PENYELIDIKAN PANAS BUMI DENGAN METODA GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI MASEPPE KABUPATEN SIDRAP SULAWESI SELATAN
|
|
- Yenny Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENYELIDIKAN PANAS BUMI DENGAN METODA GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI MASEPPE KABUPATEN SIDRAP SULAWESI SELATAN Syuhada Arsadipura 1, Eddy Sumardi 1 1 Kelompok Program Penelitian Bawah Permukaan ABSTRAK Daerah penyelidikan termasuk kedalam tiga wilayah kecamatan yaitu Keamatan Pancalautan, Kecamatan Tellu Limpoe dan Kecamatan Alakuang, kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan, berada pada posisi geografis antara ' 15,8" ' 17,8" bujur timur dan ' 0" ' 28,3 lintang selatan atau me dan mn pada sistem koordinat UTM, zona 50 belahan bumi selatan. Manifestasi panasbumi Pajalele dan Pangrenge berupa kelompok pemunculan mata air panas, dan bualan gas yang menerus. Selain itu terdapat juga manifestasi berupa batuan ubahan, akan tetapi merupakan fosil alterasi yang terjadi di masa lampau Harga densitas rata-rata batuan hasil analisis laboratorium dan analisis cara Parasnis adalah 2,37 dan 2,84 gr/cm 3. Berdasarkan harga densitas batuan daerah penyelidikan dan kemudian dihubungkan dengan nilai gaya berat hasil penyelidikan, secara kualitatif ditafsirkan bahwa daerah yang dianggap menarik untuk panas bumi terdapat di daerah bagian tengah daerah penyelidikan yaitu sepanjang lintasan D 5000 D 5500 (komplek mata air panas Pajalele) terutama pada sebelah barat zona sesar yang mempunyai trend berarah baratlaut tenggara (terlihat pada anomali Bouguer dan anomali Regional). Komplek mata air panas Pajalele (D 5000 D 5500) berdasarkan nilai gaya berat anomali Bouguer dan Sisa muncul berupa pengkutuban dengan nilai gaya berat tinggi, dan ditafsirkan adanya tubuh batuan beku berupa dike (andesit atau dasit) di bawah permukaan. Mata air panas Pangrenge yang terletak antara lintasan A 7650 dan lintasan H 5250 berdasarkan nilai gaya berat anomali Bouguer dan sisa muncul berupa pengkutuban dengan nilai gaya berat tinggi pula, dan ditafsirkan adanya tubuh batuan beku (andesit atau dasit) yang tidak muncul ke permukaan. Tubuh batuan ini berada di sebelah utara mata air panas Pangrenge yaitu sektor lintasan H 5000 H 5750 dan melebar ke arah baratlaut sampai pada lintasan J Dari model dua dimensi gaya berat penampang Lintasan A dan D, secara kuantitatif ditafsirkan bahwa dari dua penampang ini terlihat adanya tubuh batuan beku yang mendasari daerah penyelidikan, diperkirakan berupa batuan andesit, densitas batuan 2,83 gr/cm 3, menempati bagian tengah penampang, bertepatan dengan titik A 6500 A 7250, D 5000 D Tubuh batuan beku ini di sebelah barat dan timurnya diapit oleh tubuh batuan yang mempunyai densitas lebih kecil ( 1,84 1,73 gr/cm 3 ), diperkirakan sebagai satuan batuan sedimen (formasi Walanae?), aluvium dan endapan danau. Kata Kunci : anomali, gayaberat, Pajalele, Pangrenge, Pancalautan, sesar, Tellu Limpoe, 1
2 PENDAHULUAN Daerah Panas Bumi Massepe berada pada zone depresi dengan banyak struktur geologi (kekar dan sesar) yang berkembang menjadikan daerah ini memiliki kemampuan untuk meloloskan air permukaan (meteoric water) ke bawah permukaan. Sebagian air meteorik tersebut kemudian berinteraksi dengan fluida magmatik dan gas-gas vulkanik yang berasal dari tubuh magma dan terjadi rambatan panas yang menghasilkan fluida panas. Fluida panas yang terbentuk kemudian terakumulasi dalam lapisan reservoir, yaitu suatu zona yang berdaya lulus terhadap fluida (permeable) sebagai akibat dari banyaknya rekahan yang berkembang pada batuan vulkanik Tersier dan sedimen Formasi Walanae. Interaksi antara fluida panas yang tersimpan di reservoir dengan batuan di atasnya (sekitarnya) menghasilkan batuan ubahan (alterasi) yang bersifat kedap air (impermeable) yang disebut dengan batuan penudung (cap rock). Batuan penudung inilah yang menyebabkan pergerakan fluida panas yang terdapat di lapisan reservoir tertahan untuk sampai ke permukaan. GEOGRAFI Daerah Sulawesi Selatan menurut BPS Provinsi 6 (Sulawesi Selatan Dalam Angka) berperduduk lebih dari 7,5 juta jiwa, dengan mata pencaharian : petani, nelayan, pedagang dan sebagian kecil industri rumah tangga berupa kain tenun terutama sutra. Dalam rangka Sulawesi Selatan menuju pusat kegiatan perekonomian Indonesia bagian timur, maka pemerintah setempat sedang giat-giatnya mengembangkan sumber-sumber alam yang dapat menunjang ke arah tersebut. Sumber alam yang dapat dijadikan sumber energi adalah salah satunya berupa tenaga listrik yang berasal dari tenaga pembangkit panas bumi PLTP. Hal lain yang masih harus menjadi perhatian pemerintah adalah sarana infra struktur seperti antara lain jalan, jembatan, irigasi yang kondisi saat ini sangat membutuhkan perhatian husus. Daerah panas bumi Masepe dan Danau Tempe secara administrtif termasuk kedalam wilayah Kabupaten Sidendreng Rapang SIDRAP. S. Bachri, dkk., Laporan Inventarisasi Kenampakan Gejala Panas Bumi daerah Sulawesi Selatan : kenampakan gejala panas bumi muncul di daerah Sulili, Tampoe, Mede dan Amasangeng terletak dipinggir jalan raya dekat Desa Masepe. Rab Soekamto, dkk., 1982, Peta Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi Selatan : kenampakan gejala panas bumi di daerah inimuncul di pinggiran Desa Caming dipinggir sungai Keraja, Masepe, Mede, Tampoe dan Amasangeng (Gambar 1). GEOLOGI REGIONAL Morfologi daerah penyelidikan didominasi oleh perbukitan dan pedataran yang di beberapa lokasi terdapat perbukitan yang bentuknya terisolasi, yang merupakan perbukitan kubah. Bentuk perbukitan kubah ini sangat menarik, hal ini karena hampir semuanya satuan morfologi ini terbentuk di dataran yang tersusun oleh satuan batuan sedimen Formasi Walanae. Morfologi pedataran sendiri terbentuk sebagai akibat depresi yang terjadi akibat aktifitas Sesar Normal Walanae dan terisi oleh material rombakan membentuk endapan danau. Batuan tertua yang ada di daerah penyelidikan adalah batuan sedimen yang termasuk ke dalam Formasi Walanae yang berumur Tersier, menempati bagian timur daerah penyelidikan. Batuan sedimen lainnya merupakan endapan danau yang diendapkan secara selaras diatas satuan sedimen Formasi Walanae, pembentukan satuan endapan danau ini masih berlangsung hingga saat ini yaitu di sepanjang tepi Danau Sidenreng. 2
3 Sedangkan satuan batuan vulkanik yang ditemukan di daerah penyelidikan sebagian diperkirakan berumur Tersier (Miosen) seperti Satuan Lava Tua-1, Lava Tua-2, Lava Tua-3 dan Lava Gn. Malocci, kemudian batuan vulkanik yang lebih muda yang diperkirakan berumur Pliosen menempati bagian baratdaya daerah penyelidikan yang diantaranya membentuk kerucut Gn. Kalampee dan Gn. Lamangise. Satuan vulkanik yang paling muda diperkirakan membentuk kubah lava yang menembus satuan batuan yang lebih tua, satuan-satuan ini berkomposisi andesitik hingga dasitik, dan diperkirakan sebagai satuan yang berasosiasi dengan tubuh-tubuh intrusi di bawah permukaan yang masih menyimpan panas. Berdasarkan hasil pentarikhan dengan metode jejak belah (fission track) menunjukkan bahwa satuan kubah lava berumur 1,8 ± 0,2 juta tahun atau Pliosen Atas, satuan batuan ini diperkirakan sebagai produk terakhir aktivitas vulkanik di daerah ini. Endapan aluvial merupakan satuan batuan termuda di daerah penyelidikan, proses pembentukannya masih terus berlangsung hingga sekarang. GEOLOGI TEKTONIK Evolusi daerah Sulawesi Selatan, (Van Bemmelen, 1949, hal 435), umumnya dipengaruhi oleh sitem pengangkatan saat terjadinya pembentukan pegunungan Sunda. Tersier, geografi daerah Sulawesi Selatan pada saat itu masih merupakan suatu cekungan sedimentasi, dan Selat Makasar sekarang adalah merupakan daerah bergunung api. Miosen Tengah, terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh kegiatan gunung berapi, sehingga daerah dataran Danau Tempe Sidendreng sekarang berubah menjadi geoantiklin. Neogen Muda, daerah bagian barat dan timur daratan terjadi genangan laut yang membentuk Selat Makasar di bagian barat dan Teluk Bone di bagian timur. Bersamaan dengan genangan laut tersebut, pada bagian sumbu geo-antiklin terjadi suatu penurunan berbentuk depresi sehingga terjadi dataran Tempe Sidendreng untuk kedua kalinya sehingga terbentuk daerah depresi Walanae. Disepanjang bidang sesar yang membentuk depresi ini, timbul aktivitas vulkanisma berbentuk intrusi batuan beku bersifat asam sampai menengah. Dalam waktu yang bersamaan dengan depresi itu, di dataran bagian selatan terjadi pembentukan Gunung Lompobatang. Didaerah selatan terdapat unit tektonik Sidendreng Tempe, punggung perbukitan barat dan timur. Unit punggung perbukitan berevolusi kearah barat dan punggung perbukitan timur berevolusi kearah timur. SUSUNAN STRATIGRAFI Batuan tertua daerah ini adalah berumur Pra- Tersier Atas. Yang tersingkap di kaki perbukitan Bone dan daerah perbukitan sebelah barat. Setelah masa ini berakhir terendapkan macam-macam batuan yang berumur Tersier sampai dengan Kwarter. Selengkapnya seperti terlihat dalam Tabel 1.(tabel Stratigrafi) Perhitungan anomali Bouguer telah dikoreksi terrain dengan metode Hammer chart dengan jari-jari luar maksimum 20 km, menggunakan densitas 2,6 gr/cm 3, dan diikat dengan harga jaringan gaya berat BS Desa Teppo, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan. Kompilasi hasil perhitungan anomali gaya berat Bouguer (anomali Bouguer, regional, dan Bouguer sisa) dimuat pada lampiran. Gambar. 2 memperlihatkan peta anomali Bouguer daerah penyelidikan untuk densitas 2,6 gr/cm 3. Daerah penyelidikan umumnya didominasi oleh anomali gaya berat sedang antara mgal yaitu menempati lebih dari 2/3 bagian mulai dari ujung timur sampai ujung barat lintasan. Anomali sedang ini diperkirakan diduduki oleh satuan batuan sediment ( lempung, batu 3
4 pasir). Anomali tinggi > 69 mgal berupa spot-spot kecil, umumnya menempati puncak-puncak bukit dan pada daerah sekitar manifestasi mata air panas yang tersusun oleh batuan andesit. Sedangkan anomali rendah < 55 mgal menempati daerah di bagian ujung timurlaut daerah penyelidikan. Anomali ini diperkirakan berkaitan dengan endapan aluvium dan endapan danau. Gambar 3 memperlihatkan peta anomali regional daerah penyelidikan untuk densitas 2,6 g/cm 3. Anomali regional memperlihatkan kelurusan struktur regional berarah baratlaut - tenggara. Arah kelurusan ini ternyata searah dengan kelurusan struktur geologi regional yang terdapat di daerah penyelidikan. Nilai maksimum bouguer regional adalah sebesar 72 mgal sedangkan nilai minimumnya adalah 50 mgal. Anomali sedang sampai tinggi mendominasi di sebagian besar daerah penyelidikan, meliputi lebih dari 2/3 bagian daerah penyelidikan, sedangkan anomali rendah terdapat pada timurlaut daerah penyelidikan dan tersebar sampai bagian tengah. Gambar 4 memperlihatkan peta anomali sisa orde-2 daerah penyelidikan untuk densitas 2,6 g/cm 3. Dengan memperhatikan kerapatan dan lineasi kontur anomali sisa yang dominan berarah hampir utara selatan. Kelompok nilai Bouguer sisa di daerah penyelidikan umumnya didominasi oleh anomali gaya berat positif dan pengkutuban positif, sedangkan anomali negatif terdapat di bagian utara arah timurlaut, selatan dan bagian tengah sebelah barat daerah penyelidikan. Kelompok nilai Bouguer tinggi (>1,0 mgal) terdapat di bagian barat daya daerah penyelidikan dan terdapat beberapa kontur anomali yang tertutup, tersebar di daerah penyelidikan diperkirakan berkaitan dengan batuan andesit yang muncul atau dekat kepermukaan berupa bukit-bukit atau tubuh dekat ke permukaan. Kelompok nilai Bouguer sedang (-1,5 sampai 1 mgal) mendominasi daerah penyelidikan, diperkirakan merupakan batuan yang menjadi dasar daerah ini berupa batuan sedimen. Kelompok nilai Bouguer rendah (< -1,5 mgal) tampak menutupi bagian tenggara, sebagian kecil di sebelah selatan, bagian tengah sebelah barat dan sebelah utara daerah penyelidikan dan diperkirakan sebagai batuan andesit yang terubah. Pengkutuban anomali tinggi dan sedang pada anomali Bouguer dan anomali Sisa pada titik-titik di Lintasan A 4750, D 5250, D 8000, J 5250, F 4500 dan titik random R-18 merupakan cerminan dari batuan dengan densitas lebih tinggi atau merupakan terobosan tubuh batuan baik muncul ke permukaan ataupun di bawah permukaan. DISKUSI Harga densitas rata-rata batuan hasil analisis laboratorium dan analisis cara Parasnis adalah 2,37 dan 2,84 gr/cm 3. Dari harga densitas batuan yang berbeda-beda walaupun batuannya sama berupa andesit, dasit dan batuan sedimen (batulempung), dapat ditafsirkan bahwa daerah penyelidikan telah mengalami perubahan sifat batuan yang cukup kuat dari sifat batuan asalnya, perubahan sifat ini antara lain disebabkan oleh adanya proses geothermal/hidrothermal. Berdasarkan harga densitas batuan daerah penyelidikan dan kemudian dihubungkan dengan nilai gaya berat hasil penyelidikan, secara kualitatif ditafsirkan bahwa daerah yang dianggap menarik untuk panas bumi terdapat di daerah bagian tengah daerah penyelidikan yaitu sepanjang lintasan D 5000 D 5500 (kompek mata air panas Pajalele) terutama pada sebelah barat zona sesar yang mempunyai trend berarah baratlaut tenggara (terlihat pada anomali Bouguer dan anomali Regional). 4
5 Komplek mata air panas Pajalele (D 5000 D 5500) berdasarkan nilai gaya berat anomali Bouguer dan Sisa muncul berupa pengkutuban dengan nilai gaya berat tinggi, dan ditafsirkan adanya tubuh batuan beku berupa dike (andesit atau dasit) di bawah permukaan. Mata air panas Allakuang/Pangrenge yang terletak antara lintasan A 7650 dan lintasan H 5250 berdasarkan nilai gaya berat anomali Bouguer dan Sisa muncul berupa pengkutuban dengan nilai gaya berat tinggi pula, dan ditafsirkan adanya tubuh batuan beku (andesit atau dasit) yang tidak muncul ke permukaan, tubuh batuan ini berada di sebelah utara mata air panas Pangrenge yaitu berada pada lintasan H 5000 H 5750 dan melebar ke arah baratlaut sampai pada lintasan J Berdasarkan model dua dimensi gaya berat penampang Lintasan A dan D, Gambar 5 dan Gambar 6, secara kuantitatif ditafsirkan bahwa dari dua penampang ini terlihat adanya tubuh batuan beku yang mendasari darah penyelidikan, diperkirakan berupa batuan andesit, densitas batuan 2,83 gr/cm 3, menempati bagian hampir tengahtengah penampang, bertepatan dengan titik A 6500 A 7250, D 5000 D Tubuh batuan beku ini di sebelah barat dan timurnya diapit oleh tubuh batuan yang mempunyai densitas lebih kecil ( 1,84 1,73 gr/cm 3 ), diperkirakan sebagai satuan batuan sedimen (formasi Walanae?), aluvium dan endapan danau. KESIMPULAN 1) Pola lineasi memperlihatkan pola baratlaut - tenggara yang mencerminkan adanya struktur sesar yang berarah baratlaut - tenggara, yang diperkirakan merupakan bagian dari sesar utama dan zona sesar ini merupakan tempat kedudukan MAP Pajalele dan MAP Alakuang/Pangrenge. 2) Pembelokan dan pengkutuban anomali negatif mencerminkan adanya struktur sesar orde sekunder/orde berikutnya. 3) Peta Anomali Sisa memperlihatkan lineasi umum yang sama dengan anomali Bouguer yaitu mencerminkan strukturstruktur yang berarah baratlaut tenggara dan struktur sesar yang berarah timurlaut baratdaya. 4) Daerah anomali rendah di bagian barat dan timur bagian tengah daerah penyelidikan diperkirakan merupakan daerah ubahan yang tidak muncul kepermukaan. 5) Model gaya berat melalui penampang lintasan A dan lintasan D memperlihatkan bahwa terobosan tubuh batuan andesit (dike? ) dibawah permukaan mata air panas Alakuang/Pangrenge di desa Amparita dan mata air panas Pajalele? (temperatur 68,50 o C) di Desa Maseppe, kedua terobosan tubuh batuan andesit ini diperkirakan sebagai sumber panas dan sudah mengalami cooling down. DAFTAR BACAAN - Bemmelen, Van R,W, 1949; The Geologi Of Indonesia, Vol I A The Hague Gov, Printed. - JICA, Agustus 1983; Report Of Lempur Geothermal Development Third Phase Survey. - Kusumadinata. K, 1979; Data Dasar Gunungapi Indonesia, Direktorat Vulkanologi, Dirjen Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan Dan Energi. - Rab Sukamto,1999, Geolgi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi. - Sitorus. K, 1982, Laporan Karakteristik Flowing Sumur LP-03 KerinciProvinsi Jambi. 5
6 R 49 S11 S10 R 50 R 48 S 9 S 8 R 51 R 52 R 47 R 53 R 46 R 54 R 55 R 45 R 44 R 56 R 43 R 42 S 3 R 41 S 4 S 5 S 6 R 40 S 7 R 39 R 30 R 38 R 31 R 29 R 32 R 37 R 33 R 28 R 34 R 1 R 35 R 36 R 2 R 57 S 2 S 1 R 61 R 22 R 3 R 58 R 21 R 23 R 20 R 59 R 19 R 60 R 62 R 4 R 18 R 24 R 26 R 5 R 63 R 17 R 25 R 6 R 64 R 27 R 14 R 15 R 16 R 65 R 7 R 66 R 8 R 67 R 9 R 68 R 10 R 69 R 70 R 11 R 71 R 12 R 72 R 13 Cempa Lembang Kab. PINRA Duampanua Watang Saw Mattiro So Mattiro Bu Watangpulu Soreang Suppa Ujung Kota PARE Tellu Limp Bacukiki Panca Laut 45 P. Sulawes Patampanua Mallusetas Sopeng Ria Baranti KAb. BARRU Tanete Ril Barru Enrekang Panca Rija Mario Riaw Lalabata Kab. ENREK Maritengng Maiwa Belawa Mario Riw Kab. SIDEN 41 Sabbang Pa Donri-Donr 42 Kab. SOPPE Lilirilau Liliriaja Tanasitolo Tempe Lappariaja Dua Pitue Maniangpaj Pammana Kab. W A J Ajangale 41 Majauleng Ulaweng Sajoanging Dua Boccoe Kab. B O N Tellusiatt Palakka Larompong Kab. L U W Pitumpanua Takkalalo Cenrana Awang Pone Tanete Ria PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN - S. Bachri, dkk, 1975, Laporan Penyelidikan Kenampakan Panas Bumi Daerah Sulawesi Selatan Benteleoe Bacubacue Salo Masaka Walatedonge PETA TOPOGRAFI DAERAH PANAS BUMI MASEPE PROVINSI SULAWESI SELATAN Bulu Seppang Posadae Tanete KECAMATAN TELLULIMPOE U Tepobatu Dare Takkalasi Allakuang Bulu Alakuang Danau Sidendreng Bulu Matanre Talumae Lint. J 75 Amparita Salo Lidaratangia Datum Horizontal WGS 84 Proyeksi Peta UTM Zona 50 S Lint. H Turungang Kontur Topografi Bulu Buala Sungai Lint. A Mata air panas Salo Maseppe Jalan Lint. B Jalan setapak Lint. C 9550 Lint. D Bulu Latoling Lint. E Lint. F Salo Rumpigading Salo Bolong Peta indeks 9550 Lint. G Salo Bilokka -3º45' -4º º15' 119º30' 119º45' 120º 120º15' 120º30' Lokasi penyelidikan Gambar 1. Peta Lokasi daerah Panas Bumi Masepe dan Danau Tempe 6
7 Tabel 1. Stratigrafi Sulawesi Bagian selatan Startigrafi daerah Sulawesi Bagian Selatan (Van Bemmelen, 1949, hal 432) Umur Kwarter Tersier Atas Keterangan Alluvial, Erosi, Pengangkatan paling muda, Formasi endapan laut di dataran Tempe, Pengangkatan terumbu koral dekat Kajang dan sekitar Bone, Pembentukan terumbu Koral, Pembentukan Vulkanik Lompobatang, Diperkirakan Formasi hasil efusif batuan-batuan alkali dan batu kuri (leusit, teprit, dan tufa dekat makasar) ================== Ketidak selarasan =================== Perlipatan an Denudasi, Pengendapan seri Neogen Muda, Sub Kontinen dari sedimen Tuffogene marin dalam fase paling muda dan termasukjuga kedalam Neogen Tua (Lepidocyclinakecil dan Miogissina), Seluruhketebalan Neogen ± 0 m Tersier Tengah Tersier Bawah Pra Tersier Formasi pada tersier tengah breksi erupsi, tufa, aliran lava, ketebalan formasi vulkanik < m Formasi gamping Paleogen (dengan Camreine dan Discocicklina pada dataran bawah dan Spiroclepous dan Lepidociclina pada dataran atas), Lanjutan dari kegiatan Gunungapi, Formasipasir batubara Eosen, mulai kegiatan gunungapi, Konglomerat Basaalt ================== Ketidak selarasan ===================== Perlipatan dan Denudasi, Formasi Lempung abu-abu Lunak, Mesozoikum Muda, greywacke, batupasir arkosa, konglomerat basalt dengan bongkah-bongkahan serpentin dan serpih terkersikan ================== Ketidak selarasan ===================== Perlipatan dan Denudasi, pengendapan kwarsit, lempung terkersikan mengandung Ladularia yang berubah menjadi merah, lunak, dan serpih hijau ================== Ketidak selarasan =================== Pengendapan sedimen yang tidak diketahui umurnya yang telah berubah menjadi batuan metamorfosa, sekis hablur (gneiss, kwarsa-mika, epidot, glaukopen, garnet, klorit, hornblende, sekis, serpentin, marbel). Diorit, sienit, piroksinit, dan batuan peridotit. 7
8 Cempa Lembang Kab. PINRA Duampanua Watang Saw Mattiro So Mattiro Bu Watangpulu Soreang Suppa Ujung Kota PARE Tellu Limp Bacukiki Panca Laut 45 P. Sulawes Cempa Patampanua Mallusetas Sopeng Ria Baranti KAb. BARRU Tanete Ril Barru Lembang Kab. PINRA Duampanua Watang Saw Mattiro So Mattiro Bu P. Sulawes Mallusetas Enrekang KAb. BARRU Tanete Ril Barru Panca Rija Mario Riaw Lalabata Kab. ENREK Maritengng Watangpulu Soreang Suppa Ujung Kota PARE Tellu Limp Bacukiki Panca Laut 45 Patampanua Sopeng Ria Maiwa Belawa Mario Riw Kab. SIDEN 41 Sabbang Pa Donri-Donr 42 Kab. SOPPE Lilirilau Liliriaja Enrekang Baranti Panca Rija Mario Riaw Lalabata Kab. ENREK Maritengng Maiwa Belawa Mario Riw Tanasitolo Tempe Lappariaja Kab. SIDEN 41 Sabbang Pa Donri-Donr 42 Kab. SOPPE Lilirilau Liliriaja Dua Pitue Maniangpaj Pammana Kab. W A J Ajangale 41 Tanasitolo Tempe Majauleng Ulaweng Lappariaja Dua Pitue Maniangpaj Pammana Sajoanging Dua Boccoe Kab. B O N Tellusiatt Palakka Kab. W A J Ajangale 41 Majauleng Ulaweng Larompong Kab. L U W Pitumpanua Takkalalo Cenrana Awang Pone Tanete Ria Sajoanging Dua Boccoe Kab. B O N Tellusiatt Palakka Larompong Kab. L U W Pitumpanua Takkalalo Cenrana Awang Pone Tanete Ria PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN 9560 S11 S10 S 9 F-1 S 7 Benteleoe S 6 S 5 Tanete S 4 S 2 Bacubacue S 1 Walatedonge PETA GAYA BERAT BOUGUER DAERAH PANAS BUMI MASSEPE PROVINSI SULAWESI SELATAN U Bulu Seppang S 8Posadae S 3 KECAMATAN TELLULIMPOE R 51 R 53 R 52 Allakuang R 54 R 55 Tepobatu Dare R 56 R 60 Takkalasi R 42 Bulu Alakuang R 43 R 44 R 59 R 41 R 50 R 45 R 46 R 47 Talumae R 58 R 49 R 40 R 48 Bulu Matanre Lint. J Lint. H Lint.A Lint. B Lint. C F-5 F-4 Bulu Latoling Lint. D Lint. E Lint. F F-2 R 39 R 57 R 38 R 37 Amparita R 36 R 61 R 62 R 35 Turungang R 63 R 64 Bulu Buala R 34 R 65 R 66 R 33 R 67 R 32 R 68 R 69 Salo Maseppe F-3 F-6 R 28 R 3 Lint. G R 30 R 29 R 4 R 5 R 31 R 70 R 71 R 72 R 25 R 27 R 26 R 24 R 23 R 1 R 22 R 2 F-1 R 6 R 7 R 17 R 14 R 8 R 18 R 15 R 9 R 19 R 10 R 16 R 20 R 11 R 13 R 12 R m Datum Horizontal WGS 84 Proyeksi Peta UTM Zona 50 S Kontur Gaya Berat Sungai Mata air panas Jalan Jalan setapak Struktur Patahan Diduga Peta indeks -3º45' -4º -4º15' 119º30' 119º45' Lokasi penyelidikan 120º 120º15' 120º30' Gambar 2. Peta Gaya Berat Bouguer Daerah Panas Bumi Masepe S11 S 7 Benteleoe S 6 S 2 S 1 Bacubacue Walatedonge PETA ANOMALI GAYA BERAT REGIONAL DAERAH PANAS BUMI MASSEPE PROVINSI SULAWESI SELATAN 9560 S10 S 9 Tanete S 5 S 4 U Bulu Seppang S 8Posadae S 3 KECAMATAN TELLULIMPOE R 51 R 53 R 52 R 54 R 55 Tepobatu Dare R 56 Allakuang R Bulu Matanre Takkalasi R 43 R 44 R 50 R 45 R 46 R 47 Talumae R 49 R 48 Lint. J R 42 Bulu Alakuang R 41 R 40 R 39 R 59 R 58 R m Datum Horizontal WGS 84 Proyeksi Peta UTM Zona 50 S Lint.H Bulu Buala R 38 R 37 Amparita R 36 R 61 R 62 R 35 Turungang R 63 R 64 R 34 R 65 R 66 R 33 R 67 Danau Sidenreng Kontur Gaya Berat Sungai Mata air panas Lint. A Lint. B R 32 Salo Maseppe R 31 R 68 R 69 R 70 R 71 R Jalan Jalan setapak 9550 Lint. C Lint. D Bulu Latoling Struktur Patahan Diduga Lint. E Lint. F R 1 R 25 R 27 R 26 R 24 R 23 R Peta indeks Lint. G R 2 R 28 R 3 R 30 R 29 R 4 R 5 R 6 R 7 R 17 R 14 R 8 R 18 R 15 R 9 R 19 R 10 R 16 R 20 R 11 R 13 R º45' -4º -4º15' 119º30' 119º45' 120º 120º15' 120º30' R 21 Lokasi penyelidikan Gambar 3. Peta Anomali Gaya Berat Regional Daerah Panas Bumi Masepe 8
9 Cempa Lembang Kab. PINRA Duampanua Watang Saw Mattiro So Mattiro Bu Watangpulu Soreang Suppa Ujung Kota PARE Tellu Limp Bacukiki Panca Laut 45 P. Sulawes Patampanua Mallusetas Sopeng Ria KAb. BARRU Tanete Ril Barru Enrekang Panca Rija Baranti Mario Riaw Kab. ENREK Maritengng Lalabata Maiwa Belawa Mario Riw Kab. SIDEN 41 Sabbang Pa Donri-Donr 42 Kab. SOPPE Lilirilau Liliriaja Tanasitolo Tempe Lappariaja Dua Pitue Maniangpaj Pammana Kab. W A J Ajangale 41 Majauleng Ulaweng Sajoanging Larompong Kab. L U W Pitumpanua Takkalalo Dua Boccoe Kab. B O N Tellusiatt Palakka Cenrana Awang Pone Tanete Ria PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN S11 S 7 Benteleoe S 6 S 2 S 1 Bacubacue Walatedonge PETA GAYA BERAT SISA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE PROVINSI SULAWESI SELATAN 9560 S10 S 9 S 5 F-1 Tanete S 4 U Bulu Seppang S 8Posadae S 3 KECAMATAN TELLULIMPOE R 51 R 52 R 53 R 54 R 55 Tepobatu Dare R 56 Allakuang R R 50 R 47 R 49 Talumae R 48 Bulu Matanre F-3 Lint. J Lint. H F-4 Lint. A Lint. B Lint. C Lint. D R 45 R 46 F-2 Takkalasi R 42 Bulu Alakuang R 43 R 44 R 59 R 41 R 40 R 58 R 39 R 57 R 38 R 37 Amparita R 36 R 61 R 35 R 62 Turungang R 63 R 64 Bulu Buala R 34 R 65 R 66 R 33 R 67 R 32 R 68 R 69 Salo Maseppe R 31 R 70 R 71 R 72 F-1 Danau Sidenreng m Datum Horizontal WGS 84 Proyeksi Peta UTM Zona 50 S Kontur Gaya Berat Sungai Mata air panas Jalan Jalan setapak Struktur Patahan Diduga 9550 Lint. E Bulu Latoling -2.5 Lint.F F-5 Lint. G R 1 R 25 R 27 R 26 R 24 R 23 R Peta indeks F-6 R 30 R 29 R 28 R 2 R 3 R 21 R 19 R 20 R 4 R 18 R 5 R 17 R 6 R 14 R 15 R 7 R 16 R 8 R 9 R 10 R 11 R 12 R º45' -4º -4º15' 119º30' 119º45' 120º 120º15' 120º30' Lokasi penyelidikan Gambar 4. Peta Gaya Berat Sisa Daerah Panas Bumi Masepe Model 2D Gaya Berat Penampang Lintasan A Daerah Panas Bumi Massepe, SIDRAP, SUL-SEL = hasil pengukuran = hasil pemodelan Danau Sidenreng Gambar 5. Model 2D Gaya Berat Penampang Lintasan A daerah Panas Bumi Masepe 9
10 3.48 Model 2-D Gaya Berat Penampang Lintasan-D Daerah Panas Bumi Massepe, SIDRAP, Sul-Sel Kedalaman (m) mgal MAP. Pajalele Hasil Pengukuran Hasil Pemodelan Misfit = 3.21 Body depth = Body Width = Gambar 6. Model 2D Gaya Berat Penampang Lintasan D daerah Panas Bumi Masepe 10
ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON
ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON Oleh : Sri Widodo, Ahmad Zarkasy Kelompok Program Penelitian Panas Bumi
Lebih terperinciSURVEI TERPADU GEOLOGI, GEOKIMIA DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG SULAWESI SELATAN
SRVEI TERPAD GEOLOGI, GEOKIMIA DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BMI MASSEPE, KABPATEN SIDENRENG RAPPANG SLAWESI SELATAN Dikdik Risdianto, Soetoyo Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KAB. SINDENDRENG RAPPANG (SIDRAP), PROV. SULAWESI SELATAN
PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KAB. SINDENDRENG RAPPANG (SIDRAP), PROV. SULAWESI SELATAN Oleh: Arif Munandar 1 dan Dudi Hermawan 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK Daerah
Lebih terperinciSURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar
SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi S A R
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE KABUPATEN SINDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN
PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE KABUPATEN SINDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN Bangbang Sulaeman 1, Andri Eko Ari. W 1, Supeno 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:
Lebih terperinciBAB 2 Tatanan Geologi Regional
BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis
Lebih terperinciSURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GEOLOGI DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN
PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2008, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI PENYELIDIKAN GEOLOGI DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN Dikdik
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,
Lebih terperinciGEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi
Lebih terperinciKONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH
KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan
Lebih terperinciPENYELIDIKAN GAYA BERAT DI DAERAH PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH
PENYELIDIKAN GAYA BERAT DI DAERAH PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH Dendi Surya Kusuma 1, Liliek R 2., Asep Sugianto 2 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi, 2 Kelompok
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI SEMARANG
BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi
Lebih terperinciSURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT
SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh : Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif
Lebih terperinciGambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu
BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi
4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan
Lebih terperinciBAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Anomali Bouguer U 4 3 mgal 4 3 Gambar 5.1 Peta anomali bouguer. Beberapa hal yang dapat kita tarik dari peta anomali Bouguer pada gambar 5.1 adalah : Harga anomalinya
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan
Lebih terperinciSURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN
SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciGeologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.
Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1
Lebih terperinciPENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli
PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA Oleh Liliek Rihardiana Rosli SARI Penyelidikan geofisika dengan cara magnet telah dilakukan di daerah panas bumi Akesahu.
Lebih terperinciBAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI
BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL
BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas
Lebih terperinciBAB 2 TATANAN GEOLOGI
BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL
BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan 2) Bidang Sarana Teknik SARI Pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL
BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah survei terletak pada koordinat antara
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi 1. Lokasi pengukuran Daerah survei terletak pada koordinat antara 03 16 28-03 06 17 Lintang Selatan dan 119 07-119 14 Bujur Timur atau pada koordinat UTM 716934-747335 me
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL
BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia
Lebih terperinciSURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung
SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Survei magnetotellurik (MT) telah dilakukan didaerah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi
Lebih terperinciSURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA
SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA Asep Sugianto, Tony Rahadinata, dan Yadi Supriyadi Kelompok Penyelidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciBAB V SEJARAH GEOLOGI
BAB V SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme
Lebih terperinciPROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN
PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Lokasi Penelitian Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan
Lebih terperinciINVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT
INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI B A D A N G E O L O G I DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL 1.1. Latar
Lebih terperinciINTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT
INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT L. Arifin dan D. Kusnida Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174 S a r i Rekaman seismik pantul dangkal
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
Lebih terperinciPENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN
PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN Eddy Mulyadi, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan
Lebih terperinciSTRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS
Lebih terperinci