BAB 2 2. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 2. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERI Defenisi nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP) sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang jelas, cenderung rusak, atau sesuatu yang tergambarkan seperti yang dialami. Defenisi di atas menjelaskan adanya hubungan pengaruh obyektif (aspek fisiologi dari nyeri) dan subyektif (aspek komponen emosi dan kejiwaan). Pengaruh subyektif erat kaitannya dengan pendidikan, budaya, makna situasi dan aktifitas kognitif, sehingga nyeri merupakan hasil belajar serta pengalaman sejak dimulainya kehidupan. Individualisme rasa nyeri ini sulit dinilai secara obyektif, walaupun dokter telah melakukan observasi atau menggunakan alat monitor. Baku emas untuk mengetahui seseorang berada dalam kondisi nyeri ataupun tidak adalah dengan menanyakannya langsung 19,20,21,26. Berdasarkan asalnya nyeri dibagi dua, yaitu nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri somatik yang berasal dari kulit disebut nyeri superfisial, sedangkan nyeri yang berasal dari otot rangka, tulang, sendi atau jaringan ikat disebut nyeri dalam. Nyeri superfisial cirinya tajam, lokasinya jelas, dan cepat hilang bila stimulasi dihentikan. Sedangkan nyeri dalam cirinya terasa tumpul, sulit dilokasi, dan cenderung menyebar ke sekitarnya. Nyeri visera bisa juga disebabkan oleh penarikan yang kuat dari organ-organ dalam abdomen, demikian juga karena spasme atau kontraksi yang kuat dari organ visera yang menimbulkan nyeri terutama bila disertai dengan aliran darah yang tidak adekuat 20,21.

2 Berdasarkan lamanya nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus nosiseptif dan koneksi sentral yang terlibat serta sistem saraf autonomik berdasarkan regionya karena perlakuan atau proses penyakit atau fungsi abnormal dari otot atau visera. Biasanya nyeri ini mudah dideteksi, lokasinya jelas, dan sebatas kerusakan jaringan 20,21. Nyeri kronik adalah nyeri yang menetap dialami lebih 3 bulan atau 6 bulan dari sejak mulai dirasakan nyeri. Defenisi yang lain mengatakan nyeri kronik adalah nyeri yang dialami selama waktu yang seharusnya perlukaan mengalami penyembuhan. Yang termasuk nyeri kronik adalah nyeri persisten yaitu nyeri yang menetap untuk waktu yang lama atau nyeri rekuren yaitu nyeri yang kambuh dengan interval tertentu 20,21. Nyeri karena pembedahan mengalami sedikitnya dua perubahan, pertama karena pembedahan itu sendiri, menyebabkan rangsang nosiseptif, kedua setelah pembedahan karena terjadinya respon inflamasi pada daerah sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia tersebut antara lain adalah prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, substansi P, lekotrein dimana zat-zat tersebut berperan pada proses transduksi dari nyeri 20,22,23, MEKANISME NYERI Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Nyeri pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan serta dalam proses bertahan hidup dengan melindungi organisme dari cedera berkepanjangan dan membantu proses pemulihan. Sebaliknya, nyeri maladaptif merupakan bentuk patologis dari sistem saraf 26. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksious yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, talamus, dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistim nosiseptif akan

3 bergeser fungsinya, dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak 19,26. Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksious atau noksious ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi 26. Nyeri inflamasi merupakan bentuk nyeri yang adaptif namun demikian pada kasus-kasus cedera elektif (misalnya: pembedahan), cedera karena trauma, atau rheumatoid arthritis, penatalaksanaan yang aktif harus dilakukan. Tujuan terapi adalah menormalkan sensitivitas nyeri. Nyeri maladaptif tidak berhubungan dengan adanya stimulus noksious atau penyembuhan jaringan. Nyeri maladaptif dapat terjadi sebagai respon kerusakan sistem saraf (nyeri neuropatik) atau sebagai akibat fungsi abnormal sistim saraf (nyeri fungsional) 26. Berbagai mekanisme yang mendasari munculnya nyeri telah ditemukan, mekanisme tersebut adalah: nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Pada kasus nyeri nosiseptif terdapat proses transduksi, transmisi, dan persepsi. Transduksi merupakan konversi stimulus noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi aktivitas listrik pada akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh reseptor ion channel yang spesifik. Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial dari akhiran saraf perifer ke sepanjang akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat. Transmisi merupakan bentuk transfer sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Kerusakan jaringan akan memacu pelepasan zat-zat kimiawi (mediator inflamasi) yang menimbulkan reaksi inflamasi yang diteruskan sebagai sinyal ke otak. Sinyal nyeri dalam bentuk impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf nosiseptor tidak bermielin (serabut C dan δ) yang bersinaps dengan neuron di kornu dorsalis

4 medulla spinalis. Sinyal kemudian diteruskan melalui traktus spinotalamikus ke korteks serebri, dimana nyeri dipersepsi, dilokalisir, dan diintepretasikan Sensitisasi perifer Cidera dan inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan kimiawi pada akhiran nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya seperti adenosin trifosfat dan ion K +, ph menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine, dan growth factor. Beberapa komponen tersebut di atas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators), dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsang berikutnya (nociceptor sensitizers). Sebagai contoh: adenosin trifosfat dilepaskan oleh sel yang cidera dan merangsang reseptor purin P 2x3, dan mengaktifkan nosiseptor. Secara berututan prostaglandin E2 (sebuah bentuk prostanoid) dan nerve growth factor berikatan pada reseptor prostaglandin E dan tirosin kinase A, menyebabkan sensitisasi pada terminal nosiseptor tanpa langsung menimbulkan aktivitas nosiseptor. Bradikinin akan mengaktifkan dan mensensitisasi nosiseptor dengan berikatan pada reseptor B 2 yang hanya terjadi setelah cidera ataupun inflamasi 26. Pembentukan prostanoid pada tempat cidera merupakan komponen utama reaksi inflamasi. Prostanoid terbentuk dari asam arakidonat dari membran fosfolipid oleh fosfolipase A 2. Cyclooxygenase-2 (COX-2) berperan mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin H, yang kemudian dikonversi menjadi spesies prostanoid yang spesifik, misalnya prostaglandin E 2. Cyclooxygenase-2 (COX-2) dipicu oleh interleukin 1-β dan tumor necrosis factor-α, yang keduanya terbentuk beberapa jam setelah permulaan inflamasi, sehingga obat anti inflamasi yang selektif menghambat COX-2 tidak efektif pada nyeri nosiseptif atau inflamasi yang berlangsung cepat 26. Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E 2 akan mereduksi ambang aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Aktivasi adenil siklase oleh prostaglandin E

5 akan meningkatkan kadar adenosine monofosfatsiklik, dan mengaktifkan protein kinase A. Protein kinase A dan protein kinase C akan menfosforilasi asam amino serine dan threonin. Fosforilasi akan menyebabkan perubahan aktivitas reseptor dan ion channel yang dramatik 26. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitasi akan muncul secara bersamaan (prostaglandin E 2, nerve growth factor, dan bradikinin), penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang, dan berperan besar dalam meningkatkan sensitivitas nyeri di tempat cidera atau inflamasi 26. Gambar 1. Sensitisasi yang menyebabkan hiperalgesia dan allodinia Keterangan: stimulus noksious dapat menyebabkan sensitisasi respon sistem saraf terhadap stimulus berikutnya. Respon nyeri yang normal ditunjukkan oleh kurva sebelah kanan. Pada cedera jaringan, kurva tersebut akan bergeser ke kiri, sehingga stimulus noksious dirasakan lebih nyeri (hiperalgesia), dan stimulus non noksious juga dirasakan sebagai nyeri (allodinia) Sensitisasi sentral Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cedera.

6 Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sinaptik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh input nosiseptor ke medula spinalis (activity dependent), kemudian terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent) 26. Secara umum proses sensitisasi sentral serupa dengan sensitisasi perifer. Diawali dengan aktivasi kinase intraseluler, memacu fosforilasi saluran ion dan reseptor, dan terjadi perubahan fenotip neuron. Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang massif ke dalam medulla spinalis, ini akan menjadikan jaringan saraf di dalam medulla spinalis menjadi hiperresponsif. Reaksi ini menyebabkan munculnya nyeri akibat stimulus non noksious (misalnya: nyeri akibat sentuhan ringan), dan daerah yang jauh dari jaringan cedera juga menjadi sensitif rangsangan nyeri (hiperalgesia sekunder) 26. Sensitisasi sentral membutuhkan aktivitas nosiseptor yang singkat dengan intensitas yang tinggi, misalnya: irisan kulit dengan skalpel. Sensitisasi sentral dapat juga terjadi akibat sensitisasi nosiseptor akibat inflamasi, dan aktivitas ektopik spontan akibat cidera saraf. Sensitisasi sentral merupakan urutan kejadian di kornu dorsalis yang diawali dengan pelepasan transmiter dari nosiseptor, perubahan densitas reseptor sinaptik, perubahan ambang, yang kesemuanya meningkatkan transmisi nyeri. Salah satu reseptor yang berperan utama dalam perubahan ini adalah reseptor N-Methyl D-Aspartat (NMDA). Selama proses sensitisasi sentral, reseptor ini akan mengalami fosforilasi, dan meningkatkan kepekaannya terhadap glutamat. Respon berlebih pada glutamat ditandai oleh hilangnya blokade ion Mg 2+ dan terjadi pembukaan ion channel yang lebih lama. Eksitabilitas membran dapat diaktifkan baik oleh input yang di bawah (subtreshold), dan respon berlebih pada input di atas ambang (supratreshold). Fenomena ini menyebabkan munculnya nyeri pada rangsang yang di bawah

7 ambang (allodinia), dan respon nyeri berlebih akibat rangsang nyeri (hiperalgesia), serta perluasan sensitivitas area yang tidak cedera (hiperalgesia sekunder) NOSISEPTOR Kata nociception yang berasal dari kata noci (bahasa latin untuk trauma atau luka), digunakan untuk menggambarkan hanya respon neural terhadap trauma atau stimulus noxious. Nosiseptor adalah reseptor nyeri yang ada di seluruh tubuh, letaknya terutama pada permukaan kulit, kapsula sendi, di dalam periosteum, serta di sekitar dinding pembuluh darah, ujung dari nosiseptor berada di dorsal horn dari medulla spinalis. Organ dalam juga mempunyai nosiseptor hanya saja jumlahnya lebih sedikit. Reseptor nyeri berupa ujung syaraf bebas dengan permukaan reseptor yang luas, sehingga kadang-kadang sulit untuk menentukan sumber nyeri secara tepat. 25,27 Nosiseptor sangat sensitif terhadap rangsangan noksius seperti suhu yang sangat ekstrem, kerusakan mekanik, bahan-bahan kimia terutama yang keluar akibat kerusakan sel. Stimuli yang sangat kuat dari ketiganya dapat menimbulkan nyeri. Stimuli pada dendrit nosiseptor menyebabkan depolarisasi, dan juga rangsangan tersebut mencapai akson dan melewati ambang potensial, maka stimulus akan diteruskan hingga mencapai susunan saraf pusat. 25, PERJALANAN NYERI Ada empat proses yang terjadi pada suatu nosiseptif yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. 1. Transduksi merupakan proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung syaraf. Rangsang ini dapat berupa stimuli fisik, kimia, ataupun panas. Ciri khas dari nosiseptor adalah tidak mengalami adaptasi

8 2. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi tadi melalui saraf sensorik. Impuls ini akan dibawa oleh serabut syaraf A Delta (mechanothermal receptor) dan serabut C (C-polymodal nociceptor) sebagai neuron pertama (dari perifer menuju kornu dorsalis medula spinalis). Pada kornu dorsalis ini, neuron pertama tersebut akan menyilang garis tengah dan naik melalui traktus spinotalamikus kontralateral menuju talamus, yang disebut sebagai neuron kedua. Pada neuron kedua inilah terjadi sensitisasi sentral. Neuron kedua ini kembali bersinaps di talamus dengan neuron ketiga yang memproyeksikan stimulus nyeri melalui kapsula interna dan korona radiata menuju girus postcentralis korteks serebri Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang dan merupakan bagian yang penting dari nyeri. Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi dapat berupa augmentasi (peningkatan), ataupun inhibisi (penghambatan) yang merupakan bagian dari descending neural tracts. Pada proses ini opioid endogen (beta-endorphins dan enkephalins) dan eksogen mempunyai peran untuk mengatasi nyeri dengan secara tidak langsung menghambat keluar masuknya kalsium dan potassium Persepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut mencapai korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut SISTEM DESCENDING Sistem descending tampaknya memiliki tiga komponen yang saling terkait secara fungsional utama: sistem opioid, noradrenergik, dan serotonergik. 29

9 2.5.1 Sistem opioid Sistem opioid terlibat dalam analgesia. Prekursor opioid (yaitu, proopiomelanocortin, proenkephalin, dan prodynorphin) dan peptida masingmasing (beta-endorphin, bertemu-dan leu-enkephalin, dan prodynorphin) yang ada dalam amigdala, hipotalamus, raphe magnus, dan dorsal horn Sistem noradrenergik Neuron noradrenergik mempunyai jalur dari locus caeruleus dan kelompok-kelompok sel noradrenergik lainnya di medulla dan pons. Jalur ini ditemukan di funiculus dorsolateral. Stimulasi daerah ini menghasilkan analgesia, seperti halnya administrasi (langsung atau intratekal) suatu agonis alfa 2-reseptor seperti klonidin ataupun deksmedetomidin Sistem serotonergik Banyak neuron pada raphe magnus yang diketahui mengandung serotonin (5-hydoxytryptamine atau 5-HT), dan mereka mengirimkan jalur untuk medulla spinalis melalui funiculus dorsolateral. Penghambatan farmakologis, atau lesi, dari raphe magnus dapat mengurangi efek morfin, dan pemberian 5-HT ke medulla spinalis akan menghasilkan efek analgesia Komponen dari Analgesia Descending Sel nosiseptif di dorsal horn dapat diaktifkan atau dihambat dengan stimulasi periaquaductal gray (PAG). Beberapa jenis neuron yang terlibat dalam pengendalian informasi nosiseptif berada di raphe magnus, sel-sel ini dinamakan sel on dan off. Sel on akan aktif sebelum penarikan kembali refleks nosifensif. Sel-sel ini dirangsang oleh input nosiseptif, akan tereksitasi oleh stimulasi dan dihambat oleh morfin. Sel memfasilitasi transmisi nosiseptif di dorsal horn. Sel off akan berhenti sebelum penarikan kembali refleks nosifensif. 29 Sel-sel ini dihambat oleh rangsangan noksius, akan tereksitasi oleh stimulasi elektrik dan morfin. Telah diterangkan bahwa opioid bertindak untuk

10 menghambat penghambatan interneuron (GABAergic) yang bekerja pada sel on dan off, dengan cara ini, menghasilkan efek eksitatori dari sel-sel. Selsel ini menghambat transmisi nosiseptif di dorsal horn Proyeksi ke Dorsal Horn Serabut saraf yang aslinya berasal dari inti yang terlibat dalam modulasi nyeri berakhir pada dorsal horn mayoritasnya di lamina I dan II dan di lamina lain, termasuk IV, V, VI, dan X ANALGESIA PREEMPTIF Analgesia preemptif dimulai dengan analgesia sebelum onset dari rangsangan melukai untuk mencegah sensitisasi sentral dan membatasi pengalaman nyeri selanjutnya. Analgesia preemptif mencegah kaskade neural awal yang dapat membawa keuntungan jangka panjang dengan menghilangkan hipersensitifitas yang ditimbulkan oleh rangsangan melukai 30,31,32. Pembedahan mungkin merupakan aplikasi klinis dimana teknik analgesia preemptif menjadi sangat efektif karena onset rangsangan yang kuat dapat diketahui. Oleh karena itu, potensi sensitisasi sentral muncul bahkan pada pasien tidak sadar yang tampak tidak respon secara klinis terhadap rangsangan pembedahan. 32, ANALGESIA PREVENTIF Pada tahun 1994 Kissin menambahkan istilah analgesia preventif pada analgesia preemptif dan menggunakan istilah analgesia preemptif hanya terbatas pada efek karena sensitisasi oleh bagian dari analgesia preventif yang dimulai sebelum pembedahan dan tidak termasuk waktu paska pembedahan. Jadi analgesia preventif adalah pemberian obat analgesia sebelum operasi dan dilanjutkan setelah operasi selesai. Katz membandingkan keluaran dari penelitian dengan pendekatan yang dirancang untuk membuktikan pencegahan hipersensitif dari nyeri. Dia melaporkan bahwa cara PRE melawan NO (analgesia preventif) menghasilkan efek yang positif lebih sering dibandingkan cara PRE lawan POST

11 (analgesia preemptif) dan secara umum, efek dengan cara PRE lawan NO terdapat jarak yang lebih besar. Hal ini menggambarkan bahwa pencegahan yang menyeluruh terhadap sensitisasi (tidak hanya disebabkan oleh luka karena sayatan tetapi juga karena trauma inflamasi) memiliki nilai klinis yang lebih baik 33. Gambar 2 Skematik preemptif analgesik dengan penekanan pada pencegahan sensitisasi sistem saraf selama perioperatif. Tipe nyeri tanpa intervensi ditunjukkan pada gambar A, dimana tergambar nyeri saat awal pembedahan dan selanjutnya berkembang menjadi hipersensitifiti. Gambar 2-B, analgesia diberikan setelah sensitisasi dapat menurunkan nyeri sedikit tetapi tidak memiliki keuntungan jangka panjang. Pada gambar 2-C, analgesia diberikan sebelum pembedahan membatasi nyeri dari mulai rangsangan dan menurunkan hipersensitifiti selanjutnya. Yang paling efektif adalah gambar 2-D.

12 2.8 MEKANISME KERJA OBAT ANALGETIK Obat analgesia dibagi dalam 2 golongan utama, yaitu yang bekerja di perifer dan yang bekerja di sentral. Golongan obat AINS bekerja di perifer dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Pada golongan analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis medula spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmiter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi. Dari beberapa mekanisme kerja opioid maka dapat diketahui bahwa opioid bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid di midbrain dan mengaktifkan sistem descending, bekerja pada reseptor opioid di transmisi second-order untuk menghambat sinyal nyeri dari sistem ascending, mengaktifkan reseptor opioid terminal sentral serat C di medulla spinalis untuk menghambat keluarnya neurotransmiter nyeri, mengaktifkan reseptor nyeri di perifer untuk menginhibisi aktivasi dari nosiseptor yang juga menghambat sel yang menghasilkan efek inflamasi FARMAKOLOGI OBAT AINS Obat analgesik antipiretik serta AINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walapun demikian obat-obat ini ternyata memiliki persamaan dalam efek terapi dan efek samping. Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efeknya berdasarkan pada penghambatan biosintesis prostaglandin (PG) 14, PERANAN PROSTAGLANDIN Di antara mediator-mediator reaksi lokal ini ditemukan prostaglandin. Semuanya diawali dengan degradasi fosfolipid membran sel menjadi asam arakhidonat, yang diperantarai oleh ensim fosfolipase A 2. Tahap pertama ini dihambat oleh kortikosteroid 27.

13 Sejak terbentuk asam arakhidonat terjadi dua jalur proses metabolisme : 1. Cara metabolisme melalui siklooksigenase yang berakhir dengan pembentukan prostaglandin, zat ini kemudian dilepaskan dan menimbulkan gangguan dan berperan dalam proses inflamasi: edema, menimbulkan rasa nyeri lokal, kemerahan (eritema) lokal. Selain itu meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf terhadap rangsang nyeri (nosiseptif) Cara metabolisme melalui lipo-oksigenase yang berakhir dengan terbentuknya leukotrien. Leukotrien meningkatkan daya kemotaktik polinuklear dan menghasilkan radikal bebas dengan akibat terjadinya lesi ENZIM CYCLOOXYGENASE (COX) Enzim Cyclooxygenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis sintesis prostaglandin dari asam arakidonat. PG memediasi sejumlah besar proses di tubuh termasuk inflamasi, nyeri, sekresi pelindung lapisan lambung, mempertahankan perfusi renal, dan aggregasi platelet. Obat AINS memblok aksi dari enzim COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin. Hal ini menghasilkan kedua efek, baik yang positif (analgesia, antiinflamasi) maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal dan perdarahan). Aktifitas COX dihubungkan dengan 2 isoenzim, yang ubiquitously dan constitutive diekspresikan sebagai COX-1 dan yang diinduksikan inflamasi COX-2. COX-1 terutama terdapat di mukosa lambung, parenkim ginjal dan platelet. Enzim ini penting dalam proses homeostatik seperti aggregasi platelet, keutuhan mukosa gastrointestinal dan fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat inducible dan diekspresikan terutama pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan menimbulkan inflamasi, demam, nyeri dan kardiogenesis. Keberadaan COX-2 bisa difasilitasi beberapa proses onkogenik, termasuk invasi tumor, angiogenesis dan metastase. Regulasi COX-2 yang transien di medulla spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan mungkin penting dalam sensitisasi sentral 14,35.

14 Kerusakan akibat insisi inflamasi Kerusakan saraf NSAID Pelepasan mediator Algogen Sitokoin, neurokin Kontrol dari peptide, reseptor dll Eksitasi sensori neuron Lokal anastesi Pelepasan transmiter di kornu dorsalis Opioid Eksitasi transmisi neuron Perangsangan saraf spinal NYERI Gambar 3. Tempat kerja obat analgetik 27 Obat AINS menghambat siklooksigenase, tanpa menghambat proses lipooksigenese dan menginduksi peningkatan ambilan asam arakhidonat yang dilepaskan oleh membran polinuklear, dengan tujuan mengurangi fraksi-fraksi utama yang dapat dimetabolisme oleh enzim lipooksigenase 27.

15

16 MEMBRAN FOSFOLIPID (-) Fosfolipase A2 Kortikosteroid ASAM ARAKHIDONAT Enzim siklooksigenase Enzim lipooksigenase (-) AINS PGE 2 Prostasiklin Tromboksan A 2 Leukotrien Ket (+) = memperkuat, (-) = penghambatan Gambar 4. Pengaruh AINS dan Kortikosteroid KETOROLAK Ketorolak adalah suatu OAINS yang menunjukkan efek analgesia yang potensi tetapi hanya memiliki aktifitas antiinflamasi yang moderat bila diberi secara intramuscular atau intravena. Obat ini dipakai sebagai analgesia paska pembedahan baik sebagai obat tunggal (kurang nyeri pada pasien rawat jalan) maupun suplemen dengan opioid. Ketorolak mempotensiasi aksi antinociceptif dari opioid. Hal yang berlawanan efek analgesia opioid tergantung dosis, ketorolak dan obat AINS lain menimbulkan efek pada analgesia paska

17 pembedahan. Ketorolak merupakan struktur alfa pengganti dari asam arilasetik, dimana secara struktural kimia berhubungan dengan indometasin 7,8,9,12,36. Penggunaan ketorolak sebagai obat analgesia tunggal intraoperatif dihubungkan dengan meningkatnya insiden bergeraknya pasien pada saat sayatan. Ketorolak 30 mg IM menghasilkan analgesia yang sebanding dengan 10 mg morfin atau 100 mg petidin 8. Keuntungan ketorolak sewaktu induksi adalah tidak adanya depresi pada kardiovaskuler maupun pernafasan. Tidak seperti opioid, ketorolak sedikit atau tidak mempengaruhi saluran empedu 7,9, Farmakokinetik Setelah injeksi intramuscular, maksimum plasma konsentrasi tercapai pada 30 sampai 60 menit, dan waktu paruh eliminasi sekitar 6-8 jam. Mula kerjanya adalah 10 menit. Efek puncak dicapai dalam 2-3 jam. Bioavailibilitas dari ketorolak dilaporkan sekitar %. Metabolisme berkonjugasi dengan asam glukoronik dan para hidroksilasi di hati. Obat dan hasil metabolitnya akan dikeluarkan melalui urin. Ikatan dengan protein melebihi 99 % dan bersihan obat ini menurun dibandingkan opioid. Bersihan menurun sebanding dengan bertambahnya usia pasien, dan dosis lebih kecil pada pasien yang lebih muda Farmakodinamik Bekerja di jalur siklooksigenase dari metabolisme asam arakidonat yang kemudian menghambat sintesis dari prostaglandin dan menghasilkan efek analgesia. a. Efek analgesia Pada percobaan di beberapa hewan animal, mempunyai efek analgesia kali lebih poten dibandingkan dengan aspirin, indometasin, naproksen dan fenil butazon. b. Efek anti inflamasi

18 Mempunyai anti inflamasi yang kurang dibandingkan dengan efek analgesinya. Efek antiinflamasinya hampir sama dengan indometasin. c. Efek pada fungsi platelet dan hemostasik Ketorolak menghambat asam arakhidonat dan kolagen mencetuskan agregasi platelet. Tidak ada interaksi dengan heparin dan menimbulkan efek pada waktu trombin dan waktu protrombin. d. Efek pada mukosa gastrointestinal Tergantung pada dosis untuk menimbulkan erosi mukosa gastrointestinal Efek Samping Masa perdarahan dapat meningkat pada pemberian ketorolak intravena dosis tunggal pada pasien yang mendapat anestesi spinal (blok setinggi Th 6) tetapi tidak pada pasien yang di anestesi umum. Perbedaan respon ini disebabkan reflek status hiperkoagulasi yang dihasilkan respon neuroendokrin karena stres pembedahan selama anestesi umum dibandingkan anestesi spinal 36. Bronkospasme yang mengancam nyawa dapat terjadi setelah pemberian ketorolak pada pasien nasal poliposis, asma, dan sensitif dengan aspirin. Toleransi silang antara aspirin dengan obat AINS lain sering terjadi. Ketorolak sedikit menyebabkan keracunan pada ginjal dengan keseimbangan cairan yang adekuat dipertahankan dan fungsi ginjal tidak tergantung pada prostaglandin ginjal. Pasien dengan gagal jantung kongesti, hipovolemia, atau sirosis hepatis melepaskan substansi vasoaktif, dimana prostaglandin merupakan kunci dari pencegahan konstruksi arteri di ginjal, yang bisa menurunkan aliran darah ke ginjal. Peningkatan enzim transaminase hati bisa terjadi pada pasien yang diterapi dengan ketorolak. Iritasi gastrointestinal dan perforasi, mual, sedasi, dan edema perifer dapat menyertai pemberian obat AINS. Pemberian berulang melalui

19 intramuscular dapat menimbulkan somnolen sekitar 7 %, nyeri pada tempat suntikan sekitar 2 %, berkeringat sekitar 1 %, sakit kepala, dan pruritus 7,8,12,36. Gambar 5. Rumus Bangun Ketorolak 2.13 FENTANYL PATCH Fentanil merupakan opioid sintetik yang agonis selektif yang bekerja terutama pada reseptor µ dengan sedikit berpengaruh pada reseptor δ dan κ. Fentanil merupakan opioid yang poten, mempunyai potensi analgesia kali efek morfin. Bersifat lipofilik yang memungkinkan masuk ke struktur susunan saraf pusat dengan cepat. Sistem transdermal menghantarkan fentanil, dari reservoir dengan jumlah yang hampir konstan per unit waktu. Perbedaan konsentrasi yang timbul antara larutan jenuh obat di dalam reservoir dan konsentrasi yang rendah di dalam kulit mendorong pelepasan obat fentanil bergerak ke arah konsentrasi yang lebih rendah dengan kecepatan yang ditentukan oleh membran pelepas kopolimer dan difusi fentanil melalui lapisan kulit. Meskipun kecepatan aktual penghantaran fentanil ke kulit berbeda selama periode pemakaian 72 jam, tiap sistim dilabel dengan fluks nominal yang mencerminkan jumlah rata-rata obat yang dihantarkan ke sirkulasi sistemik melalui kulit 12,37,38,39. Metabolit utama dari fentanil adalah norfentanil, sedangkan metabolit minornya adalah hidroksipropionil-fentanil dan hidroksipropionil-norfentanil, yang tidak mempunyai aktivitas farmakologi. Sejumlah kecil alkohol yang

20 tergabung dalam sistem peningkatan kecepatan fluks obat melalui membran kopolimer yang membatasi kecepatan dan meningkatkan permeabilitas kulit terhadap fentanil 12,37,38, Komponen dan Struktur Sistim Jumlah fentanil yang dilepas dari tiap sistim per jam sebanding dengan luas permukaan ( 25 μg/jam per 10 cm 2 ). Komposisi per unit area dari seluruh ukuran sistim adalah identik. Tiap sistim juga mengandung 0,1 ml alkohol USP per 10 cm 2, 37,38. Tabel Dosis dan ukuran Fentanyl Patch Dosis *(μg/jam) Ukuran (cm 2 ) Kadar fentanyl (mg) 12** 5 1, , , * kecepatan penghantaran nominal per jam ** kecepatan penghantaran nominal adalah 12,5 μg/jam. 36 Fentanyl patch merupakan sebuah unit rectangular transparan yang terdiri dari satu lapisan protektif dan empat lapisan fungsional. Dimulai dari permukaan terluar kearah permukaan yang berbatasan dengan kulit. Fentanyl patch yang ada di pasaran ada 2 jenis, yaitu dengan reservoir dan dengan matriks 36. Gambar 6. Skematis Fentanyl Patch 35,36

21 Lapisan film polyester panahan : 1. Membran kopolimer etilen-vinil asetat yang mengatur kecepatan penghantaran fentanil pada permukaan kulit. 2. Fentanil yang mengandung perekat silikon. 3. Lapisan protektif yang menutupi lapisan adesif 37,38. Fentanyl patch dengan matriks, mengandung glikol dipropilen yang bergabung dengan poliakrilat. Lebih kecil, tipis dan fleksibel yang memungkinkan pemakaiannya lebih nyaman, dan kemungkinan terjadinya kebocoran obat dan keracunan lebih kecil 36, Farmakokinetik Fentanyl Patch Setelah penempelan sistim fentanyl patch, konsentrasi fentanil serum akan meningkat mencapai jam sampai tercapai tahap plateu. Bila sistim ini dibiarkan tertinggal menempel, konsentrasi fentanil hanya akan meningkat sedikit setelah 24 jam. Setelah pelepasan sistim, konsentrasi fentanil akan menurun perlahan, dengan waktu paruh terminal mencapai jam 2, 37, Farmakodinamik Fentanyl Patch Opioid memediasi 3 reseptornya, µ, β, dan δ, dengan reseptor µ dibagi menjadi 2 yaitu µ1 dan µ2. Aktivasi dari setiap reseptor akan memberikan efek analgesik supraspinal dan spinal, menurunkan motilitas gastrointestinal, sedasi dan depresi pernafasan. Fentanil mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor µ, dan rendah pada δ dan β. Sifat analgesi dari fentanil 75 sampai 100 kali dari morfin, perbedaan ini kemungkinan karena sifat lipofilik dari fentanil yang memungkinkan lebih cepat melewati sawar darah otak 37.

22 2.14 LAPAROTOMI Merupakan istilah yang digunakan untuk tindakan operasi yang membuka kavum abdomen. Istilah diperkenalkan oleh Thomas Bryant, seorang ahli bedah yang berasal dari Inggris. Berasal dari bahasa Yunani, lapara yang artinya jaringan lunak yang berada antara tulang iga dan tulang panggul. Sedangkan tomi adalah tindakan insisi pada atau memotong pada bagian tersebut. Tindakan laparotomi bisa merupakan tindakan untuk mendiagnosa ataupun sebagai tindakan untuk menghilangkan gangguan yang menjadi dasar tindakan laparotomi INSTRUMEN PENGUKUR NYERI Alat pengukur derajat nyeri yang paling sering digunakan adalah Verbal Descriptor/Rater Scale (VDS/VRS), Numerical Rating Scale (NRS), dan Visual Analogue Scale (VAS) dikemukakan pada tahun 1948 oleh Keele, didasarkan pada 3-5 tingkat nyeri numerik yang menggambarkan kata tidak nyeri, nyeri sedikit (slight), nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat. Sementara itu Downie dkk pada tahun 1978 menggambarkan NRS sebagai garis horizontal atau vertikal yang ujung-ujungnya diberi nilai 0 menandakan tidak ada nyeri dan 10 menandakan nyeri yang berat 40. NRS sering dipakai oleh peneliti sebagai alat ukur tunggal maupun bersama-sama dengan VDS. Alat ukur VAS dikembangkan 70 tahun lalu dan mungkin saat ini menjadi yang paling luas digunakan untuk mengukur nyeri. Skala ini berupa garis lurus, biasanya panjangnya 100 mm, atau kadang-kadang 150 dan 160 mm. Ujung kiri garis ini melambangkan tidak ada nyeri sama sekali dan ujung kanannya melambangkan nyeri yang tak tertahankan. Pasien diminta untuk menandai satu titik pada garis itu yang menggambarkan tingkat nyeri yang dia rasakan. Intensitas nyeri ini diukur dari ujung garis yang paling kiri sampai tanda yang ditunjuk pasien, biasanya menggunakan satuan militer. Tingkat nyeri ini lalu dicatat sebagai nomor antara 0 sampai 100. Selain posisi horizontal, VAS juga dapat diposisikan vertikal, dan hasilnya tetap valid. Pada

23 umumnya VAS mudah digunakan, namun pada periode paska bedah VAS agak sulit untuk digunakan karena efek zat anestesia, mual dan penglihatan kabur 40. Dalam kajian pustakanya Coll dkk merekomendasikan VAS sebagai alat ukur nyeri paska bedah, bahkan untuk operasi rawat sehari (day surgery). Rekomendasi ini dikeluarkan mengingat alat ini telah digunakan secara luas, kualitasnya secara metodologis baik dan penggunaannya mudah, hanya menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi persoalan 41. Willianson dkk melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan memberikan kesimpulan antara lain : VAS secara statistik paling kuat strukturnya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio, perlu dicatat bahwa data VAS tidak selalu terdistribusi normal dan pasien tidak selalu menggunakan seluruh area skala, penggunaan VAS berulang dapat bervariasi sebanyak 20%, tingkat kesalahan penggunaan VAS dapat dikurangi dengan penjelasan yang baik kepada pasien, pasien dengan keterbatasan kognitif lebih sulit melaporkan rasa nyerinya, termasuk pula lebih sulit menggunakan VAS sebagai alat ukurnya, orang tua dan anak-anak yang kurang memiliki kemampuan abstrak lebih menyukai alat ukur verbal dari pada VAS. 40,41,42 Nilai VAS antara 0 sampai 40 (skala 0-100) dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai 5-44 berat. Nilai VAS 50 atau lebih membuat pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesik penyelamat (rescue analgetic). 41,42,43 Perubahan nilai VAS juga turut mempengaruhi kepuasan pasien. Penurunan nilai VAS kira-kira 10 (skala 0-100) atau 15% dirasakan sebagai nyeri menurun sedikit. Penurunan atau rasio 33% dianggap sebagai penurunan nyeri secara bermakna bagi pasien. Penurunan VAS hingga 66% dianggap sebagai penghilangan nyeri yang substansial. 42,43

24 2.16 KERANGKA KONSEP Pembedahan Luka operasi (sel yang cedera merangsang nosiseptor) Perifer Inflamasi Sentral NSAID Ketorolak OPIOID Fentanyl patch Nyeri setelah pembedahan Efek samping Nilai VAS Gambar 7. Kerangka Konsep

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan baik sensori maupun emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau potensial terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri menjadi masalah umum yang sering dikeluhkan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 dari 5 orang dewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasa didiagnosis

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Nyeri merupakan suatu persepsi sensorik yang sangat mengganggu pada manusia, baik orang dewasa maupun anak-anak. Berbeda dengan manusia dewasa yang mampu menyampaikan

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah

2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah Seorang pasien, laki2 57 th, dtg ke poliklinik dengan keluhan nyeri pd daerah lutu yang dialami sejak setahun yang lalu, kadang membengkak, nyeri terus menerus, terutama bila berjalan agak jauh. Riwayat

Lebih terperinci

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK Palembang 2014 PEDIATRI GAWAT DARURAT PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak Indonesia TUJUAN 1. Mengetahui skor penilaian nyeri dan sedasi pada bayi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. 7 Sedangkan The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. 7 Sedangkan The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Nyeri Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan

Lebih terperinci

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE DEFINISI Nyeri Suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak berkaitan yang dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERI Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Obat anti inflamasi terbagi 2 : 1. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kronis, bekerja di saraf perifer Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal Ex : Ibuprofen,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif memiliki komplikasi dan risiko pasca operasi yang dapat dinilai secara objektif. Nyeri post

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah sensasi emosional berupa perasaan tidak nyaman pada daerah tertentu. Hal tersebut terjadi akibat adanya suatu kerusakan jaringan. Kerusakan

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Nyeri Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan

Lebih terperinci

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan BAB 1 PEDAULUA aat ini perkembangan obat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. bat yang tersedia saat ini, terutama obat-obat analgesik sangat umum dan banyak digunakan. ebagian besar penyakit yang timbul

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 2. masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang. klien dalam merawat dirinya (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal

BAB 2. masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang. klien dalam merawat dirinya (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal BAB 2 A. Konsep Pelayanan Asuhan Keperawatan 1. Defenisi Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, selain menimbulkan penderitaan, nyeri sebenarnya merupakan respon pertahanan. Menurut International

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.4. Konsep Nyeri 2.1.1. Definisi Nyeri Nyeri adalah pengalaman perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan modalitas sensorik yang memperingatkan tentang suatu tanda trauma atau pun cedera yang terjadi dalam tubuh. Nyeri juga merupakan sensasi enteroceptive

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera pulpa dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Tanda inflamasi secara makroskopis diantaranya tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit di dunia menyebabkan semakin perlunya pengembangan obat baru, di mana obat baru tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI NYERI A. PENGERTIAN Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori serta

Lebih terperinci

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Menurut International Association Study of Pain (IASP), nyeri adalah bentuk pengalaman emosional, sensasional subjektif, dan tidak menyenangkan yang berpotensi untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayu et al (2015), tentang hubungan derajat nyeri dismenorea terhadap penggunaan obat anti inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

Pain Management. Disusun Oleh : Viva Vianadi

Pain Management. Disusun Oleh : Viva Vianadi Pain Management Disusun Oleh : Viva Vianadi 030.08.254 Fakultas Kedokteran Trisakti Tugas Referat Bagian Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo 2013 Pendahuluan Nyeri merupakan problem yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat sering menyebutnya dengan kata sunat. Khitan ini. menjadi suatu kewajiban bagi sebagian besar pria.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat sering menyebutnya dengan kata sunat. Khitan ini. menjadi suatu kewajiban bagi sebagian besar pria. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Sirkumsisi a. Definisi Sirkumsisi Di Indonesia sirkumsisi lebih dikenal dengan istilah khitan atau masyarakat sering menyebutnya dengan kata sunat. Khitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri 2.1.1 Definisi nyeri Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber: Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar. menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar. menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan olahraga sekarang ini telah benar-benar menjadi bagian masyarakat kita, baik pada masyarakat atau golongan sosial ekonomi rendah sampai menengah ke atas.

Lebih terperinci

Pendahuluan. Nyeri orofasial, bergantung dari penyebab utamanya, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis nyeri, yaitu: 1

Pendahuluan. Nyeri orofasial, bergantung dari penyebab utamanya, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis nyeri, yaitu: 1 Bab 1 Pendahuluan Nyeri orofasial, bergantung dari penyebab utamanya, secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis nyeri, yaitu: 1 1. Nyeri musculoskeletal (Musculoskeletal pain) 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme untuk merespon bagian yang mengalami luka. Respon terhadap luka ini terdiri dari proses homeostasis, fase inflamasi, fase proliferatif, dan

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi nyeri Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. International Association

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Rataan nilai temperatur tubuh ( 0 C) dari setiap perlakuan dan kontrol selama induksi dengan Metil-N-Nitrosourea dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci