LAPORAN AKHIR KEGIATAN DISEMINASI HASIL PENELITIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK. Tahun Anggaran 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR KEGIATAN DISEMINASI HASIL PENELITIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK. Tahun Anggaran 2011"

Transkripsi

1 MAK : B LAPORAN AKHIR KEGIATAN DISEMINASI HASIL PENELITIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK Tahun Anggaran 2011 BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG PENGEMBANGAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

2 LAPORAN AKHIR KEGIATAN DISEMINASI HASIL PENELITIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN INOVASI TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK Tahun Anggaran 2011 Oleh: Irawan E. Husen A. Abas Id. T.Budhyastoro Satker BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

3 LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul RDHP : Percepatan Pengembangan Inovasi Teknologi Pupuk dan Bahan Organik 2. Penanggungjawab RDHP a. Nama : Dr. Irawan b. Pangkat/Golongan : Pembina/IVb c. Jabatan Fungsional : Peneliti Madya 3. Lokasi Kegiatan : BPTP NAD, Sumsel, Bali, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat Jangka waktu 5 tahun Tahun dimulai Biaya Penelitian TA 2011 Rp ,- (Seratus delapan puluh dua juta rupiah) 5. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker : Balai Penelitian Tanah Tahun Anggaran 2011 Mengetahui, Kepala Balai Penelitian Tanah Penanggung Jawab RDHP Dr. Sri Rochayati, M.Sc. NIP Dr. Irawan NIP

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iii RINGKASAN... iv SUMMARY... iv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Dasar Pertimbangan Tujuan Keluaran yang Diharapkan Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Hasil -hasil kegiatan sebelumnya... 8 III. METODOLOGI Pendekatan Ruang lingkup dan Lokasi kegiatan Bahan dan Metode penelitian Analisis risiko pelaksanaan kegiatan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN VI.PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN VII. DAFTAR PUSTAKA Lampiran-Lampiran. 27 Laporan akhir tahun ii

5 DAFTAR TABEL No Teks hal 1. Distribusi bahan dan alat untuk BPTP lokasi kegiatan, DAFTAR GAMBAR 1. Proporsi jumlah peserta pelatihan berdasarkan tingkat pendidikan Proporsi jumlah peserta pelatihan yang sudah mengetahui alat uji tanah dan pupuk sebelum pelatihan (%) Proporsi jumlah peserta pelatihan yang sudah mengetahui terminologi aspek pemupukan berimbang pada padi sawah sebelum pelatihan (%) Pendapat peserta pelatihan mengenai manfaat alat uji tanah dan pupuk dalam menunjang kegiatan dan tugas pokoknya sehari-hari Pendapat para peserta pelatihan mengenai manfaat materi pelatihan pemupukan berimbang (PB), cara penggunaan alat uji tanah sawah (PUTS), dan kegiatan sosialisasi SL-PTT bagi Pemandu Lapangan (PL) SL-PTT Pendapat para peserta pelatihan mengenai penyajian materi pelatihan pemupukan berimbang (PB) dan cara penggunaan PUTS Proporsi jumlah peserta pelatihan yang berpendapat bahwa penerapan konsep pemupukan berimbang akan meningkatkan produktivitas padi sawah dan pendapatan petani (%) Pendapat peserta pelatihan mengenai dasar penentuan dosis pupuk padi sawah di wilayah kerjanya (%) Proporsi jumlah peserta pelatihan yang merasa yakin akan dapat menggunakan dan melatihkan alat uji tanah sawah setelah peletahihan (%) Produk Balittanah yang sangat diperlukan oleh peserta pelatihan (%) DAFTAR LAMPIRAN 1. Notulen hasil rapat dalam rangka koordinasi internal kegiatan RDHP Dokumentasi surat pemberitahuan rencana kegiatan RDHP ke BPTP Dokumentasi surat pelatihan teknik KTA/DSS SPLaSH Laporan akhir tahun iii

6 RINGKASAN Kegiatan percepatan pengembangan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik merupakan kegiatan diseminasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pemandu lapangan (PL) SL-PTT di tingkat provinsi dan/atau kabupaten dalam hal prinsip-prinsip pemupukan berimbang dan penggunaan perangkat uji tanah, serta pembuatan pupuk organik berkualitas, Selain itu, juga bertujuan untuk monitoring penerapan teknologi pupuk dan pengelolaan lahan pada lokasi SL-PTT padi, jagung dan kedelai. Kegiatan ini dilaksanakan melalui koordinasi dengan BPTP binaan Balai Penelitian Tanah, yakni di Provinsi NAD, Sumatera Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Bali. Ruang lingkup kegiatan adalah berupa: (1) Pendampingan dan pengawalan penerapan teknologi inovasi pupuk, bahan organik dan pengelolaan lahan pada lokasi SL-PTT melalui pelatihan dan penyediaan perangkat uji tanah, dekomposer dan nodulin, dan (2) Monitoring penerapan teknologi pemupukan dan pengelolaan lahan. Metode pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan mengadakan: (1) koordinasi dengan BPTP dan instansi terkait setempat dalam rangka pelatihan mengenai pemupukan berimbang, penggunaan perangkat uji tanah; dan pembuatan pupuk organik yang berkualitas, (2) penyediaan PUTS, PUTK, PUP, dekomposer, dan nodulin; dan (3) Monitoring lapangan. Rencana kegiatan tersebut sudah dilakukan sebagaimana disajikan pada laporan ini. SUMMARY The acceleration of innovative fertilizer and organic matter development activities is constitute of dissemination activity which have objectives: to enhance skill of extension workers and agricultural practitioners related to SL-PTT development in term of producing good quality of organic fertilizer, balance fertilization and skill in using soil test kits (PUTS/PUTK/PUP). Beside, the purposes are also to monitor the application of fertilizer and land management technologies in farmer s level within SL-PTT sites. These activities will be held in BPTP sites which are guided by ISRI, namely Province of NAD, South Sumatera, Bali, North Maluku, North Sulawesi, and West Kalimantan. The scope of activities consists of: (1) guiding and supervision of technology implementation related to fertilizer, organic matter, and land management in SL-PTT sites by providing soil test kits, decomposer, and its training, and (3) Monitoring the application of fertilizer and land management technologies in SL-PTT sites. The methods of activity implementation will be done through (1) coordination with IAIT and RAS in holding training on producing good quality organic fertilizer, balance fertilization and using soil test kits; (2) Providing soil and fertilizer test kits, decomposer and nodulin; and (3) Field monitoring. Results of those activities are described in this report. iv

7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam proses produksi pertanian, oleh karena itu inovasi teknologi di bidang pupuk (anorganik, organik, hayati) harus terus dikembangkan, baik dalam pengembangan formula baru, peningkatan efektivitas maupun peningkatan efisiensi penggunaannya. Selain pupuk, pengembangan inovasi di bidang formulasi pembenah tanah juga sangat dibutuhkan untuk pengembangan lahan kering yang pada umumnya mempunyai tingkat produktivitas rendah karena terkendala oleh sifat-sifat tanah yang telah mengalami kemunduran. Penggunaan pupuk oleh petani di lahan sawah ataupun lahan kering sejak empat dekade terakhir diketahui belum berimbang karena berbagai hal, antara lain karena mahalnya harga atau kelangkaan pupuk tertentu seperti KCl dan SP-36. Sebagian besar petani padi sawah dan palawija hanya menggunakan pupuk nitrogen dalam bentuk urea karena harganya yang murah (pupuk bersubsidi) dan pengaruhnya bisa langsung dilihat dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, sedangkan pupuk P dan K tidak banyak digunakan. Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat serta tidak digunakannya bahan organik sebagai salah satu input, telah terjadi penurunan kadar bahan organik tanah di lahan sawah maupun lahan kering. Hasil kajian yang dilakukan Kasno et al. (2000) menunjukkan bahwa sekitar 65% tanah sawah di Indonesia berkadar C-organik di bawah batas kritis (< 2%), dan hanya 35% yang berkadar C-organik > 2 %, inipun terjadi pada lahan sawah yang bergambut. Hasil kajian Balai Penelitian Tanah menunjukkan 49,5% lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Karawang mempunyai kadar bahan organik rendah dan rendah-sedang, 30,6% lahan sawah berkadar bahan organik sedang-tinggi dan tinggi, serta sisanya (19,9%) berkadar bahan organik sedang (Laporan Tahunan 2009, hal 104). Kadar bahan organik tanah berkorelasi positif dengan produktivitas tanaman padi sawah dimana makin rendah kadar bahan organik makin rendah produktivitas lahan (Karama et al., 1990). Pengembangan pertanian lahan kering saat ini kurang optimal akibat kendala biofisik lahan dan produktivitas tanah yang rendah serta tingkat erosi tanah yang relatif tinggi. Lahan kering di luar Jawa pada umumnya bersifat masam (ph rendah), kandungan kation basa dan bahan organik rendah, kahat unsur hara makro khususnya P, dan di sisi lain ketersediaan oksida Fe, Al tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Rendahnya bahan organik tanah disebabkan laju pelapukan (perombakan dan oksidasi) bahan organik berjalan cepat karena 1

8 suhu udara dan curah hujan atau kelembaban tanah yang tinggi di daerah tropis, sementara pengembalian bahan organik ke tanah relatif sedikit. Penerapan pengelolaan hara terpadu perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering secara berkelanjutan. Pengelolaan hara terpadu mensyaratkan penggunaan pupuk organik dan anorganik secara proposional sebagai sumber hara tanaman. Secara kuantitatif, kandungan hara pupuk organik relatif rendah, namun keunggulan lain dari pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah serta meningkatkan efisiensi pemupukan. Pupuk organik disamping dapat mensuplai hara makro dalam jumlah kecil juga dapat menyediakan unsur mikro sehingga dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang. Kebutuhan hara setiap jenis tanaman sangat spesifik, tergantung produk yang dihasilkannya. Dalam upaya untuk mencukupi nutrisi tanaman yang spesifik tersebut, telah dibuat beberapa formula pupuk makro untuk beberapa tanaman (Setyorini et al., 2006). Selain pupuk, pengembangan formula pembenah tanah juga terus dilakukan, sehubungan dengan banyaknya lahan pertanian dengan kualitas tanah yang semakin menurun atau telah mengalami degradasi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan formulasi bahan pembenah tanah berbahan dasar organik dan mineral telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang telah terdegradasi, salah satunya adalah formula pembenah tanah Beta yang berkomposisi, antara lain kadar air 4-5%, C-organik 19-23%, dan KTK cmol (+)/kg (Dariah et al., 2008). Berbagai teknologi di bidang pemupukan dan rekayasa pupuk dan pembenah tanah tersebut perlu disebarluaskan agar diadopsi oleh petani/pengguna, oleh karena itu diperlukan diseminasi berupa pelatihan pemupukan berimbang dan pemanfaatan bahan organik di sentrasentra produksi pertanian lahan sawah dan lahan kering, khususnya di lokasi SL-PTT.. Pada tahun 2009 kegiatan diseminasi tersebut telah dilakukan bekerja sama dengan BPTP Jawa Barat, BPTP Jawa Timur, BPTP Bali, BPTP Lampung, dan BPTP Sumatera Barat dibawah koordinasi BBSDLP dan BBP2TP. Pada TA 2010 kegiatan percepatan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik dilanjutkan dengan mengacu pada Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Pertanian No. 210/2009 tentang Tugas UK/UPT dalam pengawalan dan pendampingan SL-PTT. Sesuai dengan isi SK tersebut tugas Balai Penelitian Tanah adalah: (1) melakukan koordinasi dan membantu BPTP dalam melakukan pengawalan dan pendampingan 60% lokasi SL-PTT padi, jagung, dan kedelai di wilayah yang sudah ditetapkan, (2) 2

9 menyediakan nara sumber/pakar teknologi pengelolaan lahan dan hara tanaman (padi, jagung, dan kedelai) untuk membantu Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Penyuluh Pertanian dalam diseminasi teknologi spesifik lokasi melalui SL-PTT, dan (3) melakukan supervisi teknologi. Balai Penelitian Tanah memperoleh mandat untuk membina enam lokasi BPTP, yakni NAD, Sumatera Selatan, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. Dalam rangka melaksanakan mandat tersebut Balai Penelitian Tanah akan melakukan pelatihan, menyediakan dekomposer, nodulin, dan perangkat uji tanah untuk mendukung SL-PTT padi, jagung, dan kedelai, serta melakukan supervisi dan monitoring penerapan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik pada lokasi SL-PTT tersebut Dasar Pertimbangan Telah dihasilkan formula pupuk (anorganik, organik dan hayati) dan pembenah tanah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Teknologi ini perlu diperkenalkan kepada petani/pengguna dan penyuluh pertanian agar diadopsi, khususnya melalui pelatihan kepada para pemandu lapangan (PL) SL-PTT. Alat bantu untuk menentukan dosis pupuk menggunakan PUTS untuk padi sawah dan PUTK untuk jagung dan kedelai yaitu PUTK telah mulai digunakan dan diapresiasi oleh pengguna pada awal tahun 2006 hingga kini. Demikian juga alat uji pupuk (PUP) sangat diperlukan untuk melindungi petani dari peredaran pupuk palsu. Agar penggunaan alat-alat tersebut lebih optimal dan memasyarakat, maka diperlukan sosialisasi dan pelatihan pemanfaatannya kepada pemandu lapangan SL-PTT tingkat provinsi (PL-2) dan kabupaten/kota (PL-3). Balai Penelitian Tanah telah membuat website yang berisi tentang informasi mengenai perangkat uji tanah sehingga para penyuluh dan petugas pertanian, serta petani dapat mengakses melalui internet. Program pemupukan berimbang melalui pengelolaan hara terpadu yang memanfaatkan pupuk anorganik, pupuk organik, dan pupuk hayati harus terus digalakkan. Materi tersebut perlu disebarluaskan kepada PL-2 dan PL-3 melalui pelatihan. Bahan dasar dan cara pembuatan kompos sangat beragam oleh karena itu kualitas atau mutu pupuk organik yang dihasilkannya sangat bervariasi. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan kemandirian petani dalam membuat pupuk organik, diperlukan 3

10 pemahaman tentang manfaat pengomposan, kualitas atau mutu bahan dasar kompos serta teknik pengomposan yang benar. Di sisi lain pembuatan mikroba lokal (MOL) berbasis sumberdaya setempat perlu dikembangkan sehingga petani bisa membuat dekomposer secara mandiri. Tugas pembinaan BPTP oleh Balittanah dari Badan Litbang Pertanian sebagaimana dituangkan dalam SK Kepala Badan Litbang Pertanian No. 210/ Tujuan Jangka pendek: 1. Melakukan pendampingan dan pengawalan penerapan teknologi pada SL-PTT padi, jagung, dan kedelai melalui peningkatan keterampilan pemandu lapangan (PL) SL-PTT mengenai penggunaan perangkat uji tanah dan pupuk, perangkat lunak konservasi tanah dan air (SPLaSH/GeoSPLaSH) serta teknik pembuatan pupuk organik. 2. Monitoring penerapan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik pada lokasi SL-PTT padi, jagung dan kedelai. Jangka panjang: Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan akses penyuluh/petugas pertanian dan kontak tani terhadap inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik, konservasi tanah dan air (KTA), dan mempercepat adopsi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas lahan Luaran yang diharapkan Jangka pendek : 1. Minimal 100 orang pemandu lapangan SL-PTT mampu secara mandiri menggunakan perangkat uji tanah dan pupuk untuk menyusun rekomendasi pemupukan, menggunakan perangkat lunak KTA mengetahui cara-cara pembuatan pupuk organik/kompos berkualitas, dan memahami prinsip pemupukan berimbang. 2. Penerapan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik di lokasi SL-PTT dilakukan sesuai rekomendasi. 3. Informasi umpan balik dari PL-SLPTT dan/atau kontak tani tentang penerapan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik pada lokasi SL-PTT. 4

11 Jangka panjang : Para pemandu lapangan SL-PTT dapat mengakses inovasi teknologi pupuk, pembenah tanah, pengelolaan bahan organik yang efektif, dan KTA untuk mendukung peningkatan produktivitas tanah dan tanaman Perkiraan manfaat dan dampak dari rencana kegiatan Teknologi inovasi pupuk dan bahan organik merupakan komponen teknologi dasar dan pilihan yang harus diterapkan pada lokasi SL-PTT padi dan palawija. Penerapan teknologi tersebut secara massal atau bersama-sama oleh petani pada satuan wilayah SL-PTT diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas padi dan palawija sesuai dengan yang ditargetkan di masing-masing daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan para petani dan mempertahankan swasembada pangan. 5

12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah. Apabila bahan tersebut dikelola dengan baik, akan sangat berguna untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan hayati tanah, dan sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Sebelum mengalami proses perombakan atau dekomposisi, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara terikat dalam bentuk organik yang tidak dapat diserap tanaman. Dengan adanya dekomposisi, bahan organik akan dipecah menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana dan menyediakan unsur hara yang berguna bagi tanaman. Pirngadi (2009) menyatakan bahwa penggunaan bahan organik dapat meningkatkan hasil padi secara nyata (16%). Kualitas kompos sangat tergantung dari bahan dasarnya, meskipun kandungan haranya rendah, kompos dapat mensuplai unsur hara makro dan mikro, asam-asam organik serta zat tumbuh tanaman. Apabila menggunakan bahan-bahan yang sulit lapuk dan berlignin tinggi, sampah kota atau limbah industri, maka kompos yang dihasilkan kurang baik kualitasnya. Dalam upaya untuk memperbaiki kualitas nutrisi kompos, maka dapat dilakukan penambahan bahan-bahan pengkaya yang berasal dari bahan mineral atau bahan alami serta mikroba. Teknologi pengkayaan kompos ini perlu disosialisasikan kepada produsen atau petani agar kompos yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik. Pupuk organik yang selama ini dikenal dengan nama kompos, sesuai dengan kadar C- organik dan fungsinya di dalam tanah dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) pupuk organik, bila kandungan C-organik >12% dan berfungsi sebagai pemasok hara bagi tanaman, dan (2) pembenah tanah bila kadar C-organik 7-12% bila ditujukan untuk memperbaiki kesuburan tanah yang telah mengalami degradasi (Menteri Pertanian, 2006). Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) merupakan alat untuk mengukur kadar hara P dan K serta ph tanah yang dapat dikerjakan oleh penyuluh pertanian atau petani secara langsung di lapangan. Hasil analisis P dan K tanah dengan PUTS ini selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi pupuk P dan K spesifik lokasi untuk tanaman padi sawah dengan produktivitas setara IR-64 (Setyorini, et al., 2006). 6

13 Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) terdiri atas satu set alat dan bahan kimia untuk analisis kadar hara tanah lahan kering yang dapat digunakan di lapangan dengan relatif cepat, mudah, murah dan cukup akurat. PUTK ini dirancang untuk mengukur kadar P, K, bahan organik, ph tanah dan kebutuhan kapur. PUTK dikemas dalam tas berukuran panjang 33 cm, lebar 15,5 cm dan tinggi 17 cm. Perkiraan berat setelah diisi bahan pereaksi sekitar + 3 kg sehingga memudahkan untuk dibawa ke lapangan. Prinsip kerja PUTS dan PUTK ini adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan). Pengukuran kadar P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Di tingkat lapangan masih terdapat gap pemanfaatan inovasi teknologi pertanian oleh petani dengan apa yang dilakukan oleh peneliti pada skala percobaan lapangan. Gap atau senjang penerapan inovasi teknologi pertanian tersebut menghasilkan gap juga pada produktivitas tanah yang dicapai petani jika dibandingkan dengan tingkat percobaan lapangan. Hasil kajian Zaini et al. (2009) senjang hasil padi sawah di Banten antara rata-rata praktek petani dengan praktek terbaik oleh petani mencapai 1,022 t/ha, kemudian antara rata-rata petani dengan hasil tingkat percobaan mencapai 3,135 t/ha. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanah (Laporan Tahunan Tahun 2009) menunjukkan hal yang serupa. Di lokasi demplot Pesisir Selatan (Sumbar) produktivitas padi pada tingkat teknologi petani hanya 3,15 t GKP /ha, sedangkan pada perlakuan dengan teknologi pemupukan dan pembenah tanah mencapai 4,07 s/d 4,95 t GKP/ha. Kemudian di lokasi demplot Gianyar (Bali) produktivitas jagung pada tingkat petani hanya 8,95 9,00 t pipilan/ha, sedangkan dengan perlakuan teknologi pemupukan dan pembenah tanah mencapai 9,6 12,6 t pipilan/ha. Kondisi tersebut menunjukkan sangat diperlukannya diseminasi inovasi teknologi pertanian kepada para petani, antara lain berupa inovasi teknologi pupuk melalui pelatihan kepada para petugas lapangan pertanian (PL dan LO), penyuluh pertanian lapangan, dan kontak tani. 7

14 2.2. Hasil-hasil kegiatan sebelumnya Perangkat Uji Tanah dan Pupuk (PUTS, PUTK dan PUP) Sejak tahun 2005 hingga kini PUTS telah beredar sekitar unit, sedangkan PUTK yang diluncurkan pada awal 2007 telah diapresiasi oleh pengguna sekitar 500 unit. Peralatan tersebut dipergunakan oleh petugas lapangan dinas pertanian, penyuluh pertanian, kelompok tani dan praktisi pertanian di seluruh Indonesia. Saat ini juga telah dikembangkan perangkat uji pupuk (PUP) yang berguna untuk melindungi petani dari peredaran pupuk palsu. Sosialisasi dan pelatihan penggunaan PUTS, PUTK, dan PUP tersebut harus terus dilakukan agar pemahaman para pengguna terhadap perangkat uji tanah dan pupuk tersebut terus meningkat dan lebih baik. Kemasan dan peralatan penunjang yang terdapat dalam PUTS, PUTK, dan PUP dapat terus dipergunakan dengan cara mengisi ulang tabung (refill) pengekstrak yang telah habis dipergunakan. Kualitas, kuantitas, dan proses isi ulang sama dengan kemasan utamanya. Pengujian kualitas dengan cara menerapkan sistem Quality Control, dimana hasil produksi refill diuji dengan contoh tanah standar dan dibandingkan dengan bagan warna yang tersedia. Pereaksi kimia PUTS, PUTK, dan PUP diproduksi di Laboratorium Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah. Pada tahun 2010 Balai Penelitian Tanah telah mendistribusikan sebanyak 46 buah refill PUTS, 15 set PUTK, 200 kg Mdec dan 2 kg nodulin untuk membantu BPTP binaan Balittanah dalam pendampingan dan pengawalan kegiatan SL-PTT di masing-masing wilayah kerjanya. Pelatihan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik Kegiatan pelatihan sudah dilakukan sejak tahun 2009 dengan lokasinya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Lampung, dan Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 2010 kegiatan pelatihan dilakukan di lingkup BPTP binaan Balai Penelitian Tanah, yakni BPTP NAD, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Bali, Sulawesi Utara dan Maluku Utara. Beberapa hal yang sudah dilakukan dan dihasilkan dari kegiatan RDHP ini, khususnya pada TA 2009 dan 2010, secara ringkas adalah sebagai berikut: 1. Peserta pelatihan pada TA 2009 mencapai 295 orang, terdiri atas para petani kooperator demplot pemupukan berimbang, para petani anggota Poktan dan perwakilan Gapoktan, para penyuluh pertanian lapangan, staf lapangan Prima Tani, staf kantor desa dan staf Dinas Pertanian setempat. Lokasi kegiatannya di Kabupaten Ngawi (Jatim), Subang 8

15 (Jabar), Gianyar (Bali), Pesawaran (Lampung) dan Kabupaten Pesisir Selatan (Sumatera Barat). 2. Pada tahun 2009 juga Balai Penelitian Tanah telah memberikan masing-masing satu set perangkat uji tanah kepada para petani melalui Pengurus Gapoktan dan BPTP di lokasi Demplot Pemupukan Berimbang di Kabupaten Ngawi, Subang, Gianyar, Pesawaran dan Kabupaten Pesisir Selatan. 3. Pada tahun 2010 telah didistribusikan refill PUTS dan PUTK (lengkap) kepada BPTP binaan Balittanah, yakni BPTP NAD (6 dan 1), Sumsel (14 dan 4), Kalbar (12 dan 2), Bali (5 dan 0), Sulut (8 dan 8) dan Malut (1 dan 0). 4. Pada TA 2010 peserta pelatihan mencapai 277 orang. Berbeda dengan tahun 2009 kegiatan pelatihan tahun 2010 diperuntukkan bagi petugas lapangan pertanian, baik sebagai PL (pemandu lapangan), LO (liaison officer), atau penyuluh pertanian lingkup SL-PTT. Lokasi pelaksanaan pendampingan sesuai dengan BPTP binaan Balittanah, yakni BPTP NAD di Banda Aceh, BPTP Sumatera Selatan di Palembang, BPTP Kalimantan Barat di Pontianak dan Kabupaten Sambas, BPTP Sulawesi Utara di Manado, BPTP Maluku Utara di Subaim, dan BPTP Bali di Kabupaten Tabanan. 5. Materi pelatihan TA 2010 mencakup pengomposan dan pembuatan MOL, pemupukan berimbang, penggunaan perangkat uji tanah dan pupuk, dan sosialisasi teknologi unggulan hasil Balittanah. Namun demikian belum semua BPTP binaan Balittanah memperoleh semua materi pelatihan tersebut, misalnya BPTP Sulut dan Malut baru memperoleh pelatihan mengenai pemupukan berimbang dan penggunaan perangkat uji tanah. 6. Umpan balik atau pendapat para peserta pelatihan terkait dengan subtansi/materi pelatihan adalah sebagai berikut: (a) kegiatan pelatihan telah menambah pengetahuan mengenai dekomposer dan perangkat uji tanah dan pupuk bagi lebih dari 80% peserta, (b) produk Balittanah yang diperkenalkan, seperti Mdec, Tithoganik, Beta, Smesh, PUTS/PUTK, dan PUP akan bermanfaat hingga sangat bermanfaat bagi peserta, termasuk bagi PL-SLPTT, (c) materi pelatihan yang diberikan termasuk mudah hingga sangat mudah untuk dimengerti oleh peserta, dan (d) materi pelatihan yang diberikan dinilai bermanfaat hingga sangat bermanfaat bagi peserta. 9

16 3.1. Pendekatan III. METODOLOGI Percepatan pengembangan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik dilakukan melalui pendekatan: (1) pelatihan mengenai prinsip-prinsip pemupukan berimbang, jenis dan kualitas pupuk, konservasi tanah dan air, dan percepatan pembuatan pupuk organik, (2) penyediaan dan pelatihan penggunaan perangkat uji tanah dan pupuk, dan (3) monitoring pemanfaatan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan lahan pada lokasi SL-PTT. Kegiatankegiatan tersebut akan dilakukan melalui kerjasama dengan BPTP/dinas teknis terkait di lokasi yang telah ditentukan. Lokasi kegiatan mencakup BPTP binaan Balai Penelitian Tanah sesuai dengan isi SK Ka Badan Litbang Pertanian No. 210/2009. Dengan demikian lokasi kegiatan TA 2011 sama dengan TA Materi pelatihan akan melanjutkan kegiatan TA 2010, sebagai contoh materi pelatihan untuk BPTP Sulut dan Malut akan difokuskan pada pengelolaan bahan organik, konservasi tanah, dan penggunaan PUP karena pada TA 2010 kedua BPTP tersebut sudah memperoleh materi pelatihan mengenai pemupukan berimbang dan penggunaan PUTS dan PUTK. Demikian juga di BPTP Sumatera Selatan dan NAD materi utama pelatihan difokuskan pada aspek konservasi tanah dan penggunaan PUP. Namun demikian secara umum sudahk dikenalkan berbagai produk dan teknologi unggulan Balittanah, baik berupa alat, pupuk/pembenah tanah, software, maupun kebijakan berupa Permentan atau peraturan lainnya. Peserta pelatihan pada TA 2011 secara fungsional adalah sama dengan TA 2010 yakni PL-SLPTT, tetapi secara personal akan berbeda yakni para PL-SLPTT tingkat provinsi dan/atau kabupaten yang belum pernah memperoleh kesempatan pelatihan TA 2010 atau tahun-tahun sebelumnya. Penetapan peserta pelatihan menjadi kewenangan penuh BPTP setempat dan dinas terkait di daerah Ruang Lingkup dan Lokasi Kegiatan Pada TA 2011 telah dilakukan dua hal berikut: 1. Pendampingan dan pengawalan penerapan inovasi teknologi pupuk, bahan organik dan pengelolaan lahan pada lokasi SL-PTT melalui pelatihan pemandu lapangan SL-PTT tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Materi pelatihan meliputi aspek pemupukan, pembuatan pupuk organik dengan menggunakan dekomposer, konservasi tanah dan air 10

17 sesuai dengan agro-ekosistemnya. Guna mendukung kegiatan tersebut akan disediakan perangkat uji tanah PUTS dan PUTK, alat uji pupuk PUP, dekomposer, dan nodulin/bionutrient. Produk atau teknologi hasil Balittanah tersebut dapat diaplikasikan pada areal LL SL-PTT atau demfarm oleh BPTP. 2. Monitoring penggunaan inovasi teknologi pupuk dan bahan organik pada lokasi SL-PTT. Kegiatan ini dilaksanakan di lokasi BPTP yang menjadi binaan Balittanah, dengan urutan prioritas mencakup Provinsi Sulawesi Utara (SL-PTT padi dan jagung), Maluku Utara (SL-PTT padi), Sumsel (SL-PTT padi, jagung, kedelai), Bali (SL-PTT padi), NAD (SL-PTT padi dan jagung), dan Kalimantan Barat (SLPTT padi, jagung). Pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui koordinasi dengan BPTP dan Pemda setempat, serta Balit Komoditas terkait. Berdasarkan arahan dari BBP2TP sinergi pengawalan atau pendampingan inovasi teknologi pada lokasi SL-PTT sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Pada prinsipnya setiap intansi (UK/UPT) berkoordinasi dengan BPTP setempat. Gambar 1. Sinergi pendampingan inovasi teknologi SL-PTT 2.3. Bahan dan Metode Bahan bahan ATK yaitu alat tulis (pensil dan ball poin), kerta HVS, tinta printer, disket, CD, penghapus, spidol, penggaris, dan sebagainya. PUTS (40 unit), PUTK (12 unit), PUP (6 unit), Mdec (150 kg), Nodulin/Bionutrient (5 kg) 11

18 bahan pelatihan, seperti leaflet, dekomposer, nodulin/bionutrient, bahan baku kompos, bahan baku MOL, dan lainnya. Peralatan Pelatihan Peralatan yang digunakan adalah LCD, komputer/laptop, PUTS, PUTK, PUP, blender, ember plastik, cangkul, sekop, pisau lapang, dan lainnya. Metode Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik dan Penggunaan PUTS/PUTK a. Pembuatan Pupuk Organik Pembuatan pupuk organik berbahan dasar insitu dengan teknik pengomposan yang baik dan benar memerlukan pendemontrasian/praktek di lapangan sehingga teknologi tersebut dapat langsung dilihat, diamati dan dipelajari oleh pemandu lapangan SL-PTT dan pemerhati pertanian lainnya. Metode pengomposan Balitanah akan diperagakan sesuai dengan jenis bahan organik yang tersedia in situ. Dalam rangka mendukung kegiatan pelatihan tersebut Balittanah menyediakan dekomposer Mdec sekitar 150 kg dan nodulin/bionutrient sekitar 5 kg untuk SL-PTT padi dan palawija. b. Penyediaan dan pelatihan Penggunaan PUTS/PUTK/PUP dan SPLaSH Pada tahun 2011 Balittanah telah menyediakan 40 unit PUTS, 12 unit PUTK, dan 6 unit PUP untuk mendukung SL-PTT padi dan palawija. Distribusi alat uji tanah didasarkan pada luasan SL-PTT di masing-masing BPTP, sedangkan PUP dibagi rata masing-masing 1 unit PUP untuk satu BPTP. Kegiatan pelatihan terdiri atas sesi pemberian materi teori dan diskusi di kelas serta sesi praktek di lapangan. Materi teori yang disampaikan mencakup pemahaman prinsip-prinsip pengomposan, penerapan konservasi tanah dan air, pemupukan berimbang dan penggunaan PUTS, PUTK, dan PUP. Pelatihan tentang konservasi tanah dan air dilakukan dengan pendekatan penggunaan perangkat lunak SPLaSH. c. Monitoring Penerapan Inovasi Teknologi Pupuk dan Pengelolaan Lahan Kegiatan monitoring terhadap pemanfaatan inovasi teknologi pupuk dan pengelolaan bahan organik dilakukan pada lokasi SL-PTT padi dan palawija. Dilakukan dengan observasi lapangan dan/atau wawancara/diskusi dengan PL SL-PTT dan/atau kontak tani. 12

19 Hal-hal yang dikaji mencakup penggunaan pupuk, pengelolaan bahan organik/sisa tanaman, dan koservasi tanah sesuai dengan agro-ekosistemnya serta produktivitasnya. Lokasi kegiatan monitoring tersebut secara prioritas adalah BPTP Sumatera Selatan dan NAD. d. Analisis risiko pelaksanaan kegiatan Ada beberapa faktor risiko yang ditengarai berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan dalam RDHP ini. Beberapa diantaranya adalah : (1) perubahan kebijakan di tingkat Badan Litbang Pertanian terkait dengan SK Kepala Badan Litbang Pertanian No 210 tahun 2009 mengenai tupoksi UK/UPT dalam pengawalan kegiatan SL-PTT, (2) event nasional/internasional dan/atau bencana alam, dan (3) kenaikan harga barang/jasa yang cukup ekstrim sehingga akan berpengaruh terhadap harga pengadaan alat uji tanah, Mdec, nodulin, dan tarif transportasi udara (tiket pesawat). Terkait dengan faktor risiko pertama kegiatan diseminasi ini menyesuaikan dengan prioritas akibat perubahan kebijakan tersebut, baik dalam hal lokasi maupun subtansi kegiatan sejauh perubahan kebijakan tersebut berlangsung di awal tahun Apabila perubahan kebijakan tersebut terjadi pada pertengahan tahun, bahkan menjelang akhir tahun maka sulit untuk melakukan penyesuaian. Terkait dengan faktor risiko kedua maka kegiatan dalam RDHP ini akan ditiadakan pada lokasi-lokasi kegiatan yang terkena bencana alam atau bertepatan dengan penyelenggaraan event internasional, seperti SEA Games dan dialihkan ke lokasi lain atau peningkatan intensitas kegiatan pada lokasi lain dengan sepengetahuan kepala institusi. Kemudian terkait dengan faktor risiko ketiga kegiatan dalam RDHP ini akan difokuskan pada lokasi atau substansi yang dapat terjangkau setelah dilakukan perhitungan ulang mengenai dampak peningkatan harga barang/jasa/transportasi terhadap ketersediaan dana dalam kegiatan ini. Dalam pelaksanaannya tidak ada sumber dan faktor risiko yang terjadi sehingga kegiatan diseminasi dapat dilaksanakan dengan normal sebagaimana direncanakan. 13

20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Kegiatan yang dilakukan selama TA 2011 pada kegiatan diseminasi ini adalah sebagai berikut: 1. Pembahasan proposal rencana kegiatan. 2. Koordinasi internal dan eksternal dengan instansi terkait, termasuk BPTP lokasi kegiatan. 3. Nara sumber dalam Workshop Pendampingan SL-PTT 4. Pelatihan Pemandu Lapangan SL-PTT 5. Pengadaan dan pengiriman alat uji tanah dan bahan MDEC/nodulin 6. Penggalian umpan balik (feed back). Pembahasan proposal rencana kegiatan Kegiatan pembahasan proposal rencana kegiatan RDHP ini sudah dilakukan di lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan (BBSDLP) pada akhir tahun 2010 hingga awal tahun Kegiatan pembahasan proposal meliputi presentasi oleh penanggungjawab rencana kegiatan dan diskusi. Perbaikan naskah proposal rencana kegiatan didasarkan pada masukan lisan dari floor saat diskusi dan masukan tertulis dari Tim Evaluator. Tim Evaluator proposal tersebut diangkat oleh Kepala Balai Penelitian Tanah. Koordinasi Koordinasi mencakup koordinasi internal, yakni di dalam tim anggota pelaksana kegiatan dan koordinasi eksternal, yakni dengan instansi terkait. Koordinasi internal di dalam anggota Tim dilakukan melalui rapat dan dengan cara komunikasi via , tilpon, dan sms. Mengingat kegiatan ini merupakan lanjutan dari tahun sebelumnya dan anggota Timnya relatif sama maka mengenai kegiatan koordinasi internal tersebut tidak menjadi masalah. Anggota Tim dari masing-masing kelompok peneliti sudah mengetahui peran masing-maisng dalam rencana kegiatan ini. Koordinasi internal dilakukan dalam bentuk rapat Tim pelaksana kegiatan dan komunikasi via . Salah satu rapat tim lengkap dalam rangka koordinasi internal dilakukan pada 9 Juni Salah satu hasil koordinasi internal tersebut adalah rencana pelaksanaan kegiatan pelatihan aspek konservasi tanah di BPTP Sulawesi Utara. Pelatihan pengeloaan bahan organik, khususnya pembuatan kompos dan MOL diprioritaskan di BPTP Malut sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan kegiatan RDHP TA

21 Koordinasi dalam rangka pendampingan penerapan teknologi pertanian dalam kegiatan SL-PTT dilakukan dengan instansi terkait, terutama Puslitbangtan, BBP2TP dan BPTP. Kegiatan koordinasi dilakukan baik melalui konsultasi tatap muka, surat menyurat, dan komunikasi melalui . Nara sumber Workshop Pendampingan Teknologi Penyediaan nara sumber dilakukan pada kegiatan Workshop Pendampingan Teknologi SL-PTT padi, kedelai, dan jagung di Provinsi NAD pada 26 Mei 2011 dan temu lapang dan sosialisasi kegiatan SL-PTT di Sulawesi Utara pada tanggal 12 April Dalam kegiatan workshop Pendampingan SL-PTT di Provinsi NAD Tim RDHP Balittanah (Dr. Wiwik Hartatik) menyajikan topik tentang Pemupukan Berimbang. Penyajian materi berupa presentasi dan diskusi. Beberapa hal yang didiskusikan selama membahas materi tersebut dengan 51 orang peserta workshop adalah sebagai berikut: (a) Para penyuluh pertanian lapangan menyarankan agar setiap PPL diberi PUTS dalam rangka memberikan rekomendasi pemupukan padi sawah (b) Penetapan rekomendasi pemupukan dengan PUTS sebaiknya dilakukan setiap musim tanam atau minimal dua musim tanam sekali pada pertanaman padi sawah intensif (IP 300), sedangkan untuk padi sawah dengan IP 200 cukup pada setiap 4 musim tanam. (c) Kualitas pupuk organik dan kotoran hewan (kohe) bervariasi tergantung dari jenis /kualitas pakan, umur ternak, dan kesehatan ternak. Aplikasi pupuk organik harus pada kondisi yang matang supaya tidak terjadi persaingan hara dengan tanaman dan meningkatkan reduksi tanah. Aplikasi pupuk organik dan perbaikan drainase tanah merupakan upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah berpasir dan tergenang. (d) Prinsip-prinsip pertanian organik yaitu tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia, bibit/benih non GMO, lahan bebas dari cemaran pestisida dan logam berat, air irigasi yang digunakan juga bebas cemaran residu pupuk/pestisida kimia dan logam berat, tidak menggunakan bahan aditif pada proses pasca panen. Secara umum proses pertanian organik mengacu pada SNI No tentang Pangan Organik. Kemudian faktor penting untuk meningkatkan produksi pertanian organik adalah dengan meningkatkan kualitas pupuk organik melalui pengayaan dengan bahan alami seperti fosfat alam, dolomite, dan pupuk hayati. 15

22 Demikian halnya ketika BPTP Sulut melakukan kegiatan sosialisasi demontrasi farming SL- PTT di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulut Tim RDHP Balai Penelitian Tanah (Ir. A. Kasno, M.Si.) menjadi nara sumber dengan menyajikan topik Pemupukan Berimbang untuk Peningkatan Produksi Padi. Kegiatan sosialisasi tersebut dihadiri oleh Bupati Kepala Daerah Kab. Minahasa Tenggara, Asisten 1 dan 2, serta anggota DPRD. Pelatihan PL SL-PTT Kegiatan pelatihan PL-SLPTT dilakukan di BPTP Sulawesi Utara dan BPTP Maluku Utara, serta pelatihan khusus aspek perencanaan konservasi tanah di BPTP Sulawesi Utara. Pelatihan SL-PTT padi di Sulawesi Utara dilakukan di Desa Molompar II Utara, Kecamatan Tombatu Timur, Kab. Minahasa Tenggara. Materi pelatihan dari Tim RDHP Balai Penelitian Tanah adalah terkait dengan pemupukan berimbang, penggunaan PUTS dan BWD untuk menyusun rekomendasi pemupukan spesifik lokasi, sedangkan dari BPTP setempat mengenai hasil denfarm padi sawah Kab. Minahasa Tenggara. Tujuan kegiatan adalah untuk memberikan pembekalan/pelatihan bagi PL-SLPTT padi di Kabupaten Minahasa Tenggara tentang Pemupukan Berimbang. Jumlah peserta pelatihan sebanyak 50 orang, terdiri atas para pemandu lapangan (PL) SL-PTT, para camat dan kontak tani. Berdasarkan jenis kelaminnya peserta pelatihan terdiri atas laki-laki (56%) dan perempuan (44%). Kemudian berdasarkan tingkat pendidikan formalnya sebagian besar (72%) peserta pelatihan adalah lulusan sekolah lanjutan dan sisanya adalah diploma (17%) dan sarjana (11%), sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Peserta pelatihan SL-PTT berdasarkan tingkat pendidikan formal 16

23 Berikut ini disajikan beberapa hal terkait dengan hasil evaluasi pelatihan PL SL-PTT padi di Sulawesi Utara, khususnya mengenai materi pemupukan berimbang padi sawah (a) Pengetahuan awal peserta pelatihan terkait dengan materi pelatihan Materi pelatihan masih relatif baru bagi sebagian besar peserta pelatihan. Sebagaimana disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3 hanya sebagian kecil peserta pelatihan yang sudah mengetahui materi yang dilatihkan, yakni PUTS (16,7%), PUTK (22,2%), PUP (22,2%), Permentan No 40/2007 terkait dengan rekomendasi dosis pemupukan spesifik lokasi (16,7%), perhitungan kebutuhan pupuk majemuk untuk menentukan dosis rekomendasi padi sawah, dan status hara tanah (50%). Materi pelatihan yang sudah cukup dikenal oleh peserta pelatihan sebelum mengikuti acara pelatihan adalah bagan warna daun atau BWD (77,8%), konsep atau terminologi efisiensi penggunaan pupuk (72,2 %), dan pemupukan berimbang (100%). Dengan demikian kegiatan pelatihan ini telah meningkatkan pengetahuan para pemandu lapangan SL- PTT sekitar 50-83,3% untuk materi alat uji tanah dan pupuk, serta Permentan No 40/2007. Gambar 2. Proporsi peserta pelatihan yang sudah mengetahui/mengenal alat uji tanah & pupuk sebelum pelatihan (%) Gambar 3. Proporsi peserta pelatihan yang sudah mengetahui terminologi aspek pemupukan berimbang sebelum pelatihan (%) 17

24 (b) Manfaat materi pelatihan bagi peserta Menurut pendapat para peserta pelatihan materi yang dilatihkan oleh Tim Balittanah dinilai sangat bermanfaat dengan skore terendah 4,8 dan skore tertinggi 5,0 dari selang 1-5 dimana nilai 1 5 itu menggambarkan selang antara tidak bermanfaat hingga sangat bermanfaat. Hasil penilaian peserta pelatihan tersebut disajikan pada Gambar 4 dan 5. Gambar 4: Pendapat peserta pelatihan mengenai manfaat alat uji tanah dan pupuk dalam menunjang kegiatan dan tugas sehari-hari (skore: 1-5=tidak bermanfaat-sangat bermanfaat) Gambar 5. Pendapat peserta pelatihan mengenai manfaat materi pelatihan pemupukan berimbang (PB), cara penggunaan alat uji tanah (PUTS), dan kegiatan sosialisasi SL-PTT bagi Pemandu Lapangan (PL) SL-PTT (skore 1-5=tidak bermanfaat sangat bermanfaat) (c) Cara penyajian materi pelatihan Cara penyajian materi pelatihan menurut pendapat para peserta tergolong mudah untuk dimengerti sebagaimana disajikan pada Gambar 6. Sebagian besar peserta pelatihan juga 18

25 merasa yakin bahwa penerapan konsep pemupukan berimbang pada penentuan dosis pemupukan padi sawah akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, sebagaimana disajikan pada Gambar 7. Di sisi lain ada sebagian kecil peserta pelatihan yang tidak mengetahui dasar penentuan dosis pemupukan padi sawah di wilayah kerjasanya. Sebagaimana disajikan pada Gambar 8 sekitar 22% peserta menyatakan dasar penentuan dosis pemupukan padi sawah tidak jelas atau tidak diketahuinya. Namun demikian 66,7% peserta pelatihan berpendapat bahwa analisis tanah telah dijadikan dasar untuk penentuan pemupukan padi sawah. Gambar 6.Pendapat peserta pelatihan mengenai penyajian materi pelatihan pemupukan berimbang (PB) dan cara penggunaan PUTS (skore 1-5= sangat susah dimengerti mudah dimengerti). Gambar 7. Proporsi peserta pelatihan yang berpendapat bahwa penerapan pemupukan berimbang akan meningkatkan produktivitas padi sawah dan pendapatan petani (%) 19

26 Gambar 8. Pendapat peserta pelatihan mengenai dasar penentuan dosis pupuk padi sawah di wilayah kerjanya (%) (d) Kemampuan peserta untuk menggunakan dan/atau melatihkan materi pelatihan Salah satu indikator keberhasilan pelatihan adalah adanya peningkatan kemampuan peserta untuk menggunakan atau bahkan melatihkan materi pelatihan tersebut. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar peserta menyatakan mampu untuk menggunakan PUTS dan BWD setelah mengikuti pelatihan dan sebagian besar dari mereka bahkan akan mampu untuk melatihkannya kepada pemandu lapangan SL-PTT yang lainnya (Gambar 9). Gambar 9. Jumlah peserta pelatihan yang merasa yakin akan dapat menggunakan dan melatihkan alat uji tanah (PUTS) setelah pelatihan (%) Guna mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dari hasil pelatihan para peserta sangat memerlukan dukungan instansi terkait untuk memperoleh alat uji tanah tersebut. Berdasarkan keperluannya, sebagian besar peserta pelatihan sangat memerlukan produk Balittanah berupa PUTS, lalu PUTK dan PUP (Gambar 10). 20

27 Gambar 10. Produk Balittanah yang sangat diperlukan oleh peserta pelatihan (%) Pelatihan pendamping lapangan SL-PTT padi di Maluku Utara dilakukan di Aula BPTP, 5 Oktober 2011 dengan topik : Apresiasi Inovasi Teknologi Pertanian. Acara dimulai pada pukul 9.00 WIT yang dibuka oleh Kepala Sub Bagian TU (Novyarjasri Saleh, SP) yang mewakili Kepala BPTP Maluku Utara dan selesai pada pukul WIT yang ditutup oleh Kepala BPTP Maluku Utara (Dr. Ismail). Peserta pelatihan ada 50 orang termasuk empat orang nara sumber. Kegiatan pelatihan dibagi menjadi dua sesi, yakni (1) Sesi masalah pangan dan perbenihan dengan nara sumber Dr. Ir. MR Suhartanto, M.Si., dan Dr. Ir. Endah R. Palupi, M.Sc., dari Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, IPB, dan (2) Sesi Sosialisasi Produk dan Teknologi Unggulan Balittanah serta Teori dan Praktek Pengomposan dengan Mdec dan cara pembuatan MOL dengan nara sumber Dr. Irawan dan Drs. Edi Santosa, MS dari Balai Penelitian Tanah, Bogor. Materi yang disampaikan dari Balittanah terkait dengan sosialisasi produk dan teknologi unggulan Balittanah mencakup penjelasan mengenai PUTS, PUTK, PUP, SPLaSH, Mdec, Biobus, Nodulin, dan Bionutrient. Kemudian mengenai praktek pengomposan dengan Mdec menggunakan bahan dasar sisa-sisa tanaman jagung dan kotoran sapi, sedangkan pembuatan MOL berbahan dasar bedogol pisang dan rebung bambu. Di dalam sesi diskusi dan praktek beberapa hal yang ditanyakan oleh peserta adalah: cara atau prosedur untuk memperoleh perangkat uji tanah, perbedaan pengomposan aerobik dan anaerobik, tempat pengomposan di dalam lubang, ciri-ciri kompos yang sudah matang dan cara penggunaannya, cara penggunaan dan manfaat/fungsi MOL. Pada akhir kegiatan pelatihan dilakukan evaluasi. Secara umum peserta pelatihan merasakan adanya tambahan manfaat, baik 21

28 berupa pengetahuan maupun teknik khususnya mengenai teknologi uji tanah yang dihasilkan oleh Balittanah, pengomposan dan pembuatan MOL. Secara spesifik hasil evaluasi pelatihan tersebut diuraikan di bawah ini. (a) Karakteristik peserta pelatihan Berdasarkan jenis kelamin peserta pelatihan didominasi oleh laki-laki (81,5%) dan sisanya adalah perempuan. Tingkat pendidikan formal peserta adalah SLTA (40,7%), sarjana (29,6%), dan sisanya lulusan SLTP dan SD. Status pekerjaan peserta adalah kontak tani atau pengurus kelompok tani dan gabungan kelompok tani (44,4%), penyuluh pertanian (33,3%), pejabat struktural (14,8%) dan sisanya adalah peneliti. (b) Penilaian peserta mengenai pelatihan Menurut pendapat peserta materi pelatihan dinilai cukup bermanfaat (rata-rata skore >3), metode pelatihan cukup baik (skore > 3), alat bantu yang digunakan cukup memadai (skore > 3), partisipasi peserta juga cukup baik (skore > 3), diskusi atau tanya jawab cukup hidup (skore > 3), dan secara umum penyelenggaraan pelatihan dinilai cukup baik (skore > 3) sebagaimana disajikan pada Gambar 11. Gambar 11. Penilaian peserta mengenai pelatihan (c) Manfaat pelatihan dalam menambah pengetahuan dan keterampilan Berdasarkan hasil skoring kegiatan pelatihan telah menambah pengetahuan dan keterampilan yang nyata bagi peserta. Hasil penilaian peserta mengenai hal itu disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Tambahan pengetahuan mengenai pembuatan MOL paling tinggi dimana rata-rata skore sebelum pelatihan sekitar 2,4 meningkat menjadi 4,0 setelah pelatihan. Kemudian tambahan keterampilan pembuatan kompos dan pembuatan MOL adalah sama, yakni rata-rata skore awal 2,5 meningkat menjadi 3,8 setelah pelatihan. Materi pengomposan dan pembuatan MOL tersebut merupakan materi yang paling disukai oleh peserta pelatihan (45%) dibanding dengan tiga materi lainnya. 22

29 Gambar 12. Manfaat pelatihan dalam menambah pengetahuan Gambar 13. Manfaat pelatihan dalam meningkatkan keterampilan Semua peserta pelatihan (100%) menyatakan akan mempunyai kesempatan untuk melatihkan materi pelatihan tersebut kepada pihak/orang lain. Namun demikian, ada 14,8% peserta yang belum mengetahui siapa atau pihak mana yang akan dilatihnya. Sasaran pelatihan bagi peserta adalah penyuluh pertanian, kontak tani, petani dan lingkungan keluarga terdekat. Peserta pelatihan juga menyampaikan saran dan masukan, beberapa diantaranya adalah : waktu pelatihan terutama prakteknya perlu ditambah, intensitas pelatihan untuk penyuluh perlu ditambah, lokasi pelatihan perlu juga di daerah atau tingkat kabupaten, dan materi pelatihan perlu ditambah dengan aspek pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pelatihan perencanaan konservasi tanah dan air yang dilakukan di BPTP Sulawesi Utara diikuti oleh 33 orang peserta. Materi pelatihan fokus pada dua topik, yakni peranan konservasi tanah dan air dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan penggunaan DSS atau software SPLaSH dan GeoSPLaSH untuk perencanaan teknik konservasi tanah dan air di dalam suatu wilayah. Kedua topik tersebut 23

30 disampaikan oleh dua orang nara sumber dari Tim RDHP, sedangkan pihak penyelenggara dan pengundang peserta pelatihan menjadi tanggungjawab BPTP Sulawesi Utara. Peserta pelatihan perencanan KTA berdasarkan jenis kelamin terdiri atas laki-laki (66,7%) dan perempuan (33,3%). Berdasarkan status pekerjaannya peserta pelatihan terdiri atas penyuluh pertanian (51,5%), peneliti (24,2%), pejabat struktural (18,2%), dan petugas pengamat hama atau POPT (6,1%). Hasil evaluasi pelatihan perencanaan KTA tersebut disajikan pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Penyelenggaraan pelatihan perencanaan KTA dinilai sangat baik oleh peserta pelatihan, khususnya berkaitan dengan alat bantu pelatihan yang digunakan, kemudian materinya dinilai bermanfaat, diskusinya hidup, dan secara umum dinilai baik (Gambar 14). Gambar 14. Penilaian peserta mengenai pelatihan perencanaan KTA Tambahan pengetahuan peserta terkait dengan materi pelatihan juga cukup signifikan. Sebelum pelatihan pengetahuan peserta mengenai terminologi, teknik KTA, software atau DSS, dan erosi tanah rata-rata skorenya kurang dari 2,5 sedangkan setelah pelatihan rata-rata skore mengenai hal tersebut lebih dari 3,5 kecuali untuk aspek software (Gambar 15). Selanjutnya tambahan keterampilan peserta pelatihan juga meningkat cukup tinggi dari rata-rata skore kurang dari 2,5 menjadi lebih dari 3,5 (Gambar 16). Saran peserta pelatihan yang dominan terkait dengan perlunya praktek lapangan mengenai penerapan teknik KTA dan saran tersebut sejalan dengan pendapat 100% peserta yang menyatakan agar Balai Penelitian Tanah melakukan penelitian lapangan mengenai KTA di wilayah Sulawesi Selatan, khususnya terkait dengan penyelematan wilayah DAS yang ada di sekitar Danau Tondano. 24

31 Gambar 15. Tambahan pengetahuan peserta dari pelatihan perencanaan KTA Gambar 16. Tambahan keterampilan peserta dari pelatihan perencanaan KTA Pengadaan dan pengiriman bahan dan alat Pengadaan dan pengiriman bahan dan alat dalam rangka pendampingan SL-PTT sebagaimana disajikan pada Tabel 1 sudah dilaksanakan. Bahan penelitian berupa Mdec didistribusikan untuk seluruh BPTP lokasi kegiatan yang jumlahnya disesuaikan dengan luasan SL-PTT di masing-masing lokasi, sedangkan nodulin hanya dibagikan kepada BPTP yang ada SL-PTT kedelainya, yakni NAD dan Sumsel. Perangkat uji tanah sawah (PUTS) didistribusikan kepada BPTP berdasarkan luasan SL-PTT, sedangkan PUTK dan PUP didistribusikan secara merata ke semua BPTP lokasi kegiatan. 25

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

***) Praktek Pembuatan MOL Drs. Edi Husen, M.Sc.

***) Praktek Pembuatan MOL Drs. Edi Husen, M.Sc. Lampiran. Jadwal Acara Kegiatan Pelatihan Inovasi Teknologi Pupuk, Gianyar, 6 Juni 009 No Waktu (WIT) Acara Pengisi/Instruktur 8.00-08.0 Pendaftaran peserta 08.0-09.0*) Pembukaan: -Sambutan Selamat Datang

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering)

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Hingga saat ini di sebagian besar wilayah, rekomendasi pemupukan untuk tanaman pangan lahan kering masih bersifat umum baik

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO MOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA MOJOKERTO TAHUN 2010 WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani 7 Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani Jerami yang selama ini hanya dibakar saja oleh petani menyimpan potensi besar sebagai pupuk organik. Jerami

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA SURABAYA TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah.

PENDAHULUAN. dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah. 19 PENDAHULUAN Latar Belakang Kandungan bahan organik tanah pada sebagian besar lahan pertanian di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah. Menurut Karama,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa sistem pertanian

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN:

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN: 1 RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN: PENDAMPINGAN PROGRAM SLPTT PADI DAN JAGUNG DI KABUPATEN BANTAENG LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) (BBSDLP, Balittanah, Balitklimat, Balittra dan Balingtan)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) (BBSDLP, Balittanah, Balitklimat, Balittra dan Balingtan) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) LAKIP BBSDLP TAHUN ANGGARAN 2013 (BBSDLP, Balittanah, Balitklimat, Balittra dan Balingtan) Oleh BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN SL-PTT PADI DAN JAGUNG DI PROVINSI BENGKULU

PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN SL-PTT PADI DAN JAGUNG DI PROVINSI BENGKULU PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN SL-PTT PADI DAN JAGUNG DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2012 1 PETUNJUK PELAKSANAAN NOMOR : 26/1801.019/011/A/JUKLAK/2012 1. JUDUL ROPP

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak Peningkatan Produktivitas dan Finansial Petani Padi Sawah dengan Penerapan Komponen Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Studi Kasus di Desa Kandai I Kec. Dompu Kab. Dompu) Yuliana Susanti, Hiryana

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

VERIFIKASI INOVASI TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK MELALUI DEMPLOT PEMUPUKAN BERIMBANG PADA LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING

VERIFIKASI INOVASI TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK MELALUI DEMPLOT PEMUPUKAN BERIMBANG PADA LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING VERIFIKASI INOVASI TEKNOLOGI PUPUK DAN BAHAN ORGANIK MELALUI DEMPLOT PEMUPUKAN BERIMBANG PADA LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING Irawan, IGM Subiksa, dan E. Husen Balai Penelitian Tanah Bogor Jl. Tentara Pelajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang The Earth Summit (KTT Bumi) 1992 di Rio de Janeiro adalah indikator utama semakin besarnya perhatian dan kepedulian dunia internasional pada masalah lingkungan serta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2011 BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

[ BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN] 2012

[ BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN] 2012 [ X.158 ] [EFEKTIVITAS PUPUK HAYATI BIOTARA TERHADAP PRODUKTIVITAS LAHAN DAN TANAMAN KELAPA SAWIT DI LAHAN RAWA KALIMANTAN] Mukhlis [ BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN] 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT. Disusun oleh : Queen Enn. Nulisbuku.com

LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT. Disusun oleh : Queen Enn. Nulisbuku.com LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT Disusun oleh : Queen Enn Nulisbuku.com PENGGUNAAN ZEOLIT MENDONGKRAK PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TANI UBIKAYU Penggunaan Zeolit untuk tanaman pangan di Indonesia masih

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BLORA TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini beras masih merupakan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, 2007) kebutuhan beras dari tahun-ketahun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESA PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

PENGEMBANGAN DESA PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN PENGEMBANGAN DESA PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN LATAR BELAKANG Kementerian Pertanian telah menetapkan Rencana Strategis tahun 2015 2019 melalui Peraturan Menteri Pertanian nomor 19/Permentan/HK.140/4/2015.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG 1 BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BIMA TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN

LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN Kode : X.222 Lembaga : Kementrian Pertanian Koridor : 149 Fokus : Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/SR.130/5/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK TAHUN ANGGARAN

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/SR.130/5/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK TAHUN ANGGARAN CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/SR.130/5/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK TAHUN ANGGARAN 2010 1 Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mencanangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN

Lebih terperinci