JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM. Oleh : IMAM ASARI DIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM. Oleh : IMAM ASARI DIA 008 241"

Transkripsi

1 JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM Oleh : IMAM ASARI DIA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2012

2 Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM Oleh : IMAM ASARI DIA Menyetujui Mataram, 2012 Pembimbing Utama Sugiyarno, SH.,MH NIP

3 Abstrak KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM Oleh: Imam Asari Hukum kewarisan nasional yang dicita-citakan dan yang sedang direncanakan dewasa ini bersumber pada Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Perdata. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara penetapan,kedudukan dan akibat hukum dari orang hilang. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitiannya adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam pendekatan ini metode yang digunakan yaitu Perundang-undangan dan konsep, jenis bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier, teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen, sedangkan analisa yang digunakan adalah analisa kualitatif. Penetapan orang hilang dalam perspektif Kewarisan KUHPerdata yaitu mereka sebagai ahli waris yang berkepentingan harus mengajukan permohonan kepada hakim untuk mengetahui penetapkan apakah orang hilang tersebut sudah meninggal atau masih hidup, sedangkan dalam perspektif Kewarisan Islam harus menunggu sampai umur orang hilang tersebut di anggap benar-benar meninggal sebagaimana yang ditetapkan oleh para ulama. Kesimpulan dari penelitian ini dapat penulis simpulkan menurut Kewarisan KUHPerdata harus mendapat keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan menurut Kewarisan Islam mash dianggap hidup tetapi harus ditunggu sampai batas-batas umur yang telah ditetukan oleh para ulama Kata kunci: Penetapan, kedudukan dan akibat hukum bagi orang hilang

4 Abstrak POSITION OF PEOPLE LOST IN PERSPECTIVE INHERITANCE CIVIL CODE (BW) AND ISLAMIC INHERITANCE LAW By: Imam Asari National inheritance law aspired and planned today are rooted in Islamic Law, Customary Law and Civil Law. The purpose of this study was to determine how the establishment, status and legal consequences of missing persons. The method used is a type of research is a normative legal research, which is a scientific procedure to find the truth by logic of the normative legal scholarship. In this approach, the method used and the draft legislation, the type of material used is a matter of law the law of primary, secondary and tertiary, technical collection of legal materials using the technique of document study, while the analysis used was a qualitative analysis. Determination of missing persons in the perspective of the Civil Code Inheritance them as heirs concerned must apply to a judge to determine whether setting the missing person is dead or alive, whereas in the perspective of Islamic Inheritance should wait until the age of the missing person is considered a really died as set by the scholars'. The conclusions of this study can be concluded according to the authors Inheritance Civil Code should be the judge's decision legally binding, while according to Islamic Inheritance mash considered life but must wait until age limits have ditetukan by the scholars' Keywords: Determination, status and legal consequences for missing persons

5 KEDUDUKAN ORANG HILANG DALAM PERSPEKTIF KEWARISAN KUHPERDATA (BW) DAN HUKUM WARIS ISLAM A. Latar Belakang Oleh : Imam Asasri Pendahuluan Hukum di Indonesia sampai dewasa ini masih menganut receptie theorie yang berasal dari pemerintah kolonial Belanda dahulu. Recepti theorie yang tidak mengakui berlakunya Hukum Islam dalam kalangan masyarakat Islam sendiri, sepanjang Hukum Islam itu belum merupakan adat bagi masyarakatnya. Usaha-usaha dan pembaharuan hukum harus segera di sesuai kan dengan kebutuhan msyarakat dan lebih dapat memahami dan menghayati hak dan kewajiban dalam hukum kewarisan yang bersifat nasional. Hukum kewarisan nasional yang sedang direncanakan dewasa ini bersumber pada Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Perdata yang masih hidup dan ditaati dalam masyarakat. Indonesia sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam, unsur-unsur yang menjadi sumber pembentukan hukum kewarisan nasiaonal itu diduga dapat hidup subur. Di Indonesia terdapat pluralisme hukum kewarisan yaitu Hukum Kewarisan KUH Perdata, Hukum Kewarisan Islam, dan Hukum Kewarisan Adat: 1. Sistem Hukum Kewarisan Perdata Barat, yang tertuang dalam Burgelijk Wetboek ( Kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang berdasarkan

6 ketentuan Pasal 131 I.S. jo. Staatsblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557, jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 tentang Penundukan Diri Terhadap Hukum Eropa, maka BW tersebut berlaku bagi: a) Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa. b) Orang-orang Timur Asing Tionghoa. c) Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang Indonesia yang menundukan diri kepada hukum Eropa. 2. Sistem Hukum Kewarisan Adat beraneka ragam pula sistemnya yang dipengaruhi oleh bentuk etis di berbagai daerah lingkungan hukum adat yang diberlakukan pada orang-orang Indonesia yang masih erat hubunganya dengan masyarakat hukum yang bersankutan. 3. Sistem Hukum Kewarisan Islam yang juga terdiri dari pluralisma ajaran, seperti ajaran Ahlus Sunnah Waljama ah, Ajaran Syi ah, ajaran Hajarin yang paling dominan di anut di Indonesia ialah ajaran Ahlus Sunnah Waljama ah (Mazhab Syafi i, Hanafi, Hambali dan Maliki), tetapi yang paling dominan pula diantara ajaran 4 (empat) mazhab tersebut di Indonesia di anut Syafi i. Semua hukum baik Hukum Adat, Hukum Islam, dan Hukum Perdata (KUH Perdata) menjamin setiap hak -hah orang yang mengatakan bahwa warisan terbuka apabila ada orang yang meninggal dunia.

7 B. Rumusan Masalah Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kedudukan orang hilang menurut hukum kewarisan Perdata dan hukum kewarisan Islam, maka penulis merumuskan permasalahan ini adalah sebagai berikut: 1). Bagaimanakah tata cara penetapan orang yang hilang sabagai pewaris menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam. 2). Bagaimanakah kedudukan orang hilang setelah ditetapkan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam dalam posisinya sebagai pewaris dan ahli waris. 3). Apakah akibat hukum dengan adanya penetapan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari uraian dalam latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan : a). Untuk mengetahui tata cara penetapan orang hilang sebagai pewaris menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam. b). Untuk mengetahui kedudukan orang hilang setelah ditetapkan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dalam posisinya sebagai pewaris dan ahli waris. c). Untuk mengetahui apakah akibat hukum dengan adanya penetapan barangkali meninggal dunia menurut Hukum Kewarisan

8 KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam dalam posisinya sebagai pewaris dan ahli waris. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: a). Manfaat Teoritis: Untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum kewarisan. b). Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, pemerintah dan legislatif dalam pembentukan unifikasi hukum kewarisan di Indonesia. D. Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup yang menjadi fokus pembahasannya dibatasi pada: 1). Tata cara penetapan orang hilang menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam, 2). Kedudukan orang hilang menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata dan Hukum Kewarisan Islam dalam posisinya sebagai pewari dan ahli waris. E. Metode pendekatan Dalam penelitian ini, jenis penelitiannya adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam penulisan proposal ini agar memenuhi kriteria ilmiah dan mendekati kebenaran guna memperoleh bahan hukum mengenai kedudukan orang hilang dalam perspektif kewarisan KUHPerdata (BW) dan Kewarisan Hukum Islam. Dalam pendekatan ini metode yang digunakan adalah: 1). Perundang-

9 undangan ( Statute Approach), Bahwa sahnya penulisan penelitian ini mengenai pengkatagorian dan penyelesaian kasus kedudukan orang hilang dalam Perspektif Kewarisan KUHPerdata (BW) dah Kewarisan Hukum Islam yang dikaji dari sudut pandang hukum normatif yaitu berdasarkan peraturan perundang-undanggan yang berlaku. 2). Konsep ( Conseptual Approach), Yaitu pendekatan yang mengkaji asas hukum, konsep hukum, prinsip hukum, dan pendapat para pakar mengenai isu hukum. E. Sumber dan Jenis Bahan Hukum 1. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum kepustakaan yang diperoleh dari analisis berbagai referensi baik peraturan perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian yang berkaitan dengan orang hilang (mafqud). Adapun jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a). Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum utama yang bersumber dari peraturan perundang-undangan (hukum positif Indonesia), Seperti KUH Perdata, Al-Qur an, Hadis, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).b). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberilan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian karya ilmiah buku-buku referensi dan dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan objek penelitian. c). bahan hukum tersier, yaitu bahan bahan hukum penunjang yang memeberikan petunjuk dan

10 pengertian terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, dan ensiklopedi. 2. Jenis Bahan Hukum Jenis bahan dan penelitian ini adalah menggunakan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari perundangundangan, literatur-literatur dan lain sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah yang diangkat dalam penulisan ini. F. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan bahan hukum diperlukan atau dipergunakan tekhnik studi dokumen. Tekhnik studi dokumen yaitu dengan membaca bahan-bahan tulisan ilmiah, buku-buku literatur, perundang-undangan yang dapat menjelaskan permasalahan dan pembahasan yang ada dalam penelitian. D. Analisis Bahan Hukum Dalam penulisan skripsi ini tekhnik analisa bahan hukum yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu memberikan pembahasan atau suatu penjelasan tentang bahan penelitian yang datanya mengarah pada kajian yang bersifat teoritis mengenai konsep-konsep dan berbagai bahan hukum lainnya. Hasil penelitian dari bahan hukum yang diperoleh secara tertulis dibahas untuk digunakan didalam penelitian ini.

11 Pembahasan A. Tata Cara Penetapan Orang Hilang Sebagai Pewaris Menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata (BW) dan Menurut Hukum Kewarisan Islam. 1. Penetapan Orang Hilang sebagai Pewaris Menurut Kewarisan KUHPerdata (BW) Menurut Subekti Jikalau seseorang meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak memeberikan kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingan, sedangkan kepentingan-kepentingan itu harus diurus atau orang itu harus diwakili, maka atas orang yang berkepentingan ataupun atas permintaan Jaksa, Hakim untuk sementara dapat memerintah Balai Harta Peninggalan ( Weeskamer) untuk mengurus kepentinggan- kepentingan orang yang berpergian itu dan perlu mewakili orang itu. Jika kekayaan orang yang berpergian itu tidak begitu besar, maka pengurusannya cukup diserahkan pada anggota-onggota keluarga yang ditunjuk oleh Hakim. 1 Jika sudah lima tahun lewat terhitung sejak hari keberangkatan orang yang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberikan kuasa untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, dan selama itu tak ada kabar yang menunjukan ia masih hidup, maka orang-orang yang berkepentingan, dapat meminta kepada Hakim supaya dikeluarkan suatu pernyataan yang menerangkan, bahwa orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu dianggap telah meninggal sebelum hakim mengeluarkan suatu pernyataan yang demikian itu, harus dilakukan dahulu suatu panggilan umum (antara lain memuat penggilan itu dalam surat -surat kabar) yang diulangi paling sedikit tiga kali lamanya. Hakim juga mendengar saksi-saksi yang dianggap perlu untuk mengetahui kedudukan perkaranya mengenai orang yang meningglkan tempat tinggalnya itu dan jika dianggapnya perlu ia dapat menunda pengambilan keputusan hingga lima tahun lagi dengan mengulangi panggilan umum. 2 1 R. Soebekti, Pokok-Pokok HukumPerdata, (Jakarta: Intermasa, 1982), hlm Ibid.

12 2. Penetapan Orang Hilang sebagai Pewaris Menurut Kewarisan Islam Kata Al-Mafqud dalam bahasa Arab berarti Adl-Dlaa-i u berarti lenyap. Orang mengatakan: Farqadatis Syai-u idzaa adamathu adalah suatu yang dikatakan orang hilang apabila ia tidak ada. Menurut istilah ialah orang yang tidak ada, yang terputus beritanya dan tersembunyi kabarnya. Maka tidak diketahui apakah ia hidup atau sudah mati. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan masa yang dapat ditetapkan matinya orang hilang ada beberapa pendapat: 3 a. Golongan Hanafiah Golongan Hanafiah adalah mereka memperhatikan kematian teman-teman sebayanya yang ada di daerahnya. Apabaila temantemannya sudah tidak ada lagi, maka ditetapkan matinya. Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa masa yang ditetapkan mati adalah 90 tahun. b. Golongan Malikiyah Imam Malik berpendapat adalah bahwa masanya adalah 70 tahun, berdasarkan pada riwayan dalam hadis Mansyur: Usia umatku adalah antara 60 dan 70 tahun. Diriwayatkan dari padanya bahwa orang yang hilang didaerah (darul) Islam dan terputus beritanya, maka istrinya berhak mengajukan perkaranya kepada hakim. Lalu hakim menyelidikinya ditempat-tempat yang diduga ai berada, dengan menggunakan sarana yang memungkinkan untuk mangetahui keadaannya. Apabila tidak diketahui maka hakim menetapkan tempo bagi istrinya 4 tahun. Apabila tempo telah habis, maka istri beriddah dengan iddah wafat. Sesudah itu baru istri halal kawin dengan orang lain. c. Golongan Syafi iyah Imam Syafi i berpendapat bahwa masanya adalah 90 tahun. Ia merupakan matinya teman-teman sebayanya yang berada di daerahnya. Pendapat yang benar menurut beliau bahwa lama masa kematian itu tidak bisa ditetapkan dengan suatu masa tertentu. Tetapi apabila hakim bermaksud menetapkan kematiannya sesudah habisnya masa dimana hlm Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1995),

13 pada umumunya sudah tidak ada lagi orang yang hidup pada masa tersebut. d. Golongan Hanabilah Imam Ahmad berpendapat bahwa apabila seseorang itu hilang dalam suatu keadaan, dimana dalam keadaan itu terjadi kebinasaan, yang memebinasakan, seperti orang hilang diantara barisan tentara yang saling berperang ketika berkecamuk peperangan dan sangat sengit pertempuran itu, atau tenggelam kapal yang ia naiki, dimana sebagian penumpangnya selamat dan sebagiannya tenggelam, maka harus diselidiki selama empat tahun, apabila tidak ditemukan satu berita baginya, maka hartanya dibagikan kepada ahli warisnya, sesudah masa itu. Tetapi apabila ia orang hilang dalam suatu keadaan yang tidak terjadi kebinasaan, seperti orang yang pergi untuk berdagang, atau melancong, atau menuntut ilmu dan sebagainya maka dalam keadaan demikian ada dua pendapat: 1) Menunggu sampai 90 tahun sejak ia dilahirkan. 2) Diserahkan ijtihat hakim Pendapat dari golonhgan Hanafiyah, dan pendapat yang disetujui oleh mayoritas ulama, yakni menyerahkan mengenai batas waktu ini kepada Hakim, karena hal itu berbeda-beda menurut perbedaab negara (daerah) dan peribadi seseorang. Oleh karenanya serahkan saja masalah ini pada ijtihad hakim, agar ia menetapkan berdasarkan indikasi yang tampak, yang menunjukan atas kematian atau kebinasaannya. Pendapat inilah yang sesuai pemahaman dan lebih berguna bagi kemaslahatan. B. Kedudukan Orang Hilang Setelah di Tetapkan Barangkali Meninggal Dunia Menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata (BW) dan Hukum Kewarisan Islam Dalam Posisinya Sebagai Pewaris dan Ahli Waris 1. Kedudukan Setelah di Tetapkan Barangkali Meninggal Dunia Menurut Kewarisan KUHPerdata Dalam Posisinya Sebagai Pewaris dan Ahli Waris

14 Ketentuan mengenai keadaan tidak ditempat atau keadaan tidak hadir temuat dalam BW Buku I. Undang-undang ini mengatur tentang keadaan tidak ditempat terdapat tiga masa atau tingkatan, yaitu masa persiapan, masa yang berhubungan dengan pernyataan bahwa orang yang meninggalkan tempat itu mungkin meninggal dunia dan masa pewarisan secara difinitif. Adapun Pasal yang membahas tentang pewaris tedapat dalam Kitad Undang-Undang Hukum Perdata Buku I tentang Orang, Bab XVIII (tentang Keadaan Tak Hadir Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Lain Dari Pada Tionghoa). Bagian Keempat (Pasal 489,490,492), tentang hak - hak yang jatuh pada seseorang tak hadir yang hidup atau tiadanya disangsikan. Sedangkan pasal yang membahas tentang ahli waris terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku I tentang Orang, Bab XVIII (tantang Keadaan Tak Hadir, Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Lain Dari Pada Tionghoa dan Golongan Tionghoa), bagian keempat (pasal , ,484, ). Tentang hak-hak dan kewajiban para ahli waris dan mereka lain yang berkepentingan setelah adanya pernyataan tentang barangkali meninggal.

15 2. Kedudukan Setelah di Tetapkan Barangkali Meninggal Dunia Menurut Kewarisan Islam Dalam Posisinya Sebagai Pewaris dan Ahli Waris Dalam kedudukan sebagai pewaris, para ulama sepakat bahwa orang hilang tetap dianggap masih hidup selama masa hilangnya dan karenanya harta miliknya tidak dapat dibagikan kepada ahli waris dan juga isterinya tetap berstatus sebagai isteri, tentang sampai kapan orang hilang dinyatakan dalam status orang hidup itu, terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Jumhur ulama berpendapat untuk dapat menyatakan kematian orang mafqud, ia harus ditunggu sampai batas waktu tertentu yang ia tidak mungkin hidup lebih dari masa itu. Kepastian waktunya diserahkan kepada ijtihad imam. C. Akibat Hukum Dengan Adanya Penetapan Meninggal Dunia Menurut Hukum Kewarisan KUHPerdata (BW) Dan Hukum Kewarisan Islam 1. Akibat Hukum Menurut Kewarisan KUHPerdata (BW) Dalam hal orang yang meninggalkan tempat tinggalnya itu meninggalkan suatu penguasaan untuk mengurus kepentingankepentinggannya, maka harus ditunggu selam sepuluh tahun lewat sejak diterimanya kabar terakhir dari orang itu barulah dapat diajukan permintaan untuk mengeluarkan suatu pernyataan bahwa si tak hadir telah dinyatakan barangkali meninggal dunia. Setelah dilakukan pernyataan itu oleh Hakim, maka para ahli waris baik yang menurut undang-undang maupun ditunjuk dalam surat wasiat berhak mengoper kekuasaan atas

16 segala harta kekayaan, asal saja dengam memeberikan jaminan bahwa mereka tidak akan menjual benda-benda itu. Apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya (hilang) dengan tak memberikan kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, maka keluarga yang berkepentingan bisa saja mengajukan langsung permohonan kepada pengadilan setempat untuk dapat diputuskan pembagian harta warisan dan kepastian meninggalnya orang yang hilang tersebut oleh hakim atau melapor kepada yang berwajib (polisi) bahwa salah seorang keluarganya telah hilang untuk melakukan penyidikan dan melakukan panggilan-panggilan di media masa serta media elektronik. Berkasnya dilimpahkan ke kejaksaan, atas permintaan jaksa, hakim PN untuk sementara memerintahkan BHP untuk mengurus kepentingan orang yang hialang tersebut, jika kekayaan orang tersebut hanya sedikit cukup diserahkan kepada anggota-anggota keluarganya saja yang ditunjuk oleh hakim. 2. Akibat Hukum Menurut Kewarisan Islam Ahmad bin Hambal memisahkan kondisi waktu hilang: bila ia hilang dalam kondisi yang sangat mudah menimbulkan kematian seperti dalam peperangan atau kecelakaan yang menyebabkan tewasnya sebagian besar korban dan dalam kondisi biasa yang kecil kemungkinan timbul kematian seperti dalam perjalanan bisnis atau menuntut ilmu. Dalam kondisi pertama, seseorang yang hilang ditunggu selama 4 tahun; kalau tidak kembali dalam waktu itu harta dapat dibagikan dan isterinya masuk dalam iddah wafat. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari Abu Bakar.

17 Tetapi, dalam keadaan kedua maka ia harus ditunggu sebagaimana yang ditetapkan oleh jumhur ulama. 4 4 Amir Sarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pranada Media, 2004), hlm. 132.

18 Penutup A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kedudukan orang hilang menurut Hukum Kewarisan Perdata dan menurut Hukum Kewarisan Islam adalah: 1. Kedudukan orang hilang menurut Hukum Waris Perdata dan Hukum Waris Islam: a). Kedudukan orang hilang menurut Hukum Waris Perdata, untuk memutuskan orang hilang, harus mendapatkan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum, dan jika orang tersebut kembali maka hak-hak dalam warisan harus dikembalikan pada orang yang hilang yang telah kembali tersebut. Tetapi dalam praktek memang belum pernah terjadi tetapi kalaupun terjadi para hakim di Penagdilan Negeri akan mengacu sesuai dalam KUH Perdata. b). Kedudukan orang hilang menurut Hukum Waris Islam, para ulama sepakat bahwa orang hilang tetap dianggap masih hidup selama masa hilangnya dan karenanya harta miliknya tidak dapat dibagikan kepada ahli waris dan juga isterinya tetap status sebagai isteri. Tentang sampaikapan orang hilang dinyatakan dalam status orang hidup itu, terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dan bila ia hilang dalam kondisi yang sangat mudah menimbulkan kematian seperti dalam peperangan atau kecelakaan yang menyebabkan tewasnya sebagian besar korban dan dalam kondisi biasa yang kecil kemungkinan timbul kematian seperti dalam perjalanan bisnis atau menuntut ilmu. Dalam kondisi

19 pertama, seseorang yang hilang ditunggu selama 40 tahun; kalau tidak kembali dalam waktu itu harta dapat dibagikan dan isterinya masuk dalam iddah wafat. Tetapi dalam keadaan kedua, maka ia harus ditunggu sebagaimana yang ditetapkan oleh jumhur ulama. B. Saran-saran Setelah menyimpulkan jawaban permasalahan di atas, maka penyusun memeberikan saran sebagai berikut: 1). mengingat kedudukan orang dalam KUH Perdata dan Hukum Kewarisan Islam sudah cukup jelas ditetapkan, sehingga peraturan yang telah ditetapkan tersebut dapat menjadi acuan bagi hakim-hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri. 2). diharapkan bagi masyarakat pada umumnya dan pihak-pihak yang mempunyai masalah untuk menetapkan hak waris terhadap orang hilang maka harus melalui keputusan hakim untuk mendapatkan kekuatan hukum.

20 DAFTAR PUSTAKA Ash-Sahabuniy, Munammad Ali. 1995, Hukum Waris Islam, Surabaya: Al- Ikhlas Soebekti R. 1982, Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Cet. 16, Intermasa Syarifuddin, Amir. 2004, Hukum Kewarisan Islam, jakarta: Pranada Media Peraturan-Peraturan Soebekti R, Tjitrosudibio. 1992, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Jakarta: Cet. 25, Edisi Revisi, Pradya Paramita

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA Oleh: Arya Bagus Khrisna Budi Santosa Putra I Gusti Agung Ayu Ari Krisnawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di lihat dari letak geografis kepulauan Indonesia yang strategis antara dua benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa oleh pendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan lembaga yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Awalnya perkawinan bertujuan untuk selamanya. Tetapi

Lebih terperinci

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ni Made Ayu Ananda Dwi Satyawati Suatra Putrawan Bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Oleh : Candra Puspita Dewi I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Oleh : Ni Wayan Manik Prayustini I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Adopted

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diatur mengenai waris Islam yang di dalamnya membahas mengenai mafqud

BAB I PENDAHULUAN. juga diatur mengenai waris Islam yang di dalamnya membahas mengenai mafqud 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT telah menetapkan aturan main bagi kehidupan manusia di atas bumi ini. Aturan ini dituangkan dalam bentuk titah atau kehendak Allah SWT tentang perbuatan

Lebih terperinci

TATA CARA PENUNTUTAN HAK WARIS OLEH AHLI WARIS YANG SEBELUMNYA DINYATAKAN HILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA)

TATA CARA PENUNTUTAN HAK WARIS OLEH AHLI WARIS YANG SEBELUMNYA DINYATAKAN HILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA) TATA CARA PENUNTUTAN HAK WARIS OLEH AHLI WARIS YANG SEBELUMNYA DINYATAKAN HILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA) Oleh : Ni Putu Yuli Kartika Dewi Ni Putu Purwanti Bagian Hukum

Lebih terperinci

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH

HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH HAK AHLI WARIS BERKEWARGANEGARAAN ASING TERHADAP HARTA WARISAN BERUPA TANAH Oleh: Ida Ayu Ide Dinda Paramita I Gede Yusa I Wayan Wiryawan Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

PENGARUH KEPAILITAN TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEPAILITAN

PENGARUH KEPAILITAN TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEPAILITAN PENGARUH KEPAILITAN TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEPAILITAN Oleh: Ni Komang Theda Febrina Subagia Marwanto Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

SAHAM SEBAGAI OBJEK PEWARISAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

SAHAM SEBAGAI OBJEK PEWARISAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS SAHAM SEBAGAI OBJEK PEWARISAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh: Ida Ayu Putu Widya Indah Sari Ni Wayan Sukeni Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram )

JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram ) i JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram ) Oleh : L I S M A Y A D I D1A 009 211 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS JUAL BELI HAK WARIS ATAS WARISAN YANG BELUM TERBAGI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

KAJIAN YURIDIS JUAL BELI HAK WARIS ATAS WARISAN YANG BELUM TERBAGI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA KAJIAN YURIDIS JUAL BELI HAK WARIS ATAS WARISAN YANG BELUM TERBAGI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A.A Ngr Bagus Indra Kusuma A.A Sri Indrawati Ida Ayu Sukihana ABSTRAK Hukum waris merupakan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Komang Padma Patmala Adi Suatra Putrawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Oleh: I Putu Budi Arta Yama Gde Made Swardhana Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk beragama Islam telah menganut adanya sistem hukum nasional. Dalam upaya menjamin adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beraneka ragam adat dan budaya. Daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Demikian juga

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)

KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN) KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN) Oleh I Gusti Ayu Oka Trisnasari I Gusti Ayu Putri Kartika I

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA MAFQUD DI PENGADILAN AGAMA MAFQUD CASE SOLUTION IN RELIGIOS COURT

PENYELESAIAN PERKARA MAFQUD DI PENGADILAN AGAMA MAFQUD CASE SOLUTION IN RELIGIOS COURT 1 PENYELESAIAN PERKARA MAFQUD DI PENGADILAN AGAMA MAFQUD CASE SOLUTION IN RELIGIOS COURT Akhmad Faqih Mursid, Arfin Hamid, Muammar Bakry Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013 HAK MEWARIS DARI ORANG YANG HILANG MENURUT HUKUM WARIS ISLAM 1 Oleh : Gerry Hard Bachtiar 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukkan bagaimana asas-asas kewarisan menurut hukum waris Islam serta Hak

Lebih terperinci

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM Rosita Ruhani E-mail : rositaruhani@gmail.com Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Mohammad

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan. Sudah kodrat manusia antara satu sama lain selalu saling membutuhkan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT BALI JURNAL ILMIAH Oleh: I GDE NALA WIBISANA D1A 109 093 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2013 ii HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 ANALISIS YURIDIS KEHILANGAN HAK MEWARIS MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Weidy V. M. Rorong 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembagian

Lebih terperinci

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING STATUS HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA Oleh Ketut Surya Darma I Made Sarjana A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBELI YANG MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBELI YANG MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBELI YANG MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR Oleh : A.A. Istri Prami Yunita I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI ( Studi di Kecamatan Karambitan Kabupaten Tabanan ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA HAK WARIS ANAK HASIL PROSES BAYI TABUNG DITINJAU DARI KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ketut Sri Ari Astuti Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HAK WARIS BAGI AHLI WARIS YANG DALAM KEADAAN TAK HADIR DAN PULANG KEMBALI*1

PERLINDUNGAN HUKUM HAK WARIS BAGI AHLI WARIS YANG DALAM KEADAAN TAK HADIR DAN PULANG KEMBALI*1 PERLINDUNGAN HUKUM HAK WARIS BAGI AHLI WARIS YANG DALAM KEADAAN TAK HADIR DAN PULANG KEMBALI* 1 Oleh : Isnani Hifzhi Syauchani** 2 I Ketut Westra*** 3 Ida Bagus Putra Atmadja**** 4 ABSTRAK : Perlindungan

Lebih terperinci

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI BAB IV ANALISIS TERHADAP PANDANGAN IMAM SYAFI I DAN SYI> AH IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI PEWARIS NON MUSLIM A. Persamaan Pandangan Imam Syafi i dan Syi> ah Ima>miyah tentang Hukum

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Hukum Perdata di Indonesia khususnya hukum waris bersifat pluralisme (beraneka ragam). Belum adanya unifikasi dalam hukum waris di Indonesia yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut lalu lintas hukum. Misalnya kantor pertanahan dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut lalu lintas hukum. Misalnya kantor pertanahan dapat mengetahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris menurut para sarjana adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. 1 Intinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain

KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain KEDUDUKAN ANAK YANG PINDAH AGAMA UNTUK MEWARIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Oleh : Dessy Gea Herrayani Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTARCT This

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

SKRIPSI. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA IJIN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Nomor 1187/Pdt.G/2013/PA Bpp.)

SKRIPSI. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA IJIN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Nomor 1187/Pdt.G/2013/PA Bpp.) SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA IJIN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Nomor 1187/Pdt.G/2013/PA Bpp.) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Kewarganegaraan. dalam melaksanakan tugas pokok dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Kewarganegaraan. dalam melaksanakan tugas pokok dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga yang diberi nama Westen Boedelkamer atau Balai Harta Peninggalan berdiri pada tanggal 1 Oktober 1624 yang berkedudukan di Jakarta. Lembaga Balai Harta Peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam) WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam) Oleh : Drs. Arpani, S.H. (Hakim Pengadilan Agama Bontang) A. PENDAHULUAN Salah satu hikmah perkawinan adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR A. Deskripsi Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Agama merupakan matakuliah wajib fakultas yang diberikan kepada mahasiswa pada semeter VI, setelah mahasiswa menempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBUAH FOTOKOPI ALAT BUKTI TERTULIS

KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBUAH FOTOKOPI ALAT BUKTI TERTULIS KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBUAH FOTOKOPI ALAT BUKTI TERTULIS Oleh: Ni Ketut Winda Puspita I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract: This paper titled

Lebih terperinci

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR)

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR) PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR) Oleh Anak Agung Gede Agung Ngakan Ketut Dunia I Ketut Markeling Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam bab VII Buku III KUH Perdata yang berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama

Lebih terperinci

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM Oleh : Komang Agung Cri Brahmanda Ida Bagus Putra Atmadja, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

HAK ANAK TIRI TERHADAP WARIS DAN HIBAH ORANG TUA DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM

HAK ANAK TIRI TERHADAP WARIS DAN HIBAH ORANG TUA DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM HAK ANAK TIRI TERHADAP WARIS DAN HIBAH ORANG TUA DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM Oleh : Putu Ari Sara Deviyanti Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak masing-masing yang berbeda, membutuhkan hukum yang mengatur kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila,

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA (Study Kasus Masyarakat Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM Oleh : Ni Made Astika Yuni I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana AKIBAT HUKUM JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH KEPADA ORANG ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh : Dewa Made Sukma Diputra Gede Marhaendra Wija Atmadja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA Oleh I Gede Putra Manu Harum A.A. Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAC

Lebih terperinci

PROSES PEMBUKTIAN SEORANG ANAK LUAR KAWIN TERHADAP AYAH BIOLOGISNYA MELALUI TES DNA

PROSES PEMBUKTIAN SEORANG ANAK LUAR KAWIN TERHADAP AYAH BIOLOGISNYA MELALUI TES DNA PROSES PEMBUKTIAN SEORANG ANAK LUAR KAWIN TERHADAP AYAH BIOLOGISNYA MELALUI TES DNA Sanny Budi Kusuma I Gusti Ngurah Wairocana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini berjudul

Lebih terperinci

ORANG HILANG (MAFQUD) (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Nomor. 0102/Pdt.P/2014/PA.Btl)

ORANG HILANG (MAFQUD) (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Nomor. 0102/Pdt.P/2014/PA.Btl) Jurnal PELAKSANAAN Fakultas Hukum, Volume 1, Nomor PEMBAGIAN 1, Januari 2017 HAK WARIS TERHADAP ORANG HILANG (MAFQUD) (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Nomor. 0102/Pdt.P/2014/PA.Btl) Suyikati Dosen Fakultas

Lebih terperinci

LEGAL MEMORANDUM ATAS KASUS PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERKAIT DENGAN KEBERADAAN NOMINEE AGREEMENT YANG MENDAHULUI PERALIHAN HAK ATAS TANAH ABSTRAK

LEGAL MEMORANDUM ATAS KASUS PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERKAIT DENGAN KEBERADAAN NOMINEE AGREEMENT YANG MENDAHULUI PERALIHAN HAK ATAS TANAH ABSTRAK LEGAL MEMORANDUM ATAS KASUS PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERKAIT DENGAN KEBERADAAN NOMINEE AGREEMENT YANG MENDAHULUI PERALIHAN HAK ATAS TANAH ABSTRAK Pengaturan hukum tentang tanah secara umum di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap harta yang ditinggalkan oleh seseorang baik yang bersifat harta benda bergerak maupun harta benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci