BAB II TINJAUAN PUSTAKA Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun harus memenuhi prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Peraturan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun harus memenuhi prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Peraturan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Erlina dan Rasdianto (2013) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan. Laporan keuangan yang disusun harus memenuhi prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan dihasilkan dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang kemudian dijadikan dasar dalam membuat Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Laporan keuangan daerah suatu hasil dari proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dari transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dan pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah yang memerlukannya. Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tersebut harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). LKPD digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pemerintah daerah. Laporan keuangan daerah bermanfaat dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi sosial maupun politik karena LKPD memberi informasi berikut:

2 a. Kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran. b. Kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan. c. Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai. d. Cara entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya. e. Posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk yang berasal dari pajak dan pinjaman. f. Perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik tujuan laporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Untuk memenuhi tujuan tersebut, Laporan Keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan

3 penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaaan, sisa lebih/kurang pelaksaaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit laporan operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan. Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dikeluarkan 2 kali dalam satu tahun anggaran, yaitu: - Per-semester, yang dimulai dari periode Januari Juni. - Per-tahunan, yang dimulai dari periode Januari Desember. Setiap pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan: a. Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. b. Manajemen Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. c. Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam

4 pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. d. Keseimbangan antar Generasi (intergenerational equity) Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. Laporan Keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan mengungkapkan informasi berikut: a. Alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun. b. Fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan (Erlina dan Rasdianto, 2013) Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, pembuatan laporan keuangan dilakukan oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Laporan Keuangan tersebut akan di konsolidasikan oleh entitas pelaporan dalam hal ini disebut sebagai Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten. Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kota/ Kabupaten terdiri dari: - Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

5 - Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL) - Neraca - Laporan Operasional (LO) - Laporan Arus Kas (LAK) - Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) - Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) Secara garis besar, Laporan Keuangan pemerintah dikelompokkan menjadi tiga yaitu: a. Laporan Pelaksanaan Anggaran (Budgetary Report) - Laporan Realisasi Anggaran - Laporan Perubahan SAL b. Laporan Financial (Financial Report) - Neraca - Laporan Operasional - Laporan Perubahan Ekuitas - Laporan Arus Kas c. Catatan atas Laporan Keuangan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki maka harus memiliki 4 (empat) karakteristik berikut yang terdiri dari:

6 a. Relevan; Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang relevan yaitu: - Memiliki manfaat umpan balik (feedback value); - Memiliki manfaat prediktif (predictive value); - Tepat waktu; dan - Lengkap; b. Andal; Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi yang andal harus memenuhi: - Penyajian jujur; - Dapat diverifikasi (verifiability); dan - Netralitas. c. Dapat dibandingkan; dan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya baik secara internal maupun eksternal. d. Dapat dipahami.

7 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Disclosure didefinisikan sebagai penyampaian informasi. Pengungkapan laporan keuangan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas entitas yang terdapat pada catatan atas laporan keuangan terhadap pengungkapan wajib laporan keuangan entitas pelaporan sehingga laporan keuangan harus lengkap, jelas, dan dapat menggambarkan secara tepat kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi entitas tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 pada lampiran PSAP 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan, bahwa setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman atas sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional dan

8 Laporan Arus Kas dapat mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmenkomitmen lainnya. Dalam rangka pengungkapan dalam laporan keuangan yang memadai, Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 2. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 3. Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 4. Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya; 5. Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan; 6. Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; dan

9 7. Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. Pengungkapan laporan keuangan merupakan cara untuk menjelaskan atau membeberkan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai seperti yang terdapat pada catatan atas laporan keuangan sesuai prinsip akuntabilitas. Pemerintah mengungkapkan hal-hal yang bersifat penting dan informatif sebagai bentuk good governance dalam melaksanakan prinsip akuntabilitas dan transparansi yang dituangkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Penyusunan LKPD harus disajikan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan SAP yang akan menghasilkan suatu Sistem Akuntansi Pemerintahan. Penyusunan LKPD adalah salah satu bentuk penerapan prinsip transparansi yang merupakan keterbukaan pemerintah atas aktivitas pengelolaan keuangan daerah. LKPD merupakan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan yang telah dilakukan pemerintah selama suatu periode untuk diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK bahwa BPK sebagai satu-satunya auditor yang mempunyai wewenang untuk memeriksa laporan keuangan ketiga lapis pemerintahan di Indonesia yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Setelah LKPD selesai diperiksa maka BPK akan mengeluarkan opini atas hasil pemeriksaan tersebut. Opini dari BPK ini yang menjadi acuan atas kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah karena opini bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

10 umum. Opini dari hasil pemeriksaan BPK menjadi penting ketika dikaitkan dengan tujuan laporan keuangan yaitu menyajikan informasi keuangan, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para stakeholders yang terdiri dari masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah (Sarjono, 2012). Jenis Pengungkapan menurut Sri Rahayu, pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua terdiri dari: a. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) Adalah pengungkapan/penjelasan yang harus (wajib) dilakukan oleh pimpinan entitas (kepala daerah) khususnya. Contohnya: - Kebijakan akuntansi yang digunakan pemerintah karena setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sesuai dengan bunyi pasal 4 ayat 1 yaitu pemerintah menerapkan SAP berbasis akrual, yang sebelumnya mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah yang menerapkan SAP berbasis kas, jadi pemerintah harus mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; - Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

11 - Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; - Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; - Pengungkapan informasi untuk pengakuan pendapatan pajak, retribusi, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs, dan lain-lain. b. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) Adalah pengungkapan/penjelasan yang secara sukarela diungkapkan oleh pimpinan entitas/kepala daerah khususnya kepada publik/masyarakat, anggota legislatif, kreditor, pegawai, investor, dan lain-lain sebagai stakeholder. Contohnya: - Profil Daerah dan Pemerintah Daerah, dan lain-lain. Sedangkan Tingkatan (level) pengungkapan terdiri dari tiga konsep pengungkapan yaitu: a. Pengungkapan memadai (adequate disclosure) b. Pengungkapan wajar (fair disclosure) c. Pengungkapan berlebihan (full disclosure) Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Definisi pengungkapan wajib dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar

12 akuntansi yang berlaku (Naim dan Rakhman, 2000), (Suhardjanto, Yulianingtyas, 2011) Total belanja Pengertian belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah (Erlina dan Rasdianto, 2013 dikutip dalam PSAP No.2, Paragraf 7). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah bahwa pengertian belanja daerah sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan, belanja dikelompokkan menjadi: A. Belanja langsung Belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari belanja: a. Belanja pegawai; b. Belanja barang dan jasa; c. Belanja modal. B. Belanja tidak langsung Belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

13 a. Belanja pegawai; b. Belanja bunga; c. Belanja subsidi; d. Belanja hibah; e. Belanja bantuan sosial; f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa. (Erlina dan Rasdianto, 2013) Jadi total belanja daerah terdiri dari total realisasi belanja langsung dengan belanja tidak langsung Total Aset Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Kekayaan daerah dapat dilihat pada angka total aset yang terdiri dari total aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan aset lainnya yang dimiliki oleh kabupaten/kota. A. Aset Lancar Aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas)

14 bulan sejak tanggal pelaporan. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. B. Investasi Jangka Panjang Merupakan investasi yang diadakan dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi, Investasi jangka panjang meliputi investasi nonpermanen contohnya surat utang negara dan permanen contohnya penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. C. Aset Tetap Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum (PSAP Nomor 7). Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) salah satu kriteria untuk dapat dikategorikan sebagai aset tetap adalah nilainya yang besar sedangkan aset tetap yang nilai per unitnya kecil dapat langsung dikelompokkan sebagai persediaan. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah: - Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misal entitas pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor. - Hak atas tanah Klasifikasi aset tetap menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pada PSAP Nomor 7 mengenai akuntansi aset tetap menyebutkan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas terdiri

15 dari: Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan, Jaringan dan Instalasi, Aset tetap lainnya, Konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap harus mempunyai wujud dan memenuhi kriteria sebagai berikut agar dapat diakui sebagai aset tetap yakni: - Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; - Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; - Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan - Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Pengungkapan Aset Tetap berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah menyebutkan bahwa laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut: - Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount); - Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan, pelepasan atau mutasi aset tetap; - Informasi penyusutan, meliputi nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode; - Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; - Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi aset tetap; - Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; - Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.

16 Untuk hal yang terkait dengan konstruksi dalam pengerjaan, laporan keuangan harus mengungkapkan sebagai berikut: - Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; - Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya; - Jumlah biaya yang telah dikeluarkan; - Uang muka kerja yang diberikan; - Retensi. D. Aset Lainnya Aset Non Lancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya yang terdiri dari: - Aset tak berwujud; - Tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan; - Aset kerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan); dan - Kas yang dibatasi penggunaannya Tingkat Ketergantungan Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam pendapatan asli daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai PAD (Lembaga Penelitian Smeru). Dalam arti tidak semua pemerintah daerah dapat memenuhi pembiayaan daerahnya. Karena itu pemerintah daerah kabupaten/kota masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai program/kegiatan pemerintah

17 daerah dalam menjamin terselenggaranya pembangunan dengan baik sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan tujuan pembangunan daerah. Agar terselenggaranya tujuan pembangunan nasional di daerah maka urusan pemerintahan yang diserahkan atau didistribusikan kepada daerah disertai pula dengan penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan adanya ketergantungan pemerintah daerah kabupaten/kota pada pemerintah pusat maka semakin besar pula desakan dari pemberi bantuan (pemerintah pusat) untuk mendapatkan laporan pertanggungjawaban atas pemakaian dana bantuan tersebut. Laporan pertanggungjawaban ini merupakan alat untuk memantau kinerja pemerintah daerah dalam menggunakan dana bantuan tersebut. Ketergantungan pemerintah daerah kabupaten/kota pada pemerintah pusat disebut dengan dana perimbangan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dana perimbangan terdiri atas: A. Dana Bagi Hasil (DBH); Bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari: - Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); - Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan - Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: - Kehutanan;

18 - Pertambangan umum; - Perikanan; - Pertambangan minyak bumi; - Pertambangan Gas Bumi; dan - Pertambangan Panas Bumi. B. Dana Alokasi Umum (DAU); dan DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD. DAU bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Prinsip Dasar Alokasi DAU terdiri dari: a. Kecukupan (adequacy) Sistem DAU harus memberikan sejumlah dana yang cukup kepada daerah. b. Netralitas dan efisiensi (neutrality and efficiency) Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien. Maksud dari netral adalah suatu sistem alokasi harus diupayakan sedemikian rupa sehingga efeknya justru memperbaiki (bukan menimbulkan) distorsi dalam harga relatif pada perekonomian daerah. Arti dari efisien adalah sistem alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga input. Karena itu sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis instrumen finansial alternatif relevan yang tersedia.

19 c. Akuntabilitas (accountability) Penggunaan DAU sebaiknya dilepaskan ke daerah karena peran daerah akan sangat dominan dalam penentuan arah alokasi. Maka peran lembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah bersangkutan amatlah sangat penting dalam proses penentuan prioritas anggaran yang perlu dibiayai dari pos DAU. d. Relevansi dengan tujuan (relevance) Sudah selayaknya alokasi DAU ditujukan untuk membiayai sebagian dari: - beban fungsi yang dijalankan; dan - hal-hal yang merupakan prioritas dan target-target nasional yang harus dicapai. e. Keadilan (equity) DAU harus bertujuan untuk meratakan pendapatan antar daerah. f. Objektivitas dan transparansi (Objectivity and Transparancy) Sistem alokasi DAU yang baik harus didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan manipulasi untuk itu sistem alokasi DAU harus dibuat sejelas mungkin dan formulanya dibuat setransparan mungkin serta dipahami oleh khalayak umum. g. Kesederhanaan (simplicity) Rumusan alokasi DAU harus sederhana. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Formulasi untuk menghitung besarnya DAU Besarnya DAU = 26% x PDN APBN

20 DAU untuk Provinsi = 10% x 26% x PDN APBN DAU untuk Kab/Kota = 90% x 26% x PDN APBN DAU suatu Provinsi = (Bobot Provinsi yang bersangkutan / Bobot seluruh Provinsi di Indonesia) x DAU untuk Provinsi DAU suatu Kab/Kota = (Bobot Kab/Kota yang bersangkutan / Bobot seluruh Kab/Kota di Indonesia) x DAU untuk Kab/Kota. (Erwin Anthony s Blog) DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (UU No. 33 Tahun 2004). Rumus DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar Celah Fiskal = Bobot Celah Fiskal x DAU seluruh Kab/Kota Bobot Celah Fiskal daerah = Celah Fiskal daerah / Total Celah Fiskal seluruh Kab/Kota Celah Fiskal Daerah = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal Kebutuhan Fiskal = Total Belanja Daerah rata-rata x [(Bobot x Indeks Jumlah Penduduk) + (Bobot x Indeks Luas Wilayah) + (Bobot x Indeks Kemahalan Konstruksi) + (Bobot x Indeks Pembangunan Manusia) + (Bobot x Indeks PDRB perkapita)] Kapasitas Fiskal = Pendapatan Asli Daerah + Dana Bagi Hasil Alokasi Dasar = Gaji PNSD termasuk kenaikan gaji pokok dan gaji ke-13 dan gaji CPNSD Ketentuan: Jika celah fiskal > 0, maka DAU = Alokasi dasar + celah fiskal

21 Jika celah fiskal = 0, maka DAU = Alokasi dasar Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya negatif lebih kecil dari alokasi dasar, maka DAU = Alokasi dasar Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya sama atau lebih besar dari alokasi dasar, maka DAU = 0 C. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional sehingga dapat membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk: - Membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional; dan - Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan untuk mengatur lebih lanjut tentang DAK. Pelaksanaan DAK diarahkan untuk kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana

22 fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal (Kajian hubungan keuangan pusat dan daerah). DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas. Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, untuk menyatakan komitmen dan tanggungjawabnya, daerah penerima wajib mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah DAK yang diterimanya. Pada daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yaitu daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif. Tetapi kenyataannya dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif (Ditama Binbangkum). Unsur-unsur DAK sebagai berikut: - Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN; - Dialokasikan kepada daerah tertentu; - Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah; - Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN; - DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu; dan - DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang. Kebijakan Dana Alokasi Khusus dibagi menjadi:

23 1. Penetapan program dan kegiatan; Sesuai dengan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan. 2. Penghitungan alokasi DAK; Pada Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap yaitu: a. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; Harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria Umum dengan rumus: Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD Belanja Pegawai Daerah Keterangan: Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH DBHDR) Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah Kriteria Khusus yang digunakan yaitu: - Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil; - Karakteristik daerah yang meliputi daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.

24 Kriteria Teknis dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait terdiri dari: - Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan; - Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan; - Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum; - Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri; - Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan; - Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian; - Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup; - Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional; - Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan; - Bidang Sarana dan Prasarana Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan - Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan. b. Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. 3. Arah Kegiatan dan penggunaan DAK; dan 4. Administrasi pengelolaan DAK. Administrasi pengelolaan DAK terdiri dari: - Proses Penetapan Alokasi DAK;

25 - Penyaluran; - Pelaporan Opini Audit Opini Audit merupakan pendapat dari auditor atas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam hal ini dilakukan oleh BPK sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK menyebutkan bahwa BPK sebagai satu-satunya auditor yang mempunyai wewenang untuk memeriksa laporan keuangan ketiga lapis pemerintahan di Indonesia yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pada Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa berdasarkan UUD 1945 pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Menurut Sarjono (2012) Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Jadi opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; b. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure);

26 c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan d. Efektivitas sistem pengendalian intern. Menurut Mulyadi (2002) terdapat lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan oleh auditor yaitu: a. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion report); Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Dalam arti bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika memenuhi kondisi sebagai berikut: - Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan; - Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan; - Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum;

27 - Semua laporan baik itu neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan; - Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor; - Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkannya untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan; - Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambahkan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. b. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language); Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan diberikan auditor dikarenakan keadaan tertentu yang mengharuskan auditor untuk menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkan suatu paragraf penjelasan atau modifikasi katakata dalam laporan audit baku adalah: - Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum; - Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas;

28 - Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan; - Penekanan atas suatu hal; - Laporan audit yang melibatkan auditor lain. c. Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report); Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan auditor dikarenakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan atau kas entitas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan: - Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat; - Auditor yakin atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. Bila auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menyebabkan ia berkesimpulan bahwa terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, dalam paragraf (atau beberapa paragraf) tambahan yang terpisah, sebelum paragraf pendapat dalam laporan audit.

29 d. Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion report); Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor dikarenakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. Dalam arti auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan klien. e. Laporan yang di dalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report). Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika auditor tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Jika auditor menyatakan tidak memberikan pendapat, dalam laporan auditnya, harus memberikan semua alasan substantif yang mendukung pernyataan tersebut yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah: - Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit; - Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya. Dalam hal ini auditor tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau tidak independen hubungannya dengan klien.

30 2.2 Review Penelitian Terdahulu NO NAMA /TAHUN 1. Amiruddin Zul Hilmi, Dwi Martani Djoko Suhardjanto Rena Rukmita Yulianingtyas Carlos Serrano- Cinca, Mar Rueda-Tomas, Pilar Portilo- Tarragona Annisa Lestari, Dwi Martani Rora Puspita, Dwi Martani 2010 JUDUL VARIABEL HASIL PENELITIAN Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi di Indonesia Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia) Factors Influencing E- Disclosure in Local Public Administrations Local Government Financial Statement Disclosure in Indonesia Analisis Pengaruh Kinerja dan Karakteristik Pemda Terhadap Tingkat Pengungkapan dan Kualitas Informasi Dalam Website Pemda Variabel Dependent: Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Variabel Independent: Tingkat Kekayaan Daerah, Jumlah Penduduk, Tingkat Penyimpangan Keuangan, Tingkat Ketergantungan, Total Aset, Jumlah SKPD, dan Jumlah Laporan Keuangan yang Diaudit Variabel Dependent: Kepatuhan pengungkapan wajib dalam LKPD Variabel Independent: Ukuran daerah, Jumlah SKPD, Status daerah Variabel Kontrol: Lokasi Pemerintah Daerah, Jumlah Anggota DPRD Variabel Dependent: E-Disclosure Variabel Independent: A.Karakteristik Daerah Ukuran Daerah, Penerbitan Surat Utang Pemerintah, Fitur Keuangan B.Aspek Politik Situasi Politik, E-Government C.Aspek Lingkungan Visibilitas Internet, Tingkat Pendapatan Masyarakat, Tingkat pendidikan dan Komitmen sosial-politik masyarakat Variabel Dependent: -Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Variabel Independent: A. Insentif Pemerintah Daerah Kekayaan Daerah, Tingkat Ketergantungan, Kompleksitas Pemerintahan B.Hasil Pemeriksaan Jumlah Temuan, Tingkat Penyimpangan C.Karakteristik Daerah Tipe Pemerintah Daerah Variabel Dependent: Tingkat Pengungkapan dan Kualitas Informasi Variabel Independent: Pendapatan Asli Daerah(PAD), Tingkat Ketergantungan, Ukuran Pemda, Kompleksitas Pemerintahan, Belanja Daerah Hasil Penelitian adalah: Bahwa Tingkat Kekayaan Daerah, Jumlah Penduduk, Tingkat Penyimpangan Keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Sedangkan Tingkat Ketergantungan, Total Aset, Jumlah SKPD, dan Jumlah Laporan Keuangan yang diaudit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Hasil Penelitian adalah: Bahwa hanya jumlah anggota DPRD yang berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Sedangkan ukuran daerah, jumlah SKPD dan status daerah tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib dalam LKPD. Untuk lokasi pemerintah daerah dan tingkat pengungkapan wajib yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengungkapan wajib antara pemda di Jawa/Bali dengan pemda di luar Jawa/Bali. Hasil Penelitian adalah: Bahwa ukuran daerah,, e- government, kemauan politik(tingkat pendidikan penduduk), dan tingkat pendapatan penduduk berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan secara elektronik. Sedangkan penerbitan surat utang pemerintah, fitur keuangan, situasi politik, visibilitas internet, dan tingkat komitmen sosial-politik masyarakat tidak berpengaruh terhadap pengungkapan secara elektronik. Hasil Penelitian adalah: Bahwa Kekayaan Daerah, Kompleksitas Pemerintah (Jumlah Populasi), Jumlah Temuan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan Tingkat Ketergantungan, tingkat penyimpangan, dan jenis pemerintah daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Hasil Penelitian adalah: Bahwa Tingkat Ketergantungan, Ukuran Pemda, Kompleksitas Pemerintahan mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pengungkapan. Sedangkan PAD dan Belanja Daerah tidak berpengaruh terhadap pengungkapan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah khususnya dalam proses penganggaran dan manajeman keuangan daerah salah satunya prinsip

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan

Lebih terperinci

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Maksud penyusunan Laporan Keuangan Dinas Dikpora Provinsi NTB adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. 2.1 Akuntansi Pemerintahan Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Akuntansi dan lap oran keuangan mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sebagai Entitas Pelaporan Dan Entitas Akuntansi bahwa: Dalam pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (2005:19) menyatakan entitas pelaporan keuangan adalah

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH ANALISA LAPORAN KEUANGAN

TUGAS MAKALAH ANALISA LAPORAN KEUANGAN TUGAS MAKALAH ANALISA LAPORAN KEUANGAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analisa laporan keuangan Nama : Febri Jaya Rizki Nim :1210307038 VI/MKS/A Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH LAMPIRAN I PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 11-A TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURAKARTA KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KOMPONEN UTAMA KEBIJAKAN AKUNTANSI Komponen utama

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------- - Tujuan

Lebih terperinci

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PSAP NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PSAP NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PSAP NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TUJUAN Tujuan Pernyataan Standar Catatan atas Laporan Keuangan adalah mengatur penyajian dan pengungkapan yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Keuangan Daerah Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN KEBIJAKAN AKUNTANSI

PENDAHULUAN KEBIJAKAN AKUNTANSI LAMPIRAN I PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH PENDAHULUAN KEBIJAKAN AKUNTANSI A. TUJUAN Kebijakan Akuntansi merupakan pedoman penyusunan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa untuk penyempurnaan kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang mendasari dalam penyusunan laporan keuangan serta tujuan dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan pasal 9 menyatakan bahwa dengan diberlakukannya peraturan ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Penyajian Laporan Keuangan Daerah Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah menyatakan bahwa laporan

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH 1 LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH I. KEBIJAKAN UMUM 1. Tujuan Tujuan kebijakan akuntansi adalah mengatur penyusunan dan penyajian

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH LAMPIRAN A : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 20 TAHUN 2014 TANGGAL : 30 MEI 2014 KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH A. PENDAHULUAN TUJUAN 1. Kerangka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pembangunan Daerah Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL DAFTAR ISI LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL. LAMPIRAN II. 0 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv

DAFTAR ISI. Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv DAFTAR ISI Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv Bab I Pendahuluan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015... 1 1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN PENDAHULUAN Tujuan. Kerangka Konseptual ini merumuskan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kesinambungan Entitas

DAFTAR ISI. Kesinambungan Entitas STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance Government) telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Lebih terperinci

-1- CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

-1- CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -1- LAMPIRAN IX PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN A. PENDAHULUAN 1. Tujuan Tujuan kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kualitatif 1. Basis Akuntansi Di dalam catatan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Depok telah disebutkan bahwa laporan keuangan Pemerintah Kota Depok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Keuangan Daerah Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Pembahasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Pembahasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi Keuangan Pemerintahan sekarang memasuki Era Desentralisasi, maka pelaksanaan akuntansi pemerintahan itu ada di daerah-daerah (Provinsi ataupun Kabupaten),

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SULA

BUPATI KEPULAUAN SULA BUPATI KEPULAUAN SULA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SULA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SULA Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii Peraturan Gubernur

Lebih terperinci

PSAP NO. 01: PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PSAP NO. 02: LAPORAN REALISASI ANGGARAN PSAP NO. 07: AKUNTANSI ASET TETAP

PSAP NO. 01: PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PSAP NO. 02: LAPORAN REALISASI ANGGARAN PSAP NO. 07: AKUNTANSI ASET TETAP PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PSAP NO. 01: PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PSAP NO. 02: LAPORAN REALISASI ANGGARAN PSAP NO. 07: AKUNTANSI ASET TETAP Mei 2007 1 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 33 TAHUN 2015 T E N T A N G KEBIJAKAN AKUNTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOLAANG MONGONDOW

Lebih terperinci

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern merupakan suatu proses yang dijalankan oleh dewan

Lebih terperinci

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN B1. : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal

Lebih terperinci

UU no 17 tahun 2003 tentang keuangan negara UU no 1 tahun 2004 perbendaharaan negara UU no15 tahun 2004 tentang PPTKN UU no 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR : 29 TAHUN 2014 TANGGAL : 27 OKTOBER 2014 KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH PENDAHULUAN Tujuan 1. Kerangka konseptual kebijakan

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI Lampiran I Peraturan Bupati Bungo Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI I. PENDAHULUAN I.1. Umum 1. Kerangka Konseptual Kebijakan

Lebih terperinci

2. Klasifikasi Belanja a). Jenis Belanja - Belanja operasi dirinci menjadi belanja pegawai, belanja barang 3 = membuat klasifikasi dengan lengkap

2. Klasifikasi Belanja a). Jenis Belanja - Belanja operasi dirinci menjadi belanja pegawai, belanja barang 3 = membuat klasifikasi dengan lengkap LAMPIRAN KETERANGAN PEMBOBOTAN PENGUKURAN TINGKAT KEPATUHAN Detail kategori Laporan Realisasi Anggaran: 1. Klasifikasi Pendapatan - Pendapatan asli daerah 3 = memenuhi ketiga klasifikasi - Transfer yang

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL. 11. Mata uang...

KERANGKA KONSEPTUAL. 11. Mata uang... LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR : 46 TAHUN 20097 TAHUN 2007 TANGGAL : 11 NOVEMBER 20094 SEPTEMBER 2007 TENTANG : KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO. KERANGKA KONSEPTUAL A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA of PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 0 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal ayat () Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2016 DAFTAR ISI Daftar Isi i Pernyataan Tanggung Jawab ii Ringkasan Eksekutif 5 A. Laporan

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN (Menurut PP No 71 Tahun 2010 ttg SAP)

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN (Menurut PP No 71 Tahun 2010 ttg SAP) KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN (Menurut PP No 71 Tahun 2010 ttg SAP) Latar Belakang Terbitnya SAP Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan Pengakuan, pengukuran dan Penyajian/pengungkapan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 1 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 1 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN BI. : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 20 TAHUN 2014 TANGGAL : 30 MEI 2014 KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 1 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN A. PENDAHULUAN Tujuan 1. Tujuan kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

LAPORAN OPERASIONAL. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Subang 60

LAPORAN OPERASIONAL. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Subang 60 LAPORAN OPERASIONAL Tujuan Laporan Operasional 284. Tujuan penyusunan Laporan Operasional adalah untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle). Sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU

PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR : 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PROVINSI BENGKULU GUBERNUR BENGKULU PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN STANDAR DAN SISTEM AKUNTANSI. Standar Akuntansi

HUBUNGAN STANDAR DAN SISTEM AKUNTANSI. Standar Akuntansi HUBUNGAN STANDAR DAN SISTEM AKUNTANSI Standar Akuntansi Input Process Output Transaksi - Keuangan - Kekayaan - Kewajiban Proses Akuntansi - Analisa Transaksi - Jurnal / Entries - Posting Lap. Keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 18 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH... 1 KOMPONEN UTAMA KEBIJAKAN AKUNTANSI... 1 II. KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN...

DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH... 1 KOMPONEN UTAMA KEBIJAKAN AKUNTANSI... 1 II. KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN... DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH... 1 KOMPONEN UTAMA KEBIJAKAN AKUNTANSI... 1 II. KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN... 2 A. PENDAHULUAN... 2 B. KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 23 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB VI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PPKD

BAB VI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PPKD BAB VI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PPKD A. KERANGKA HUKUM Laporan Keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan. Laporan Keuangan yang disusun harus memenuhi prinsipprinsip yang

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG BAGAN AKUN STANDAR PADA PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kualitatif 1. Laporan Keuangan Laporan Keuangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan disusun dan disediakan sebagai sarana informasi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 33 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pemerintahan Daerah Dalam arti luas : Pemerintahan adalah perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri dari ribuan pulau dengan budaya, sosial dan kondisi perekonomian yang berbeda antar masing-masing daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2018

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2018 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG SISTEM AKUNTANSI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN AIR LIMBAH DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG GUBERNUR

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran I BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2009 NOMOR 18 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

DANA ALOKASI KHUSUS DALAM PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

DANA ALOKASI KHUSUS DALAM PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DANA ALOKASI KHUSUS DALAM PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH A. Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara,

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI

KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.aTAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan Kebijakan Akuntansi 1. Tujuan kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Definisi Aset Tetap Aset tetap merupakan salah satu pos aset di neraca di samping aset lancar, investasi jangka panjang, dana

Lebih terperinci

-1- KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

-1- KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN -1- LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN A. PENDAHULUAN Kerangka Konseptual Akuntansi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Standar Akuntansi Pemerintahan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN 1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN KEUANGAN 1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAPORAN KEUANGAN 1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2016 DAN 2015 (Dalam

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SIDOARJO

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SIDOARJO BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 239 Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

Lebih terperinci

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR Proses Pelaporan Keuangan Urutan siklus akuntansi menurut Indra Bastian (2005) adalah sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR Proses Pelaporan Keuangan Urutan siklus akuntansi menurut Indra Bastian (2005) adalah sebagai berikut: 9 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1. Proses Pelaporan Keuangan Urutan siklus akuntansi menurut Indra Bastian (2005) adalah sebagai berikut: a. pencatatan bukti-bukti pembukuan dalam buku jurnal. Transaksi yang

Lebih terperinci

PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG

PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG Sumber gambar span.depkeu.go.id I. PENDAHULUAN Reformasi keuangan negara di Indonesia yang ditandai dengan lahirnya paket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 2 Undang Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. salah satu unsur keuangan Negara antara lain kekayaan Negara/kekayaan daerah berupa uang,

Lebih terperinci

2. Kerangka Teoritis 2.1. Laporan Keuangan Pemerintah Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan

2. Kerangka Teoritis 2.1. Laporan Keuangan Pemerintah Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan 2. Kerangka Teoritis 2.1. Laporan Keuangan Pemerintah 2.1.1. Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BUPATI BUNGO PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BUNGO PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN

KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN Koreksi Kesalahan 332. Kesalahan penyusunan laporan keuangan dapat disebabkan oleh keterlambatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori Dan Penurunan Hipotesis 1. Rerangka Teori a. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan sebuah teori yang menjelaskan hubungan perjanjian antara satu orang atau lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s. PENDAHULUAN Sebagai perwujudan pembangunan daerah dan tata kelola keuangan daerah, landasan kerja pemerintah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Agar dapat menyediakan informasi yang berguna dan bermanfaat bagi pihakpihak

BAB II LANDASAN TEORI. Agar dapat menyediakan informasi yang berguna dan bermanfaat bagi pihakpihak 17 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Laporan Keuangan Agar dapat menyediakan informasi yang berguna dan bermanfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, maka informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Teori dan Studi Pustaka. penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap kualitas Laporan

BAB II. Tinjauan Teori dan Studi Pustaka. penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap kualitas Laporan BAB II Tinjauan Teori dan Studi Pustaka A. Reviu Penelitian Terdahulu Permana (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. Laporan. Standar Akuntansi. Penyajian.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. Laporan. Standar Akuntansi. Penyajian. No.1818, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. Laporan. Standar Akuntansi. Penyajian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 217/PMK.05/2015 TENTANG PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI

Lebih terperinci

Anggaran Realisasi Realisasi Cat

Anggaran Realisasi Realisasi Cat PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Untuk Tahun yang Berakhir Sampai dengan 31 Desember 2016 dan 2015 Anggaran Realisasi Realisasi Uraian % Rasio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Pemerintah Daerah Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Lebih terperinci