Paradoks Guru Pendidikan Jasmani *

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Paradoks Guru Pendidikan Jasmani *"

Transkripsi

1 Paradoks Guru Pendidikan Jasmani * Ali Maksum 1 (FIK Universitas Negeri Surabaya) Abstrak Kualitas guru diyakini sebagai salah satu faktor penting dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah. Sayangnya, hal tersebut masih jauh dari apa yang diharap-kan, bahkan bersifat paradoks. Hasil penelitian yang dilakukan di tiga kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Padang menunjukkan bahwa kompetensi guru pendidikan jasmani ada dalam kondisi kritis, tidak saja tiadanya peningkatan yang signifikan, melainkan seiring masa kerja justru mengalami degradasi kompetensi. Semakin lama masa kerja, semakin turun kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian maupun sosial. Kata Kunci: Kualitas Guru, Kompetensi, Pendidikan Jasmani, Paradoks PENDAHULUAN Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Sementara itu, pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat. Tujuan utama diterapkannya program sertifikasi guru, termasuk terhadap guru pendidikan jasmani, adalah meningkatkan kualitas guru sehingga kualitas pendidikan semakin meningkat. Faktor guru diyakini memegang peran yang sangat strategis dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru yang berkualitas berpengaruh besar terhadap efektivitas pembelajaran (Suherman, 27; Rink, 22) dan pada gilirannya mempengaruhi prestasi anak didik (Siedentop & Tannehill, 2). Keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sejumlah negara, misalnya Singapura, Korea Selatan, *Artikel ini sebagian besar ditulis berdasarkan hasil penelitian Komnas Penjasor terkait dengan kompetensi guru penjas tahun 27. Terima kasih kepada Bapak Sofyan Hanif, Adang Suherman, dan Suroto atas kontribusinya. Penulis adalah Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Surabaya, Anggota Komnas Penjasor; alymaks@yahoo.com. 1

2 Jepang, dan Amerika Serikat, berusaha mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas ( Salah satu kebijakan yang dikembangkan adalah intervensi langsung menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan dan kesejahteraan hidup guru yang memadai dengan melaksanakan sertifikasi guru. Sebagaimana rencana pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), program sertifikasi diberlakukan untuk semua guru, baik guru yang berstatus pegawai negeri sipil maupun guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (swasta). Sampai saat ini, ada sekitar 2,3 juta guru di Indonesia ( Terhadap jumlah guru tersebut, pemerintah melalui Depdiknas secara bertahap akan melakukan sertifikasi guru, dimulai tahun 27 sebanyak guru, terdiri atas 2. guru SD dan SMP yang sudah didaftar pada tahun 26 dan guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang didaftar pada tahun 27. Program tersebut diharapkan rampung pada tahun 215 ( Sasaran program sertifikasi guru ini adalah semua guru yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi akademik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 9, dan PP Nomor 19 tahun 25 Pasal 28 ayat (2) yaitu minimal sarjana atau diploma empat (S1/D-IV) yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan. Pelaksanaan sertifikasi guru merupakan komitmen pemerintah, dalam hal ini Depdiknas, untuk mengimplementasikan amanat Undang-undang Nomor 14 tahun 25, yakni mewujudkan guru yang berkualitas dan profesional. Pertanyaannya, sampai sejauh mana program sertifikasi mampu menjadi instrumen untuk meningkatkan kompetensi guru? Adakah jaminan bahwa ketika guru lolos sertifikasi dengan sendirinya adalah guru yang berkualitas? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mengingat banyak variabel yang mempengaruhinya, mulai dari sistem dan mekanisme sertifikasi, asesor, hingga gurunya sendiri sebagai pihak yang akan dinilai. Portofolio sendiri sebagai model penilaian acapkali membuka peluang terjadinya manipulasi dokumen. Lalu, apa yang dapat digunakan sebagai parameter untuk melihat kualitas guru? Rink (1993) dan Siedentop (1991) berpendapat bahwa salah satu indikator penting dari kualitas guru adalah sampai sejauhmana guru mampu melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Efektivitas pembelajaran pada dasarnya merupakan cerminan dari efektivitas pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh gurunya. Targetnya adalah siswa belajar. Sementara itu, pengelolaan proses pembelajaran itu sendiri pada dasarnya merupakan proses interaksi pedagogis antara guru, siswa, materi, dan lingkungannya. Makin efektif 2

3 proses interaksi pedagogis dilakukan guru, maka makin efektiflah proses pembelajaran yang dilakukan guru tersebut. Untuk dapat manjalankan proses pembelajaran Pendidikan Jasmani secara efektif, seorang guru harus mampu memerankan fungsi mengajar pada saat menjalankan pembelajarannya. Fungsi mengajar adalah fungsi guru dalam proses belajar mengajar. Penggunaan istilah ini ditujukan agar guru terfokus pada tujuan perilaku yang ditampilkannya pada saat mengajar daripada hanya sekadar terfokus pada perilaku mengajarnya itu sendiri. Siedentop (1991) mengemukakan tiga fungsi utama guru pada saat melakukan pembelajaran sebagai berikut, three major functions occupy most of the attention of physical educators as they teach: managing students, directing and instructing students, and monitoring/supervising students Managing students merujuk para perilaku verbal maupun nonverbal yang ditampilkan guru untuk tujuan mengorganisir, merubah aktivitas belajar, mengarahkan formasi atau peralatan, memelihara rutinitas baik yang bersifat akademis maupun non akademais termasuk pengelolaan waktu transisi. Directing and instructing students meliputi demonstrasi, eksplanasi, feedback kelompok, dan kegiatan penutup. Monitoring merujuk pada perilaku observasi guru terhadap siswa secara pasif, sedangkan supervising merujuk pada perilaku guru yang ditujukan untuk memelihara siswa tetap aktif belajar seperti mengarahkan, mengingatkan, dan memberikan feedback perilaku sosial (behavioral interactions) maupun penampilan belajar siswa (skill interactions). Sementara itu, Rink (1993) menjelaskan fungsi guru dalam proses belajar mengajar secara lebih rinci lagi ke dalam tujuh kegiatan sebagai berikut, identifying outcomes, planning, presenting tasks, organizing and managing the learning environment, monitoring the learning environment, developing the content, and evaluating. Walaupun kedua pendapat ahli tersebut berbeda secara kuantitas, namun keduanya sama-sama merujuk pada esensi dari proses pembelajaran Pendidikan Jasmani. Pendapat pertama lebih menekankan pada fungsi pokok proses pembelajaran, yaitu pada saat menjalankan siklus Movement Task-Student Response to Task hingga fungsi lainnya seperti persiapan mengajar tidak termasuk di dalamnya. Sedangkan pendapat yang kedua lebih bersifat menyeluruh mulai dari kegiatan persiapan (identifikasi hasil belajar dan perencanaan) hingga evaluasi terhadap proses pembelajaran. Perbedaan ini masuk akal mengingat siklus Movement Task-Student Response to Task merupakan bagian kritis dari proses pembelajaran sehingga fungsi mengajar termasuk keterampilan mengajar (teaching skills) yang pokok seringkali dikaitkan dengan peristiwa siklus ini. 3

4 Untuk dapat meraih proses pembelajaran yang lebih efektif, para guru dapat memilih dan menggunakan berbagai teknik dan keterampilan mengajar secara efektif. Keputusan mengenai teknik dan keterampilan mengajar bagaimana yang akan dipilih untuk menampilkan fungsi mengajar bergantung pada apa yang diketahui, apa yang diyakini, minat, keterampilan, dan kepribadian gurunya itu sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep Ring (1993) mengenai fungsi mengajar yaitu agar guru terfokus pada tujuan perilaku yang ditampilkannya pada saat mengajar daripada hanya sekadar terfokus pada perilaku mengajarnya itu sendiri. Sungguh pun efektivitas pengajaran menjadi kata kunci dari kualitas guru pendidikan jasmani, tidak berarti kompetensi lain diabaikan begitu saja. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 25, terdapat tiga kompetensi lain yang juga perlu dipertimbangkan, yakni kompetensi profesionalisme, kepribadian, dan sosial. Bagaimana kompetensi riil guru pendidikan jasmani di sekolah terkait dengan empat kompetensi tersebut? Tulisan ini akan berusaha memaparkannya. Data diolah berdasarkan hasil penelitian Komisi Nasional Pendidikan Jasmani dan Olahraga terhadap para guru pendidikan jasmani di tiga kota besar, yakni Jakarta, Surabaya, dan Padang. PEMBAHASAN Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini diukur dengan proporsi alokasi waktu belajar gerak (active time allotment) dan proporsi jumlah siswa dalam aktivitas belajar gerak (student s direct engagement). Proporsi alokasi waktu belajar gerak adalah alokasi waktu yang disediakan guru bagi siswa untuk melakukan aktivitas gerak. Sedangkan proporsi jumlah siswa dalam aktivitas belajar gerak adalah jumlah siswa yang terlibat langsung dalam aktivitas belajar gerak per jumlah siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata proporsi waktu aktif belajar gerak dan angka partisipasi siswa di atas 4%. Angka tersebut sangat boleh jadi termasuk dalam katagori baik. Namun demikian apabila dianalisis berdasarkan masa kerja terlihat jelas bahwa semakin lama masa kerja, maka semakin menurun kompetensi pedagogisnya. Guru pendidikan jasmani yang memiliki masa kerja 1 tahun ke atas kompetensi pedagogisnya lebih rendah dibanding dengan mereka yang mengajar 5 tahun ke bawah. Kondisi yang demikian sudah barang tentu merupakan suatu ironi. Lazimnya, masa kerja berbanding lurus dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin banyak waktu yang digunakan untuk melakukan suatu aktivitas, 4

5 ,9 42,6 waktu aktif belajar 51,7 5,8 Masa Kerja <5 thn Masa Kerja >1 thn jml siswa aktif Gambar 1: Waktu Aktif Belajar dan Jumlah Siswa Aktif (%) dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani semakin banyak pula pengalaman yang didapatkan. Meskipun hasil penelitian ini bersifat paradoks, tetapi sebenarnya tidak terlalu mengejutkan apabila dikonfirmasi dengan hasil penelitian lain yang serupa. Penelitian yang dilakukan oleh Suherman (27) menyatakan bahwa masa kerja berbanding terbalik dengan kesungguhan guru dalam menjalankan tugas pedagogisnya. Pertanyaannya kemudian, mengapa hal ini bisa terjadi? Ada beberapa penjelasan yang dapat dikemukakan. Pertama, kurang efektifnya mekanisme evaluasi dan supervisi pelaksanaan pembel-ajaran di sekolah. Seperti diketahui bahwa tidak semua dinas pendidikan memiliki tenaga supervisi dibidang pendidikan jasmani. Kalau pun ada, acapkali tenaga yang dimiliki tidak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Sehingga guru pendidikan jasmani di sekolah kurang mendapatkan umpan balik sebagaimana yang diharapkan. Longgarnya sistem tersebut seolah memberikan peluang bagi guru untuk melakukan tugas tidak sebagaimana standar yang dituntut. Analisis lain yang dapat dikemukakan adalah dari sisi kualitas pengalaman yang diperoleh. Bisa jadi seorang guru berpengalaman mengajar selama 1 tahun, tetapi pertanyaannya, betulkah peng-alaman guru yang bersangkutan 1 tahun? Atau jangan-jangan dia yang punya pengalaman satu tahun, namum diulang sepuluh kali. Artinya, tidak ada kemajuan yang signifikan selama kurun waktu tersebut terkait dengan profesionalismenya, kecuali hanya sekadar bersifat rutinitas. Jika ini yang terjadi, maka bisa dipahami apabila tidak ada perubahan pengalaman yang mengarah pada perbaikan, yang terjadi justru degradasi. 5

6 Kompetensi Profesional Kompetensi profesional berkaitan dengan kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh pada saat pre-service training dan in-service training. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi profesional pada saat pre-service, yakni ketika mereka ada di perguruan tinggi dirasa masih sangat kurang, yakni sebesar 52,78% dan hanya 5,56% yang menyatakan memadai , , sangat kurang 5,56 5,56 cukup memadai Tidak Tahu Gambar 2: Materi Perkuliahan yang diterima Guru pada saat Pre Service Training Kondisi tersebut sungguh sangat memprihatinkan. Jika pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan sebagai bekal menjalankan profesi guru masih jauh dari apa yang diharapkan, bisa dibayangkan bagaimana mereka dapat menjalankan tugas secara profesional. Sudah barang tentu, hal ini menjadi catatan penting bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang notabene mencetak calon-calon guru. Minimnya pengetahuan yang diperoleh saat pre-service training tampaknya juga berpengaruh pada keyakinan guru dalam menjalankan profesinya. Sebanyak 36,11% menyatakan bahwa mereka merasa tidak layak menjalankan tugas mengajar secara profesional. Mereka yang 6

7 menyatakan cukup layak sebesar 55,56%, dan hanya 2,78% yang menyatakan sangat layak. 6 55, , ,78 5,56 Tidak Layak Cukup Layak Sangat Layak Tidak Tahu Gambar 3: Keyakinan Guru dalam Melaksanakan Tugas Mengajar Ketika mereka ditanya bekal apa saja yang dirasa kurang? Sebesar 22,73% menyatakan kekurangan dalam bidang keilmuan; 27,27% merasa kurang dalam hal teaching skill; dan 25% menyatakan kekurangan dalam hal s ubstansi cabang olahraga. Logikanya, ketika bekal matakuliah dari ,73 27, ,91 1 9,9 5 Keilmuan teaching skill cabor lainnya tidak tahu Gambar 4: Bekal kompetensi yang dirasa kurang saat di Perguruan Tinggi 7

8 perguruan tinggi dirasa masih sangat kurang, mestinya para guru diberi kesempatan seluas-luasnya untuk akses terhadap upaya peningkatan kompetensi profesionalnya. Sayangnya, hal itu tidak terjadi. Justru dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa 83,33% mereka menyatakan sangat kurang mendapatkan akses. Sebanyak 13,89% menyatakan cukup dan % menyatakan memadai. Ironi memang! Tetapi itulah realitas yang terjadi ,33 13,89 sangat kurang cukup memadai Gambar 5: Aksesabilitas guru Pendidikan Jasmani Terhadap Pelatihan Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian merujuk pada kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara umum cukup memadai, tetapi yang menyedihkan adalah masa kerja berbanding terbalik dengan kompetensi kepribadian. Semakin lama masa kerja, semakin menurun kompetensi kepribadiannya. Penurunan terjadi di semua aspek, mulai dari kejujuran, kedisiplinan, keterbukaan, etos kerja, dan inovasi. Tampaknya, hasil ini linier dengan kompetensi pedagogis sebagaimana dikemukakan di atas. Hal ini semakin meneguhkan bahwa mereka, dalam hal ini guru pendidikan jasmani, kurang mendapatkan pembinaan yang memadai. Perlu diberi catatan di sini bahwa guru pendidikan jasmani merupakan komunitas dengan ciri khusus. Komunitas tersebut memiliki solidaritas yang tinggi, ikatan moral yang longgar, dan 8

9 Kejujuran Disiplin Terbuka Etos kerja Inovasi Masa kerja <5 thn Masa kerja >1 thn Gambar 6: Perbedaan Kompetensi Kepribadian Antara Masa Kerja 5 Tahun dan 1 Tahun pragmatis. Solidaritas tanpa diikuti bim-bingan moral memiliki kecenderungan untuk melahirkan tindakan-tindakan yang dari perspektif kepribadian kurang terpuji. Misalnya karena alasan pertemanan rela melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kejujuran, kedisiplinan, dan keterbukaan. Demikian juga dengan semangat pragmatisme yang mengedepankan prinsip pokoknya jalan pada gilirannya cenderung melahirkan tindakan-tindakan yang kontraproduktif terhadap etos kerja dan inovasi. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk ber-komunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar Bagaimana dengan kompetensi sosial? Sebagaimana yang terjadi pada kompetensi kepribadian terjadi pula pada kompetensi sosial. Penjelasan yang diberikan pada kompetensi kepribadian dapat juga diterapkan pada konteks kompetensi kepribadian. Hasil penelitian ini tampaknya juga semakin memperkuat tesis penulis yang didasarkan pada pengalaman selama beberapa kali melakukan training, baik terhadap komunitas guru pendidikan jasmani maupun komunitas guru lain, bahwa budaya guru pen-didikan jasmani kurang mendukung, dan pada tingkat tertentu justru menghambat kemajuan profesi guru pendidikan jasmani itu sendiri. Saya agak hati-hati menggunakan kata budaya, sebab khawatir diterjemahkan secara kaku. Pengertian budaya dalam tulisan ini lebih mengacu pada kebiasaan yang 9

10 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 Masa kerja <5 thn Masa kerja >1 thn Keteladanan Ketaatan Komunikasi Kerjasama Tanggung Jawab Gambar 7: Perbedaan Kompetensi Sosial Antara Masa Kerja 5 Tahun dan 1 Tahun berinti pada pola pikir dan tingkah-laku. Guru pendidikan jasmani umumnya memiliki kemampuan berpikir yang kurang tinggi, atau dengan kata lain daya abstraksinya lemah. Hal ini tercermin dari kemampuan analisis terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya. Pola berfikirnya linier dan kurang adanya kreatifitas dalam mencari solusi. Tugas-tugas yang dilakukan lebih sekadar sebagai upaya menggugurkan kewajiban daripada upaya menyempurkan kemampuan yang dimiliki. Kerjasama yang terjadi bukan sebagai upaya pertukaran ide kritis dan pengalaman sehingga diperoleh best practice, tetapi lebih sebagai upaya mendapatkan tiruan, plagiarism, kolusi, dan bentuk-bentuk lain yang kontraproduktif terhadap kualitas dan progresivitas. KESIMPULAN Mengkaji tentang bagaimana kualitas guru pendidikan jasmani di sekolah sebenarnya bukan hal baru, sudah banyak seminar digelar termasuk hasil-hasil penelitian dikemukakan. Apa yang ingin ditegaskan pada bagian akhir tulisan ini, dan sekaligus sebagai kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa kompetensi guru pendidikan jasmani ada dalam kondisi kritis, tidak saja tiadanya peningkatan yang signifikan, melainkan seiring masa kerja justru mengalami degradasi kompetensi, baik dalam kompetensi pedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial. Terkait dengan kesimpulan tersebut perlu direkomendasikan hal-hal sebagai berikut. 1. Perlu dilakukan penyegaran kompetensi pedagogik, terutama kepada mereka yang memiliki masa kerja cukup lama. Langkah ini dapat dilakukan oleh Depdiknas, misalnya melalui PMPTK yang memiliki 1

11 kewenangan meningkatkan kompetensi guru dalam jabatan (in-service training). 2. LPTK sebagai penyedia layanan guru perlu memperbaiki diri, baik dari sisi kurikulum maupun sistem pengajaran. Langkah ini difokuskan terutama pada kelompok matakuliah substansi keilmuan dan teaching learning process. 3. Perlu adanya peningkatan aksesabilitas bagi para guru yang sudah mengajar untuk meningkatkan kompetensi profesi-onalnya. Akses bisa diperluas melalui bentuk pelatihan, seminar, lokakarya, sampai pada peningkatan tingkat kesarjanaan. 4. Perlu adanya penyegaran kompetensi kepribadian dan sosial, terutama bagi guru yang memiliki masa kerja relatif lama. Hal ini juga dapat dilakukan oleh PMPTK melalui program-program yang terencana dan sistematis. 5. Perlu adanya program peningkatan penyediaan sumber belajar bagi para guru dalam rangka optimalisasi motivasi belajar. Kuat dugaan rendahnya kompetensi, khususnya kompetensi pedagogis dan profesional, diantaranya disebabkan oleh kurang tersedianya sumber-sumber belajar yang tersedia seperti buku yang dapat diperoleh dengan mudah. DAFTAR PUSTAKA Ary, D., Jacobs, L.C., dan Razavieh, A. (199). Introduction to Research in Education. Fort Worth: Harcourt Brace College Publishers. Bucher, C. A. dan Krotee, M. L. (1993). Management of Physical Education and Sport. Tenth Edition. Toronto: Mosby. Buschner, C. A. (1994). Teaching Children Movement Concepts and Skills: Becoming a Master Teacher. Champaign, IL: Human Kinetics. Covaleskie, J. F. (1994). The Educational System and Resistence to Reform: The Limit of Policy. Dalam Educational Policy Analysis Archives [Online], Vol 2 (4). Tersedia: html [4 Maret 22] Crum, B. (23). The Identity Crisis of Physical Education to Teach or not to Be, That is the Question. Makalah pada SPEF Conference, Bandung. Depdiknas. (26). Standar Kompetensi: Panduan KTSP. [Online]. Tersedia: [27 April 26] 11

12 Depdiknas (27). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 25 Tentang Guru dan Dosen. [Online]. Tersedia: Desember 27] Depdiknas (27). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 27 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan. [Online]. Tersedia: Desember 27] Depdiknas (27). Meningkatkan kompetensi guru. [Online]. Tersedia dalam [12 Desember 27] Disman, R. K. (199). Determinants of Participation in Physical Activity in Exercise, Fitness, and Health, edited by Claude Bouchard, et al. Champaign, IL: Human Kinetics. Dunkin, M, dan Biddle, B. (1974). The Study of Teaching. New York: Holt, Rinehart & Winston. Ennis, C. D., Mueller L. K. dan Hooper, L.M. (199). The Influence of Teacher Value Orientations on Curriculum Planning within the Parameters of Theoretical Framework. Research Quarterly for Exercise and Sport. 61 (4). Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (199). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill Inc. Freeman, W. H. (21). Physical Education and Sport in a Changing Society. Boston: Allyn and Bacon. Graham, G., Holt, S. A., Parker, M. (1993). Children Moving, A Reflective Approach to Teaching Physical Education. California: Mayfield. Komnas Penjasor (27). Kompetensi dan Sertifikasi guru pendidikan jasmani. Laporan Penelitian. Jakarta: Komnas Penjasor - Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Maksum, A. (28). Kualitas guru pendidikan jasmani di sekolah: Antara harapan dan kenyataan. Makalah disampaikan dalam Simposium Tahunan Penelitian pendidikan yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, tanggal Agustus 28 di Jakarta. 12

13 Metzler, M. W. (2). Instructional Models for Physical Education. Bosto: Allyn & Bacon. Pate, R. R. dan Trost, S. G. (1998). How to Create a Physically Active Future for American Kids. American College of Sport Medicine, Health & Fitness. 2 (6). Rink, J. E. (1993). Teaching Physical Education for Learning. Second Edition. Toronto: Mosby. Rink, J. E. (22). Teaching Physical Education for Learning. Fourth Edition. New York: Mc Graw Hill. Siedentop, D. (199). Introduction to Physical Education, Fitness, and Sport. California: Mayfield Publishing Company. Siedentop, D. (1991). Developing Teaching Skills in Physical Education. California: Mayfield Publishing Company. Siedentop, D. (1994). Quality PE through Positive Sport Experiences: Sport Education. Illinois: Human Kinetics. Suherman, A. (27). Teacher s curricullum value orientations dan implikasinya pada pengembangan kurikulum dan pembelajaran pendidikan jasmani. Disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tinning, R. et al. (21). Becoming a Physical Education Teacher: Contemporary and Enduring Issues. Australia: Prentice Hall. Korespondensi untuk artikel ini dapat dialamatkan ke Sekretariat Journal of Physical Education and Sport Departemen Pendidikan Olahraga FPOK UPI. Jln. Dr. Setiabudi Nomor 229 Bandung. Phone: (22) / (22) Hp ; pgsdpenjas_fpok@upi.edu atau ke Ali Maksum FIK Universitas Negeri Surabaya alymaks@yahoo.com. Research Journal of Physical Education Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia 13

Boneka Kayu Sebagai Alat Peraga bagi Guru/Pelatih Oleh: Sri Winarni. (Staf Pengajar Jurusan POR FIK UNY)

Boneka Kayu Sebagai Alat Peraga bagi Guru/Pelatih Oleh: Sri Winarni. (Staf Pengajar Jurusan POR FIK UNY) 1 Boneka Kayu Sebagai Alat Peraga bagi Guru/Pelatih Oleh: Sri Winarni (Staf Pengajar Jurusan POR FIK UNY) Pendahuluan Hasil penelitian menunjukkan kompetensi guru pendidikan jasmani ada dalam kondisi kritis,

Lebih terperinci

Kualitas Guru Pendidikan Jasmani di Sekolah: Antara Harapan dan Kenyataan

Kualitas Guru Pendidikan Jasmani di Sekolah: Antara Harapan dan Kenyataan Kualitas Guru Pendidikan Jasmani di Sekolah: Antara Harapan dan Kenyataan Ali Maksum * Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa kehadiran pendidikan jasmani; dan tidak ada pendidikan jasmani berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling penting keberadaannya karena proses dimulainya seseorang dalam menempuh dunia pendidikan diawali dari

Lebih terperinci

DAFTAR KEPUSTAKAAN. Belka, D. E. (1994). Teaching Children Games: Becoming a Master Teacher. Champaign, IL: Human Kinetics.

DAFTAR KEPUSTAKAAN. Belka, D. E. (1994). Teaching Children Games: Becoming a Master Teacher. Champaign, IL: Human Kinetics. DAFTAR KEPUSTAKAAN Aliance American for Health, Physical Education, Recreation, and Dance. (1999). Physical Education for Lifelong Fitness: The Physical Best Teacher s Guide. AAHPERD. Champaign, IL: Human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB III PENILAIAN A. Benar-Salah. Petunjuk:

BAB III PENILAIAN A. Benar-Salah. Petunjuk: BAB III PENILAIAN Untuk membantu pemahaman para guru dalam mempelajari bahan pelatihan, maka dalam bab ini akan diberikan contoh-contoh soal yang dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman guru

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Andrian. S Empat Pilar Kompetensi Guru dalam KTSP. Bandung: widya Karya.

DAFTAR PUSTAKA. Andrian. S Empat Pilar Kompetensi Guru dalam KTSP. Bandung: widya Karya. DAFTAR PUSTAKA Andrian. S. 2008. Empat Pilar Kompetensi Guru dalam KTSP. Bandung: widya Karya. Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Endi Rustandi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Endi Rustandi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman guru terhadap esensi proses pembelajaran merupakan faktor penting agar guru dapat melakukan inovasi pembelajaran secara sistematis dan berkelanjutan menuju

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SD NEGERI DI KABUPATEN PINRANG. Hikmad Hakim 1

ANALISIS KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SD NEGERI DI KABUPATEN PINRANG. Hikmad Hakim 1 [Type text] ANALISIS KINERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI SD NEGERI DI KABUPATEN PINRANG Hikmad Hakim 1 Abstrak, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; Hasil Analisis Kinerja Guru Pendidikan Jasmani SD

Lebih terperinci

KECENDERUNGAN NILAI RUJUKAN GURU PENDIDIKAN JASMANI

KECENDERUNGAN NILAI RUJUKAN GURU PENDIDIKAN JASMANI KECENDERUNGAN NILAI RUJUKAN GURU PENDIDIKAN JASMANI Adang Suherman Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung. E-mail: adangsuherman@gmail.com Abstract: The Tendency of Value

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal atau nonformal. Kedua pendidikan ini jika ditempuh dan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. formal atau nonformal. Kedua pendidikan ini jika ditempuh dan dilaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci untuk mencapai kesejahteraan, tentunya langkah utama harus diawali dengan belajar lebih giat baik melalui pendidikan formal atau

Lebih terperinci

SILABUS PEDAGOGI OLAHRAGA (SPORT PEDAGOGY) DASAR. 1. Identitas mata kuliah Nama mata kuliah : Pedagogi Olahraga (Sport Pedagogy) Nomor kode : OK 304

SILABUS PEDAGOGI OLAHRAGA (SPORT PEDAGOGY) DASAR. 1. Identitas mata kuliah Nama mata kuliah : Pedagogi Olahraga (Sport Pedagogy) Nomor kode : OK 304 SILABUS PEDAGOGI OLAHRAGA (SPORT PEDAGOGY) DASAR 1. Identitas mata kuliah Nama mata kuliah : Pedagogi Olahraga (Sport Pedagogy) Nomor kode : OK 304 Jumlah sks : 2 sks Semester : VI Program studi : PJKR

Lebih terperinci

STRATEGI IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN PENJAS DIKAJI DARI PERSPEKTIF LPTK

STRATEGI IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN PENJAS DIKAJI DARI PERSPEKTIF LPTK Strategi Implementasi Nilai Pendidikan. STRATEGI IMPLEMENTASI NILAI PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN PENJAS DIKAJI DARI PERSPEKTIF LPTK PJKR, Universitas PGRI Semarang fajr810@gmail.com Abstrak Pendidikan

Lebih terperinci

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **)

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **) PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **) A. Pendahuluan Undang- Undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan

Lebih terperinci

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI Email: labtek_rtu@upi.edu Abstrak Penelitian sebelumnya oleh Budi Sulistiono (1998) menemukan bahwa

Lebih terperinci

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: kurnia.noviartati@gmail.com Abstrak Guru

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENDIDIK DALAM BIDANG PENILAIAN

KOMPETENSI PENDIDIK DALAM BIDANG PENILAIAN Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 KOMPETENSI PENDIDIK DALAM BIDANG PENILAIAN Oleh Dr. Suprananto, M.Ed. (Kepala Bidang Penilaian Akademik Puspendik Balitbang Kemdikbud) Disampaikan pada Seminar

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan

BAB I LATAR BELAKANG. Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan pendidikan yang memadai seseorang akan mampu menjawab tantangan-tantangan global

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan

I. PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar

Lebih terperinci

TINJAUAN ALTERNATIF KONSEP MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PJOK) DI SEKOLAH

TINJAUAN ALTERNATIF KONSEP MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PJOK) DI SEKOLAH 16 TINJAUAN ALTERNATIF KONSEP MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PJOK) DI SEKOLAH Ujang Rohman Program Studi Kepelatihan Olahraga Universitas PGRI Adi Buana Surabaya jankroh64@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan penegasan istilah yang meliputi; kinerja guru, guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi modern menuntut penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi peningkatan harkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern, makmur dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan

BAB I PENDAHULUAN. modern, makmur dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Roesdiyanto Universitas Negeri Malang

Roesdiyanto Universitas Negeri Malang KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN (DALAM KOMPETENSI INTI PEMAHAMAN TUJUAN PEMBELAJARAN DAN MEMILIH MATERI PEMBELAJARAN SESUAI DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK)

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN PEER TEACHING DALAM PEMBELAJARAN TENNIS

UPAYA MENINGKATKAN JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN PEER TEACHING DALAM PEMBELAJARAN TENNIS UPAYA MENINGKATKAN JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN PEER TEACHING DALAM PEMBELAJARAN TENNIS Prodi PGSD PENJAS Departemen Pendidikan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

Lebih terperinci

DETERMINAN TERHADAP KECENDERUNGAN NILAI RUJUKAN GURU PENDIDIKAN JASMANI

DETERMINAN TERHADAP KECENDERUNGAN NILAI RUJUKAN GURU PENDIDIKAN JASMANI DETERMINAN TERHADAP KECENDERUNGAN NILAI RUJUKAN GURU PENDIDIKAN JASMANI Adang Suherman FPOK Universitas Pendidikan Indonesia (e-mail: adangsuherman@gmail.com; HP: 08157136138) Abstract: Effects of School

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontekstual dan relevan. Peran baru guru ini harus ditemukan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. kontekstual dan relevan. Peran baru guru ini harus ditemukan karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke-21 yang ditandai dengan globalisasi teknologi dan informasi, telah membawa dampak yang luar biasa bagi peran guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran.

Lebih terperinci

ELEMEN DASAR MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN

ELEMEN DASAR MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN ELEMEN DASAR MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN Cahya Mahardika (Pendidikan Olahraga, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang) cahyamahardika1302@gmail.com Abstrak: Pendidikan jasmani dan kesehatan

Lebih terperinci

Tite Juliantine Universitas Pendidikan Indonesia

Tite Juliantine Universitas Pendidikan Indonesia PENILAIAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI Tite Juliantine Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Penilaian pendidikan adalah proses untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas setiap individu, baik secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan mengikuti laju

Lebih terperinci

DASAR PROFESIONALITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

DASAR PROFESIONALITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DASAR PROFESIONALITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN Andreas Budi Setyawan (Pendidikan Olahraga, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang) andreasbs85@gmail.com Abstrak: Pendidikan jasmani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan faktor determinan pembangunan. Pendidikan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi di negara ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satu

I. PENDAHULUAN. ekonomi di negara ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya. Walaupun potensi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru dan siswa. Proses ini akan berkembang lebih baik dan mencapai hasil yang

BAB I PENDAHULUAN. guru dan siswa. Proses ini akan berkembang lebih baik dan mencapai hasil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan proses interaksi antara guru dan siswa. Proses ini akan berkembang lebih baik dan mencapai hasil yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109

BAB I PENDAHULUAN. menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MIKRO INOVATIF BAGI PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK CALON GURU BAHASA INDONESIA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MIKRO INOVATIF BAGI PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK CALON GURU BAHASA INDONESIA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MIKRO INOVATIF BAGI PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK CALON GURU BAHASA INDONESIA oleh Ida Zulaeha dan Deby Luriawati Fakultas Bahasa dan Seni UNNES ABSTRAK Micro teaching

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Program Studi : Pendidik Jasmi Kesehat d Rekreasi Nama Mata Kuliah : Persiap Profesi

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GURU MERUPAKAN PERLINDUNGAN PROFESI. Sugeng Muslimin Dosen Pend. Ekonomi FKIP Unswagati ABSTRAK

SERTIFIKASI GURU MERUPAKAN PERLINDUNGAN PROFESI. Sugeng Muslimin Dosen Pend. Ekonomi FKIP Unswagati ABSTRAK SERTIFIKASI GURU MERUPAKAN PERLINDUNGAN PROFESI Sugeng Muslimin 1 1. Dosen Pend. Ekonomi FKIP Unswagati ABSTRAK Profesi guru adalah profesi yang terhormat, tidak semua orang dapat menjadi guru. Untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua negara

Lebih terperinci

DESKRIPSI MATA KULIAH KURIKULUM PENJAS. Oleh. Dra. Hj. Mimin Karmini Dian Budiana, M.Pd. Ahmad Hamidi, S.Pd.

DESKRIPSI MATA KULIAH KURIKULUM PENJAS. Oleh. Dra. Hj. Mimin Karmini Dian Budiana, M.Pd. Ahmad Hamidi, S.Pd. DESKRIPSI MATA KULIAH KURIKULUM PENJAS Oleh Dra. Hj. Mimin Karmini Dian Budiana, M.Pd. Ahmad Hamidi, S.Pd. PROGRAM PGSD JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PORTOFOLIO GURU SEBAGAI INSTRUMEN SERTIFIKASI GURU Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Nasional, di Hotel Bumi Wiyata Depok, 2009

PENYUSUNAN PORTOFOLIO GURU SEBAGAI INSTRUMEN SERTIFIKASI GURU Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Nasional, di Hotel Bumi Wiyata Depok, 2009 PENYUSUNAN PORTOFOLIO GURU SEBAGAI INSTRUMEN SERTIFIKASI GURU Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Nasional, di Hotel Bumi Wiyata Depok, 2009 Liliana Muliastuti, M.Pd. (Pembantu Dekan I Fakultas Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU 5 PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU 1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan sertifikasi guru? Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu: a. melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling ketergantungan antara semua sub-sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap profesional ingin menunjukkan bahwa kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan. Guru sebagai seorang profesional mempertaruhkan profesi pada kualitas kerjanya.

Lebih terperinci

Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Drs., M.Pd. - - FIP - UPI Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan No Drs., M.Pd. - - FIP - UPI Perkembangan Jumlah Guru Sumber: Balitbang 2004 Jenjang Pendidikan Tahun 2000/2001 2001/2002 2002/2003 1 TK 102,503

Lebih terperinci

A. KUALIFIKASI PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN

A. KUALIFIKASI PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 40 TAHUN 2009 TANGGAL 30 JULI 2009 STANDAR PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN A. KUALIFIKASI PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN 1. Kualifikasi Penguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses pengembangan pendidikan pada saat ini. Kegiatan evaluasi pendidikan menempati posisi penting

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN TAHUN 2009: DASAR HUKUM DAN PELAKSANAANNYA 1

SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN TAHUN 2009: DASAR HUKUM DAN PELAKSANAANNYA 1 SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN TAHUN 2009: DASAR HUKUM DAN PELAKSANAANNYA 1 Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. 2 PENDAHULUAN Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang RI

Lebih terperinci

SILABUS. I. Deskripsi Mata Kuliah

SILABUS. I. Deskripsi Mata Kuliah DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA Alamat: Karangmalang Yogyakarta 55281 Telepon : 0274 5818 Psw. 221, 223,345 SILABUS Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Makna penting pendidikan ini telah menjadi kesepakatan yang luas dari setiap elemen masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah berdasarkan kurikulum yang disusun oleh lembaga pendidikan. Menurut undang-undang sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa persepsi guru yang belum sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan guru merupakan profesi yang membanggakan, maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Guru Berprestasi 1. Pengertian Guru Berprestasi Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Guru Berprestasi Pendidikan Dasar Tingkat Nasional Tahun 2013 yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN

IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN Drs. Uep Tatang Sontani, M.Si 1 Dr. Suwatno, M.Si. Drs. Ade Sobandi, M.Si. Rasto, S.Pd., M.Pd. ABSTRAK

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GURU; ANTARA HARAPAN, TANTANGAN DAN REALITA. Oleh: Cepi Triatna, M.Pd. *)

SERTIFIKASI GURU; ANTARA HARAPAN, TANTANGAN DAN REALITA. Oleh: Cepi Triatna, M.Pd. *) SERTIFIKASI GURU; ANTARA HARAPAN, TANTANGAN DAN REALITA Oleh: Cepi Triatna, M.Pd. *) A. Pendahuluan Isu utama terkait dengan guru pra sertifikasi adalah kesejahteraan dan kualitas guru. Kesejahteraan terkait

Lebih terperinci

ARTIKEL HASIL PENELITIAN 2011

ARTIKEL HASIL PENELITIAN 2011 MENGEMBANGKAN KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN ADMINISTRASI PERKANTORAN MELALUI IMPLEMENTASI PROGRAM LATIHAN PROFESI (PLP) DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Oleh Dr. Rasto, M.Pd. ABSTRAK Salah satu wahan untuk

Lebih terperinci

(Invited Speaker dalam Seminar Nasional di Universitas Bengkulu, 29 Nopember 2009)

(Invited Speaker dalam Seminar Nasional di Universitas Bengkulu, 29 Nopember 2009) PROFESIONALISME GURU DAN KARYA TULIS ILMIAH Kardiawarman Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jl. Setiabudi No. 229-Bandung, Jawa Barat e-mail: yaya_kardiawarman@yahoo.com (Invited Speaker dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah alur yang sangat penting yang harus dilalui oleh manusia, baik itu pendidikan secara formal ataupun non formal. mengindikasikan Hal ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGUJI PADA KURSUS DAN PELATIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

KESULITAN MAHASISWA PPG PENDIDIKAN FISIKA FKIP UNSYIAH DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN DI BANDA ACEH

KESULITAN MAHASISWA PPG PENDIDIKAN FISIKA FKIP UNSYIAH DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN DI BANDA ACEH 288 Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Pendidikan Fisika. Vol. 2 No.3 Juli 2017, 288-294 KESULITAN MAHASISWA PPG PENDIDIKAN FISIKA FKIP UNSYIAH DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN DI BANDA ACEH Rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bagi suatu bangsa, peningkatan kualitas pendidikan sudah seharusnya menjadi prioritas pertama. Kualitas pendidikan sangat penting artinya, sebab hanya manusia

Lebih terperinci

II. SILABUS MATA KULIAH (SMK)

II. SILABUS MATA KULIAH (SMK) II. SILABUS MATA KULIAH (SMK) Mata Kuliah / Kode : Pengembangan Model Pembelajaran IPA / KPA 2308 Semester/ SKS : II/ 2 Program Studi : Magister Pendidikan IPA Fakultas : FKIP 1. Capaian Pembelajaran MK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan oleh setiap negara. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN

IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN IMPLEMENTASI PROSES PEMBELAJARAN DALAM MENCAPAI KOMPETENSI GURU BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PERKANTORAN Suwatno, A. Sobandi, Rasto 1 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) tingkat implementasi

Lebih terperinci

Kata Kunci: guru, kejuruan, kompetensi, profesional.

Kata Kunci: guru, kejuruan, kompetensi, profesional. UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SEKOLAH KEJURUAN Oleh: SARDI SALIM (Desen Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Teknik UNG) Abstrak. Guru sekolah pendidikan kejuruan terutama bidang teknologi,

Lebih terperinci

2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL

2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah yang menjadi dasar pijakan peneliti melakukan penelitian, kemudian tujuan penelitian yang menjadi arah pada penelitian ini, selanjutnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI 1 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI Pendahuluan Guru-guru pendidikan jasmani (penjas) sudah mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas jasmani di samping mengembangkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk. meningkatkan kualitas manusia. Sekolah merupakan salah satu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk. meningkatkan kualitas manusia. Sekolah merupakan salah satu organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas manusia. Sekolah merupakan salah satu organisasi untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN M. Syaom Barliana Universitas Pendidikan Indonesia L A T A R B E L A K A N G Peningkatan kualitas

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PROFESI GURU: IMPLIKASI DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 KAMIN SUMARDI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PENDIDIKAN PROFESI GURU: IMPLIKASI DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 KAMIN SUMARDI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PENDIDIKAN PROFESI GURU: IMPLIKASI DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 KAMIN SUMARDI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PENGERTIAN GURU GURU ADALAH PENDIDIK PROFESIONAL DENGAN TUGAS UTAMA MENDIDIK, MENGAJAR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

DAMPAK STATUS AKRIDITASI SEKOLAH, SARANA PRASARANA DAN KOMPETENSI SOSIAL TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU SD KECAMATAN KEDUNGTUBAN BLORA TESIS.

DAMPAK STATUS AKRIDITASI SEKOLAH, SARANA PRASARANA DAN KOMPETENSI SOSIAL TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU SD KECAMATAN KEDUNGTUBAN BLORA TESIS. DAMPAK STATUS AKRIDITASI SEKOLAH, SARANA PRASARANA DAN KOMPETENSI SOSIAL TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU SD KECAMATAN KEDUNGTUBAN BLORA TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA

BAB II TIJAUAN PUSTAKA BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Sertifikasi Guru a. Pengertian Sertifikasi Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang berkualitas mampu melahirkan sumber daya. manusia unggul yang dapat menjadi aktor penting di balik semua

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang berkualitas mampu melahirkan sumber daya. manusia unggul yang dapat menjadi aktor penting di balik semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang berkualitas mampu melahirkan sumber daya manusia unggul yang dapat menjadi aktor penting di balik semua kesuksesan. Guru merupakan salah satu

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2007

SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2007 SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2007 A. Sasaran Sejumlah 190.450 guru kelas dan guru mata pelajaran untuk semua jenjang pendidikan, PNS dan non PNS. Terdiri atas 20.000 guru SD dan SMP yang sudah

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU Oleh : Lailatussaadah Dosen Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar-Raniry Email: lailamnur27@gmail.com ABSTRAK Kinerja guru merupakan hasil, kemajuan dan prestasi kerja guru

Lebih terperinci

ISKANDAR HASAN Pengawas Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kota Gorontalo

ISKANDAR HASAN Pengawas Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kota Gorontalo Jaenuddin, Hubungan Kecerdasan Interpersonal dan. PENERAPAN TEKNIK PENAMPINGAN MELALUI SUPERVISI AKADEMIK UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU KIMIA DALAM PENILAIAN HASIL BELAJAR SISWA ISKANDAR HASAN Pengawas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. dengan kebutuhan serta tidak ketinggalan jaman. Penyesuan tersebut secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. dengan kebutuhan serta tidak ketinggalan jaman. Penyesuan tersebut secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyusun visi, misi, tujuan dan stategi agar sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua negara

Lebih terperinci

Profesi dan Profesionalisasi Keguruan. Written by Mudjia Rahardjo Wednesday, 14 April :55 - Last Updated Thursday, 15 April :07

Profesi dan Profesionalisasi Keguruan. Written by Mudjia Rahardjo Wednesday, 14 April :55 - Last Updated Thursday, 15 April :07 (tulisan ini adalah kelanjutan dari artikel yang berjudul Pengembangan Profesionalisme Guru atau dapat anda lihat di link ini: www.mudjiarahardjo.com ) Secara logik, setiap usaha pengembangan profesi (professionalization)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan meningkatkan pelayanan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu. Apalagi dengan adanya deregulasi

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, seperti guru, sarana pembelajaran, aktivitas siswa, kurikulum dan faktor lain seperti

Lebih terperinci

KOMPETENSI ALUMNI PG PAUD FIP UNNES DI LEMBAGA PENDIDIKAN

KOMPETENSI ALUMNI PG PAUD FIP UNNES DI LEMBAGA PENDIDIKAN Penelitian KOMPETENSI ALUMNI PG PAUD FIP UNNES DI LEMBAGA PENDIDIKAN Edi Waluyo, Lita Latiana, & Decik Dian Pratiwi e-mail: waluyowulan@gmail.com PG PAUD FIP Universitas Negeri Semarang Abstrak: Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, salah satu masalah yang menarik untuk dikaji yaitu berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan adalah mengenai kesiapan kerja siswa. Saat ini, banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam membentuk pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEAKTIFAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI KARANGPANDAN MELALUI STRATEGI TEAM QUIZ DISERTAI MODUL

PENINGKATAN KEAKTIFAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI KARANGPANDAN MELALUI STRATEGI TEAM QUIZ DISERTAI MODUL PENINGKATAN KEAKTIFAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA NEGERI KARANGPANDAN MELALUI STRATEGI TEAM QUIZ DISERTAI MODUL SKRIPSI Oleh : Siti Nurjanah NIM K4307049 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR *) Oleh: Ali Muhson, M.Pd. **)

PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR *) Oleh: Ali Muhson, M.Pd. **) PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR *) Oleh: Ali Muhson, M.Pd. **) A. Pengertian Penilaian Kelas Penilaian kelas adalah suatu bentuk kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP DAN KAJIAN PEDAGOGI OLAHRAGA. OLEH: B. ABDULJABAR, Dr.

RUANG LINGKUP DAN KAJIAN PEDAGOGI OLAHRAGA. OLEH: B. ABDULJABAR, Dr. RUANG LINGKUP DAN KAJIAN PEDAGOGI OLAHRAGA OLEH: B. ABDULJABAR, Dr. Pendidikan Olahraga atau Pedagogi Olahraga Pedagogik = ilmu mendidik atau ilmu pendidikan ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan

Lebih terperinci

SEMINAR INTERNASIONAL

SEMINAR INTERNASIONAL DILEMA PENINGKATAN KOMPETENSI MELALUI SERTIFIKASI GURU Oleh: Endang Mulyatiningsih* ABSTRACT Artikel ini bertujuan untuk menelaah kembali kebijakan sertifikasi guru yang sedang hangat diperbincangkan.

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SILABUS MK DASAR-DASAR PENJAS

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SILABUS MK DASAR-DASAR PENJAS Fakultas : Fakultas Ilmu Keolahragaan Program Studi : Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi Mata Kuliah : Dasar-dasar Penjas Kode Mata Kuliah : PNJ 21 Sks : Teori = 2 SKS; Praktek = - Semester : I Mata

Lebih terperinci

PEDOMAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH INDONESIA DI LUAR NEGERI (SILN) SECARA ONLINE

PEDOMAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH INDONESIA DI LUAR NEGERI (SILN) SECARA ONLINE PEDOMAN PENINGKATAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH INDONESIA DI LUAR NEGERI (SILN) SECARA ONLINE DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT

Lebih terperinci