KAJIAN ADMINISTRASI, FARMASETIK DAN KLINIS RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PADA BULAN JANUARI 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN ADMINISTRASI, FARMASETIK DAN KLINIS RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PADA BULAN JANUARI 2015"

Transkripsi

1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ADMINISTRASI, FARMASETIK DAN KLINIS RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PADA BULAN JANUARI 205 SKRIPSI SITI ULFAH BILQIS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA MEI 205

2 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN ADMINISTRASI, FARMASETIK DAN KLINIS RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PADA BULAN JANUARI 205 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi SITI ULFAH BILQIS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA MEI 205 ii

3

4

5

6 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Siti Ulfah Bilqis : Strata- Farmasi : Kajian resep rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada Bulan Januari 205 Kajian resep merupakan aspek yang sangat penting dalam peresepan karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kelengkapan resep dan kejelasan penulisan terkait obat serta gambaran terkait interaksi obat pada resep rawat jalan di Instalasi Apotek RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode random sampling, didapatkan sebanyak 400 resep. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelengkapan resep secara administrasi yaitu: data pasien 2%, paraf dokter 00%, tidak ada resep yang mengandung narkotik dan kesesuaian dengan formularium 88,2%. Secara farmasetik didapatkan kejelasan penulisan bentuk sediaan 27% dan adanya obat puyer 3,5%. Sedangkan secara klinis didapatkan kejelasan penulisan nama obat 95,2%, signa 96,2% dan rute pemberian 32%. Ketepatan dosis obat 67,2% dan frekuensi pemberian obat 9,5%. Adanya interaksi obat sebanyak 49,2% dengan mekanisme secara farmakodinamik sebesar 50,8% dan secara farmakokinetik sebesar 8,5%. Adanya hubungan yang bermakna terjadi antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat (p = 0,000). Hasil pengkajian kelengkapan dan analisis resep ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien dan dapat mencegah terjadinya medication error pada fase prescribing. Kata Kunci : Kajian resep, kelengkapan resep, interaksi obat. vi

7 ABSTRACT Name Program Study Title : Siti Ulfah Bilqis : Strata- Pharmacy : Analysis of Prescribing in Naval Hospital Dr. Mintohardjo in Januari 205 The analysis of prescribing is a very important aspect in the prescription because it can help to reduce the occurrence of medication errors. This study aimed to determine the percentage of the completeness of prescriptions and the writing clarity related to medicines, and a description related to the prescription drug interaction outpatient in pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo in Januari 205. This is a descriptive research where the data has been retrieved retrospectively. The sampling method that has been used in this research was the random sampling method, with a total of 400 prescriptions. The result showed that the completeness of prescription in the administration were: 2% of patient data, 00% of the doctor s initials, no prescriptions containing narcotics and suitability with the formularium was 88,2%. Pharmaceutically, the clarity of the writing dosage form and the presence of medication pulveres were obtained at 27% and 3,5%. While clinically, the clarity of the writing name of the medicine was obtained at 95,2%, signa 96,2% and route of drug administration at 32%. The result of drug interaction was 49,2% with the pharmacodynamic mechanism at 50,8% and the pharmacokinetics at 8,5%. Significant correlation occured between the number of drugs in one prescription to the incidence of potential drug interaction (p = 0.000). The assessment results of completeness and prescription analysis is expected to help improve the quality of care for patients and prevent the occurrence of medication errors in prescribing phase Keywords: Analysis of prescription, completeness of prescription, drug interaction vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang, yang telah member kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi umatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Dalam melaksanakan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penyusunan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Ingrid Green Nego, S.Si., Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitan Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan. 4. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Kedua orang tua tercinta, Abi H. Drs. Wahruddin dan Ummi Hj. Dra. Mu izzah yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang, dukungan moral, materil, nasehat-nasehat, serta lantunan do a di setiap waktu. 6. Adik-adik tercinta, Iin Inayatul Maula, Aat Syafa atul Udzma, Hikmatun Nisa dan Aghni Nurul Azizah yang sudah memberikan semangat dan do a. viii

9 7. Kakanda Muhammad Samad (Madun) yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, tenaga, waktu selama penelitian sampai akhir penulisan skripsi ini. 8. Ibu dan Bapak Apoteker di RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian. 9. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di RUMKITAL Dr. Mintohardjo: Athirotin Halawiyah, Khabbatun Ni mah dan Dana Yusshiammanti F, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya. 0. Teman-teman di Program Studi Farmasi: Fifi Zuliyanti, Erlin Febriyanti, Rizki Hidayanti Rambe, Intan Rumaisha, Arumpuspa Azizah, Qurry Mawaddana, Fathiyah serta teman-teman Farmasi 20 atas semangat dan kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Jakarta, Mei 205 Penulis ix

10

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS.. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.. iv HALAMAN PENGESAHAN. v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR..... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB PENDAHULUAN... Latar Belakang....2 Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 2. Depo Farmasi Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tim Farmasi dan Terapi Obat Resep Definisi Resep Jenis-jenis Resep Penulisan Resep Penulis Resep Tujuan Penulisan Resep Format Penulisan Resep Kerahasiaan dalam Penulisan Resep Pola Penulisan Resep Contoh Resep Tanda-tanda pada Resep Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya Menulis Resep Prinsip Penulisan Resep di Indonesia Skrining Resep Penulisan Resep Obat yang Rasional Permasalahan dalam Menulis Resep Medication Error Interaksi Obat.. 25 xi

12 2.5. Pengertian Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Tingkat Keparahan Interaksi Obat BAB 3 METODEPENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Sampel Kriteria Inklusi dan Ekslusi Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi Kerangka Konsep Definisi Operasional Tata Cara Penelitian Cara Kerja Analisis Data 37 BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Penelitian Analisis Kelengkapan Resep Analisis Penulisan Terkait Obat Analisis Terkait Interaksi Obat Pembahasan Penelitian Pembahasan Hasil Penelitian Analisis Kelengkapan Resep Analisis Penulisan Terkait Obat Analisis Terkait Interaksi Obat Keterbatasan Penelitian 5 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 54 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 58 xii

13 Tabel DAFTAR TABEL Halaman 4. Data Analisis Kelengkapan Resep Profil Resep terhadap Legalitas Narkotik Data Analisis Ketepatan Dosis Sediaan dan Frekwensi Pemberian Obat Data Analisis Kejelasan Penulisan Terkait Obat Profil Resep Potensi Terjadinya Interaksi Obat Berdasarkan Literatur Gambaran Jumlah Obat Berdasarkan Ada Tidaknya Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Literatur Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat Gambaran Distribusi Jumlah Jenis Obat yang di Resepkan dalam Lembar Resep dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat 43 xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2. Pola penulisan resep... 4 Gambar 2.2 Contoh resep.. 5 Gambar Grafik persentase jumlah kelengkapan data pasien. 58 Gambar 2 Grafik persentase jumlah kejelasan penulisan nama obat 58 Gambar 3 Grafik persentase jumlah kejelasan penulisan signa 58 Gambar 4 Grafik persentase jumlah pencantuman paraf dokter 58 Gambar 5 Grafik persentase jumlah resep yang mengandung narkotik Gambar 6 Grafik persentase kesesuaian obat dengan formularium 58 Gambar 7 Grafik persentase kejelasan penulisan dan ketepatan dosis obat. 59 Gambar 8 Grafik persentase kejelasan penulisan bentuk sediaan 59 Gambar 9 Grafik persentase kejelasan penulisan rute pemberian obat 59 Gambar 0 Grafik persentase kejelasan penulisan dan ketepatan frekuensi pemberian. 59 Gambar Grafik persentase jumlah ketercampuran obat (puyer) pada resep 59 Gambar 2 Grafik persentase jumlah terjadinya interaksi obat pada resep 59 xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran Grafik Persentase Analisis Univariat Lampiran 2 Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Lampiran 3 Data Kelengkapan Resep Lampiran 4 Data Distribusi Interaksi Obat Lampiran 5 Output SPSS Analisis Univariat Lampiran 6 Output SPSS Analisis Bivariat. 0 xv

16 BAB PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 204, Bab I, Pasal (4) menyebutkan bahwa Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Katzung 2009 dalam Sandy (200), resep yang baik harus memuat cukup informasi yang memungkinkan ahli farmasi yang bersangkutan mengerti obat apa yang akan diberikan kepada pasien. Namun pada kenyataannya, masih banyak permasalahan yang ditemui dalam peresepan. Beberapa contoh permasalahan dalam peresepan adalah kurang lengkapnya informasi pasien, penulisan resep yang tidak jelas atau tidak terbaca, kesalahan penulisan dosis, tidak dicantumkannya aturan pemakaian obat, tidak menuliskan rute pemberian obat, dan tidak mencantumkan tanda tangan atau paraf penulis resep (Cahyono, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi permasalahan dalam peresepan, sehingga diperlukan kepatuhan dokter dalam melaksanakan aturan-aturan dalam penulisan resep sesuai undang-undang yang berlaku (Gibson et al (996) dalam Sandy (200)). Permasalahan dalam peresepan merupakan salah satu kejadian medication error. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Bentuk medication error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau penulisan resep. Dampak dari kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang tidak memberi resiko sama sekali hingga terjadinya kecacatan atau bahkan kematian (Dwiprahasto dan Kristin, 2008). Selain itu, dalam (Hartayu dan Aris, 2005) menyebutkan bahwa

17 2 medication error yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul efek obat yang tidak diharapkan seperti terjadinya interaksi obat. Interaksi obat didefinisikan sebagai reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek. Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003). Hasil penelitian dari Prawitosari (2009) menemukan bahwa dalam peresepan ditemukan ketidakjelasan penulisan signa sebanyak 50,8%, kesalahan penulisan dosis obat sebanyak 50,8%, dan paraf dokter sebanyak 6,8%. Selain itu, penelitian oleh Octavia (20) medapatkan kesalahan penulisan bentuk sediaan sebanyak 60,2%, rute pemberian 84,2% dan frekwensi penggunaan obat 75,5%. Studi lain yang dilakukan oleh Mayasari (205) yang melibatkan 240 lembar resep, 07 lembar resep mengalami interaksi obat dengan mekanisme interaksi farmakokinetik sebanyak 3,74%, farmakodinamik 59,8% dan unknown 36,45%. Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep atau pengkajian resep. Pengkajian resep dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang tidak tepat. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan dalam proses pelayanan. Hal ini dapat dihindari apabila apoteker dalam menjalankan prakteknya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar tersebut merupakan refleksi pengalaman klinik dari staf medik dirumah sakit yang dibuat oleh panitia farmasi dan terapi yang didasarkan pada pustaka yang mutakhir (Anonim, 2008).

18 3 Standar yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 204, dimana kegiatan pengkajian resep dimulai dari persyaratan administrasi (nama pasien, nama dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin), persyaratan farmasetik (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontraindikasi dan interaksi obat). Rumah sakit didaerah Bendungan Hilir Jakarta Pusat yaitu RUMKITAL Dr. Mintohardjo ini memiliki jumlah peresepan yang banyak dan untuk peresepan tiap harinya ini mencapai kira-kira resep. Banyaknya resep yang masuk ke unit farmasi di RUMKITAL Dr. Mintohardjo ini memerlukan waktu proses pengolahan resep yang cepat. Kondisi yang terjadi seperti ini memerlukan penanganan khusus, sehingga medication error yang mungkin terjadi dapat dicegah. Instalasi farmasi Rumah Sakit sebagai satu-satunya bagian dalam Rumah Sakit yang berwenang menyelenggarkan pelayanan kefarmasian, harus dapat menjamin bahwa pelayanan yang dilakukannya tepat dan sesuai dengan ketentuan standar pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan. Pelayanan kefarmasian ini harus dapat mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan obat. Dari uraian di atas dapat di usulkan penelitian yang berjudul Kajian Administrasi, Farmasetik dan Klinis Resep Pasien Rawat Jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada Bulan Januari 205. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data resep yang diterima oleh unit farmasi RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205. Dari data resep tersebut dapat dianalisis kelengkapan resep dan diidentifikasi ada tidaknya efek yang tidak diinginkan seperti interaksi obat, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien untuk mendapatkan outcome terapi yang optimal serta mendukung pelaksanaan patient safety di rumah sakit tersebut.

19 4.2 RUMUSAN MASALAH Dari uraian di atas menunjukkan bahwa masih banyak terdapat penulisan resep yang tidak lengkap di berbagai Rumah Sakit di Indonesia. Ketidaklengkapan tersebut ditemukan pada bagian administrasi, farmasetik dan klinis. RUMKITAL Dr. Mintohardjo memiliki peresepan yang sangat banyak dengan waktu pelayanan yang terbatas dan belum diketahui berapa banyak resep yang tidak lengkap.3 TUJUAN PENELITIAN.3. Tujuan Umum Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peresepan pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui kelengkapan resep pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205 ditinjau dari persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis. b. Mendapatkan gambaran interaksi obat yang terdapat pada resep di apotek rawat jalan RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian khususnya pada penulisan resep yang baik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Manfaat praktis Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam peresepan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo sehingga dapat mendukung upaya pelaksanaan patient safety di RUMKITAL Dr. Mintohardjo.

20 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Depo Farmasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 tahun 204, Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Instalasi farmasi di rumah sakit adalah instalasi di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker, tenaga ahli madya farmasi (D-3) dan tenaga menengah farmasi (AA) yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan, dispensing obat, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit serta pelayanan farmasi klinik (Menkes RI, 204) 2.. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 204 tentang standar pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit, Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu. 5

21 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 204 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu:. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi klinis yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi. 2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien. 3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko. 4. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien. 5. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi. 6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan farmasi klinis 7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. a. memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal. c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

22 7 e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu. i. Melaksanakan pelayanan obat unit dose /dosis sehari. j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan). k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan. m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai 2. Pelayanan farmasi klinik. a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat. b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat. c. Melaksanakan rekonsiliasi obat. d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien. e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain. g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya. h. Melaksanakan pemantauan terapi obat (PTO). - Pemantauan efek terapi obat. - Pemantauan efek samping obat. - Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD).

23 8 i. Melaksanakan evaluasi penggunaan obat (EPO). j. Melaksanakan dispensing sediaan steril. - Melakukan pencampuran obat suntik. - Menyiapkan nutrisi parenteral. - Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik. - Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil. k. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit. l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) Tim Farmasi dan Terapi Tim farmasi dan terapi (TFT) merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, Apoteker instalasi farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 204). Tugas tim farmasi dan terapi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 204 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, tugas panitia farmasi dan terapi yaitu:. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit. 2. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam formularium rumah sakit. 3. Mengembangkan standar terapi. 4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat. 5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 6. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki. 7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error. 8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah sakit. Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui TFT, mengevaluasi, menilai, dan memilih

24 9 dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Jadi, sistem formularium adalah sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih TFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit (Lia, 2007). Kesalahan obat adalah pemberian suatu obat yang menyimpang dari resep atau order dokter yang tertulis dalam kartu pengobatan penderita atau menyimpang dari kebijakan, prosedur, dan standar rumah sakit. Kecuali kesalahan karena kelalaian memberikan dosis obat kepada penderita, yang dimaksud kesalahan obat adalah jika dosis obat telah benar-benar sampai pada penderita. Misalnya, suatu kesalahan dosis yang terdeteksi dan diperbaiki sebelum pemberian kepada penderita, bukan suatu kesalahan obat. Secara umum kesalahan pengobatan penyebabnya adalah kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan membingungkan; nomenklatur sediaan obat (nama obat kelihatan mirip atau bunyi nama obat mirip); kegagalan atau gagal fungsi peralatan; tulisan tangan tidak terbaca; penulisan kembali resep / order dokter yang tidak tepat; perhitungan dosis yang tidak teliti; personel terlatih tidak mencukupi; menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep; kesalahan etiket; beban kerja berlebihan; konsentrasi hilang dalam unjuk kerja individu; serta obat-obatan yang tidak tersedia. Kesalahan pengobatan mencakup kesalahan administratif yang disebabkan ketidakjelasan tulisan, ketidaklengkapan resep, keaslian resep, ketidakjelasan instruksi. Kesalahan farmasetik seperti dosis, bentuk sediaan, stabilitas, inkompatibilitas, dan lama pemberian. Serta kesalahan klinis seperti alergi, reaksi obat yang tidak sesuai, interaksi yang meliputi obat dengan penyakit, obat dengan

25 0 obat lain dalam hal lama terapi, dosis, cara pemberian dan jumlah obat. (Tatro, 2009) 2.2 OBAT Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 93/KabB.VII/7 memberikan definisi berikut untuk obat: Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia. 2.3 RESEP 2.3. Definisi Resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 204). Resep ditulis diatas kertas dengan ukuran 0-2 cm dan panjang 5-8 cm, hal tersebut digunakan karena resep merupakan dokumen pemberian/penyerahan obat kepada pasien, dan diharapkan tidak menerima permintaan resep melalui telepon Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter (on medical prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai medical care dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai pharmaceutical care dan informan obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. Di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada

26 dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien (Jas, 2009) Jenis-jenis Resep Dalam (Wibowo, 200) disebutkan jenis-jenis resep terdiri dari:. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang obatnya/komposisi telah tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya dan merupakan standar. 2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep formula obatrnya disusun sendiri oleh dokter penulis resep dan menentukan dosis serta bentuk sediaan obat sendiri sesuai penderita yang dihadapi. Jas 2009 dalam Amira (20) menyebutkan jenis-jenis resep yaitu: 3. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. 4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan Penulisan Resep Jas (2009) dalam Amira (20) disebutkan bahwa penulisan resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak Penulis Resep Menurut Syamsuni (2006) yang berhak menulis resep adalah : - Dokter Umum. - Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut. - Dokter hewan, terbatas pada pengobatan pada hewan/pasien hanya hewan.

27 Tujuan Penulisan Resep. memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi / obat 2. Meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat 3. Terjadi kontrol silang (cross check) dalam pelayanan kesehatan dibidang farmasi / obat. 4. Instalasi farmasi / apotek waktu bukanya lebih panjang dalam pelayanan dibandingkan praktik dokter. 5. Dituntut peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat. 6. Pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing. 7. Pelayanan lebih berorientasi kepada pasien (patient oriented) dan menghindarkan material oriented. Wibowo (200) Format Penulisan Resep Menurut Jas (2009) dalam Amira (20), resep terdiri dari 6 bagian :. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/telepon/hp/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. 2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin R/ = resipe artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek. 3. Prescriptio atau Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan. 4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi. 5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

28 3 6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat) Kerahasiaan dalam Penulisan Resep Resep merupakan sarana komunikasi professional antara dokter (penulis resep), APA (penyedia/pembuat obat) dan penderita (yang menggunakan obat) (Lestari, 2002). Oleh karena itu, resep tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak karena resep bersifat rahasia. Rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep (Jas, 2009). Menurut Syamsuni (2007) dan Jas (2009) dalam Amira (20), resep asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak, yaitu : a. Dokter yang menulis atau merawatnya. b. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan. c. Paramedis yang merawat pasien. d. Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan. e. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk memeriksa. f. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran.

29 Pola Penulisan Resep Gambar 2. Pola Penulisan Resep RUMAH SAKIT SUMBER BAHAGIA Jalan Tendean, Astanajapura No. 34 Jakarta Barat Telp : / No. Resep S/K/M : Tanggal : Dr : No R/ nama obat, bentuk sediaan obat, wadah obat, jumlah wadah, aturan pakai, regimen dosis, rute, interval waktu, paraf dokter. Pro : Nama Pasien Alamat / No. Tlp :.. Tanggal lahir : No. RM :. Yang Menyerahkan Yang Dilegalisir Yang Menerima (..) ( ) (...)

30 Contoh Resep Gambar 2.2 Contoh resep RUMAH SAKIT SUMBER BAHAGIA Jalan Tendean, Astanajapura No. 34 Jakarta Barat Telp : / No. Resep S/K/M : INVOCATIO Tanggal : Dr : No SIGNATURA R/ Claneksi Forte Syr. Fls I S 3 dd. Cth I paraf R/ Toplexil elixir Fls. I S 3 dd. Cth II... paraf R/ Curcuma plus Syr. Fls I S 3 dd. Cth I.. paraf PRESCRIPTIO SUBSCRIPTIO PRO Pro : Nn, Tiara Alamat : Jakarta Barat Tanggal lahir : 22 Februari 995 No. RM : Yang Menyerahkan Yang Dilegalisir Yang Menerima (..) (. ) (....)

31 Tanda-tanda pada resep Menurut Jas (2009) dalam Amira (20) :. Tanda Segera, diberikan untuk pasien yang harus segera memerlukan obat, tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu: Cito! = segera, Urgent = penting, Statim = penting sekali dan PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda. Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!. 2. Tanda tidak dapat diulang, Ne iteratie (N.I). Apabila dokter tidak ingin resepnya diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep. Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau Menteri kesehatan Republik Indonesia. 3. Tanda resep dapat diulang, Iteratie (Iter). Apabila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 3x, artinya resep dapat dilayani 4x ( + 3x ulangan). Untuk resep yang mengandung narkotika, tidak dapat diulang (N.I) tetapi harus dengan resep baru. 4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru dan paraf dokter diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja member obat dosis maksimum dilampaui. 5. Resep yang mengandung narkotik, tidak boleh ada iterasi yang artinya dapat diulang, aturan pakai jelas yaitu tidak boleh ada tulisan u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui, tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri tetapi obat narkotik di dalam resep diberi garis bawah tinta merah. Selain itu, resep yang mengandung narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya Jas 2009 dalam Amira (20) disebutkan bahwa syarat-syarat dalam penulisan resep mencakup :. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien. 2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.

32 7 3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik. 4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja. 5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin. 6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi. 7. Nama pasien dan umur harus jelas. 8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter. 9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri), karena menghindari material oriented. 0. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga Menulis Resep Pedoman cara penulisan resep dokter harus menepati ciri-ciri :. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 0-2 cm, panjang 5-8 cm) 2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio): a. Dimulai dengan huruf besar b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal c. Tidak ditulis dengan nama kimia (misal: kalium chloride dengan KCl) atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ) 3. Penulisan jumlah obat a. Satuan berat: mg (milligram), g, G (gram) b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)

33 8 c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit) d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal: - Tab Novalgin no. XII - Tab Stesolid 5 mg no. X (decem) - m.fl.a.pulv. dt.d.no. X e. Penulisan alat penakar, dalam singkatan bahasa latin dikenal: - C. = sendok makan (volume 5 ml) - Cth. = sendok teh (volume 5 ml) - Gtt. = guttae ( tetes = 0,05 ml) Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena volumenya tidak selalu 5 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain (volume 5, 0, 5 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten. f. Arti presentase (%) - 0,5% (b/b) 0,5 gram dalam 00 gram sediaan - 0,5% (b/v) 0,5 gram dalam 00 ml sediaan - 0,5% (v/v) 0,5 ml dalam 00 ml sediaan g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0...; 0,00..) 4. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 0 mg. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal: - Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 20 ml - Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 5mg/tube 5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis. Misal: m.f.l.a.pulv. No. X Tab Antangin mg 250 X Tab Novalgin mg 250 X

34 9 6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura) a. Harus ditulis dengan benar. Misal: s.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.i b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian tapering up/down gunakan tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami. 7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/. 8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan. 9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang). - Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter (n)x di sebelah kanan atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. - Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: N.I di sebelah kanan atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. 0. Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis di sebelah kanan atas resep Prinsip penulisan resep di Indonesia adalah : Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep (WHO, 994). Berikut ini prinsip penulisan resep yang berlaku di Indonesia (Jas, 2009) dalam Amira (20):. Obat ditulis dengan nama paten/dagang, generik, resmi atau kimia 2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantun di label kemasan. 3. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi.

35 20 4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep. 5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin. 6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien. 2.4 SKRINING RESEP Resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PerMenKes No. 35 tahun 204). Apotek wajib melayani resep dokter dan dokter gigi karena pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek (Lestari, 200) Menurut Lia (2007), Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat, dosis dan frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra indikasi, kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang diperhatikan pasien. Apabila apoteker menganggap dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker Pelayanan resep didahului dengan proses skrining resep yang dapat ditinjau dari 3 aspek kelengkapan resep yang mencakup persyaratan administrasi (nama pasien, nama dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin), persyaratan farmasetik (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontraindikasi dan interaksi obat). (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 204). Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan jumlahnya, kadang-kadang cara pembuatan atau keterangan

36 2 lain yang dibutuhkan, aturan pakai, nama pasien, serta tanda tangan atau paraf dokter (Syamsuri, 2006) Menurut Lestari (2002) tinjauan kelengkapan obat meliputi : a. Pemeriksaan dosis b. Frekuensi pemberian c. Adanya polifarmasi d. Interaksi obat yaitu reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek e. Karakteristik penderita atau kondisi penyakit yang menyebabkan pasien menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, mencampur, mengemas dan memberi etiket pada wadah. Pada waktu menyiapkan obat harus melakukan perhitungan dosis, jumlah obat dan penulisan etiket yang benar. Sebelum obat diserahkan kepada penderita perlu dilakukan pemeriksaan akhir dari resep meliputi tanggal, kebenaran jumlah obat dan cara pemakaian. Penyerahan obat disertai pemberian informasi dan konseling untuk penderita beberapa penyakit tertentu (Lestari, 2002) Penulisan Resep Obat Yang Rasional Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual. Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis dengan betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.

37 22 Resep yang tepat, aman dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat, ialah sebagai berikut:. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan resiko, rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi. 2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh factor obat (sifat kimia, fisika dan toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), faktor penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu dan patofisiologi). 3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis dan harga murah. 4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya kerja obat, bioavailabilitas, serta pola hidup penderita (pola makan, tidur, defekasi dan lain-lainnya). 5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi, anakanak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi. Beberapa kebiasaan peresepan yang tidak rasional akan mempengaruhi mutu pengobatan dan pelayanan secara langsung atau tidak langsung. Secara luas mempunyai pengaruh terhadap upaya penurunan mortalitas dan morbiditas penyakit-penyakit tertentu, misalnya kebiasaan selalu memberikan antibiotik dan antidiare terhadap kasus-kasus diare akut, dengan melupakan pemberian oralit akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas dari setiap kasus diare dengan penanganan tersebut. Evaluasi penulisan resep bertujuan untuk mencegah kesalahan penulisan resep dan ketidaksesuaian pemilihan obat bagi individu tertentu. Kesalahan penulisan dan ketidaksesuaian pemilihan obat untuk penderita tertentu dapat menimbulkan ketidaktepatan dosis, interaksi obat yang merugikan, kombinasi antagonis dan duplikasi penggunaan. Penyampaian obat untuk penderita biasanya dengan cara penulisan resep. Resep atau order tersebut sebelum disiapkan harus dikaji terlebih dahulu oleh apoteker. Pengkajian resep obat oleh apoteker sebelum

38 23 disiapkan merupakan salah satu kunci keterlibatan apoteker dalam proses penggunaan obat (Lia, 2007). Pengkajian ketepatan atau evaluasi penulisan obat dalam resep, dilakukan dengan mengacu pada kriteria atau standar penggunaan obat yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria tersebut pada umumnya dibuat oleh panitia farmasi dan terapi didasarkan pada pustaka mutakhir dan refleksi pengalaman klinik dari staf medik di rumah sakit. Kriteria ini digunakan oleh apoteker untuk mengevaluasi resep atau order dokter. Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi 6 (enam) tepat, ialah setelah diagnosanya tepat maka kemudian :. Memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya 2. Dosis yang tepat 3. Bentuk sediaan yang tepat 4. Waktu yang tepat 5. Cara yang tepat 6. Penderita yang tepat (Lestari, 2002) Permasalahan Dalam Menulis Resep Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa :. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info yang penting, seperti : - Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan. - Menulis resep dengan tidak jelas atau tidak terbaca - Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak terstandarisasi - Menulis instruksi obat yang ambigu - Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut - Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih dari satu rute.

39 24 - Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa menspesifikasi durasi penginfusan. - Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep. 2. Kesalahan dalam transkripsi - Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit. - Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit. - Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di daftar obat pasien. - Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap (Cahyono, 2008) Medication Error Dalam Charles dan Endang, (2006) menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian merugikan pasien akibat penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Hasil dari medication error ini biasanya menyebabkan terjadinya pemakaian obat yang tidak tepat. Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 bentuk yaitu:. Prescribing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau penulisan resep. Dalam penulisan resep yang biasanya terjadi adalah kesalahan penulisan dosis, lupa menulis kadar obat, tulisan tangan pada resep yang tidak terbaca, tidak adanya aturan pakai, tidak jelas nama obat 2. Transcribing error : Kesalahan yang terjadi pada saat membaca resep 3. Dispensing error : Kesalahan yang terjadi selama proses peracikan obat meliputi content errors dan labelling errors. Jenis dispensing error ini dapat berupa pemberian obat yang tidak tepat dan obat tidak sesuai dengan resep. 4. Administration error : Kesalahan yang terjadi selama proses pemberian obat kepada pasien, meliputi kesalahan teknik pemberian, rute, waktu, salah pasien.

40 INTERAKSI OBAT 2.5. Pengertian Interaksi Obat Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Definisi lain dalam Baxter (2008), interaksi obat dikatakan terjadi ketika efek suatu obat berubah karena keberadaan suatu obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau karena adanya agen kimia lingkungan Mekanisme Interaksi Obat Mekanisme interaksi obat pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari dua mekanisme berikut:. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik). 2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik). - Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas). - Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara substansial). - Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar. - Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,

41 26 sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan (Hashem, 2005) Mekanisme interaksi obat dapat terjadi secara farmaseutik atau inkompatibilitas, farmakokinetik dan farmakodinamik Interaksi Farmaseutik Interaksi farmaseutik atau inkompatibilitas terjadi diluar tubuh sebelum obat diberikan antara obat yang tidak dapat bercampur (inkompatibel). Pencampuran obat tersebut menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan mungkin juga tidak terlihat secara visual. Interaksi ini biasanya mengakibatkan inaktivasi obat (Setiawati 2007) Interaksi Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat kedua, sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. a. Mempengaruhi absorpsi Kebanyakan interaksi yang dapat mengubah absorpsi obat terjadi di saluran cerna. Terdapat banyak mekanisme dimana suatu obat secara teori dapat mengubah absorpsi dari obat lain. Termasuk di dalamnya mengubah aliran darah splanchnic, motilitas saluran cerna, ph saluran cerna, kelarutan obat, metabolism di saluran cerna, flora saluran cerna ataupun mukosa saluran cerna. Namun sebagian besar interaksi yang penting secara klinis melibatkan pembentukan dari complex yang tidak dapat diabsorpsi (Tatro, 2009) b. Mempengaruhi distribusi Ikatan dengan protein: setelah diserap, obat dibawa oleh darah ke jaringan dan reseptor. Jumlah obat yang berikatan dengan reseptor ditentukan oleh absorpsi, metabolisme, ekskresi dan ikatan dengan situs yang tidak aktif, serta afinitas obat terhadap reseptor dan aktivitas intrinsic obat. Yang perlu

42 27 diperhatikan adalah obat yang terikat kuat pada albumin plasma dan potensi perpindahan obat dari situs ikatan dengan albumin karena adanya pemberian obat lain yang juga berikatan kuat dengan albumin. Mekanisme inilah yang banyak digunakan untuk menjelaskan banyak interaksi. Perpindahan obat dari ikatan dengan situs yang tidak aktif dapat meningkatkan konsentrasi serum dari obat aktif tanpa adanya perubahan yang nyata pada konsentrasi total serum. Namun interaksi ini tidak terlalu penting secara klinis karena cepatnya pencapaian kesetimbangan yang baru (Tatro, 2009) Ikatan dengan reseptor: situs ikatan dengan selain albumin terkadang penting dalam interaksi obat. Sebagai contoh, penggantian tempat digoxin oleh quinidine dari situs ikatan di otot rangka dapat meningkatkan konsentrasi serum digoksin (Tatro, 2009) c. Mempengaruhi metabolisme (Tatro, 2009) Untuk mencapai efek sistemik, obat harus mencapai situs reseptor, yang berarti obat tersebut harus mampu melintasi membrane plasma lipid. Oleh karena itu, obat tersebut setidaknya harus larut di dalam lipid. Peran metabolisme adalah mengubah senyawa aktif yang larut di dalam lipid menjadi senyawa tidak aktif yang larut di dalam air sehingga dapat diekskresikan secara efisien. Sebagian besar enzim terdapat di permukaan endotelium hati. Suatu enzim mikrosomal hati yang penting yaitu isoenzim sitokrom p-450 yang bertanggung jawab dalam oksidasi kebanyakan obat dan merupakan enzim yang paling sering di induksi oleh suatu obat lain. Induksi enzim adalah merangsang peningkatan aktivitas enzim. Peningkatan aktivitas enzim disebabkan karena peningkatan jumlah keberadaan enzim. Terdapat sekitar 400 obat dan bahan kimia yang merupakan agen penginduksi enzim pada hewan. Secara klinis, fenobarbital, fenitoin, karbamazepin dan rifampisin merupakan obat penginduksi enzim terbesar. Untuk obat yang dimetabolisme oleh enzim yang diinduksi, diperlukan peningkatan dosis saat digunakan bersamaan dengan obat penginduksi enzim dan dosis diturunkan ketika obat tersebut dihentikan. Sedangkan penghambatan enzim metabolisme obat umumnya dapat mengurangi laju metabolisme suatu obat. Hal ini dapat mengakibatkan

43 28 peningkatan konsentrasi serum obat tersebut dan terutama jika obat tersebut memiliki indeks terapi sempit maka dapat berpotensi toksis. d. Mempengaruhi ekskresi Interaksi yang mempengaruhi ekskresi umumnya mempengaruhi transport aktif di dalam tubulus ataupun efek ph pada transport pasif dari asam lemah dan basa lemah. Dalam kasus terbaru, ada sedikit obat yang secara klinis dipengaruhi oleh perubahan ph urin, seperti fenobarbital dan salisilat. Perubahan presentasi sodium pada ginjal mempengaruhi ekskresi dan level serum lithium (Tatro, 2009) Interaksi Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obatobat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi (Tatro, 2009). a. Interaksi aditif atau sinergis Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT) (Stockley, 2008). b. Interaksi antagonis atau berlawanan Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2008).

44 29 c. Sindrom serotonin (Thanacoody, 202) Menurut Boyer dan Shannon (2005) sindrom serotonin berhubungan dengan kelebihan serotonin yang disebabkan oleh penggunaan suatu obat, overdosis atau adanya interaksi antar obat. Meskipun kasus yang parah jarang terjadi, kasus ini menjadi semakin mudah dikenali pada pasien yang menerima kombinasi obat serotonergik. Sindrom serotonin dapat terjadi ketika dua atau lebih obat yang mempengaruhi serotonin diberikan pada saat bersamaan atau penggunaan obat serotonergik lain setelah penghentian salah satu obat serotonergik. Sindrom ini ditandai dengan gejala termasuk kebingungan, disorientasi, gerakan yang abnormal, refleks berlebih, demam, berkeringat, diare, hipotensi ataupun hipertensi. Diagnosis ditegakkan jika tiga atau lebih gejala tersebut muncul dan tidak ditemukannya penyebab lain. d. Interaksi obat atau uptake neurotransmitter Aksi sejumlah obat untuk mencapai situs aksi pada neuron adrenergic dapat dicegah dengan adanya obat lain. Antidepresan trisiklik mencegah reuptake noradrenalin ke neuren adrenergik perifer. Pasien yang menggunakan antidepresan trisiklik dan diberi noradrenalin secara parenteral menunjukkan peningkatan respon seperti hipertensi dan takikardi. Efek antihipertensi dari klonidin juga dapat dihambat oleh antidepresan trisiklik, salah satu penyebabnya yaitu terjadinya penghambatan uptake klonidin pada SSP (Baxter, 2008) Tingkat Keparahan Interaksi Obat Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level : minor, moderate, atau major.. Keparahan minor Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004).

45 30 2. Keparahan moderate Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas (Bailie, 2004). 3. Keparahan major Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Bailie, 2004). Contohnya adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Piscitelii, 2005).

46 3 BAB 3 METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo dan waktu pengumpulan data dilakukan bulan Februari-Maret Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif. Penelitian deskriptif berarti data yang telah didapatkan dideskripsikan secara objektif dengan memaparkan fenomena yang terjadi dengan bantuan tabel atau gambar. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan melakukan pengamatan terhadap kelengkapan resep bulan Januari Populasi dan Sampel Penelitian 3.3. Populasi Menurut Arikunto (200), populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Populasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah seluruh resep rawat jalan yang masuk ke unit farmasi RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205 yaitu sebanyak lembar resep Sampel Penetapan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak, yang dimana diasumsikan populasi yang diambil homogen, jadi setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoadmodjo, 200). Adapun caranya adalah dengan mengambil secara acak, tanpa memperlihatkan tingkatan yang ada dalam populasi. Jumlah sampel yang diambil ditentukan dengan Rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran 3

47 32 sampel minimal (n) jika diketahui ukuran populasi (N) pada taraf signifikan α adalah : n = n = ( ) = 378 Berdasarkan hasil perhitungan, maka didapat hasil 378 lembar resep sebagai jumlah sampel minimal yang diperoleh dalam penelitian. Jumlah tersebut adalah jumlah resep yang diambil selama bulan Januari 205. Untuk meningkatkan validasi hasil penelitian, maka jumlah lembar resep yang digunakan dalam penelitian ini adalah 400 lembar resep. 3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi 3.4. Kriteria inklusi : Kriteria inklusi yang digunakan yaitu resep pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205 yang belum dilakukan analisa Kriteria ekslusi : Kriteria ekslusi yang digunakan yaitu resep pasien rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205 yang sudah dilakukan analisa oleh Apoteker RUMKITAL Dr. Mintohardjo.

48 Kerangka Konsep Resep rawat jalan yang masuk ke apotek rawat jalan RUMKITAL Dr. Mintohardjo bulan Januari 205 Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi Memenuhi kriteria inklusi Pengkajian resep Analisis Administrasi - Data Pasien - Paraf Dokter - Legalitas Narkotik - Kesesuaian dengan Formularium Obat Analisis Farmasetik - Bentuk Sediaan - Ketercampuran Obat Analisis Klinis - Nama Obat - Ketepatan Dosis - Signa - Rute pemberian - Frekuensi Pemberian - Interaksi Obat Kelengkapan Kejelasan Ketepatan Terpenuhi Tidak Terpenuhi 3.6 Definisi Operasional No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Ukuran Skala. Kelengkapan - Lengkap secara Menilai / melihat / - Lengkap bila secara Nominal administrasi (data pasien, mengobservasi administrasi, paraf dokter, legalitas resep pasien rawat farmasetik dan klinis narkotik dan kesesuaian jalan di terpenuhi dengan formularium) RUMKITAL Dr. - Tidak lengkap bila - Lengkap secara Farmasetik Mintohardjo secara administrasi, (bentuk sediaan dan farmasetik dan klinis ketercampuran obat) tidak terpenuhi - Lengkap secara Klinis (nama obat, ketepatan dosis, signa, rute pemberian, frekuensi pemberian dan interaksi obat) 2. Data pasien Informasi utama mengenai pasien seperti: nama, alamat, tanggal lahir dan no rekam Menilai / melihat kelengkapan data pasien (nama, - Lengkap bila data pasien terpenuhi - Tidak lengkap bila Nominal

49 34 medis pasein. alamat, tanggal lahir dan no rekam medis pasein) 3. Paraf dokter Tanda tangan atau stempel Menilai / melihat nama dokter penulis resep kelengkapan paraf yang berguna sebagai dokter penulis legalitas resep tersebut resep 4. Legalitas narkotik 5. Formularium obat 6. Bentuk sediaan 7. Ketercampuran obat (puyer) Keabsahan atau keaslian resep pasien yang mengandung obat narkotik Kompilasi nama obat yang telah disepakati untuk digunakan di Rumah Sakit beserta informai dosis, indikasi, kontraindikasi, peringatan, efek samping, toksisitas, dll. Bentuk tertentu sesuai kebutuhan, mengandung suatu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam atau obat luar Salah satu bentuk sediaan obat yang biasanya didapat dengan menghaluskan atau menghancurkan sediaan obat tablet atau kaplet yang terdiri atas sedikitnya dua macam obat 8. Nama obat Label atau sebutan yang diberikan pada obat 9. Dosis obat Takaran obat yang diberikan kepada pasien yang mendapat terapi, tercantum pada resep. 0. Signa Petunjuk penggunaan obat bagi pasien pada bagian resep yang ditulis oleh dokter penulis resep Menilai / melihat / mengobservasi kelengkapan dari legalitas narkotik dengan melampirkan fotokopi KTP pasien Menilai / melihat / mengobservasi kesesuaian resep dengan formularium obat. Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan penulisan bentuk sediaan Menilai / melihat / mengobservasi kompatibilitas dari resep yang dibuat puyer Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan penulisan nama obat Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan penulisan dan ketepatan dosis obat Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan penulisan signa data pasien tidak terpenuhi - Lengkap bila paraf dokter terpenuhi - Tidak lengkap bila paraf dokter tidak terpenuhi - Legal bila resep yang mengandung narkotik disertai fotokopi KTP pasien - Tidak legal bila resep yang mengandung narkotik tidak disertai fotokopi KTP pasien - Sesuai bila tidak ada keterangan ne det / nd pada resep - Tidak sesuai bila ada keterangan ne det / nd pada resep - Jelas bila penulisan bentuk sediaan ditulis dengan jelas - Tidak jelas bila penulisan bentuk sediaan ditulis dengan tidak jelas - Kompatibel bila resep yang dibuat puyer kompatibel - Tidak kompatibel bila resep yang dibuat puyer tidak kompatibel - Jelas bila penulisan nama obat ditulis dengan jelas dan terang - Tidak jelas bila penulisan nama obat ditulis dengan tidak jelas. - Tepat bila dosis yang diberikan sesuai dengan yang dibutuhkan pasien - Tidak tepat bila dosis yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pasien - Jelas bila penulisan signa obat ditulis dengan jelas. - Tidak jelas bila Nominal Nominal Nominal Nominal Nominal Nominal Nominal nominal

50 35. Rute pemberian 2. Frekuensi pemberian Jalur obat masuk ke dalam tubuh Jangka waktu pemberian obat yang tercantum pada resep 3. Interaksi obat Situasi dimana suatu zat memengaruhi aktivitas suatu obat, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan penulisan rute pemberian obat Menilai / melihat / mengobservasi kejelasan penulisan dan ketepatan frekuensi pemberian obat Menilai / melihat / mengobservasi kemungkinan terjadinya interaksi obat penulisan signa obat ditulis dengan tidak jelas. - Jelas bila penulisan rute pemberian ditulis dengan jelas. - Tidak jelas bila penulisan rute pemberian ditulis dengan tidak jelas. - Tepat bila frekuensi pemberian obat yang diberikan sesuai dengan yang dibutuhkan pasien - Tidak tepat bila dosis yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pasien - Ada, bila dalam peresepan berpotensi mengalami interaksi obat - Tidak ada bila dalam peresepan tidak berpotensi mengalami interaksi obat Nominal Nominal Nominal 3.7 Tata Cara Penelitian Terdapat tiga tahapan penelitian yaitu tahap perencanaan, tahap pengambilan data dan tahap penyelesaian data.. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah dan analisis situasi. Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan diteliti. Sedangkan yang termasuk di dalam analisis situasi adalah perijinan dan diskusi dengan pihak mitra dalam hal ini RUMKITAL Dr. mintohardjo. 2. Tahap pengambilan data Setelah berdiskusi dengan pihak rumah sakit dan mendapat ijin penelitian, maka dilakukan pengambilan data secara retrospektif dengan melihat resep pasien bulan Januari 205 yang dilakukan adalah mengamati dan mencatat semua bentuk-bentuk kelengkapan resep dan terkait obat dari formulir yang telah dibuat. a. Proses pengambilan data dilakukan dengan mengambil resep bulan Januari 205 di unit Farmasi RUMKITAL Dr. mintohardjo.

51 36 b. Kemudian dilakukan random sampling menggunakan rumus slovin dengan ukuran sampel minimal yang dihasilkan adalah 378 lembar resep. Untuk meningkatkan validasi hasil penelitian, maka jumlah lembar resep yang digunakan dalam penelitian ini adalah 400 lembar resep. 3. Tahap pengolahan data Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, maka dilakukan pengolahan data. Proses pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Analisa kelengkapan resep Setelah dilakukan sampling, selanjutnya resep tersebut dilakukan pengamatan satu persatu dengan cara mencatat semua bentuk-bentuk kelengkapan resep dan diamati dari formulir yang telah dibuat. b. Data yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam komputer untuk melihat presentase kelengkapan resep yang sudah diamati. c. Selanjutnya dilakukan analisa dari hasil pengamatan. 3.8 Cara Kerja. Alat pengumpulan data Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari resep rawat jalan yang masuk di unit farmasi RUMKITAL Dr. Mintohardjo bulan Januari 205 yang telah dilakukan random sampling sebanyak 600 lembar resep. 2. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan berupa kelengkapan resep yang meliputi: a. Keabsahan resep : - Data pasien - Penulisan obat - Signa obat - Paraf dokter - Legalitas narkotik - Formularium obat

52 37 b. Terkait obat : - Dosis sediaan - Bentuk sediaan - Rute pemberian - Frekuensi pemberian - Ketercampuran obat - Efek samping obat : untuk efek samping obat peneliti menganggap 00%, karena dalam setiap obat pasti mempunyai efek samping yang mungkin muncul pada pasien atau bahkan tidak muncul - Interaksi obat 3.9 Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan dan dilakukan analisis. Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan program SPSS (Stastistical Package for The Social Science) 6.0. Pengolahan data yang dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo, 2003). Adapun pengolahan data dengan menggunakan analisis univariat ialah kelengkapan resep pada bulan Januari 205 di RUMKITAL Dr. Mintohardjo. Analisis yang dilakukan didasarkan dari pengamatan satu persatu dengan cara mencatat semua bentuk-bentuk kelengkapan resep dengan menggunakan formulir yang telah dibuat. Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan / berkolerasi. Adapun pengolahan data menggunakan analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan banyaknya kejadian interaksi obat yang ada. Dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square atau uji kai kuadrat dengan interpretasi hasil p value < 0,05.

53 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL PENELITIAN Penelitian tentang kajian resep ini dilakukan terhadap 400 lembar resep rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205, dengan mengamati kelengkapan resep, kejelasan penulisan terkait obat, dan gambaran terkait interaksi obat pada peresepan. Dalam pengkajian resep ini digunakan parameter berupa pedoman penulisan resep yaitu PERMENKES RI No. 35 tahun 204 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek. Melalui hasil pengamatan dari 400 lembar resep rawat jalan, diketahui masih banyak terdapat ketidaklengkapan penulisan resep setiap harinya. 4.. Analisis Kelengkapan Resep Pada penelitian ini, sekitar lebih dari sembilan ribu lembar resep pada bulan Januari 205 masuk ke Instalasi Apotek RUMKITAL Dr. Mintohardjo. Berdasarkan perhitungan, sampel minimal yang dapat dijadikan sampel adalah sebanyak 378. Untuk meningkatkan validasi hasil penelitian, maka jumlah lembar resep yang digunakan dalam penelitian ini adalah 400 lembar resep. Resep tersebut diamati kelengkapan resep yang mencakup; kelengkapan data pasien, kejelasan penulisan nama obat, kejelasan penulisan signa, adanya paraf dokter, dan kesesuaian obat pada formularium. Data kelengkapan resep tersebut dapat dilihat pada tabel 4. 38

54 39 No. Kelengkapan Resep. Kelengkapan Data Pasien Tabel 4. Data Analisis Kelengkapan Resep Nama Pasien Alamat Tanggal Lahir No. Rekam Medis 2. Kejelasan Penulisan Nama Obat 3. Kejelasan Penulisan Signa Obat 4. Adanya Paraf Dokter 5. Kesesuaian Formularium Ya (%) 48 (2) 400 (00) 48 (2) 68 (7) 348 (87) 38 (95,2) 385 (96,2) 400 (00) 353 (88,2) Jumlah Resep Tidak (%) 352 (88) (88) 332 (83) 52 (3) 9 (4,8) 5 (3,8) - 47 (,8) Berdasarkan tabel 4., dapat diketahui hasil analisis ketidaklengkapan resep yang ditulis oleh dokter terbanyak pada kelengkapan data pasien yaitu 88% (352 lembar resep), dimana kelengkapan data pasien ini mencakup; penulisan nama pasien 00%, penulisan alamat 2%, penulisan tanggal lahir 7% dan penulisan no rekam medis 87%. Selanjutnya, ketidaklengkapan resep yang ditulis oleh dokter terbanyak kedua adalah pada kesesuaian formularium yaitu,8% (47 lembar resep). Ketidakjelasan penulisan nama obat dengan 4,8% (9 lembar resep) sebagai ketidaklengkapan resep terbanyak ketiga dan ketidakjelasan penulisan signa obat dengan 3,8% (5 lembar resep). Analisis kelengkapan resep selanjutnya adalah analisis terhadap legalitas obat narkotik. Dimana, legalitas narkotik berperan penting dalam menjamin keaslian resep. Data hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.

55 40 Tabel 4.2 Profil Resep terhadap Legalitas Narkotik No. Resep Jumlah Resep (%). Non Narkotik 400 (00) 2. Narkotik - Berdasarkan tabel 4.2, didapatkan hasil bahwa pada penelitian ini tidak ditemui adanya resep yang mengandung narkotik. Sehingga untuk analisis legalitas narkotik tidak dapat dilakukan Analisis Penulisan Terkait Obat Pada penelitian ini selanjutnya resep dilakukan analisis terhadap kejelasan penulisan terkait obat. Analisis penulisan terkait obat pada resep ini meliputi; kejelasan penulisan dosis sediaan dan ketepatan dosis, kejelasan penulisan frekwensi pemberiaan obat dan ketepatan frekwensi pemberian, kejelasan penulisan bentuk sediaan dan kejelasan penulisan rute pemberian. Data hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4 Tabel 4.3 Data Analisis Ketepatan Dosis Sediaan dan Frekwensi Pemberian Obat Dosis Sediaan Frekuensi Pemberian Obat Tepat 269 (67,2) 366 (9,5) Tidak Tepat 3 (32,8) 34 (8,5) Hasil analisis pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa ketidakjelasan penulisan dosis sediaan lebih besar dibanding dengan ketidakjelasan penulisan frekuensi pemberian obat. Hasil penulisan dosis sediaan yang ditulis dengan jelas adalah sebanyak 67,2% (269 lembar resep). Hasil 269 lembar resep dengan penulisan dosis sediaan yang ditulis dengan jelas tersebut diketahui bahwa dosis sediaan yang diberikan sudah tepat. Sedangkan penulisan frekuensi pemberian obat yang ditulis dengan jelas adalah sebanyak 9,5% (366 lembar resep). Berdasarkan literatur, hasil frekuensi pemberian obat pada 366 lembar resep tersebut sudah tepat.

56 4 No. Tabel 4.4 Data Analisis Kejelasan Penulisan Terkait Obat Kejelasan Penulisan Terkait Obat. Bentuk Sediaan 2. Rute Pemberian Obat Jumlah Resep Ya (%) Tidak (%) (27) (73) (32) (68) Hasil analisis terhadap kejelasan penulisan terkait obat menunjukkan bahwa masih terdapat ketidakjelasan dalam penulisan terkait obat. Seperti pada tabel 4.4 dapat diketahui ketidakjelasan penulisan bentuk sediaan yaitu 73% (292 lembar resep) lebih besar dibanding dengan ketidakjelasan penulisan rute pemberian obat dengan hasil sebanyak 68% (272 lembar resep). Analisis penulisan terkait obat selanjutnya adalah analisis terhadap ketercampuran obat yang dibuat puyer dan mengamati potensi terjadinya interaksi obat. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 dan 4.6. Tabel 4.5 Profil Resep Puyer Non puyer Jumlah Resep (%) 4 (3,5) 386 (96,5) Dari tabel 4.5, diketahui profil resep yang dibuat puyer lebih sedikit dibanding resep yang tidak dibuat puyer. Hal ini diketahui dari 400 lembar resep, hanya 3,5% (4 lembar resep) yang dibuat puyer, sedangkan sisanya 96,5% (386 lembar resep) tidak dibuat puyer. Tabel 4.6 Potensi Terjadinya Interaksi Obat Berdasarkan Literatur Ada Interaksi Obat Tidak Ada Interaksi Obat Jumlah Resep (%) 97 (49,2) 203 (50,8)

57 42 Pada tabel 4.6 diketahui bahwa dari 400 lembar resep yang dianalisis, resep yang tidak berpotensi mengalami interaksi obat lebih besar dibandingkan dengan resep yang berpotensi mengalami interaksi obat. Hal ini diketahui dari hasil analisis yaitu sebanyak 50,8% (203 lembar resep) tidak berpotensi mengalami interaksi obat, sedangkan sebanyak 49,2% (97 lembar resep) berpotensi mengalami interaksi obat. Untuk distribusi data kejelasan penulisan terkait obat selengkapnya dapat dilihat pada lampiran Analisis Terkait Interaksi Obat Pada penelitian ini, selanjutnya dilakukan analisis terhadap gambaran jumlah obat yang berpotensi mengalami interaksi obat. Dimana resep dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok resep yang mempunyai jumlah obat dua hingga kurang dari lima macam obat dan resep yang mempunyai jumlah obat lebih atau sama dengan lima. Dari kelompok-kelompok resep tersebut didapat gambaran jumlah obat yang berpotensi mengakibatkan interaksi obat yang terdapat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Gambaran Jumlah Obat Berdasarkan Ada Tidaknya Potensi Interaksi Kategori Jenis obat <5 obat N % 5 obat N % Total N % Obat Berdasarkan Literatur Potensi Interaksi Obat Ada Interaksi Tidak Ada Interaksi ,8 60, ,6 4, ,2 50,8 Total Berdasarkan hasil analisis lembar resep tersebut, sebanyak 97 lembar resep (49,2%) berpotensi mengalami interaksi obat dan sebanyak 203 lembar resep (50,8%) tidak berpotensi mengalami interaksi obat. Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa potensi interaksi obat lebih banyak terjadi pada lembar resep dengan jumlah obat lebih atau sama dengan lima, yaitu sebanyak 65 lembar resep (95,6%) dari total resep 68 lembar. Sedangkan yang potensi interaksi obat lebih

58 43 sedikit terjadi pada lembar resep dengan jenis obat kurang dari lima, yaitu sebanyak 32 lembar resep (39,8%) dari total resep 332 lembar. Dalam penelitian ini, selanjutnya potensi interaksi obat diamati dari tingkat keparahan dan tipe mekanisme interaksi obat. Dari analisis menggunakan literatur, potensi interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan dan mekanisme interaksi obat dapat dilihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat Potensi Interaksi Kategori Jumlah Presentase (%) 7 8,5 Mekanisme Interaksi 95 50,8 8 30,7 Total Ringan Tingkat Keparahan Sedang 46 2 Berat Total Hasil analisis terhadap 97 lembar resep yang berpotensi mengalami interaksi obat, diperoleh hasil bahwa terdapat total potensi kejadian interaksi obat adalah sebanyak 384 kasus yang terdiri dari interaksi farmakodinamik dengan 95 kasus (50,8%) sebagai tipe mekanisme interaksi obat terbanyak, kemudian interaksi farmakokinetik dengan 7 kasus (8,5%) dan interaksi lainnya dengan 8 kasus (30,7%). Hasil analisis tingkat keparahan potensi interaksi obat pada lembar resep yang diperoleh dari tingkat keparahan ringan sebanyak 23 (32%), tingkat keparahan sedang 46 (2%) dan tingkat keparahan berat 25 (56%). Untuk distribusi data potensi dari tiap resep selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. Tabel 4.9 Gambaran Distribusi Jumlah Jenis Obat yang Di Resepkan dalam Lembar Kriteria Jenis Obat Resep dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat Ada Potensi Tidak Berpotensi Total Kategori Interaksi Interaksi N % N % N % 2-<5 Obat 32 39, , Obat 65 95,6 3 4, P Value 0,000

59 44 Berdasarkan tabel 4.9, hasil analisis hubungan antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat menggunakan uji chisquare menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas sebesar 0,000 (P value <0,05). 4.2 PEMBAHASAN PENELITIAN 4.2. Pembahasan Hasil Penelitian Analisis Kelengkapan Resep Penelitian tentang analisis resep ini dilakukan di apotek rawat jalan RUMKITAL Dr. Mintohardjo menggunakan lembar resep periode bulan Januari 205, hasil inklusi didapatkan sebanyak dan sampel yang diambil menggunakan teknik random sampling sebanyak 400 lembar resep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak ketidaklengkapan pada resep. Pada tabel 4. diketahui hasil dari analisis kelengkapan resep. Untuk ketidaklengkapan data pasien pada resep didapatkan hasil sebanyak 88% (352 lembar resep) yang mencakup; nama 0%, alamat 88%, tanggal lahir 83% dan no rekam medis 3%. Hasil ketidaklengkapan data pasien tersebut cukup tinggi yaitu lebih dari 50%. Hasil ketidaklengkapan data pasien ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Prawitosari (2009) yang mendapatkan hasil ketidaklengkapan penulisan data pasien sebanyak 39% umur pasien, 36,4% alamat pasien dan 2,6% nama pasien. Data pasien dalam penulisan resep cukup penting, hal ini sangat diperlukan dalam proses pelayanan peresepan sebagai pembeda ketika ada nama pasien yang sama agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat pada pasien. Seperti contohnya umur dan no rekam medis pasien sangatlah penting dan harus dicantumkan dalam resep. Bentuk ketidaklengkapan data pasien dalam resep yang diamati ini beragam, yaitu karena tidak dituliskannya tanggal lahir atau umur pasien, alamat, no rekam medis pasien, atau bahkan tidak dicantumkan ketiganya. Selanjutnya hasil ketidakjelasanan penulisan nama obat pada resep sebanyak 4,8% (9 lembar resep). Penulisan nama obat sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kesalahan pemberian obat, karena banyak obat yang tulisannya hampir sama atau penyebutannya sama.

60 45 Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas sehingga terhindar dari kesalahan pemberian obat. Pada tabel 4. diketahui juga hasil dari ketidakjelasanan penulisan signa obat yaitu sebanyak 3,8% (5 lembar resep). Dalam resep, penulisan signa obat sangat penting agar dalam proses pelayanan tidak terjadi kekeliruan dalam pembacaan pemakaian obat, sehingga pasien dapat meminum obat sesuai dengan cara dan aturan pemakaian. Dengan demikian, seharusnya dokter menuliskan signa obat dengan jelas sehingga terhindar dari kesalahan pemakaian obat. Hasil ketidakjelasan penulisan signa obat ini sesuai dengan penelitian Prawitosari (2009) yang mendapatkan hasil ketidakjelasan penulisan signa obat sebanyak 50,8%. Pada penelitian ini, tidak ditemukan adanya resep tanpa tanda tangan atau stempel nama dokter. Dimana resep yang tidak mencantumkan tanda tangan diganti dengan stempel nama dokter. Paraf atau tanda tangan dokter juga berperan penting dalam resep agar dapat menjamin keaslian resep dan berfungsi sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Prawitosari (2009) yang mendapatkan hasil ketidaklengkapan pencantuman paraf dokter sebanyak 6,8%. Pada kasus pencantuman tanda tangan/paraf dokter ini hasil yang didapatkan sangat bagus karena 00% resep yang dikaji mencantumkan stempel nama dokter sebagai pengganti tanda tangan. Dengan ini berarti, resep yang diberikan pasien merupakan resep yang sah yang diberikan oleh dokter yang bersangkutan. Nama dokter, SIP, alamat, telepon, paraf atau tanda tangan dokter serta tanggal penulisan resep sangat penting dalam penulisan resep agar ketika Apoteker Pengelola Apotek melakukan skrining resep kemudian terjadi kesalahan mengenai kesesuaian farmasetik yang meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian, dokter penulis resep tersebut bisa dapat langsung dihubungi untuk melalukan pemeriksaan kembali. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. Resep di RUMKITAL Dr. Mintohardjo tidak tercantum Surat Izin Praktek (SIP), hal ini dikarenakan dokter-dokter yang bekerja atau melakukan praktek di rumah sakit tersebut bernaung di bawah izin operasional

61 46 rumah sakit dimana menurut PERMENKES RI No. 56 tahun 204 izin operasional rumah sakit adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang bernaung sesuai kelas rumah sakit kepada penyelenggara/pengelola rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah sakit setelah memenuhi persyaratan dan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Jadi berbeda dengan resep dokter yang membuka praktik sendiri di luar rumah sakit dimana resep dokter yang membuka praktik sendiri harus mencantumkan Surat Izin Praktek (SIP) agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien dan memberikan kepastian hukum serta jaminan kepada masyarakat bahwa dokter tersebut benar-benar layak dan telah memenuhi syarat untuk menjalankan praktik seperti yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Akan tetapi pada penelitian ini, paraf dokter dalam resep yang diterima di Apotek RUMKITAL Dr. Mintohardjo diganti dengan stempel dokter dimana didalamnya terdapat nama dokter dan SIP. Selanjutnya untuk hasil ketidakkesesuaian obat dengan formularium didapatkan sebanyak,8% (47 lembar resep). Resep yang tidak sesuai dengan formularium ini akhirnya dilakukan perubahan agar sesuai dengan formularium. Formularium dalam hal ini adalah formularium rumah sakit tempat dilakukannya penelitian yang mengacu dari formularium nasional. Formularium disusun dengan tujuan untuk penyempurnaan efektifitas, penurunan resiko, penurunan biaya, dan penyempurnaan pengadaan obat, sehingga formularium rumah sakit yang digunakan dengan baik dapat membimbing dokter dalam peresepan obat yang paling aman dan paling efektif untuk mengobati masalah medis tertentu (Siregar 2004). Formularium rumah sakit yang telah disusun bersama harus dipatuhi oleh seluruh praktisi rumah sakit sebagai pedoman yang digunakan dalam pemberian terapi, hal ini seperti dijelaskan oleh Menteri Kesehatan RI dalam buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, tercapainya suatu pelayanan farmasi rumah sakit dapat dilihat dari penulisan resep yang sesuai dengan formularium, dimana standar kesesuaiannya adalah 00% (Menteri Kesehatan RI, 2008). Pada tabel 4.2 didapatkan hasil pengamatan terhadap legalitas narkotik 0%. Hasil ini diperoleh karena dari jumlah 400 lembar resep yang digunakan tidak ada

62 47 satu resep yang menggunakan atau mengandung obat narkotik. Sehingga untuk analisis legalitas narkotik tidak dapat dilakukan oleh peneliti. Legalitas terhadap obat narkotik berperan penting dalam resep agar dapat menjamin keaslian resep tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan obat oleh masyarakat. Untuk distribusi data kelengkapan resep selengkapnya dapat dilihat pada lampiran Analisis Penulisan Terkait Obat Pada penelitian selanjutnya (tabel 4.3), resep dianalisis terhadap kejelasan penulisan dosis sediaan dan ketepatan dosis serta kejelasan penulisan frekwensi pemberian obat beserta ketepatan frekwensi pemberian obat. Analisis ketidakjelasan penulisan dosis sediaan pada resep didapatkan hasil sebanyak 32,8% (3 lembar resep). Dengan ini, diketahui bahwa hanya 67,2% (269 lembar resep) yang ditulis dengan jelas. Dari 269 lembar resep yang ditulis dengan jelas tersebut setelah dilakukan analisis berdasarkan literatur, dosis sediaan yang diberikan sudah tepat. Penulisan dosis sediaan obat harus ditulis dengan jelas agar terhindar dari kesalahan pemberian jumlah dosis mengingat adanya obat-obat yang memiliki dosis lebih dari satu. Dimana dosis obat itu sendiri adalah jumlah atau ukuran yang diharapkan dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan. Misalnya Amoxan 500 mg dan Amoxan 250 mg, maka dosis obat perlu ditulis dengan jelas dalam peresepan. Tetapi biasanya ada kesepakatan tidak tertulis dalam pelayanan obat tersebut bahwa jika kekuatan obat tidak tertulis maka diberikan obat dengan kekuatan kecil. Oleh karena itu, dosis sediaan harus ditulis dengan jelas dan harus sesuai/tepat. Hasil ketidakjelasan penulisan kekuatan sediaan obat ini sesuai dengan penelitian Prawitosari (2009) yang mendapatkan hasil ketidakjelasan penulisan kekuatan sediaan sebanyak 50,8%. Selanjutnya untuk hasil ketidakjelasan penulisan frekuensi obat didapatkan hasil sebanyak 8,5% (34 lembar resep). Hasil ketidakjelasan penulisan frekuensi pemberian obat ini sesuai dengan penelitian Octavia (20) yang mendapatkan hasil ketidakjelasan penulisan frekuensi pemberian obat sebanyak 75,5%. Pada

63 48 resep seharusnya frekuensi pemberian ditulis dengan jelas dan lengkap. Penulisan frekuensi pemberian obat sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kesalahan informasi penggunaan obat, karena keadaan dan kondisi pasien menentukan frekuensi penggunaan obat yang tepat. Misalnya obat diminum 3 kali sehari dan diminum jam sebelum makan, atau 2 jam sesudah makan dan sebagainya. Dengan informasi tersebut, maka diharapkan pasien akan dapat menggunakan obat dengan benar. Sedangkan untuk hasil ketepatan frekuensi pemberian obat berdasarkan literatur terhadap 9,5% (366 lembar resep) yang ditulis dengan jelas, didapatkan hasil bahwa frekuensi pemberian obat sudah tepa. Selanjutnya pada tabel 4.4, penulisan bentuk sediaan obat yang tidak jelas didapatkan hasil sebanyak 73% (292 lembar resep). Pada resep, seharusnya penulisan bentuk sediaan harus ditulis dengan jelas agar tidak memicu terjadinya kesalahan pemberian bentuk sediaan obat yang akan digunakan oleh pasien sesuai dengan kebutuhan, keadaan dan kondisi pasien. Misalnya Paracetamol, dimana paracetamol memiliki bentuk sediaan lebih dari satu. Maka dalam resep perlu dituliskan bentuk sediaan tablet atau syrup. Hasil ketidaklengkapan penulisan bentuk sediaan ini sesuai dengan penelitian Octavia (20) yang mendapatkan hasil ketidakjelasan penulisan bentuk sediaan sebanyak 60,2%. Ketidakjelasan penulisan rute pemberian obat juga didapatkan sebanyak 68% (272 lembar resep). Penulisan rute pemberian obat sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kekeliruan pemberian obat, karena banyak sediaan obat yang memiliki beberapa bentuk rute pemberian. Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas sehingga terhindar dari kesalahan rute pemberian obat. Hasil ketidaklengkapan penulisan rute pemberian obat ini sesuai dengan penelitian Octavia (20) yang mendapatkan hasil ketidakjelasan penulisan rute pemberian obat sebanyak 84,2%. Analisis penulisan terkait obat selanjutnya adalah analisis terhadap ketercampuran obat yang dibuat puyer (tabel 4.5). Dimana pada profil resep terhadap ketercampuran obat yang dibuat puyer didapatkan hasil 3,5% (4 lembar resep). Penulisan nama obat racikan/campuran sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan

64 49 pencampuran obat, karena tidak semua obat dapat bercampur dengan baik (kompatibel). Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas dengan melihat kompatibilitas dari masing-masing obat sehingga terhindar dari kesalahan pemberian obat. Dari 3,5% tersebut menunjukkan hasil bahwa obat kompatibel dan dapat digunakan oleh pasien. Hasil tersebut menandakan bahwa pembuatan obat dengan cara racikan (puyer) ini turun dari jumlah peresepan di Indonesia yang hampir 60%. Selain itu pada tabel 4.6, berdasarkan literatur diketahui adanya interaksi obat dengan obat pada resep yang diamati yaitu sebanyak 49,2% (97 lembar resep). Analisis interaksi obat ini berperan penting dalam terapi pengobatan agar ketika dalam proses pengobatan tidak terjadi hal yang dapat merugikan pasien dan terjadinya interaksi obat dapat dihindarkan Analisis Terkait Interaksi Obat Hasil terhadap 400 lembar resep, diperoleh bahwa terdapat interaksi obat pada 97 lembar resep (49,2%) dan sebanyak 203 lembar resep (50,8%) tidak mengalami interaksi obat. Dari data tersebut diketahui bahwa interaksi lebih banyak terjadi pada pasien yang menerima obat 5 macam obat dibandingkan dengan pasien yang menerima obat <5 macam obat. Hal ini sesuai dengan penelitian Mega (203) bahwa resiko terjadinya interaksi obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diresepkan. (Thanacody, 202). Berdasarkan hasil analisis terhadap 97 resep yang berinteraksi (tabel 4.3), diperoleh hasil bahwa terdapat total kejadian interaksi obat sebanyak 384 kejadian (tabel 4.8) yang terdiri dari interakdi farmakodinamik 50,8% dengan mekanisme interaksi obat yang paling banyak terjadi. Hal tersebut menunjukkan bahwa obatobat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis (saling memperkuat), dan antagonis (saling meniadakan). Beberapa alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat, pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika

65 50 kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Fradgley, 2003). Mekanisme interaksi obat terbanyak kedua adalah interaksi obat yang bersifat unknown yaitu sebesar 30,7%, dimana mekanisme interaksi obat jenis ini belum diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk kedalam mekanisme farmakodinamik maupun farmakokinetik. Sedangkan mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebesar 8,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi obat kedua sehingga kadar plasma kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektifitas obat tersebut (Fradgley, 2003) Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi obat yang paling banyak terjadi adalah pada interaksi obat secara mayor yaitu sebanyak 25 kasus (56%). Interaksi obat secara mayor ini seharusnya diprioritaskan untuk dicegah dan diatasi karena efek potensial membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen. Dari 25 kasus interaksi mayor ini, hanya 46 kasus (2,4%) yang menyatakan bahwa interaksi tersebut dapat berdampak secara klinis. Selanjutnya interaksi obat terbanyak kedua adalah secara minor yaitu sebanyak 23 kasus (32%). Interaksi obat ini mungkin mengganggu atau tidak disadari (interaksi obat diduga terjadi), tetapi tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan, dan bentuk interaksi obat yang paling sedikit terjadi adalah interaksi obat secara moderet yaitu sebanyak 46 kasus (2%). Interaksi obat secara moderet ini termasuk jenis interaksi obat yang seharusnya diprioritaskan untuk dicegah dan diatasi karena mempunyai bukti yang cukup rasional untuk kemungkinan terjadinya interaksi obat. Ketiga bentuk interaksi ini terjadi pada 97 lembar resep yang mengalami interaksi obat. Jumlah interaksi obat dalam resep ini dapat ditemukan bentuk interaksi lebih dari macam bentuk interaksi obat. Hasil analisis dengan uji Chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam satu resep dengan kejadian interaksi obat. Hasil ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

66 5 bermakna antara jumlah obat dalam satu resep dengan kejadian interaksi obat. Hasil yang didapatkankan ini sesuai dengan penelitian Mega (203) dengan nilai probabilitas α = 0,000. Hasil analisis menggunakan odds ratio menunjukkan bahwa pasien yang menerima jumlah jenis obat 5 beresiko 0,030 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat (95% Cl, 0,009-0,099) dibandingkan dengan pasien yang menerima obat <5 macam obat. Hal ini membuktikan teori dimana resiko terjadinya interaksi obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diresepkan. (Thanacody, 202) Dari data di atas, maka dapat diketahui bahwa kesalahan dalam penulisan resep masih sering terjadi dalam praktek sehari-hari baik dalam satu wilayah tertentu maupun wilayah lain. Seperti data pasien yang tidak lengkap, hal ini menyebabkan adanya hambatan ketika resep tersebut akan diberikan kepada pasien. Tulisan tangan yang tidak jelas dari nama obat yang membingungkan, dapat mengakibatkan kesalahan pengambilan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien bila sampai pada tahap pemberian karena obat yang diberikan tidak sesuai dengan penyakitnya. Frekwensi pemberian obat yang tidak jelas sehingga aturan obat yang diberikan melenceng dari jam dan waktu yang seharusnya. Penulisan signa obat yang tidak jelas, pemberian bentuk sediaan obat yang tidak tepat, jumlah obat yang tidak tepat sehingga dapat mengakibatkan kegagalan terapi pada saat penggunaan obat oleh pasien. Jenis prescribing error lain adalah peresepan beberapa obat yang dapat mengakibatkan interaksi obat sehingga tujuan terapi tidak dapat diperoleh dengan maksimal. Hasil pengamatan pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi kepada dokter dan farmasis RUMKITAL Dr. Mintohardjo mengenai adanya kejadian dalam penulisan resep yang tidak sesuai dengan PERMENKES RI No. 35 tahun 204 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek dan adanya kejadian interaksi obat dengan obat pada resep rawat jalan, dan beberapa dari interaksi tersebut memerlukan perhatian khusus karena pasien tidak mendapat perawatan atau pemantauan yang tepat dari tenaga medis, sehingga upaya patient safety di RUMKITAL Dr. Mintohardjo dapat ditegakkan.

67 Keterbatasan Penelitian. Dalam penelitian ini masih banyak variabel yang belum diukur dan tidak semua resep dalam bulan Januari 205 dapat diamati oleh penulis. Hal ini karena adanya keterbatasan waktu penelitian, keterbatasan dana dan keterbatasan pengetahuan penulis. 2. Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga tidak dapat memonitoring pasien mengenai akibat interaksi obat secara aktual, terhadap penggunaan obat atau adanya pengungganaan obat lain diluar resep.

68 53 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5. KESIMPULAN Pada penelitian ini, masih banyak ditemukan adanya kejadian ketidaksesuaian dalam penulisan resep menurut PERMENKES RI No. 35 tahun 204 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Instalasi Apotek.. Hasil kelengkapan resep rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 205 menunjukkan bahwa: a. Secara administrasi : - Data pasien 2% - Paraf dokter 00% - Tidak ada resep yang mengandung narkotik - Kesesuaian dengan formularium 88,2% b. Secara farmasetik : - Bentuk sediaan 27%. - Adanya obat puyer 3,5% dan semuanya kompatibel. c. Secara klinis : - Penulisan nama obat 95,2% - Ketepatan dosis obat 67,2% - Penulisan signa 96,2% - Penulisan rute pemberian 32% - Ketepatan frekuensi pemberian 9,5% - Adanya interaksi obat 49,2% 2. Hasil pengamatan mengenai interaksi obat dengan obat menunjukkan bahwa: a. Interaksi obat yang terjadi sebanyak 49.2% ini, 32% secara minor, 2% secara moderet dan 56% terjadi secara mayor. b. Mekanisme interaksi obat yang paling banyak terjadi yaitu secara farmakodinamik sebanyak 95 kasus (50,8%), selanjutnya mekanisme interaksi yang lain sebanyak 8 kasus (30,7%) dengan mekanisme 53

69 54 terbanyak kedua dan mekanisme interaksi secara farmakokinetik sebanyak 7 kasus (8,5%). c. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam satu resep dengan kejadian interaksi obat. Hasil ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0, SARAN. Kepada dokter, dalam penulisan resep diharapkan dapat menerapkan PERMENKES RI No. 35 tahun 204 sehingga resiko kesalahan pada resep dapat dihindari. 2. Kepada apoteker, dalam melayani resep perlu mengacu pada PERMENKES RI No. 35 tahun 204 sehingga terapi obat yang diberikan dapat maksimal. 3. Perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dan dokter dalam menentukan terapi untuk mencegah terjadinya interaksi.

70 55 DAFTAR PUSTAKA Amira, A. 20. Skripsi: Penulisan Resep Askes di Apotek RSUP Haji Adam Malik Periode Mei 20. Medan Anonim Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 97/Menkes/SK/X/2004 Anonim Pedoman Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen kesehatan RI Anonim ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 46. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia Arikunto, S Manajemen Penelitian. Jakarta: Rieka Cipta Aslam, Mohammed, dkk Farmasi Klinis. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Bailie, G. R dkk Medfact Pocket Guide of Drug Interaction Second Edition. Middleton: Bone Care International, Nephrology Pharmacy Associated, Inc Baxter, Editor Stockley s Drug Interaction. Eighth Edition. London: Pharmaceutical Press Cahyono, J.B.S.B, Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius Charles J. P,. dan Endang Kumolosari Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran Fradgley, S Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Gramedia Hashem Drug-Drug, Herb-Drug & Food-Drug Interaction. Kairo: Faculty of Medicine Cairo University 55

71 56 Hartayu, T.S., dan Widayati, A. Kajian Kelengkapan Resep Pediatri yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error di Rumah Sakit dan 0 Apotek di Yogyakarta. Yogyakarta Iskandar, H. D Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien. Jakarta: Sinar Grafika Jas, A., Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep Edisi. Medan: Universitas Sumatera Utara Press Jas, A., Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep Edisi 2. Medan: Universitas Sumatera Utara Press Katzung, Bertram G Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 Tahun 204 Lestari, C. S Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Perca Lestari, A Skripsi: Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Preeklampsia di RSUD Kota Semarang Tahun 200. Semarang Lia, Amalia Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Mayasari Erlisa Skripsi: Analisis Potensi Interaksi Antidiabetik Injeksi Insulin pada Peresepan Pasien Rawat Jalan Peserta Askes Rumah Sakit DR. SOEDARSO Pontianak Periode April-Juni 203. Pontianak Medscape.com. Drug interaction Checker. Available: Mega Skripsi: Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit DR. SOEDARSO Pontianak Periode Januari-Maret 203. Pontianak Notoadmodjo, S Metodologi Penelitian. Jakarta: Rieka Cipta Octavia, Hanna. 20. Skripsi: Analisis Kelengkapan Peresepan di Apotek KPRI RSUD DR. SOETOMO Bulan Desember 200. Surabaya Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 204 Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 204

72 57 Piscitelli, S. C., and Rodvold, K. A Drug Interaction in Infection Disease Second Edition. New Jersey: Humana Press Praktiknya, A.W Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Prawitasari, Diah Skripsi: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep di 5 Apotek Kabupaten Klaten Tahun Surakarta Rahmawati, F Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-apotek Kotamadya Yogyakarta. Yogyakarta: Majalah Farmasi Indonesia Sandy, 200. Skripsi: Studi kelengkapan Resep Obat Untuk Pasien Anak di Apotek Wilayah Kecamatan Kartasura Bulan Oktober-Desember Surakarta Setiawati, A Interaksi Obat, dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya Baru Siregar, C.J.P, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Stockley, I. H Stockley s Drug Interaction Edisi Kedelapan. Great Britain: Pharmaceutical Press Syamsuni, H.A Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Syamsuni, H.A Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Tatro, Editor, Drug Interaction Facts Fifth Edition. United States of America: Wolters Kluwer Company Thanacoody Drug Interactions. Dalam Buku: Walker R dan Whittlesea, Editor. Clinical Pharmacyand Therapeutics. Fifth Edition. London: Churchill Livingstone Elsevier. Wibowo, A Skripsi: Analisis Kelengkapan Resep di Apotek Wilayah Lamongan Bulan Februari200. Surabaya World Health Organization The Contribution of the Family Doctor, WHO- WONCA Conference 994.

73 58 Lampiran. Grafik Persentase Analisis Univariat 2% 4,8% 88% 95,2% Gambar. Grafik persentase jumlah kelengkapan data pasien Gambar 2. Grafik persentase jumlah kejelasan penulisan nama obat 3,8% 96,2% 00% Gambar 3. Grafik persentase jumlah kejelasan penulisan signa Gambar 4. Grafik persentase jumlah adanya paraf dokter dalam resep,8% 0% 88,2% Gambar 5. Grafik persentase adanya resep yang mengandung narkotik Gambar 6. Grafik persentase kesesuaian obat dengan formularium

74 59 (Lanjutan ) 27% 32,8% 67,2% 73% Gambar 7. Grafik persentase kejelasan penulisan dan ketepatan dosis obat Gambar 8. Grafik persentase kejelasan penulisan bentuk sediaan 8,5% 32% 68% 9,5% Gambar 9. Grafik persentase kejelasan penulisan rute pemberian obat Gambar 0. Grafik persentase kejelasan penulisan dan ketepatan frekuensi pemberian obat 3,5% 49,2% 50,8% 96,5% Gambar. Grafik persentase jumlah ketercampuran obat (puyer) pada resep Gambar 2. Grafik persentase terjadinya interaksi obat pada resep

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resep 2.1.1 Definisi Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,

Lebih terperinci

PROSES TERAPI. P-Drugs & P-Treatment

PROSES TERAPI. P-Drugs & P-Treatment PROSES TERAPI P-Drugs & P-Treatment Contoh kasus: Seorang wanita 20 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan giginya geraham bawah yang paling belakang terasa cekot-cekot. Pada pemeriksaan intra oral

Lebih terperinci

Preskripsi dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses peresepan

Preskripsi dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses peresepan PEDOMAN PELAYANAN PENULISAN RESEP Preskripsi dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses peresepan obat bagi pasiennya. Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan langkah yang

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Oleh : SUSI AMBARWATI K100 040 111 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI PRAKTIS KAJIAN ADMINISTRASI RESEP

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI PRAKTIS KAJIAN ADMINISTRASI RESEP LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI PRAKTIS KAJIAN ADMINISTRASI RESEP Dosen Pengampu : Yardi, Ph.D., Apt Nelly Suryani, M.Si., Ph.D., Apt Dr. Azrifitria, M.Si., Apt Puteri Amelia, M.Si., Apt Dra. Delina Hasan, M.Kes

Lebih terperinci

RESEP DAN SALINAN RESEP. Farmasetika Dasar II

RESEP DAN SALINAN RESEP. Farmasetika Dasar II RESEP DAN SALINAN RESEP Farmasetika Dasar II PENGERTIAN UMUM TENTANG RESEP Resep ----- "prescription dari bahasa Latin "praescriptus : "prae", before + scribere, to write = to write before. Definisi resep

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : MAYA DAMAYANTI K 100 050 191 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

LAMPIRAN HANDOUT TOPIK/POKOK BAHASAN MATA KULIAH ILMU FARMASI KEDOKTERAN. Universitas Gadjah Mada 1

LAMPIRAN HANDOUT TOPIK/POKOK BAHASAN MATA KULIAH ILMU FARMASI KEDOKTERAN. Universitas Gadjah Mada 1 LAMPIRAN HANDOUT TOPIK/POKOK BAHASAN MATA KULIAH ILMU FARMASI KEDOKTERAN Universitas Gadjah Mada 1 Lampiran 1 Topik/Pokok Bahasan : Pengantar Ilmu Farmasi Kedokteran & resep dokter Pengampu : Dra. Sri

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: DIAH PRAWITOSARI K 100 040 193 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan atau (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN TENTANG KEBIJAKAN PENULISAN RESEP DIREKTUR RS HARAPAN BUNDA MENIMBANG

SURAT KEPUTUSAN TENTANG KEBIJAKAN PENULISAN RESEP DIREKTUR RS HARAPAN BUNDA MENIMBANG SURAT KEPUTUSAN No. TENTANG KEBIJAKAN PENULISAN RESEP DIREKTUR RS HARAPAN BUNDA MENIMBANG : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Harapan Bunda, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

EVALUASI KELENGKAPAN FARMASETIK RESEP UMUM POLI ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE JANUARI - MARET TAHUN

EVALUASI KELENGKAPAN FARMASETIK RESEP UMUM POLI ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE JANUARI - MARET TAHUN INTISARI EVALUASI KELENGKAPAN FARMASETIK RESEP UMUM POLI ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE JANUARI - MARET TAHUN 2015 Hikmah Putrinadia 1 ; Noor Aisyah 2 ; Roseyana Asmahanie Resep

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : FITRIA DYAH AYU PRIMA DEWI K 100050019 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI Oleh : SANDY RIA APRILANI K 100 050 159 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI LIMA APOTEK KOTA SURAKARTA SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI LIMA APOTEK KOTA SURAKARTA SKRIPSI TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI LIMA APOTEK KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : TANTRI RAHATNAWATI K100 040 196 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DARI DOKTER SPESIALIS ANAK PADA TIGA APOTEK DI KOTA MANADO Marina Mamarimbing, Fatimawali, Widdhi Bodhi.

EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DARI DOKTER SPESIALIS ANAK PADA TIGA APOTEK DI KOTA MANADO Marina Mamarimbing, Fatimawali, Widdhi Bodhi. EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DARI DOKTER SPESIALIS ANAK PADA TIGA APOTEK DI KOTA MANADO Marina Mamarimbing, Fatimawali, Widdhi Bodhi. Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tingkatan Rumah Sakit. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum, rumah sakit umum daerah, rumah sakit

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

INTISARI. Rahminati ¹; Noor Aisyah, S.Farm., Apt ²; Galih Kurnianto, S.Farm., Apt³

INTISARI. Rahminati ¹; Noor Aisyah, S.Farm., Apt ²; Galih Kurnianto, S.Farm., Apt³ INTISARI EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DI APOTEK KIMIA FARMA 383 PINUS SULTAN ADAM DAN APOTEK KIMIA FARMA HASAN BASRI BANJARMASIN PERIODE NOVEMBER 2013 OKTOBER 2014 Rahminati ¹; Noor Aisyah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, dkk., 1991).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, dkk., 1991). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Medication Error 2.1.1 Definisi medication error Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan LAMPIRAN 57 Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan 58 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Tengah 59 Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian RSUD Depati Hamzah 60 Lampiran 4. Surat Ijin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : DWI RETNO MURDIYANTI K 100 050 127 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN PERESEPAN OBAT PADA PASIEN UMUM RAWAT JALAN DENGAN FORMULARIUM RSUI YAKSSI GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN PERIODE JANUARI-MARET 2016

EVALUASI KESESUAIAN PERESEPAN OBAT PADA PASIEN UMUM RAWAT JALAN DENGAN FORMULARIUM RSUI YAKSSI GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN PERIODE JANUARI-MARET 2016 EVALUASI KESESUAIAN PERESEPAN OBAT PADA PASIEN UMUM RAWAT JALAN DENGAN FORMULARIUM RSUI YAKSSI GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN PERIODE JANUARI-MARET 2016 SKRIPSI Oleh: ZAKIYAH NURUL HANIFA K.100120030 FAKULTAS

Lebih terperinci

FITRIA MEGAWATI*, PUGUH SANTOSO* *Akademi Farmasi Saraswati Denpasar, Jalan Kamboja no. 11A, Denpasar

FITRIA MEGAWATI*, PUGUH SANTOSO* *Akademi Farmasi Saraswati Denpasar, Jalan Kamboja no. 11A, Denpasar PENGKAJIAN RESEP SECARA ADMINISTRATIF BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO 35 TAHUN 2014 PADA RESEP DOKTER SPESIALIS KANDUNGAN DI APOTEK STHIRA DHIPA RECIPES FOR ADMINISTRATIVE ASSESSMENT BASED

Lebih terperinci

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan BAB 1 PENDAHULUAN Di Indonesia Bidang Farmasi relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun

Lebih terperinci

Kata Kunci : Medication Error, skrining resep, persentase ketidaklengkapan administrasi resep

Kata Kunci : Medication Error, skrining resep, persentase ketidaklengkapan administrasi resep INTISARI GAMBARAN KELENGKAPAN ADMINISTRASI RESEP DI PUSKESMAS LOKPAIKAT KABUPATEN TAPIN TAHUN 2014 Mochammad Arief Budiman 1 ; Erna Prihandiwati, S.F., Apt 2 ; Marliya Suta, A.Md., Far 3 Medication Error

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU Monompia Kotamobagu. Apotek RSU Monompia merupakan satu-satunya Apotek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi tingkat pencapaian patient safety, khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang aman. Menurut

Lebih terperinci

Menerapkan pembuatan sediaan obat sesuai resep dokter di bawah pengawasan Apoteker HILMA HENDRAYANTI, S.Si., Apt.

Menerapkan pembuatan sediaan obat sesuai resep dokter di bawah pengawasan Apoteker HILMA HENDRAYANTI, S.Si., Apt. STANDAR KOMPETENSI : Menerapkan pembuatan sediaan obat sesuai resep dokter di bawah pengawasan Apoteker HILMA HENDRAYANTI, S.Si., Apt. Menjelaskan kelengkapan resep dokter, etiket, dan salinan resep Resep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dari latar belakang masalah di atas, maka pada bab ini akan dibahas lebih lanjut tentang ketaatan pasien dan obat serta resep dokter yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt dra Nastiti Setyo Rahayu. Apt INST. FARMASI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA TUJUAN (Pelayanan Standar) PASIEN:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bagi pasien melalui pelayanan resep. Resep merupakan perwujudan akhir kompetensi dokter dalam medical

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat 2.1 Definisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

RESEP DAN KELENGKAPAN RESEP DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI FARMASI-FIKES

RESEP DAN KELENGKAPAN RESEP DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI FARMASI-FIKES RESEP DAN KELENGKAPAN RESEP DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI FARMASI-FIKES KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan tentang resep, persyaratan dan kelengkapan resep, mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Rational Drug Prescription Writing

Rational Drug Prescription Writing Rational Drug Prescription Writing Dina Tri Amalia 1, Asep Sukohar 2 1 Pharmaceutical Division of Faculty of Medicine Lampung University 2 Pharmacology and Therapy Division of Faculty of Medicine Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Mega Lestari 1 ; Amaliyah Wahyuni, S.Si., Apt 2 ; Noor Hafizah,

Lebih terperinci

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Puspita Septie Dianita 1*, Tiara Mega Kusuma 2, Ni Made Ayu Nila Septianingrum

Lebih terperinci

PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat ti

PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat ti PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat tidak rusak mis. Berubah warna, menjadi hancur. Cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3 Elemen Penilaian PKPO 1 1. Ada regulasi organisasi yang mengelola pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang menyeluruh atau mengarahkan semua tahapan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB 10: RESEP DAN SALINAN RESEP

BAB 10: RESEP DAN SALINAN RESEP SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 10: RESEP DAN SALINAN RESEP Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB X RESEP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah di Pulau Bangka merupakan penelitian noneksperimental. Metode dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015 Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015 Akreditasi RS Upaya Peningkatan Mutu RS SK MENKES NOMOR 428/2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.58 Tahun 2014 pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit 4 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci