KETAHANAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea sp.) DARI HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETAHANAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea sp.) DARI HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)"

Transkripsi

1 KETAHANAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea sp.) DARI HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) FANJI SANJAYA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN FANJI SANJAYA. E Ketahanan Alami Kayu Meranti Merah (Shorea sp.) dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. dan Prof. Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr. Penggunaan kayu meranti merah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tidak diimbangi dengan tersedianya pasokan kayu yang diterima dari hutan alam. Perubahan pasokan kayu dari hutan alam ke hutan tanaman memberikan perubahan terhadap kayu yang dihasilkan. Kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman memiliki karakteristik cepat tumbuh (fast growing), rotasi pendek, berdiameter kecil, memiliki sifat fisis mekanis yang rendah dan memiliki keawetan yang rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai perbedaan ketahanan alami kayu meranti merah (Shorea sp.) yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Penelitian ini menggunakan kayu meranti merah yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman di Kalimantan Barat dengan diameter masing-masing 30 cm. Pengambilan contoh uji dilakukan berdasarkan asal kayu (hutan alam dan hutan tanaman), posisi batang (batang atas dan batang bawah), dan bagian kayu (teras dan gubal). Pengujian dilakukan dengan metode umpan paksa terhadap rayap tanah dengan mengacu pada standar JIS K Ketahanan alami kayu dapat diketahui dari persentase kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu meranti merah yang berasal dari hutan alam memiliki ketahanan alami yang lebih tinggi dibandingkan kayu meranti merah yang berasal dari hutan tanaman terhadap serangan rayap tanah. Asal kayu dan bagian kayu memberikan pengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap. Sedangkan posisi kayu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap. Selain itu, bagian kayu teras memiliki ketahanan alami yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu gubal. Kata kunci: Meranti merah, hutan alam, hutan tanaman, ketahanan alami, rayap tanah

3 DHH Natural Resistance of Red Meranti (Shorea sp.) from Natural Forest and Plantation Forest against Subterranean Termite (Coptotermes curvignathus Holmgren) by Fanji Sanjaya 1, Yusuf Sudo Hadi 2, Sulaeman Yusuf 3 INTRODUCTION: The use of red meranti to supply the needs of human life is not matched by the availability of timber supply from natural forest. Changes in timber supply from natural forest to plantation forest provide changes to the timber produced. Timber produced from plantation forest have the characteristics are fast growing, short rotation, small diameter, has a low mechanical physical properties, and low durability. Therefore, it is necessary to study the differences in the natural resistance of red meranti (Shorea sp.) from natural forests and plantation forest against subterranean termite (Coptotermes curvignathus Holmgren). MATERIAL AND METHODS: This study uses red meranti from natural forest and plantation forest in West Kalimantan, with diameters 30 cm. Sampling is based on the origin of wood (natural forest and plantation forest), position of the trunk (top trunk and bottom trunk), and wood section (heartwood and sapwood). Tests conducted by the method of force feeding test against subterranean termite with reference to JIS K standard. Natural resistance of wood can be determined from the percentage of sample weight loss and termite mortality. RESULT AND DISCUSSION: The results showed that the origin of wood and wood section affected significantly weight loss and termite mortality. While the position of the trunk does not affect sample weight loss and termite mortality. Red meranti from natural forest has higher natural resistance than the red meranti from plantation forest against subterranean termite. Furthermore, heartwood has higher natural resistance than the sapwood. Key words: Red meranti, natural forest, plantation forest, natural resistance, sebterranean termite 1 Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB 2 Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB 3 Researcher of Research and Development Unit for Biomaterials, LIPI

4 KETAHANAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea sp.) DARI HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) FANJI SANJAYA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Alami Kayu Meranti Merah (Shorea sp.) dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Fanji Sanjaya NRP E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Ketahanan Alami Kayu Meranti Merah (Shorea sp.) dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.) Nama : Fanji Sanjaya NRP : E Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. NIP Prof. Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang, Jawa Barat pada tanggal 08 Juli 1990 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Hasan Sadikin dan Ibu Ade Juwitasari. Penulis memperoleh pendidikan yang dimulai dari SD Negeri Margasari I Pabuaran Kabupaten Subang yang diselesaikan pada tahun 2002 dan melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Pabuaran Kabupaten Subang dan lulus pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Situraja Kabupaten Sumedang pada tahun 2005 dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi / Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2011 penulis memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di sejumlah organisasi diantaranya adalah menjadi ketua Kelompok Minat Biokomposit Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) , staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM FAHUTAN) , staf Kementrian Lingkungan Hidup BEM KM IPB , dan wakil ketua Organanisasi Mahasiswa Daerah Sumedang (OMDA Wapemala) Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Papandayan dan Kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang, Garut. Pada tahun 2011, penulis juga melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Intracawood Manufacturing, Tarakan, Kalimantan Timur pada tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Ketahanan Alami Kayu Meranti Merah (Shorea sp.) dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. dan Prof. Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Ketahanan Alami Kayu Meranti Merah (Shorea sp.) dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) yang bertujuan untuk mengetahui ketahanan alami kayu meranti merah (Shorea sp.) yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memenuhi tujuan penyusunan serta memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. Bogor, September 2012 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Ketahanan Alami Kayu Meranti Merah (Shorea sp.) dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Penelitian ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr. dan Prof. Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu serta senantiasa memberikan bimbingan, saran dan koreksi kepada penulis sejak perencanaan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS. selaku dosen penguji pada ujian komprehensif dan Prof. Dr. Ir. Muh Yusram Massijaya, MS. selaku ketua sidang ujian komprehensif. 3. Keluarga tercinta, Papah dan Mamah atas seluruh kasih sayang, doa dan semangat yang selalu mengalir tanpa henti. Teh Arisma Dewi serta A Endi atas semangat dan dukungannya baik materiil maupun imateriil. 4. Nia Kurniawati yang selalu memberi semangat, dukungan, dan doa. 5. Didi Tarmadi, S.Hut. yang telah memberi motivasi dan bantuan selama penelitian di LIPI. 6. Teman-teman satu bimbingan yang selalu berbagi semangat, bantuan serta dukungan : Lizza Verinita, Fasi Kristophani, Shinta Hernawati. 7. Teman-teman THH 45 atas bantuan, kebersamaan, dan keceriaannya. 8. Teman-teman OMDA Sumedang (Wapemala) atas dukungannya selama ini. 9. Teman-teman THH 44, 46 dan 47, serta teman-teman Fahutan 45 atas kebersamaan selama ini. 10. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan dan dukungan dicatat sebagai pahala oleh Allah SWT.

10 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meranti (Shorea spp.) Hutan Alam Hutan Tanaman Rayap Tanah Keawetan Alami Kayu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Cara Pengambilan Contoh Uji Persiapan Contoh Uji Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Bentuk Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)... 24

11 ii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 29

12 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Penggolongan kelas awet kayu Persentase kehilangan berat contoh uji kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman Perbandingan persentase kehilangan berat bagian kayu dari hutan alam dan hutan tanaman Hasil analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji Persentase mortalitas rayap kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman Perbandingan persentase mortalitas rayap antara bagian kayu dari hutan alam dan hutan tanaman Hasil analisis sidik ragam mortalitas rayap contoh uji... 24

13 iv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Posisi pembagian batang kayu meranti Penampang melintang kayu Potongan contoh uji Botol uji metode JIS K Bentuk serangan rayap (C. curvignathus) terhadap sampel kayu meranti... 25

14 v DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Data pengujian kehilangan berat dan mortalitas rayap Analisis uji statistik terhadap nilai kehilangan berat Analisis uji statistik terhadap nilai mortalitas rayap Gambar contoh uji sebelum dan sesudah pengujian... 33

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan suatu bahan baku yang memiliki manfaat yang sangat bernilai bagi manusia, diantaranya sebagai bahan konstruksi, meubel, barang kerajinan, kayu bakar, peralatan rumah tangga dan lainnya. Salah satu kayu asli Indonesia yang sudah dipakai secara komersial adalah kayu meranti (Shorea spp.). Penggunaan kayu meranti untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tidak diimbangi dengan tersedianya pasokan kayu yang diterima dari hutan alam. Pemerintah telah memberikan kebijakan untuk membangun hutan tanaman yang menyebabkan perubahan pasokan kayu dari hutan alam ke hutan tanaman. Berdasarkan data statistik Departemen Kehutanan tahun 2010, dari 42,11 juta m 3 produksi kayu di Indonesia, sebanyak 18,65 juta m 3 diantaranya merupakan hasil hutan tanaman. Perubahan ini memberikan perubahan pula terhadap karakteristik kayu yang dihasilkan. Kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman memiliki karakteristik yang berbeda dengan kayu dari hutan alam, yaitu cepat tumbuh (fast growing), rotasi pendek, berdiameter kecil, memiliki sifat fisis mekanis yang rendah dan memiliki keawetan yang rendah (Syafii 1999). Kayu tidak terlepas dari sasaran bagi organisme perusak, khususnya rayap. Rayap membutuhkan selulosa yang terdapat dalam kayu sebagai makanannya. Kayu dari hutan tanaman yang cepat tumbuh dan berdiameter kecil biasanya ketahanan alami yang dimiliki sangat rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai perbedaan ketahanan alami kayu meranti merah yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman. Selain itu, kayu teras umumnya memiliki kandungan zat ekstraktif yang lebih tinggi dari kayu gubal yang dapat mempengaruhi tingkat keawetan kayu.

16 2 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui keawetan alami kayu meranti merah yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman. 2. Mengetahui perbedaan ketahanan alami bagian kayu teras dan gubal pada bagian atas dan bawah berdasarkan asal kayu meranti merah tersebut. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perbedaan keawetan alami kayu meranti merah (Shorea sp.) yang berasal dari hutan alam dan hutan tanaman terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).

17 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Meranti (Shorea spp.) Meranti (Shorea spp.) merupakan salah satu jenis pohon hutan penghasil kayu utama yang berasal dari Indonesia dan mendominasi hutan hujan dataran rendah di wilayah Indonesia bagian barat. Meranti termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae, terdiri dari 194 jenis dengan empat kelompok besar yaitu meranti merah, meranti putih, meranti kuning dan meranti balau. Di kawasan Asia Tenggara (Thailand, Indonesia, dan Malaysia), meranti merah terdiri dari 70 jenis. Sementara itu, meranti putih, meranti kuning, dan meranti balau masing-masing terdiri dari 22 jenis, 33 jenis, dan 38 jenis (Mulyana & Asmarahman 2010). Empat kelompok besar dalam genus Shorea, yaitu : 1. Meranti Merah Pohon-pohon kelompok meranti merah umumnya besar dan berbanir. Batang merekah atau bersisik dan berdamar. Kulit luar dan kulit dalam tebal, berurat-urat, dan berwarna merah atau kemerah-merahan (Al-Rasyid et al. 1991). Warna kayu terasnya sangat bervariasi mulai hampir putih, coklat pucat, merah muda, merah kecoklatan, sampai merah tua kecoklatan. Kayu gubalnya mudah dibedakan, umumnya berwarna putih kotor, kekuningan, sampai coklat sangat muda. Meranti merah mempunyai BJ antara 0,30-0,86 dan rata-rata 0,52. Meranti merah mempunyai kelas awet III-IV dan kelas kuat III-IV. Meranti merah biasa digunakan untuk vinir dan kayu lapis, perabot rumah tangga, bahan bangunan, kayu perkapalan, daun pintu dan jendela, alat musik, dan peti pengepak. Jenis yang termasuk dalam kelompok meranti merah antara lain: Shorea leprosula Miq., Shorea acuminata, Shorea compressa, dan Shorea gysbertsiana (Pandit & Kurniawan 2008). 2. Meranti Putih Jenis meranti putih merupakan pohon besar, batangnya berwarna coklat tua atau kelabu, dan berdamar yang warnanya kuning pucat. Kulit luarnya tebal dan kulit dalamnya berlapis-lapis (Al-Rasyid et al. 1991). Kayu terasnya berwarna hampir putih bila masih segar, lambat laun berubah menjadi kuning kecoklatan,

18 4 atau kuning muda. Kayu gubalnya juga berwarna putih kekuningan. Meranti putih mempunyai BJ antara 0,42-0,91 dan rata-rata 0,63. Meranti putih mempunyai kelas awet III-IV dan kelas kuat II-III. Meranti putih biasa digunakan untuk vinir dan kayu lapis, papan partikel, perabot rumah tangga, lantai bahan bangunan dan perkapalan. Kayu meranti putih sukar dikerjakan karena cepat menumpulkan alat. Hal ini disebabkan karena meranti putih mengandung banyak silika. Jenis yang termasuk dalam kelompok meranti putih antara lain: Shorea javanica, Shorea bracteolata, Shorea koordersii, Shorea lamellata, Shorea retinodes, dan Shorea sororia (Pandit & Kurniawan 2008). 3. Meranti Kuning Pohon-pohon kelompok meranti kuning kecil atau besar. Kulit batangnya retak-retak, bersisik, atau merekah, dan berdamar yang warnanya coklat atau hitam. Kulit luar tipis, kulit dalam berwarna kekuningan (Al-Rasyid et al. 1991). Kayu terasnya berwarna kuning muda atau coklat kuning muda, sedangkan kayu gubalnya berwarna lebih terang dari kayu terasnya, yaitu kuning cerah bila masih segar dan lama-kelamaan berubah menjadi putih kelabu karena adanya pewarnaan akibat serangan jamur biru. Meranti kuning mempunyai BJ antara 0,37-0,86 dan rata-rata 0,56. Meranti kuning mempunyai kelas awet III-IV dan kelas kuat II-III. Meranti kuning biasa digunakan untuk vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas, perabot rumah tangga, kayu perkapalan, dan papan partikel. Jenis yang termasuk dalam kelompok meranti kuning antara lain Shorea xanthophylla, Shorea gibbosa, Shorea multiflora, Shorea acuininatissiwa, Shorea hopeifolia, dan Shorea faguehfiana (Pandit & Kurniawan 2008). 4. Meranti Balau Meranti balau umumnya besar dan berbanir, kulit batang retak-retak panjang, merekah atau mengelupas, dan berdamar. Kulit luar berwarna coklat hingga kemerah-merahan, kulit dalam berwarna ungu kekuningan sampai kemerahan. Jenis yang termasuk dalam kelompok meranti balau adalah Shorea atrinervosa, Shorea maxwelliana, dan Shorea elliptica (Al-Rasyid et al. 1991). Meranti dapat tumbuh di hutan dataran rendah, hutan pegunungan, hutan rawa, hutan gambut, dan area bekas ladang (Mulyana & Asmarahman 2010). Menurut Al-Rasyid et al. (1991), di Indonesia jenis-jenis Shorea banyak tersebar

19 5 di Indonesia meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Sebagian besar jenis meranti terdapat pada daerah beriklim basah dan kelembaban tinggi, di bawah ketinggian tempat 800 m dpl, tipe hujan A dan B menurut Schmidt dan Ferguson (curah hujan di atas 2000 mm per tahun dengan musim kemarau yang pendek). Jenis-jenis Shorea menghendaki tanah kering yang bereaksi asam, bersolum dalam dan banyak mengandung liat. Jenis tanah tempat tumbuh Shorea adalah podsolik merah kuning, podsolik kuning, dan latosol (Al- Rasyid et al. 1991). Menurut Syamsuwida (2002) dalam Mulyana dan Asmarahman (2010), lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pohon meranti, diantaranya adanya naungan pohon pionir, kelembapan udara yang rendah, suhu tanah, dan kompetisi antar vegetasi. 2.2 Hutan Alam Hutan alam adalah hutan yang ditumbuhi pohon-pohon secara alami dan sudah ada sejak dulu kala. Hutan alam yang dapat bertahan tanpa ada campur tangan manusia atau tidak terjadi eksploitasi hutan disebut hutan primer. Hutan primer terpelihara dengan baik sering disebut hutan perawan atau virgin forest. Sedangkan hutan yang telah terdapat intervensi manusia didalamnya atau juga faktor bencana alam dapat terbentuk hutan alam sekunder. Menurut Bruenig (1996), hutan alam disusun oleh pohon-pohon asli, tumbuh secara alami di tempat itu, dan memiliki struktur yang menyerupai atau identik dengan hutan alam primer. Indonesia mempunyai hutan alam yang sangat luas, tetapi semakin hari luasan hutan alam ini terus berkurang. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia kehilangan 1,6-2 juta hektar hutan alam setiap tahun. Hutan alam Indonesia pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae, yang merupakan jenis kayu yang laku di pasaran, sehingga hutan alam ini merupakan sasaran eksploitasi. Komposisi jenis penyusun hutan alam di Indonesia berbeda-beda tergantung lokasi tempat tumbuhnya hutan tersebut. Jenis-jenis pohon di hutan alam Indonesia bagian barat berbeda dengan Indonesia bagian timur walaupun ada juga jenis yang menyebar luas dari barat sampai ke timur. Ada beberapa zona

20 6 tumbuhan hutan alam di Indonesia yaitu zona hutan alam bagian barat, zona hutan alam bagian timur dan zona peralihan. 2.3 Hutan Tanaman Menurut Bruenig (1996), hutan tanaman adalah hutan yang telah dibangun dengan cara penanaman atau dengan cara menyebarkan (biji) pada lahan yang gundul, padang rumput, lahan terbuka pada hutan sekunder, belukar, atau lahan bekas tebang habis pada hutan primer, yang kemudian dimodifikasi dan dimanipulasi menjadi hutan. Hutan tanaman dibangun dengan teknik silvikultur dan ditanami jenis-jenis tanaman tertentu untuk tujuan pelestarian lingkungan dan menjadi suplai bahan baku industri. Hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan dapat dibangun oleh suatu lembaga ataupun perorangan. Di Pulau Jawa dan Madura, Pengelolaan sumber daya hutan termasuk pembangunan hutan tanaman dikelola oleh suatu Badan Usaha Milik Negara berbentuk Perusahaan Umum yang disebut Perhutani. Telah diketahui dengan luas bahwa hutan tanaman di pulau Jawa didomimasi oleh jenis tanaman Jati (Tectona grandis) dan merupakan sisa peninggalan jaman penjajahan Belanda. Hutan-hutan tanaman ini masih terus dikelola oleh Perhutani untuk memproduksi kayu bahan baku industri. Pada pekarangan dan lahan-lahan milik rakyat dapat ditanami jenis-jenis pohon hutan yang dijadikan hutan tanaman. Hutan tanaman seperti ini ditanam oleh perorangan atau kelompok masyarakat sebagai suatu usaha meningkatkan pendapatan. Pembuatan hutan tanaman yang dilakukan biasanya ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian atau lebih dikenal dengan istilah "agroforestry". Hutan tanaman yang diperuntukan sebagai penghasil bahan baku industri dinamakan Hutan Tanaman Industri. Hutan tanaman dapat ditanam secara monokultur atau polikultur. Penanaman secara monokultur hanya mempergunakan satu jenis tanaman, sedangkan secara polikultur mempergunakan berbagai jenis tanaman. Pada hutan tanaman industri komposisi tegakan hutannya terdiri dari jumlah jenis yang terbatas bahkan seringkali monokultur, dalam keadaan yang

21 7 demikian ekologinya cenderung untuk memacu peningkatan populasi hama penyakit seperti halnya yang terjadi pada ekosistem pertanian. Selain itu, hutan tanaman monokultur kurang dapat memanfaatkan total energi matahari yang jatuh karena lapisan tajuknya hanya satu, selain itu juga tidak terjadi stratifikasi perakaran yang dapat menyebabkan kebocoran hara. 2.4 Rayap Tanah Agen-agen biologis menjadi penyebab utama dalam kemunduran kualitas kayu, seperti cendawan yang menyebabkan noda, pelunakan, dan pembusukan; pengebor laut, terutama cacing laut dan kerang-kerang laut kecil; serangga termasuk rayap dan semut (Bowyer et al. 2003). Rayap merupakan serangga pemakan kayu (Xylophagus) dan bahan-bahan yang mengandung selulosa. Rayap dikelompokkan ke dalam tujuh famili yaitu Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodoteritidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae dan Termitidae. Enam famili pertama digolongkan sebagai rayap tingkat rendah dan famili Termitidae sebagai rayap tingkat tinggi. Di dalam usus belakang rayap tingkat rendah terdapat protozoa yang berperan sebagai simbion dalam proses mencerna selulosa. Sedangkan pada rayap tingkat tinggi peranan protozoa digantikan oleh bakteri (Nandika et al. 2003). Menurut Tarumingkeng (2001) pada dasarnya rayap adalah serangga daerah tropika dan subtropika. Namun kini penyebarannya meluas ke daerah beriklim sedang (temperate) dengan batas-batas 500 o LU dan 500 o LS. Di daerah tropika rayap dapat ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 meter dari permukaan laut. Menurut Nandika et al. (2003), rayap merupakan serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Rayap tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya. Dalam setiap koloni rayap, umumnya terdapat tiga kasta, yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Borror et al. 1992). Dalam setiap koloni rayap umumnya terdapat tiga kasta yang diberi nama menurut fungsinya masing-masing yaitu kasta reproduktif (raja dan ratu), kasta prajurit dan kasta pekerja. Tarumingkeng (2000), menyatakan bahwa setiap koloni rayap terdapat tiga kasta sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu:

22 8 1. Kasta reproduktif Kasta reproduktif terdiri dari reproduktif primer dan sekunder. Kasta reproduktif primer merupakan sepasang imago (raja dan ratu) yang semasa hidupnya bertugas menghasilkan telur. Apabila rayap kasta reproduktif mati, sepasang rayap kasta reproduktif sekunder akan menggantikannya. Pada masa persilangan (swarming), rayap kasta reproduktif akan terbang keluar sarang dalam jumlah besar. Masa persilangan merupakan masa perkawinan sepasang imago bertemu menanggalkan sayapnya kemudian mencari tempat baru yang sesuai untuk perluasan koloni. Menurut Nandika et al. (2003), ratu rayap dapat mencapai ukuran panjang 5-9 cm atau lebih. Peningkatan ukuran tubuh ini terjadi karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh. Pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak dapat bergerak aktif dan tampak malas. Pekerjaan ratu semasa hidupnya hanya menghasilkan telur, sedangkan makannya dilayani oleh para pekerja. Seekor ratu dapat hidup 6 sampai 20 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun. Seekor ratu rayap dapat menghasilkan ribuan telur (Tarumingkeng 2001). 2. Kasta prajurit Rayap dari kasta prajurit mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mempunyai mandibel yang kuat. Dalam koloni, rayap kasta prajurit bertugas untuk melindungi koloninya dari gangguan yang mungkin timbul selama siklus hidup koloni. Rayap kasta prajurit menyerang musuhnya dengan mandibel yang dapat menusuk, mengiris dan menjepit. Selain menggunakan mandibel untuk menyerang musuh, juga mengeluarkan cairan hasil sekresi kelenjar frontal atau kelenjar saliva melalui mulut. Rayap tanah kasta prajurit memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat. Antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung di ujungnya, batas antar sebelah dalam dari mandibel sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm. Lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm. Panjang badan 5,5-6,0 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al. 2003).

23 9 3. Kasta pekerja Rayap kasta pekerja merupakan anggota koloni yang sangat penting dalam koloni rayap. Setiap populasi dalam koloni rayap tidak kurang dari 80% populasi merupakan kelompok kasta pekerja. Kasta ini umumnya berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Kasta pekerja antara lain bertugas memberi makan kepada seluruh anggota koloni, merawat telur serta membuat dan memelihara sarang. Nandika et al. (2003) menyatakan bahwa kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan. Rayap inilah yang sering menghancurkan tanaman, kayu, mebel, dan bahan berlignoselulosa lainnya. Bahkan kadang-kadang mereka memakan rayap lain yang lemah sehingga hanya individu-individu yang kuat saja yang dipertahankan. Semua ini merupakan mekanisme pengaturan keseimbangan kehidupan di dalam koloni rayap. Pembentukan kasta pekerja, prajurit, ratu atau raja dari nimfa muda dikendalikan secara alami oleh bahan kimia yang disebut feromon. Feromon adalah hormon yang dikeluarkan dari kelenjar endokrin, menyebar keluar tubuh dan mempengaruhi individu lain yang sejenis (Tarumingkeng 2001). Menurut Tarumingkeng (2000), kemampuan mendeteksi makanan dimungkinkan karena rayap dapat menerima setiap bau yang esensial bagi kehidupannya melalui lubang-lubang tertentu yang terdapat pada rambut-rambut yang tumbuh diantenanya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromon itu sendiri. Rayap tanah merupakan rayap perusak kayu yang paling ganas di Indonesia. Hal tersebut dikaitkan dengan aktifitas makan rayap yang memiliki daya cerna selulosa yang cukup tinggi diimbangi dengan tingginya populasi flagelata di usus dengan rata-rata ekor flagelata per rayap. Jarak jelajah yang dapat ditempuh oleh rayap tanah dalam mencari makanannya sampai 480 meter (Nandika 1995 dalam Suyono 2009). Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu: 1. Trophallaxis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut.

24 10 2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap. 3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam keadaan kekurangan makanan. 4. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya. Menurut Yusuf dan Utomo (2006), secara umum rayap tanah dapat memakan kayu kira-kira sebanyak 2-3% dari berat badannya setiap hari. Faktor faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsinya adalah keadaan lingkungan, ukuran badan dan besar-kecilnya koloni. Rayap tanah Coptotermes curvignathus dikenal sebagai hama tanaman yang utama. Beberapa jenis tanaman perkebunan dan kehutanan diserang hama tersebut. Seperti rayap lainnya, Coptotermes curvignathus juga tidak suka cahaya. Untuk menghindar dari cahaya, rayap membuat lubang kembara agar bebas dari cahaya (Nandika et al. 2003). Adapun taksonomi dari Coptotermes curvignathus Holmgren antara lain: Kelas : Insecta Ordo : Blattodea Famili : Rhinotermitidae Subfamili : Coptotermitidae Genus : Coptotermes Spesies : Coptotermes curvignathus Holmgren. 2.5 Keawetan Alami Kayu Menurut Martawijaya et al. (1981), keawetan alami kayu merupakan ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu, yang tentu saja bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, posisi dalam batang dan lain-lain (Nandika et al. 1996). Meskipun tidak semua zat ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat (Wistara et al. 2002).

25 11 Menurut Hawley (1966) dalam Syafii (1996), daya racun zat ekstraktif dari kayu teras lebih tinggi dibandingkan daya racun zat ekstraktif kayu gubal pada jenis kayu yang sama. Hal ini disebabkan pada kayu teras terdapat zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang terdapat dalam kayu seperti tanin, alkaloid, saponin, fenol, quinone, dan damar (Tsoumis 1991). Daya racun zat ekstraktif yang diperoleh dari kayu teras berbagai jenis tersebut sangat berkaitan erat dengan keawetan alami jenis kayu yang bersangkutan. Hal menyebabkan keawetan alami setiap jenis kayu berbeda-beda bahkan pada jenis kayu yang sama dan pada batang kayu yang sama. Menurut Sumarni dan Muslich (2007), terdapat variasi kelas awet pada suatu jenis kayu terhadap organisme perusak yang berbeda. Jenis kayu yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap suatu organisme perusak belum tentu mempunyai ketahanan yang sama terhadap organisme perusak lainnya. Dengan demikian, keawetan alami suatu jenis kayu bersifat relatif karena dipengaruhi oleh faktor dari dalam (zat ekstraktif) dan luar (jenis organisme perusak, suhu dan kelembaban) kayu. Di Indonesia penggolongan keawetan kayu dibagi menjadi lima kelas awet yaitu kelas I (yang paling awet) sampai dengan kelas V (yang paling tidak awet). Penggolongan keawetan kayu didasarkan pada umur pakai kayu dalam kondisi penggunaan yang selalu berhubungan dengan tanah lembab dimana terdapat koloni rayap (Tabel 1). Tabel 1 Penggolongan kelas awet kayu Kelas Awet Umur Pakai (Tahun) I > 8 II 5-8 III 3-5 IV 1-3 V <1 Sumber: Nandika et al. 1996

26 12 Penggolongan kelas awet kayu ini hanya berlaku untuk dataran rendah tropik dan tidak termasuk ketahanan terhadap organisme penggerek di laut (Nandika et al. 1996).

27 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Desember 2011 sampai dengan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan Biodegradasi UPT Balitbang Biomaterial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong - Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan elektrik, oven, desikator, tabung acrylic, penjepit, tissue, box container, cawan petri, plastik pembungkus, alat tulis dan kamera. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kayu meranti merah (Shorea sp.), rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren), dental cement, dan air. 3.3 Lokasi Pengambilan Contoh Uji Contoh uji kayu meranti merah diambil dari kawasan hutan di Kalimantan Barat (Pontianak), area tersebut dibawah pengawasan PT Sari Bumi Kusuma. Kayu yang dijadikan contoh uji diambil dari pohon meranti merah hutan tanaman berumur 11 tahun dengan diameter 30 cm, dan pohon meranti merah hutan alam dengan umur tidak diketahui berdiameter 30 cm. 3.4 Cara Pengambilan Contoh Uji Kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman masing-masing dibagi menjadi 2 bagian posisi batang, yaitu bagian atas dan bawah. Batang yang diambil setelah 1 meter dari pangkal pohon disebut batang bawah dengan panjang 3 meter, kemudian diatas batang bawah disebut batang atas dengan panjang 3 meter.

28 14 Gambar 1 Posisi pembagian batang kayu meranti. Batang tersebut selanjutnya diambil potongan berdasarkan bagian kayu teras dan gubalnya pada masing-masing posisi batang atas dan bawah. Gambar 2 Penampang melintang kayu. Pada masing-masing kayu teras dan gubal, kayu dipotong menjadi contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 1 cm. Contoh uji yang dipakai sebanyak 3 buah untuk masing-masing asal kayu, posisi kayu, dan bagian kayu. Gambar 3 Potongan contoh uji.

29 Persiapan Contoh Uji Contoh uji kayu meranti merah dipilih dengan memperhatikan perbedaan asal kayu dari hutan alam dan hutan tanaman, teras atas dan bawah serta gubal atas dan bawah masing-masing berukuran 2 cm x 2 cm x 1 cm dengan ulangan pengujian sebanyak 3 kali. Contoh uji dioven selama 72 jam dengan suhu 60 ± 2 C untuk mendapatkan nilai berat kering oven kayu sebelum pengujian (W 1 ). Pengujian keawetan terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) mengikuti metode force feeding test (umpan paksa) yang diadopsi dari standar JIS K Botol uji terbuat dari tabung acrylic dengan dasar berupa dental cement. Contoh uji dimasukkan ke dalam botol uji diatas permukaan dental cement. Gambar 4 Botol uji metode JIS K Sebanyak 150 ekor rayap tanah dari kasta pekerja dan 15 ekor rayap kasta prajurit dimasukkan ke dalam botol uji. Selanjutnya botol uji diletakkan dalam wadah yang bawahnya telah diberi tissue basah dan ditempatkan di ruangan gelap selama 3 minggu. Selama pengujian diusahakan agar kelembaban botol uji tetap terjaga dan rayap yang mati dikeluarkan dari botol uji. Setelah 3 minggu botol uji dibongkar, dilakukan penghitungan rayap yang masih hidup untuk mengetahui nilai mortalitas rayap uji. Contoh uji kayu dicuci, dioven selama 72 jam dengan suhu 60 ± 2 C dan ditimbang (W 2 ). Hasil pengujian dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan:

30 16 Keterangan : WL = Kehilangan berat contoh uji kayu / weight loss (%) W 1 W 2 = Berat kering oven contoh uji kayu sebelum pengujian (gram) = Berat kering oven contoh uji kayu setelah pengujian (gram) Mortalitas rayap yang diamati dalam standar ini hanya mortalitas rayap kasta pekerja. Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan persamaan : Keterangan: D = Jumlah rayap yang mati (ekor) 150 = Jumlah rayap pekerja pada awal pengujian (ekor) 3.6 Analisis Data Analisis data hasil pengujian dilakukan dengan mengukur seluruh data yang terkumpul dari setiap parameter. Nilai parameter tersebut dibandingkan dengan nilai parameter yang lain pada variabel dependent yang sama. Selain itu, nilai-nilai yang diperoleh juga dibandingkan dengan standar yang digunakan sehingga diketahui parameter yang memenuhi standar. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) Faktorial dengan tiga faktor. Faktor α bertaraf 2, yaitu asal kayu (hutan alam dan hutan tanaman), Faktor β bertaraf 2, yaitu posisi batang (bagian atas dan bagian bawah). Faktor γ bertaraf 2, yaitu bagian kayu (teras dan gubal). Masing-masing menggunakan tiga kali ulangan. Respon yang diamati pada penelitian adalah kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap. Model rancangan percobaan untuk mengetahui pengaruh asal kayu, posisi batang, bagian kayu terhadap kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap tersebut adalah : Y ijk = µ +α i + β j + γ k + (αβ) ij + (αγ) ik + (βγ) jk + (αβγ) ijk +ε ijkl i = 1,2 ; j = 1,2 ; k = 1,2 dan l = 1,2,3

31 17 Dimana : Y ijk = Nilai respon yang mendapat pengaruh perlakuan asal kayu ke-i, posisi batang ke-j, bagian kayu ke-k pada ulangan ke-l µ = Rataan umum dari respon yang diukur αi = Pengaruh asal kayu taraf ke-i βj = Pengaruh posisi batang taraf ke-j γk = Pengaruh bagian kayu taraf ke-k (αβ)ij = Pengaruh interaksi antara asal kayu taraf ke-i dan posisi batang taraf ke-j (αγ)ik = Pengaruh interaksi antara asal kayu taraf ke-i dan bagian kayu taraf ke-k (βγ)jk = Pengaruh interaksi antara posisi batang taraf ke-j dan bagian kayu taraf ke-k (αβγ)ijk = Pengaruh interaksi antara asal kayu taraf ke-i, posisi batang taraf ke-j dan bagian kayu taraf ke-k ε ijkl = Faktor kesalahan percobaan karena pengaruh asal kayu level ke-i, posisi batang level ke-j, dan bagian kayu taraf ke-k, serta ulangan ke-l (galat percobaan). Pengujian statistik dilakukan pada selang kepercayaan 95% yaitu kriteria alpha 0,05. Perlakuan dinyatakan berpengaruh nyata apabila P value menghasilkan nilai lebih kecil dari alpha. Sedangkan perlakuan dinyatakan tidak berpengaruh nyata apabila P value menghasilkan nilai lebih besar dari alpha. Jika berdasarkan hasil analisis ragam ditemukan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji, maka dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan. Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows.

32 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.). Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan menggunakan metode JIS K dengan masa pengumpanan selama 21 hari, diperoleh nilai rata-rata kehilangan berat kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persentase kehilangan berat contoh uji kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu Posisi Batang Bagian Kayu WL rata-rata (%) Hutan Alam Atas Teras 2,66 Gubal 2,83 Bawah Teras 2,24 Gubal 2,76 Hutan Tanaman Atas Teras 2,72 Gubal 3,59 Bawah Teras 2,66 Gubal 3,42 Dari data tersebut, dapat terlihat perbedaan persentase kehilangan berat kayu meranti merah dari hutan alam. Kayu teras bagian atas dan bawah berturutturut sebesar 2,66% dan 2,24%, sedangkan pada kayu gubal atas dan bawah berturut-turut sebesar 2,83% dan 2,76%. Persentase kehilangan berat tertinggi baik pada kayu bagian atas maupun bagian bawah terdapat pada kayu gubal, hal ini dikarenakan kayu teras memiliki keawetan alami yang tinggi disebabkan adanya zat-zat yang bersifat toxic (racun) dalam zat ekstraktif (Pandit & Kurniawan 2008). Sedangkan persentase kehilangan berat pada posisi batang atas

33 19 memiliki nilai yang lebih tinggi daripada batang bawah. Brown (1952) menyatakan bahwa berat jenis kayu pada umumnya semakin menurun dari pangkal batang, pucuk dan cabang. Rayap biasanya menyerang bagian yang kurang padat, jadi bagian kayu awal dari riap tumbuh tahunan lebih disukai (Darrel 1987). Semakin kecil persentase kehilangan berat contoh uji menunjukkan bahwa semakin sedikit bagian contoh uji yang dimakan oleh rayap tanah C. curvignathus. Hal ini mungkin dapat diakibatkan oleh adanya pengaruh kandungan zat ekstraktif dengan jumlah yang sesuai dengan kondisi yang tidak disukai oleh rayap sehingga contoh uji yang dimakan oleh rayap sangat sedikit. Kehilangan berat kayu meranti merah dari hutan tanaman dengan perbedaan nilai kehilangan berat pada kayu teras bagian atas dan bawah berturutturut 2,72% dan 2,66%, serta kayu gubal bagian atas dan bawah berturut-turut 3,59% dan 3,42%. Persentase kehilangan berat tertinggi baik pada kayu bagian atas maupun bagian bawah terdapat pada kayu gubal, hal ini dikarenakan kayu teras memiliki keawetan alami yang tinggi. Sedangkan persentase kehilangan berat pada posisi batang atas memiliki nilai yang lebih tinggi daripada batang bawah. Hal tersebut juga terdapat pada hutan alam, dimana kayu teras memiliki keawetan yang lebih tinggi daripada kayu gubal. Keawetan kayu teras diperoleh dari unsur-unsur pokok zat ekstraktif yang berperan sebagai bahan-bahan pengawet alami (Darrel 1987). Nandika et al. (1996) menyatakan bahwa keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang jumlahnya bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, dan posisi dalam batang. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami setiap jenis kayu berbeda-beda bahkan pada jenis kayu yang sama dan pada batang kayu yang sama. Tabel 3 Perbandingan persentase kehilangan berat bagian kayu dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu Bagian Kayu WL rata-rata (%) Hutan Alam Teras 2,45 Gubal 2,80 Hutan Tanaman Teras 2,69 Gubal 3,51

34 20 Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui persentase kehilangan berat pada kayu hutan alam dan hutan tanaman untuk bagian kayu teras berturutturut adalah 2,45% dan 2,69%, sedangkan untuk bagian kayu gubalnya sebesar 2,80% dan 3,51%. Kayu teras hutan alam memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil daripada hutan tanaman dan kayu gubal hutan alam memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil daripada hutan tanaman. Jadi, dapat diketahui bahwa kayu meranti merah hutan alam memiliki keawetan alami yang lebih tinggi dibandingkan kayu meranti merah dari hutan tanaman dengan diameter batang yang sama yaitu 30 cm. Kayu meranti merah dari hutan tanaman merupakan kayu meranti cepat tumbuh dengan adanya perlakuan silvikultur yang menyebabkan pertumbuhannya bertambah dalam waktu yang lebih singkat. Sedangkan pada hutan alam, kayu tumbuh dengan alami hanya dengan dukungan faktor alam sehingga pertumbuhan lebih lama untuk mencapai diameter tertentu, namun memiliki kematangan kayu yang lebih baik dari hutan tanaman. Wistara et al. (2002) menyatakan bahwa umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat dan umur kayu memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Pengujian secara statistik juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh asal kayu, posisi batang, bagian kayu, serta interaksi antar ketiganya terhadap kehilangan berat contoh uji. Tabel 4 Hasil analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji Faktor DB JK KT F Sig. Asal Kayu 1 1,357 1,357 6,611 0,021 * Posisi Batang 1 0,190 0,190 0,927 0,350 tn Bagian Kayu 1 2,014 2,014 9,812 0,006 ** Asal Kayu x Posisi Batang 1 0,024 0,024 0,118 0,736 tn Asal Kayu x Bagian Kayu 1 0,338 0,338 1,645 0,218 tn Posisi Batang x Bagian Kayu 1 0,025 0,025 0,122 0,732 tn Asal Kayu x Posisi Batang x 1 0,078 0,078 0,382 0,545 tn Bagian Kayu Error 16 3,285 0,205 Keterangan : * = nyata, ** = sangat nyata, tn = tidak nyata

35 21 Hasil yang diperoleh menunjukkan faktor asal kayu dan bagian kayu masing-masing memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata terhadap kehilangan berat. Hal ini menunjukan bahwa kayu meranti merah dari hutan alam dan bagian kayu teras masing-masing memiliki keawetan alami yang tinggi dibandingkan kayu dari hutan tanaman dan bagian kayu gubal. Namun posisi kayu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji. Hal ini diduga karena posisi kayu pada pohon memiliki komposisi kimia yang tidak begitu berbeda antara batang atas dan batang bawah dengan jarak potong yang berdekatan dan pengambilan contoh secara acak pada masing-masing posisi kayu sesuai bagian kayu. Jika dilihat dari hubungan antar faktor, tidak ada interaksi yang memberikan pengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji. 4.2 Mortalitas Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) Parameter lain yang digunakan dalam pengujian tingkat keawetan kayu adalah mortalitas rayap. Persentase mortalitas rayap diperoleh dari perhitungan rayap yang mati selama masa pengujian sampel. Menurut Supriana (1983) dalam Islami (2011) perilaku makan rayap di alam berbeda dengan di laboratorium. Di alam rayap bebas untuk memilih sendiri lingkungan yang paling sesuai bagi hidupnya. Sedangkan di laboratorium, rayap akan memakan bahan (umpan) yang diberikan. Pada awalnya rayap tanah akan menyesuaikan diri dengan lingkungan pada botol uji. Kemudian akan memakan contoh uji yang diberikan. Rayap yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru umumnya mati pada awal pengujian. Bagi rayap yang lebih tahan, akan memilih untuk tidak makan, kemudian lambat laun rayap akan bertambah lemah dan mati.

36 22 Tabel 5 Persentase mortalitas rayap kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu Posisi Batang Bagian Kayu Mortalitas (%) Hutan Alam Atas Teras 93,56 Gubal 90,67 Bawah Teras 98,89 Gubal 89,11 Hutan Tanaman Atas Teras 91,33 Gubal 85,33 Bawah Teras 93,11 Gubal 87,56 Tabel 5 dapat menunjukkan perbedaan nilai mortalitas rayap pada masingmasing contoh uji kayu meranti merah dari hutan alam dan hutan tanaman. Pada kayu meranti merah dari hutan alam, kayu teras bagian atas dan bawah memiliki nilai mortalitas rayap berturut-turut yaitu 93,56% dan 98,89%, sedangkan kayu gubal bagian atas dan bawah masing-masing sebesar 90,67% dan 89,11%. Kayu gubal bagian atas memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada bagian bawah. Namun, kayu teras bagian atas pada hutan alam ini memiliki mortalitas yang lebih rendah daripada bagian bawah. Persentase nilai mortalitas rayap berbanding terbalik dengan persentase kehilangan beratnya. Semakin besar kematian rayap maka kehilangan berat contoh uji semakin kecil, atau sebaliknya. Mortalitas rayap dimungkinkan terjadi oleh senyawa bioaktif dalam zat ekstraktif yang diduga bersifat racun dan merusak sistem saraf rayap sehingga mengakibatkan sistem saraf rayap tersebut tidak berfungsi yang akhirnya dapat mematikan rayap. Namun, faktor lingkungan pada saat pengujian juga mempengaruhi besar kecilnya mortalitas rayap. Dalam penelitian ini, suhu dan kelembapan ruang selama pengujian belum dapat dikendalikan. Menurut Nandika et al. (2003), kelembaban dan suhu merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan menyebabkan perubahan perkembangan, aktivitas, dan perilaku rayap.

37 23 Pada contoh uji kayu meranti merah dari hutan tanaman diperoleh informasi mortalitas rayap pada kayu teras bagian atas dan bagian bawah berturutturut sebesar 91,33% dan 93,11%, sedangkan pada kayu gubal bagian atas dan bawah berturut-turut sebesar 85,33% dan 87,56%. Mortalitas tertinggi terdapat pada kayu teras baik bagian atas maupun bawah dibandingkan kayu gubalnya. Selain faktor zat ekstraktif kayu dan faktor lingkungan, sifat kanibalistik dan necrophagy yang ada pada rayap juga memungkinkan terjadinya mortalitas rayap yang lebih tinggi. Rayap-rayap yang tidak menyukai makanan yang ada akan kelaparan, lemas, dan mati. Rayap-rayap yang lemah atau sakit akan dibunuh dan dimakan oleh rayap-rayap yang lebih aktif. Selain itu, dengan sifat nekrofagnya rayap aktif akan memakan bangkai sesamanya untuk bertahan hidup dan efisiensi koloni. Nandika et al. (2003) mengemukakan bahwa sifat ini akan semakin terlihat bila rayap kekurangan makanan. Perilaku ini merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan keseimbangan koloni. Perbandingan mortalitas rata-rata antara hutan alam dan hutan tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan persentase mortalitas rayap antara bagian kayu dari hutan alam dan hutan tanaman Asal Kayu Bagian Kayu Mortalitas rata-rata (%) Hutan Alam Teras 2,45 Gubal 2,80 Hutan Tanaman Teras 2,69 Gubal 3,51 Persentase rata-rata mortalitas rayap antara kayu meranti hutan alam dan hutan tanaman untuk bagian kayu teras berturut-turut sebesar 96,23% dan 92,22%, sedangkan untuk bagian kayu gubalnya berturut-turut sebesar 89,89% dan 86,45%. Kayu meranti hutan alam memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada hutan tanaman, baik pada kayu teras maupun kayu gubalnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kayu meranti merah dari hutan alam memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan partikel Papan partikel adalah papan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat organik ataupun sintesis kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten 1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan yaitu mulai dari bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto)

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto) Keawetan Alami Sembilan Jenis Kayu dari Kampus Dramaga Institut Pertanian Bogor terhadap Serangan Rayap (Natural Durability of Nine Woods Species Grown in Dramaga Campus Bogor Agricultural University against

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November 2011 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan

Lebih terperinci

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Rayap Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Blatodea, kelas heksapoda yang dicirikan dengan metamorfosis sederhana, bagian-bagian mulut mandibula.

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi TINJAUAN PUSTAKA Keawetan Alami Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan (Duljapar,

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan Serat Berkerapatan Sedang (Medium Density Fiberboard, MDF) Medium Density Fiberboard (MDF) adalah papan serat yang dibuat melalui proses kering dengan perekat sintetis

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Visual Kayu Pengamatan visual kayu merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat dampak akibat serangan jamur pelapuk P. ostreatus terhadap contoh uji kayu

Lebih terperinci

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA 4 Pengantar Jenis-jenis rayap (Ordo Isoptera) merupakan satu golongan serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada kayu yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas 4 TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledoneae, Family

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mahoni Mahoni merupakan famili Meliaceae yang meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq (mahoni daun kecil). Daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemunduran Mutu Kayu Bowyer et al. (2003) menyebutkan bahwa faktor penyebab kemunduran (deteriorasi) mutu kayu terbagi dalam dua kelompok besar yaitu faktor biologis dan faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut Nandika, dkk (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN Ruli Herdiansyah.

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI BERBAGAI DAERAH DENGAN SUHU DAN KELEMBABAN YANG BERBEDA HENDRA NOVIANTO E

BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI BERBAGAI DAERAH DENGAN SUHU DAN KELEMBABAN YANG BERBEDA HENDRA NOVIANTO E BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI BERBAGAI DAERAH DENGAN SUHU DAN KELEMBABAN YANG BERBEDA HENDRA NOVIANTO E 24104068 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN

KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

KETAHANAN TIGA JENIS KAYU HUTAN RAKYAT TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH

KETAHANAN TIGA JENIS KAYU HUTAN RAKYAT TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH i KETAHANAN TIGA JENIS KAYU HUTAN RAKYAT TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH LIZZA VERINITA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ii RINGKASAN LIZZA VERINITA. E24080078. Ketahanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala RAYAP MACROTERMES GILVUS (HAGEN) (ISOPTERA: TERMITIDAE) SEBAGAI HAMA PENTING PADA TANAMAN JARAK PAGAR (J. CURCAS) DI KEBUN INDUK JARAK PAGAR (KIJP) PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT (The Macrotermes gilvus Hagen

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour Oleh : Ita Lestari A34301058 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH KAYU DAN ANYAMAN BAMBU BETUNG

KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH KAYU DAN ANYAMAN BAMBU BETUNG KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH KAYU DAN ANYAMAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) DINA SUKMA RIA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tumbuhan Tuba Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth (WH, 1992). Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rayap Coptotermes curvignathus Hobngren Rayap dikenal sebagai serangga sosial yang berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam koloni-koloni dan membagi kegiatan-kegiatan utamanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan Macam Kayu Menurut Susunannya Pengetahuan Bahan Bagian Melintang Permukaan Kayu KAYU MASAK Gambar ini menunjukkan pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu teras, dengan nama lain pohon kayu teras Perbedaan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Kehilangan Berat Setelah dilakukan proses pengumpanan terhadap rayap tanah selama empat minggu, dari data yang diperoleh dilakukan pengujian secara statistik untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai bulan Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengawetan Kayu Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

KETAHANAN PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG KAYU KARET

KETAHANAN PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG KAYU KARET 1 KETAHANAN PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) NIA WIDYASTUTI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I.MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari 2014. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci