PENERAPAN STRATEGI MODELING PARTISIPAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN STRATEGI MODELING PARTISIPAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT"

Transkripsi

1 PENERAPAN STRATEGI MODELING PARTISIPAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT Purwanti Ningsih 1 dan Sutijono 2 Abstrak: Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan strategi modeling partisipan dalam meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 22 Surabaya. Jenis penelitian ini adalah pre-experimental dengan menggunakan one group pre-test and post-test design. Subyek penelitian ini adalah 5 siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 22 Surabaya yang memiliki kemampuan rendah dalam mengungkapkan pendapat di kelas. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup dengan 4 pilihan jawaban yang terdiri dari selalu, sering, jarang dan tidak pernah. Analisis data yang digunakan adalah statistik non parametrik dengan uji tanda (sign test). Setelah diadakan analisis dengan menggunakan uji tanda, dapat diketahui bahwa ρ = 0,031 lebih kecil dari α sebesar 5% = 0,05. Artinya setelah penerapan strategi modeling partisipan, siswa mengalami peningkatan kemampuan mengungkapkan pendapat dari kategori rendah menjadi kategori sedang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan skor antara sebelum dan sesudah penerapan strategi modeling partisipan terhadap peningkatan kemampuan mengungkapkan pendapat pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 22 Surabaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi modeling partisipan dapat digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas. Kata kunci: Strategi modeling partisipan, kemampuan mengungkapkan pendapat 1 Alumni Prodi BK FIP Unesa 2 Staf Pengajar Prodi BK FIP Unesa

2 Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Kavie, 2009). Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan lembaga pendidikan, dimana siswa mulai melakukan interaksi sosial dengan guru dan teman sebaya serta merupakan tempat belajar yang kedua bagi siswa setelah keluarga. Selain itu, sekolah juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan potensi, minat serta kepribadian siswa. Sekolah sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mendewasakan anak dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan telah terjadi perubahan-perubahan, seperti perubahan sistem pendidikan, kurikulum, metode mengajar dan masih banyak lagi perubahan-perubahan yang muncul dalam dunia pendidikan. Perubahan perubahan tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah, khususnya bagi peserta didik serta pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Untuk menangkal dan mengatasi masalah tersebut perlu dipersiapkan insan dan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu, yaitu manusia yang harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan rohani, bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara profesional, serta dinamis dan kreatif. Sekolah inilah yang merupakan lembaga umum untuk menampung anak-anak, mendidik anak, dengan memberikan kecakapan kecakapan yang dibutuhkan si anak, memberikan pengajaran, memberikan latihan latihan praktis berwujud keterampilan, ketabahan, keberanian dan sebagainya. Kesemuanya itu akan dipergunakan sebagai bekal bagi si anak dalam kehidupannya. Anak yang mendapat bekal semacam inilah yang akan mampu mempengaruhi, memajukan, bahkan merubah kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut merupakan bagian dari suatu proses belajar. Untuk mencapai cita cita seperti di atas, tentulah lebih dahulu perlu diketahui siapa si terdidik tersebut. Makin banyak mengetahui siapa siapa yang terdidik akan bermanfaat lebih efektif, efisien, terarah, dan memperoleh hasil yang memuaskan. Selain itu, semuanya harus didukung oleh peningkatan profesionalisme dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita citanya. Menurut Surakhmad (1994 : 60), proses belajar dapat dikatakan mencapai titik akhir sementara apabila usaha murid telah menghasilkan pola tingkah laku yang dituju semula. Pola tingkah laku tersebut terlihat pada pembuatan reaksi dan sikap murid secara fisik maupun mental. Bersamaan dengan hasil utama itu terjadi bermacam macam proses mengiring yang juga menghasilkan tambahan perubahan tingkah laku, sehingga akhirnya terdapat satu kesatuan yang menyeluruh. Menurut Sujanto (1988 : 267) dalam proses belajar ada tiga faktor yang terlihat di dalamnya yaitu ; faktor pendidik, faktor terdidik, dan tujuan

3 pendidikan. Faktor pendidik merupakan komponen instrumental yang bertanggung jawab penuh dalam proses belajar yaitu guru. Sedangkan faktor terdidik adalah individu yang dijadikan pusat kegiatan pendidikan agar ia dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Faktor terdidik tersebut adalah siswa. Adapun tujuan dari pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, proses belajar dapat dikatakan berhasil apabila ketiga faktor tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsinya masing masing. Dalam hal ini, guru sebagai pendidik dan siswa sebagai terdidik. Keduanya saling bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh bentuk kerjasama antara guru dan siswa yaitu ; ketika guru menerangkan di depan kelas, maka siswa akan mendengarkan dan bertanya jika mereka belum memahaminya. Kemudian saat guru bertanya, maka siswa akan menjawab dan mengungkapkan pendapatnya. Akan tetapi, terkadang masih ada siswa yang kurang mampu untuk mengungkapkan pendapatnya pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, maka akan diberikan strategi modeling partisipan. Penerapan strategi modeling partispan ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat. Strategi modeling partisipan ini diterapakan, agar siswa termotivasi untuk lebih mampu mengungkapkan pendapat dengan adanya suatu model, sehingga menumbuhkan perilaku baru yang lebih baik. Strategi Modeling Partisipan Bandura (dalam Cormier, 1985:336), menyatakan bahwa participant modelling quickly achieved very high levels of change on behavioral, attitudinal, and perceived self efficacy measures in dealing with a feared stimulus yang artinya, Modeling partisipan mempercepat level perubahan terhadap perilaku, sikap dalam menghadapi rangsangan yang mengkhawatirkan. Dalam Kamus Psikologi (1987:285), Kartono menyatakan modeling partisipan merupakan bentuk pelajaran dimana seseorang siswa melakukan suatu tindakan dengan memperhatikan dan meniru sikap serta tingkah laku orang lain. Sedangkan menurut Gunarsa (2001:220), memberikan pengertian Modeling Partisipan adalah : Proses belajar mengobservasi perilaku individu atau kelompok tertentu, dan kemudian individu tersebut beraksi sesuai dengan individu atau kelompok yang diobservasi sesuai dengan stimulus (pikiran sikap, atau perilaku) yang telah ditangkapnya. Menurut Bandura, strategi modeling partisipan merupakan suatu proses belajar mengajar mengamati tingkah laku individu atau kelompok melalui kegiatan demonstrasi dengan ketentuan adanya seseorang sebagai model, adanya pihak pengamat yang mengamati tingkah laku untuk menghasilkan tingkah laku baru yang diinginkan (Udiyastutik, 2009).

4 Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi modeling partisipan adalah suatu strategi yang digunakan untuk membantu seseorang yang mengalami kesulitan dalam menghadapi kondisi yang mengkhawatirkan melaui observasi terhadap perilaku yang dimodelkan oleh seseorang sehingga dapat menumbuhkan motivasi pada diri konseli dan akhirnya memperoleh perubahan perilaku yang semakin membaik. Tujuan modeling partisipan dalam Cormier (1985:328), berbunyi : Modelling can help a person perform an already acquire new behavior in more appropriate ways or at more desirable times yang artinya Modeling dapat membantu penampilan seseorang yang memiliki tingkah laku yang belum siap di dalam cara yang lebih tepat/pada waktu yang lebih diinginkan. Nursalim (2005:75), menyatakan Modeling partisipan digunakan untuk mengurangi perasaan dan perilaku menghindar pada diri seseorang yang dikaitkan dengan aktivitas atau situasi yang mengkhawatirkan. Menurut Gunarsa (2001:222), tujuan modeling atau peniruan melalui penokohan adalah membantu klien menghadapi phobia, gangguan psikologi, gangguan dalam pergaulan misalnya di sekolah. Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan tujuan dari Modeling partisipan adalah untuk membantu klien dalam mengurangi perasaan dan perilaku yang menghindar, mendapatkan keterampilan sosial, modifikasi perilaku verbal dan mendapatkan respon respon phobia pada situasi yang mengkhawatirkan. Dalam Nursalim (2005:76) ada 4 komponen dasar Modeling Partisipan yaitu rationale, modeling, partisipasi terbimbing, dan pengalaman yang berhasil. Di bawah ini akan diuraikan keempat komponen tersebut. Pertama, Rasional. Berikut ini adalah contoh rasional Modeling partisipan yang dapat diberikan oleh konselor kepada klien: Prosedur ini digunakan dalam membantu anda untuk mengatasi ketakutan atau perilaku baru. Ada tiga hal utama yang akan kita lakukan yaitu ; pertama, anda akan melihat beberapa orang mendemonstrasikan. Kedua, anda akan mempraktekkan kemampuan tersebut dengan bimbingan saya selama wawancara konseling ini berlangsung. Ketiga, kami akan mengatur bagi anda untuk melakukan kemampuan tersebut di luar wawancara konseling yang memungkinkan anda memperoleh keberhasilan. Jenis praktek ini akan membantu anda menampilkan apa yang anda rasa sulit anda lakukan. Apakah anda mau mencobanya sekarang?. Kedua, Modeling. Komponen modeling dari Modeling partisipan terdiri dari 5 bagian, yaitu : 1) Perilaku sasaran. Langkah pertama yang harus dilakukan konselor adalah menentukan perilaku sasaran. Perilaku sasaran yang kompleks harus dibagi dalam sub skill / subtask dalam suatu rangkaian hirarki. 2) Mengatur subskill. Konselor dan klien perlu mengatur subskill atau sub task dalam suatu hirarkhi. Suatu hirarkhi dimulai dari situasi yang paling sedikit ancamannya atau situasi ynag paling tidak menakutkan ; kemudian diikuti kemampuan atau situasi yang lebih kompleks dan yang lebih besar ancamannya. Hirarkhi yang paling ringan dikerjakan terlebih dahulu menyusul hirarkhi yang lebih kompleks. 3) Memilih model. Sebelum melaksanakan komponen modelling, perlu dilakukan seleksi terhadap model yang tepat. Kadang kadang yang paling efisien adalah menggunakan

5 konselor sebagai model. Keuntungan yang lebih besar diperoleh bila digunakan model yang agak serupa dengan klien. 4) Instruksi sebelumnya bagi klien. Sebelum demonstrasi model, untuk menarik perhatian klien pada model, konselor harus memberi instruksi kepada klien tentang apa yang akan dimodelkan. Klien disuruh mencatat bahwa model akan dimintai tanggapan tanggapan tertentu tanpa mengalami akibat yang merugikan. Ketiga, demonstrasi model. Dalam Modeling partisipan, seorang model mendemonstrasikan satu bagian kemampuan sekaligus. Sering kali diperlukan demonstrasi yang diulang atas tanggapan yang sama. Setelah demonstrasi perilaku atau aktivitas, klien diberikan kesempatan dan bimbingan yang perlu untuk menampilkan perilaku yang dimodelkan. Partisipasi terbimbing adalah salah satu komponen pembelajaran yang paling penting untuk mengatasi situasi yang menakutkan, dan untuk memperoleh perilaku yang baru. Partisipasi ini ditujukan untuk pengangkatan kemampuan baru dan keyakinan, daripada membuka kekurangan. Partisipasi terbimbing terdiri atas 5 langkah yang masing masing langkah akan digambarkan dan diilustrasikan sebagai berikut. 1) Praktek Klien. Setelah model mendemostrasikan aktivitas atau perilaku, klien diminta melakukan apa yang dimodelkan. Konselor meminta klien menampilkan setiap perilaku dalam hirarkhi. Klien menampilkan setiap aktivitas atau perilaku, mulai dengan langkah pertama dalam hirarkhi, sampai dia dapat melakukan dengan penuh terampil dan percaya diri. 2) Umpan Balik Konselor. Setelah klien mempraktekkan, konselor memberikan umpan balik verbal kepada klien tentang penampilannya. Ada 2 bagian umpan balik : a) menyanjung atau meneguhkan praktek yang berhasil dan b) usulan memperbaiki atau mengubah kesalahan. 3) Penggunaan Bantuan Induksi. Bantuan induksi merupakan bantuan yang mendukung (suportif) yang diatur oleh konselor untuk membantu klien dalam melakukan tanggapan yang menakutkan atau sulit. Banyak orang yang mempertimbangkan penampilan yang berhasil dengan cara yang baik untuk mengurangi kecemasan. Namun demikian, kebanyakan orang justru tidak akan berpartisipasi dalam sesuatu yang benar-benar menakutkan mereka karena mereka diminta untuk melakukan begini. 4) Penghilangan Bantuan Induksi. Bantuan induksi dapat ditarik secara bertahap oleh konselor agar klien bisa belajar lebih mandiri. 5) Praktek Klien yang diarahkan pada diri Dalam hal ini, klien harus mampu melakukan aktivitas atau tanggapan yang diharapkan tanpa bantuan atau pertolongan induksi. Masa praktek klien yang diarahkan pada diri, memperkuat perubahan-perubahan dalam kepercayaan dan evaluasi diri dari klien dan bisa mengarah ke perbaikan fungsi perilaku. Keempat, Pengalaman Sukses atau Penguatan. Komponen terakhir dari prosedur Modeling partisipan adalah pengalaman-pengalaman keberhasilan (penguatan). Bandura (1976) menyatakan bahwa perubahan-perubahan psikologis tak mungkin berjalan efektif jika klien tidak mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman berhasil diatur melalui suatu program yang mengalihkan kemampuan tambahan dari interview (sesi konseling) ke kehidupan klien. Program transfer pelatihan ini meliputi langkah-langkah

6 sebagai berikut. 1) Konselor dan klien mengidentifikasi situasi dalam lingkungan klien dimana klien ingin melakukan tanggapan-tanggapan target. 2) Situasi-situasi ini diatur dalam hirarkhi, mulai dengan situasi yang mudah, aman dimana klien mungkin berhasil dan berakhir dengan situasi yang lebih tak dapat diramalkan dan beresiko. 3) Konselor menyertai klien masuk ke dalam lingkungan dan berlatih dengan masing masing situasi dalam daftar modeling dan partisipan terbimbing. Secara bertahap level partisipasi konselor dikurangi. 4) Klien diberikan serangkaian tugas untuk melakukan dengan cara yang diarahkan pada diri. Kemampuan Mengungkapkan Pendapat Dalam Badudu (2001:854) Kemampuan adalah kesanggupan, menguji seseorang atau otaknya untuk berfikir luar biasa. Sedangkan dalam kamus bahasa indonesia kemampuan berarti keahlian yang dimiliki. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1995:1105) mengungkapkan berarti: melahirkan perasaan hati, menunjukkan, membuktikan, penyikapan, mengungkapkan, menyatakan, memaparkan, kesimpulan (sesudah mempertimbangkan, menyelidiki dan sebagainya). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1990:991) mengungkapkan berarti melahirkan perasaan hati (dengan perkataan, air mata, gerak-gerik). Ahmadi dan Umar (1992:131) mengungkapkan pendapat adalah hasil pekerjaan pikir, meletakkan hubungan antara tanggapan yang satu dengan yang lain, antara pengertian satu dengan pengertian yang lain yang dinyatakan dalam satu kalimat. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1995:209) pendapat adalah pikiran, anggapan, buah pikiran atau perkiraan (tentang sesuatu hal, seperti orang, peristiwa), orang yang mula-mula menemukan atau menghasilkan (sesuatu yang tadinya belum ada atau belum diketahui), kesimpulan (sesudah mempertimbangkan, menyelidiki, dsb). Pengertian pendapat dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990:185) adalah pikiran atau tanggapan. Kemudian dalam Ahmadi dan Umar (1992:50) Pendapat ialah hasil perbuatan akal untuk meletakkan hubungan arti antara dua buah pengertian atau lebih. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengungkapkan pendapat adalah keahlian yang dimiliki oleh seseorang dalam menyatakan, memaparkan, menguraikan hasil buah pikiran benar dengan menghubungkan antara tanggapan pengertian yang satu dengan yang lain, yang dinyatakan dalam kalimat atau kata kata. Proses pembentukan pendapat menurut Ahmadi dan Umar (1992:131) yaitu : 1) Menyadari adanya tanggapan atau pengertian, karena tidak mungkin kita membentuk pendapat tanpa menggunakan pengertian atau tanggapan. 2) Menguraikan tanggapan atau pengertian. Misalnya : kepada seseorang anak-anak kita memberikan sepotong karton kuning berbentuk persegi empat. Dari tanggapan yang majemuk itu sepotong, karton, kuning, persegi, empat dianalisis. Kalau anak tersebut ditanya apakah yang kau terima. Mungkin jawabanya hanya karton kuning. Karton kuning adalah suatu pendapat. Sujanto (2008 : 60) menyatakan pendapat dibentuk dari pengertian-pengertian. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, proses pembentukan pendapat yaitu menyadari adanya tanggapan atau pengertian-pengertian.

7 Menurut Agus Sujanto (2008:60) ada dua macam pendapat: Pendapat yang positif ialah pendapat yang menggabungkan. Misalnya : anak laki-laki, anak Pak Amat, yang pincang, yang sekarang kelas V SD, yang nakal sekali, adalah Amat. Pendapat yang negatif ialah pendapat yang menceraikan. Misalnya Amat, yang anak Pak Amat, yang pincang yang sekarang duduk di kelas V SD. Adalah nakal sekali. Ahmadi dan Umar (1992:50) menyebutkan macam-macam pendapat terdiri dari: Pendapat positif : pendapat yang menerangkan keadaan sesuatu. Contoh : Ali pandai, Kartono kaya, dan sebagainya. Pendapat negatif : pendapat yang menerangkan ketidakadaan suatu unsur dari barang sesuatu. Contoh: Ahmad tidak bodoh, Ramli tidak miskin, dan sebagainya. Pendapat modalitet : pendapat yang menyatakan kebarangkalian, kemungkinankemungkinan sutu unsur dari barang suatu. Contoh: Tini barang kali pandai, Aminah barang kali gembira, dan sebagainya. Ahmadi dan Umar (1992:132) menyatakan bahwa pendapat terdiri dari pendapat tunggal dan majemuk. 1) Kalau dalam suatu rangkaian kata-kata terdiri dari dua pengertian yang dirangkumkan menjadi satu kalimat, disebut pendapat tunggal. Misalnya : Rumah itu besar. 2) Bila suatu rangkaian kata-kata terdiri dari dua pengertian yang dirangkum menjadi beberapa pendapat, disebut pendapat majemuk. Misalnya : Rumah itu Besar dan sekarang dibongkar. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa macam- macam pendapat terdiri dari, 1) Pendapat Positif, 2) Pendapat Negatif, 3) Pendapat Modalitet, 4) Pendapat Tunggal, 5) Pendapat Majemuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang kurang mampu dalam mengungkapkan pendapatnya adalah: 1) berpikir bahwa mengemukakan pendapat di depan umum merupakan hal yang menegangkan. 2) berusaha menyampaikan terlalu banyak informasi dalam waktu yang singkat. 3) pikiran kosong sehingga tidak tahu apa yang harus diungkapkan. 4) Takut tidak bisa berbicara. 5) memiliki tujuan yang keliru. 6) takut mendapat kesan negatif dari orang lain. 7) berusaha mengontrol perilaku. 8) mengetahui terdapat teman yang lebih tahu/lebih dari pembicara (Sharbinie & Suryana 2006). Sedangkan Natalie (2003) menyebutkan bahwa seseorang yang mampu mengungkapkan pendapat adalah seseorang yang mempunyai keberanian untuk berbicara di depan umum serta dapat mengelola emosi dengan baik saat menyatakan suatu pendapat. Metode Untuk dapat mengumpulkan data yang relevan, akurat, valid serta sesuai dengan kebutuhan penelitian, maka perlu digunakan metode pengumpulan data. Menurut Arikunto (2006:149), Metode pengumpulan data adalah suatu cara untuk memperoleh data dalam kegiatan penelitian. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Pembahasan

8 Dari hasil pre test angket kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas, maka dapat diketahui terdapat 5 subyek yang memiliki kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas dengan kategori rendah yaitu DPP dengan skor 70, FWS dengan skor 56, HZN dengan skor 66, NRS dengan skor 75 dan SLA dengan skor 75. Untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas tersebut, maka selanjutnya diberikan perlakuan strategi modeling partisipan selama 8 kali pertemuan. Setelah mendapatkan perlakuan strategi modeling partisipan, siswa mengalami kemajuan yang positif dengan ditandai peningkatan skor yang diperoleh siswa pada hasil post test. Dari hasil post test terlihat peningkatan yang diperoleh DPP menjadi 80, FWS menjadi 78, HZN menjadi 79, NRS menjadi 91 dan SLA menjadi 88. Perbedaan skor pre test dan post test tersebut dapat dilihat dari hasil analisis statistik nonparamentrik dengan uji tanda. Dari hasil analisis dengan menggunakan Uji tanda, dapat diketahui bahwa ρ = 0,031 lebih kecil dari α sebesar 5% = 0,05 atau 0,031 < 0,05 berarti Ho yang berbunyi tidak ada perbedaan skor yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan strategi modeling partisipan ditolak dan Ha yang berbunyi ada perbedaan skor yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan strategi modeling partisipan diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa penerapan strategi modeling partisipan dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 22 Surabaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura (Nursalim, 2005 : 75), bahwa modeling partisipan merupakan cara yang efektif untuk mengadakan. uji realitas yang cepat, yang memberikan pengalaman korektif untuk berubah. Dari hasil pembahasan yang telah disajikan diatas, maka dapat dibenarkan bahwa strategi modeling partisipan dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 22 surabaya. Seperti yang diungkapkan oleh Bandura yang menyatakan bahwa tingkah laku baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model / contoh / teladan. Simpulan Dari hasil analisis dengan menggunakan Uji Tanda, diperoleh ρ (kemungkinan harga di bawah H 0 ) = 0,031. Bila taraf α (taraf kesalahan) sebesar 5% = 0,05, maka harga 0,031 lebih kecil daripada 0,05. Dengan demikian H 0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan strategi modeling partisipan. Hal ini terlihat dari hasil DPP 70 kategori rendah (pre test) 80 kategori sedang (post test), FWS 56 kategori rendah (pre test) 78 kategori sedang (post test), HZN 66 kategori rendah (pre test) 79 kategori sedang (post test), NRS 75 kategori rendah (pre test) 91 kategori sedang (post test) dan SLA 75 kategori rendah (pre test) 88 kategori sedang (post test). Sehingga diketahui strategi modeling partisipan memberi pengaruh untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat siswa di kelas. Hal ini telah menjawab hipotesis yang berbunyi Strategi modeling partisipan dapat digunakan untuk membantu

9 meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 22 Surabaya dapat diterima. Saran Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi konselor sekolah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan bantuan pada siswa khususnya untuk membantu meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas. Agar dapat menambah wawasan bagi penulis lain khususnya penggunaan strategi modeling partisipan untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat di kelas serta dapat menambah teori-teori baru yang dapat memperbaharui hasil penelitian ini dan hendaknya memperhatikan aspek alokasi waktu yang diberikan dalam proses pelaksanaan strategi modeling partisipan lebih maksimal hasilnya. Daftar Rujukan Ahmadi, Abu dan Umar, M Psikologi Umum (Edisi Revisi). Surabaya : P.T Bina Ilmu. Amalia, Tiennuk Pengaruh Latihan Asertif Terhadap Keberanian Mengungkapkan Pendapat di Kelas Pada Mata Pelajaran Non Eksata Siswa Kelas II-9 SMU Negeri 1 Blitar Tahun Ajaran 2002/2003. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya : Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, FIP, UNESA. Badudu Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Cormier and Cormier Interviewing Strategies For Helpes Fundamental Skill and Cognitive Behaviour Interviution. Calivornia Books : Cole Publishing Company. Gunarini, Febriana Penggunaaan Strategi Modelling Partisipan Untuk Membantu Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa Kelas VII-C SMP Negeri 4 Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya : Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, FIP, UNESA. Gunarsa, D. Singgih Konseling & Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Kavie Pengertian Pendidikan (Online), ( diakses 7 November 2010). Nursalim, Mochammad, dkk Strategi Konseling. Surabaya : UNESA University Press. Rogers, Natalie Berani Berbicara Di Depan Umum. Lala Herawati D. Penerjemah. Bandung : Nusa Cendekia. Sharbinie, M, Ully dan Suryana, Agus Seni Berbicara Di Depan Publik Bebas Rasa Takut. Jakarta : EDSA Mahkota. Sujanto, Agus Psikologi Perkembangan. Surabaya : Aksara Baru. Sujanto, Agus Psikologi Umum. Jakarta : P.T Bumi Aksara..

10 Surakhmad Pengantar Interaksi Mengajar Belajar Dasar & Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung : Tarsito. Udiyastutik Dampak Strategi Modeling Partisipan Terhadap Materi Tata Krama Pribadi (Berpakaian, Berhias, Adab dalam Perjalanan, Bertamu dan Menerima Tamu) Pada Siswa Kelas 1 SMA Muhammadiyah Surabaya (Online), ( diakses 7 November 2010).

PENERAPAN STRATEGI MODELING PARTISIPAN UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI TERHADAP TEMAN SEBAYA. Rhina Meitica Pidiana 1 dan Mochamad Nursalim 2

PENERAPAN STRATEGI MODELING PARTISIPAN UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI TERHADAP TEMAN SEBAYA. Rhina Meitica Pidiana 1 dan Mochamad Nursalim 2 PENERAPAN STRATEGI MODELING PARTISIPAN UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI TERHADAP TEMAN SEBAYA Rhina Meitica Pidiana 1 dan Mochamad Nursalim 2 Abstrak; Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Implementasi Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keberanian Bertanya Siswa pada Guru di Kelas. Putri Diyanti 1 dan Sutijono 2

Implementasi Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keberanian Bertanya Siswa pada Guru di Kelas. Putri Diyanti 1 dan Sutijono 2 Implementasi Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keberanian Bertanya Siswa pada Guru di Kelas Putri Diyanti 1 dan Sutijono 2 Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektivan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun

Lebih terperinci

Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan Vol. 13. No.1, Juli 2012

Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan Vol. 13. No.1, Juli 2012 PENGGUNAAN STRATEGI PENGELOLAAN DIRI (SELF- MANAGEMENT)UNTUK MENGURANGI TINGKAT KEMALASAN BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII E MTs AL ROSYID DANDER-BOJONEGORO Trio Isnansyah Marwi 1, Drs. Sutijono, M.M 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR SEKOLAH DENGAN STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR (COGNITIVE RESTRUCTURING)

MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR SEKOLAH DENGAN STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR (COGNITIVE RESTRUCTURING) MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR SEKOLAH DENGAN STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR (COGNITIVE RESTRUCTURING) Ika Kusuma Wardani 1 dan Retno Tri Hariastuti 2 Penelitianyang dilakukan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang 1 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan di bahas secara berturut-turut mengenai: (1) latar belakang masalah, (2) pembatasan masalah, (3) perumusan masalah, (4) tujuan masalah, (5)manfaat masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT Yuni Nur Faridah 1 dan Retno Tri Hariastuti 2 Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan penggunaan strategi

Lebih terperinci

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2 Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2 Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji penerapan konseling kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan esensial dalam kehidupan manusia, karena pendidikan, manusia dapat di bedakan dengan makhluk lain yang menempati alam ini. Kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap manusia yang telah dimulai sejak dari buaian hingga liang lahat. Oleh sebab itu, setiap manusia wajib untuk belajar baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. suatu penelitian. Pada bab III ini akan dibahas tentang jenis penelitian, subjek dan

BAB III METODE PENELITIAN. suatu penelitian. Pada bab III ini akan dibahas tentang jenis penelitian, subjek dan BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan tujuan tertentu, diantaranya untuk menguji kebenaran suatu penelitian. Pada bab III ini akan

Lebih terperinci

BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MEMBANTU SISWA DALAM KEMANTAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN STUDI LANJUT

BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MEMBANTU SISWA DALAM KEMANTAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN STUDI LANJUT BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MEMBANTU SISWA DALAM KEMANTAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN STUDI LANJUT Tuti Rindiani 1 dan Tamsil Muis 2 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

Penerapan Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Antar Pribadi Siswa. Hadi Junaedi 1 dan Mochamad Nursalim 2 ABSTRAK

Penerapan Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Antar Pribadi Siswa. Hadi Junaedi 1 dan Mochamad Nursalim 2 ABSTRAK Penerapan Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Antar Pribadi Siswa Hadi Junaedi 1 dan Mochamad Nursalim 2 ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan. Bangsa yang maju selalu diawali dengan kesuksesan di bidang pendidikan serta lembaga pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan manusia akan berdaya dan berkarya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya tujuan nasional tersebut harus ada perhatian dari. pemerintah dan masyarakat yang sungguh-sungguh.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya tujuan nasional tersebut harus ada perhatian dari. pemerintah dan masyarakat yang sungguh-sungguh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk sebagai negara yang sedang berkembang. Dalam mencapai tujuan nasional perlu adanya pembangunan dari segala bidang. Untuk tercapainya tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam hidup, karena pendidikan mempunyai peranan penting guna kelangsungan hidup manusia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan berkaitan erat dengan hakekat makna dan fungsi pendidikan dalam keseluruhan aspek kehidupan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP EMPATI PADA SISWA KELAS XI SMK AL WASHLIYAH TELADAN MEDAN. Abstrak

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP EMPATI PADA SISWA KELAS XI SMK AL WASHLIYAH TELADAN MEDAN. Abstrak PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP EMPATI PADA SISWA KELAS XI SMK AL WASHLIYAH TELADAN MEDAN Azhar, Enny Fitriani 1) dan Zakiah Hasibuan 2) 1) Dosen FKIP UMN Alwashliyah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling Oleh Sugiyatno, M.Pd Prodi Bimbingan dan Konseling FIP UNY

Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling Oleh Sugiyatno, M.Pd Prodi Bimbingan dan Konseling FIP UNY Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling Oleh Sugiyatno, M.Pd sugiyatno@uny.ac.id Prodi Bimbingan dan Konseling FIP UNY Nasehat..? Pasif Reseptif.? Konseling? Teacher Centered Learning Perkembangan Optimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling bertentangan dalam hidup, yaitu positif dan negatif. Dua hal ini merupakan sikap yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu disiapkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di Indonesia ataupun di setiap negara. Indonesia selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di Indonesia ataupun di setiap negara. Indonesia selalu berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam membangun kemajuan di Indonesia ataupun di setiap negara. Indonesia selalu berusaha mengingkatkan mutu

Lebih terperinci

Sesuai dengan tujuan pendidikan yang berbunyi :

Sesuai dengan tujuan pendidikan yang berbunyi : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam usahanya meningkatkan kualitas dan martabat hidupnya, ia akan selalu berusaha meningkatkan kemampuan dirinya. Usaha terpenting yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan itu sendiri bisa didapatkan melalui pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

JURNAL EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA KELAS XI IPA SMA MUHAMMADIYAH KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

JURNAL EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA KELAS XI IPA SMA MUHAMMADIYAH KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 JURNAL EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA KELAS XI IPA SMA MUHAMMADIYAH KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 THE EFFECTIVENESS OF THE SOCIODRAMA TECHNIQUE TO IMPROVE ELEVENTH SCIENCE

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA (PEER TEACHING) TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA (PEER TEACHING) TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA (PEER TEACHING) TERHADAP MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA oleh: Yopi Nisa Febianti, S.Pd., M.Pd. Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Lebih terperinci

WAHYU INDRIANI PUTRI A.

WAHYU INDRIANI PUTRI A. PENGARUH KEPEMILIKAN BUKU PELAJARAN DAN RUANG BELAJAR DI RUMAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS XI SMA AL-ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Usulan Penelitian untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan adalah suatu proses sadar tujuan, artinya bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman ditandai dengan kemajuan teknologi, dituntut untuk dapat mengikuti kemajuan teknologi yang telah ada. Begitu halnya dengan jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan sebagai investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang yang memiliki nilai strategis atas kelangsungan peradaban manusia di dunia. Melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Pendidikan merupakan masalah yang menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian keseluruhan dalam pembangunan. Perkembangan dan meningkatnya kemampuan siswa selalu muncul bersamaan dengan situasi dan kondisi lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA KELAS X-3 SMA NEGERI 8 SURABAYA DENGAN KONSELING KELOMPOK GESTALT

MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA KELAS X-3 SMA NEGERI 8 SURABAYA DENGAN KONSELING KELOMPOK GESTALT MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA KELAS X-3 SMA NEGERI 8 SURABAYA DENGAN KONSELING KELOMPOK GESTALT Elisabeth Christiana, S.Pd.,M.Pd. *) Wahyu Nanda Eka Saputra ABSTRAK Latar belakang dari penelitian

Lebih terperinci

SUYUT ADIN FEBRIANTO NPM

SUYUT ADIN FEBRIANTO NPM PENGARUH LAYANAN INFORMASI DENGAN MEDIA FILM TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 17 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: SUYUT ADIN FEBRIANTO NPM :

Lebih terperinci

Pengaruh Penerapan Metode Stimulus-Respon Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi Kelas XI MAN 2 Kota Bima

Pengaruh Penerapan Metode Stimulus-Respon Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi Kelas XI MAN 2 Kota Bima Pengaruh Penerapan Metode Stimulus-Respon Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi Kelas XI MAN 2 Kota Olahairullah Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan pokok dalam membantu generasi mendatang. Dengan adanya pendidikan diharapkan akan mampu membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten,

Lebih terperinci

Oleh: DARWANTO Dibimbing oleh : 1. Drs. SETYA ADI SANCAYA, M.Pd. 2. LAELATUL AROFAH, M. Pd.

Oleh: DARWANTO Dibimbing oleh : 1. Drs. SETYA ADI SANCAYA, M.Pd. 2. LAELATUL AROFAH, M. Pd. JURNAL KEEFEKTIFAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN PERCAYA DIRI MENGHADAPI GURU SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 WATES KABUPATEN KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 THE EFFECTIVENESS OF SOSIODRAMA TECHNIQUE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh: ANJARWATI Dibimbing oleh : 1. Dra. Khususiyah, M. Pd. 2. Yuanita Dwi Krisphianti, M. Pd.

JURNAL. Oleh: ANJARWATI Dibimbing oleh : 1. Dra. Khususiyah, M. Pd. 2. Yuanita Dwi Krisphianti, M. Pd. JURNAL EFEKTIFITAS TEKHNIK PERMAINAN LANJUTKAN CERITAKU DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 THE EFFECTIVENESS OF LANJUTKAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang. Pendidikan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, karena interaksi pembelajaran merupakan kegiatan inti

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, karena interaksi pembelajaran merupakan kegiatan inti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pembelajaran adalah suatu hal yang penting dalam sebuah pendidikan, karena interaksi pembelajaran merupakan kegiatan inti pembelajaran yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara Indonesia, pendidikan merupakan hal yang sangat penting sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Meningkatkan kecerdasan akan lebih mendorong

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling OLEH :

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling OLEH : EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING INDIVIDU MELALUI TEKNIK OPERANT CONDITIONING TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS XI APK DI SMKN 2 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2015-2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kemampuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kemampuan mengungkapkan pendapat dalam bidang bimbingan pribadi-sosial b) kemampuan mengungkapkan pendapat meliputi: pengertian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING Fitri Ramadhani 1 (fitri_rmd@yahoo.com) Yusmansyah 2 Shinta Mayasari 3 ABSTRACT The research aims determined the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan. Tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sesuatu yang penting dan sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Di Indonesia masalah pendidikan menjadi hal yang paling utama yang mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikian pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukuan oleh manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AKTIVITAS BELAJAR EKONOMI MELALUI METODE PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS TAHUN AJARAN 2009/2010

PENGEMBANGAN AKTIVITAS BELAJAR EKONOMI MELALUI METODE PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS TAHUN AJARAN 2009/2010 PENGEMBANGAN AKTIVITAS BELAJAR EKONOMI MELALUI METODE PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS TAHUN AJARAN 2009/2010 Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bab II pasal 3, menyatakan pendidikan memiliki fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh I. PENDAHULUAN A..Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan kediriannya agar menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data 1. Pendekatan Penelitian Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia pendidikan dituntut untuk lebih maju dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia pendidikan dituntut untuk lebih maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dunia pendidikan dituntut untuk lebih maju dan berkualitas dalam menghasilkan lulusan-lulusan yang dapat bersaing di zaman modern yang penuh dengan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS XI IPS MAN II KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS XI IPS MAN II KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS XI IPS MAN II KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang dan Masalah Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, sehingga dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang utuh. Pendidikan memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Dengan ilmu,

BAB I PENDAHULUAN. berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Dengan ilmu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia. Ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ABA 010 CABANG KUOK KABUPATEN KAMPAR Guru TK ABA 010 Cabang Kuok Kabupaten Kampar email: herlinaher@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA. Lailatul Mufidah 1 dan Mochamad Nursalim 2

PENGGUNAAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA. Lailatul Mufidah 1 dan Mochamad Nursalim 2 PENGGUNAAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA Lailatul Mufidah 1 dan Mochamad Nursalim 2 Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji penggunaan

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Media Tanam Hidroponik Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Terong (Solanum melongena) Fahruddin

Pengaruh Penggunaan Media Tanam Hidroponik Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Terong (Solanum melongena) Fahruddin Korelasi Antara Kemampuan Merespon Pelajaran Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Terpadu Kelas VII SMP Negeri 2 Monta Tahun Pelajaran 2013/2014 Fahruddin Abstrak: Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia yang memiliki standar mutu profesional tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang professional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa belajar maka tidak ada ilmu

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa belajar maka tidak ada ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia wajib untuk belajar baik melalui jalur pendidikan formal, informal maupun non formal, karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang menjelaskan tentang dasar, fungsi dan tujuan sisdiknas yaitu sebagai berikut: Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena melalui pendidikan akan tercipta manusia yang terampil dan berkualitas.

Lebih terperinci