PENYELIDIKAN GEOLOGI DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYELIDIKAN GEOLOGI DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2008, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI PENYELIDIKAN GEOLOGI DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN Dikdik Risdianto, Soetoyo, Freddy N Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Daerah panas bumi Massepe secara administratif berada di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Provinsi Sulawesi Selatan atau secara geografis terletak 119 o 44 15,5-119 o 51 17,25 BT dan 3 o o 4 30,6 LS. Secara regional daerah ini terletak di tepi zone depresi Walanae (Sidenreng) berbentuk terban (graben) akibat aktivitas sesar normal Walanae yang memanjang berarah baratlaut-tenggara. Morfologi tersusun oleh perbukitan bergelombang lemah-sedang, perbukitan terjal, kubah, dan pedataran. Komponen stratigrafi terdiri dari sedimen Formasi Walanae yang berumur Tersier, batuan vulkanik yang berumur Tersier hingga Kuarter Atas, Endapan permukaan berupa endapan danau dan aluvial yang berumur Resen. Dari hasil analisis pentarikhan (dating) pada batuan vulkanik termuda menunjukan umur 1,8 ± 0,6 juta tahun. Struktur geologi utama berupa sesar normal Walanae berarah baratlaut-tenggara serta sesar lain yang merupakan sesar-sesar penyerta. Manifestasi panas bumi berupa mata air panas, dengan temperatur C, bualan gas serta batuan ubahan, terbentuk karena dikontrol oleh struktur-struktur sesar. Sumber panas (heat-source) dalam sistem panas bumi ini diperkirakan adalah sisa panas dari tubuh-tubuh intrusi yang berasosiasi dengan kubah lava termuda. Dari jenis manifestasi, hidrologi serta bentuk bentang alamnya, diperkirakan sistem panas bumi di daerah ini adalah sistem panas bumi dominasi air (water dominated) yang terjadi pada morfologi relief rendah. PENDAHULUAN Secara geografis daerah panas bumi Massepe terletak antara 119 o 44 15,5-119 o 51 17,25 BT dan 3 o o 4 30,6 LS yang secara administratif termasuk Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Provinsi Sulawesi Selatan, berjarak sekitar 194 km dari ibu kota provinsi, yaitu Kota Makassar yang mencakup empat wilayah kecamatan yaitu Tellu Limpoe, Panca Lautang, Watang Pulu dan Maritengae (gambar 1), dengan elevasi antara m diatas permukaan laut. Tataguna wilayah daerah penyelidikan menurut data departemen kehutanan, yaitu Tataguna Hutan Kesepakatan, 1999, terbagi menjadi hutan lindung, hutan produksi terbatas serta areal penggunaan lain. GEOLOGI Geologi Regional Secara regional daerah panas bumi massepe terletak di zone depresi walanae (Sidenreng) yang memanjang arah baratlaut-tenggara. Depresi ini terbentuk oleh sesar normal Walanae yang terjadi sejak Miosen tengah hingga Pliosin, akibat pembentukan sesar normal ini blok bagian timurlaut mengalami penurunan dan terisi oleh material membentuk batuan sedimen Formasi Walanae. Batuan tertua adalah Batuan vulkanik Soppeng yang berumur Miosen Tengah (Rab Sukamto dkk, 1982). Selain sesar normal berkembang juga sesar-sesar geser serta lipatan-lipatan yang berarah sejajar dengan arah sesar utama.

2 Morfologi Dari hasil analisa peta DEM (digital elevation model), peta topografi serta pengamatan di lapangan, satuan morfologi di daerah penyelidikan terbagi menjadi tiga, yaitu 1). Morfologi perbukitan bergelombang lemah - sedang, 2). Morfologi perbukitan terjal. 3). Morfologi kubah dan 4). Morfologi pedataran. Morfologi perbukitan menempati sekitar 25% luas daerah penyelidikan, berupa bukit-bukit bergelombang dengan relief lemah hingga sedang, kemiringan lereng antara 10 o 40 o. Elevasi morfologi ini antara m diatas permukaan laut (dpl). Morfologi perbukitan terjal menempati sekitar 30% daerah penyelidikan, tersebar di bagian barat memanjang arah utara-selatan, lembah-lembah sungai didominasi oleh bentuk V akibat erosi sungai vertikal yang lebih dominan. Ketinggian satuan morfologi ini lebih dari 150 m diatas permukaan laut (dpl), dengan kemiringan lereng diatas 40. Morfologi kubah tersebar di bagian tengah dan timurlaut, menempati luas ± 5% daerah penyelidikan, kemiringan lereng antara 30 o - 80 o dengan elevasi berkisar antara m di atas permukaan laut (dpl). Morfologi pedataran berada di bagian tengah, utara dan timur daerah, menempati luas ± 40% daerah penyelidikan, kemiringan lereng antara 0-10 o. Lembah sungai lebar dan berbentuk U, lereng sungai datar hingga landai, mulai dijumpai bentuk aliran sungai meander dengan elevasi antara m di atas permukaan laut (dpl). Susunan sratigrafi Secara umum stratigrafi di daerah penyelidikan terdiri dari batuan vulkanik yang berumur Tersier hingga Kuarter Awal, sedimen Formasi Walanea berumur Tersier serta endapan permukaan aluvial dan endapan danau berumur Resen. Adapun urutan stratigrafi dari tertua hingga muda adalah sebagai berikut : a. Satuan Sedimen Formasi Walanae (Tms), tersingkap sebagai jendela-jendela di bawah endapan danau dan endapan alluvial, terdiri dari perselingan batupasir, batulempung dan sisipan batu gamping. Di beberapa tempat terdapat kedudukan perlapisan yang jelas dan mempunyai kedudukan N 20 o E/ 15 o. Di sebelah utara daerah penyelidikan satuan ini diterobos oleh satuan-satuan kubah lava, hal ini diperkuat oleh adanya 2 bidang kontak yang memperlihatkan efek bakar (baking effect). Pada umumnya kondisi satuan ini sudah mengalami deformasi, hal ini ditandai oleh kekar-kekar yang intensif, sesarsesar mikro dan offset-offset kecil. Berdasarkan analisa fosil foraminifera satuan ini diperkirakan berumur Miosen-Pliosen. b. Satuan Lava Tua-1 (Tml1), tersebar di bagian timurlaut daerah penyelidikan pada satuan morfologi perbukitan terjal dan perbukitan bergelombang lemah - sedang. Singkapan batuannya di beberapa tempat telah mengalami ubahan kuat berupa silisifikasi dan argilik. Satuan ini terkena struktur sesar yang berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-barat daya, yaitu sesar Walanae dan Sesar Alakuang. c. Satuan Lava Tua-2 (Tml2), menempati bagian barat hingga baratdaya daerah penyelidikan berupa perbukitan memanjang yang berlereng terjal yang diwakili oleh Gn. Bulubaka, tersusun oleh aliran lava andesitik yang berumur relatif lebih tua dengan satuan lava tua-1. Batuannya sebagian besar telah mengalami deformasi yang intensif, berupa kekar-kekar. Singkapan batuan yang relatif masih segar dijumpai di bagian lereng timur Gn. Bulubaka, berwarna abu-abu terang kehijauan, masif, terkekarkan, banyak dijumpai urat-urat yang terisi kuarsa dan kalsit, porfiritik. Satuan batuan ini terpotong oleh struktur sesar yang berarah relatif timurlaut-barat daya, yaitu sesar Bulubaka. Satuan batuan ini diduga berumur Miosen. d. Satuan Lava Tua-3 (Tml3), menempati bagian selatan daerah penyelidikan, tersingkap baik di sekitar lokasi tepian danau yang berada di sebelah baratdaya Biloka, membentuk punggungan memanjang berlereng lemahsedang, relatif segar (fresh), terkekarkan, keras, di beberapa tempat dijumpai kekarkekar dan pelapukan yang cukup kuat. Satuan ini terkena struktur sesar normal Walanae yang berarah barat laut-tenggara yang diduga merupakan dinding barat zona depresi. Pusat erupsi tidak diketahui secara pasti, dan diduga berumur Miosen. e. Satuan Batuan Piroklastik Jatuhan (Tmjp), menyebar merata di semua daerah penyelidikan, akan tetapi karena sebagian besar sudah tertutup oleh satuan yang lebih

3 muda, maka ditemukan hanya berupa jendela-jendela saja. Singkapan yang jelas terdapat di lereng selatan Gn. Kalampee dan di lokasi galian batu Alakuang di utara daerah penyelidikan. Kondisi singkapan relatif segar dan di beberapa tempat telah mengalami pelapukan cukup kuat serta terkekarkan. Berdasarkan pengamatan batuan di lapangan litologinya berupa tuff hingga tuff lapilli, berwarna putih, kompak, setempat terdapat laminasi-laminasi. Satuan ini diperkirakan hasil erupsi gunung api Bulu Maraja, yang terletak sekitar 60 km di selatan daerah penyelidikan, yang memperlihatkan bentuk morfologi kaldera dan diperkirakan berumur Miosen. f. Satuan Lava Tua-4 (Tml4), Satuan batuan tersebar bagian selatan daerah penyelidikan dan menempati morfologi perbukitan bergelombang lemah-sedang, litologi berupa aliran lava yang berkomposisi andesitik, berwarna abu-abu, porfiritik sedang, fenokris terdiri dari piroksen, plagioklas yang tertanam dalam massa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik, setempat mengalami deformasi berupa kekar-kekar gerus, serta pelapukan yang intensif. Satuan ini diperkirakan hasil erupsi Gn. Sendana yang terletak di luar daerah penyelidikan dan diperkirakan berumur Miosen. g. Satuan Aliran Lava Kalampee-1 (Tplk1), tersebar di bagian barat daerah penyelidikan, yaitu di sekeliling kerucut Gn. Kalampee, membentuk morfologi perbukitan terjal. Satuan ini berupa aliran lava yang berkomposisi andesitik, berwarna abu-abu kehijauan, porfiritik halus-sedang, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, euhedral-subhedral. Dibeberapa tempat satuan ini telah mengalami ubahan berupa pembentukan mineral sekunder lempung (argilitisasi). Dari hasil analisis menggunakan portable infrared mineral analyzer (PIMA), mineral lempung yang mendominasi zona ubahan ini adalah halloysite dan montmorilonite. Zona ubahan ini termasuk zona ubahan fosil karena tidak berasosiasi dengan manifestasi yang masih aktif, diperkirakan sebagai hasil erupsi Gunung Kalampee yang bersifat efusif dan diduga berumur Pliosen. h. Satuan Lava Gn. Kalampee-2 (Tplk2), tersebar di bagian barat daerah penyelidikan, berlokasi di puncak Gn. Kalampee membentuk kubah, diperkirakan menindih secara selaras satuan Lava Gn. Kalampee-1 dan merupakan produk akhir dari kerucut Gn. Kalampee. Satuan ini berupa lava berkomposisi andesitik Secara megaskopis batuan disusun oleh lava, berwarna abu-abu tua hingga abu-abu kehijauan, struktur berlapis (sheeting joint), setempat terdapat kekar kolom (columnar joints dan diperkirakan berumur Pliosen. i. Satuan Lava Trakhitik Gn. Malocci (Tmpm), tersebar di bagian barat laut daerah penyelidikan dengan penyebaran yang cukup luas hingga keluar areal penyelidikan, membentuk morfologi perbukitan terjal. Dijumpai di sekitar kaki hingga ke puncak Gn. Malocci. Secara megaskopis satuan ini tersusun oleh lava, andesitik, berwarna abuabu hingga abu-abu kehijauan, bertekstur trakitik, ditandai dengan adanya fenokris felspar yang berbentuk euhedral berukuran mencapai 2 cm serta memperlihatkan ada adanya orentasi dari arah sumbu panjang fenokris atau (trachytic), porfiritik, Satuan batuan ini diperkirakan produk efusif Gn. Malocci yang berada disebelah barat laut daerah penyelidikan dan diperkirakan berumur Miosen-Pliosen. j. Satuan Kubah Lava-1 (Tpld1), terdapat di sebelah utara daerah penyelidikan, hadir berupa bukit-bukit terisolasi yang muncul dan menerobos satuan batuan sedimen dan batuan vulkanik yang lebih tua. Ketinggian maksimum satuan ini antara m, dengan diameter maksimum mencapai 500 m. Singkapan yang teramati jelas terdapat di areal penambangan batu di daerah Alakuang, Secara megaskopis batuannya berupa lava dasitik, berwarna putih hingga abu-abu muda, porfiritik. Di lokasi ini juga terdapat kontak antara satuan ini dengan satuan batuan sedimen dimana batas kontaknya sangat jelas, ditandai oleh adanya efek bakar (baking effect) yang berwarna coklat tua akibat proses oksidasi yang intensif. Struktur primer yang paling dominan pada tubuh satuan satuan ini adalah adanya kekar kolom (columnar joints), di beberapa tempat terdapat xenolith yang berukuran mencapai 30 cm, berkomposisi 3

4 basaltik. Tubuh satuan batuan ini diperkirakan terbentuk sebagai tubuh kubah lava. Berdasarkan hubungan relatif dengan satuan batuan lainya, satuan ini diperkirakan berumur Pliosen. k. Satuan Kubah Lava-2 (Tpld2), terdapat di bagian tengah hingga barat laut daerah penyelidikan, yang membentuk satuan morfologi perbukitan kubah, membentuk bukit-bukit terisolir yang menerobos satuan batuan yang lebih tua yang terdiri dari batuan sedimen dan vulkanik. Ketinggian perbukitan kubah ini berketinggian antara m, bentuknya menyerupai kerucut, diameter maksimum perbukitan ini mencapai 700 m. Tersusun oleh batuan beku berkomposisi andesitik di beberapa tempat memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joints) dan sedikit columnar joints. Dari hasil pentarikhan (dating) menggunakan metode jejak belah (fission track) menunjukkan bahwa umur satuan ini adalah 1,8 ± 0,6 juta tahun atau pada Kala Pliosin Plistosin dan merupakan batuan vulkanik termuda di daerah penyelidikan. l. Satuan Endapan Danau (Qd), menempati bagian tengah hingga ke timur daerah penyelidikan dan membentuk morfologi pedataran yang sangat luas, berupa endapan sedimen berukuran lempung hingga pasir sedang, berwarna hitam, kaya bahan-bahan organik dan tidak terkonsolidasi. Berdasarkan hubungan serta kedudukannya dalam stratigrafi, satuan ini terbentuk setelah proses depresi akibat pembentukan Sesar Normal Walanae yang ada di bagian barat daerah penyelidikan. Proses pembentukannya sudah dimulai sejak Pliosen dan menerus hingga sekarang (Resen). m. Satuan Aluvial (Qa), merupakan endapan sekunder hasil rombakan batuan yang lebih tua, terdiri dari material lempung, pasir, bongkah-bongkah lava, yang bersifat lepaslepas dengan tingkat kebundaran membundar-membundar tanggung, tersebar di sepanjang tepi-tepi sungai dan dasar sungai. Satuan aluvial ini berumur Resen. Struktur Geologi a. Sesar Walanae, berarah relatif barat lauttengara, bersifat regional karena membentang mulai dari Watan Soppeng di sebelah tenggara hingga ke Pangkajene. Sesar ini berjenis sesar normal, dengan bagian turun berada di sebelah timurlaut, terjadi akibat gaya yang bersifat tarikan (extension) yang berarah timurlaut-baratdaya, sebagai akibat aktivitas pergerakan dua sesar geser. b. Sesar Kalampee, berarah relatif sama dengan sesar Walanae, yaitu baratlaut-tenggara dan merupakan sesar geser menganan (dextral). Indikasi di lapangan adalah adanya zona hancuran di lereng tenggara Gn. Kalampee yang berupa kekar-kekar tektonik serta gores garis yang membentuk sesar mikro, selain itu didukung juga oleh kelurusan lembah Sungai Kalampee. c. Sesar Bulu Baka, berada di bagian baratdaya, dengan arah timurlaut-baratdaya, berupa sesar geser mengiri (sinistral), dengan pergerakan blok bagian baratlaut bergerak relatif ke sebelah baratdaya terhadap blok lainnya. dijumpai berupa zona hancuran batuan, kekar-kekar, kelurusan lembah sungai serta kelurusan pegunungan. Sesar ini membentuk pasangan sesar geser dengan Sesar Gn. Kalampee yang diperkirakan merupakan polapola struktur tua yang terbentuk pada awal tektonik di daerah ini. d. Sesar Alakuang, relatif berarah utara-selatan, berada di bagian tengah daerah penyelidikan, diperkirakan berupa sesar normal dengan blok timur relatif bergerak turun terhadap blok sebelah barat. Dicirikan oleh adanya zona hancuran, kekarkekar gerus serta sesar-sesar mikro di sepanjang Sungai Pajalele, selain itu ditunjang juga oleh adanya kelurusan lembah sungai di sebelah barat lereng Gn. Kalampee. e. Sesar Massepe, berarah relatif utara-selatan, menempati bagian tengah daerah penyelidikan. Indikasi ditunjang oleh adanya manifestasi panas bumi yang berupa mata air panas Pajalele dan Alakuang, selain itu ditunjang pula oleh adanya zona hancuran di sekitar mata air panas Pajalele. Sesar ini diperkirakan mengontrol keluarnya mata air panas Pajalele dan mata air panas Alakuang (gambar 2). MANIFESTASI PANAS BUMI Terdiri dari mata air panas, bualan gas serta batuan ubahan. Mata air panas lebih mendominasi manifestasi yang terjadi di daerah penyelidikan. 4

5 a. Mata air panas, tersebar di bagian tengah, utara serta baratdaya lokasi penyelidikan, yaitu di Kelurahan Pajalele, Desa Alakuang, Desa Tolere dan di Warede. Temperatur berkisar antara 40,1 68 o C, dengan ph antara 6,76 7,2 atau netral, debit aliran berkisar antara 0,2 1,5 l/det. Sinter yang terbentuk adalah sinter karbonat berupa lapisan-lapisan tipis berwarna putih di tepi manifestasi. b. Bualan Gas, hanya terbentuk di bagian tengah daerah penyelidikan, yaitu di Desa Pajalele, berdekatan dengan lokasi mata air panas Pajalele 1, bualan gas intensif dan kontinyu, berbau H 2 S. c. Batuan Ubahan, ditemukan di bagian baratdaya daerah penyelidikan atau lereng sebelah selatan Gunung Kalampee, di daerah barat dan baratlaut yaitu di seputaran lereng Gunung Malocci, berupa silisifikasi dan argilitisasi. Silisifikasi sangat intesif di sebelah barat, dengan tingkat ubahan sedang hingga sangat kuat. Tekstur batuan asal sudah hampir tidak nampak, tetapi diperkirakan berasal dari batuan beku berkomposisi andesitik. Sedangkan argilitisasi lebih dominan di sebelah baratlaut daerah penyelidikan, dengan tingkat ubahan dari sedang hingga sangat kuat sekali, sama seperti silisifikasi, tekstur batuan asal sudah tidak nampak, bahkan dibeberapa tempat memperlihatkan bekas manifestasi solfatara dengan endapan sulfur. Dari hasil analisis PIMA (portable infrared mineral analyzer) pada beberapa sampel ubahan ini menunjukkan bahwa mineral lempung (argilik) didominasi oleh nontronite, halloysite dan montmorilonite. Zona-zona ubahan ini berupa fosil karena sudah tidak memperlihatkan aktivitas hidrotermal yang aktif. HEAT LOSS Nilai heat loss atau hilang panas adalah suatu nilai yang menyatakan jumlah energi panas yang dilepaskan secara alami. Nilai ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk assessment atau penilaian suatu daerah panas bumi. Makin besar nilai ini makin tinggi potensi panas bumi yang terkandung. Dari hasil perhitungan pada manifestasi yang ada di daerah penyelidikan didapat nilai hilai heat loss 1092,78 ~ 1 MW th (tabel 1). HIDROGEOLOGI Kondisi hidrogeologi sangat dipengaruhi oleh bentang alam atau morfologi serta batuan 5 penyusun. Daerah penyelidikan terdiri dari morfologi perbukitan serta pedataran. Morfologi perbukitan berada di sebelah barat tersusun oleh batuan vulkanik sedang pedataran tersusun oleh batuan sedimen dan endapan permukaan. Zone-zone recharge/resapan berada di morfologi perbukitan, air meteorik yang jatuh sebagian akan meresap dan masuk ke zone jenuh air tanah (aquifer), sebagian lagi akan mangalir melalui permukaan (run off), arah aliran air tanah diperkirakan mengalir ke arah elevasi rendah yaitu Danau Sidenreng yang merupakan zone discharge. Sistem hidrogeologi ini terbentuk dan berinteraksi dengan sistem panas bumi membentuk manifestasi panas bumi. Hal ini didukung oleh hasil analisa kimia serta isotop air panas dan air dingin. DISKUSI Litologi daerah penyelidikan terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen, batuan vulkanik terdiri dari lava dan piroklastik, berumur Tersier hingga Plistosin, sedangkan batuan sedimen termasuk sedimen laut yang berumur Tersier, yang menarik adalah adanya satuan kerucut-kerucut muda yang membentuk kubah-kubah lava. Kubah lava ini berkomposisi andesitik hingga dasitik, menyebar di bagian tengah hingga barat laut daerah penyelidikan, dari hasil pentarikhan (dating) pada salah satu satuan kubah lava ini menunjukkan umur 1,8 ± 0,6 juta tahun atau Kala Pliosin Plistosin. Satuan kubah lava ini diperkirakan berasosiasi dengan sumber panas (heat sources) yang membentuk sistem panas bumi di daerah ini, yaitu berupa tubuh-tubuh intrusi di bawah permukaan. Manifestasi panas bumi yang terbentuk berupa mata air panas, bualan gas serta batuan ubahan. Mata air panas yang terbentuk sudah dipastikan telah mengalami interaksi dengan air tanah setempat, mengingat kondisi hidrogeologi yang memungkinkan kaya akan air tanah. Indikasi yang menarik adalah keberadaan bualan gas yang berlokasi di bagian tengah daerah penyelidikan. Bualan gas yang terjadi keluar secara menerus/kontinyu dan berbau gas H 2 S, manifestasi ini umumnya terjadi di zone upflow suatu sistem panas bumi, mengingat material dengan fase gas pada umumnya lebih mudah mengalami pergerakan secara vertikal dari pada secara lateral. Batuan ubahan merupakan indikasi adanya interaksi fluida panas bumi dengan litologi. Dari hasil analisa PIMA (portable infrared mineral

6 analizer) pada batuan ubahan diperoleh mineral nontronite, halloysite dan montmorilonite. Kelompok mineral ubahan ini termasuk kedalam mineral lempung (clay), terbentuk oleh interaksi fluida bersifat asam dengan mineral pembentuk batuan (plagioklas). Akan tetapi batuan ubahan ini termasuk ubahan fosil, karena tidak ditunjang oleh sistem yang masih aktif di sekitarnya, sistem yang membentuk manifestasi ini sudah mendingin (cooling down), diperkirakan berasosiasi dengan pembentukan satuan batuan vulkanik berumur Tersier yang tersebar di sebelah barat daerah penyelidikan. Kondisi bentang alam serta litologi membentuk suatu sistem hidrogeologi yang memungkinkan kaya akan air tanah, ditunjang oleh curah hujan yang cukup tinggi yaitu mencapai 7111 mm/tahun. Air tanah ini sangat mempengaruhi komposisi serta jenis manifestasi yang terbentuk. Dari kondisi hidrogeologi serta bentang alam dan manifestasi yang terbentuk, diperkirakan sistem panas bumi Massepe adalah sistem dominasi air yang terbentuk pada bentang alam pedataran (low relief), dengan sumber panas (heat souces) berasal dari tubuh-tubuh intrusi yang berasosiasi dengan satuan kubah-kubah lava (gambar 3). UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan tulisan ini, yang telah memberi kemudahan dalam mengakses data yang diperlukan. DAFTAR PUSTAKA Djuri dan Sudjatmiko Geologi Lembar Majene dan Palopo bagian barat, Sulawesi Selatan. Direktorat Geologi, Bandung Rab Sukamto Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat, Sulawesi Selatan. Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Sjaiful Bachri dan Muzil Alzwar Laporan Inventarisasi Kenampakan Gejala Panas Bumi Daerah Sulawesi Selatan, Direktorat Vulkanologi, Bandung. Tim Survei Terpadu Laporan Survei Terpadu Geologi, Geokimia dan Geofisika Daerah Panas Bumi Massepe, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. 6

7 Tabel 1. Nilai heat loss manifestasi panas bumi Massepe No Manifestasi Temperatur o C Heat loss (kw) 1 Pajalele-1 41,8 87,19 2 Pajalele-2 59,3 123,55 3 Pajalele ,18 4 Alakuang 45,3 55,96 5 Warede 31,6 242,21 6 Tolere 29 26,69 Total 1092,78 kw th 120 o BT U 18 km 4 o LS LOKASI PENYELIDIKAN Gambar 1. Peta indek lokasi penyelidikan 7

8 Gambar 2. Peta geologi daerah panas bumi Massepe, Sulawesi Selatan Gambar 3. Model sistem panas bumi Massepe, Sulawesi Selatan 8

PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KAB. SINDENDRENG RAPPANG (SIDRAP), PROV. SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KAB. SINDENDRENG RAPPANG (SIDRAP), PROV. SULAWESI SELATAN PENYELIDIKAN GEOMAGNET DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KAB. SINDENDRENG RAPPANG (SIDRAP), PROV. SULAWESI SELATAN Oleh: Arif Munandar 1 dan Dudi Hermawan 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK Daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi S A R

Lebih terperinci

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini untuk letak daerah penelitian, manifestasi panasbumi, geologi daerah (geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan batuan ubahan) dikutip dari Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON

ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON ANOMALI PROSPEK PANAS BUMI DAERAH MASSEPE KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG, SULAWESI SELATAN BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK DAN HEAD ON Oleh : Sri Widodo, Ahmad Zarkasy Kelompok Program Penelitian Panas Bumi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Daerah panas bumi Danau Ranau berada pada koordinat 4 o 52 00 LS - 4 o 58 30 LS dan 103 o 55 00 BT - 104 o 01 30 BT, dengan luas daratan sekitar 144 km 2 dan terletak antara Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, citra DEM,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah survei terletak pada koordinat antara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah survei terletak pada koordinat antara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi 1. Lokasi pengukuran Daerah survei terletak pada koordinat antara 03 16 28-03 06 17 Lintang Selatan dan 119 07-119 14 Bujur Timur atau pada koordinat UTM 716934-747335 me

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan).

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.20. Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.21. Struktur sedimen laminasi sejajar pada sisipan batupasir

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA

BAB II TIJAUAN PUSTAKA BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi 2.1.1 Daerah Penelitian Daerah panas bumi Sumani secara administratif termasuk kedalam wilayah Kabupaten Solok dan Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat. Lokasi berada

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci