PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI PEDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI PEDESAAN"

Transkripsi

1

2 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN UNGGAS LOKAL DI PEDESAAN DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK 2013 Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan i

3 KATA PENGANTAR Industri Perunggasan merupakan tulang punggung pembangunan peternakan. Kontribusi daging unggas terhadap produksi daging nasional semakin meningkat dari 20% pada tahun 70-an menjadi 65,27% (1.533 ribu ton) pada tahun 2010 dan di antaranya 13% (287,8 ribu ton) berasal dari unggas lokal. Pengembangan budidaya unggas di pedesaan (Village Poultry Farming) merupakan salah satu upaya yang dijalankan oleh Pemerintah dalam mengembangkan usaha peternakan unggas lokal, khususnya di pedesaan. Program ini di samping dapat mendukung peningkatan produksi juga diharapkan dapat mengatasi keadaan rawan gizi pada masyarakat pedesaan, membantu membangun kembali industri unggas lokal milik rakyat, mempercepat pengembangan plasma nutfah Indonesia serta membantu masyarakat untuk menjadi mandiri dan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Pedoman Pelaksanaan ini merupakan acuan kegiatan guna mendukung kelancaran operasionalisasi di daerah. Hal ini penting dicermati agar tujuan dan sasaran pengembangan VPF dapat tercapai. Oleh karenanya diperlukan optimalisasi peran pendampingan dari Daerah termasuk kompetensi dan dedikasi para pendamping agar masyarakat di lokasi VPF dapat menerima manfaat dari adanya fasilitasi Pemerintah. Jakarta, Januari 2013 Direktur Jenderal Peternakan d Ir MBA NIP Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan ii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan dan Sasaran... 3 C. Ruang Lingkup... 4 D. Dasar Pelaksanaan Kegiatan... 4 E. Jadwal Pelaksanaan... 4 F. Pengertian... 5 II. ORGANISASI PELAKSANA... 7 A. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan... 7 B. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi... 7 C. Dinas Peternakan dan Kesehatan Kab./Kota... 8 D. Kelompok... 9 III. PELAKSANAAN A. Sosialisasi B Seleksi Kriteria Lokasi Kriteria Kelompok C. Pengembangan Kawasan Agribisnis Unggas Lokal IV. PENGADAAN SARANA PRODUKSI A. Sarana Produksi Pengembangan Unggas Lokal B. Proses Pengadaan C. Serah Terima/Distribusi Sapronak V. PEMBINAAN VI. INDIKATOR KEBERHASILAN VII. MONITORING DAN EVALUASI A. Monitoring dan Evaluasi B. Pelaporan VIII. PENUTUP IX. LAMPIRAN Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan iii

5 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jadwal pelaksanaan kegiatan... 9 Tabel 2 Proporsi penggunaan dana Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan... 9 Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan iv

6 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Surat Perjanjian Kerjasama Lampiran 2 Berita Acara Penitipan Barang Lampiran 3 Berita Acara Serah Terima Barang Lampiran 4 Laporan Perkembangan Kegiatan Budidaya unggas di Pedesaan (Village Poultry Farming / VPF) Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan v

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggas lokal (ayam lokal dan itik) merupakan salah satu komoditas yang berperan cukup besar dalam penyediaan protein hewani, serta mendukung perekonomian masyarakat di pedesaan. Dilihat dari data total rumah tangga pertanian sebesar 52,9 juta RTP, sebesar 60,9% merupakan rumah tangga peternakan, dimana 65,7% merupakan rumah tangga yang melakukan kegiatan budidaya unggas (1,5% ayam ras, 98,5% ayam buras dan itik). Budidaya unggas lokal yang dilakukan para peternak di pedesaan belum sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan konsep Good Farming Practice (GFP). Tingkat konsumsi protein masyarakat Indonesia tahun 2011 mencapai 56,25 gram/kapita/hari yang terdiri dari protein nabati sebesar 40,04 gram dan protein hewani sebesar 16,21 gram. Konsumsi protein hewani dari pangan asal ternak sebesar 7,17 gram/kapita/hari yang meliputi daging 3.92 gram, telur 2,15 gram, susu 1,10 gram. Kontribusi daging unggas terhadap daging nasional terus meningkat dari 20% pada tahun 70-an menjadi 67,1% pada tahun 2010 dan di antaranya 13% berasal dari unggas lokal. Tingkat konsumsi ini diproyeksikan akan semakin meningkat dengan meningkatnya populasi penduduk Indonesia, peningkatan pendapatan, urbanisasi, perubahan gaya hidup serta meningkatnya kesadaran akan pentingnya protein hewani dalam meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Unggas merupakan salah satu sumber protein hewani yang mudah dan murah didapat. Kendala utama yang sering di hadapi peternak dalam meningkatkan Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 1

8 terutama penyakit (AI) dan ND. Ketersediaan pakan baik secara kuantitas dan kualitas yang baik dan dengan harga yang murah akan sangat dominan dalam mendorong perkembangan usaha unggas lokal. Sementara ketersedian bibit unggas lokal yang berkualitas dengan jumlah yang cukup juga merupakan kendala utama bagi pengembangan tersebut pemerintah telah mencanangkan Program Restrukturisasi produktivitas ternak unggas lokal melalui penataan kembali sistem usaha pada semua aspek baik aspek hulu (pembibitan, pakan), aspek on farm (budidaya) dan aspek hilir terkait dengan aktivitas pasca panen termasuk masalah transportasi dan pengolahan. Melihat potensi dan peran unggas lokal (ayam lokal dan itik) yang cukup mudah didapat dengan harga yang terjangkau di samping sebagai penyedia lapangan pekerjaan di pedesaan, maka pengembangan unggas lokal sudah selayaknya menjadi perhatian pemerintah. Pengembangan unggas lokal yang dilakukan secara terintegrasi/terpadu dalam suatu wilayah/kawasan merupakan salah satu pilihan agar usaha dibidang dilakukan secara tersistem sehingga dalam satu kawasan terdapat kegiatan pada aspek hulu, on farm dan hilir yang merupakan sub sistem dari sistem usaha secara keseluruhan. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan skala usaha kelompok menjadi skala usaha yang ekonomis. Peraturan Presiden RI No. 36 Tahun 2010 mengamatkan bahwa usaha budidaya dan pembibitan ayam lokal hanya diperuntukan bagi golongan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK). Oleh karena itu Pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan pembina masih akan berperan terhadap pengembangan usaha budidaya unggas lokal melalui pemberdayaan kelompok-kelompok peternak di pedesaan. Peran Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 2

9 Pemerintah lebih diarahkan kepada penciptaan situasi yang kondusif bagi pengembangan usaha budidaya unggas lokal di pedesaan. Hal ini sesuai dengan prinsip otonomi daerah, mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, menggali dan memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya lokal yang tersedia serta menghargai kebijakan lokal yang beragam pada masyarakat pedesaan di Indonesia. B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Kegiatan (VPF) bertujuan : a. Mengembangkan usaha budidaya unggas lokal di pedesaan, pada wilayah yang berpotensi; b. Meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas unggas lokal; c. Memperkuat kelembagaan kelompok-kelompok unggas lokal di pedesaan; d. Mengoptimalkan penerapan GFP, sebagai upaya meningkatnya 2.Sasaran Sasaran yang ingin dicapai yaitu : a. Berkembangnya usaha budidaya unggas lokal di pedesaan; b. Meningkatnya populasi, produksi dan produktivitas unggas lokal; c. Menguatnya kelembagaan kelompok-kelompok unggas lokal di pedesaan. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup Petunjuk pelaksanaan pengembangan budidaya unggas di pedesaan ini meliputi ; Pengorganisaan, Pelaksanaan kegiatan, Pengadaan sarana produksi, Pembinaan, Indikator keberhasilan, Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 3

10 D. Dasar Pelaksanaan Kegiatan a. Renstra Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun b. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Tahun E. Jadwal Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan Tahun 2013, sebagai berikut: Tabel -1: Jadwal pelaksanaan kegiatan NO 1 Persiapan KEGIATAN Koordinasi dan 2 Sosialisai 3 Pelaksanaan CP/CL 4 Penetapan Kelompok Terpilih BULAN J F M A M J J A S O N D 5 Pengadaan Barang 6 Monitoring dan Pembinaan 7 Pelaporan F. Pengertian a. Village Poultry Farming (VPF) : Budidaya Unggas Pedesaan adalah usaha budidaya unggas lokal (ayam lokal dan itik) yang dilakukan secara berkelompok dengan mengaplikasikan Good Farming Practice (GFP) pada satu wilayah pengembangan unggas di pedesaan. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 4

11 b. Good Farming Practice (GFP) : Budidaya Ternak yang Baik, dalam pedoman ini dimaksudkan sebagai cara budidaya ternak ayam buras atau itik yang baik berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. c. Budidaya Unggas : Adalah semua kegiatan /proses produksi yang dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak unggas sesuai dengan tujuannya. d. Unggas Lokal : Adalah ayam bukan ras/ ayam kampung/ayam lokal maupun itik lokal yang berasal dari ayam/itik asli Indonesia yang telah didomestikasi untuk tujuan produksi telur dan daging. e. Unggas Lokal Unggul Berkualitas: Adalah unggas lokal ayam atau itik yang memiliki keunggulan baik berasal dari ternak asli maupun dari hasil persilangan dan telah dilepas baik secara ekonomis maupun teknis sebagai Galur atau Rumpun yang dihasilkan oleh pembibit (breeder) yang telah terdaftar dan dibina oleh Dinas Peternakan. f. Pakan : Adalah campuran dari beberapa bahan pakan, baik yang sudah maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis dan umur ternak. g. Vaksin : Adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan prosedur tertentu, digunakan untuk merangsang pembentukan zat kekebalan tubuh, sehingga tubuh dapat menahan serangan penyakit. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 5

12 h. Vaksinasi : Adalah memberikan vaksin atau bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan prosedur tertentu kepada ternak, untuk merangsang pembentukan zat kekebalan tubuh, sehingga tubuh dapat menahan serangan penyakit i. Kelompok Usaha : Adalah kumpulan beberapa orang yang mempunyai usaha sejenis untuk mencapai tujuan yang sama j. Pemberdayaan : Adalah suatu proses dimana masyarakat, khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan, didorong untuk menjadi mandiri melalui usaha-usaha yang dilakukan sendiri dengan potensi dan kemampuan sendiri dan difasilitasi pihak luar untuk menciptakan kondisi yang kondusif. k. Pendampingan : Adalah salah satu bentuk fasilitasi Pemerintah atau pihak lain kepada masyarakat dalam menjalankan usaha budidaya yang lebih baik (better farming) untuk meningkatkan taraf kehidupannya (better living). Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 6

13 BAB II ORGANISASI PELAKSANA Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan fasilitasi dan pemberdayaan kelompok dengan komoditi yang dikembangkan ternak unggas lokal, dibentuk Tim Pelaksana baik di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian maupun di masing-masing Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi dan Kabupaten/Kota, dengan tugas dan peran masing-masing sebagai berikut: A. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tugas dan Peran sebagai berikut: 1. Menyusun Pedoman Pelaksanaan pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan; 2. Melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan; 3. Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta membantu menyelesaikan permasalahan yang tidak mampu diselesaikan oleh Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi; 4. Melaporkan kinerja pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. B. Dinas Membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Tugas dan peran sebagai berikut: 1. Pedoman Pelaksanaan kegiatan Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan (VPF) diharapkan selanjutnya dijabarkan kedalam Petunjuk Pelaksanaan untuk mengakomodir aspek-aspek yang spesifik di daerah; 2. Melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan Kabupaten/Kota dalam Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 7

14 rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan dengan instansi terkait di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota; 3. Melaksanakan verifikasi kelompok sasaran; 4. Menetapkan kelompok pelaksana kegiatan melalui SK Kepala Dinas; 5. Menetapkan kriteria/persyaratan teknis ; 6. Membentuk tim pembina kegiatan, tim pegadaan dan tim penerima barang; 7. Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta membantu menyelesaikan permasalahan yang tidak mampu diselesaikan oleh Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota; 8. Menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. C. Dinas Membidangi Peternakan Kabupaten/Kota Tugas dan peran sebagai berikut : 1. Memberikan rekomendasi terhadap usulan kelompok ternak calon pelaksana pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan ; 2. Melakukan seleksi kelompok sasaran (CP/CL) ; 3. Mengusulkan calon kelompok ternak pelaksana budidaya unggas lokal di pedesaan kepada Dinas Provinsi; 4. Melakukan pembinaan dan bimbingan kepada kelompok agar dapat menjalankan usaha agribisnis peternakan dengan mengacu pada Good Farming Practices (GFP); 5. Melakukan monitoring dan evaluasi serta membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul di lapangan; 6. Melaporkan perkembangan kegiatan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq. Direktur Budidaya Ternak. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 8

15 D. Kelompok Tugas dan peran sebagai berikut: 1. Mengajukan proposal permohonan kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal kepada Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi melalui Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten/Kota; 2. Melaksanakan kegiatan pengembagan budidaya unggas lokal sesuai dengan pedoman; 3. Mengelola dan memanfaatkan sarana produksi untuk pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan; 4. Melaksanakan usaha budidaya ternak unggas lokal di pedesaan dengan mengacu pada good farming practices (GFP); 5. Meningkatkan kapasitas usaha dan kelembagaan kelompok melalui peningkatan populasi ternak unggas lokal; 6. Menerima saran/rekomendasi teknis, kewirausahaan dan manajemen usaha dari petugas pendamping, Penyuluh Pertanian, Tim Teknis Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Kabupaten Kota, BPTP, Perguruan Tinggi dan pihak yang berkompeten lainnya; 7. Melakukan pencatatan perkembangan usaha budidaya unggas lokal di pedesaan; 8. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan budidaya unggas lokal dipedesaan secara berkala kepada Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten/Kota. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 9

16 BAB III PELAKSANAAN Pelaksanaan kegiatan Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan sebagai berikut : A. Sosialisasi Sosialisasi kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan populasi, produksi dan motivasi kelompok dalam pengembangan usaha termasuk sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan dan aturan yang berlaku. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan oleh Tim pembina di tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/Kota. B. Seleksi Kelompok Tani Ternak yang mengajukan proposal dan mendapat rekomendasi dari kepala dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan kabupaten/kota dan memenuhi persyaratan lokasi dan kelompok dapat diproses untuk mengikuti seleksi. 1. Kriteria Lokasi a. Kondisi agroekosistem, sesuai untuk pengembangan ternak unggas lokal; b. Daerah/lokasi pengembangan kawasan agribisnis unggas lokal berada pada kawasan produksi atau yang diarahkan untuk pengembangan kawasan produksi ternak unggas lokal c. Mempunyai potensi untuk dikembangkan, dilihat dari aspek teknis, sosial dan ekonomi masyarakat setempat d. Lokasi dan sekitarnya bukan daerah endemis. 2. Kriteria Kelompok a. Kelompok merupakan kelompok peternak unggas lokal yang sudah menjalankan usaha budidaya unggas lokal atau kelompok baru yang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 10

17 memiliki sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) untuk pengembangan usaha budidaya ternak unggas lokal serta terdaftar pada dinas yang membidangi peternakan setempat. Khusus untuk kelompok baru harus sudah menyiapkan kandang secara swadaya; a. Kelompok diprioritaskan pada kelompok peternak unggas lokal yang sudah menyampaikan proposal yang sesuai dengan tujuan kegiatan dan direkomendasikan oleh dinas setempat; b. Kelompok harus melakukan kerjasama antar kelompok dalam suatu kawasan sehingga terjalin kerja sama antar subsistem secara terintegrasi; c. Mempunyai lahan/sarana untuk pengembangan usaha budidaya ternak unggas lokal; d. Mempunyai struktur organisasi yang jelas (Identitas kelompok, pengurus dan anggota); e. Pengurus dan anggota kelompok profesinya adalah petani peternak; f. Bersedia mengikuti aturan dan bimbingan yang ditetapkan oleh Tim Teknis/Dinas yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota. 3. Seleksi, Verifikasi dan Penetapan Kelompok a. Berdasarkan proposal yang masuk dari kelompok selanjutnya dilakukan seleksi melalui CP/CL oleh tim teknis Kabupaten/Kota. Hasil seleksi CP/CL direkomendasikan oleh kepala dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/ Kota ke Provinsi sebagai usulan calon kelompok pelaksana kegiatan pengembangan unggas lokal di pedesaan; b. Berdasarkan usulan dari Kabupaten/Kota selanjutnya dinas provinsi Dinas Provinsi untuk ditetapkan sebagai kelompok pelaksana kegiatan; Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 11

18 d. Penetapan kelompok dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi sebagai kelompok pelaksana kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal tahun C. Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan Pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok peternak diarahkan untuk menjadi unit usaha dalam rangka meningkatkan kesejahteraan peternak, disamping menumbuhkan dan memperkuat sentra-sentra unggas lokal. Sejalan dengan tujuan kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal dilakukan dalam bentuk usaha budidaya yang produktif seperti pembesaran untuk menghasilkan produksi daging atau pemeliharaan untuk produksi telur. Disamping itu kelompok juga harus mulai mempersiapkan sumber input khususnya ternak yaitu dengan melakukan pengembangbiakan unggas lokal unggul yang berkualitas. Untuk mengembangkan usaha budidaya produktif baik untuk menghasilkan telur dan daging fasilitasi yang di berikan dapat berupa pengadaan ternak siap telur untuk pullet atau pengadaan anak ayam untuk pembesaran, pakan ternak, vaksin dan obat-obatan, bahan dan peralatan biosekuriti. Usaha pengembangbiakan dalam rangka meningkatkan populasi ternak milik kelompok dan menjadikan kelompok mandiri dari ketergantungan kepada pihak lain dalam pengadaan ternak disamping itu kegiatan ini nantinya akan menghasilkan replacement stock ternak unggas lokal unggul berkualitas. Untuk itu fasilitasi ternak harus benar-benar ternak unggas lokal unggul yang berkualitas dalam bentuk DOC atau DOD, disamping pakan ternak, vaksin dan obat-obatan, bahan dan peralatan biosekuriti. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 12

19 Agar usaha budidaya unggas lokal di pedesaan yang dilaksanakan oleh kelompok dapat berjalan dengan lancar serta di dalam membangun dinamika kelompok perlu diatur proporsi usaha budidaya produktif dan usaha pengembangbiakan. Fasilitasi sarana produksi untuk usaha budidaya produktif sebesar 58% dari alokasi anggaran yang disediakan yang digunakan untuk pembelian unggas lokal (pullet atau DOC/DOD) dan pakan konsentrat. Untuk usaha pengembangbiakan sebesar 21% dari alokasi anggaran yang disediakan untuk pengadaan DOC/DOD unggas lokal unggul yang berkualitas dan pakan konsentrat. Disamping itu untuk kelancaran usaha perlu ditunjang dengan sarana agroinput penunjang sebesar 21% dari alokasi anggaran disediakan untuk pengadaan obat dan vaksin, bahan dan alat biosekuriti, peralatan kandang, serta mesin tetas. Rincian alokasi penggunaan dana dapat dilihat pada Tabel 2. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 13

20 BAB IV PENGADAAN SARANA PRODUKSI Pada tahun 2013 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengalokasikan kegiatan melalui APBN untuk pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan yang dialokasikan melalui dana dekonsentrasi di dinas yang melaksanakan fungsi peternakan di tingkat Provinsi. A. Sarana Produksi Pengembangan Unggas Lokal Dalam rangka memperkuat pengembangan usaha budidaya unggas lokal dipedesaan dilakukan melalui penguatan sarana usaha yang meliputi pengadaan ternak unggas, peralatan kandang, pengadaan pakan, vaksin dan obat-obatan serta bahan dan alat biosekuriti. Tabel 2: Proporsi Penggunaan Dana Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan Tahun 2013 NO JENIS KEGIATAN VOLUME PROPORSI % A. USAHA PRODUKTIF *) 58 % 1. - Pembelian Pullet ekor 66 % - Pembelian DOC/DOD ekor 2. Pakan Konsentrat Kg 34 % B. PENGEMBANGBIAKAN 21% 1. Pembelian DOC/DOD unggas lokal unggul berkualitas 2. Pakan Konsentrat ekor Kg 50% 50% C. AGROINPUT PENUNJANG 21% 1. Obat dan vaksin 2. Bahan dan Alat Biosekuriti 3. Peralatan Kandang 4. Mesin Tetas 1 paket 1 paket 1 paket 1 unit 17% 33% 17% 33% Keterangan : *) Untuk usaha produktif pembelian ternak disesuaikan Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 14

21 dengan jenis usaha yang akan dikembangkan, dapat untuk pembelian Pullet untuk usaha produksi telur atau DOC/DOD untuk usaha penggemukan B. Proses Pengadaan Proses pengadaan sarana produksi tersebut dilakukan melalui proses lelang yang mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor. 70 tahun Tahapan proses pengadaan meliputi : 1. Persiapan Agar proses kegiatan berjalan dengan lancar, efektif dan efisien pengadaan harus direncanakan dengan matang. Rencana pengadaan sarana produksi ini dituangkan dalam kerangka acuan kegiatan (KAK) yang di susun oleh tim teknis. Di dalam KAK di jelaskan tentang tujuan kegiatan, sasaran kegiatan, waktu pelaksanaan, jenis dan jumlah barang, sfesifikasi teknis barang, besarnya total perkiraan biaya pekerjaan dan waktu pelaksanaan. 2. Pembentukan Tim Pengadaan Mengacu kepada Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 bahwa pengadaan barang dilaksanakan oleh tim yang di bentuk oleh pimpinan unit organisasi (KPA). Dalam proses pengadaan barang yang harus dibentuk meliputi : tim pengadaan dan tim penerima hasil pekerjaan/ barang. a. Tim pengadaan. Pembentukkan tim pengadaan barang terdiri dari 3-5 orang yang barang dan jasa. Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan meliputi: 1) Menyusun rencana pemilihan penyedia barang; 2) Menetapkan Dokumen pengadaan; 3) Menetapkan besaran nominal jaminan penawaran; Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 15

22 4) Mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang di website Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi masingmasing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional; 6) Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk. b. Tim Penerima Hasil Pekerjaan Pembentukkan tim disesuaikan dengan kebutuhan dan volume pekerjaan dengan diutamakan petugas yang menangani penata usaha barang disamping unsur teknis. Tugas tim penerima barang 1) Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan pengadaan barang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak 2) Menerima hasil pengadaan barang setelah melalui pemeriksaan/ pengujian 3) Membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan 3. Proses Pengadaan Proses pangadaan barang dilakukan melalui sistem pengadaan secara elektronik (LPSE) ataui. Tahapan pengadaan barang berdasarkan sistem LPSE sebagai berikut: a. Penyusunan Rencana Kerja dan Syarat (RKS); b. Pengumuman lelang; c. Pemasukkan dokumen penawaran; d. Evaluasi dan penilaian dokumen; e. Penetapan dan pengumuman pemenang; Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 16

23 Dalam proses pengadaan, khsususnya untuk pengadaan pakan konsentrat yang relatif mudah berubah kualitasnya jika disimpan terlalu lama, maka perlu direncanakan dengan baik jadwal waktu pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan agar tetap diperoleh kualitas pakan konsentrat yang tetap terjaga kualitasnya. C. Serah Terima/Distribusi Sapronak Pemberdayaan terhadap kelompok peternak terpilih dilakukan melalui fasilitasi dalam bentuk natura (sarana produksi peternakan) yang diserahkan kepada kelompok untuk selanjutnya dikembangkan. Penyerahan sarana produksi yang dilakukan oleh pihak Rekanan atas nama Pemerintah kepada kelompok dibuktikan dengan Berita Acara Penitipan Barang (BAPB) dari Kelompok. Selanjutnya pihak rekanan mengajukan penyelesaian pekerjaan kepada Pemerintah yang dilampiri dengan Berita Acara Penitipan Barang dari kelompok. Sebelum menerbitkan Berita Acara Serah Terima (BAST), Tim Penerima wajib melakukan pengecekan terhadap kebenaran dan kesesuaian dari BAPB Apabila dari hasil pengecekan barang sesuai dengan BAPB, selanjutnya dibuat Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara PPK atas nama pemerintah kepada Kelompok Peternak Terpilih sebagai pelaksana kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan. Di dalam SPK di jelaskan tentang : para pihak yang melakukan perjanjian, waktu dan tempat, dasar pelaksanaan, lingkup pekerjaan, pelaksanaan kegiatan, jumlah dan jenis barang, pengembangan usaha, sanksi, perselisihan, force major, dan lain-lain. Setelah penyerahan barang/sarana produksi peternakan kepada kelompok terpilih yang dituangkan dalam BAST, maka dalam waktu sesegera mungkin atau selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak BAST harus dilakukan penghibahan dari Dinas Provinsi kepada kelompok penerima bantuan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 17

24 BAB V PEMBINAAN Pembinaan bertujuan untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pembinaan teknis yang meliputi aspek pengembangan usaha diarahkan dalam bentuk usaha pembesaran, pengembangbiakan, penetasan, atau kombinasi diantaranya, dan dapat dikembangkan sebagai usaha khusus maupun terintegrasi dengan usaha subsektor/ sektor lain. Untuk meningkatkan maju, baik dalam hal pengadaan, tatalaksana, maupun pemasaran. Pengembangan usaha budidaya ternak unggas lokal di daerah akan berhasil secara optimal apabila pemerintah daerah, swasta dan masyarakat memberikan dukungan sepenuhnya. Pemerintah daerah harus mampu membuka peluang usaha bagi masyarakat peternakan melalui peraturan dan kebijakan daerah, penyediaan sarana dan prasarana pendukung seperti jalan, saluran irigasi, pasar, listrik, serta alokasi dana yang memadai bagi kegiatan pendampingan kelompok. Kegiatan pendampingan harus dilakukan secara berkelanjutan oleh petugas teknis di kabupaten/kota. Disamping itu pemerintah daerah juga bertanggung jawab dalam pembinaan lanjutan bagi kelompok peternak sasaran dalam bentuk supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 18

25 BAB VI INDIKATOR KEBERHASILAN Evaluasi keberhasilan terhadap implementasi kegiatan perlu dilakukan sebagai umpan balik penyempurnaan kegiatan dan akuntabilitas publik. Penilaian kegiatan ini dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain : 1. Aspek teknis a. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam sekitar lokasi kelompok, seperti: bibit ternak, limbah tanaman untuk pakan ternak, bahan pakan lokal; b. Rekayasa teknologi produksi yang diaplikasikan secara efektif dan efisien seperti: mesin tetas, obat-obatan, alat dan mesin dsb; c. Perkembangan jumlah populasi dan kepemilikan ternak; d. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak melalui peningkatan populasi dan berkurangnya resiko kematian terhadap populasi ternak di kelompok tersebut. 2. Aspek Kelembagaan a. Perkembangan jumlah anggota atau kelompok yang menerima manfaat; b. Perkembangan partisipasi kelompok/anggota dalam pengambilan keputusan; c. Mengakomodasi aspirasi anggota kelompok serta masyarakat sekitarnya; d. Meningkatnya kerjasama dengan stakeholder, seperti dalam pengadaan pakan dan lain-lain; e. Meningkatnya keterlibatan kelompok/anggota dalam menanggulangi resiko usaha; f. Kelompok mampu melakukan analisa, merencanakan dan memonitor sendiri kegiatan-kegiatan yang dilakukannya; g. Tidak ada lagi pendampingan secara rutin dari pemeritah (kelompok mandiri); h. Mengukuhkan dan memperkuat sistem dan usaha kelompok. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 19

26 3. Aspek Usaha a. Perkembangan permodalan kelompok, baik interal (dari usaha yang dilakukan oleh kelompok itu sendiri); b. Kemampuan kelompok untuk mengakses sumber pembiayaan modal usaha dari sumber eksternal (perbankan, investasi masyarakat dan kemitraan, dll); c. Meningkatnya kapasitas usaha dan peran masyarakat di sekitar kelompok dalam mengembangkan usaha, memanfaatkan peluang usaha, seperti usaha jasa, usaha pupuk kandang, usaha pembesaran karkas unggas, usaha simpan pinjam, dsb; d. Perkembangan peningkatan pendapatan anggota kelompok; e. Perkembangan usaha dan peningkatan skala usaha kepemilikan ternak; f. Perkembangan usaha agribisnis masyarakat di sekitar kelompok tersebut. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 20

27 BAB VII MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan budidaya unggas di pedesaan melalui penguatan sarana usaha, dimaksudkan untuk kemajuan usaha dan kelembagaannya, serta mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan penguatan sarana usaha, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kelompok. Monitoring dan Evaluasi dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan pelaksanaan kegiatan, dengan tujuan untuk dihadapi pada masing-masing jenjang (pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kelompok) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara terkoordinasi oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi dan Kabupaten/ Kota untuk memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan. Sasaran pembinaan, monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berjenjang tersebut untuk mengetahui : 1. Kemajuan pelaksanaan kegiatan sesuai indikator kinerja 2. Permasalahan/potensi masalah yang dihadapi di tingkat kelompok, kabupaten/kota dan provinsi. 3. Memberikan solusi dan pemecahan masalah dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan. Hasil monitoring dan evaluasi diformulasikan dalam bentuk laporan, merupakan data dan informasi untuk bahan koreksi pelaksanaan kegiatan, dan untuk perbaikan sistem pelaksanaan fasilitasi dan pemberdayaan kelompok di masa yang akan datang. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 21

28 B. Pelaporan Pelaporan sangat diperlukan untuk mengetahui kemajuan pengembangan kinerja usaha kelompok di lapangan. Untuk itu perlu ditetapkan mekanisme sistem pelaporan sebagai berikut : 1. Kelompok wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan setiap bulan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi 2. Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang diterima dari kelompok pelaksana kegiatan untuk disampaikan ke Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi setiap bulan dengan ditembuskan ke Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq. Direktur Budidaya Ternak. 3. Dinas yang membidangi fungsi peternakan Propinsi melakukan rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang diterima dari Kabupaten/Kota dan selanjutnya setiap triwulan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan cq. Direktur Budidaya Ternak. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 22

29 BAB VIII PENUTUP Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Unggas Lokal Di Pedesaan ini disusun untuk dipedomani oleh pelaksana baik ditingkat pusat maupun daerah dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan di lapangan. Petunjuk pelaksanaan ini bilamana dipandang perlu dapat dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk petunjuk pelaksanaan oleh dinas provinsi. Diharapkan dengan adanya Pedoman pelaksanaan ini, semua pelaksana kegiatan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kelompok pelaksana serta stakeholder terkait dapat melaksanakan seluruh tahapan kegiatan secara baik dan benar menuju tercapainya sasaran yang telah ditetapkan dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 23

30 Lampiran - 1 SURAT PERJANJIAN KERJASAMA NOMOR :... ANTARA PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DINAS... PROVINSI/KAB/KOTA DENGAN KELOMPOK TANI TERNAK... DESA..., KECAMATAN..., KABUPATEN... PROVINSI... TENTANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA UNGGAS LOKAL DI PEDESAAN TAHUN 2013 Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun dua ribu tiga belas bertempat di Kantor Dinas...Prov/Kab/Kota, Jalan...No. Prov...Kab/Kota... kami yang bertanda tangan di bawah ini : : Pejabat Pembuat Komitmen Dinas...Prov/ Kab/kota berdasarkan Keputusan No... yang berkedudukan di Jalan... yang untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA. 2. : Ketua Kelompok Tani Ternak..dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Kelompok Ternak. yang berkedudukan di Desa/Kel Kecamatan Kabupaten/ Kota Provinsi...yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 24

31 Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerjasama yang mengikat dan berakibat hukum bagi kedua belah pihak untuk melaksanakan Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan Tahun 2013 kepada Kelompok, dengan ketentuan sebagai berikut : Pasal 1 DASAR PELAKSANAAN 1. Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002, tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418); 2. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2013 Nomor: tanggal 5 Desember Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal di Pedesaan Tahun Keputusan Kepala Dinas.Prov/Kab/Kota Nomor.tanggal tentang Penetapan Nama Kelompok dan lokasi Penerima Dana Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan Tahun Pasal 2 LINGKUP PEKERJAAN PIHAK PERTAMA menyerahkan kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA telah setuju untuk menerima dan memanfaatkan sarana produksi Pengembangan Budidaya Unggas Lokal di Pedesaan Tahun 2013 sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Surat Perjanjian Kerjasama ini. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 25

32 Pasal 3 PELAKSANAAN KEGIATAN 1. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dengan mengerahkan segala kemampuan, pengetahuan dan pengalamannya; 2. PIHAK PERTAMA berwenang mengadakan pemantauan, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA; 3. PIHAK KEDUA wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan pengembangan budidaya unggas lokal di pedesaan kepada PIHAK PERTAMA, setiap bulan; 4. Dalam melaksanakan kegiatannya PIHAK KEDUA berkewajiban mengembangkan usahanya sesuai petunjuk pelaksanaan dan peraturan yang berlaku. Pasal 4 SANKSI Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat melaksanakan kegiatan dan pemanfaatan sarana produksi Pengembangan Unggas Lokal di Pedesaan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2, maka PIHAK PERTAMA berhak menarik dan mengalihkan sarana produksi yang diterima PIHAK KEDUA kepada pihak lain dan mengakibatkan Surat Perjanjian Kerjasama batal. Pasal 5 PERSELISIHAN 1. Apabila terjadi perselisihan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sehubungan dengan surat perjanjian kerjasama ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah untuk memperoleh mufakat; 2. Apabila dengan cara musyawarah belum dapat dicapai suatu penyelesaian, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyerahkan penyelesaiannya Kepada Pengadilan Negeri setempat, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 26

33 3. Keputusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum adalah mengikat kedua belah pihak. Pasal 6 FORCE MAJEURE 1. Jika timbul keadaan memaksa ( ) yaitu hal-hal yang diluar kekuasaan PIHAK KEDUA sehingga mengakibatkan tertundanya pelaksanaan kegiatan, maka PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada kepada PIHAK PERTAMA dengan tembusan kepada Dinas Kab/Kota Provinsi.dalam waktu 4 X 24 jam; 2. Keadaan memaksa ( ) yang dimaksud pasal 8 ayat (1) adalah : a. Bencana alam seperti gempa bumi, angin topan, banjir besar, kebakaran yang bukan disebabkan kelalaian PIHAK KEDUA; b. Peperangan; c. Perubahan kebijakan moneter berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pasal 7 LAIN-LAIN 1. Bea materai yang timbul akibat pembuatan surat perjanjian kerjasama ini menjadi beban PIHAK KEDUA; 2. Segala lampiran yang melengkapi surat perjanjian kerjasama ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama; 3. Perubahan atas surat perjanjian kerjasama ini tidak berlaku kecuali terlebih dahulu telah mendapatkan persetujuan kedua belah pihak. Pasal 8 PENUTUP Surat perjanjian kerjasama ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab tanpa adanya paksaan dari manapun Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 27

34 dan dibuat rangkap 2 (dua) yang kesemuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk digunakan sebagaimana mestinya. PIHAK KEDUA Ketua Kelompok PIHAK PERTAMA Pejabat Pembuat Komitmen Dinas...Prop/Kab/Kota NIP... Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 28

35 Lampiran -2 BERITA ACARA PENITIPAN BARANG Pada hari ini..tanggal..bulan tahun Dua Ribu Tiga Belas, bertempat.. telah dilakukan penitipan barang.. antara : 1. N a m a : (Pimpinan Perusahaan Penyedia Barang) Jabatan :... Alamat : Yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA 2. N a m a :. Jabatan : Ketua Kelompok. Alamat : Yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA Dengan ini menyatakan bahwa PIHAK PERTAMA telah menyerahkan sarana produksi...(rincian terlampir) sesuai dengan SPK No.. tanggal.. kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA telah menerima dari PIHAK PERTAMA sarana produksi dimaksud dengan baik. Demikian berita acara penitipan barang ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA (nama) Jabatan. (nama)...(ketua klp) Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 29

36 Lampiran -3 BERITA ACARA SERAH TERIMA BARANG Nomor :.. Pekerjaan : Pengadaan Sarana Produksi... Pada hari ini..tanggal..bulan tahun Dua Ribu Tiga Belas, bertempat.. telah dilakukan serah terima.. antara : 1. N a m a : (Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan) Jabatan :... Alamat : Yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA 2. N a m a : (Pimpinan Perusahaan Penyedia Barang ) Jabatan : Alamat : Yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA Dengan ini menyatakan bahwa PIHAK PERTAMA telah menyerahkan sarana produksi...(rincian terlampir) sesuai dengan SPK No.. tanggal.. kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA telah menerima dari PIHAK PERTAMA sarana produksi dimaksud dengan baik. Demikian berita acara serah terima pekerjaan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA (nama) NIP. (nama)...(jabatan) Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 30

37 Lampiran - 4 Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Unggas Lokal Di Pedesaan 31

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN USAHA BUDIDAYA BABI RAMAH LINGKUNGAN

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN USAHA BUDIDAYA BABI RAMAH LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN USAHA BUDIDAYA BABI RAMAH LINGKUNGAN DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK 2013 KATA PENGANTAR Penataan usaha

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA KELINCI. Hari Gini Masih K O R U P SI apa kata DUNIAAAAAAA DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA KELINCI. Hari Gini Masih K O R U P SI apa kata DUNIAAAAAAA DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Hari Gini Masih K O R U P SI apa kata DUNIAAAAAAA PEDOMAN PELAKSANAAN WBK KEMENTERIAN PERTANIAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA KELINCI Informasi

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA POTONG

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA POTONG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA POTONG DIREKTORAT PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UNGGAS LOKAL TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UNGGAS LOKAL TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UNGGAS LOKAL TAHUN 2016 DIREKTORAT PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAJUAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA AGRIBISNIS KEPADA LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (LM3) PADA

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 282/Kpts/KU.210/4/2006 TENTANG PEDOMAN PENGAJUAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA AGRIBISNIS KEPADA LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (LM3)

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR 81 /PER-DJPB/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 282/Kpts/KU.210/4/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 282/Kpts/KU.210/4/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 282/Kpts/KU.210/4/2006 TENTANG PEDOMAN PENGAJUAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA AGRIBISNIS KEPADA LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (LM3) PADA DAFTAR

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN FASILITASI PEMBINAAN WANAWIYATA WIDYAKARYA TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN

PANDUAN PELAKSANAAN FASILITASI PEMBINAAN WANAWIYATA WIDYAKARYA TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN PANDUAN PELAKSANAAN FASILITASI PEMBINAAN WANAWIYATA WIDYAKARYA TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu target RPJM tahun 2015 2019 Pusat Penyuluhan - BP2SDM adalah pembentukan 250 Lembaga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PEDOMAN PENGUJIAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK KEPADA KELOMPOK SASARAN PADA KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN

Lebih terperinci

-3- BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

-3- BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN TERNAK BANTUAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2015 Direktur Jenderal, Sumarjo Gatot Irianto Nip KATA PENGANTAR Dalam rangka pencapaian sasaran swasembada pangan berkelanjutan, Pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya prasarana dan sarana pertanian guna peningkatan

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA : 120/Permentan/OT.140/11/2013

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA : 120/Permentan/OT.140/11/2013 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 120/Permentan/OT.140/11/2013 PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA DALAM NEGERI DI BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PERMEN-KP/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menlhk-Setjen/2015 T E N T A N G PEDOMAN KERJA SAMA DALAM NEGERI

Lebih terperinci

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.05/2011 tanggal 27

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi perkebunan yang sebagian terbesar merupakan perkebunan rakyat, perjalanan sejarah pengembangannya antara usaha perkebunan rakyat dan perkebunan besar, berjalan

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Pohon Industri Ayam Ras Bagan Roadmap Pengembangan Komoditas Visi Menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. NOMOR : 07 / Per / Dep.2 / XII /2016

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. NOMOR : 07 / Per / Dep.2 / XII /2016 1 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH NOMOR : 07 / Per / Dep.2 / XII /2016 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN EVALUASI TERPADU PELAKSANAAN PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR 63A/PER-DJPB/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2016 DIREKTORAT PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR 38 /PER-DJPB/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN HIBAH BANTUAN ASPAL DARI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 131 /PMK.05/2009 TENTANG KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan hasil putusan Rapat Koordinator

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi... KATA PENGANTAR Dalam rangka mencapai kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani perlu upaya khusus, terutama dukungan kebijakan pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA KELINCI TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA KELINCI TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA KELINCI TAHUN 2016 DIREKTORAT PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR 36 /PER-DJPB/2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN BANTUAN ALAT BERAT TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA - 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH NOMOR 08 / Per / Dep.2 / XII / 2016 TENTANG

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1192, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Bantuan Sosial. Mikro dan Kecil. Pedoman

BERITA NEGARA. No.1192, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Bantuan Sosial. Mikro dan Kecil. Pedoman BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1192, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Bantuan Sosial. Mikro dan Kecil. Pedoman PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/Per/M.KUKM/VIII/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA BABI TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA BABI TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA BABI TAHUN 2016 Ternak Babi Vitamin dan Obatobatan Kandang Alat dan Bahan Biosekuriti Peralatan DIREKTORAT PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan ayam pedaging di Indonesia dimulai sejak tahun 1960, berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan masyarakat, mulai dari usaha skala rumah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jl. Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270 Telp. 5725058, 57906195

Lebih terperinci

TATACARA PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERIAN HIBAH

TATACARA PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBERIAN HIBAH LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PENUGASAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA TUGAS PEMBANTUAN PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 97/Penrentan/ar.140/12/2011 RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 97/Penrentan/ar.140/12/2011 RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, MENTI'Jl! I'VHTANIAN IUJ'IIIII.I h IN UON ESI A PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 97/Penrentan/ar.140/12/2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 01/Per/Dep.

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 01/Per/Dep. KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 01/Per/Dep.3/II/2014

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan No.611, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Penggunaan Dana Badan Usaha Terlebih Dahulu. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, perlu ditetapkan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penunjukan

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, perlu ditetapkan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Penunjukan Gubernur Jawa Barat KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 584.2/Kep. 1566-Diskop UMKM/2011 TENTANG PENUNJUKAN PT.BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN, Tbk SEBAGAI BANK PELAKSANA PENGELOLAAN DANA

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DIKABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DIKABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DIKABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

Nomor 72 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 72 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2010 TENTANG

Nomor 72 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 72 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2010 TENTANG 1 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 72 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2010 TENTANG PENYEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK UNTUK FASILITAS UMUM WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

NASKAH PERJANJIAN HIBAH DAERAH

NASKAH PERJANJIAN HIBAH DAERAH NASKAH PERJANJIAN HIBAH DAERAH ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT DENGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR : 900/ /NPHD/I.02/HK/TUBABA/2016 NOMOR : /NPHD/KPU.Kab-008.680696/2016

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK SEKOLAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Jln. Kusumanegara No. 9 Yogyakarta Telepon ( 0274 ) 512063 Faximile 581335 Website : disperindag.jogjaprov.go.id Kode Pos

Lebih terperinci

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA DALAM NEGERI DI BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN

Lebih terperinci

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Lebih terperinci

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Penyelenggaraan tugas pembantuan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan / atau

Lebih terperinci