidikan rakyat merupakan syarat penting bagi perubahan sosial yang berkelanjutan. 2.5 Ketidakadilan Gender dan Analisis Gender Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki, maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dalam sistem tersbut. Ketidakadilan gender, menurut Handayani (2002) terjadi selain karena adanya konstruksi sosial dan budaya, juga terjadi akibat adanya hegemoni patriarki yang menganggap bahwa laki-laki sebagai bapak berkuasa atas perempuan dan anak-anak. Hal ini menyebabkan dominasi laki-laki berlanjut dalam masyarakat dan berbagai bidang kehidupan. Ketidakadilan gender juga terjadi karena berlakunya sistem kapitalis yaitu, siapa yang mempunyai modal besar itulah yang menang. Selain itu, terjadinya ketidakadilan gender disebabkan pula oleh pembagian kerja gender yang tidak adil.

34 Fakih (1999) menyatakan beberapa bentuk ketidakadilan gender yaitu: a. Marjinalisasi Perempuan Proses marjinalisasi menyebabkan kemiskinan. Dari sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan tradisi, kebiasaan dan bahkan ilmu pengetahuan. Proses marjinalisasi misalnya adalah revolusi hijau, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka. b. Subordinasi Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menyebabkan perempuan tidak bisa tampil memimpin. Akibatnya muncul sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. c. Stereotipe Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotipe sering kali merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu yang umumnya adalah perempuan yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan kepada mereka. d. Kekerasan Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa

35 dikategorikan sebagai kekerasan gender diantaranya adalah pemerkosaan, pemukulan atau serangan fisik, penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin, pelacuran, pornografi, kekerasan terselubung, pelecehan seksual dan lain sebagainya. e. Beban Kerja Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras menyelesaikan segala pekerjaan rumah tangganya. Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika perempuan tersebut harus bekerja, maka ia memikul peran kerja ganda. Untuk menggambarkan keadaan dan hubungan antara perempuan dan lakilaki maka perlu adanya analisis gender. Teknik analisis gender merupakan salah satu teknik yang telah diakui keampuhannya dalam memberikan gambaran yang lebih sempurna tentang adanya perbedaan maupun saling ketergantungan laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, serta adanya perbedaan tingkat manfaat yang diperoleh dari laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan. Melalui teknik analisis gender berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungan akan dapat teridentifikasi. Sebagai suatu alat, analisis gender tidak hanya melihat peran, tetapi juga hubungan, sehingga pertanyaan yang diajukan tidak hanya siapa mengerjakan apa, tetapi juga meliputi siapa yang membuat keputusan, siapa yang memperoleh keuntungan,

36 siapa yang menggunakan sumber daya pembangunan, siapa yang menguasai sumber daya dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut seperti hukum, ekonomi atau sosial. Untuk mengungkapkan hubungan sosial laki-laki dan perempuan maka dapat dilakukan analisis gender dengan menggunakan beberapa macam teknik analisis yaitu: 1. Teknik Analisis Harvard Digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain. Overholt et. al (1986) dalam Handayani (2002) menyatakan komponen tersebut adalah: a. Profil Aktivitas, didasarkan pada pembagian kerja gender (siapa mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masyarakat. Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produktif, reproduktif dan sosial. b. Profil Akses, didasarkan pada siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya, hal-hal yang diperoleh laki-laki dan perempuan, serta apa yang dinikmati laki-laki dan apa yang dinikmati perempuan. c. Profil Kontrol, didasarkan pada pengambilan keputusan terhadap sumber daya dan manfaat. 2. Teknik Analisis Moser Digunakan untuk menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan. Analisis ini dilakukan untuk megetahui apakah suatu program telah mempertimbangkan

37 kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis baik bagi laki-laki maupun perempuan. Kebutuhan praktis merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan keadaan hidup yang tidak memuaskan. Kebutuhan ini dapat segera diidentifikasi karena langsung dirasakan. Kebutuhan praktis dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek. Sedangkan kebutuhan strategis merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan individu di masyarakat. Hal ini juga menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Berbeda dengan kebutuhan praktis, kebutuhan strategis tidak dapat lasung diidentifikasi dan untuk memenuhinya memerlukan waktu yang panjang. 3. GAP (Gender Analisys Pathway) Metode GAP (Gender Analisys Pathway) merupakan alat analisis gender yang dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan dan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. GAP merupakan suatu pendekatan yang komprehensif untuk pengarusutamaan gender. GAP dikembangkan untuk melatih perencana dalam melakukan analisis kebijakan berdasarkan gender melalui proses learning by doing. GAP membawa pembuat kebijakan dapat mengidentifikasi suatu program responsif gender dan mengidentifikasi kesenjangan gender yang terdapat dalam kebijakan tersebut dan memfasilitasi untuk mengembangan strategi dalam upaya mengatasi permasalahan gender tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan dalam GAP adalah:

38 1. Mengidentifikasi sasaran umum suatu program atau kebijakan. Memastikan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah telah ditujukan tanpa membedakan satu golongan gender. 2. Mengetahui data pembuka mata. Data kuantitatif atau kualitatif yang ada digunakan untuk menilai dampak yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan terhadap kebijakan yang ada. 3. Mengidentifikasi faktor kesenjangan. Hal ini dinilai berdasarkan partisipasi, akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan. 4. Menganalisa permasalahan gender. Mengidentifikasi isu gender dan penyebabnya. Mengidentifikasi sejauh mana kebijakan sudah mengakomodir kebutuhan praktis dan strategis antara laki-laki dan perempuan. 5. Menentukan sasaran kebijakan yang responsif gender Menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai upaya menanggulangi kesenjangan gender. 6. Menentukan indikator keberhasilan berdasarkan perspektif gender Indikator ditentukan untuk mengevaluasi keberhasilan pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan gender.

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor)

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) Oleh : WAHYUNI RAHMIATI SIREGAR A14204045 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ERNA SAFITRI

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten-Jawa Tengah)

Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten-Jawa Tengah) ISSN : 1978-4333, Vol. 02, No. 02 4 Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten-Jawa Tengah) Siti Nurul Qoriah 1 dan Titik Sumarti 2 Ringkasan

Lebih terperinci

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd TEKNIK ANALISIS GENDER Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 MAKALAH TEKNIK ANALISIS GENDER Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id Pengertian Analisis

Lebih terperinci

PRIMANA DEWI ALFIAN A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRIMANA DEWI ALFIAN A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS PERMASALAHAN STRUKTURAL MASYARAKAT PETANI DAN PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN (Studi Kasus: Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat) Oleh: SUKMA PRIMANA

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan) Oleh DYAH ISTYAWATI A 14202002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sebagaimana telah kita ketahui bersama Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional / RPJMN 2005 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN 2013 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Badan Ketahanan Pangan Program : Peningkatan Diversifikasi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

KONSEP DIRI ANAK JALANAN

KONSEP DIRI ANAK JALANAN KONSEP DIRI ANAK JALANAN (Kasus: Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) YUNDA PRAMUCHTIA A14204050 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN KAPASITAS PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN PROVINSI ACEH Kota Banda Aceh, 4-6 Septemberi 2014 Oleh: Subi Sudarto A. Pentingnya Workshop Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

ARI SUPRIYATNA A

ARI SUPRIYATNA A ANALISIS INTEGRASI PASAR JAGUNG DUNIA DENGAN PASAR JAGUNG DAN DAGING AYAM RAS DOMESTIK, SERTA PENGARUH TARIF IMPOR JAGUNG DAN HARGA MINYAK MENTAH DUNIA Oleh: ARI SUPRIYATNA A14303050 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ABDUL MUGNI A14202017 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI (Kasus Kawasan Irigasi Teknis Cigamea, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

Oleh: ZAINUL AZMI A

Oleh: ZAINUL AZMI A FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MENGIKUTI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN CURAHAN KERJA (Studi Kasus Desa Babakan, Kecamatan Tenjo,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KONDISI DAN DAMPAK PUTTING OUT SYSTEM TERHADAP RUMAHTANGGA PEKERJA PEREMPUAN (Kasus:Usaha Kecil Menengah Industri Tas, Desa Bojongrangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) OLEH : CUT AYA

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan)

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan) EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan) Oleh BUDI LENORA A14304055 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN. BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR. KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR Oleh: NUR AZMI AFIANTI A14301087 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PEMEKARAN KOTA DEPOK (Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PEMEKARAN KOTA DEPOK (Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji) ANALISIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PEMEKARAN KOTA DEPOK (Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji) YAMIN SURYAMIN NRP A14304051 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN SALINAN Menimbang BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS (Kasus: Radio Komunitas Suara Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor) Oleh : AYU TRI PRATIWI A14204027 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

LEONARD DHARMAWAN A

LEONARD DHARMAWAN A ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR Disusun Oleh : SEVIA FITRIANINGSIH A 14104133 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014

PENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014 PENGAKUAN DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI UU DESA NO 6 TAHUN 2014 Oleh: LILI ROMLI STAF AHLI MENTERI BIDANG HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) ANALISIS INTERNALISASI BIAYA PENGOLAHAN LIMBAH (Studi Kasus Sentra Industri Tempe di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh : Natalia A14304070 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci