Kemandirian Anak Tunggal. Juli Kurniawati Wiraswasta Malang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kemandirian Anak Tunggal. Juli Kurniawati Wiraswasta Malang"

Transkripsi

1 Juli Kurniawati Wiraswasta Malang Abstract: Single child has a position as the only child in the family, so getting the love, care and full facilities of the parents. So that the independence of the child is very interesting to study. The sample was 4 at the age of years. The research aims to determine the status of a single child's independence at early teens. The method used is qualitative research. From the research 3 of 4 subjects studied possess independence, whereas one subject does not possess the independence. Key Words: Autonomy and Only Child Abstrak: Anak tunggal memiliki kedudukan sebagai satu-satunya anak di dalam keluarga, sehingga mendapatkan kasih sayang, perhatian dan fasilitas penuh dari orang tua. Sehingga kemandirian anak tunggal sangat menarik untuk diteliti. Sampel yang digunakan berjumlah 4 orang dengan usia tahun. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemandirian anak yang berstatus tunggal pada usia remaja awal. Metode yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif. Dari hasil penelitian 3 dari 4 subyek yang diteliti memiliki sifat kemandirian, sedangkan 1 subyek tidak memiliki sifat kemandirian. Kata Kunci: Kemandirian dan Anak Tunggal Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap tergantung kearah kemandirian. Pada mulanya seorang anak akan bergantung pada orangorang disekitarnya terutama orang tua hingga waktu tertentu. Kemudian secara perlahanlahan anak melepaskan ketergantungan sehingga tercapailah kemandirian. Tercapainya kemandirian akan menjadi seseorang tidak tergantung pada orang-orang disekitarnya, anak akan mampu mengatur dirinya secara bertanggung jawab, mengambil keputusan Alamat Korespondensi: Juli Kurniawati kurniawati_juli88@gmail.com secara mandiri, juga mampu memaknai seperangkat prinsip-prinsip nilai. Rice mengemukakan pencapaian kemandirian bagi remaja merupakan sesuatu hal yang tidak mudah, karena pada remaja terjadi pergerakan psikososial dari arah lingkungan keluarga menuju lingkungan luar keluarga. Remaja berusaha melakukan pelepasan-pelepasan yang selama ini dialami pada masa kanak-kanak dengan segala sesuatunya serba diatur dan ditentukan oleh orang tua. Pemutusan ikatan infantil yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak seringkali menimbulkan reaksi yang sulit dipahami bagi kedua belah pihak baik remaja maupun orang tua (Aspin: 2007). 76 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 76 2 DESEMBER 2013

2 Pencapaian kemandirian memang bukan hal yang mudah bagi remaja, namun kemandirian tetap harus diraih karena kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan selanjutnya. Keberhasilan remaja dalam mencapai kemandirian memerlukan reaksi-reaksi yang tepat dari keluarga dan orang-orang disekitarnya. Tuntutan yang besar terhadap kemandirian memang muncul pada masa remaja, namun kemandirian perlu ditanamkan sejak usia dini. Mu tadin (2002) mengemukakan kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terusmenerus dan dilakukan sejak dini. Pernyataan Mu tadin mengisyaratkan keluarga memiliki peran penting dalam mengembangkan kemandirian seseorang, keluarga tempat individu tinggal bersama sejak kecil merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi individu. Orang tua merupakan pemegang peranan utama disebuah keluarga dalam mengasuh dan membimbing remaja untuk meraih kemandirian. Diperlukan keluarga yang mampu mengasuh dan membimbing remaja kearah kemandirian agar kemandirian remaja berkembang dengan baik. Orang tua yang kurang memberikan kesempatan kepada remaja untuk belajar membuat keputusan secara tepat dapat membuat remaja cenderung menggantungkan pengambilan keputusan secara tepat kepada orang lain meskipun keputusan tersebut berkaitan dengan kepentingan tanpa berusaha untuk mengambil keputusan secara mandiri. Mu tadin (2002) menyatakan kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Ali dan Asrori (2011) menyatakan pola ISSN : asuh sebagai salah satu faktor yang sering disebut korelat bagi perkembangan kemandirian. Korelat-korelat yang dimaksud meliputi gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah dan sistem kehidupan dimasyarakat. Berdasarkan jenis-jenis pola asuh sebagaimana disebutkan oleh Baumrind dalam Steinberg (2002) pola asuh yang diterapkan orang tua adalah pola asuh authoritarian, permissive-indulgent dan permissiveindifferent. Steinberg (2002) mengutip pendapat beberapa ahli mengenai karakteristik remaja terkait dengan pola asuh yang diterapkan orang tua sebagai berikut: pemuda yang diasuh dalam rumah tangga yang authoritative lebih kompeten dalam psikososial dibandingkan sebayanya yang diasuh dalam rumah tangga yang authoritarian, indulgent atau indifferent. Remaja yang diasuh dalam rumah tangga authoritarian, kondisinya berlawanan, mereka lebih tergantung, lebih pasif, adaptasi sosial rendah, penjagaan dirinya rendah dan keingintahuan intelektualnya rendah. Banyak remaja yang diasuh dalam rumah tangga indulgent sering kali memiliki kematangan yang rendah, lebih tidak bertanggung jawab, lebih mengikuti kelompoknya dan memiliki kemampuan yang minim dalam hal kepemimpinan. Banyak remaja yang diasuh dalam rumah tangga yang indifferent sering kali impulsif dan lebih berpeluang terlibat dalam perilaku kenakalan dan dalam pengalaman seks sebelum waktunya, obat-obatan terlarang dan alkohol. Sarwono (2008) mengungkapkan mengenai kondisi kemandirian anak-anak di Indonesia: rasa ketergantungan pada orang tua dikalangan anak-anak Indonesia lebih besar lagi karena memang dikehendaki oleh orang 77

3 Juli Kurniawati tua. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh psikolog bangsa Turki bernama C. Kagitcibasi yang meneliti sejumlah orang tua diseluruh dunia. Dalam penelitian itu terbukti bahwa ibu-ibu dari suku Jawa dan Sunda mengharapkan anak menurut pada orang tua (Jawa: 88%, Sunda 81%). Demikian juga peran ayah dari kedua Suku tersebut berharapan yang sama (Jawa: 85%, Sunda: 76%). Harapan itu berbeda keadaannya dari bangsa-bangsa Korea, Singapura dan Amerika Serikat. Pada bangsa-bangsa tersebut lebih banyak orang tua yang berharap agar anaknya bisa mandiri (Ibu Korea:62%, Ibu Singapura:60%,Ibu Amerika Serikat:51%, ayah Korea:68%, ayah Singapura:69%, ayah Amerika Serikat:43%). Gambaran kondisi kemandirian anak-anak Indonesia seperti dipaparkan pada hasil penelitian C. Kagitcibasi menunjukkan kemandirian anakanak Indonesia terkait dengan perlakuan orang tua merupakan salah satu masalah yang patut mendapatkan perhatian. Demikian juga anak tunggal di Indonesia dimungkinkan besar sekali menurut kepada orang tuanya,mitositu yaitu: anak tunggal selalu agresif, pendiam tidak suka bercanda, punya teman khayalan, manja, egois, menang sendiri, sulit mandiri dan kekanak-kanakan atau terkadang cepat dewasa. Setiap anak mempunyai tempat yang unik dalam keluarga. Sering kita mengenal adanya anak sulung, anak bungsu, anak tengah, ataupun anak tunggal. Bila kita mendengar anak sulung maka asosiasi kita adalah anak yang cepat dewasa, berwibawa dan lain-lain. Bila kita mendengar anak bungsu maka asosiasi kita adalah anak yang manja, tidak tegas serta lemah lembut. Begitu pula bila kita mendengar tentang anak tunggal,yaitu sudah lama masyarakat pada umumnya dan pendidik pada khususnya, merasa bahwa anak tunggal dalam keluarga mengalami banyak kesulitan. Benarkah demikian? Berbicara mengenai sebab terjadinya anak tunggal perlu diperjelas terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud atau disebut seorang anak sebagai anak tunggal. Anak tunggal dalam keluarga diartikan bahwa dalam suatu keluarga yang terdiri dari suami dan istri hanya memiliki seorang anak saja. Menurut Gunarsa (2008) Terbentuknya situasi anak tunggal ini disebabkan macammacam kemungkinan. Secara garis besar ada dua kemungkinan sampai terbentuknya status anak tunggal. Pertama, disebabkan kehadiran anak tunggal tersebut memang direncanakan. Berarti sudah sejak semula diharapkan hanya memiliki satu orang saja. Yang kedua, kehadiran anak tunggal tersebut tidak direncanakan, hal ini berarti orang tua sejak semula, sejak sebelum menikah sudah bercitacita memiliki anak lebih dari satu tetapi karena sesuatu sebab maka sepanjang hidup orang tua tersebut hanya berhasil memperoleh seorang anak saja. Sedangkan Kaplan (2003) mengatakan terbentuknya kondisi anak tunggal mungkin disebabkan sebagai berikut: seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal, karena orang tuanya menikah pada usia yang sudah lanjut atau bercerai pada usia muda. Berdasarkan pembagian diatas maka contoh dari seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak tunggal yang tidak direncanakan atau kehadiran anak tunggal tersebut berada dalam kondisi terpaksa. Sedangkan contoh dari seorang anak menjadi anak tunggal karena orang tuanya terlambat menikah dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak 78 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

4 tunggal yang direncanakan.kondisi anak tunggal karena direncanakan dalam kondisi ini bisa ditemukan bermacam situasi seperti: Suami-istri yang baru menikah melihat suatu keluarga yang harmonis dan ternyata keluarga tersebut hanya mempunyai seorang anak. Karena itu timbullah keinginan dari suami istri yang baru menikah itu untuk menjadikan keluarga yang harmonis dengan anak tunggal sebagai modelnya. Suami-istri baru menikah pada usia lanjut. Karena kedua suami-istri tersebut sudah berusia lanjut dan khawatir tidak dapat merawat dan mendidik anak-anaknya bilamana anaknya terlalu banyak maka diputuskan bahwa selama pernikahan-nya hanya diinginkan seorang anak. Suami istri yang baru menikah masih mengikuti pendidikan tertentu atau masih mengejar suatu prestasi, misalnya dibidang ilmu pengetahuan dan lainlain. Bilamana suami-istri tersebut mempunyai banyak anak, hal ini akan mengganggu pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari. Bisa pula disebabkan karena situasi ekonomi. Karena kedua suami-istri tersebut mempunyai penghasilan yang rendah maka mereka memutuskan untuk mempunyai anak paling banyak satu orang. Kondisi anak tunggal karena tidak direncanakan dalam kondisi ini bisa ditemukan bermacam situasi seperti: Ada orang tua yang sejak semula merencanakan memperoleh anak lebih dari satu. Tetapi ternyata kondisi fisik ibu tidak kuat sehingga tidak memungkinkan hal demikian. Setelah mempunyai seorang anak maka untuk melahirkan anak-anak berikutnya selalu terjadi kegagalan. Misalnya ibu tersebut terus menerus mengalami keguguran. Alasan lain bisa juga disebabkan oleh penyakit tertentu maka anak-anak yang lain meninggal dan tinggal seorang anak saja. Orang tua ISSN : mengalami traumatik. Ketika melahirkan anak pertamanya ternyata pengalaman itu begitu mengerikan sehingga orang tua mengubah rencana sebelumnya. Sebab-sebab lain yang tidak diketahui baik dari sudut ibu maupun ayah yang menyebabkan orang tua hanya berhasil memperoleh satu anak saja. Bagaimana kondisi psikologis dari keluarga yang sebenarnya tidak merencanakan memperoleh anak tunggal? Bagi orang tua yang sejak semula menghendaki banyak anak tetapi karena kelemahan tubuh ibunya yang berakibat hanya memiliki seorang anak, dapat membuat orang tua bertindak kurang bijaksana. Dalam mendidik anak, orang tua tersebut bukan memperhatikan kebutuhankebutuhan anak, tetapi lebih banyak bereaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki orang tua. Hubungan antara orang tua dengan anak sangat erat sehingga tidak memiliki kebebasan untuk bertindak sesuai dengan keinginan masing-masing. Dalam masyarakat banyak ditemukan bermacam-macam pandangan orang tua mengenai kehadiran anaknya. Ada orang tua yang menganggap bahwa anaknya adalah sebagai penyambung keluarga atau keturunan. Hal ini jelas pada suku-suku tertentu yang menganggap memiliki anak laki-laki jauh membahagiakan daripada memiliki anak perempuan, karena anak lakilaki meneruskan nama keluarga. Ada juga orang tua yang berpandangan bahwa anaknya sebagai tiang hari depan. Kehadiran anak dianggap sebagai pembantu mencari nafkah karena anak dapat membantu orang tua mengerjakan pekerjaan-pekerjaan diladang dan lain-lain. Pada orang tua tertentu mungkin karena tidak berhasil mencapai cita-citanya, maka anak bisa dijadikan alat untuk mencapai cita-cita orang tuanya. Semua hal 79

5 Juli Kurniawati diatas selalu diiringi dengan kondisi psikologis yang berbeda-beda. Setiap kondisi disesuaikan dengan situasinya. Keadaan anak tunggal dalam masyarakat adalah sama dengan anakanak lainnya. Kalau anak-anak lain dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal maka demikian juga dengan anak tunggal. Kedua faktor tersebut juga berfungsi. Faktor-faktor eksternal yang sering dialami oleh anak tunggal ialah keadaan rumahnya dimana kurang terjadinya persaingan antara anggota keluarga. Seorang anak tunggal tidak atau kurang mengalami pertentangan-pertentangan yang biasanya terjadi diantara saudara-saudara kandung. Perselisihan, rasa iri hati, tolongmenolong, pendekatan pribadi, yang selalu terdapat dalam keluarga tidak pernah dialaminya. Seolah-olah kehidupan anak tunggal tersebut begitu menyenangkan karena perlindungan yang terus menerus diberikan oleh orang dewasa yang berada di sekelilingnya. Oleh karena itulah sering dialami adanya kelemahan dalam hubungan antar pribadi di luar lingkungan rumahnya. Anak tunggal tersebut menjadi lebih cepat putus asa, lebih pemalu, egoistis, manja dan sebagainya. Dengan hanya memiliki seorang anak maka anak tunggal akan mendapat perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Begitu pula dalam kasih sayang karena kedua orang tuanya tersebut hanya mempunyai seorang anak sebagai buah hatinya mengakibatkan anak tunggal tersebut tidak akan kekurangan kasih sayang dari orang tuanya. Bahkan apa saja yang diinginkan anak tunggal tersebut akan selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak tunggal, karena segala keinginannya selalu terpenuhi maka anak tunggal tersebut bisa menjadi manja. Karena selalu dituruti segala keinginan maka mengakibatkan anak tunggal tersebut menjadi anak yang terlalu bergantung kepada orang lain dan tentu orang tuanya. Orang tua dari anak tunggal biasanya bukan saja memberikan perhatian yang berlebih-lebihan atau kasih sayang yang berlebihan terhadap anak tunggalnya tetapi juga memberikan perlindungan yang berlebihan. Dalam hubungan ini jelas terlihat adanya kecenderungan dari pihak orang tua untuk melindungi anak tunggalnya secara berlebihan yang sebenarnya akan berpengaruh buruk terhadap anak tunggal tersebut sehingga mengalami kesulitan ketika memasuki masa remaja, dimana kemandirian merupakan kebutuhan psikologis pada remaja menurut (Fatimah: 2006) Perkembangan kemandirian merupakan masalah yang penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahanperubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam perubahan sosial melalui pengasuhan orang tua dan aktivitas individu. Secara spesifik masalah kemandirian menuntut suatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik, maupun emosionalnya untuk mengukur, mengurus, dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan diri pada orang lain. Menurut Sutari Kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain (Fatimah: 2006). 80 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

6 Pendapat ini juga diperkuat oleh Kartini dan Daliyang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri (Fatimah: 2006). Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu terus belajar akan bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan, sehingga individu pada akhirnya mampu berpikir dan bertindak sendiri, sehingga bisa memilih jalan hidupnya untuk berkembang dengan lebih mantap. Untuk mandiri, seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya untuk mencapai otonomi atas dirinya sendiri. Terlebih peran orang tua terhadap pembentukan kemandirian remaja, (Fatimah: 2006). Dengan otonomi tersebut, seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak sehingga anak semakin berkembang menuju kesempurnaan. Maka dari itulah, penelitian yang sifatnya lebih mendalam tentang kemandirian anak tunggal sangat diperlukan untuk memperkaya teori dan memberikan pengetahuan. Penelitian ini berangkat dari pandangan negatif masyarakat tentang anak tunggal yang dianggap tidak bisa mandiri, manja, dan sering bergantung kepada orang tua dan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Anak tunggal sama dengan anak-anak lainnya, mereka mempunyai keinginan agar bisa melakukan kegiatan dan tugas sehari-hari dengan mandiri sesuai dengan tahap perkembangannya. Seperti mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan ISSN : orang lain. Proses kemandirian remaja terlebih sebagai anak tunggal merupakan perjalanan yang tidak mudah karena anak tunggal mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya ini akan mempengaruhi kepribadian anak tunggal, karena segala keinginannya selalu terpenuhi sehingga anak tunggal bisa menjadi manja. Orang tua dari anak tunggal biasanya juga memberikan perhatian secara berlebihan kepada anaknya, hal ini berpengaruh buruk terhadap anak itu sendiri. Dalam perjalanan mencapai kemandirian anak tunggal apa saja yang dilakukan untuk bisa mandiri, cara-cara apa saja yang dilakukan, dan hal-hal apa saja yang dihadapi anak tunggal remaja dalam mencapai kemandirian. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemandirian anak yang berstatus tunggal pada usia remaja awal. Kemandirian Setiap manusia ketika dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan bergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua atau orang lain yang ada sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Proses alamiah ini dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Menurut Fatimah (2006) mandiri atau sering juga disebut berdiri diatas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian memiliki aspek yang lebih luas dari sekadar aspek fisik. Selama masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar 81

7 Juli Kurniawati dan jika tidak di respon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis sang remaja di masa mendatang. Peran serta orang tua sangatlah besar dalam proses kemandirian seorang anak. Orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya bergantung pada orang tua menjadi mandiri(fatimah: 2006). Sedangkan Chaplin menyatakan otonomi kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi satu kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri (Desmita: 2011). Sedangkan Seifert dan Hoffnung mendifinisikan otonomi atau kemandirian sebagai the ability to govern and regulate one s own thoughts, feelings and actions freely and responssibly while overcoming feelings of shame and doubt. Dengan demikian dapat dipahami kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan (Desmita: 2011). Erikson menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusankeputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain (Deswita: 2011). Dapat disimpulkan kemandirian mengandung pengertian: 1. Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri. 2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. 3. Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya. 4. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Maslow dan Murray mengatakan kemandirian adalah salah satu kebutuhan psikologis manusia. Dalam susunan hirarki kebutuhannya, Maslow menyatakan kemandirian sebagai salah satu cara memperoleh harga diri, kemandirian akan menjadikan seseorang menghargai dirinya sendiri. Maslow juga mencantumkan kemandirian sebagai salah satu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri yang ditandai dengan karakter otonom, menentukan diri sendiri dan tidak tergantung (Alwilsol: 2004) Sedangkan Maslow membedakan keman-dirian menjadi dua cara yaitu kemandirian aman dan kemandirian tidak aman. Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan & orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan tersebut kemudian digunakan untuk membantu orang lain, sementara yang dimaksud dengan kemandirian tidak aman adalah kekuatan pribadi yang dinyatakan dalam prilaku 82 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

8 menentang dunia. Dari pernyataan Maslow tersebut dapat diketahui bahwa kemandirian yang diharapkan dimiliki oleh para remaja adalah kemandirian yang aman, dimana remaja percaya pada kemampuan dirinya dan tidak selalu dalam ketergantungan pada bantuan yang akan diberikan pada orang lain, namun dalam kemandirian remaja tetap memiliki keinginan untuk membantu sesama (Ali & Asori: 2011). Menurut Sutari Kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan / masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain (Fatimah: 2006). Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali yang mengatakan kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian: 1) Keadaan seseorang yang memiliki hasrat untuk bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. 2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. 3) Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya. 4) Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya (Fatimah: 2006). Robert Havighurst (Fatimah, 2006:143) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari berbagai aspek yaitu: 1) Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak bergantung kepada orang tua. 2) Ekonomi, aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak bergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua. ISSN : ) Intelektual, aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang di hadapi. 4) Sosial, aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang lain (Fatimah: 2006). Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan dan individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandiriannya, seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang lebih mantap. Untuk mandiri, seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, untuk mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai penguat untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber bahwa: kemandirian merupakan suatu sikap otonomi bahwa seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri (Fatimah: 2006). Proses Perkembangan Kemandirian Kemandirian, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa bantuan, dan tentu saja 83

9 Juli Kurniawati tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Menurut Fatimah (2006) banyak dampak positif bagi perkembangan individu dari kemandirian, sehingga perlu diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya. Seperti telah diakui, segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan semakin berkembang menuju kesempurnaan. Latihan kemandirian yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Sementara untuk anak remaja, berikan kebebasan misalnya dalam memilih jurusan atau bidang studi yang diminatinya atau memberikan kesempatan kepadanya untuk memutuskan sendiri jam berapa ia harus sudah pulang ke rumah jika ia ke luar malam bersama temannya (tentu saja orang tua perlu mendengarkan argumentasi yang disampaikan sang remaja tersebut sehubungan dengan keputusannya). Dengan memberikan latihan-latihan tersebut (tentu saja harus ada unsur pengawasan dari orangtua untuk memastikan bahwa latihan tersebut benar-benar efektif), diharapkan dengan bertambahnya usia akan bertambah pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya diri, tidak bergantung pada orang lain sehingga kemandirian akan berkembang dengan baik. Anak Tunggal Berbicara mengenai sebab terjadinya anak tunggal perlu diperjelas mengenai apa yang dimaksud seorang anak sebagai anak tunggal. Anak tunggal dalam keluarga diartikan bahwa dalam suatu keluarga yang terdiri dari suami dan istri dan hanya memiliki satu anak saja. Menurut Gunarsa (2008) mengatakan terbentuknya anak tunggal disebabkan macam-macam kemungkinan. Secara garis besar ada dua kemungkinan latar belakang sampai terbentuknya status anak tunggal: 1. Disebabkan kehadiran anak tunggal tersebut memang direncanakan, artinya memang semula diharapkan hanya memiliki satu orang anak saja. 2. Dimana kedudukan anak tersebut dalam kondisi yang tidak direncanakan. Hal ini berarti orang tua sejak semula, sejak sebelum menikah bercita-cita memiliki anak lebih dari satu tetapi karena sesuatu sebab maka sepanjang hidup orang tua tersebut hanya berhasil memperoleh seorang anak saja. Sedangkan Kaplan, mengatakan terbentuknya kondisi anak tunggal mungkin disebabkan sebagai berikut: seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal, karena orang tuanya menikah pada usia yang sudah lanjut atau bercerai pada usia muda. Berdasarkan pembagian diatas maka contoh dari seorang anak menjadi anak tunggal karena saudaranya meninggal dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak tunggal yang tidak direncanakan atau kehadiran anak tunggal tersebut berada dalam kondisi terpaksa. Sedangkan contoh dari seorang anak menjadi anak tunggal karena orang tuanya terlambat menikah dapat dimasukkan dalam kategori dari kondisi anak tunggal yang direncanakan (Gunarsa: 2008). Bagaimana kondisi psikologis dari keluarga yang sebenarnya tidak merencanakan memperoleh anak tunggal? Bagi orang tua yang sejak semula menghendaki banyak anak tetapi karena kelemahan tubuh ibunya yang berakibat hanya memiliki seorang anak, dapat membuat orang tua bertindak kurang 84 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

10 bijaksana. Dalam mendidik anak, orang tua tersebut bukan memperhatikan kebutuhankebutuhan anak, tetapi lebih banyak bereaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki orang tua. Hubungan antara orang tua dengan anak sangat erat sehingga tidak memiliki kebebasan untuk bertindak sesuai dengan keinginan masing-masing. Dalam masyarakat banyak ditemukan bermacam-macam pandangan orang tua mengenai kehadiran anaknya. Ada orang tua yang menganggap bahwa anaknya adalah sebagai penyambung keluarga atau keturunan. Hal ini jelas pada suku-suku tertentu yang menganggap memiliki anak laki-laki jauh membahagiakan daripada memiliki anak perempuan, karena anak lakilaki meneruskan nama keluarga. Ada juga orang tua yang berpandangan bahwa anaknya sebagai tiang hari depan. Kehadiran anak dianggap sebagai pembantu mencari nafkah karena anak dapat membantu orang tua mengerjakan pekerjaan-pekerjaan diladang dan lain-lain. Pada orang tua tertentu mungkin karena tidak berhasil mencapai cita-citanya, maka anak bisa dijadikan alat untuk mencapai cita-cita orang tuanya. Semua hal diatas selalu diiringi dengan kondisi psikologis yang berbeda-beda. Setiap kondisi disesuaikan dengan situasinya. Kedua orang tua tidak ada tempat lain kecuali padanya. Karena itu kedua orang tua sangat khawatir, sangat ketakutan untuk kehilangan diri anak itu. Sehingga mereka berusaha melindungi dengan seamanamannya, memenuhi segala keinginannya, membiarkan dilakukan semua kehendaknya, menuruti semua keinginannya tetapi melarang anak-anaknya berbuat sesuatu yang berat, yang mengkhawatirkan, yang membahayakan bahkan dan bahkan semua perbuatannya dipandang sebagai membahayakan jiwa ISSN : anaknya. Si anak yang dalam dirinya terdapat kekuatan-kekuatan kodrat untuk berkembang, banyak mendapat hambatan dari kedua orang tuanya karena rasa takut khawatir akan bahaya yang akan menimpa anaknya. Tetapi orang tua juga memaksakan perintah-perintah dan larangan-larangan baginya. Dengan maksud agar anak selalu menuruti kehendaknya, yang menurut pendapatnya tentu akan memberi keselamatan dan kebahagiaan. Karena anak banyak mendapat hambatan perkembangannya didalam pergaulan dengan teman-temannya. Ia tidak memiliki perbuatanperbuatan seperti yang dimiliki temantemannya. Sikapnya malu-malu, sembunyisembunyi menarik diri dari pergulatan. Ia merasakan adanya kekurangan dalam dirinya dibandingkan dengan teman-temannya. Karena menarik diri dari teman-teman, ia makin tidak berkembang dan makin mengasingkan diri, makin malu-malu. Di rumah kadang ia diperlakukan sebagai raja, tetapi kadang-kadang menjadi budak. Dari dua kutub perlakuan ini si anak menjadi kebingungan. Sikap dalam kebingungan ini bila dibawa dalam pergaulan dengan temantemannya, akan dianggap perbuatan yang aneh dan lucu sehingga membawa beban aneh tertawaan teman-temannya. Untuk menghindari hal tersebut ia bersembunyi dan makin bersembunyi anak tersebut makin menjadi kekurangan, serba tidak dapat berbuat apaapa demikianlah ia terhanyut dalam lingkaran kehidupan. Dalam keadaan semacam ini, bila orang tua tidak dapat menyadari keadaan anaknya bahkan masih meneruskan cara memperlakukan anaknya semacam itu si anak akan jatuh dalam bencana karena ia selalu berada dalam dunia yang tidak berkeseimbangan satu sama lain sehingga sering keadaan 85

11 Juli Kurniawati semacam ini membawa kerusakan urat syarafnya, bahkan kalau sianak berpembawaan serba lemah, ia mungkin harus mendapat perawatan khusus yang lebih berat lagi. Jika si anak berpembawaan kuat. Ketika baru merasakan ada kekurangan pada dirinya dan teman-temannya. Ia mungkin segera berkompensasi sehingga ia tetap berada dalam keseimbangan sekalipun tidak sewajarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa anak tunggal itu bukan karena keinginan anak itu melainkan ada dua sebab yaitu memang direncanakan oleh orang tuanya atau karena tidak direncanakan oleh orang tuanya karena sebab sesuatu keadaan tertentu. Remaja Masa remaja menurut Mappiare berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori: 2011) Harlock mengatakan Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan, Istilah adolescence memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik dikatakan (Ali dan Asrori: 2011). Agustiani (2009) mengatakan masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikis. Perubahan fisik yang tampak yaitu dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya reproduktif, berubah secara kognitif mulai mampu berpikir secara abstrak seperti orang dewasa dan mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa. Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Masa remaja awal (12-15 tahun) 2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) 3. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Menurut Yusuf (2010) yaitu fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Sedangkan menurut Konopka (Yusuf, 2010:184) masa remaja meliputi: 1. Remaja awal: tahun 2. Remaja madya: tahun 3. Remaja akhir: tahun Perubahan-Perubahan pada masa remaja Lerner dan Hultsch mengatakan proses perubahan selama masa remaja sebagai berikut: 1) Perubahan Fisik Perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, sekitar tahun pada wanita dan tahun pada pria. Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin membawa perubahan dalam seks primer dan seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. 2) Perubahan Emosionalitas 86 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

12 Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah perubahan dalam aspek emosional pada remaja. Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahanperubahan baru yang membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya. Pengaruhpengaruh sosial juga membawa perubahan seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual. Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya. 3) Perubahan Kognitif Piaget (Agustiani,2009:31) mengatakan pada umur 11 atau 12 tahun, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotetis dan abstrak dari realitas. Misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebayanya dan aturan-aturan yang diperlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai halhal yang tak mungkin berubah. Kemampuankemampuan berpikir ini memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. 4) Implikasi Psikososial Semua perubahan yang terjadi dalam waktu singkat membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Banyak remaja dalam dilema. Mereka tidak bisa menjawab pertanyaan tentang peran sosial yang akan mereka jalankan tanpa menyelesaikan beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri. Perasaan tertentu yang berada ISSN : dalam situasi yang krisis bisa muncul, krisis yang membutuhkan jawaban yang tepat tentang siapa sebenarnya dirinya (Agustiani: 2009). Tugas Perkembangan Remaja. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock adalah: 1. Mampu menerima keadaan fisiknya, 2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa 3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis 4. Mencapai kemandirian emosional 5. Mencapai kemandirian ekonomi 6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 7. Memahami dan menginternalisasikan nilainilai orang dewasa dan orang tua 8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa 9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan 10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. (Ali dan Asrori: 2011). Masa Remaja Awal Menurut Hurlock (Agustiani,2009:30) rangkaian yang paling jelas yang nampak dialami oleh remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada masa awal remaja, yaitu 87

13 Juli Kurniawati sekitar umur tahun pada wanita dan tahun pada pria. Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru, dia sendiri mulai adanya perbedaan (Agustiani: 2009). Piaget mengatakan pada umur 11 atau 12 tahun, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspekaspek yang hipotetis dan abstrak dari realitas. Gambar 1. Kerangka Konseptual 88 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

14 Misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam kelompok sebayanya dan aturan-aturan yang diperlakukan padanya tidak lagi dipandang sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah. Kemampuan-kemampuan berpikir ini memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal (Agustiani: 2009). KERANGKA KONSEPTUAL Dalam Kehidupan setiap individu akan mengalami masa hidup yang didalamnya terdapat beberapa tahapan perkembangan antara lain tahapan remaja awal. Pada setiap tahapan pasti ada beberapa tugas-tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh anak remaja terlebih remaja awal yang berstatus anak tunggal. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab seorang remaja awal berstatus anak tunggal tidak bisa melakukan tugas perkembangannya. Jika dalam pelaksanaan tugas perkembangan tidak berjalan seperti yang ada pada beberapa teori yang telah dicantumkan, maka individu tersebut akan mengalami hambatan dalam mencapai tugastugas perkembangan. Seorang remaja awal berstatus anak tunggal apabila tidak bisa menyelesaikan tugas perkembangannya akan mempengaruhi terhadap perkembangan remaja mulai dari remaja awal sampai dengan dewasa sehingga mengakibatkan anak remaja yang berstatus anak tunggal menjadi manja, tidak bisa mandiri dan selalu tergantung kepada orang lain. METODE Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena ISSN : menekankan pada upaya investigasi untuk mengkaji secara natural (alamiah) fenomena yang tengah terjadi dalam keseluruhan kompleksitasnya (Sastradipoera: 2005). Menurut Bogdan dan Taylor metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong: 2011). Dari pengertian diatas, metode deskriptif kualitatif ini yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu situasi, gejala atau fenomena dengan mendeskripsikan sejumlah tema yang dihasilkan dari penilaian terhadap pernyataan dalam wawancara atau hasil observasi. Tujuan peneliti memilih metode tersebut untuk mengungkap sesuatu yang belum diketahui secara terarah dan terpimpin, sehingga nantinya diharapkan memperoleh informasi yang diinginkan oleh peneliti. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana kemandirian pada remaja awal (12-15 tahun) yang berstatus sebagai anak tunggal, sehingga anak tunggal tidak manja seperti pandangan masyarakat, bisa mandiri dan bisa melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah kemandirian anak tunggal pada rentang usia remaja awal (12-15 tahun). Penekanan selanjutnya kemandirian adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup yang harus diraih. Kemandirian dapat diuraikan sebagai hal-hal apa saja yang di ingini selama menjalani kehidupan, serta kendala apa yang dirasakan oleh anak tunggal 89

15 Juli Kurniawati pada rentang usia remaja awal dalam mencapai kemandirian. Hal ini akan menjadi menarik karena kemandirian akan diteliti pada anak tunggal, dimana mereka diartikan sebagai seseorang yang tidak bisa mandiri, manja dan selalu tergantung pada orang tua atau orang yang ada disekitarnya. Subyek penelitian ini ditentukan secara purposif yang terstratifikasi. Purposif yang terstratifikasi adalah contoh yang diambil melalui teknik yang disesuaikan dengan maksud atau tujuan tertentu, dimana pemilihan contoh itu dilakukan karena contoh tersebut dianggap memiliki informasi yang sangat diperlukan dalam pendugaan. Subyek dalam penelitian ini adalah anak tunggal usia remaja awal yaitu tahun dan sedang sekolah ditingkat SMP. Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara mendalam (depth interview) dan observasi dengan atau terhadap subyek penelitian yang terpilih. Metode Wawancara Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang kemandirian anak tunggal. Beberapa model wawancara menurut Patton antara lain: 1. Wawancara konvensional yang informal Proses wawancara didasarkan sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaan -pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara demikian umumnya dilakukan peneliti yang melakukan observasi partisipatif. Situasi demikian membuat orangorang yang diajak bicara kemungkinan tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai secara sistematis untuk menggali data. 2. Wawancara dengan pedoman umum Proses wawancara ini dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus di liput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspekaspek yang dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah ditanyakan atau dibahas. 3. Wawancara dengan pedoman standar yang terbuka Wawancara ini menggunakan pedoman yang ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan penjabaran dalam kalimat. Penelitian ini menggunakan jenis wawancara yang bersifat umum dengan pedoman umum. Dengan pedoman umum agar pembicaraan dalam wawancara tetap dalam fokus penelitian. Selain itu tema pertanyaan yang akan dijawab oleh subyek adalah tema tentang kemandirian anak yang berstatus tunggal pada usia remaja awal (Poerwandari,200573). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur, dimana wawancara ini bersifat informal dan pertanyaan-pertanyaan dapat diajukan secara bebas, namun sebelumnya peneliti membuat dahulu pertanyaan awal atau secara garis besarnya saja. Pertanyaannya adalah untuk mengetahui seberapa besar kemandirian anak tunggal pada usia remaja awal dan mengetahui faktor-faktor yang mendukung dalam pencapaian kemandirian serta faktor-faktor yang menghambat dalam mencapai kemandirian. Metode Observasi Patton mengatakan observasi merupakan me- 90 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

16 tode pengumpulan data yang esensial dalam penelitian, terutama penelitian dengan pendekatan kualitatif (Poerwandari,2005). Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian kejadian yang diamati tersebut. Berkaitan dengan penelitian ini hal yang akan diamati adalah setting tempat pertemuan dengan partisipan, aktivitas-aktivitas dan orang-orang yang ada dalam tempat tersebut, keadaan fisik, ekspresi dan gerak tubuh partisipan selama wawancara berlangsung. Menurut Patton (Poerwandari,2005) menjelaskan bahwa data hasil observasi menjadi data penting, yaitu karena: 1. Peneliti memperoleh pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti ada atau terjadi. 2. Peneliti dapat bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. 3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang disadari oleh partisipan. 4. Peneliti dapat memperoleh data mengenai hal-hal yang tidak dapat diungkapkan oleh partisipan penelitian secara terbuka dalam wawancara. 5. Peneliti bisa bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan partisipan penelitian atau pihak-pihak lain. 6. Peneliti dapat merefleksi dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh metode observasi ini akan membuat peneliti ISSN : lebih mendalami dan melengkapi data yang sudah didapat dari metode wawancara, sehingga diperoleh data yang lengkap dari partisipan penelitian baik secara verbal maupun nonverbal. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan observasi tidak berstruktur yaitu dimana peneliti tidak mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa yang ingin diamati dari subyek penelitian. Konsekuensinya peneliti harus mengamati seluruh hal yang terkait dengan permasalahan penelitian dan hal tersebut dianggap penting. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perilaku subyek yaitu perilaku anak tunggal pada remaja awal secara umum sebelum dilakukan wawancara, perilaku subyek ketika sedang melakukan proses wawancara, interaksi subyek ketika dilakukan wawancara. Observasi juga tidak tertuju pada tempat ataupun lokasi wawancara, peneliti juga berusaha untuk melakukan observasi pada saat wawancara di tempat tinggal agar peneliti dapat memperoleh bayangan maupun gambaran kehidupan yang dijalani oleh subyek. Salah satu bagian penting dari suatu penelitian ilmiah yaitu tahap melakukan analisis data. Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2011:248) yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Kesemuanya itu dikumpulkan untuk mengetahui bagaimana kemandirian pada anak tunggal untuk membantu mempresen-tasikan data kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan pa- 91

17 Juli Kurniawati da penelitian ini adalah analisis tematik dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah diverbatim dan deskripsi observasi. Koding adalah pengorganisasian data kasar ke dalam kategori-kategori konseptual dan pembuatan tema-tema atau konsep-konsep, yang digunakan untuk menganalisis data. Penelitian kualitatif melakukan koding terhadap semua data yang telah dikumpulkan. Koding adalah dua aktivitas yang dilakukan secara simultan, Reduksi data secara mekanis dan kategorisasi data secara analitis ke dalam tema-tema (Newman 2003:200). Analisis data dalam penelitian ini terdiri atas tiga jalur kegiatan yang terjadi secara bersama yaitu: a. Reduksi data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis lapangan. Data yang harus direduksi yaitu data-data yang mencakup bagaimana kemandirian pada remaja awal (usia tahun) yang berstatus anak tunggal. b. Penyajian data Data-data hasil reduksi disusun atau dikelompokkan secara sistematis sehingga memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan. c. Menarik kesimpulan Dari permulaan pengumpulan data, peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh. Data yang disajikan secara sistematis dapat langsung disimpulkan. Dari data yang dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan. Kredibilitas dan Dependabilitas Penelitian Penelitian dengan metode kualitatif seringkali tidak memperoleh penghargaan sebesar yang dinikmati oleh penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena anggapan kurang ilmiahnya penelitian kualitatif (Poerwandari,2001:100). Penelitian kualitatif tidak jarang dianggap lebih merefleksikan kerja seni, tidak menghasilkan data yang tetap dan terukur jelas serta subyektif. Dalam situasi yang demikian Marshall dan Rosman menyarankan bahwa peneliti kualitatif justru harus memberikan perhatian lebih besar pada isu validitas dan kualitas penelitiannya. Validitas dalam penelitian kualitatif seringkali disebut sebagai kredibilitas. Sementara itu reliabilitas sering disebut dependabilitas (Poerwandari, 2001:125). Untuk meningkatkan kredibilitas dan dependabilitas penelitian ini maka dilakukan triangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda untuk menjelaskan suatu hal tertentu. Data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan untuk mengelaborasi dan memperkaya penelitian. Data yang berasal dari sumber berbeda, dengan teknik pengumpulan yang berbeda pula akan menguatkan derajat manfaat studi pada setting yang berbeda. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data yaitu dari hasil wawancara, hasil observasi dan juga dengan mewawancarai lebih dari satu subyek yaitu anak tunggal pada remaja awal yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda, juga menggunakan triangulasi pengamat dimana adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data yaitu dosen pembimbing skripsi bertindak sebagai pengamat yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan 92 PSIKOVIDYA VOLUME 17 NOMOR 2 DESEMBER 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap tergantung ke arah kemandirian. Pada mulanya seorang anak akan bergantung kepada orang-orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH RIA SULASTRIANI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam gambaran kemandirian remaja

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang yang menikah biasanya mempunyai rencana untuk memiliki keturunan atau anak. Selain dianggap sebagai pelengkap kebahagiaan dari suatu pernikahan, anak dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif deskriptif. (Dalam literatur Moleong, 2009) menurut Bogdan dan

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif deskriptif. (Dalam literatur Moleong, 2009) menurut Bogdan dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode yang diterapkan pada penelitian ini yaitu dengan metode kualitatif deskriptif. (Dalam literatur Moleong, 2009) menurut Bogdan dan Taylor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat sekarang ini permasalahan remaja adalah masalah yang banyak di bicarakan oleh para ahli, seperti para ahli sosiologi, kriminologi, dan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Remaja 1.1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock (2003), istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN 1. Pengertian Kemandirian Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai keinginannya. Perkembangan kemandirian merupakan bagian penting untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut: BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara mendalam mengenai pengalaman psikologis pada remaja yang mengalami perceraian orangtua. Untuk mengetahui hasil dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus deskriptif. Bogdan & Taylor (dalam Moleong,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelecehan Seksual 1. Pengertian Pelecehan Seksual Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pematangan dan belajar (Wong, 1995) fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. proses pematangan dan belajar (Wong, 1995) fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman pertumbuhan dan perkembangan anak diperlukan suatu kepekaan terhadap kebutuhan anak, karena dengan kepekaan tersebut pemahaman dapat mudah diperoleh. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di usia republik yang sudah melebihi setengah abad ini, sudah sepatutnya bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan individu yang sedang mengalami perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja berada diantara anak-anak dan dewasa, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Manusia sebagai mahluk sosial senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya, lingkungan sekitarnya, bahkan apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan

Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan 1 Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan Andy Chandra Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era kompetitif ini, Indonesia adalah salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat melanjutkan cita-cita bangsa serta membawa bangsa kearah perkembangan yang lebih baik. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu periode perkembangan yang penting, dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock (1980:206) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelompok remaja merujuk pada kelompok individu yang berada dalam kisaran usia 12-21 tahun. Kata remaja berasal dari bahasa Latin yang berarti kematangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah media penghantar individu untuk menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi atau upaya yang dibuat agar dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci