BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan merupakan suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan (Notoatmodjo, 2011). Jenis evaluasi yang dibedakan berdasarkan sasaran dan waktu pelaksanaannya menurut Muninjaya (2011) dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: Evaluasi input Evaluasi input dilaksanakan sebelum kegiatan program dimulai, untuk mengetahui ketepatan jumlah, mutu sumber daya, metode, standar prosedur pelaksanaan disesuaikan dengan sumber daya yang dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan program. Evaluasi ini bersifat pencegahan (preventive evaluation) karena kegiatan evaluasi ini mengkaji persiapan kegiatan sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan sedini mungkin Evaluasi proses Evaluasi proses dilaksanakan pada saat kegiatan sedang berlangsung. Tujuannya untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kegiatan program atau metode yang digunakan, meningkatkan motivasi staf, dan memperbaiki komunikasi di antara staf, dan sebagainya. Evaluasi ini disebut dengan formative evaluation. 6

2 Evaluasi output Evaluasi output dilaksanakan pada hasil kegiatan program. Kegiatan evaluasi ini disebut summative evaluation atau impact evaluation. Dilaksanakan setelah pekerjaan selesai untuk mengetahui ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. Output dibandingkan dengan target, efek, atau outcome untuk mengetahui pengaruh kegiatan program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan dibandingkan dengan standar mutu yang sudah ditetapkan pada saat penyusunan perencanaan PenerapanManajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) dalam Mengelola Air Limbah Komunal. Dalam Bidang kesehatan Manajemen POAC sering dipergunakan untuk menunjang peningkatan pelayanan kesehatan baik di Insitusi kesehatan maupun di Rumah Sakit. Berikut adalah penjelasan mengenai POAC (Planning, Organizing, Actuating and Controlling) (Muninjaya, 2011) Fungsi Perencanaan (Planning) Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam proses manajemen. Fungsi ini akan menentukan arah fungsi manajemen lainnya. Dalam hal ini, fungsi perencanaan merupakan landasan dasar pengembangan proses manajemen secara keseluruhan. Jika perencanaan tidak dirumuskan dan ditulis dengan jelas, proses manajemen tidak berjalan secara berurutan dan teratur, dengan kata lain perencanaan

3 8 manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap pekerjaan yang dijalankan. Orang yang akan melakukan kegiatan manajerial, waktu dan proses adalah pelaksanaannya. Perencanaan manajerial terdiri dari dua bagian utama, yaitu perumusan strategi dan penerapan strategi. Bagian pertama adalah perumusan strategi dengan menetapkan tujuan dan kebijaksanaan umum dalam organisasi. Untuk merumuskan strategi, manajer harus memiliki keterampilan manajerial yang bersifat konseptual. Bagian kedua, pnerapan strategi dilaksanakan dengan menetapkan kegiatan untuk mencapai tujuan. Untuk menerapkan kegiatan ini, manajer harus memiliki keterampilan manajerial yang bersifat teknis. 1. Batasan Perencanaan Batasan perencanaan kesehatan adalah proses perumusan masalah kesehatan yang potensial berkembang di masyarakat, penentuan kebutuhan sumber daya untuk mengatasinya, penetapan tujuan program, diikuti dengan penyusunan langkah - langkah praktis untuk mencapai tujuan, Ada empat (4) aspek kajjian yang dikemukakan dalam batasan perencanaan ini. Pertama, perencanaan efektif jika rumusan masalah kesehatan didukung fakta fakta yang relevan (evidence base), dan bukan hanya emosi atau angan angan saja, fakta fakta yang dilengkapi data sehingga rumusan masalah kesehatan menjadi jelas. Kedua perencanaan juga merupakan proses pemilihan alternatif tindakan untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Manfaat sebuah perencanaan Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh pimpinan dan staf jika organisasi memiliki perencanaan yang baik. Mereka akan mengetahui : a. Tujuan yang ingin dicapai organisasi dan cara mencapainya.

4 9 b. Jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan. c. Jumlah dan jenis staf yang dinginkan, termasuk uraian tugasnya. d. Bentuk kepemimpinan yang efektif e. Bentuk dan standar pengawasan yang diperlukan. Selain itu institusi pelayanan kesehatan akan memperoleh keuntungan jika perencanaan kesehatan dapat didokumentasikan dengan baik : a. Perencanaan akan menyebabkan berbagai macam aktivitas organisasi dapat dilakukan secara teratur untuk mencapai tujuan. b. Perencanaan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan kegiatan yang tidak produktif. c. Perencanaan dapat dipakai untuk mengukur hasil kegiatan dengan menetapkan berbagai standar. d. Perencanaan memberikan satu landasan pokok fungsi manajemen yang lain, terutama fungsi pengawasan. Dengan perencanaan yang tersusun lengkap dan akan dilaksanakan, maka mereka dapat mengetahui jenis dan tugas yang harus diembannya untuk mencapai tujuan program/proyek, jumlah dan kualifikasi staf yang dibutuhkan, model kepemimpinan, komunikasi dan pengawasan yang harus dilaksanakan oleh manajer penanggung jawab program/proyek. 3. Langkah langkah perencanaan Sebagai sebuah proses, perencanaan terdiri atas lima langkah. Kelimanya merupakan urutan yang saling menentukan satu sama lain. a. Analisis situasi Analisis situasi adalah langkah pertama program penyusunan perencanaan. Langkah ini terdiri atas beberapa aktivitas yang diawali dengan analisis data yang

5 10 sumbernya diambil dari internal organisasi, hasil observasi, dan wawancara (data primer) atau laporan lembaga lain yang terkait (data sekunder), hasil observasi, dan wawancara. Informasi adalah data yang sudah diolah dan disusun dalam bentuk tabel dan grafik serta diuraikan secara naratif. Informasi yang dimiliki oleh satu bagian dalam organisasi harus didiskusikan dan digabungkan dengan informasi bagian lainnya sehingga menjadi pengetahuan semua anggota tim perencana. Analisis situasi merupakan langkah awal perencanaan. Output langkah ini adalah identifikasi masalah, yaitu rumusan masalah kesehatan dan berbagai faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat yang sedang diamati serta potensi (sumber daya) organisasi yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi terhadap masalah tersebut. Dari penjelasan di atas, analisis situasi bertujuan untuk mengumpulkan berbagai jenis data atau fakta yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat yang sedang diamati. b. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya. Analisisi situasi menghasilkan berbagai macam data. Data tentang perkembangan masalah kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan perilaku masyarakat dianalisis lebih lanjut menggunakan pendekatan epidemiologi dan statistik sampai menghasilkan informasi yang dibutuhkan. Informasi yang perlu dicari adalah bagaimana tanggapan dan persepsi masyarakat tentang masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di wilayahnya dan bentuk partisipasi masyarakat untuk memecahkannya. Informasi tambahan ini dibutuhkan oleh manajer program kesehatan untuk bisa mengambil keputusan tentang strategi pengembangan program intervensi.

6 11 c. Menentukan tujuan program Setelah prioritas masalah kesehatan ditetapkan, manajer program kesehatan menetapkan tujuan program. Semakin jelas rumusan masalah kesehatan masyarakat dan didukung dengan kelengkapan informasi seperti yang diuraikan di atas, akan semakin mudah menyusun tujuan program. d. Mengkaji hambatan dan kelemahan program Langkah keempat proses penyusunan rencana adalah mengkaji kembali hambatan dan kelemahan program yang pernah dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mencegah atau mewaspadai timbulnya hambatan serupa. Selain mengkaji hambatan yang pernah dialami, juga dibahas prediksi kendala dan hambatan yang mungkin akan terjadi di lapangan pada saat pelaksanaan program. e. Menyusun rencana kerja operasional (RKO) Hambatan (kelemahan) dan kendala program yang bersumber dari dalam organisasi harus dikaji dulu sebelum RKO disusun. Kalau tidak, program yang akan dilaksanakan terhambat oleh faktor internal organisasi. Faktor lingkungan di luar organisasi seperti peran serta masyarakat dan kerja sama lintas sektor juga perlu dikaji sebagai bagian dari penyusunan strategi pengembangan program di lapangan Fungsi Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang juga mempunyai peranan penting seperti halnya fungsi perencanaan. Dengan fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh institusi kesehatan (manusia dan yang bukan manusia) diatur penggunaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan institusi. Fungsi pengorganisasian akan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar kalau

7 12 manajer pelayanan kesehatan memahami prinsip prinsip pengorganisasian. Menurut Henry Fayol, keempat prinsip pokok fungsi pengorganisasian perlu dipahami oleh semua unsur pimpinan organisasi termasuk staf. Dengan memahami fungsi pengorganisasian, fungsi aktuasi juga lebih mudah dipahami. Fungsi aktuasi oleh staf sesuai dengan pembagian tugasnya masing masing (fungsi pengorganisasian). Fungsi aktuasi mengarah staf dalam melaksanakan tugas tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Di bagian fungsi pengorganisasian dibahas : 1. Batasan fungsi pengorganisasian Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan batasan tersebut, fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan personel, finansial, material dan tata cara pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 2. Prinsip prinsip pokok fungsi pengorganisasian. Ada enam langkah penting sebagai bagian dari fungsi pengorganisasian. a. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tujuan ini sudah dirumuskan dan menjadi bagian dari fungsi perencanaan. b. Membagi habis pekerjaan ke dalam kegiatan pokok untuk pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pimpinan yang mengemban tugas pokok organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi.

8 13 c. Mengelompokkan kegiatan pokok ke dalam satuan kegiatan yang lebih operasional (elemen kegiatan). Pembagian tugas staf ke dalam elemen kegiatan ini harus mencerminkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh staf. d. Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan fasilitas pendukungnya. Pengturan ruangan dan dukungan peralatan adalah salah satu contoh. e. Penugasan personel yang cakap. Staf yang dipilih dan ditempatkan pada satu bagian sesuai dengan kemampuannya melaksanakan tugas. f. Mendelegasikan wewenang. Tugas tugas staf dan mekanisme pelimpahan wewenang dalam sebuah organisasi akan dapat diketahui melalui struktur organisasi. Organisasi pelayanan kesehatan seperti puskesmas yang mempunyai jumlah tenaga terbatas, ruang lingkup kerja dan kegiatannya yang cukup luas, maka prinsip kerja sama staf yang bersifat integratif perlu diterapkan. 3. Wewenang dalam suatu organisasi Wewenang adalah kekuasaan atau hak yang diberikan kepada seseorang dalam sebuah organisasi untuk memerintah atau meminta orang lain untuk berbuat sesuatu. Wewenang seseorang dalam sebuah organisasi dibatasi dalam bentuk uraian tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta kedudukannya di dalam organisasi. Untuk meningkatkan produktivitas kerja staf, manajer sebaiknya mengatur wewenang yang diberikan kepada staf dan menjelaskan bahwa tanggung jawab memang harus melekat pada tugas tugas yang diberikan kepadanya sehingga staf akan merasakan keseimbangan antara wewenang yang dimiliki dan tanggung jawab yang harus diemban. Dengan pembagian wewenang dapat dibedakan berbagai tipe organisasi yaitu organisasi lini, organisasi staf dan organisasi lini dan staf atau organisasi dalam bentuk panitia.

9 14 a. Organisasi lini (Line Authority) Wewenang yang mengalir secara vertikal. Pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pimpinan kepada staf yang menerimanya. b. Organisasi Staf (Staff Authority) Wewenang yang mengalir ke samping, yaitu wewenang yang diberikan kepada staf khusus membantu melancarkan tugas - tugas staf yang mengemban tugas dengan wewenang lini. Wewenang staf diberikan karen ada spesialisasi tugas tugas manajerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf atau penasihat. c. Organisasi staf dan lini Perpaduan antara wewenang lini dan staf di dalam struktur organisasi merupakan bentuk yang paling umum dianut oleh banyak institusi saat ini. Struktur organisasinya akan tampak lebih kompleks, tetapi bentuknya merupakan pengembangan dari bentuk organisasi lini dan staf. 4. Struktur organisasi dan dinamikanya. Pengembangan organisasi adalah upaya manajer mengembangkan stafnya (pengembangan sumber daya manusia/staf) dengan harapan akan meningkatkan kapasitas organisasi yang dipimpinnya untuk memecahkan masalah kesehatan. Pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain mengefektifkan gaya kepemimpinan manajer, mengharmoniskan hubungan antara pimpinan dengan stafnya, meningkatkan kepuasaan kerja staf dan semangat kelompok, memperjelas tujuan organisasi dan memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan. Hal yang paling pokok dalam penerapan fungsi pengorganisasian adalah pembagian tugas. Jika pembagian tugas sudah dilakukan dengan jelas dan adil sesuai

10 15 dengan kompetensi staf, mereka diharapkan berkembang menjadi kelompok kerja yang kompak dan dinamis. 5. Organisasi sebagai sebuah sistem sosial Di dalam sebuah sistem sosial terdapat subsistem lain yang saling berinteraksi satu sama lain. Salah satu di antaranya yang terpenting adalah subsistem hubungan antar manusia (social sub-system). Subsistem yang lain adalah subsistem administrasi (structutal sup-system), subsistem informasi (decision makin sup-system), subsistem ekonomi (technological sup-system). a. Subsistem Administrasi Fokus kajian terhadap subsistem administrasi dalam institusi pelayanan kesehatan lebih banyak diarahkan untuk mengkaji tipe dan gaya kepemimpinan dan proses pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada staf dan mekanisme kerja sama yang dikembangkan untuk mencapai tujuan organisasi. b. Subsistem Informasi Kajian terhadap subsistem informasi dan pengambilan keputusan diarahkan untuk mempelajari proses pengambilan keputusan strategis dalam sebuah organisasi kesehatan (keputusan kunci). Untuk pengambilan peutusan strategis, diperlukan informasi yang akurat dan menyeluruh tentang organisasi, terutama tentang bagaimana sistem yang ada dalam organisasi berkembang sesuai dengan misinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. c. Subsistem Ekonomi Untuk mengkaji subsistem ekonomi institusi pelayanan kesehatan diperlukan kejelasan tugas pokok staf untuk mencapai tujuan organisasi dalam batas batas kemampuan anggaran yang tersedia (Coast effetiveness) dan disesuaikan dengan tanggung jawab masing masing.

11 16 d. Subsistem Sosial Di dalam kajian subsistem sosial, seseorang akan mempelajari lebih jauh tentang proses pengembangan motivasi staf dan kepemimpinan yang efektif yang dilakoni para manajer organisasi, terutama manajer personalia. Meskipun semua subsistem nampaknya berdiri sendiri, tetapi perubahan yang terjadi pada satu subsistem akan dirasakan pengaruhnya pada subsistem lainnya. Jika keseluruhan sistem berjalan sehat dan bekerja secara normal, diamati dari luar. Dengan demikian, hanya sedikit sekali manajer yang mampu mengembangkan dirinya secara komplet (perfect manager), yaitu : berbagai produser, sekaligus sebagai implementor, inovator, dan integrator Fungsi Kepemimpinan (Actutating) Fungsi manajemen ini menjadi penggerak semua sumber daya dan kegiatan (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untuk mencapai tujuan (dirumuskan dalam ungsi perencanaan). Sebagai fungsi penggerak, peran manajer program menjadi amat penting untuk mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya ( manusia dan yang bukan manusia) untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Agar seorang manajer mampu menggerakkan dari mengarahkan sumber daya manusia dalam organisasi untuk mencapai tujuan, dibutuhkan kepemimpinan (leadership), motivasi staf, kerja sama dan komunikasi antar staf. 1. Tujuan fungsi aktuasi a. Menciptakan kerja sama yang lebih efisien. b. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf c. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan.

12 17 d. Menumbuhkan suasana lingkungan kerja untuk meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf. e. Mendorong organisasi berkembang secara dinamis. Berdasarkan tujuan tersebut, fungsi aktuasi lebih terfokus pada pengelolaan sumber daya manusia. Atas dasar itu, fungsi aktuasi sangat erat hubungannya dengan beberapa ilmu yang terkait dengan perilaku manusia. 2. Faktor penghambat fungsi aktuasi Kegagalan manajer menumbuhkan motivasi staf melaksanakan tugas tugasnya dengan baik merupakan hambatan utama fungsi aktuasi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakikat perilaku dan hubungan antar manusia. Salah seorang pelopor yang memperkenalkan teori tentang perilaku manusia adalah Abraham H. Maslow. Teorinya membahas jenjang (tingkatan) kebutuhan manusia (Hirarchy of Needs) yang diuraikan sebagai berikut : a. Kebutuhan untuk fisik (physical needs) b. Kebutuhan untuk rasa aman dan tenteram (security needs) c. Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosial (Social needs) d. Kebutuhan untuk kehormatan diri (sel esteem needs) e. Kebutuhan untuk manunjukkan kemampuan diri (actualization needs) Fungsi Pengawasan dan Pengendalian (Controlling) Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) adalah fungsi manajemen yang keempat. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan Untuk menerapkan fungsi pengawasan dan pengendalian(wasdal) diperlukan standar (input, proses, output, dan outcome) yang dituangkan dalam bentuk target atau prosedur kerja. Standar input digunakan

13 18 untuk menilai keberhasilan persiapan dan pelaksanaan program. Jika terjadi kesenjangan, harus segera diidentifikasi dan ditetapkan solusinya. 1. Jenis standar pengawasan Ada dua jenis standar pengawasan yang digunakan untuk menilai keberhasilan kinerja staf. Perbedaan di antara keduanya diuraikan di bawah ini : a. Standar norma. Standar ini disusun bedasarkan pengalaman staf dalam melaksanakan kegiatan program yang sejenis atau yang dilaksanakan dalam situasi yang sama di masa lalu. b. Standar kriteria Standar ini diterapkan untuk menilai kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan yang sudah mendapat pelatihan khusus terkait dengan tugas tersebut. Standar ini dikaitkan dengan kemampuan kerja (profesionalisme) staf. 2. Manfaat pengawasan Fungsi pengawasan dan pengendalian dalam sebuah organisasi, jika diterapkan dengan tepat pasti akan bermanfaat bagi organisasi terebut, yaitu : a. Dapat mengetahui kegiatan program yang sudah dilaksanakan oleh staf dalam kurun waktu tertentu, apakah sesuai dengan standar, prosedur atau rencana kerja dan sumber daya (staf, sarana, dana dan sebagainya) yang sudah digunakan. b. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf dalam melaksanakan tugas tugasnya. Bila hal ini diketahui oleh organisasi, ia akan memberikan pelatihan khusus bagi staf yang melaksanakan tugas tugas tersebut. Latihan staf digunakan untuk mebgatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan staf dalam melaksanakan tugas tugasnya.

14 19 c. Dapat mengetahui apakah waktii dan sumber daya organisasi sudah digunakan dengan tepat dan efisien. d. Dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya penyimpangan. e. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan (reward), apakah akan dipromosikan untuk jabatan yang lebih menantang, atau diberikan pelatihan lanjutan. 3. Proses pengawasan Proses pengawasan manajerial dilakukan oleh manajer melalui tiga langkah penting, yaitu : a. Mengukur hasil/prestasi kerja staf/organisasi. b. Membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tolok ukur (standar) yang telah ditetapkan sebelumnya. Tolok ukur yang diapaki adalah rencana kerja operasional, rencana kerja anggaran belanja, tugas dan wewenang staf, mekanisme kerja sama, petunjuk atau peraturan pelaksanaan, dan target kegiatan program. c. Memperbaiki penyimpangan yang terjadi setelah dilakukan identifikasi faktor - faktor pnyebab penyimpangan. Bila dikaji penyimpangannya, pimpinan harus berusaha lebih dahulu mencari faktor faktor penyebabnya, dan menggunakan faktor ini untuk menetapkan langkah langkah intervensi. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian juga harus dikembangkan pmpinan organisasi sebelum kegiatan dimulai. Dalam hal ini, titik perhatian manajer terletak pada perencanaan sumber daya (standar input). Dalam hal ini, fungsi pengawasan lebih banyak bersifat pencegahan dini terjadinya penyipangan (preventif controlling). Pengawasan juga dapat dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung (process controlling).

15 20 4. Objek pengawasan Pengawasan manajerial memiliki lima objek (sasaran) pengawasan. Kelima sasaran tersebut terdiri atas : a. Objek tentang kuantitas dan kualitas barang atau jasa. Sasaran pengawasan bersifat fisik. Misalnya, cakupan imunisasi, jumlah dan jenis vaksin yang tersedia (kuantitas); kualitas vaksin sesuai dengan nomor produksi caksin (Bath number) dan tingkat kekeruhannya; efektivitas komunikasi antara staf dengan pasien pada saat pemeriksaan Hb. b. Objek keuangan Misalnya pemasukan dan kegunaan dana. Sasaran pengawasan terhadap keuangan organisasi memerlukan keterampilan khusus. Pengawasan keuangan disebut Financial audit sebagai bagian dari internal audit. Sasaran adalah kas harian, alporan keuangan bulanan / tahunan, buku bank, pemanfaatan dana sesuai dengan alokasi, dan aaspke administrasinya. Salah satu pedoman penggunaan anggaran adalah Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD tahunan. c. Objek Program Standarnya adalah rencana kerja operasional (RKO) yang disusun oleh staf pelaksanaan program. d. Objek Strategis. Sasaran pengawasan ini adalah kebijakan atau instruksi pimpinan untuk menjaga mutu pelayanan. e. Kerjasama dengan sektor lain di tingkat kabupaten/ kota atau kecamatan. Disebut sasaran strategis arena objek pengawasannya dilakukan oleh lembaga yang hirarkinya lebih tinggi.

16 21 5. Metode pengumpulan fakta Pada fungsi perencanaan sudah dijelaskan mekanisme pengumpulan data untuk menunjang penyusunan perencanaan. Pada fungsi pengawasan juga dibutuhkan data atau fakta yang dikumpulkan melalui tiga metode/pendekatan : a. Pengamatan langsung Pengawasan dilaksanakan dengan cara supervisi langsung oleh pmpinan ke lapangan. Tujuannya adalah untuk mengamati kegiatan staf pada saat mereka sedang melaksanakan tugas tugasnya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan standar dengan hasil pengamatan. Standar pelaksanaan program harus dipahami oleh pimpinan sebelum melakukan supervisi. Hasil pengawasan yang diperoleh melalui teknik supervisi ini mempunyai mutu yang terbaik (akurat). b. Laporan lisan Pimpinan pada saat melakukan pengawasan juga bisa memperoleh data langsung tentang pelaksanaan program dengan cara mendengarkan laporan lisan staf atau pengaduan masyarakat. Pengawasan dengan menggunakan fakta laporan lisan staf atau pengaduan staf akan memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan kegiatan program, atau adanya penyalah gunaan wewenang oleh staf berdasarkan laporan masyarakat. c. Laporan tertulis Pengawasan juga dapat dilakukan dengan menugaskan staf penanggung jawab program untuk membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Informasi yang didapat dari pengawasan seperti ini hanya terbatas pada hal hal yang dianggap penting oceh staf. Untuk meningkatk mutu informasi, pimpinan harus membuat contoh format laporan. Sistem penncatatan dan pelaporan program yang

17 22 rutin dibuat oleh staf juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem pengawasan ini asalkan datanya sudah dianalisisi dengan cermat. 6. Jenis pengawasan Pengawasan manajerial yang umum dilaksanakan pada organisasi pemerintah terdiri dari : a. Pengawasan fungsional (struktural) Fungsi pengawasan ini melekat (waskat) pada seseorang yang memiliki jabatan lebih tinggi pada struktur organisasi. Tugas pokok setiap pimpinan adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan staf yang ada di unit kerja yang dipimpinnya. Semakin tinggi tingkatan pimpinan akan semakin luas objek dan aspek pengawasanny, terutama pengawasan yang bersifat strategis dan menyeluruh. b. Pengawasan publik Pengawasan publik dilakukan oleh masyarakat terhadap jalannya pembangunan atau pelayanan publik pada umunya. Biasanya pengawasan seperti ini dilakukan oleh media massa, atau kotak pos khusus yang dibuat oleh institusi. Penggunaan internet yang semakin terbuka saat ini akan mempercepat meluasnya pengawasan publik ini. c. Pengawasan nun fungsional Fungsi pengawasan yang sifatnya nun fungsional biasanyadilakukan oleh badan atau lembaga yang memberikan kewenangan khusus untuk melakukan pengawasan (fungsi sosial kontrol) seperti Inspektorat di masing masing departemen, baik di pusat maupun daerah.

18 Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat dibidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. 1. Menurut Notoatmodjo, S. (2007) banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat. Pada pokoknya ada dua cara yakni : a. Partisipasi dengan paksaan Artinya memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang undangan, peraturan peraturan maupun dengan pemerintahan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya, dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa, dan kaget, karena dasarnya bukan kesadaran, tetapi ketakutan. Akibatnya lagi masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program. b. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi Yakni suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar ditumbuhkan, dan akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki, dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan pendidikan dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung Sanitasi Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan

19 24 kesehatan manusia. Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun). Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan (Wikipedia, 2014) Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya (Notoadmodjo,2007).Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus dihadapi dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan.kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem.bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya,tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut.perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi.

20 Sanitasi oleh Masyarakat Sanitasi Oleh Masyarakat adalah kegiatan pada proyek yang bertujuan mempromosikan dan menciptakan beragam contoh Sanitasi Berbasis Masyarakat serta menggali hasil pembelajarannya untuk direplikasikan oleh kelompok masyarakat atau untuk skala yang lebih luas. Kegiatan ini merupakan bagian dari uji coba (pilot project) yang dikembangkan oleh WASPOLA, yaitu sebuah kerjasama pembangunan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia di bawah koordinasi Water and Sanitation Program for East Asia and the Pasific. BORDA, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang berpusat di Jerman, bekerjasama dengan jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia telah diberi tanggung jawab sebagai pelaksana proyek SANIMAS untuk membantu masyarakat, pemerintah daerah dan fasilitator setempat dalam merancang, merencanakan dan melaksanakan kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat. Gambaran Sanitasi Berbasis Masyarakat di sini adalah sebuah jaringan pengelolaan tinja dengan investasi murah yang menghubungkan sarana sanitasi perumahan melalui jaringan perpipaan dengan instalasi pengolahan tinja. Untuk tipe pemukiman masyarakat miskin kota yang bermukim di rumah atau kamar sewa, telah dibangun sarana umum berupa MCK yang dilengkapi kamar untuk mencuci, mandi dan jamban yang juga dihubungkan dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah. Selain sarana sanitasi, pelayanan air bersih juga tersedia di MCK. Setiap sarana diperhitungkan dapat memenuhi kebutuhan keluarga, tergantung jumlah penduduk Rukun Warga atau Rukun Tetangga setempat. Penugasan BORDA didasarkan pada pada kontrak nomor yang ditandatangani antara The World Bank dengan Bremen Overseas Research & Development Association atau BORDA Indonesia. Dengan masa pelaksanaan 30

21 26 bulan, sejak September 2001 hingga January Untuk menjaga mutu pelaksanaan proyek, BORDA dibantu Lembaga Swadaya Masyarakat nasional, yaitu Bali Fokus beralamat di Denpasar; bertanggung jawab untuk wilayah Denpasar Bali, Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan beralamat di Malang; bertanggung jawab untuk Kota Pasuruan, Blitar dan Kediri, Bina Ekonomi Sosial Terpadu beralamat di Tangerang dan Surabaya; bertanggung jawab untuk Kabupaten Sidoarjo, Mojokerto dan Pamekasan, Yayasan Indonesia Sejahtera beralamat di Solo; bertanggung jawab dalam pelatihan untuk pelatih dan pelatihan masyarakat, dan DEWATS beralamat di Yogjakarta; bertanggungjawab untuk kelaikan dan pemenuhan standar teknis.(waspola, 2006) Tahapan Pelaksanaan Program SANIMAS Tahapan pelaksanaan SANIMAS meliputi : Persiapan, Seleksi Kabupaten/ Kota, Seleksi Lokasi, Penguatan Kelembagaan, Penyusunan RKM (Rencana Kegiatan Masyarakat), Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan sarana terbangun. (Panduan Umum Pelaksanaan SANIMAS dalam Choiriyyah, 2010). 1. Persiapan Persiapan SANIMAS meliputi : a. Sosialisasi kegiatan SANIMAS kepada seluruh pemerintah kabupaten/ kota pada akhir tahun anggaran sebelumnya yang diselenggarakan oleh Dinas PU/ Cipta Karya Provinsi. b. Penyampaian surat pernyataan minat oleh pemerintah Kabupaten/ Kota untuk ikut serta dalam kegiatan SANIMAS. c. Workshop regional yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP), Dep. Pekerjaan Umum.

22 27 d. Penyampaian surat minat oleh pemerintah Kabupaten/ Kota untuk ikut serta dalam kegiatan SANIMAS bagi pemerintah Kabupaten/ Kota yang belum menyampaikan. 2. Seleksi Kabupaten/ Kota Kriteria seleksi Kabupaten/ Kota : a. Mengirim Surat Minat ditandatangani Walikota/ Bupati atau Pejabat yang berwenang untuk implementasi SANIMAS. b. Ada Dinas Pertanggungjawab yang ditunjuk oleh Bupati/ Walikota. c. Berminat untuk melaksanakan kegiatan SANIMAS secara partisipatif. d. Terdapat lingkungan yang rawan sanitasi dan padat penduduk perkotaan di wilayah permukiman perkotaan. e. Bersedia kontribusi tunai berupa Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sampai 60% (± sebesar Rp. 200 juta) untuk biaya fisik, dan in-kind yaitu berupa sarana kantor dan staf dinas penanggung jawab sebagai fasilitator. f. Road Show terhadap Kabupaten/ Kota terpilih untuk meninjau calon lokai SANIMAS, mempersiapkan penandatanganan Nota Kesepakatan dan pemilihan TFL (Tim Fasilitator Lapangan). g. Penandatanganan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Kabupaten/ Kota, Konsultant pendamping dan diketahui oleh Bappenas. 3. Seleksi Lokasi a. Seleksi lokasi dimulai dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota menetapkan atau mengusulkan calon lokasi penerima SANIMAS dalam bentuk daftar- panjang permukiman/ kampung/ kelurahan. b. Penetapan daftar-panjang didasarkan pada wilayah yang merupakan prioritas perencanaan sarana dan prasarana air limbah kota. Oleh karena itu perlu disusun

23 28 pemetaan prasarana dan sarana air limbah sehingga pendekatan menjadi lebih komprehensif. Daftar Panjang merupakan data sekunder calon lokasi yang diusulkan oleh pemerintah daerah kota/ kabupaten pada saat MoU (nota kesepakatan), dengan ketentuan memiliki kelayakan sebagai berikut : 1) Kepadatan > 700 jiwa/ Km² (wilayah Jawa dan Bali) 2) Kumuh secara fisik 3) Lingkungan masyarakat berpendapat rendah (kumuh miskin, bukan kumuh kaya) 4) Memiliki masalah kesehatan/ kasus diare kejadian luar biasa 5) Terdapat masalah fisik sanitasi 6) Selalu masuk di semua program penataan kampung kumuh/ penataan kawasan di semua dinas. c. Pemerintah Kabupaten/ Kota bersama dengan fasilitator pendamping ( BORDA atau Konsultant) akan menyusun daftar-pendek sesuai persyatan teknis minimal yang ditetapkan dan melalui pengecekan lapangan. Daftar pendek merupakan data primer yang ditentukan berdasarkan hasil survey dan identifikasi daftar panjang (longlist) yang dilakukan TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) berdasarkan criteria kelayakan maksimal. Tujuan penyusunan daftar pendek adalah mempermudah dan mengefektifkan sosialisasi stakeholderkampung dan seleksi kampung sasaran program. Syarat kriteria kelayakan lokasi sasaran sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) adalah : 1) Terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kota/ Kabupaten & cakupan KK-RT/RW/Lingkungan Kampung.

24 29 2) Memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak untuk segera ditangani. 3) Tersedia lahan : a) Luas minimal 100 m² ( Untuk Simplified Sewerage System (SSS) atau komunal). b) Luas minimal 150 m² (untuk Community Sanitation Center (CBS) atau ++mck. c) Jarak dengan jalan besar ± 100 m. 4) Tersedia sumber air (PDAM, sumur gali, mata air), dan saluran untuk pembuangan air limbah (saluran drainase/ sungai). 5) Bersedia untuk berkontribusi (in cash + in kind). 6) Tertarik untuk mengimplementasikan sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS). d. Kegiatan Seleksi Kampung Kegiatan seleksi kampung dilakukan dengan metode Rapid Participatory Assesment (RPA) dan Community Self Selection Stakeholder Meeting. 1) Rapid Participatory Assesment (RPA) Rapid Participatory Assesment (RPA) merupakan metode yang digunakan untuk melakukan pemetaan kondisi sanitasi masyarakat, masalah yang mereka hadapi, serta kebutuhan untuk emecahkan masalah sanitasi secra cepat dan dilakukan secara partisipatif, atau bersama-sama masyarakat setempat melalui teknik RPA yaitu : Timeline, Leader 1, Transect WALK, Venn Diagram dan Problem Tree. Alasan penggunaan metode ini adalah : a) Memposisikan masyarakat sebagai subyek

25 30 b) Memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan keinginannya. c) Sebagai salah satu media pemberdayaan masyarakat pada tingkat bawah. Dalam tahap implementasi SANIMAS, RPA dilakukan setelah kegiatan presentasi Konsep SANIMAS kepada stakeholder masyarakat, RPA akan dilakukan hanya jika ada undangan atau permintaan dari masyarakat setelah mereka memahami konsep SANIMAS melalui presentasi. Hal ini sesuai dengan Demand Responsive Approach (DRA), dimana undangan/ permintaan menjadi salah satu indicator kebutuhan untuk memecahkan sanitasi yang dihadapi. Hasil RPA ini akan dipresentasikan pada sesi Seleksi Lokasi Sendiri oleh masyarakat bersama-sama dengan hasil RPA dari kampung lain dalam 1 Kabupaten/ Kota. Sesi ini dinamakan Self Selection Stakeholder Meeting, yang bertujuan untuk menentukan lokasi masyarakat yang paling siap untuk implementasi SANIMAS. Untuk menilai kesiapan masyarakat akan diukur dengan 5 variabel yaitu : a) Pengalaman membangun infrastruktur kampung. b) Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi. c) Kelayakan teknis untuk infrastruktur sanitasi. d) Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola sanitasi. e) Prioritas perbaikan sanitasi. Penentuan kampung yang lolos seleksi didasarkan pada total skor yang dimiliki oleh masing-masing kampung. Logikanya : semakin miskin kondisi kampung dan semakin besar tingkat keswadayaan masyarakat, maka semakin tinggi skornya, dan begitu pula sebaliknya. Maka kampung yang mengumpulkan skor nilai tertinggi yang dianggap paling siap untuk implementasi SANIMAS.

26 31 2) Community Self Selection Stakeholders Meeting Community Self Selection Stakeholders Meeting atau pertemuan perwakilan kampung dalam proses seleksi pemilihan kampung merupakan alat untuk menentukan 1(atau lebih sesuai kesiapan dana Pemerintah Kota/ Kabupaten) lokasi yang paling siap dengan sistem scoring. Kegiatan tersebut diikuti oleh kampung shortlist yang telah melaksanakan RPA dengan difasilitasi oleh TFL. Kegiatan tersebut diawali dengan mengundang masyarakat tiap lokasi/ kampung yang telah melaksanakan RPA, kemudian wakil masyarakat tiap kampung mempresentasikan hasil RPA langkah terakhir dengan difasilitasi oleh TFL dan dilakukan perhitungan hasil scoring tiap kampung secara terbuka. 4. Penyusunan RKM a. Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) merupakan bukti dokumen resmi perencanaan perbaikan sanitasi oleh masyarakat, sekaligus sebagai dasar untuk pencairan dana/ material dari berbagai stakeholder yang telah meberikan komitmen, RKM SANIMAS hanya dilakukan oleh masyarakat yang kampungnya terseleksi sebagai lokasi. b. Lokasi terpilih menyusun Rencana Kerja Msyarakat (RKM) SANIMAS berupa pemilihan teknologi sanitasi, calon penerima manfaat, pembentukan, forum penguna, pembentukan KSM, DED & RAB, jadwal konsrtruksi, rencana kontribusi, rencana pelatihan serta rencana pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas air limbah yang dibangun. c. Dokumen perencanaan SANIMAS diusulkan dan disahkan dalam forum musyawarah di kelurahan tempat/ lokasi pelaksanaan SANIMAS.

27 32 5. Konstruksi a. Tahapan pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh masyarakat calon pengguna dengan didampingi oleh TFL dan pengawas teknis konsultan pendamping. b. Konstruksi dilakukan setelah RKM selesai disusun dan disahkan oleh para wakil stakeholder. c. Kegiatan konstruksi dapat dilakukan oleh pihak ketiga jika ada kesepakatan bersama masyarakat. 6. Operasi dan Pemeliharaan a. Setelah konstruksi selesai dilaksanakan diperlukan pengoperasian dan pemeliharaan yang tepat agar sarana yng dibangun dapat berfungsi dengan baik dan berkelanjutan. b. Sarana yang sudah dibangun dikelola oleh KSM pengelolaan tersebut dapat menggunakan kelembagaan masyarakat yang sudah ada ataupun dengan membentuk kelembagaan baru sesuai dengan kebutuhan. Proses pengelolaan dilakukan berdasarkan hasil musyawarah masyarakat pengguna. Pada tahap ini masyarakat memperoleh fasilitas baik dan aparat, tenaga pendamping maupun pihak-pihak lain yang berkompeten. c. Mekanisme pengelolaan pada tahap pemanfaatan dilakukan sebagaimana proses pelaksanaan kegiatan SANIMAS dimana proses musyawarah, transparansi, akuntabilita public maupun kontrol social dapat tetap berjalan. d. Operasi dan pemeliharaan dilakukan oleh operator yang ditunjuk oleh KSM sesuai dengan petunjuk operasional (SOP). 7. Penguatan Kelembagaan Masyarakat

28 33 Penguatan kelembagaan dalam SANIMAS ditekankan pada upaya peningkatan kapasitas/ pengetahuan maupun keterampilan bagi fasilitator dan masyarakat penerima manfaat SANIMAS. Untuk itu penguatan kelembagaan tersebut bertujuan mendukung pencapaian sasaran program SANIMAS. Penguatan kelembagaan masyarakat berupa pengorganisasian masyarakat & pengembangan institusi lokal. Identifikasi seleksi dan implementasi pilihan-pilihan teknologi sanitasi berbasis masyarakat, dan penerapan Perilaku Hidup Sehat dalam bentuk pelatihan dan sosialisasi yang meliputi : a. Pelatihan terhadap TFL (RPA & RKM) : Dalam pelatihan ini para TFL disiapkan untuk memfasillitasi masyarakat dalam penilaian kondisi sanitasi secara tepat dan mendampingi masyarakat dalam menyusun RKM. b. Pelatihan terhadap KSM : Dalam pelatihan ini ketua dan bendahara dibekali pengetahuan tentang organisasi dan pengelolaan administrasi keuangan. c. Pelatihan terhadap mandor & tukang : Dalam pelatihan ini mandor dana tukang disiapkan untuk membangun sarana SANIMAS terpilih sesuai dengan DED yang telah disusun. d. Pelatihan terhadap operator : Dalam pelatihan ini operator disiapkan untuk mengoperasikan dan memelihara sarana SANIMAS. e. Sosialisasi terhadap kelompok pengguna : Dalam kegiatan ini kelompok masyarakat calon pengguna diberi penjelasan mengenai Pola Hidup Sehat (PHS) dan tata cara penggunaan sarana SANIMAS. 8. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) a. KSM ditetapkan dalam Musyawarah Masyarakat calon penerima manfaat dan disaksikan oleh Kepala Desa/ Lurah dan diketahui Camat.

29 34 b. KSM bertugas memfasilitasi pemilihan/ penentuan lokasi survey kajian cepat yang partisipatif (RPA). 1) Memfasilitasi pembentukan KSM penerima manfaat. 2) Memonitor/ mengawasi pelaksanaan proyek. 3) Mengidentifikasi permasalahan prasarana dan kebutuhan akan sanitasi di tingkat desa/ kelurahan/ masyarakat. 4) Membuat usulan kegiatan sesuai hasil musyawarah masyarakat calon penerima manfaat dan jenis teknologi sanitasi yang akan dibangun, dengan didampingi oleh LSM dan tenaga fasilitator. 5) Menyetujui rencana kerja dan rencana pelaksanaan fisik yang disusun oleh masyarakat calon penerima manfaat. 6) Menandatangani kontrak kerja apabila pekerjaan konstruksi dikerjakan oleh pihak ketiga/kso. 7) Menyusun Laporan pelaksanaan kegiatan (laporan penggunaan dana dan laporan harian) dan mengajukan kepada Satker/ Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 8) Menyusun dan mengajukan anggaran kepada Satker/ Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 9) Menyelenggarakan dan menyampaikan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan, penggunaan dana, kemajuan pelaksanaan kegiatan dan hasil akhir pelaksanaan kegiatan melalui forum musyawarah desa dan menempelkan di papan-papan informasi, kemudian menyampaikannya kepada Pemda.

30 35 10) KSM dibentuk berdasarkan musyawarah masyarakat calon penerima manfaat yang pembentukkannya difasilitasi oleh Fasilitator dari LSM setempat dan disaksikan oleh Kepala Desa yang diketahui oleh Camat. 11) Susunan pengurus KSM minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Tenaga Teknis dan Anggota. 12) Dalam KSM dapat dibentuk Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP). 9. Monitoring dan Evaluasi a. Monitoring dilakukan oleh semua stakeholder pada berbagai tingkatan. Fasilitator dan KSM membuat laporn secara periodic sejak proses perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan, sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh aparat fungsional dalam mekanisme pengawasan pembangunan dimaksudkan agar penyelenggraan SANIMAS dapat dipertanggungjawabkan. Monitoring dilakukan sejak tahap rembug warga tahap pertma, untuk menjaga dilaksanakannya prinsipprinsip dasa SANIMAS. b. Evaluasi dilakukan oleh instansi terkait di berabagai tahapan pelaksanaan sejak Perencanaan hingga akhir konstruksi untuk memperoleh gambaran hasil yang dicapai beserta factor-faktor penyebabnya baik kelemahan maupun kekuatannya. Hasil evaluasi tersebut merupakan dasar penyempurnaan SANIMAS untuk masa selanjutnya. Evaluasi pelaksanaan SANIMAS akan mengacu pada pencatatan terhadap pencapaian indicator-indikator kinerja, yang selanjutnya direalisasikan dalam format-format baku yang bisa dibaca secara kuantitatif. 10. Sumber Pendanaan Secara umum dana kegiatan SANIMAS per lokasi kegiatan berasal dari 4 sumber yaitu : Pemerintah pusat, APBD, Donor (LSM donator) serta Masyarakat. Pola

31 36 pendanaan dan kontribusi di kegiatan SANIMAS terdiri dari 2 macam yaitu : cash (tunai) dan in-cash (material/ lahan) Metode pencairan dana adalah sebagai berikut : a. Dana yang bersumber dari pemerintah pusat dalam bentuk material dicairkan melaui Satuan Kerja Peningkatan Kinerja Pengelolaan Penyehatan Lingkungan Permukiman Propinsi dalam bentuk in-cash per lokasi. Pengadaannya melaui tender dan disalurkan ke masyarakat sesuai dengan kesepakatan. b. Dana yang bersumber dari Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam bentuk cash (upah) dan in-cash (material dan lahan). Proses pencairan/ pengadaan sesuai dengan proposal KSM saat mengajukan rencana kegiatan masyarakat. c. Dana yang bersumber dari swasta/lsm Donatur dalam bentuk cash dan in-cash. d. Dana yang bersumber dari masyarakat berupa cash dan in cash. Untuk memonitor dan mengawasi progress keuangan maka KSM membuat Jurnal Keuangan, yang dibuat tiap minggu oleh KSM dan diinformasikan kepada masyarakat. Sedangkan laporan akhir keuangan dibuat oleh KSM SANIMAS setelah semua pekerjaan konstruksi selesai disertai bukti-bukti semua transaksi Pendekatan, Prinsip dan Pola Penyelengaraan Program SANIMAS. 1. Pendekatan Program SANIMAS Program SANIMAS menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui : a. Keberpihakan pada warga yang berpenghasilan rendah, dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan hasil ditujukan kepada penduduk miskin yang bermukim di permukiman padat perkotaan berdasarkan kebutuhan.

32 37 b. Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pengelolaan hasilnya. c. Mendorong prakarsa local dengan iklim keterbukaan, dimana masyarakat menyampaikan permasalahan dan merumuskan kebutuhannya secara demaokratis dan transparan. d. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pengelolaan. e. Keswadayaan, dimana kemampuan masyarakat menjadi factor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan baik perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupan pemanfaatan, hasil kegiatan. 2. Prinsip-Prinsip SANIMAS Prinsip dasar SANIMAS adalah : a. Program ini bersifat tanggap kebutuhan, masyarakat yang layak mengikuti SANIMAS akan bersaing mendapatkan program ini dengan cara menunjukkan komitmen serta kesiapan untuk melaksanakan sistem sesuai pilihan mereka b. Pengambilan keputusan berada sepenuhnya di tangan masyarakat, peran LSM/ Swasta, sedangkan pemerintah hanya sebatas sebagai fasilitator. c. Masyarakat menentukan, merencanakan, membangun, dan mengelola sistem yang mereka pilih sendiri dengan di fasilitasi oleh LSM atau konsultan pendamping yang bergerak secara profesional dalam bidang teknologi pengolahan limbah maupun bidang sosial. d. Pemerintah daerah tidak sebagai pengelola sarana, hanya memfasilitasi inisiatif kelompok masyarakat.

33 38 Prinsip penyelenggaraan SANIMAS adalah : a. Dapat diterima Pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan dan diterima masyarakat. b. Transparan Pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan aparatur sehingga dapat diawasi dan dievalusi oleh semua pihak. c. Dapat dipertanggung jawabkan Pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada seluruh lapisan masyarakat. d. Berkelanjutan Pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan, yaitu ditandai dengan adanya manfaat bagi pengguna serta pemeliharaan dan pengelolaan sarana dilakukan secara mandiri oleh masyarakat pengguna. 3. Pola Penyelenggaraan SANIMAS Pola penyelenggaraan SANIMAS dilakukan oleh masyarakat dengan difasilitasi Lembaga Sawadaya Mayarakat (LSM) atau konsultant pendamping yang memiliki kemampuan teknis dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi Tujuan dan indikator keberhasilan penyelenggaraan pembangunan SANIMAS. 1. Tujuan Program SANIMASTujuan dari program SANIMAS adalah a. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup sehat.

34 39 b. Meningkatkan peran serta dan pelibatan masyarakat. c. Membina organisasi/ kelompok masyarakat. d. Memfasilitasi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah. e. Membina masyarakat dalam pengelolaan prasarana dan sarana air limbah. 2. Tingkat Indikator Keberhasilan Penyelenggaraan Pembangunan SANIMAS Tingkat indikator keberhasilan penyelenggaraan Pembangunan SANIMAS di tentukan dengan indikator sebagai berikut : a. Masyarakat mempunyai akses yang lebih mudah, murah dan memenuhi syarat kesehatan dalam penggunaan sarana sanitasi. b. Terciptanya kebersihan dan kenyamanan lingkungan di sekitar lokasi sasaran sehingga mempunyai dampak berkurangnya tingkat penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia. c. Terbentuknya lembaga masyarakat pengelola yang bertangung jawab terhadap keberhasilan sarana dan prasarana yang telah dibangun. d. Memenuhi 3 Tepat yaitu : tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat mutu. 3. Sasaran Program SANIMAS dari program ini adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan kesehatan lingkungan yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat. b. Membantu Masyarakat mandiri di bidang pengolahan air limbah rumah tangga Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Komunal Pada prinsipnya pengolahan air buangan rumah tangga kecil adalah merubah kadar zat organic yang berada dalam air buangan menjadi zat aorganik yang lebih stabil (Waluyo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi Berbasis Masyarakat atau lebih dikenal dengan SANIMAS merupakan salah satu program untuk peningkatan kualitas di bidang sanitasi khususnya pengelolaan air

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( ) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI 6.1 Gambaran Umum Struktur Monev Sanitasi Tujuan utama strategi Monev ini adalah menetapkan kerangka kerja untuk mengukur dan memperbaharui kondisi dasar sanitasi,

Lebih terperinci

BUKU 1 PETUNJUK PELAKSANAAN PERSIAPAN

BUKU 1 PETUNJUK PELAKSANAAN PERSIAPAN BUKU 1 PETUNJUK PELAKSANAAN PERSIAPAN K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L C I P T A K A R Y A DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI STRATEGI SANITASI KABUPATEN 2013-2017 BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI Monitoring evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Monitoring

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan 7. URUSAN PERUMAHAN Penataan lingkungan perumahan yang baik sangat mendukung terciptanya kualitas lingkungan yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan meningkatnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas program Sanimas di wilayah studi?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas program Sanimas di wilayah studi? Identifikasi Pelaksanaan Kegiatan Program Sanitasi Berbasis (Sanimas) Studi Kasus : Program Sanimas Di Kampung IDENTIFIKASI PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) STUDI KASUS

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF Nama Alamat : Ronggo Tunjung Anggoro, S.Pd : Gendaran Rt 001 Rw 008 Wonoharjo Wonogiri Wonogiri

Lebih terperinci

B A B V I PEMANTAUAN DAN EVALUASI

B A B V I PEMANTAUAN DAN EVALUASI B A B V I PEMANTAUAN DAN EVALUASI Paparan bab ini tidak menjelaskan tentang kegiatan pemantauan dan evaluasi sanitasi tetapi hanya memuat tentang strategi untuk melakukan pemantauan dan evaluasi dengan

Lebih terperinci

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan Bagaimana Kegiatan Dilaksanakan? Siswa-siswi SDN Kwangsan 02 di Kec. Jumapolo Kab. Karanganyar Jawa Tengah melakukan demo PHBS dalam rangkaian program Pamsimas. Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan infrastruktur baik yang merupakan aset pemerintah maupun aset swasta, dilaksanakan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, seperti jalan raya,

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS TA.2006

PROGRAM PRIORITAS TA.2006 PROGRAM PRIORITAS TA.2006 SUB SEKTOR PERSAMPAHAN & DRAINASE 1. PENINGKATAN KUALITAS TPA (11 KOTA & 3 KAB. YANG TERDIRI DARI 7 PAKET DAN 6 UNIT PEKERJAAN/KEGIATAN DENGAN TOTAL ANGGARAN SEBESAR Rp. 9,431

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013TAHUN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

Bab VII : Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Kota Bogor

Bab VII : Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Kota Bogor Bab VII : Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Kota Bogor 7.1. Gambaran Umum Struktur Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Tujuan utama strategi monitoring dan evaluasi (monev) ini adalah menetapkan kerangka kerja

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 28 TAHUN 2015jgylyrylyutur / SK / 2010 TENTANG MEKANISME PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN BERSAMA RAKYAT ATASI KAWASAN PADAT, KUMUH, DAN MISKIN DI KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

KOTA TANGERANG SELATAN

KOTA TANGERANG SELATAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN KOTA TANGERANG SELATAN PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN POKJA AMPL KOTA TANGERANG SELATAN 2011 Daftar Isi Bagian 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS)

IDENTIFIKASI PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) IDENTIFIKASI PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS) Studi Kasus: Program Sanimas di Kampung Pulo, Desa Gintung, Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang. TUGAS AKHIR OLEH NOVA

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN SERIBU SARANA SANITASI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

Proposal Pembangunan Kakus Untuk Keluarga di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati

Proposal Pembangunan Kakus Untuk Keluarga di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati Proposal Pembangunan Kakus Untuk Keluarga di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati Judul Proyek : Stimulan Kakus Keluarga di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati Nama Proyek Nama Organisasi : Stimulan Kakus

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI 6.1 Gambaran Umum Struktur Monev Sanitasi Monitoring dan evaluasi pelaksanaan SSK adalah usaha peningkatan kinerja dan akuntabilitas institusi dalam pencapaian visi

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN BERSAMA RAKYAT ATASI KAWASAN PADAT, KUMUH, DAN MISKIN (GEBRAK PAKUMIS) KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, daerah kumuh dan akhirnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK Proses monitoring dan evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Monitoring atau pemantauan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum Pd T-05-2005-C Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (P BM) 1. Pedoman umum 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan umum dalam penyelenggaraan, kelembagaan, pembiayaan, pembangunan prasarana

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi sanitasi di Kabupaten Bojonegoro yang telah digambarkan dalam Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bojonegoro mencakup sektor air limbah, persampahan,

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Berdasarkan Visi dan Misi yang telah dirumuskan, dan mengacu kepada arahan tehnis operasional dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Banjarbaru

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK BAB VI MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK 6.1 Strategi Monitoring dan Evaluasi Kabupaten Banyumas Pada Bab sebelumnya yakni Bab Strategi dan Rencana Program

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI Proses monitoring dan evaluasi merupakan pengendalian yakni bagian tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Monitoring atau pemantauan dapat mempermudah

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan sebuah program pemberadayaan masyarakat dibutuhkan perencanaan yang sistematis, perencanaan yang baik akan terlihat dari singkronisasi antara

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO 17 JUNI 2013 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 20 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 20 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA TAHUN LOGO2013 VISI Terciptanya Kondisi Lingkungan Masyarakat yang Sehat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DRAFT PEDOMAN TEKNIS PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) 2013

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DRAFT PEDOMAN TEKNIS PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DRAFT PEDOMAN TEKNIS PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) 2013 Tahun Propinsi Kota Kelurahan 2008 (Pilot) Lokasi Kegiatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON *s NOMOR 67 TAHUN 2016, SERI D. 16 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR : 67 Tahun 2016 TENTANG FUNGSI, TUGAS POKOK DAN TATA KERJA DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN Bagian ini memuat daftar program dan kegiatan yang menjadi prioritas sanitasi Tahun 0 06 ini disusun sesuai dengan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran dari masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip dan pengertian dasar pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PROFIL KOTA MOJOKERTO

PROFIL KOTA MOJOKERTO PROFIL KOTA MOJOKERTO Sumber : Dokumentasi Best Practice Kota-Kota, Jilid 4, 2008 Kota Mojokerto sebagai salah satu bagian dari wilayah Gerbang Kertasusila, memiliki posisi strategis dalam mendukung pengembangan

Lebih terperinci

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2014 STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang lebih cepat seiring dengan berkembangnya kota Perkembangan ini terutama karena lokasinya

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN. 1. Tersedianya dokumen perencanaan pengelolaan air limbah

BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN. 1. Tersedianya dokumen perencanaan pengelolaan air limbah BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN 4.1 Sasaran dan Arahan Penahapan Pencapaian 4.1.1 Air limbah 1. Tersedianya dokumen perencanaan pengelolaan air limbah 2. Meningkatnya cakupan kepemilikan jamban

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP Bahan Presentasi pada Lokakarya & Pelatihan Tim Peneliti Strudy Tematik Evaluasi P2KP, Maret 2009 I. Mengapa Pembangunan Infrastruktur dilakukan dalam program pemberdayaan

Lebih terperinci

Program penyusunan Masterplan. Tersedianya Master Plan sistem pengelolaan air limbah domestik tahun Penyusunan Master Plan skala kabupaten

Program penyusunan Masterplan. Tersedianya Master Plan sistem pengelolaan air limbah domestik tahun Penyusunan Master Plan skala kabupaten Tabel 2.20 Kerangka Kerja Logis Air Limbah 1. Belum adanya Master Plan air limbah domestic Program penyusunan Masterplan 2. Belum ada regulasi yang mengatur limbah domestic 3. Belum adanya sarana dan Prasarana

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PEMUDA, OLAHRAGA DAN PARIWISATA KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Berdasarkan Visi dan Misi yang telah dirumuskan, dan mengacu kepada arahan tehnis operasional dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Banjarbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 No.403, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. BSPS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2018 2018 TENTANG BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN Bagian ini memuat daftar program dan kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan sanitasi Kota Bontang Tahun 0 05. Program dan kegiatan ini disusun sesuai dengan strategi untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT Menimbang : a. BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN KEUANGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

Sub Sektor : Air Limbah

Sub Sektor : Air Limbah Sub Sektor : Air Limbah No. Faktor Internal % Skor 1.00 2.00 3.00 4.00 Angka KEKUATAN (STRENGHTS) Adanya struktur organisasi kelembagaan pengelola limbah 1.1 domestik pada PU BMCK Memiliki Program kegiatan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada lokasi studi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengelolaan prasarana air limbah domestik

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITASKINERJA INSTANSI PEMERINTAH BAGIAN PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DAN INFORMATIKA SEKRETARIAT DAERAH KOTA MATARAM

LAPORAN AKUNTABILITASKINERJA INSTANSI PEMERINTAH BAGIAN PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DAN INFORMATIKA SEKRETARIAT DAERAH KOTA MATARAM LAPORAN AKUNTABILITASKINERJA INSTANSI PEMERINTAH BAGIAN PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DAN INFORMATIKA SEKRETARIAT DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2014 KATA PENGANTAR Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP

ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI 2015-2019 Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP KONDISI SANITASI SAAT INI SUB SEKTOR 2010 2011 2012 2013 Air Limbah 55,53% 55,60% 57,82%

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI GAMBARAN UMUM CIMAHI OTONOMI SEJAK TAHUN 2001 LUAS CIMAHI = ± 40,25 Km2 (4.025,75 Ha) WILAYAH: 3 KECAMATAN 15 KELURAHAN 312 RW DAN 1724 RT 14 PUSKESMAS JUMLAH PENDUDUK 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci